SlideShare a Scribd company logo
1 of 152
EKSTRAKSI DAN ISOLASI
CO2
hn
photosynthesis
Glucose
(6 carbons)
starch
glycolysis
phosphoenol
pyruvate (PEP)
(3 carbons)
acetyl-
coenzymeA
(2 carbons)
citric
acid
cycle
energy (ATP)
+ CO2 + H2O
C
H3
C
O
CH2
C
O
CH2
polyketides
acetogenins
lipids
fatty acids
mevalonic
acid
terpenes
steroids
carotenoids
O O
O
H CH3
erythrose-
4-phosphate
shikimic
acid
anthanilic
acid
phenylalanine
tyrosine
alkaloids
tryptophan
oxalo-
acetate
lysine
ornithine
aspartic
acid
nicotinic
acid
phenylpropanes
glutamic acid
NH3
O
OH O
OH
OH
CH2OH
O
O O
OH
OH
CH2OH
O
O O
OH
OH
CH2OH
n
O
OH OH
OH
OH
CH2OH
COOH
HO
OH
OH
CHO
CHOH
CHOH
CH2OP
COOH
NH2
CHO
CH
CH2OP
OH
CHO
C
CH2OP
O
CH2
C
COOH
OP
H3C C SCoA
O
O O
O O
HO CH3
PENDAHULUAN
 Tumbuhan sebagai sumber bahan obat.
 Perkembangan teknologi.
 Tahapan pengolahan bahan baku
- Ekstraksi
- Isolasi
- Penentuan struktur kimia
 Papaver (4.000 SM) - kodein, morfin, papev.
 Digitalis (1.500 SM) - digitoksin, digoksin
 Ergot ( 994 ) - ergotamin, ergonovin
 Cinchona (1.638 ) - kinin, kinidin
 Ipecacuanha (1.658 ) - emetin
 Salix (1.736 ) - salisilat
 Solanaceae (1.832 ) - atropin, skopolamin
 Ephedra (1.923 ) - efedrin
 Rauwolfia (1.950 ) - serpasil
 Vinca (1.957 ) - vinblastin, vinkristin
 Artemesia annua (168 SM)- artemisin
5
ALUR PENCARIAN B. AKTIF DARI TUMBUHAN
Tumbuhan
Simplisia
(Skrining fitokimia, Ekstraksi)
Ekstrak
(Uji bioaktivitas, Separasi)
Fraksi
(Uji bioaktivitas, Pemurnian)
Isolat
(Uji bioaktivitas, Identifikasi)
….??
?
EKSTRAKSI KANDUNGAN KIMIA
 DEFENISI
EKSTRAKSI: Proses penyarian zat-zat berkhasiat
atau zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan atau
mineral.
Cairan Penyari Sel ekstrak
Target of the extraction
 An unknown bioactive compound.
 A known compound present in an organism.
 A group of compounds within an organism
that are structurally related.
 All secondary metabolites produced by one
natural source that are not produced by a
different ‘‘control’’ source, e.g., two species
of the same genus or the same species
grown under different conditions.
 Identification of all secondary metabolites
present in an organism for chemical
fingerprinting or metabolomics study.
Tujuan ekstraksi
 Senyawa bioaktif yang telah diketahui.
 Senyawa yang dikenal dalam organisme.
 Kelompok struktur senyawa yang terkait
dengan organisme
 Metabolit sekunder spesifik bagi satu
sumber alam, misalnya, dua spesies dari
genus yang sama atau spesies yang sama
tumbuh di bawah kondisi berbeda.
 Identifikasi semua metabolit sekunder
yang ada dalam organisme dengan kimia
sidik jari atau studi metabolomik.
9
EKSTRAKSI
Pengambilan bahan aktif dari
bagian/seluruh bagian tumbuhan
dengan pelarut tertentu
Macam-Macam Ekstrak
EKSTRAK TOTAL
EKSTRAK PARSIAL
10
FAKTOR2 YANG BERPENGARUH
• Bahan Awal
• Pelarut (Menstruum)
• Cara/Metode
11
Bahan Awal
SEGAR KERING
BUAH/FRUCTUS
DAUN/FOLIUM
BIJI/SEMEN
HERBA
BATANG/CAULIS
RIMPANG/RHIZOMA
KULIT KAYU/KORTEKS
KAYU/LIGNUM
BAHAN AWAL
1. SEGAR : umum tumbuhan mengandung
glikosida yang dapat diuraikan oleh
enzim, sehingga perlu inaktivasi
inaktivasi enzim:
- didihkan air 20 menit
- didihkan alkohol 20 menit
- didihkan dengan aseton
- ekstraksi pH 1-2
- ekstraksi pada suhu rendah
BAHAN AWAL
2. KERING/SIMPLISIA, tujuan mengurangi
kadar cairan (air) dengan maksud menghin-
dari reaksi enzimatis (<10%) dan pertum-
buhan mikroba, sehingga awet
AKIBAT
Volume cairan sel, isi sel akan berkurang
dan terjadi:
- dinding sel berkerut
- terbentuk rongga udara
- zat larut menjadi tidak larut (mengkristal)
BAHAN AWAL
MELEMBABKAN,
- 2 x volume dan 5 – 15 menit,
tujuan
kembalikan kondisi sel ke keadaan
semula
- dinding sel bersifat permiabel
- rongga udara hilang, karena ruang
sel terisi kembali
- zat menjadi larut kembali
15
PELARUT
Selektifitas
Mudah penanganannya
Iner
Ekonomis
Ramah Lingkungan
16
JENIS-JENIS PELARUT
Air
Hidrokarbon alifatis (PE,heksan)
Kloro hidrokarbon (Diklormetan,
Triklormetan)
Alkohol (Etanol, metanol,
isopropanol)
Asam karboksilat
Ester
Ether
Minyak
Sifat-sifat “solvent” yang digunakan:
1. “Volatility”, “Flammability” dan “Boiling point”
· “Boiling point” memberi gambaran kemudahan diuapkan
dengan sedikit pemanasan
· Tetapi semakin mudah menguap, semakin dibutuhkan
penangan lebih serius
· Penggunaan eter, dihindari (flammable & peroxides)
2. Toksisitas
· Sifat toksisitas terhadap operator/pelaku
· Kloroform & eter menyebabkan depresi pernafasan serta
anestesia
· Acetonitrile & metanol- beracun
· Karbontetraklorida - hepatotoksik
· Benzen -- karsinogenik
· Beberapa “solvents” defatting skin dermatologik
· Kontak dengan solvent harus maksimal dihindari
Sifat-sifat………
3. Reaktivitas
· Beberapa solvents cukup reaktif, sehingga
mudah terbentuk artefacts. Mis: solvents dengan
gugus –C=O (aseton, metiletilketon dapat
bereaksi dengan senyawa nukleofil; metanol,
etanol dapat menyebabkan alkilasi
4. Harga /“Cost”
· Digunakan solvent dengan kemampuan hampir
sama dengan harga lebih murah
· Petroleum eter lebih murah dibanding n-heksana,
keduanya mempunyai kemampuan sama
Solvent recycling:
 “Solvent recycling” sangat penting dalam
pertimbangan lingkungan (ekologi) dan
ekonomi
 “Recovery” dan penggunaan non azeotrop
solvent (mis. Kloroform: metanol 1:1 v/v)
baik, tetapi pemisahan menjadi
komponennya sulit & mahal
 Sehingga lebih disukai solvent tunggal
METODA EKSTRAKSI &
PEMURNIAN
1. Senyawa yang akan diekstraksi
 Dapat mengikuti prosedur yang telah dipublikasi
 Dengan modifikasi sesuai dengan kebutuhan atau
mengikuti persyaratan-persyaratan
2. Species dari bahan material
 Prosedur dapat dilakukan mengikuti klas senyawa
aktif/senyawa interest
 Diikuti dengan uji kromatografi
3. Pemakaian di masyarakat
(Ethnopharmacology)
Disesuaikan dengan penggunaan di masyarakat yang
pada umumnya dilakukan dengan merebus
4 Belum pernah dilaporkan sebelumnya
 Dilakukan berdasarkan hasil skrining (random
ataupun selektif) aktivitas
 Pada umumnya hanya satu atau dua macam ekstrak
untuk setiap species yang berbeda kepolaranya
METODA EKSTRAKSI &
PEMURNIAN
Sifat-sifat senyawa yang diekstraksi:
1. Polaritas
· Senyawa aktifnya telah atau belum diketahui, prinsip kerja adalah
“Like dissolves like”, Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar
2. Effek PH
· Senyawa yang terionisasi harus menjadi pertimbangan
· Kelarutan senyawa dalam temperatur tinggi akan naik karena solvent
lebih dapat penetrasi pada jaringan tanaman
Senyawa Phenol, & asam organik - asam
· Untuk mendapatkan hasil optimum, PH harus diatur
· Contoh : Alkaloida --- basa/alkalis
Walau demikian, harus dilakukan hati-hati karena adanya ester atau
glikosida dapat pecah karena pengaturan pH
3. Thermostabilitas
· Adanya senyawa yang kurang stabil, kemungkinan terjadi “Artefacts”
Jenis ekstrak yang akan digunakan:
 Jenis ekstrak yang akan digunakan turut
menentukan metoda ekstraksi.
 Pada penggunaan ekstrak dimaksudkan untuk
makanan & obat, terdapat batasan sisa
solvent yang tergantung pada sifat
ketoksikan residu.
 Ekstrak yang digunakan untuk bioassay,
kriteria khusus harus diperhatikan karena
pada umumnya bioassay dilaksanakan dalam
“aquaeous” media. Salah satu alternatif
digunakan DMSO untuk melarutkan ekstrak
yang non polar.
EKSTRAKSI KANDUNGAN KIMIA
 METODE EKSTRAKSI
1. Maserasi
2. Perkolasi
3. Refluks
4. Soxhlet
5. Destilasi Uap Air
6. Ultrasound-assisted solvent extraction
7. Pressured-solvent extraction
8. Supercritical Fluid Extraction
METODE EKSTRAKSI
3 Metode Ekstraksi
 Proses yang menghasilkan
keseimbangan konsentrasi antara
larutan dan residu padat
Contoh : Maserasi, digesti, ultrasonic
extraction, dll
 Proses Ekstraksi seksama/menyeluruh
Contoh : Perkolasi, Countercurrent
extraction.
 Ekstraksi dengan Gas superkritis
 Proses Tersarinya Senyawa Aktif :
1. Tidak Berkesinambungan :
- Maserasi
- Destilasi uap air
2. Berkesinambungan :
- Perkolasi
- Soxhletasi
- Reflux
METODE EKSTRAKSI
Didasarkan Pada Suhu
1. Penyarian Panas
- Destilasi Uap Air (Steam Destillation)
- Reflux
- Soxhlet
2. Penyarian Dingin
- Maserasi
- Perkolasi
- Soxhlet
METODE EKSTRAKSI
MASERASI
29
MASERASI
Penyarian dengan menggunakan pelarut
beberapa hari (3-5 hari) dengan pengadukan
(tidak kontinu)
Sesuai untuk bahan aktif yang mudah larut
dalam cairan penyari
Simplisia tidakmengandung musilago dan
bahan lain yan mudah mengambang.
Simplisia tidak keras, daun dan bunga
(+) Cara pengerjaan dan peralatan sangat
sederhana dan mudah
(-) Pengerjaan lama dan penyarian kurang
sempurna
Modifikasi
Kinetic Maceration:
Maserasi dengan
pengadukan konstan
dan kontinu
Digesti : Maserasi
dengan pemanasan
(40-50 C)
Remaserasi
Maserasi melingkar
MASERASI
PERKOLASI
- PRINSIP : serbuk dialiri cairan penyari
- serbuk ditempatkan pada silinder bagian bawah
