Pemerintah Republik Indonesia melalui UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otonomi Khusus Papua) meletakan kebijakan baru bagi pembangunan Provinsi tersebut dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan otonomi khusus merupakan jawaban Pemerintah Republik Indonesia terhadap berbagai persoalan yang muncul sejak bergabungnya provinsi tersebut dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia beserta dinamika sosial dan politik termasuk tuntutan untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sering diketahui sebagai gerakan Papua Merdeka.
Otonomi khusus yang diberikan kepada Papua masih belum memberikan makna berarti bagi peningkatan kesejahteraan rakyat Papua. “Rakyat kecewa terhadap otonomi khusus yang berjalan lima tahun. Mereka kecewa karena otonomi tidak memberikan solusi memperbaiki kesejahteraan rakyat.” Pemerintah masih perlu memperhatikan Papua, jika tidak, harus memberikan teritori untuk merdeka.
Oleh: Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
STUDI PERBANDINGAN TERHADAP
UU NO. 22 TAHUN 1948, UU NO. 1 TAHUN 1957,
UU NO. 18 TAHUN 1965, UU NO. 5 TAHUN 1974, UU NO. 22 TAHUN 1999, SERTA UU NO. 32 TAHUN 2004
Oleh: Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
STUDI PERBANDINGAN TERHADAP
UU NO. 22 TAHUN 1948, UU NO. 1 TAHUN 1957,
UU NO. 18 TAHUN 1965, UU NO. 5 TAHUN 1974, UU NO. 22 TAHUN 1999, SERTA UU NO. 32 TAHUN 2004
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini berjudul “PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN KEIMIGRASIAN SEBAGAI FUNGSI PERLINDUNGAN TERHADAP KEPENTINGAN NASIONAL DI YOGYAKARTA”. Dalam penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis latar belakang dikeluarkannya keputusan pencegahan dan penangkalan terhadap seseorang serta untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pencegahan dan penangkalan dapat dipakai sebagai perlindungan terhadap kepentingan nasional.
Penelitian ini dispesifikan sebagai penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, yaitu penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang mempelajari literatur-literatur, jurnal-jurnal hukum, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini dan melakukan wawancara dengan Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Yogyakarta serta Kepala Kantor Keimigrasian Yogyakarta. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala dengan gejalah lain dalam masyarakat.
Negara yang berdaulat berwenang untuk membatasi gerak seseorang untuk masuk atau keluar wilayah suatu negara dalam hal ini lalu lintas lintas orang masuk keluar wilayah Negara. Alasan mendasar dilakukannya pencegahan adalah keterlibatan seseorang dalam suatu perkara tindak pidana, sedangkan penangkalan berlaku untuk orang asing yang terlibat dalam tindak pidana. Hakekatnya tujuan pencegahan dan penangkalan adalah agar mereka yang sedang bermasalah, dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Tindakan pencegahan dan penangkalan merupakan hak tiap negara berdaulat untuk melindungi kepentingan negaranya dengan cara membatasi gerak seseorang untuk masuk atau keluar wilayah negaranya. Tujuan pembatasan tersebut agar negara mengetahui siapa-siapa saja yang masuk atau keluar wilayah Negara. Hal ini tidak lain agar situasi dan stabilitas keamanan atau kepentingan negara dapat terjaga dari dampak negatif yang ditimbulkan dari lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah negara. Jadi, dapat dikatakan bahwa alasan mendasar dari dilakukannya pencegahan dan penangkalan yaitu selain sebagai alasan pendekatan keamanan, juga sebagai alasan menjaga kepentingan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kata Kunci : Keimigrasian, Pencegahan dan Penangkalan, Kepentingan Nasional
