2. CO2
hn
photosynthesis
Glucose
(6 carbons)
starch
glycolysis
phosphoenol
pyruvate (PEP)
(3 carbons)
acetyl-
coenzymeA
(2 carbons)
citric
acid
cycle
energy (ATP)
+ CO2 + H2O
C
H3
C
O
CH2
C
O
CH2
polyketides
acetogenins
lipids
fatty acids
mevalonic
acid
terpenes
steroids
carotenoids
O O
O
H CH3
erythrose-
4-phosphate
shikimic
acid
anthanilic
acid
phenylalanine
tyrosine
alkaloids
tryptophan
oxalo-
acetate
lysine
ornithine
aspartic
acid
nicotinic
acid
phenylpropanes
glutamic acid
NH3
O
OH O
OH
OH
CH2OH
O
O O
OH
OH
CH2OH
O
O O
OH
OH
CH2OH
n
O
OH OH
OH
OH
CH2OH
COOH
HO
OH
OH
CHO
CHOH
CHOH
CH2OP
COOH
NH2
CHO
CH
CH2OP
OH
CHO
C
CH2OP
O
CH2
C
COOH
OP
H3C C SCoA
O
O O
O O
HO CH3
3. PENDAHULUAN
Tumbuhan sebagai sumber bahan obat.
Perkembangan teknologi.
Tahapan pengolahan bahan baku
- Ekstraksi
- Isolasi
- Penentuan struktur kimia
5. 5
ALUR PENCARIAN B. AKTIF DARI TUMBUHAN
Tumbuhan
Simplisia
(Skrining fitokimia, Ekstraksi)
Ekstrak
(Uji bioaktivitas, Separasi)
Fraksi
(Uji bioaktivitas, Pemurnian)
Isolat
(Uji bioaktivitas, Identifikasi)
….??
?
6. EKSTRAKSI KANDUNGAN KIMIA
DEFENISI
EKSTRAKSI: Proses penyarian zat-zat berkhasiat
atau zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan atau
mineral.
Cairan Penyari Sel ekstrak
7. Target of the extraction
An unknown bioactive compound.
A known compound present in an organism.
A group of compounds within an organism
that are structurally related.
All secondary metabolites produced by one
natural source that are not produced by a
different ‘‘control’’ source, e.g., two species
of the same genus or the same species
grown under different conditions.
Identification of all secondary metabolites
present in an organism for chemical
fingerprinting or metabolomics study.
8. Tujuan ekstraksi
Senyawa bioaktif yang telah diketahui.
Senyawa yang dikenal dalam organisme.
Kelompok struktur senyawa yang terkait
dengan organisme
Metabolit sekunder spesifik bagi satu
sumber alam, misalnya, dua spesies dari
genus yang sama atau spesies yang sama
tumbuh di bawah kondisi berbeda.
Identifikasi semua metabolit sekunder
yang ada dalam organisme dengan kimia
sidik jari atau studi metabolomik.
9. 9
EKSTRAKSI
Pengambilan bahan aktif dari
bagian/seluruh bagian tumbuhan
dengan pelarut tertentu
Macam-Macam Ekstrak
EKSTRAK TOTAL
EKSTRAK PARSIAL
12. BAHAN AWAL
1. SEGAR : umum tumbuhan mengandung
glikosida yang dapat diuraikan oleh
enzim, sehingga perlu inaktivasi
inaktivasi enzim:
- didihkan air 20 menit
- didihkan alkohol 20 menit
- didihkan dengan aseton
- ekstraksi pH 1-2
- ekstraksi pada suhu rendah
13. BAHAN AWAL
2. KERING/SIMPLISIA, tujuan mengurangi
kadar cairan (air) dengan maksud menghin-
dari reaksi enzimatis (<10%) dan pertum-
buhan mikroba, sehingga awet
AKIBAT
Volume cairan sel, isi sel akan berkurang
dan terjadi:
- dinding sel berkerut
- terbentuk rongga udara
- zat larut menjadi tidak larut (mengkristal)
14. BAHAN AWAL
MELEMBABKAN,
- 2 x volume dan 5 – 15 menit,
tujuan
kembalikan kondisi sel ke keadaan
semula
- dinding sel bersifat permiabel
- rongga udara hilang, karena ruang
sel terisi kembali
- zat menjadi larut kembali
17. Sifat-sifat “solvent” yang digunakan:
1. “Volatility”, “Flammability” dan “Boiling point”
· “Boiling point” memberi gambaran kemudahan diuapkan
dengan sedikit pemanasan
· Tetapi semakin mudah menguap, semakin dibutuhkan
penangan lebih serius
· Penggunaan eter, dihindari (flammable & peroxides)
2. Toksisitas
· Sifat toksisitas terhadap operator/pelaku
· Kloroform & eter menyebabkan depresi pernafasan serta
anestesia
· Acetonitrile & metanol- beracun
· Karbontetraklorida - hepatotoksik
· Benzen -- karsinogenik
· Beberapa “solvents” defatting skin dermatologik
· Kontak dengan solvent harus maksimal dihindari
18. Sifat-sifat………
3. Reaktivitas
· Beberapa solvents cukup reaktif, sehingga
mudah terbentuk artefacts. Mis: solvents dengan
gugus –C=O (aseton, metiletilketon dapat
bereaksi dengan senyawa nukleofil; metanol,
etanol dapat menyebabkan alkilasi
4. Harga /“Cost”
· Digunakan solvent dengan kemampuan hampir
sama dengan harga lebih murah
· Petroleum eter lebih murah dibanding n-heksana,
keduanya mempunyai kemampuan sama
19. Solvent recycling:
“Solvent recycling” sangat penting dalam
pertimbangan lingkungan (ekologi) dan
ekonomi
“Recovery” dan penggunaan non azeotrop
solvent (mis. Kloroform: metanol 1:1 v/v)
baik, tetapi pemisahan menjadi
komponennya sulit & mahal
Sehingga lebih disukai solvent tunggal
20. METODA EKSTRAKSI &
PEMURNIAN
1. Senyawa yang akan diekstraksi
Dapat mengikuti prosedur yang telah dipublikasi
Dengan modifikasi sesuai dengan kebutuhan atau
mengikuti persyaratan-persyaratan
2. Species dari bahan material
Prosedur dapat dilakukan mengikuti klas senyawa
aktif/senyawa interest
Diikuti dengan uji kromatografi
21. 3. Pemakaian di masyarakat
(Ethnopharmacology)
Disesuaikan dengan penggunaan di masyarakat yang
pada umumnya dilakukan dengan merebus
4 Belum pernah dilaporkan sebelumnya
Dilakukan berdasarkan hasil skrining (random
ataupun selektif) aktivitas
Pada umumnya hanya satu atau dua macam ekstrak
untuk setiap species yang berbeda kepolaranya
METODA EKSTRAKSI &
PEMURNIAN
22. Sifat-sifat senyawa yang diekstraksi:
1. Polaritas
· Senyawa aktifnya telah atau belum diketahui, prinsip kerja adalah
“Like dissolves like”, Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar
2. Effek PH
· Senyawa yang terionisasi harus menjadi pertimbangan
· Kelarutan senyawa dalam temperatur tinggi akan naik karena solvent
lebih dapat penetrasi pada jaringan tanaman
Senyawa Phenol, & asam organik - asam
· Untuk mendapatkan hasil optimum, PH harus diatur
· Contoh : Alkaloida --- basa/alkalis
Walau demikian, harus dilakukan hati-hati karena adanya ester atau
glikosida dapat pecah karena pengaturan pH
3. Thermostabilitas
· Adanya senyawa yang kurang stabil, kemungkinan terjadi “Artefacts”
23. Jenis ekstrak yang akan digunakan:
Jenis ekstrak yang akan digunakan turut
menentukan metoda ekstraksi.