cairan penyari dialiri dari atas ke bawah lewat
serbuk
- gerakan ke bawah oleh karena gravitasi, kohesi
dan berat cairan diatas dikurangi gaya kapiler
yang menahan
- catatan : kecepatan menetes harus seimbang
penambahan pelarut, dijaga agar tetap
ada selapis pelarut di atas simplisia
PERKOLASI
DESTILASI UAP AIR
PRINSIP :
Air dipanaskan akan menguap,
uap air masuk ke dalam labu sampel,
minyak atsiri akan terbawa bersama uap
air, sampai dikondensor,terkondensasi,
turun lewat pipa alonga, masuk kedalam
corong pisah dan akan memisah air dan
minyak atsiri
DESTILASI UAP AIR
REFLUKS
1
2
3
4
5 6
7
8
9
1 10
2
3
4
5 6
7
8
9
11
1
2
3
4
7
6
5
8
9
CONDENSORS
- termasuk cara panas
- berkesinambungan
- senyawa tahan panas
- tekstur keras, batang
akar, korteks, biji, dll
REFLUKS
CONDENSORS
SOXHLET
3
1 11
2
3
4
5 6
7
8
9
1 10
2
3
4
5 6
7
8
9
1 10
1
2
7
8
6
10
11
4
5
12
9
- cara berkesinambungan
- PRINSIP KERJA : cairan penyari dipanas
kan, menguap lewat pipa samping sampai
pada kondensor, mengembun, turun
kesampel dan mengekstraksi, setelah
sifon penuh, terjadi sirkulasi
- Ekstraksi selesai kalau cairan disifon tidak
berwarna atau tidak bernoda jika di KLT.
- Sirkulasi terjadi karena faktor kapilerisasi,
adesi-kohesi dan gravitasi
SOXHLET
Ultrasound-assisted
solvent extraction
 This is a modified maceration method where the extraction is
facilitated by the use of ultrasound (high-frequency pulses, 20
kHz).
 Ultrasound is used to induce a mechanical stress on the cells
through the production of cavitations in the sample.
 The cellular breakdown increases the solubilization of
metabolites in the solvent and improves extraction yields.
 The efficiency of the extraction depends on the instrument
frequency, and length and temperature of sonication.
 Ultrasonification is rarely applied to large-scale extraction; it is
mostly used for the initial extraction of a small amount of
material.
 It is commonly applied to facilitate the extraction of
intracellular metabolites from plant cell cultures
 Modifikasi ekstraksi metode maserasi dengan
menggunakan alat US (gelombang suara
frekuensi tinggi, >20 kHz).
 US dengan getaran mekanik akan membuat sel
berlubang.
 Ekstraksi metabolit meningkat krn pelrut mudah
masuk dalm sel
 Ekstraksi tergantung pada frekuensi dan suhu
 US jarang diterapkan untk skala besar, tapi
ekstraksi, awal sejumlah kecil bahan.
 Umumnya digunakan untuk ekstraksi metabolit
intraseluler kultur sel tanaman
Ekstraksi Ultrasound (US)
dengan pelarut
 Penyarian dengan menggunakan gelombang
suara (ultrasonik, Frek > 20 Khz)
 Prinsip
 Meningkatkan permeabilitas dinding sel
 Membentuk cavity ( lubang-lubang)
 Meningkatkan tekanan mekanik
 Dapat menyebabkan rusaknya bahan aktif
akibat oksidasi
 Ekstrak dapat tercemar oleh trace metal
 High Energy Cost untuk penggunaan large
scale
Ultrasound-assisted solvent
extraction
Ultrasound-assisted solvent
extraction
PRESSURIZED SOLVENT EXTRACTION
 Pressurized solvent extraction, also called
‘‘accelerated solvent extraction,’’ employs
temperatures that are higher than those used in
other methods of extraction, and requires high
pressures to maintain the solvent in a liquid state
at high temperatures.
 It is best suited for the rapid and reproducible
initial extraction of a number of samples.
 An additional advantage is that the technique can
be programmable, which will offer increased
reproducibility.
 However, variable factors, e.g., the optimal
extraction temperature, extraction time, and most
suitable solvent, have to be determined for each
sample.
EKSTRAKSI PELARUT BERTEKANAN
 Ekstraksi dengan pelarut bertekanan,
''ekstraksi pelarut dipercepat,'' metode ini
menggunakan suhu dan tekanan dari
biasanya untuk menjaga pelarut dalam
keadaan cair.
 Cocok untuk ekstraksi awal dari sejumlah
sampel untuk direproduksi.
 Keuntungan lain : bahwa teknik ini dapat
diprogram, untuk meningkatkan
reproduktisi
 Kesulitan, faktor variabel suhu dan tekanan
bagi pelarut dan sampel
Supercritical Fluid Extraction
 Supercritical fluids (SCFs) are increasingly replacing organic
solvents, e.g., n-hexane, dichloromethane, chloroform, and so on,
that are conventionally used in industrial extraction, purification, and
recrystallization operations because of regulatory and environmental
pressures on hydrocarbon and ozone-depleting emissions.
 In natural product extraction and isolation, supercritical fluid
extraction (SFE), especially that employing supercritical CO2, has
become the method of choice.
 Sophisticated modern technologies allow precise regulation of
changes in temperature and pressure, and thus manipulation of
solvating property of the SCF, which helps the extraction of natural
products of a wide range of polarities.
 The critical point of a pure substance is defined as the highest
temperature and pressure at which the substance can exist in
vapor–liquid equilibrium.
 At temperatures and pressures above this point, a single
homogeneous fluid is formed, which is known as supercritical fluid
(SCF).
 SCF is heavy like liquid but has the penetration power of gas
Superkritis Cair-Gas Extraction
 Cairan superkritis (SCFs) mendesak pelarut organik (n-
heksana, diklorometana, kloroform dsb) yang secara
konvensional digunakan dalam industri ekstraksi, karena
pada pemurnian dan rekristalisasi melepaskan hidrokarbon
yang dapat merusak lingkungan utamanya ozon
 Ekstraksi dan isolasi produk alami dengan cairan superkritis
(SFE), terutama yang menggunakan CO2 superkritis,
merupakan metode pilihan.
 Teknologi modern yang canggih memungkinkan perubahan
yang tepat dari suhu dan tekanan, untuk membantu SCF
pelarut, sehingga ekstraksi produk alami dengan berbagai
polaritas dapat dilakukan.
 Titik kritis dari suatu zat murni didefinisikan sebagai suhu dan
tekanan tertinggi satu substansi bisa eksis dalam
keseimbangan uap-cair
 Pada suhu dan tekanan di atas titik ini, cairan homogen
tunggal terbentuk, yang dikenal sebagai fluida superkritis
(SCF).
 SCF berat seperti cairan tapi memiliki daya tembus gas
Principle of Solvent-Free Extraction Process: A Typical
Supercritical CO2 System
 Liquid CO2 is forced into supercritical state by regulating its
temperature and pressure.
 Supercritical CO2 has solvent power and extracts
predominantly lipophilic and volatile compounds.
 Gaseous CO2 returns to CO2 tank. After a full round, the new
extraction starts with circulating CO2.
Prinsip Pelarut Bebas Proses Ekstraksi: Sistem CO2
Khas Supercritical
 Dengan mengatur suhu dan tekanan maka pada keadaan
superkritis CO2 berbentuk cair.
 Pelarut CO2 superkritis memiliki kekuatan mengekstrak
dominan senyawa lipofilik dan volatile.
 Setelah mengekstraksi sempurna gas CO2 kembali ke tangki
CO2.
The main advantages of using SCFs
 inexpensive,
 contaminant-free,
 selectively controllable,
 and less costly to dispose safely than organic solvents.
 Oxidative and thermal degradation of active compounds
is much less likely in SFE than inconventional solvent
extraction and steam distillation methods.
 SCFs can have solvating powers similar to organic
solvents, but with higher diffusivities, lower viscosity, and
lower surface tension
Keuntungan utama dari menggunakan
SCFs
 murah,
 bebas kontaminan,
 selektif terkendali,
 lebih murah dan aman dibuang dari pelarut organik.
 Dengsn SFE lebih kecil kemungkinan terjadinya
degradasi oksidatif dan termal senyawa aktif
dibanding metode ekstraksi dengan pelarut organik
destilasi uap.
 SCFs memiliki solvating kekuatan mirip dengan
pelarut organik, tetapi dengan diffusivities lebih
tinggi, viskositas tegangan permukaan lebih rendah
Important Factors in SFE Method Development
 The solubility of the target compound(s) in supercritical CO2 or other
SCF has to be determined.
 The effect of cosolvents on the solubility of the target compound(s)
needs to be determined.
 The effect of matrix, either has the analyte lying on its surface
(adsorbed), or the analyte is entrained in the matrix (absorbed), has
to be considered carefully.
 The solvating power of SCF is proportional to its density, which can
be affected by any temperature change for any given pressure.
Therefore, strict temperature control has to be in place.
 The partition coefficient of the analyte between CO2 and the matrix,
which is often affected by the flow rate, has to be considered. Higher
flow rates and longer extraction time may be necessary to sweep
the analyte out of the extraction chamber. Lower flow rates may be
applied if the kinetics of the system are slow.
 Careful consideration has to be given in choosing appropriate
modifiers
Faktor Penting dalam Pengembangan Metode
SFE
 Kelarutan senyawa target (s) dalam SCF CO2 superkritis harus