ABSTRAK
Sebagaimana pernah dimuat di media massa tentang beberapa kasus yang dilakukan oleh anak di bawah umur serta perlakuan dari aparat penegak hukum. Sebagai contoh, pada tahun 2006 yang terangkat kepermukaan adalah kasus Raju yang menganiaya temannya. Raju yang baru berusia 8 tahun ini ditahan selama 19 hari untuk menjalani proses hukum yang menimbulkan trauma pada dirinya dan pada tanggal 29 Mei 2009, penangkapan yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Metro Bandara Soekarno-Hatta terhadap 10 (sepuluh) orang anak yang saat itu bermain judi dengan taruhan Rp 1.000 per anak di kawasan bandara. Contoh lain di Bandar Lampung bahwa pada tahap penyidikan, sebagian besar anak ditahan dan ditempatkan bersama-sama dengan orang dewasa dalam sel tahanan. Pemeriksaan oleh penyidik juga tidak dalam suasana kekeluargaan, dan hak untuk mendapat bantuan hukum tidak diberi tahukan kepada anak yang diperiksa oleh penyidik. Untuk itu rumusan masalah yang diajukan adalah : Apakah perundang-undangan pidana anak dalam melindungi kepentingan dari perlidungan anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta kendala apa yang mempengaruhi perlindungan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana ?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis perundang-undangan pidana anak dalam melindungi kepentingan dari perlidungan anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta untuk mengetahui dan menguraikan kendala apa yang mempengaruhi perlindungan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Selanjutnya dipergunakan guna memecahkan masalah dan kemudian disimpulkan.
Terdapat perbedaa pendapat sehubungan dengan pelaksanaan perlindungan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana. Ada pendapat yang menyatakan bahwa dalam prakteknya sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (UU Perlindungan Anak) misalnya Pidananya sudak tidak dicampur adukkan. Petugas pengawas untuk dewasa dan anak-anak sudah dibedakan atau dipisahkan. Perlakuannyapun sudah berbeda. Petugas pengadilan anak tidak memakai toga, namun ada pula yang mengatakan bahwa belum sepenuhnya dilaksanakan, sebagaimana sering disaksikan di media masa tentang prktek-praktek beberapa oknum aparat keamanan dalam menangani tindak pidana yang dilakukan oleh anak di bawah umur.
Perlindungan terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana, dalam prakteknya sering menemui berbagai kandala yaitu faktor orang tua, rumah tahanan serta penjara atau sel khusus anak di Yogyakarta belum ada.
Penulisan skripsi ini berjudul “PELAKSANAAN PELAPORAN KELAHIRAN OLEH PENDUDUK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 DI KOTA YOGYAKARTA”. Dalam penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui upaya-upaya Pemerintah Kota Yogyakarta agar masyarakat Kota Yogyakarta tertib dalam melaporkan kelahiran sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 di Kota Yogyakarta serta penerapan sanksi terhadap masyarakat yang melaporkan kelahiran tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 di Kota Yogyakarta.