Pada penggunaan ekstrak dimaksudkan untuk
makanan & obat, terdapat batasan sisa
solvent yang tergantung pada sifat
ketoksikan residu.
Ekstrak yang digunakan untuk bioassay,
kriteria khusus harus diperhatikan karena
pada umumnya bioassay dilaksanakan dalam
“aquaeous” media. Salah satu alternatif
digunakan DMSO untuk melarutkan ekstrak
yang non polar.
24. EKSTRAKSI KANDUNGAN KIMIA
METODE EKSTRAKSI
1. Maserasi
2. Perkolasi
3. Refluks
4. Soxhlet
5. Destilasi Uap Air
6. Ultrasound-assisted solvent extraction
7. Pressured-solvent extraction
8. Supercritical Fluid Extraction
25. METODE EKSTRAKSI
3 Metode Ekstraksi
Proses yang menghasilkan
keseimbangan konsentrasi antara
larutan dan residu padat
Contoh : Maserasi, digesti, ultrasonic
extraction, dll
Proses Ekstraksi seksama/menyeluruh
Contoh : Perkolasi, Countercurrent
extraction.
Ekstraksi dengan Gas superkritis
26. Proses Tersarinya Senyawa Aktif :
1. Tidak Berkesinambungan :
- Maserasi
- Destilasi uap air
2. Berkesinambungan :
- Perkolasi
- Soxhletasi
- Reflux
METODE EKSTRAKSI
27. Didasarkan Pada Suhu
1. Penyarian Panas
- Destilasi Uap Air (Steam Destillation)
- Reflux
- Soxhlet
2. Penyarian Dingin
- Maserasi
- Perkolasi
- Soxhlet
METODE EKSTRAKSI
29. 29
MASERASI
Penyarian dengan menggunakan pelarut
beberapa hari (3-5 hari) dengan pengadukan
(tidak kontinu)
Sesuai untuk bahan aktif yang mudah larut
dalam cairan penyari
Simplisia tidakmengandung musilago dan
bahan lain yan mudah mengambang.
Simplisia tidak keras, daun dan bunga
(+) Cara pengerjaan dan peralatan sangat
sederhana dan mudah
(-) Pengerjaan lama dan penyarian kurang
sempurna
32. - PRINSIP : serbuk dialiri cairan penyari
- serbuk ditempatkan pada silinder bagian bawah
cairan penyari dialiri dari atas ke bawah lewat
serbuk
- gerakan ke bawah oleh karena gravitasi, kohesi
dan berat cairan diatas dikurangi gaya kapiler
yang menahan
- catatan : kecepatan menetes harus seimbang
penambahan pelarut, dijaga agar tetap
ada selapis pelarut di atas simplisia
PERKOLASI
34. PRINSIP :
Air dipanaskan akan menguap,
uap air masuk ke dalam labu sampel,
minyak atsiri akan terbawa bersama uap
air, sampai dikondensor,terkondensasi,
turun lewat pipa alonga, masuk kedalam
corong pisah dan akan memisah air dan
minyak atsiri
DESTILASI UAP AIR
39. - cara berkesinambungan
- PRINSIP KERJA : cairan penyari dipanas
kan, menguap lewat pipa samping sampai
pada kondensor, mengembun, turun
kesampel dan mengekstraksi, setelah
sifon penuh, terjadi sirkulasi
- Ekstraksi selesai kalau cairan disifon tidak
berwarna atau tidak bernoda jika di KLT.
- Sirkulasi terjadi karena faktor kapilerisasi,
adesi-kohesi dan gravitasi
SOXHLET
40. Ultrasound-assisted
solvent extraction
This is a modified maceration method where the extraction is
facilitated by the use of ultrasound (high-frequency pulses, 20
kHz).
Ultrasound is used to induce a mechanical stress on the cells
through the production of cavitations in the sample.
The cellular breakdown increases the solubilization of
metabolites in the solvent and improves extraction yields.
The efficiency of the extraction depends on the instrument
frequency, and length and temperature of sonication.
Ultrasonification is rarely applied to large-scale extraction; it is
mostly used for the initial extraction of a small amount of
material.
It is commonly applied to facilitate the extraction of
intracellular metabolites from plant cell cultures
41. Modifikasi ekstraksi metode maserasi dengan
menggunakan alat US (gelombang suara
frekuensi tinggi, >20 kHz).
US dengan getaran mekanik akan membuat sel
berlubang.
Ekstraksi metabolit meningkat krn pelrut mudah
masuk dalm sel
Ekstraksi tergantung pada frekuensi dan suhu
US jarang diterapkan untk skala besar, tapi
ekstraksi, awal sejumlah kecil bahan.
Umumnya digunakan untuk ekstraksi metabolit
intraseluler kultur sel tanaman
Ekstraksi Ultrasound (US)
dengan pelarut
42. Penyarian dengan menggunakan gelombang
suara (ultrasonik, Frek > 20 Khz)
Prinsip
Meningkatkan permeabilitas dinding sel
Membentuk cavity ( lubang-lubang)
Meningkatkan tekanan mekanik
Dapat menyebabkan rusaknya bahan aktif
akibat oksidasi
Ekstrak dapat tercemar oleh trace metal
High Energy Cost untuk penggunaan large
scale
Ultrasound-assisted solvent
extraction
44. PRESSURIZED SOLVENT EXTRACTION
Pressurized solvent extraction, also called
‘‘accelerated solvent extraction,’’ employs
temperatures that are higher than those used in
other methods of extraction, and requires high
pressures to maintain the solvent in a liquid state
at high temperatures.
It is best suited for the rapid and reproducible
initial extraction of a number of samples.
An additional advantage is that the technique can
be programmable, which will offer increased
reproducibility.
However, variable factors, e.g., the optimal
extraction temperature, extraction time, and most
suitable solvent, have to be determined for each
sample.
45. EKSTRAKSI PELARUT BERTEKANAN
Ekstraksi dengan pelarut bertekanan,
''ekstraksi pelarut dipercepat,'' metode ini
menggunakan suhu dan tekanan dari
biasanya untuk menjaga pelarut dalam
keadaan cair.
Cocok untuk ekstraksi awal dari sejumlah
sampel untuk direproduksi.
Keuntungan lain : bahwa teknik ini dapat
diprogram, untuk meningkatkan
reproduktisi
Kesulitan, faktor variabel suhu dan tekanan
bagi pelarut dan sampel
46. Supercritical Fluid Extraction
Supercritical fluids (SCFs) are increasingly replacing organic
solvents, e.g., n-hexane, dichloromethane, chloroform, and so on,
that are conventionally used in industrial extraction, purification, and
recrystallization operations because of regulatory and environmental
pressures on hydrocarbon and ozone-depleting emissions.