ditentukan.
 Pengaruh cosolvents pada kelarutan senyawa target (s) perlu
ditentukan.
 Pengaruh matriks, baik memiliki analit berbaring di permukaannya
(teradsorpsi), atau analit yang entrained dalam matriks (diserap),
harus dipertimbangkan dengan hati-hati.
 Kekuatan solvating dari SCF sebanding dengan kepadatan, yang
dapat dipengaruhi oleh perubahan temperatur untuk setiap tekanan
yang diberikan. Oleh karena itu, kontrol suhu yang ketat harus
berada di tempat.
 Koefisien partisi dari analit antara CO2 dan matriks, yang sering
dipengaruhi oleh laju aliran, harus dipertimbangkan. Laju aliran yang
lebih tinggi dan waktu ekstraksi lagi mungkin diperlukan untuk
menyapu analit keluar dari ruang ekstraksi. Tingkat aliran lebih
rendah dapat diterapkan jika kinetika sistem yang lambat.
 Pertimbangan cermat harus diberikan dalam memilih pengubah
yang sesuai
SFE of Taxol From Pacific Yew Tree
 Taxol, one of the most commercially successful and effective
anticancer natural product drugs, is a complex diterpene isolated
from the Pacific yew tree (Taxus brevifolia). The SFE protocol for the
extraction of Taxol from the bark was introduced by Georgia Tech,
Athens, GA
•About 50% of the Taxol present in the bark was selectively extracted using a
CO2–EtOH mixture as opposed to 25% extraction with supercritical CO2
alone.
SFE dari Taxol Dari Pacific Yew Tree
 Taxol, salah satu obat antikanker produk alami paling sukses dan
efektif sudah dikomersialkan, merupakan diterpen kompleks
diisolasi dari pohon yew Pasifik (Taxus brevifolia). Protokol SFE
untuk ekstraksi Taxol dari kulit kayu ini diperkenalkan oleh Georgia
Tech, Athens
•Sekitar 50% Taxol sekarang diekstraksi dari kulit Taxus brevifolia
menggunakan campuran CO2 - EtOH dibandingkan dengan ekstraksi 25%
dengan CO2 superkritis saja.
57
VORTICAL (TURBO) EXTRACTION
Bahan dan pelarut diaduk dengan kecepatan
tinggi (high speed mixer/homogenizer)
Bahan semakin halus karena ada pengecilan
ukuran partikel selama proses, sehingga
meningkatkan luas permukaan bahan dengan
cairan penyari
Penyarian lebih baik dan waktu lebih singkat
dari maserasi
Cukup beresiko untuk bahan yang termolabil
Pemisahan antara cairan penyari dengan
residu jauh lebih sulit
Tidak efektif untuk large scale.
58
Extraction by Electrical Energy
Penyarian dengan mengunakan
tenaga listrik
Prinsip
Membuat cavity
Menyebarkan tekanan gelombang
yang dihasilkan oleh listrik dengn
kecepatan Ultrasonic
59
PENGUAPAN/PEMEKATAN EKSTRAK
 Rotary evaporator
(pelarut organik,
Airsulit)
 Ekstrak kental
Labu destilasi
Labu penampung solven
Kondensor
Motor pemutar labu
Pengatur suhu dan kecepatan
Water bath
 Penurunan titik didik solven dengan cara
penurunan tekanan (pompa vakum)
 Pemutaran labu meningkatkan permukaan
penguapan
 e.x : Etanol terdestilasi suhu 30 C dengan
cepat
PRINSIP KERJA ROTAVAPOR
ISOLASI KANDUNGAN KIMIA
 DEFENISI
ISOLASI: Suatu metode untuk menarik dan memisah-
misahkan kandungan kimia dari tumbuhan dengan
menggunakan pelarut tertentu.
Kromatografi
Suatu teknik pemisahan komponen dari suatu campuran
menggunakan prinsip perbedaan distribusi komponen
tsb dalam 2 fase, fase gerak dan fase diam.
Pemisahan
• Analisis
• Identifikasi
• Kemurnian
• Kuantifikasi
Komponen
Campuran
Proses elusi senyawa
Berdasarkan fasa geraknya:
• Liquid Chromatography
• Gas Chromatography
Klasifikasi Kromatografi
Berdasarkan fasa diamnya (interaksi komponen
dengan fasa diam):
• Partition Chromatography
• Adsorption Chromatography
 A. Perbedaan kecepatan migrasi
1. Adsorpsi
2. Partisi
3. Penukar ion
4. Elektroforesis
5. Gel – Fitrasi
 B. Alat yang digunakan
1. Kolom
2. Kertas
3. Lapis tipis
 C. Fasa yang digunakan
1. Gas – cair
2. Gas – padat
3. Padat - cair
Klasifikasi Kromatografi
Klasifikasi Metode Kromatografi
GSC GLC
GAS SFC
NP RP IEC
GPC GFC
SEC
Column
TLC Paper
Planar
LIQUID
CHROMATOGRAPHY
67
Kromatografi yang sering
digunakan
 Kromatografi Kertas
 Kromatografi Lapis Tipis
 KCKT
 KGC
68
 Pemilihan metode kromatografi didasarkan:
 Sifat Kelarutan
 Sifat keatsirian
 Kromatografi Kertas:
 Mudah larut dlm air (Karbohidrat, asam amino,
senyawa fenolat, asam organik, basa asam nukleat
 KLT:
 Mudah larut dlm lipid (Lipid, steroid, karotenoid,
klorofil)
 KGC
 Mudah teratsirikan (Minyak atsiri, monoterpena,
sesquiterpena, asam lemak)
 KCKT
 Sulit teratsirikan
KROMATOGRAFI KERTAS (KKt)
 1. KERTAS
- murni selulosa, tanpa lignin atau kotoran lain
- ukuran 18 x 22 inci atau pita 2,5 cm
- aliran cepat (Whatman 4, 54 dan 540), sedang
(Whatman 1, 7), lambat (Whatman 2 dan 20)
 2. SPOTTING,dilakukan dengan mikropipet
(1-5 l) dikeringkan segera agar tidak lebar
 3. ELUEN / PELARUT, perbandingan tergantung
dari noda yang didapat, campuran air-fenol
jenuh, BuOH – NH4OH, aseton – air dan BAW
 4. PEWARNAAN, diperlukan penampak noda
untuk melihat noda, sebaiknya dengan sinar
UV, uap, penampak noda yang lain
 5. ANALISA KUALITATIF, nilai Rf,
perbandingan antara jarak noda dan jarak
eluen
 6. ANALISA KUANTITATIF, membandingkan
luas spot yang timbul dibanding dengan standar
baku dibuat dalam grafik konsentras Vs luas
spot
METODE :
- Ascending Chromatogrphy
- Descending Chromatography
- Horizontal Chromatography
71
Contoh: Isolasi Flavonoid
•Eluen : BAW (Butanol:Asam
Asetat: Water)  4:1:5 (lapisan
atas)
•Penampak noda  Uap
amoniak kuning intensif
•Ambil bagian yang kuning
dipotong kecil-kecil
•Ekstraksi
72
Kromatografi Lapis Tipis
 Eluasi : Asending (satu atau dua
arah)
 Fase diam: Selulosa, silika gel, celite,
Poliamida, sephadex
 KLT analitik: tebal 0,1-0,25 mm
 KLT Preparatif: tebal ad 1 mm
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)
Keuntungan :
1. Pengerjaan cepat
2. Dapat untuk asam dan basa kuat
(KKt, tidak dapat)
3. Lebih sensitif, dapat 10-9 g sampel
4. Alat sederhana
5. Mudah digunakan
silica gel - silicon dioxide (SiO2)x
(a common, inexpensive stationary phase)
bulk (SiO2)x
These exposed OH units
give silica gel a
relatively polar surface.
surface
Fasa diam yg digunakan:
O O O
| | |
-O-Si-O-Si-O-Si-O-H
| | |
O O O
| | |
-O-Si-O-Si-O-Si-O-H
| | |
O O O
4. VISUALISASI BERCAK
 Langsung / mata telanjang
 Lampu UV
 Uap iodin
 Reagen penyemprot
 Media bakteri
Spray Reagents for Natural Product
TLC Visualization
Tentukan Retention factors(Rf) masing2
bercak.
distance spot has moved
distance solvent has moved
____________ ___________
Rf = =
X
Y
distance spot has moved
distance solvent has moved
_______________________
Rf = =
Z
Y
distance spot has moved
distance solvent has moved
_______________________
Rf = =
T
Y
5. INTERPRETASI HASIL
Y
X
Z Z
T
Troubleshooting KLT
 Bercak tidak membulat (mbleber)
 Sampel terlalu pekat. Kembangkan lagi KLT setelah
sampel diencerkan.
 Sampel terlalu banyak mengandung komponen.
Perlu dilakukan partisi terhadap sampel.
 Tidak nampak bercak
 Sampel terlalu encer. Pekatkan sampel, atau
tambahkan volume sampel yang ditotolkan.
 Beberapa senyawa memang tidak menunjukkan
pemadaman di bawah lampu UV. Pakailah reagen
semprot untuk menampakan bercak (biasanya uap
iodin atau serium sulfat)
Troubleshooting KLT
 Garis batas atas (akhir eluen) tidak rata
 Chamber tidak/kurang jenuh eluen (penjenuhan
kurang optimum).
 Pemasangan plat dalam chamber tidak pas (miring).
 Bercak berekor
 Senyawa mengandung gugus yang bersifat asam
atau basa kuat (amina atau asam karboksilat).
Tambahkan beberapa tetes NH4OH (amina) atau
asam asetat (asam karboksilat) pada eluen.
Aplikasi KLT
 ANALISIS KUALITATIF
 Bercak dibandingkan Rf-nya dengan baku.
 Menggunakan reagen penyemprot untuk
menentukan golongan senyawa (dragendorf,
lieberman-burchat, AlCl3, dll).
 ANALISIS KUANTITATIF
 Perlu beberapa totolan larutan baku (yg berbeda
konsentrasi/volume penotolannya) untuk membuat
kurva baku.
 Bercak dianalisis densitasnya dengan densitometer
untuk kuantifikasi.
Troubleshooting KLT
 Bercak tidak membulat (mbleber)
 Sampel terlalu pekat. Kembangkan lagi KLT setelah
sampel diencerkan.
 Sampel terlalu banyak mengandung komponen.
Perlu dilakukan partisi terhadap sampel.
 Tidak nampak bercak
 Sampel terlalu encer. Pekatkan sampel, atau
tambahkan volume sampel yang ditotolkan.
 Beberapa senyawa memang tidak menunjukkan
pemadaman di bawah lampu UV. Pakailah reagen
semprot untuk menampakan bercak (biasanya uap
iodin atau serium sulfat)
Alam
Troubleshooting KLT
 Garis batas atas (akhir eluen) tidak rata
 Chamber tidak/kurang jenuh eluen (penjenuhan
kurang optimum).
 Pemasangan plat dalam chamber tidak pas (miring).
 Bercak berekor
 Senyawa mengandung gugus yang bersifat asam
atau basa kuat (amina atau asam karboksilat).
Tambahkan beberapa tetes NH4OH (amina) atau
asam asetat (asam karboksilat) pada eluen.
Alam
Aplikasi KLT
 ANALISIS KUALITATIF
 Bercak dibandingkan Rf-nya dengan baku.