Penelitian ini dispesifikan sebagai penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, yaitu penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang mempelajari literatur-literatur, jurnal-jurnal hokum, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini dan melakukan wawancara dengan Kepala Seksi Penerbitan KK dan KTP, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Yogyakarta, Bapak Drs. Bram Prasetyo Handoyo. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala dengan gejalah lain dalam masyarakat.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kta Yogyakarta melihat bahwa kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya akta kelahiran mengharuskan pemerintah mengambil kebijakan yang berkaitan dengan proses pelaporan kelahiran khususnya di Kota Yogyakarta. Kendala yang dialami dalam pelaporan kelahiran tersebut. Kesibukan orang tua, belum merasa butuh, sehingga pemerintah menerapkan sanksi bgi masyarakat yang terlambat melaporkan kelahiran, baik itu berupa denda, mendapatkan persetujuan kepala instansi setempat yang melaporkan kelahiran sampai dengan 1 (satu) tahun, maupun mendapat penetapan pengadilan yang melaporkan kelahiran lebih dari 1 (satu) tahun, yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan dijalankan sejak berlakunya Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007. Hal tersebut disebabkan banyknya masyarakat Yogyakarta yang terlambat melaporkan kelahiran tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
Kata Kunci : Pelaporan Kelahiran, UU No. 23 Tahun 2006
ABSTRAK
Implikasi pemisahan Timor-Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah berdampak pada persoalan-persoalan yang sampai sekarang belum diselesaikan terutama masalah batas wilayah baik darat, laut, maupun udara yang secara hukum nasional maupun hukum internasional belum jelas statusnya. Dengan pemisahan Timor-Leste dari Negara Republik Indonesia maka dikeluarkan ketetapan MPR tahun 1999 yang mencabut ketetapan MPR no VI/1978 tentang integrasi Timor-Timur ke dalam wilayah RI, maka status hukum Timor-Timur telah berubah dan bukan lagi bagian dari wilayah negara kesatuan RI. Status hukum Timor-Timur diatur lebih lanjut oleh PBB, antara Indonesia dan Portugal yaitu berdasarkan Perjanjian di New York tanggal 5 Mei 1999, Agreement Between the Repoblic of Indonesia and the Portugal Republic on the Question of East Timor.
Untuk itu rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana kewenangan suatu negara untuk menentukan batas wilayah laut menurut Hukum Internasional serta bagaimana cara pengaturan batas wilayah laut Timor-Leste pasca kemerdekaan 1999. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis sejauh mana pengaturan batas wilayah laut Timor-Leste dan apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi serta kewenangan suatu negara dalam menentukan batas wilayah lautnya berdasarkan hukum internasional. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yang dilanjutkan dengan penelitian hukum emperis, dikatakan penelitian hukum normatif karena penelitian ini akan memanfaatkan data sekunder, yang selanjutnya akan diikuti dengan penelitian empiris.
Belum adanya kesepakatan tentang batas wilayah laut antara kedua negara, dikarenakan masih menunggu penyelesaian sengketa batas darat yang meliputi lima segmen di Kabupaten Belu dan Timor Tengah Utara. Lima titik wilayah darat yang masih disengketakan antara Indonesia dan Timor Leste yakni Noelbesi di Kabupaten Kupang, Bijaelsunan dan Oben di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) serta Malibaka di Kabupaten Belu. Batas wilayah laut yang sulit ditetapkan yakni Enklave Ambeno Oeccuse karena enklave tersebut berada diantara wilayah Indonesia. Faktanya bahwa jarak antara Negara Republik Demokratik Timor Leste dengan Indonesia, tepatnya di wilayah Kecamatan Alor Timur ditaksir tidak mencapai 12 mil, sebagaimana yang ditentukan dalam UNCLOS 1982, maka dalam menentukan batas wilayah kedua negara, akan menggunakan pengukuran median line (garis tengah), artinya bahwa apabila jarak antara Negara Republik Demokratik Timor Leste dengan Indonesia hanya 11 mil maka tidak menutup kemungkinan bahwa Negara Republik Demokratik Timor Leste akan mendapatkan 5 mil dan Indonesia mendapatkan 5 mil, sedangkan sisanya 1 mil, dipergunakan sebagai zona bebas (high sea).
Perlindungan anak masih menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia, mengingat masih banyak ditemukan kasus-kasus perlakuan anak yang tidak sewajarnya, di antaranya yang paling memprihatinkan adalah masih terdapatnya anak-anak yang bekerja di sektor pekerjaan terburuk untuk anak, eksploitasi seksual komersial anak (ESKA), dan perdagangan perempuan dan anak (trafficking women and children). Padahal, anak adalah sebuah investasi. Anak harus dilihat sebagai aset bangsa yang harus dilindungi keberadaannya karena masa depan bangsa sangat bergantung pada bagaimana kita memperlakukan anak pada masa kini.