In natural product extraction and isolation, supercritical fluid
extraction (SFE), especially that employing supercritical CO2, has
become the method of choice.
Sophisticated modern technologies allow precise regulation of
changes in temperature and pressure, and thus manipulation of
solvating property of the SCF, which helps the extraction of natural
products of a wide range of polarities.
The critical point of a pure substance is defined as the highest
temperature and pressure at which the substance can exist in
vapor–liquid equilibrium.
At temperatures and pressures above this point, a single
homogeneous fluid is formed, which is known as supercritical fluid
(SCF).
SCF is heavy like liquid but has the penetration power of gas
47. Superkritis Cair-Gas Extraction
Cairan superkritis (SCFs) mendesak pelarut organik (n-
heksana, diklorometana, kloroform dsb) yang secara
konvensional digunakan dalam industri ekstraksi, karena
pada pemurnian dan rekristalisasi melepaskan hidrokarbon
yang dapat merusak lingkungan utamanya ozon
Ekstraksi dan isolasi produk alami dengan cairan superkritis
(SFE), terutama yang menggunakan CO2 superkritis,
merupakan metode pilihan.
Teknologi modern yang canggih memungkinkan perubahan
yang tepat dari suhu dan tekanan, untuk membantu SCF
pelarut, sehingga ekstraksi produk alami dengan berbagai
polaritas dapat dilakukan.
Titik kritis dari suatu zat murni didefinisikan sebagai suhu dan
tekanan tertinggi satu substansi bisa eksis dalam
keseimbangan uap-cair
Pada suhu dan tekanan di atas titik ini, cairan homogen
tunggal terbentuk, yang dikenal sebagai fluida superkritis
(SCF).
SCF berat seperti cairan tapi memiliki daya tembus gas
48.
49. Principle of Solvent-Free Extraction Process: A Typical
Supercritical CO2 System
Liquid CO2 is forced into supercritical state by regulating its
temperature and pressure.
Supercritical CO2 has solvent power and extracts
predominantly lipophilic and volatile compounds.
Gaseous CO2 returns to CO2 tank. After a full round, the new
extraction starts with circulating CO2.
50. Prinsip Pelarut Bebas Proses Ekstraksi: Sistem CO2
Khas Supercritical
Dengan mengatur suhu dan tekanan maka pada keadaan
superkritis CO2 berbentuk cair.
Pelarut CO2 superkritis memiliki kekuatan mengekstrak
dominan senyawa lipofilik dan volatile.
Setelah mengekstraksi sempurna gas CO2 kembali ke tangki
CO2.
51. The main advantages of using SCFs
inexpensive,
contaminant-free,
selectively controllable,
and less costly to dispose safely than organic solvents.
Oxidative and thermal degradation of active compounds
is much less likely in SFE than inconventional solvent
extraction and steam distillation methods.
SCFs can have solvating powers similar to organic
solvents, but with higher diffusivities, lower viscosity, and
lower surface tension
52. Keuntungan utama dari menggunakan
SCFs
murah,
bebas kontaminan,
selektif terkendali,
lebih murah dan aman dibuang dari pelarut organik.
Dengsn SFE lebih kecil kemungkinan terjadinya
degradasi oksidatif dan termal senyawa aktif
dibanding metode ekstraksi dengan pelarut organik
destilasi uap.
SCFs memiliki solvating kekuatan mirip dengan
pelarut organik, tetapi dengan diffusivities lebih
tinggi, viskositas tegangan permukaan lebih rendah
53. Important Factors in SFE Method Development
The solubility of the target compound(s) in supercritical CO2 or other
SCF has to be determined.
The effect of cosolvents on the solubility of the target compound(s)
needs to be determined.
The effect of matrix, either has the analyte lying on its surface
(adsorbed), or the analyte is entrained in the matrix (absorbed), has
to be considered carefully.
The solvating power of SCF is proportional to its density, which can
be affected by any temperature change for any given pressure.
Therefore, strict temperature control has to be in place.
The partition coefficient of the analyte between CO2 and the matrix,
which is often affected by the flow rate, has to be considered. Higher
flow rates and longer extraction time may be necessary to sweep
the analyte out of the extraction chamber. Lower flow rates may be
applied if the kinetics of the system are slow.
Careful consideration has to be given in choosing appropriate
modifiers
54. Faktor Penting dalam Pengembangan Metode
SFE
Kelarutan senyawa target (s) dalam SCF CO2 superkritis harus
ditentukan.
Pengaruh cosolvents pada kelarutan senyawa target (s) perlu
ditentukan.
Pengaruh matriks, baik memiliki analit berbaring di permukaannya
(teradsorpsi), atau analit yang entrained dalam matriks (diserap),
harus dipertimbangkan dengan hati-hati.
Kekuatan solvating dari SCF sebanding dengan kepadatan, yang
dapat dipengaruhi oleh perubahan temperatur untuk setiap tekanan
yang diberikan. Oleh karena itu, kontrol suhu yang ketat harus
berada di tempat.
Koefisien partisi dari analit antara CO2 dan matriks, yang sering
dipengaruhi oleh laju aliran, harus dipertimbangkan. Laju aliran yang
lebih tinggi dan waktu ekstraksi lagi mungkin diperlukan untuk
menyapu analit keluar dari ruang ekstraksi. Tingkat aliran lebih
rendah dapat diterapkan jika kinetika sistem yang lambat.
Pertimbangan cermat harus diberikan dalam memilih pengubah
yang sesuai
55. SFE of Taxol From Pacific Yew Tree
Taxol, one of the most commercially successful and effective
anticancer natural product drugs, is a complex diterpene isolated
from the Pacific yew tree (Taxus brevifolia). The SFE protocol for the
extraction of Taxol from the bark was introduced by Georgia Tech,
Athens, GA
•About 50% of the Taxol present in the bark was selectively extracted using a
CO2–EtOH mixture as opposed to 25% extraction with supercritical CO2
alone.
56. SFE dari Taxol Dari Pacific Yew Tree
Taxol, salah satu obat antikanker produk alami paling sukses dan
efektif sudah dikomersialkan, merupakan diterpen kompleks
diisolasi dari pohon yew Pasifik (Taxus brevifolia). Protokol SFE
untuk ekstraksi Taxol dari kulit kayu ini diperkenalkan oleh Georgia
Tech, Athens
•Sekitar 50% Taxol sekarang diekstraksi dari kulit Taxus brevifolia
menggunakan campuran CO2 - EtOH dibandingkan dengan ekstraksi 25%
dengan CO2 superkritis saja.
57. 57
VORTICAL (TURBO) EXTRACTION
Bahan dan pelarut diaduk dengan kecepatan
tinggi (high speed mixer/homogenizer)
Bahan semakin halus karena ada pengecilan
ukuran partikel selama proses, sehingga
meningkatkan luas permukaan bahan dengan
cairan penyari
Penyarian lebih baik dan waktu lebih singkat
dari maserasi
Cukup beresiko untuk bahan yang termolabil
Pemisahan antara cairan penyari dengan
residu jauh lebih sulit
Tidak efektif untuk large scale.