 Menggunakan reagen penyemprot untuk
menentukan golongan senyawa (dragendorf,
lieberman-burchat, AlCl3, dll).
 ANALISIS KUANTITATIF
 Perlu beberapa totolan larutan baku (yg berbeda
konsentrasi/volume penotolannya) untuk membuat
kurva baku.
 Bercak dianalisis densitasnya dengan densitometer
untuk kuantifikasi.
Preparative Thin-Layer Chromatography (PTLC)
Advantages:
1. Cost effective compared to the instrumentation required, for example, HPLC or
CCC.
2. A simple technique that requires little training or knowledge of chromatography
to be used.
3. An analytical method may be easily scaled up to a preparative method.
4. Ability to isolate natural products quickly in the milligram to gram range.
5. Flexibility of solvent and stationary phase choice, i.e., the solvent system can
be changed quickly during a run.
6. The separation can be optimized readily for one component, i.e., it is relatively
easy to ‘‘zero in’’ on a particular product.
7. Methods are quickly developed.
8. A large number of samples can be analyzed or separated simultaneously.
Disadvantages:
1. Poor control of detection when compared to HPLC.
2. Poor control of elution compared to HPLC.
3. Loading and speed are poor compared to VLC.
4. Multiple development methods to isolate grams of material may be time
consuming.
5. Restricted to simple sorbents, such as silica, alumina, cellulose, and RP-2.
Preparative Thin-Layer Chromatography
(PTLC)
KEUNTUNGAN:
1. Biaya lebih murah dibanding dengan metode HPLC or
CCC.
2. Teknik kromatografi sederhana sehingga hanya
membutuhkan sedikit pengetahuan dan latihan.
3. Suatu metode analisis dapat ditingkatkan ke PTLC
4. Kemampuan isolasi produk alami cepat dari mg spi gram
5. Fleksibilitas pilihan fase gerak dan diam, dpt diubah cepat
6. Pemisahan dpt dioptimalkan dengan mudah satu
komponen, relatif mudah “zero ini” utk produk tertentu
7. Metode dapat dikembangkan.
8. Dengan pemilihan fase dian dan gerak yg tepat pemisahan
dapat tercapai
9. Sejumlah besar sampel dapat dianalisis secara bersamaan
or terpisah
Preparative Thin-Layer Chromatography (PTLC)
KERUGIAN:
1. Kontrol deteksi lebih jelek dibanding HPLC.
2. Kontrol elusi lebih jelek HPLC.
3. Proses pengerjaan dan kecepatannya lebih jelek
VLC.
4. Metode pengerjaan beberapa isolasi gram
memerlukan waktu.
5. Sorbent terbatas , silika, alumina, selulosa dan
RP-2.
Preparative Thin-Layer Chromatography
(PTLC)
KLT Dua Dimensi
 Sering digunakan skrining campuran
kompleks
 Elusi pertama noda ekstrak akan naik
normal, keringkan
 Elusi kedua dgn memutar 900
 Pada elusi kedua dikembang dengan
eluen kedua
Centrifugal Preparative Thin-Layer
Chromatography (CPTLC)
Kromatografi Sentrifus Prefaratif
Lapis Tipis
 Dibanding dengan PTLC, maka :
1. Pemisahan lebih baik
2. Pengerjaan dan penggantian pelarut lebih
cepat (putaran mesin)
3. Jumlah bahan lebih banyak (1-2 g)
 Contoh alat merek Chromatotron (Harrison, Model 7924)
dignk Khan dkk memisahkan diterpen klerodan dari
Zuelania guidonia
 Ampofo & Waterman memisahkan quasinoida sitotoksik
ailantinon, 2-asetil glaukarubinon dan alkaloida 8-
hidroksikantin-6-on dari Odyendyea gabonensis
(Simarubaceae)
Kromatografi Sentrifus Prefaratif
Lapis Tipis
 Teknik penyiapan/pengerjaannya:
 Pembuatan plat silika gel tebal 2 or 4 mm
1. Silika (Kieselgel 60 PF254 Merck Art 7749)
2. Untuk 2 mm – 65 g dan 4 mm – 100 g
3. Pengikat Kalsium Sulfat 2 mm – 4 g, 4 mm – 6 g
4. Bahan dicampur/dibuat bubur ada homogen
5. Tuangkan ke plat sambil diketuk2 (menghilang-
kan gelembung udara)
6. Keringkan diudara 30’
7. Keringkan oven 500 C 12 jam
93
KROMATOGRAFI KOLOM
 Kolom konvensional elusi berdasarkan
gaya gravitasi
 Kromatografi Cepat  Vacum Liquid
Chromatography
 Eluasi dengan bantuan pompa
 Eluasi bisa secara gradien
 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
 Volume injeksi >> besar
 Kolom juga jauh lebih besar dan panjang
 Eluat dapat ditampung
94
Contoh Separasi dengan Kromat Kolom
95
 Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom
Langkah-langkah untuk fraksinasi dengan
kromatografi kolom adalah sebagai berikut:
 Silika gel sebanyak 75 kali bobot ekstrak
kurkuminoid dimasukkan dalam Erlenmeyer
dan ditambahkan dengan eluen  2 cm diatas
permukaan silika gel, dikocok pelan hingga
merata dan masukkan dengan hati-hati ke
dalam kolom kromatografi yang pada bagian
bawahnya telah diberi glass wool. Kolom
tersebut kemudian didiamkan
selama 1 hari untuk memampatkan
dan melihat ada tidaknya keretakan
(lihat gambar dibawah ini).
96
 Apabila kolom tidak retak, tambahkan eluen 0,5 cm
diatas permukaan silika gel dan bila retak ulangi
langkah a. Kemudian ke dalam kolom ditambahkan
ekstrak kurkuminoid (1% bobot silika) yang telah
dicampur dengan silika gel.
 Alirkan eluen dan tampung sebanyak  50 ml dalam
Erlenmeyer (eluen ini belum membawa zat kimia
tanaman sehingga dapat dibuang). Selanjutnya kran
dibuka dan diatur penetesannya (1 tetes/detik) dan
ditampung dalam vial atau tabung yang telah diberi
nomor masing-masing vial 5 ml (lihat gambar dibawah
ini).
 Pada setiap vial dengan
kelipatan 10 dilakukan uji
KLT untuk melihat noda yang
dihasilkan. Apabila
menghasilkan noda yang
sama vial-vial tersebut
digabung. Penetesan
dihentikan apabila vial sudah
tidak memberikan noda saat
diuji KLT.
COLUMN CHROMATOGRAPHY
Hyphenated Techniques
The technique developed from the coupling of a separation technique
and an on-line spectroscopic detection technology.
Hirschfeld introduced the term hyphenation to refer to the on-line combination
of a separation technique and one or more spectroscopic detection techniques.
This technique, developed from a marriage of a separation technique and a
spectroscopic detection technique.
Hyphenated Techniques
ALKALOIDA
Metabolit sekunder tumbuhan,
mikroba, hewan ; mengandung
nitrogen
Inti pirolizidina dan quinolizidina
GC-MS
Efedrin GC-MS dan GC-FTIR
Hyphenated Techniques
Kumarin
Derivat 1-benzopiran tanaman
tingkat tinggi
HPLC-PDA sukses menganalisis
senyawa fenolik termasuk
kumarin
Dapat dikopling dgn MS
Hyphenated Techniques
Karotenoid
Merupakan kelompok hidrokarbon
(karotin) dan turunan oksigen
(xanthofil)
HPLC-TLS ---- karotenoid pd 4
fitoplanton laut dan memisahkan
diadinoxantin dan diatoxantin
Hyphenated Techniques
Ekdisteroid
Hormon penggantian kulit pada
serangga, udang & juga pd tumb
Beberapa teknik LC-PDA, LC-MS,
CE-MS dan LC-NMR
MS-FPT akurat menentukan
rumus mol ekdison, 20-
hidroksiekdison dan makisteron
Hyphenated Techniques
M.a dan Komponen Volatile
GC-MS teknik tepat mono dan
sesquiterpen
Mendeteksi 130 komponen m.a
pada ramuan Cina
Hyphenated Techniques
Flavonoid dan Isoflavonoid
Terdistribusi luas pada tan tinggi
dan rendah termasuk ganggang
Bersifat polar (& glikosida) sangat
baik pemisahan HPLC
Teknik HPLC-PDA merupakan
pilihan
Hyphenated Techniques
Iridoida dan Sekoiridoida
 Merupakan siklopentana-(c)-piran
monoterpenoid dan glikosidanya
 Krn krg kromofor, kecuali terasilasi
aromatik HPLC-PDA terbatas
 Pilihan LC-MS
 LC-NMR, LC-MS-NMR (mahal)
Hyphenated Techniques
Saponin
 Luas pd 100 suku tanaman
 Sangat polar dan sulit menguap dan
kurang kromofor sulit UV dan PDA
 Sistem GC-MS terbatas pd aglikon
 Sekrening awal LC-MS, LC-NMR dan
CE-MS
EKSTRAKSI UNTUK TUJUAN SKRINING
AKTIVITAS BIOLOGI/”BIOASSAY”
 Penting pada pengerjaan skrining bahan dalam
jumlah besar (HTS), yang sifat senyawa
aktifnya belum diketahui
 Salah satu alternatif adalah mengekstraksi
dengan solvent-solvent dengan perbedaan
polaritas, sehingga diperoleh 4 ekstrak dari 1
bahan. Tetapi umumnya disukai hanya 2
ekstrak saja yang mempunyai jarak polaritas
berbeda (mis. N-heksana/pet. Eter kemudian
dengan 70% etanol)
Techniques for Detection of Phytochemical Groups in Extracts
 Mayer reagent —Solution I: dissolve 1.36 g HgCl2 in 60mL water. Solution II: dissolve
5 g KI in 10mL water. Procedure: combine the two solutions and dilute with water to
100mL. Add a few drops to an acidified extract solution (diluted HCl or H2SO4), and if
alkaloids are present, a white to yellowish precipitate will appear. Care should be
taken not to agitate the test system, because the precipitate may be redissolved.
 Dragendorff reagent —Solution I: dissolve 8.0 g bismuth subnitrate [Bi(NO3)3. H2O]
in 30% w/v HNO3. Solution II: dissolve 27.2 g KI in 50mL water. Procedure: combine
the solutions and let stand for 24 h, filter, and dilute to 100mL with deionized water. In
acid solutions, an orange-brownish precipitate will appear. The alkaloids may be
recovered by treatment with Na2CO3 and subsequent extraction with diethyl ether.
This reaction may also be performed on a filter paper or on a TLC plate by adding a
drop of the reagent onto a spot of the sample.