Pada dasarnya, munculnya berbagai permasalahan terkait perlindungan anak berakar dari berbagai faktor di antaranya belum optimalnya peran kelembagaan dalam mengatasi berbagai permasalahan anak. Kelembagaan dimaksud adalah kelembagaan baik yang berupa nilai dalam budaya, institusi dalam masyarakat dan jaringan kerjasama yang belum optimal dari organisasi yang memfasilitasi, mengadvokasi, mensosialisasikan serta sinergi yang masih perlu ditingkatkan.
Masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan masalah global. Adanya tekanan dari dunia Internasional terhadap berbagai pelanggaran Hak Azasi Manusia, termasuk didalamnya hak perempuan dan anak yang akhirnya membuat pemerintah perlu untuk mencari cara dalam mengatasi adanya kekerasan terhadap rendahnya kualitas pelayanan Polri terhadap laporan yang melibatkan korban perempuan dan anak telah membuat Polri berusaha untuk menunjukkan kinerja yang baik. Salah satunya dengan membentuk Ruang Pelayanan Khusus (RPK) lebih khusus Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) untuk masalah kekerasan Perempuan dan Anak, dari tingkat Mabes hingga Polres, sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2007.
Makalah Hakikat Otonomi Daerah disusun sebagai bahan acuan dan referensi bagi adik-adik SMP, SMP atau mungkin bagi kawan-kawan saya di tingkat Universitas. Makalah ini membahas bagaimana seluk beluk otonomi daerah, pelakasaannya, sejarah dan sebagainya sehingga akan memperluas pengetahuan pembaca, khususnya pelajar sekalian.
1. Jelaskan pengertian otonomi daerah !
Otonomi daerah berarti hak, kewajiban, dan wewenang daerah otonom untuk mengatur serta mengurus kepentingan masyarakat setempat atau menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan
Daerah Khusus, Daerah Istimewa, dan Otonomi Khususafifahdhaniyah
Daerah Khusus, Daerah Istimewa, dan Otonomi Khusus
Merupakan bagian dari bentuk otonomi daerah yang diterapkan di negara Indonesia berasaskan desentralisasi. Beberapa daerah yang memiliki kekhususan dan keistimewaan antara lain: DKI Jakarta, Papua, DI Aceh, dan DI Yogyakarta
Kota besar seperti Jakarta bagi sebagian penduduk merupakan magnet raksasa yang mampu menarik ribuan penduduk pedesaan dan perkotaan lain berbondong-bondong mengadu nasib ke kota beton itu. Tidak hanya Jakarta yang menjadi tumpuan harapan para migran, daerah perkotaan lain yang memiliki industri tidak lepas dari serbuan para pendatang. Hal ini disebabkan karena sektor industri mempunyai daya tarik yang cukup besar bagi penduduk pedesaan karena sektor ini mampu menawarkan upah yang lebih besar daripada sektor pertanian.
Kota Bekasi merupakan salah satu daerah yang memiliki perkembangan penduduk yang cukup tinggi, salah satu faktor penyebabnya adalah karena letak geografis Kota Bekasi yang berdekatan dengan ibu kota DKI Jakarta. Banyaknya penduduk yang berdatangan ke DKI Jakarta baik untuk mencari pekerjaan, melanjutkan studi atau motivasi lain, akan menimbulkan dampak tersendiri bagi daerah atau kota-kota disekitarnya, diantaranya Kota Bekasi. Sehingga dari dampak tersebut menimbulkan kepadatan penduduk di Kota Bekasi.
Dengan banyak penduduk yang berdatangan menyebabkan wilayah tersebut tidak dapat menampung sepenuhnya bagi penduduk bertinggal di daerah tersebut. Kota Bekasi merupakan kota yang menjadi sasaran penduduk yang datang untuk mencari tempat tinggal sebagai jalan alternatif untuk mengatasi kepadatan penduduk di daerah tersebut dan alasan lainnya adalah tidak jauh dari lokasi tempat kerjanya, tempat belajar atau motivasi lainnya.