58. 58
Extraction by Electrical Energy
Penyarian dengan mengunakan
tenaga listrik
Prinsip
Membuat cavity
Menyebarkan tekanan gelombang
yang dihasilkan oleh listrik dengn
kecepatan Ultrasonic
59. 59
PENGUAPAN/PEMEKATAN EKSTRAK
Rotary evaporator
(pelarut organik,
Airsulit)
Ekstrak kental
Labu destilasi
Labu penampung solven
Kondensor
Motor pemutar labu
Pengatur suhu dan kecepatan
Water bath
60. Penurunan titik didik solven dengan cara
penurunan tekanan (pompa vakum)
Pemutaran labu meningkatkan permukaan
penguapan
e.x : Etanol terdestilasi suhu 30 C dengan
cepat
PRINSIP KERJA ROTAVAPOR
61. ISOLASI KANDUNGAN KIMIA
DEFENISI
ISOLASI: Suatu metode untuk menarik dan memisah-
misahkan kandungan kimia dari tumbuhan dengan
menggunakan pelarut tertentu.
62. Kromatografi
Suatu teknik pemisahan komponen dari suatu campuran
menggunakan prinsip perbedaan distribusi komponen
tsb dalam 2 fase, fase gerak dan fase diam.
Pemisahan
• Analisis
• Identifikasi
• Kemurnian
• Kuantifikasi
Komponen
Campuran
64. Berdasarkan fasa geraknya:
• Liquid Chromatography
• Gas Chromatography
Klasifikasi Kromatografi
Berdasarkan fasa diamnya (interaksi komponen
dengan fasa diam):
• Partition Chromatography
• Adsorption Chromatography
65. A. Perbedaan kecepatan migrasi
1. Adsorpsi
2. Partisi
3. Penukar ion
4. Elektroforesis
5. Gel – Fitrasi
B. Alat yang digunakan
1. Kolom
2. Kertas
3. Lapis tipis
C. Fasa yang digunakan
1. Gas – cair
2. Gas – padat
3. Padat - cair
Klasifikasi Kromatografi
68. 68
Pemilihan metode kromatografi didasarkan:
Sifat Kelarutan
Sifat keatsirian
Kromatografi Kertas:
Mudah larut dlm air (Karbohidrat, asam amino,
senyawa fenolat, asam organik, basa asam nukleat
KLT:
Mudah larut dlm lipid (Lipid, steroid, karotenoid,
klorofil)
KGC
Mudah teratsirikan (Minyak atsiri, monoterpena,
sesquiterpena, asam lemak)
KCKT
Sulit teratsirikan
69. KROMATOGRAFI KERTAS (KKt)
1. KERTAS
- murni selulosa, tanpa lignin atau kotoran lain
- ukuran 18 x 22 inci atau pita 2,5 cm
- aliran cepat (Whatman 4, 54 dan 540), sedang
(Whatman 1, 7), lambat (Whatman 2 dan 20)
2. SPOTTING,dilakukan dengan mikropipet
(1-5 l) dikeringkan segera agar tidak lebar
3. ELUEN / PELARUT, perbandingan tergantung
dari noda yang didapat, campuran air-fenol
jenuh, BuOH – NH4OH, aseton – air dan BAW
70. 4. PEWARNAAN, diperlukan penampak noda
untuk melihat noda, sebaiknya dengan sinar
UV, uap, penampak noda yang lain
5. ANALISA KUALITATIF, nilai Rf,
perbandingan antara jarak noda dan jarak
eluen
6. ANALISA KUANTITATIF, membandingkan
luas spot yang timbul dibanding dengan standar
baku dibuat dalam grafik konsentras Vs luas
spot
METODE :
- Ascending Chromatogrphy
- Descending Chromatography
- Horizontal Chromatography
72. 72
Kromatografi Lapis Tipis
Eluasi : Asending (satu atau dua
arah)
Fase diam: Selulosa, silika gel, celite,
Poliamida, sephadex
KLT analitik: tebal 0,1-0,25 mm
KLT Preparatif: tebal ad 1 mm
73. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)
Keuntungan :
1. Pengerjaan cepat
2. Dapat untuk asam dan basa kuat
(KKt, tidak dapat)
3. Lebih sensitif, dapat 10-9 g sampel
4. Alat sederhana
5. Mudah digunakan
74. silica gel - silicon dioxide (SiO2)x
(a common, inexpensive stationary phase)
bulk (SiO2)x
These exposed OH units
give silica gel a
relatively polar surface.
surface
Fasa diam yg digunakan:
O O O
| | |
-O-Si-O-Si-O-Si-O-H
| | |
O O O
| | |
-O-Si-O-Si-O-Si-O-H
| | |
O O O
75. 4. VISUALISASI BERCAK
Langsung / mata telanjang
Lampu UV
Uap iodin
Reagen penyemprot
Media bakteri
78. Tentukan Retention factors(Rf) masing2
bercak.
distance spot has moved
distance solvent has moved
____________ ___________
Rf = =
X
Y
distance spot has moved
distance solvent has moved
_______________________
Rf = =
Z
Y
distance spot has moved
distance solvent has moved
_______________________
Rf = =
T
Y
5. INTERPRETASI HASIL
Y
X
Z Z
T
79. Troubleshooting KLT
Bercak tidak membulat (mbleber)
Sampel terlalu pekat. Kembangkan lagi KLT setelah
sampel diencerkan.
Sampel terlalu banyak mengandung komponen.
Perlu dilakukan partisi terhadap sampel.
Tidak nampak bercak
Sampel terlalu encer. Pekatkan sampel, atau
tambahkan volume sampel yang ditotolkan.
Beberapa senyawa memang tidak menunjukkan
pemadaman di bawah lampu UV. Pakailah reagen
semprot untuk menampakan bercak (biasanya uap
iodin atau serium sulfat)
80. Troubleshooting KLT
Garis batas atas (akhir eluen) tidak rata
Chamber tidak/kurang jenuh eluen (penjenuhan
kurang optimum).
Pemasangan plat dalam chamber tidak pas (miring).
Bercak berekor
Senyawa mengandung gugus yang bersifat asam
atau basa kuat (amina atau asam karboksilat).
Tambahkan beberapa tetes NH4OH (amina) atau
asam asetat (asam karboksilat) pada eluen.
81. Aplikasi KLT
ANALISIS KUALITATIF
Bercak dibandingkan Rf-nya dengan baku.
Menggunakan reagen penyemprot untuk
menentukan golongan senyawa (dragendorf,
lieberman-burchat, AlCl3, dll).
ANALISIS KUANTITATIF
Perlu beberapa totolan larutan baku (yg berbeda
konsentrasi/volume penotolannya) untuk membuat
kurva baku.
Bercak dianalisis densitasnya dengan densitometer
untuk kuantifikasi.
82. Troubleshooting KLT
Bercak tidak membulat (mbleber)
Sampel terlalu pekat. Kembangkan lagi KLT setelah
sampel diencerkan.
Sampel terlalu banyak mengandung komponen.
Perlu dilakukan partisi terhadap sampel.
Tidak nampak bercak
Sampel terlalu encer. Pekatkan sampel, atau
tambahkan volume sampel yang ditotolkan.
Beberapa senyawa memang tidak menunjukkan
pemadaman di bawah lampu UV. Pakailah reagen
semprot untuk menampakan bercak (biasanya uap
iodin atau serium sulfat)
Alam
83. Troubleshooting KLT
Garis batas atas (akhir eluen) tidak rata
Chamber tidak/kurang jenuh eluen (penjenuhan
kurang optimum).