 Wagner reagent —Solution: dissolve 1.27 g I2 (sublimed) and 2 g KI in 20mL water,
and make up with water to 100 mL. Procedure: a brown precipitate in acidic solutions
suggests the presence of alkaloids.
 Ammonium reineckate —Solution: add 0.2 g hydroxylamine to a saturated solution of
4% ammonium reineckate {NH4[Cr(NH3)2(SCN)4].H2O}, and acidify with dilute HCl.
Procedure: when added to extracts, a pink precipitate will appear if alkaloids are
present. The precipitate is soluble in 50% acetone, which may also be used for
compound recrystallization.
Alkaloids
Sesquiterpene Lactones
 Kedde reagent
—Solution I: dissolve 2% of 3,5-dinitrobenzoic acid in MeOH.
Solution II: 5.7% aqueous KOH. Procedure: add one drop of each
solution to 0.2–0.4mL of the sample solution, and a bluish to purple
color will appear within 5 min. The solution should not contain
acetone, which gives a deep bluish color.
 Baljet reagent
—Solution I: dissolve 1 g picric acid in 100mL EtOH. Solution II: 10 g
NaOH in 100mL water. Procedure: combine solutions I and II (1:1)
before use and add two to three drops to 2–3 mg of sample; a
positive reaction is indicated by an orange to deep red color.
 Shinoda test —
Procedure: to an alcoholic solution of the sample, add magnesium
powder and a few drops of concentrated HCl. Before adding the
acid, it is advisable to add t-butyl alcohol to avoid accidents from a
violent reaction; the colored compounds will dissolve into the upper
phase. Flavones, flavonols, the corresponding 2,3-dihydro
derivatives, and xanthones produce orange, pink, red to purple
colors with this test. By using zinc instead of magnesium, only
flavanonols give a deep-red to magenta color; flavanones and
flavonols will give weak pink to magenta colors, or no color at all.
 Sulfuric acid —
Procedure: flavones and flavonols dissolve into concentrated
H2SO4, producing a deep yellow colored solution. Chalcones and
aurones produce red or red-bluish solutions. Flavanones give
orange to red colors.
Flavonoids
Other Polyphenols
 Ferric chloride
Solution: dissolve 5% (w/v) FeCl3 in water or EtOH. Addition of
several drops of the solution to an extract produces a blue, blue-
black, or blue-green color reaction in the presence of polyphenols.
This is not a specific reagent for tannins, as other phenolic
compounds will also give a positive result.
 Gelatin-salt test
Procedure: for the detection of tannins in solution, dissolve 10 mg of
an extract in 6mL of hot deionized, distilled water (filtering if
necessary), and the solution is divided between three test tubes. To
the first is added a 1% solution of NaCl, to the second is added a
1%-NaCl and 5%-gelatin solution, and to the third is added a FeCl3
solution. Formation of a precipitate in the second treatment suggests
the presence of tannins, and a positive response after addition of
FeCl3 to the third portion supports this inference.
Sterols
 Liebermann–Burchard test
Solution: combine 1mL acetic anhydride and 1mL CHCl3, and cool
to 0C, and add one drop concentrated H2SO4. Procedure: when the
sample is added, either in the solid form or in solution in CHCl3,
blue, green, red, or orange colors that change with time will indicate
a positive reaction; a blue-greenish color in particular is observed for
sterols, with maximum intensity in 15–30 min. (This test is also
applicable for certain classes of unsaturated triterpenoids.)
 Salkowski reaction
Procedure: dissolve 1–2 mg of the sample in 1mL CHCl3 and add
1mL concentrated H2SO4, forming two phases, with a red color
indicating the presence of sterols.
Saponins
 When shaken, an aqueous solution of a
saponin-containing sample produces foam,
which is stable for 15 min or more.
 An additional test for saponins makes use of
their tendency to hemolyze red blood cells
(20,58), although this tendency may be inhibited
by the presence of tannins in the extract,
presumably because tannins crosslink surface
proteins, thereby reducing the cell’s
susceptibility to lysis
METODA EKSTRAKSI UNTUK KLAS
SENYAWA TERTENTU
Salah satu faktor penentu metoda ekstraksi
adalah tipe senyawa yang akan diekstrak.
Dibawah ini beberapa metoda ekstraksi tipe
senyawa tersebut:
 Dapat pula dengan kloroform, metanol, eter,
etanol; tetapi senyawa lain akan ikut ter-
ekstraksi
MINYAK, LILIN, LEMAK
 Minyak (cair) sedang lilin (waxes) dan lemak bentuk
padat
 Pet. Eter, n-heksana baik untuk mengekstraksi
minyak, lilin, lemak
 Tipe senyawa ini sering mengganggu proses partisi
dan fraksinasi, sehingga sering dipisahkan dulu
MINYAK MENGUAP
 komponen penyusunnya mono & seskui terpene
serta senyawa fenolik
 Dapat disari dengan pet. Eter, tetapi lilin, waxes
sering ikut; oleh karena itu lebih tepat dilakukan
dengan kloroform
 Dapat dipisahkan dengan distillasi uap
KAROTENOIDA
 Pada umumnya tetraterpenoida (40 karbon),
dapat dibagi 2 : hidrokarbon dan teroksigenasi
 Hidrokarbon-non polar, sehingga dapat
diekstraksi dengan pet. Eter; sedang yang
teroksigenasi umum mempunyai gugus –OH, -
C=O, aldehid, epoksid dsb. sehingga menjadi
lebih polar dan dapat diekstraksi dengan etanol
dan juga dengan kloroform
The literature of alkaloids can conveniently be divided into
five sections, dealing with
(1) The occurrence and distribution of these substances in plants ;
(2) Biogenesis, or the methods by which alkaloids are produced in the
course of plant metabolism ;
(8) Analysis, ranging from the commercial and industrial estimation of
particular alkaloids to the separation, purification and description of
the individual components of the natural mixture of alkaloids, which
normally occurs in plants ;
(4) Determination of structure ; and
(5) Pharmacological action.
ALKALOID
Secara lteratur alkaloid dapat dibagi menjadi
lima bagian,;
(1)Terbentuk dan terdistribusi di dalam tanaman;
(2) Biogenesis, atau metabolisme dalam tanaman;
(3) Analisis, estimasi komersial dan industri alkaloid
tertentu untuk pemisahan, pemurnian dan
deskripsi masing-masing komponen campuran
alami alkaloid, biasanya terjadi pada tanaman;
(4) Penentuan struktur, dan
(5) Farmakologi tindakan.
ALKALOID
ALKALOIDA
 Berisi 1 atau lebih atom –N; bersifat basa
 Bentuk basa bebas larut dalam pelarut organik,
sebagai bentuk garam larut dalam air
 Beberapa hal khusus yang perlu diperhatikan:
 Pada PH rendah, ester-ester dapat terhidrolisis
 Amonia dapat bereaksi dengan senyawa organik
membentuk suatu artefak
 Adanya senyawa fenolik pada ekstraksi asam-basa
dapat menyebabkan kurang larut dalam pelarut
organik
 Adanya tanin-tanin, dapat dihilangkan dengan
penambahan kalsium hidroksida untuk
mengendapkan tannin, sehingga ekstraksi alkaloid
dapat dilanjutkan (Qunine tannate)
• Analisis Alkaloid
During the isolation process, if the activity is lost or reduced
to a significant level, the possible reasons could be as
follows:
1. The active compound has been retained in the column.
2. The active compound is unstable in the conditions used
in the isolation process.
3. The extract solution may not have been prepared in a
solvent that is compatible with the mobile phase, so that
a large proportion of the active components precipitated
out when loading on to the column.
4. Most of the active component(s) spread across a wide
range of fractions, causing undetectable amounts of
component(s) present in the fractions.
5. The activity of the extract is probably because of the
presence of synergy among a number of compounds,
which, when separated, are not active individually.
Jika aktivitas hilang or berkurang selama
proses isolasi yang cukup signifikan, mungkin :
1. Senyawa aktif telah ditahan dalam kolom.
2. Senyawa aktif tidak stabil dalam kondisi yang digunakan
dalam proses isolasi.
3. Solusi ekstrak mungkin tidak disusun dalam suatu
pelarut yang kompatibel dengan fase gerak, sehingga
sebagian besar komponen aktif diendapkan keluar
ketika loading ke kolom.
4. Sebagian besar komponen aktif (s) yang tersebar di
berbagai fraksi, menyebabkan jumlah yang tidak
terdeteksi komponen (s) hadir dalam fraksi.
5. Aktivitas ekstrak ini mungkin karena adanya sinergi
antara sejumlah senyawa, yang jika dipisahkan, tidak
aktif secara individual.
The most desirable of a solvent for
recrystallisation
1. Kekuatan melarutkan besar pada
bahan yg dimurnikan
2. Harus sedikit melarutkan pd bahan
pengotor
3. Harus memberi btk kristal murni
4. Hrs mudah dihilangkan dari gab
kristal murni, titik didih rendah
Pelarut yang baik untuk re-
kristalisasi
Pelarut yang baik untuk re-kristalisasi
1.Kekuatan pelarut yang tinggi untuk bahan untuk
dibersihkan pada temperatur tinggi dan
dibandingkan kekuatan pelarut rendah pada
temperatur laboratorium atau rendah
2. Ini harus dihancurkan …..atau ke hanya jumlah
yg kecil