Kota Bekasi terdiri dari penduduk asli Kota Bekasi maupun migran yang datang bekerja di Kota Bekasi dan DKI Jakarta. Secara umum penduduk migran lebih banyak jumlahnya dibanding dengan penduduk asli Kota Bekasi. Hal ini disebabkan oleh perkembangan kegiatan di DKI Jakarta yang menjadi Kota Bekasi menjadi daerah penyeimbang kegiatan-kegiatan DKI Jakarta. Berdasarkan hal tersebut maka pergerakan penduduk dari Kota Bekasi ke DKI Jakarta sangatlah besar di samping pergerakan penduduk dari sekitar Kota Bekasi menuju DKI Jakarta. Hal ini menjadi orientasi kebutuhan penduduk Kota Bekasi sebagian dilayani di DKI Jakarta. Data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Kota Bekasi, Jawa Barat menyebutkan setiap tahun sebanyak 144.000 pendatang baru masuk Kota Bekasi. Kepala Dinas Dukcapil Kota Bekasi, Abdul Iman, di Bekasi, mengatakan Kota Bekasi sebagai daerah penyangga ibu kota negara menjadi sasaran bagi orang-orang daerah yang ingin mengais rezeki.
Para pendatang harus memiliki keahlian untuk dapat mengadu nasib dan mendapat pekerjaan di Kota Bekasi. Selain persyaratan tersebut, pendatang baru juga diwajibkan memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) daerah asal yang masih berlaku sebagai identitas diri selama tinggal di Kota Bekasi. Kewajiban penduduk Indonesia untuk memiliki identitas hukum, dalam hal ini KTP, menjadi penting untuk dipenuhi mengingat kepemilikan KTP terkait dengan berbagai persoalan identitas hukum lainnya serta secara tidak langsung terkait dengan persoalan kesejahteraan penduduk.
Penulisan skripsi ini berjudul “PEMANFAATAN TANAH KAS DESA UNTUK RELOKASI KORBAN ERUPSI MERAPI DI DESA KEPUHARJO, KECAMATAN CANGKRINGAN”. Dalam penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tanah kas desa dalam pelaksanaan relokasi warga korban erupsi Merapi, status rumah dan tanah milik warga yang terkena Erupsi Merapi, serta status kepemilikan rumah dan tanah yang ditempati warga di relokasi.
Penelitian ini dispesifikan sebagai penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, yaitu penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang mempelajari literatur-literatur, jurnal-jurnal hukum, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan penelitian ini dan melakukan wawancara dengan Dwi Handaka Purnama, selaku Kepala Seksi Survei, Pengukuran Dan Pemetaan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman, Heru Saptono, selaku Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD, dan Tulus Budiwiratno, selaku Sekertaris Desa Kepuharjo.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan suatu gejala dengan gejalah lain dalam masyarakat.
Desa Kepuharjo merupakan salah satu desa di Kecamatan Cangkringan, yang mengalami kerusakan terbanyak serta digolongkan sebagai daerah yang tidak boleh ditempati. Untuk menjamin terselenggaranya relokasi bagi warga korban erupsi merapi, diperlukan tanah untuk lokasi baru pada zona aman bencana erupsi. Pengadaan tanah untuk pelaksanaan relokasi di Desa Kepuharjo, menggunakan tanah kas desa (TKD), berdasarkan Izin Pelepasan Tanah Kas Desa Kepuharjo Nomor 31/IZ/2012 tanggal 11 April 2012. Status tanah warga yang terkena erupsi merapi, tetap menjadi milik warga dengan syarat dari pemerintah daerah bahwa tanah tersebut hanya diperuntukan untuk pertanian dan tidak diperbolehkan untuk mendirikan bangunan di atasnya. Status kepemilikan rumah dan tanah bagi warga di tempat relokasi, adalah milik warga yang menempati. Pemerintah memberikan sertifikat sebagai tanda bukti kepemilikannya.