Pemasangan plat dalam chamber tidak pas (miring).
Bercak berekor
Senyawa mengandung gugus yang bersifat asam
atau basa kuat (amina atau asam karboksilat).
Tambahkan beberapa tetes NH4OH (amina) atau
asam asetat (asam karboksilat) pada eluen.
Alam
84. Aplikasi KLT
ANALISIS KUALITATIF
Bercak dibandingkan Rf-nya dengan baku.
Menggunakan reagen penyemprot untuk
menentukan golongan senyawa (dragendorf,
lieberman-burchat, AlCl3, dll).
ANALISIS KUANTITATIF
Perlu beberapa totolan larutan baku (yg berbeda
konsentrasi/volume penotolannya) untuk membuat
kurva baku.
Bercak dianalisis densitasnya dengan densitometer
untuk kuantifikasi.
85. Preparative Thin-Layer Chromatography (PTLC)
Advantages:
1. Cost effective compared to the instrumentation required, for example, HPLC or
CCC.
2. A simple technique that requires little training or knowledge of chromatography
to be used.
3. An analytical method may be easily scaled up to a preparative method.
4. Ability to isolate natural products quickly in the milligram to gram range.
5. Flexibility of solvent and stationary phase choice, i.e., the solvent system can
be changed quickly during a run.
6. The separation can be optimized readily for one component, i.e., it is relatively
easy to ‘‘zero in’’ on a particular product.
7. Methods are quickly developed.
8. A large number of samples can be analyzed or separated simultaneously.
Disadvantages:
1. Poor control of detection when compared to HPLC.
2. Poor control of elution compared to HPLC.
3. Loading and speed are poor compared to VLC.
4. Multiple development methods to isolate grams of material may be time
consuming.
5. Restricted to simple sorbents, such as silica, alumina, cellulose, and RP-2.
86. Preparative Thin-Layer Chromatography
(PTLC)
KEUNTUNGAN:
1. Biaya lebih murah dibanding dengan metode HPLC or
CCC.
2. Teknik kromatografi sederhana sehingga hanya
membutuhkan sedikit pengetahuan dan latihan.
3. Suatu metode analisis dapat ditingkatkan ke PTLC
4. Kemampuan isolasi produk alami cepat dari mg spi gram
5. Fleksibilitas pilihan fase gerak dan diam, dpt diubah cepat
6. Pemisahan dpt dioptimalkan dengan mudah satu
komponen, relatif mudah “zero ini” utk produk tertentu
7. Metode dapat dikembangkan.
8. Dengan pemilihan fase dian dan gerak yg tepat pemisahan
dapat tercapai
9. Sejumlah besar sampel dapat dianalisis secara bersamaan
or terpisah
87. Preparative Thin-Layer Chromatography (PTLC)
KERUGIAN:
1. Kontrol deteksi lebih jelek dibanding HPLC.
2. Kontrol elusi lebih jelek HPLC.
3. Proses pengerjaan dan kecepatannya lebih jelek
VLC.
4. Metode pengerjaan beberapa isolasi gram
memerlukan waktu.
5. Sorbent terbatas , silika, alumina, selulosa dan
RP-2.
Preparative Thin-Layer Chromatography
(PTLC)
88. KLT Dua Dimensi
Sering digunakan skrining campuran
kompleks
Elusi pertama noda ekstrak akan naik
normal, keringkan
Elusi kedua dgn memutar 900
Pada elusi kedua dikembang dengan
eluen kedua
91. Kromatografi Sentrifus Prefaratif
Lapis Tipis
Dibanding dengan PTLC, maka :
1. Pemisahan lebih baik
2. Pengerjaan dan penggantian pelarut lebih
cepat (putaran mesin)
3. Jumlah bahan lebih banyak (1-2 g)
Contoh alat merek Chromatotron (Harrison, Model 7924)
dignk Khan dkk memisahkan diterpen klerodan dari
Zuelania guidonia
Ampofo & Waterman memisahkan quasinoida sitotoksik
ailantinon, 2-asetil glaukarubinon dan alkaloida 8-
hidroksikantin-6-on dari Odyendyea gabonensis
(Simarubaceae)
92. Kromatografi Sentrifus Prefaratif
Lapis Tipis
Teknik penyiapan/pengerjaannya:
Pembuatan plat silika gel tebal 2 or 4 mm
1. Silika (Kieselgel 60 PF254 Merck Art 7749)
2. Untuk 2 mm – 65 g dan 4 mm – 100 g
3. Pengikat Kalsium Sulfat 2 mm – 4 g, 4 mm – 6 g
4. Bahan dicampur/dibuat bubur ada homogen
5. Tuangkan ke plat sambil diketuk2 (menghilang-
kan gelembung udara)
6. Keringkan diudara 30’
7. Keringkan oven 500 C 12 jam
93. 93
KROMATOGRAFI KOLOM
Kolom konvensional elusi berdasarkan
gaya gravitasi
Kromatografi Cepat Vacum Liquid
Chromatography
Eluasi dengan bantuan pompa
Eluasi bisa secara gradien
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Volume injeksi >> besar
Kolom juga jauh lebih besar dan panjang
Eluat dapat ditampung
95. 95
Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom
Langkah-langkah untuk fraksinasi dengan
kromatografi kolom adalah sebagai berikut:
Silika gel sebanyak 75 kali bobot ekstrak
kurkuminoid dimasukkan dalam Erlenmeyer
dan ditambahkan dengan eluen 2 cm diatas
permukaan silika gel, dikocok pelan hingga
merata dan masukkan dengan hati-hati ke
dalam kolom kromatografi yang pada bagian
bawahnya telah diberi glass wool. Kolom
tersebut kemudian didiamkan
selama 1 hari untuk memampatkan
dan melihat ada tidaknya keretakan
(lihat gambar dibawah ini).
96. 96
Apabila kolom tidak retak, tambahkan eluen 0,5 cm
diatas permukaan silika gel dan bila retak ulangi
langkah a. Kemudian ke dalam kolom ditambahkan
ekstrak kurkuminoid (1% bobot silika) yang telah
dicampur dengan silika gel.
Alirkan eluen dan tampung sebanyak 50 ml dalam
Erlenmeyer (eluen ini belum membawa zat kimia
tanaman sehingga dapat dibuang). Selanjutnya kran
dibuka dan diatur penetesannya (1 tetes/detik) dan
ditampung dalam vial atau tabung yang telah diberi
nomor masing-masing vial 5 ml (lihat gambar dibawah
ini).
Pada setiap vial dengan
kelipatan 10 dilakukan uji
KLT untuk melihat noda yang
dihasilkan. Apabila
menghasilkan noda yang
sama vial-vial tersebut
digabung. Penetesan
dihentikan apabila vial sudah
tidak memberikan noda saat
diuji KLT.
100. Hyphenated Techniques
The technique developed from the coupling of a separation technique
and an on-line spectroscopic detection technology.
Hirschfeld introduced the term hyphenation to refer to the on-line combination
of a separation technique and one or more spectroscopic detection techniques.
This technique, developed from a marriage of a separation technique and a
spectroscopic detection technique.