3. Harus dalam bentuk kristal dari gabungan yang
murni
4. Harus dapat dipindahkan dengan mudah dari
gabungan kristal yang murni, yaitu memiliki titik
didih yg relatif rendah
Purification by Solvent Extraction Using
Partition Coefficient
 One such separation technique is the solvent
partitioning method, which usually involves the
use of two immiscible solvents in a separating
funnel.
 In this method, compounds are distributed in
two solvents according to their different
partition coefficients.
 This technique is highly effective as the first
step of the fairly large-scale separation of
compounds from crude natural product
extracts.
Pemurnian dengan Ekstraksi Menggunakan
Koefisien Partisi
 Salah satu teknik pemisahan adalah metode
partisi pelarut, yaitu menggunakan dua
pelarut tidak bercampur dalam corong pisah.
 Dalam metode ini, senyawa didistribusikan
dalam dua pelarut sesuai dengan koefisien
partisi yang berbeda.
 Teknik ini sangat efektif sebagai langkah
pertama dari pemisahan skala besar
senyawa dari ekstrak produk alam.
CORONG PISAH
 Bila suatu sistem terdiri dari dua lapisan zat cair
yang tidak bercampur (larut) satu dengan lain,
jika ditambahkan senyawa ketiga yang larut ke
dalam dua pelarut tersebut, maka akan terdistri
busi ke dalam pelarut tersebut dengan perban
dingan konsentrasi yang tetap, Hukum Nerst
CA / CB = K (konstan, tetap)
shake
add second
immiscible
solvent
Separatory
funnel
Solvent Extraction
Sebatas berapa pelarut yang baik dan mak-
simum pemisahan dapat diperoleh ?
 Diketahui : Larutan berair V ml, mengandung
W0 g senyawa yang terlarut. Dieks-
traksi dengan pelarut organik S (sol
vent) b ml. Jika W1 g adalah berat
dari solut tertinggal pada pemisahan
pertama, maka konsentrasi yang
tertinggal W1 / V g/ml dalam fase Sol
dan (W0 – W1) / S yang terekstraksi
dalam pelarut organik
1. (W1 / V ) W1.S
= K = K
(W0 – W1) / S (VW0 – VW1)
(W1.S) = (KV.W0 – KVW1)
(W1.S) + (KVW1) = (KV.W0)
W1 (KV + S) = W0 . KV
(KV)1
W1 = W0
(KV + S)1
(KV)n
Wn = W0
(KV + S)n
Kondisi 2
 Diketahui : Setelah terjadi kesimbangan, maka
konsentrasi yang tertinggal W2 / V
g/ml dalam fase Sol dan (W1 – W2) /
S yang terekstraksi dalam pelarut
organik
1. (W2 / V ) W2.S
= K = K
(W1 – W2) / S (VW1 – VW2)
(W2.S) = (KV.W1 – KVW2)
(W2.S) + (KVW2) = (KV.W1)
W2 (KV + S) = W1 . KV
(KV)1
W2 = W1
(KV + S)1
(KV)2
W2 = W0
(KV + S)2
Kondisi 3
 Diketahui : Setelah terjadi kesimbangan, maka
konsentrasi yang tertinggal W3 / V
g/ml dalam fase Sol dan (W2 – W3) /
S yang terekstraksi dalam pelarut
organik
1. (W3 / V ) W1.S
= K = K
(W2 – W3) / S (VW2 – VW3)
(W3.S) = (KV.W2 – KVW3)
(W3.S) + (KVW3) = (KV.W2)
W3 (KV + S) = W2 . KV
(KV)1
W3 = W2
(KV + S)1
(KV)3
W3 = W0
(KV + S)3
Crystallization as a Separation Method
assuming we have a product comprising target component
A mixed in with impurities B and C:
1. A sample of the mixture is dissolved in a hot solvent —
the solvent is chosen such that B and C are soluble at
any temperature reached in the crystallization, while
component A is not.
2. Cooling yields a crop of A, separated from components
B and C.
3. Steps 1 and 2 are repeated, using fresh solvent each
time, until the required degree of separation is achieved
(note that one crystallization step from a mixture of
compounds does not guarantee a chemically pure
crystal product).
Kristalisasi sebagai Metode Pemisahan
Asumsi kita memiliki produk campuran komponen
target A bercampur dengan kotoran B dan C:
1. Contoh campuran dilarutkan dalam pelarut panas ,
dipilih pelarut melarutkan B dan C pada suhu
tertentu dalam kristalisasi, sementara komponen
A tidak.
2. Pada pendinginan senyawa A, terpisah dari
komponen B dan C.
3. Langkah 1 dan 2 diulang, menggunakan pelarut
baru, sampai tingkat pemisahan yang diperlukan
dicapai (perhatikan bahwa salah satu langkah
kristalisasi dari campuran senyawa tidak
menjamin produk kristal kimia murni)
Examples of Purification of Natural Products by
Crystallization
 Crude solanine, extracted from the potato plant, is purified by dissolving in
boiling methanol, filtering, and concentrating until the alkaloid crystallizes
out.
 Naringin is isolated from grapefruit peel by extracting into hot water, filtering
and concentrating the filtrate to the extent that naringin crystallizes at fridge
temperatures as the octahydrate (melting point 83C). Recrystallization from
isopropanol (100mL to 8.6 g naringin) yields the dihydrate (melting point
171C). The di- and octahydrate compounds are examples of crystalline
solvates.
 Piperine is extracted from powdered black pepper with 95% ethanol. The
extract is filtered, concentrated, 10% alcoholic KOH added, and the residue
formed is discarded. The solution is then left overnight to yield yellow
needles of piperine.
 Capsanthin is isolated from red pepper or paprika. A 20mL volume of
concentrated ether extract diluted with 60mL petroleum and left to stand for
24 h in a fridge produces crystals of almost pure capsanthin.
 Salicin is extracted from willow bark into hot water. The solution is filtered
and concentrated and the tannin removed by treatment with lead acetate;
further concentration and cooling yields salicin crystals.
 It is also worth highlighting the potential use of derivatives in fractional
crystallizations, for example, picrates of alkaloids and osazones of sugars.
Contoh Pemurnian Natural Products oleh
Kristalisasi
 Solanin, diekstraksi dari tanaman kentang, dimurnikan
dengan melarutkan dalam metanol mendidih, saring,
uapkan sampai alkaloid mengkristal.
 Naringin, diekstraksi dari kulit jeruk bali dan diisolasi
dengan air panas, saring, usahakan sebanyak filtrat
naringin, kristalisasi pada suhu lemari es sebagai
octahydrate (titik leleh 830 C). Rekristalisasi dengan
isopropanol (100 ml per 8,6 g naringin) menghasilkan
dihidrat (titik lebur 1710 C).
 Piperine diekstrak dari serbuk lada hitam dengan EtOH
95%, saring, tambah KOH alkohol 10% dan residu yang
terbentuk dibuang. Biarkan semalam untuk kristalisasi
menghasilkan jarum kuning piperin.
 Capsanthin diisolasi dari merah merica atau
paprika. Sebanyak 20 ml ekstrak eter dipekatkan
dan encerkan dengan minyak bumi 60 ml,
diamkan 24 jam dalam lemari es, menghasilkan
kristal capsanthin hampir murni.
 Salisin diekstrak dari kulit pohon willow dengan
air panas, saring, dipekatkan, awatanin dengan
timbal asetat, dinginankan menghasilkan kristal
salisin.
 Potensi penggunaan derivatif kristalisasi
fraksional, misalnya, picrates alkaloid dan
osazones gula.
Contoh Pemurnian Natural Products oleh
Kristalisasi
PENENTUAN STRUKTUR KIMIA
 METODE
1. Kimia
2. Instrument/Spectroscopy
- Infra Red Spectroscopy
- Mass Spectroscopy
- Low Mass Spectroscopy
- High Mass
- Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy
- 1H- dan 13C-NMR
- 2D NMR
SOAL ISOLASI SENY BA 2011
1.a Sebut dan jelaskan target of the
extraction
b Tujuan pelembaban pada simpli-
sia sebelum ekstraksi
c Sebut dan jelaskan sifat-sifat
senyawa yang akan dieksrtraksi
2.a Jelaskan metode ekstraksi disertai contoh;
- berdasar proses tersarinya
- berdasar suhu
b Sebut & beri contoh klasifikasi kromatografi ;
a. Perbedaan kecepatan migrasi
b. Alat yang digunakan
c. Fase yang digunakan
c Prinsip Ultrasound assited solvent extraction
apa kekurangannya
SOAL ISOLASI SENY BA 2011
3.a Jelaskan syarat simplisia untuk mase-
rasi dan sebut modifikasi maserasi
b Jelaskan cara mengatasi trouble
shooting pada KLT
c Jelaskan dengan diagram/gambar
prinsip proses ekstraksi dengan
Supercritical CO2 System
SOAL ISOLASI SENY BA 2011
4.a Jelaskan prinsip kerja rotavapor
b Sebutkan dan beri contoh klaisifikasi
kromatografi ;
- berdasarkan fase gerak
- berdasarkan fase doam
c Apa keuntungan Kromatografi lapis
tipis
SOAL ISOLASI SENY BA 2001
 Jelaskan prinsip kerja rotavapor
 Sebutkan klaisifikasi kromatografi [
 Berdasarkan fase gerak
 Berdasarkan fase doam
 13.Sebut dan berikan contoh klasifikasi
kromatografi ;
 a. Perbedaan kecepatan migrasi
 b. Alat yang digunakan
 c. Fase yang digunakan
 Syarat-syarat simplisia untuk maserasi
dan sebut modifikasi maserasi
 Prinsip Ultrasound assited solvent
extraction dan apa kekurangannya
 Jelaskan dengan diagram/gambar prinsip
proses ekstraksi dengan Supercritical CO2
System
 Syarat-syarat simplisia untuk maserasi
dan sebut modifikasi maserasi
 Prinsip Ultrasound assited solvent
extraction dan apa kekurangannya
 Jelaskan dengan diagram/gambar prinsip
proses ekstraksi dengan Supercritical CO2
System
SOAL ISOLASI SENY BA
1.a Sebut dan jelaskan target of the extraction
 Sebutkan cara-cara in aktivasi enzim dari
simplisia segar
 Tujuan pelembaban pada simplisia sebelum
ekstraksi
 Bagaimana sifat-sifat pelarut yang baik
 Jelaskan sifat-sifat senyawa yang akan
dieksrtraksi