Kata Kunci : Pemanfaatan Tanah, Tanah Kas Desa, Erupsi Merapi
Permasalahan ini semakin kompleks di lapangan karena arah kebijakan nasional dalam hal pengendalian alih fungsi lahan pertanian sering bertabrakan dengan kebijakan pemerintah daerah yang lebih memprioritaskan kepentingan lokal dan kebijakan daerah. Walaupun penerapan kebijakan pengendalian alih fungsi lahan masih dipandang cukup efektif dalam membatasi penggunaan lahan sawah bagi kegiatan nonpertanian (seperti mekanisme perijinan lokasi dan penerapan Rencana Tata Ruang Wilayah), namun ternyata masih banyak prilaku “spekulan tanah” yang tidak terjangkau oleh penerapan kebijakan tersebut.
Sebagai negara hukum, yang telah memiliki instrumen hukum berupa Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), sudah menjadi tanggungjawab negara untuk melindungi dan menjamin kebebasan warga negaranya untuk memilik pasangannya dalam membentuk sebuah keluarga melalui ikatan perkawinan. Tanggungjawab negara tersebut telah dituangkan ke dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, yang menyebutkan : “Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah”
More from Law Firm "Fidel Angwarmasse & Partners" (6)
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
REDESAIN HUKUM OTONOMI DAERAH DI DAERAH PROPINSI PAPUA BARAT
1. 1
REDESAIN HUKUM OTONOMI DAERAH
DI DAERAH PROPINSI PAPUA BARAT
A Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi
pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah
memiliki kesempatan untuk mengelola, mengembangkan, dan membangun daerah
masing-masing sesuai kebutuhan dan potensi yang dimiliki.
Otonomi Daerah merupakan bentuk realisasi dari Pasal 18 UUD 1945 dan
hal yang sangat penting dalam rangka menumbuhkan kreativitas serta prakarsa
seluruh elemen masyarakat di daerah, untuk mengacu pelaksanaan pemerintahan
dan pembangunan. Adanya otonomi daerah dalam arti sesungguhnya, maka setiap
daerah akan berupaya menggali potensi yang dimiliki, sumber daya alam dan
sumber daya manusia untuk membangun daerahnya.
Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 setelah amandemen menyebutkan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan
Undang-undang. Jelasnya bahwa dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah
harus mendasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :1
1 Siswanto Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hal.1
2. 2
1
1 Pelaksanaan otonomi daerah harus menjunjung aspirasi perjuangan rakyat;
2 Pemberian otonomi daerah harus nyata dan bertanggung jawab;
3 Asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi
dan memberi peluang pada pelaksasanaan asas pembantuan;
4 Otonomi daerah mengutamakan aspek keserasian dan demokrasi.
Sistem pemerintahan di daerah pada prinsipnya harus menyesuaikan diri
dengan sistem pemerintahan pusat, yang pada umumnya sistem tersebut telah
ditegaskan dalam UUD 1945. Landasan konstitusional pemerintahan daerah
diatur dalam Pasal 18 UUD 1945 yang kemudian dalam tingkatan produk
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah pembagian urusan
pemerintahan telah ada dan dijelaskan didalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Undang-Undang Pemerintahan Daerah).2
Keberadaan UU Pemerintahan Daerah telah memberikan angin baru untuk
kehidupan pemerintahan di Indonesia yang reformatif, transparan dan
professional dalam mengelola proses-proses pembangunan dan pemerintahan.
Bahkan telah memberikan harapan akan jaminan untuk melaksanakan
pemerintahan pembangunan daerah yang optimal, dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Hal tersebut dikarenakan UU Pemerintahan Daerah secara jelas dan
tegas memberikan otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah.