104. Hyphenated Techniques
Ekdisteroid
Hormon penggantian kulit pada
serangga, udang & juga pd tumb
Beberapa teknik LC-PDA, LC-MS,
CE-MS dan LC-NMR
MS-FPT akurat menentukan
rumus mol ekdison, 20-
hidroksiekdison dan makisteron
105. Hyphenated Techniques
M.a dan Komponen Volatile
GC-MS teknik tepat mono dan
sesquiterpen
Mendeteksi 130 komponen m.a
pada ramuan Cina
106. Hyphenated Techniques
Flavonoid dan Isoflavonoid
Terdistribusi luas pada tan tinggi
dan rendah termasuk ganggang
Bersifat polar (& glikosida) sangat
baik pemisahan HPLC
Teknik HPLC-PDA merupakan
pilihan
107. Hyphenated Techniques
Iridoida dan Sekoiridoida
Merupakan siklopentana-(c)-piran
monoterpenoid dan glikosidanya
Krn krg kromofor, kecuali terasilasi
aromatik HPLC-PDA terbatas
Pilihan LC-MS
LC-NMR, LC-MS-NMR (mahal)
108. Hyphenated Techniques
Saponin
Luas pd 100 suku tanaman
Sangat polar dan sulit menguap dan
kurang kromofor sulit UV dan PDA
Sistem GC-MS terbatas pd aglikon
Sekrening awal LC-MS, LC-NMR dan
CE-MS
109. EKSTRAKSI UNTUK TUJUAN SKRINING
AKTIVITAS BIOLOGI/”BIOASSAY”
Penting pada pengerjaan skrining bahan dalam
jumlah besar (HTS), yang sifat senyawa
aktifnya belum diketahui
Salah satu alternatif adalah mengekstraksi
dengan solvent-solvent dengan perbedaan
polaritas, sehingga diperoleh 4 ekstrak dari 1
bahan. Tetapi umumnya disukai hanya 2
ekstrak saja yang mempunyai jarak polaritas
berbeda (mis. N-heksana/pet. Eter kemudian
dengan 70% etanol)
110. Techniques for Detection of Phytochemical Groups in Extracts
Mayer reagent —Solution I: dissolve 1.36 g HgCl2 in 60mL water. Solution II: dissolve
5 g KI in 10mL water. Procedure: combine the two solutions and dilute with water to
100mL. Add a few drops to an acidified extract solution (diluted HCl or H2SO4), and if
alkaloids are present, a white to yellowish precipitate will appear. Care should be
taken not to agitate the test system, because the precipitate may be redissolved.
Dragendorff reagent —Solution I: dissolve 8.0 g bismuth subnitrate [Bi(NO3)3. H2O]
in 30% w/v HNO3. Solution II: dissolve 27.2 g KI in 50mL water. Procedure: combine
the solutions and let stand for 24 h, filter, and dilute to 100mL with deionized water. In
acid solutions, an orange-brownish precipitate will appear. The alkaloids may be
recovered by treatment with Na2CO3 and subsequent extraction with diethyl ether.
This reaction may also be performed on a filter paper or on a TLC plate by adding a
drop of the reagent onto a spot of the sample.
Wagner reagent —Solution: dissolve 1.27 g I2 (sublimed) and 2 g KI in 20mL water,
and make up with water to 100 mL. Procedure: a brown precipitate in acidic solutions
suggests the presence of alkaloids.
Ammonium reineckate —Solution: add 0.2 g hydroxylamine to a saturated solution of
4% ammonium reineckate {NH4[Cr(NH3)2(SCN)4].H2O}, and acidify with dilute HCl.
Procedure: when added to extracts, a pink precipitate will appear if alkaloids are
present. The precipitate is soluble in 50% acetone, which may also be used for
compound recrystallization.
Alkaloids
111. Sesquiterpene Lactones
Kedde reagent
—Solution I: dissolve 2% of 3,5-dinitrobenzoic acid in MeOH.
Solution II: 5.7% aqueous KOH. Procedure: add one drop of each
solution to 0.2–0.4mL of the sample solution, and a bluish to purple
color will appear within 5 min. The solution should not contain
acetone, which gives a deep bluish color.
Baljet reagent
—Solution I: dissolve 1 g picric acid in 100mL EtOH. Solution II: 10 g
NaOH in 100mL water. Procedure: combine solutions I and II (1:1)
before use and add two to three drops to 2–3 mg of sample; a
positive reaction is indicated by an orange to deep red color.
112. Shinoda test —
Procedure: to an alcoholic solution of the sample, add magnesium
powder and a few drops of concentrated HCl. Before adding the
acid, it is advisable to add t-butyl alcohol to avoid accidents from a
violent reaction; the colored compounds will dissolve into the upper
phase. Flavones, flavonols, the corresponding 2,3-dihydro
derivatives, and xanthones produce orange, pink, red to purple
colors with this test. By using zinc instead of magnesium, only
flavanonols give a deep-red to magenta color; flavanones and
flavonols will give weak pink to magenta colors, or no color at all.
Sulfuric acid —
Procedure: flavones and flavonols dissolve into concentrated
H2SO4, producing a deep yellow colored solution. Chalcones and
aurones produce red or red-bluish solutions. Flavanones give
orange to red colors.
Flavonoids
113. Other Polyphenols
Ferric chloride
Solution: dissolve 5% (w/v) FeCl3 in water or EtOH. Addition of
several drops of the solution to an extract produces a blue, blue-
black, or blue-green color reaction in the presence of polyphenols.
This is not a specific reagent for tannins, as other phenolic
compounds will also give a positive result.
Gelatin-salt test
Procedure: for the detection of tannins in solution, dissolve 10 mg of
an extract in 6mL of hot deionized, distilled water (filtering if
necessary), and the solution is divided between three test tubes. To
the first is added a 1% solution of NaCl, to the second is added a
1%-NaCl and 5%-gelatin solution, and to the third is added a FeCl3
solution. Formation of a precipitate in the second treatment suggests
the presence of tannins, and a positive response after addition of
FeCl3 to the third portion supports this inference.
114. Sterols
Liebermann–Burchard test
Solution: combine 1mL acetic anhydride and 1mL CHCl3, and cool
to 0C, and add one drop concentrated H2SO4. Procedure: when the
sample is added, either in the solid form or in solution in CHCl3,
blue, green, red, or orange colors that change with time will indicate
a positive reaction; a blue-greenish color in particular is observed for
sterols, with maximum intensity in 15–30 min. (This test is also
applicable for certain classes of unsaturated triterpenoids.)
Salkowski reaction
Procedure: dissolve 1–2 mg of the sample in 1mL CHCl3 and add
1mL concentrated H2SO4, forming two phases, with a red color
indicating the presence of sterols.
115. Saponins
When shaken, an aqueous solution of a
saponin-containing sample produces foam,
which is stable for 15 min or more.
An additional test for saponins makes use of
their tendency to hemolyze red blood cells
(20,58), although this tendency may be inhibited
by the presence of tannins in the extract,
presumably because tannins crosslink surface
proteins, thereby reducing the cell’s
susceptibility to lysis
116. METODA EKSTRAKSI UNTUK KLAS
SENYAWA TERTENTU
Salah satu faktor penentu metoda ekstraksi
adalah tipe senyawa yang akan diekstrak.