More Related Content

What's hot

Kimia analitik
Kimia analitikKimia analitik
Kimia analitik
dody
 

What's hot (20)

Protein
ProteinProtein
Protein
 
Ppt tanaman obat
Ppt tanaman obatPpt tanaman obat
Ppt tanaman obat
 
Kimia Farmasi I - Antibiotik - DIII Farmasi - Universitas Pekalongan
Kimia Farmasi I - Antibiotik - DIII Farmasi - Universitas PekalonganKimia Farmasi I - Antibiotik - DIII Farmasi - Universitas Pekalongan
Kimia Farmasi I - Antibiotik - DIII Farmasi - Universitas Pekalongan
 
Laporan lengkap ekstraksi
Laporan lengkap ekstraksiLaporan lengkap ekstraksi
Laporan lengkap ekstraksi
 
Adsorpsi
AdsorpsiAdsorpsi
Adsorpsi
 
Rancangan formula suppositoria aminofilin
Rancangan formula suppositoria aminofilinRancangan formula suppositoria aminofilin
Rancangan formula suppositoria aminofilin
 
Golongan alkaloid
Golongan alkaloidGolongan alkaloid
Golongan alkaloid
 
Laporan Praktikum Kadar Abu
Laporan Praktikum Kadar AbuLaporan Praktikum Kadar Abu
Laporan Praktikum Kadar Abu
 
Flavonoid
FlavonoidFlavonoid
Flavonoid
 
spektrofotometri uv-vis
spektrofotometri uv-visspektrofotometri uv-vis
spektrofotometri uv-vis
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Isolasi Mikroba
Laporan Mikrobiologi -  Teknik Isolasi MikrobaLaporan Mikrobiologi -  Teknik Isolasi Mikroba
Laporan Mikrobiologi - Teknik Isolasi Mikroba
 
Kimia analitik
Kimia analitikKimia analitik
Kimia analitik
 
Pertemuan 1 cpob (tek.solid)
Pertemuan 1 cpob (tek.solid)Pertemuan 1 cpob (tek.solid)
Pertemuan 1 cpob (tek.solid)
 
materi biokimia air dan larutan buffer
materi biokimia air dan larutan buffermateri biokimia air dan larutan buffer
materi biokimia air dan larutan buffer
 
Laporan Mikrobiologi - Teknik Sterilisasi
Laporan Mikrobiologi -  Teknik SterilisasiLaporan Mikrobiologi -  Teknik Sterilisasi
Laporan Mikrobiologi - Teknik Sterilisasi
 
Farmasetika: Salep1
Farmasetika: Salep1Farmasetika: Salep1
Farmasetika: Salep1
 
Alkalimetri
AlkalimetriAlkalimetri
Alkalimetri
 
Titrasi nitrimetri
Titrasi nitrimetriTitrasi nitrimetri
Titrasi nitrimetri
 
EKSTRAKSI.ppt
EKSTRAKSI.pptEKSTRAKSI.ppt
EKSTRAKSI.ppt
 
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrakPengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
Pengendalian mutu-simplisia-dan-ekstrak
 

Similar to Materi kuliah Ekstraksi-Dan-Isolasi.ppt

ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 4 Ekstraksi Kafein
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 4 Ekstraksi KafeinITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 4 Ekstraksi Kafein
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 4 Ekstraksi Kafein
Fransiska Puteri
 
kuliah 2-Liquid-Liquid Extraction.pdf
kuliah 2-Liquid-Liquid Extraction.pdfkuliah 2-Liquid-Liquid Extraction.pdf
kuliah 2-Liquid-Liquid Extraction.pdf
BenySaputra8
 
A.09.Annisaa Meyrizka.PPT FOTOSINTESIS
A.09.Annisaa Meyrizka.PPT FOTOSINTESISA.09.Annisaa Meyrizka.PPT FOTOSINTESIS
A.09.Annisaa Meyrizka.PPT FOTOSINTESIS
Annisaa Putri
 
Bab 2 metabolisme organisme kelas XII SMA
Bab 2  metabolisme organisme kelas XII SMABab 2  metabolisme organisme kelas XII SMA
Bab 2 metabolisme organisme kelas XII SMA
Tezzara Clara Sutjipto
 
Koef distribusi laporan
Koef distribusi laporanKoef distribusi laporan
Koef distribusi laporan
ChaLim Yoora
 
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubi
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubiITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubi
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubi
Fransiska Puteri
 

Similar to Materi kuliah Ekstraksi-Dan-Isolasi.ppt (20)

SOKLETASI_Farmakognosi 2_.pptx
SOKLETASI_Farmakognosi 2_.pptxSOKLETASI_Farmakognosi 2_.pptx
SOKLETASI_Farmakognosi 2_.pptx
 
FITOKIMIA POLIKETIDA
FITOKIMIA POLIKETIDAFITOKIMIA POLIKETIDA
FITOKIMIA POLIKETIDA
 
Presentasi fraksinasi
Presentasi fraksinasiPresentasi fraksinasi
Presentasi fraksinasi
 