2 Soehino, Perkembangan Pemerintahan di Daerah, Liberty, Yogyakarta, 2002, hal. 1.
3. 3
Dalam Penjelasan Umum huruf a UU Pemerintahan Daerah disebutkan,
sesuai dengan dengan amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
pemerintahan daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi
luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan serta peran serta
masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prisnisp-prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemberian otonomi yang demikian daerah akan lebih mampu
melaksanakan pembangunan yang desentralistik, yakni pembangunan daerah
yang senantiasa berorientasi dan mempertimbangkan karakteristik daerah, baik
sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Pembangunan yang
terdesentralisasi sudah barang tentu akan lebih dinamis, efektif dan inovatif,
karena akan lebih cepat merespon aspirasi dan tuntutan masyarakat.
Pengembangan desentralisasi dalam pelaksanaan pemerintah daerah, merupakan
aspek yang sangat menentukan untuk menciptakan kegiatan pemerintahan dan
pembangunan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat yang
berkesinambungan.
Untuk mewujudkan dan mencapai tujuan pembangunan nasional tidaklah
mungkin dapat dicapai hanya dalam waktu beberapa tahun saja, apalagi kalau
4. 4
diingat bahwa pembangunan dilaksanakan secara menyeluruh mencakup seluruh
wilayah negara. Dengan demikian maka perlu diusahakan agar perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan memperhatikan situasi dan kondisi daerah setempat,
sehingga pembangunan akan berjalan dengan baik sejalan dengan potensi yang
dimiliki oleh daerahnya masing-masing.
Beberapa kewenangan yang diberikan kepada daerah dalam UUD 1945
antara lain disebutkan mengenai pemilihan anggota DPRD melalui Pemilihan
Umum, pemilihan kepala daerah secara demokratis berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan. Di samping ketentuan yang bersifat umum tersebut, UUD 1945
mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat
khusus atau bersifat istimewa yang kemudian diatur dengan UU. Pada saat ini
paling tidak terdapat 4 daerah Provinsi yang bersifat khusus, yaitu Daerah Khusus
Ibu Kota (DKI) Jakarta berdasarkan UU No. 34 Tahun 1999, Daerah Istimewa
Yogyakarta berdasarkan UU No. 3 Tahun 1950, Daerah Istimewa Aceh
berdasarkan UU No. 24 Tahun 1956, dan Daerah Khusus Papua berdasarkan UU
No. 21 Tahun 2001.
Pemerintah Republik Indonesia melalui UU No. 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otonomi Khusus Papua) meletakan
kebijakan baru bagi pembangunan Provinsi tersebut dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kebijakan otonomi khusus merupakan jawaban
Pemerintah Republik Indonesia terhadap berbagai persoalan yang muncul sejak
5. 5
bergabungnya provinsi tersebut dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia beserta dinamika sosial dan politik termasuk tuntutan untuk melepaskan
diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sering diketahui sebagai
gerakan Papua Merdeka.
Otonomi khusus yang diberikan kepada Papua masih belum memberikan
makna berarti bagi peningkatan kesejahteraan rakyat Papua. “Rakyat kecewa
terhadap otonomi khusus yang berjalan lima tahun. Mereka kecewa karena
otonomi tidak memberikan solusi memperbaiki kesejahteraan rakyat.”3
Pemerintah masih perlu memperhatikan Papua, jika tidak, harus memberikan
teritori untuk merdeka.4
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti
dan menulis dengan judul ”REDESAIN HUKUM OTONOMI DAERAH DI
DAERAH PROPINSI PAPUA BARAT”.
B'Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di muka, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan sebagai berikut :
1' Bagaimana Pelaksananaan Otonomi Daerah di Daerah Propinsi Papua Barat?
2' Apakah Pelaksanaan Otonomi Daerah Papua Telah Sesuai Dengan Yang
Diharapkan Masyarakat Papua Barat?
3 Gubernur Papua, Koran Tempo, 6 Juli 2007, hal. A. 4.
4 Eni Faleomavaega, Anggota Kongres Amerika Serikat, Koran Tempo, 6 Juli 2007.