Dibawah ini beberapa metoda ekstraksi tipe
senyawa tersebut:
Dapat pula dengan kloroform, metanol, eter,
etanol; tetapi senyawa lain akan ikut ter-
ekstraksi
117. MINYAK, LILIN, LEMAK
Minyak (cair) sedang lilin (waxes) dan lemak bentuk
padat
Pet. Eter, n-heksana baik untuk mengekstraksi
minyak, lilin, lemak
Tipe senyawa ini sering mengganggu proses partisi
dan fraksinasi, sehingga sering dipisahkan dulu
MINYAK MENGUAP
komponen penyusunnya mono & seskui terpene
serta senyawa fenolik
Dapat disari dengan pet. Eter, tetapi lilin, waxes
sering ikut; oleh karena itu lebih tepat dilakukan
dengan kloroform
Dapat dipisahkan dengan distillasi uap
118. KAROTENOIDA
Pada umumnya tetraterpenoida (40 karbon),
dapat dibagi 2 : hidrokarbon dan teroksigenasi
Hidrokarbon-non polar, sehingga dapat
diekstraksi dengan pet. Eter; sedang yang
teroksigenasi umum mempunyai gugus –OH, -
C=O, aldehid, epoksid dsb. sehingga menjadi
lebih polar dan dapat diekstraksi dengan etanol
dan juga dengan kloroform
119. The literature of alkaloids can conveniently be divided into
five sections, dealing with
(1) The occurrence and distribution of these substances in plants ;
(2) Biogenesis, or the methods by which alkaloids are produced in the
course of plant metabolism ;
(8) Analysis, ranging from the commercial and industrial estimation of
particular alkaloids to the separation, purification and description of
the individual components of the natural mixture of alkaloids, which
normally occurs in plants ;
(4) Determination of structure ; and
(5) Pharmacological action.
ALKALOID
120. Secara lteratur alkaloid dapat dibagi menjadi
lima bagian,;
(1)Terbentuk dan terdistribusi di dalam tanaman;
(2) Biogenesis, atau metabolisme dalam tanaman;
(3) Analisis, estimasi komersial dan industri alkaloid
tertentu untuk pemisahan, pemurnian dan
deskripsi masing-masing komponen campuran
alami alkaloid, biasanya terjadi pada tanaman;
(4) Penentuan struktur, dan
(5) Farmakologi tindakan.
ALKALOID
121. ALKALOIDA
Berisi 1 atau lebih atom –N; bersifat basa
Bentuk basa bebas larut dalam pelarut organik,
sebagai bentuk garam larut dalam air
Beberapa hal khusus yang perlu diperhatikan:
Pada PH rendah, ester-ester dapat terhidrolisis
Amonia dapat bereaksi dengan senyawa organik
membentuk suatu artefak
Adanya senyawa fenolik pada ekstraksi asam-basa
dapat menyebabkan kurang larut dalam pelarut
organik
Adanya tanin-tanin, dapat dihilangkan dengan
penambahan kalsium hidroksida untuk
mengendapkan tannin, sehingga ekstraksi alkaloid
dapat dilanjutkan (Qunine tannate)
• Analisis Alkaloid
122. During the isolation process, if the activity is lost or reduced
to a significant level, the possible reasons could be as
follows:
1. The active compound has been retained in the column.
2. The active compound is unstable in the conditions used
in the isolation process.
3. The extract solution may not have been prepared in a
solvent that is compatible with the mobile phase, so that
a large proportion of the active components precipitated
out when loading on to the column.
4. Most of the active component(s) spread across a wide
range of fractions, causing undetectable amounts of
component(s) present in the fractions.
5. The activity of the extract is probably because of the
presence of synergy among a number of compounds,
which, when separated, are not active individually.
123. Jika aktivitas hilang or berkurang selama
proses isolasi yang cukup signifikan, mungkin :
1. Senyawa aktif telah ditahan dalam kolom.
2. Senyawa aktif tidak stabil dalam kondisi yang digunakan
dalam proses isolasi.
3. Solusi ekstrak mungkin tidak disusun dalam suatu
pelarut yang kompatibel dengan fase gerak, sehingga
sebagian besar komponen aktif diendapkan keluar
ketika loading ke kolom.
4. Sebagian besar komponen aktif (s) yang tersebar di
berbagai fraksi, menyebabkan jumlah yang tidak
terdeteksi komponen (s) hadir dalam fraksi.
5. Aktivitas ekstrak ini mungkin karena adanya sinergi
antara sejumlah senyawa, yang jika dipisahkan, tidak
aktif secara individual.
125. 1. Kekuatan melarutkan besar pada
bahan yg dimurnikan
2. Harus sedikit melarutkan pd bahan
pengotor
3. Harus memberi btk kristal murni
4. Hrs mudah dihilangkan dari gab
kristal murni, titik didih rendah
Pelarut yang baik untuk re-
kristalisasi
126. Pelarut yang baik untuk re-kristalisasi
1.Kekuatan pelarut yang tinggi untuk bahan untuk
dibersihkan pada temperatur tinggi dan
dibandingkan kekuatan pelarut rendah pada
temperatur laboratorium atau rendah
2. Ini harus dihancurkan …..atau ke hanya jumlah
yg kecil
3. Harus dalam bentuk kristal dari gabungan yang
murni
4. Harus dapat dipindahkan dengan mudah dari
gabungan kristal yang murni, yaitu memiliki titik
didih yg relatif rendah
127. Purification by Solvent Extraction Using
Partition Coefficient
One such separation technique is the solvent
partitioning method, which usually involves the
use of two immiscible solvents in a separating
funnel.
In this method, compounds are distributed in
two solvents according to their different
partition coefficients.
This technique is highly effective as the first
step of the fairly large-scale separation of
compounds from crude natural product
extracts.
128. Pemurnian dengan Ekstraksi Menggunakan
Koefisien Partisi
Salah satu teknik pemisahan adalah metode
partisi pelarut, yaitu menggunakan dua
pelarut tidak bercampur dalam corong pisah.
Dalam metode ini, senyawa didistribusikan
dalam dua pelarut sesuai dengan koefisien
partisi yang berbeda.
Teknik ini sangat efektif sebagai langkah
pertama dari pemisahan skala besar
senyawa dari ekstrak produk alam.
129. CORONG PISAH
Bila suatu sistem terdiri dari dua lapisan zat cair
yang tidak bercampur (larut) satu dengan lain,
jika ditambahkan senyawa ketiga yang larut ke
dalam dua pelarut tersebut, maka akan terdistri
busi ke dalam pelarut tersebut dengan perban
dingan konsentrasi yang tetap, Hukum Nerst
CA / CB = K (konstan, tetap)
132. Sebatas berapa pelarut yang baik dan mak-
simum pemisahan dapat diperoleh ?
Diketahui : Larutan berair V ml, mengandung
W0 g senyawa yang terlarut. Dieks-
traksi dengan pelarut organik S (sol
vent) b ml. Jika W1 g adalah berat
dari solut tertinggal pada pemisahan
pertama, maka konsentrasi yang
tertinggal W1 / V g/ml dalam fase Sol
dan (W0 – W1) / S yang terekstraksi
dalam pelarut organik
134. Kondisi 2
Diketahui : Setelah terjadi kesimbangan, maka
konsentrasi yang tertinggal W2 / V
g/ml dalam fase Sol dan (W1 – W2) /
S yang terekstraksi dalam pelarut
organik
136. Kondisi 3
Diketahui : Setelah terjadi kesimbangan, maka
konsentrasi yang tertinggal W3 / V
g/ml dalam fase Sol dan (W2 – W3) /
S yang terekstraksi dalam pelarut
organik
139. Crystallization as a Separation Method
assuming we have a product comprising target component
A mixed in with impurities B and C:
1. A sample of the mixture is dissolved in a hot solvent —
the solvent is chosen such that B and C are soluble at
any temperature reached in the crystallization, while
component A is not.
2. Cooling yields a crop of A, separated from components
B and C.
3. Steps 1 and 2 are repeated, using fresh solvent each
time, until the required degree of separation is achieved
(note that one crystallization step from a mixture of
compounds does not guarantee a chemically pure
crystal product).
140. Kristalisasi sebagai Metode Pemisahan
Asumsi kita memiliki produk campuran komponen
target A bercampur dengan kotoran B dan C:
1. Contoh campuran dilarutkan dalam pelarut panas ,
dipilih pelarut melarutkan B dan C pada suhu
tertentu dalam kristalisasi, sementara komponen
A tidak.
2. Pada pendinginan senyawa A, terpisah dari
komponen B dan C.
3. Langkah 1 dan 2 diulang, menggunakan pelarut
baru, sampai tingkat pemisahan yang diperlukan
dicapai (perhatikan bahwa salah satu langkah
kristalisasi dari campuran senyawa tidak
menjamin produk kristal kimia murni)
141. Examples of Purification of Natural Products by
Crystallization
Crude solanine, extracted from the potato plant, is purified by dissolving in
boiling methanol, filtering, and concentrating until the alkaloid crystallizes
out.
Naringin is isolated from grapefruit peel by extracting into hot water, filtering
and concentrating the filtrate to the extent that naringin crystallizes at fridge
temperatures as the octahydrate (melting point 83C). Recrystallization from
isopropanol (100mL to 8.6 g naringin) yields the dihydrate (melting point
171C). The di- and octahydrate compounds are examples of crystalline
solvates.
Piperine is extracted from powdered black pepper with 95% ethanol. The
extract is filtered, concentrated, 10% alcoholic KOH added, and the residue
formed is discarded. The solution is then left overnight to yield yellow
needles of piperine.
Capsanthin is isolated from red pepper or paprika. A 20mL volume of
concentrated ether extract diluted with 60mL petroleum and left to stand for
24 h in a fridge produces crystals of almost pure capsanthin.
Salicin is extracted from willow bark into hot water. The solution is filtered
and concentrated and the tannin removed by treatment with lead acetate;
further concentration and cooling yields salicin crystals.
It is also worth highlighting the potential use of derivatives in fractional
crystallizations, for example, picrates of alkaloids and osazones of sugars.
142. Contoh Pemurnian Natural Products oleh
Kristalisasi
Solanin, diekstraksi dari tanaman kentang, dimurnikan
dengan melarutkan dalam metanol mendidih, saring,
uapkan sampai alkaloid mengkristal.
Naringin, diekstraksi dari kulit jeruk bali dan diisolasi
dengan air panas, saring, usahakan sebanyak filtrat
naringin, kristalisasi pada suhu lemari es sebagai
octahydrate (titik leleh 830 C). Rekristalisasi dengan
isopropanol (100 ml per 8,6 g naringin) menghasilkan
dihidrat (titik lebur 1710 C).
Piperine diekstrak dari serbuk lada hitam dengan EtOH
95%, saring, tambah KOH alkohol 10% dan residu yang
terbentuk dibuang. Biarkan semalam untuk kristalisasi
menghasilkan jarum kuning piperin.
143. Capsanthin diisolasi dari merah merica atau
paprika. Sebanyak 20 ml ekstrak eter dipekatkan
dan encerkan dengan minyak bumi 60 ml,
diamkan 24 jam dalam lemari es, menghasilkan
kristal capsanthin hampir murni.
Salisin diekstrak dari kulit pohon willow dengan
air panas, saring, dipekatkan, awatanin dengan
timbal asetat, dinginankan menghasilkan kristal
salisin.
Potensi penggunaan derivatif kristalisasi
fraksional, misalnya, picrates alkaloid dan
osazones gula.
Contoh Pemurnian Natural Products oleh
Kristalisasi
144. PENENTUAN STRUKTUR KIMIA
METODE
1. Kimia
2. Instrument/Spectroscopy
- Infra Red Spectroscopy
- Mass Spectroscopy
- Low Mass Spectroscopy
- High Mass
- Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy
- 1H- dan 13C-NMR
- 2D NMR
145. SOAL ISOLASI SENY BA 2011
1.a Sebut dan jelaskan target of the
extraction
b Tujuan pelembaban pada simpli-
sia sebelum ekstraksi
c Sebut dan jelaskan sifat-sifat
senyawa yang akan dieksrtraksi
146. 2.a Jelaskan metode ekstraksi disertai contoh;
- berdasar proses tersarinya
- berdasar suhu
b Sebut & beri contoh klasifikasi kromatografi ;
a. Perbedaan kecepatan migrasi
b. Alat yang digunakan
c. Fase yang digunakan
c Prinsip Ultrasound assited solvent extraction
apa kekurangannya
SOAL ISOLASI SENY BA 2011
147. 3.a Jelaskan syarat simplisia untuk mase-
rasi dan sebut modifikasi maserasi
b Jelaskan cara mengatasi trouble
shooting pada KLT
c Jelaskan dengan diagram/gambar
prinsip proses ekstraksi dengan
Supercritical CO2 System
SOAL ISOLASI SENY BA 2011
148. 4.a Jelaskan prinsip kerja rotavapor
b Sebutkan dan beri contoh klaisifikasi
kromatografi ;
- berdasarkan fase gerak
- berdasarkan fase doam
c Apa keuntungan Kromatografi lapis
tipis
SOAL ISOLASI SENY BA 2001
149. Jelaskan prinsip kerja rotavapor
Sebutkan klaisifikasi kromatografi [
Berdasarkan fase gerak
Berdasarkan fase doam
13.Sebut dan berikan contoh klasifikasi
kromatografi ;
a. Perbedaan kecepatan migrasi
b. Alat yang digunakan
c. Fase yang digunakan
150. Syarat-syarat simplisia untuk maserasi
dan sebut modifikasi maserasi
Prinsip Ultrasound assited solvent
extraction dan apa kekurangannya
Jelaskan dengan diagram/gambar prinsip
proses ekstraksi dengan Supercritical CO2
System
151. Syarat-syarat simplisia untuk maserasi
dan sebut modifikasi maserasi
Prinsip Ultrasound assited solvent
extraction dan apa kekurangannya
Jelaskan dengan diagram/gambar prinsip
proses ekstraksi dengan Supercritical CO2
System
152. SOAL ISOLASI SENY BA
1.a Sebut dan jelaskan target of the extraction
Sebutkan cara-cara in aktivasi enzim dari
simplisia segar
Tujuan pelembaban pada simplisia sebelum
ekstraksi
Bagaimana sifat-sifat pelarut yang baik
Jelaskan sifat-sifat senyawa yang akan
dieksrtraksi