Materi Enzim dan Metabolisme Kelas XII SMA & SMK
Materi Enzim dan Metabolisme Kelas XII SMA & SMKMateri Enzim dan Metabolisme Kelas XII SMA & SMK
Materi Enzim dan Metabolisme Kelas XII SMA & SMK
 
ISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DAUN KETELA POHON
ISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DAUN KETELA POHONISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DAUN KETELA POHON
ISOLASI GLIKOSIDA FLAVONOID DAUN KETELA POHON
 
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 4 Ekstraksi Kafein
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 4 Ekstraksi KafeinITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 4 Ekstraksi Kafein
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 4 Ekstraksi Kafein
 
kuliah 2-Liquid-Liquid Extraction.pdf
kuliah 2-Liquid-Liquid Extraction.pdfkuliah 2-Liquid-Liquid Extraction.pdf
kuliah 2-Liquid-Liquid Extraction.pdf
 
bab2metabolismeorganisme-131016072110-phpapp01.pdf
bab2metabolismeorganisme-131016072110-phpapp01.pdfbab2metabolismeorganisme-131016072110-phpapp01.pdf
bab2metabolismeorganisme-131016072110-phpapp01.pdf
 
PPT fitokima ekstraksi metode panas
PPT fitokima ekstraksi metode panas PPT fitokima ekstraksi metode panas
PPT fitokima ekstraksi metode panas
 
A.09.Annisaa Meyrizka.PPT FOTOSINTESIS
A.09.Annisaa Meyrizka.PPT FOTOSINTESISA.09.Annisaa Meyrizka.PPT FOTOSINTESIS
A.09.Annisaa Meyrizka.PPT FOTOSINTESIS
 
Laporan praktikum kimia organik coffeine
Laporan praktikum kimia organik coffeineLaporan praktikum kimia organik coffeine
Laporan praktikum kimia organik coffeine
 
Metabolisme sel
Metabolisme selMetabolisme sel
Metabolisme sel
 
Bab 2 metabolisme organisme kelas XII SMA
Bab 2  metabolisme organisme kelas XII SMABab 2  metabolisme organisme kelas XII SMA
Bab 2 metabolisme organisme kelas XII SMA
 
PP KOMPRE.pptx
PP KOMPRE.pptxPP KOMPRE.pptx
PP KOMPRE.pptx
 
Farmasi : Soxhletasi
Farmasi : SoxhletasiFarmasi : Soxhletasi
Farmasi : Soxhletasi
 
Koef distribusi laporan
Koef distribusi laporanKoef distribusi laporan
Koef distribusi laporan
 
Laporan Pembuatan coffeine dari teh
Laporan Pembuatan coffeine dari teh Laporan Pembuatan coffeine dari teh
Laporan Pembuatan coffeine dari teh
 
Pembahasan dan kesimpulan percobaan 1
Pembahasan dan kesimpulan percobaan 1Pembahasan dan kesimpulan percobaan 1
Pembahasan dan kesimpulan percobaan 1
 
Enzim katalase biologi sma n 1 simo boyolal1
Enzim katalase biologi sma n 1 simo boyolal1Enzim katalase biologi sma n 1 simo boyolal1
Enzim katalase biologi sma n 1 simo boyolal1
 
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubi
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubiITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubi
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubi
 

Recently uploaded

KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
DewiUmbar
 
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,Swamedikasi 3.pptx
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,Swamedikasi 3.pptx,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,Swamedikasi 3.pptx
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,Swamedikasi 3.pptx
furqanridha
 
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docxLaporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Jajang Sulaeman
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
FitriaSarmida1
 

Recently uploaded (20)

Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptxLokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
Lokakarya tentang Kepemimpinan Sekolah 1.pptx
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docxKISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
KISI-KISI SOAL DAN KARTU SOAL BAHASA INGGRIS.docx
 
Aksi Nyata profil pelajar pancasila.pptx
Aksi Nyata profil pelajar pancasila.pptxAksi Nyata profil pelajar pancasila.pptx
Aksi Nyata profil pelajar pancasila.pptx
 
Materi Asuransi Kesehatan di Indonesia ppt
Materi Asuransi Kesehatan di Indonesia pptMateri Asuransi Kesehatan di Indonesia ppt
Materi Asuransi Kesehatan di Indonesia ppt
 
Materi Bab 6 Algoritma dan bahasa Pemrograman
Materi Bab 6 Algoritma dan bahasa  PemrogramanMateri Bab 6 Algoritma dan bahasa  Pemrograman
Materi Bab 6 Algoritma dan bahasa Pemrograman
 
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,Swamedikasi 3.pptx
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,Swamedikasi 3.pptx,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,Swamedikasi 3.pptx
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,Swamedikasi 3.pptx
 
BAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMAS
BAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMASBAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMAS
BAB 1 BEBATAN DAN BALUTAN DALAM PERTOLONGAN CEMAS
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
 
Pembahasan Soal Ujian Komprehensif Farmasi Perapotekan
Pembahasan Soal Ujian Komprehensif Farmasi PerapotekanPembahasan Soal Ujian Komprehensif Farmasi Perapotekan
Pembahasan Soal Ujian Komprehensif Farmasi Perapotekan
 
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdf
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdfUAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdf
UAS Matematika kelas IX 2024 HK_2024.pdf
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docxLaporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
Laporan RHK PMM Observasi Target Perilaku.docx
 
PPT BAHASA INDONESIA KELAS 1 SEKOLAH DASAR
PPT BAHASA INDONESIA KELAS 1 SEKOLAH DASARPPT BAHASA INDONESIA KELAS 1 SEKOLAH DASAR
PPT BAHASA INDONESIA KELAS 1 SEKOLAH DASAR
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
 
contoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docx
contoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docxcontoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docx
contoh-kisi-kisi-bahasa-inggris-kelas-9.docx
 
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
RENCANA + Link2 MATERI Training _"SISTEM MANAJEMEN MUTU (ISO 9001_2015)".
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.pptPenyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
Penyuluhan DM Tipe II Kegiatan Prolanis.ppt
 

Materi kuliah Ekstraksi-Dan-Isolasi.ppt

  • 2. CO2 hn photosynthesis Glucose (6 carbons) starch glycolysis phosphoenol pyruvate (PEP) (3 carbons) acetyl- coenzymeA (2 carbons) citric acid cycle energy (ATP) + CO2 + H2O C H3 C O CH2 C O CH2 polyketides acetogenins lipids fatty acids mevalonic acid terpenes steroids carotenoids O O O H CH3 erythrose- 4-phosphate shikimic acid anthanilic acid phenylalanine tyrosine alkaloids tryptophan oxalo- acetate lysine ornithine aspartic acid nicotinic acid phenylpropanes glutamic acid NH3 O OH O OH OH CH2OH O O O OH OH CH2OH O O O OH OH CH2OH n O OH OH OH OH CH2OH COOH HO OH OH CHO CHOH CHOH CH2OP COOH NH2 CHO CH CH2OP OH CHO C CH2OP O CH2 C COOH OP H3C C SCoA O O O O O HO CH3
  • 3. PENDAHULUAN  Tumbuhan sebagai sumber bahan obat.  Perkembangan teknologi.  Tahapan pengolahan bahan baku - Ekstraksi - Isolasi - Penentuan struktur kimia
  • 4.  Papaver (4.000 SM) - kodein, morfin, papev.  Digitalis (1.500 SM) - digitoksin, digoksin  Ergot ( 994 ) - ergotamin, ergonovin  Cinchona (1.638 ) - kinin, kinidin  Ipecacuanha (1.658 ) - emetin  Salix (1.736 ) - salisilat  Solanaceae (1.832 ) - atropin, skopolamin  Ephedra (1.923 ) - efedrin  Rauwolfia (1.950 ) - serpasil  Vinca (1.957 ) - vinblastin, vinkristin  Artemesia annua (168 SM)- artemisin
  • 5. 5 ALUR PENCARIAN B. AKTIF DARI TUMBUHAN Tumbuhan Simplisia (Skrining fitokimia, Ekstraksi) Ekstrak (Uji bioaktivitas, Separasi) Fraksi (Uji bioaktivitas, Pemurnian) Isolat (Uji bioaktivitas, Identifikasi) ….?? ?
  • 6. EKSTRAKSI KANDUNGAN KIMIA  DEFENISI EKSTRAKSI: Proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan atau mineral. Cairan Penyari Sel ekstrak
  • 7. Target of the extraction  An unknown bioactive compound.  A known compound present in an organism.  A group of compounds within an organism that are structurally related.  All secondary metabolites produced by one natural source that are not produced by a different ‘‘control’’ source, e.g., two species of the same genus or the same species grown under different conditions.  Identification of all secondary metabolites present in an organism for chemical fingerprinting or metabolomics study.
  • 8. Tujuan ekstraksi  Senyawa bioaktif yang telah diketahui.  Senyawa yang dikenal dalam organisme.  Kelompok struktur senyawa yang terkait dengan organisme  Metabolit sekunder spesifik bagi satu sumber alam, misalnya, dua spesies dari genus yang sama atau spesies yang sama tumbuh di bawah kondisi berbeda.  Identifikasi semua metabolit sekunder yang ada dalam organisme dengan kimia sidik jari atau studi metabolomik.
  • 9. 9 EKSTRAKSI Pengambilan bahan aktif dari bagian/seluruh bagian tumbuhan dengan pelarut tertentu Macam-Macam Ekstrak EKSTRAK TOTAL EKSTRAK PARSIAL
  • 10. 10 FAKTOR2 YANG BERPENGARUH • Bahan Awal • Pelarut (Menstruum) • Cara/Metode
  • 12. BAHAN AWAL 1. SEGAR : umum tumbuhan mengandung glikosida yang dapat diuraikan oleh enzim, sehingga perlu inaktivasi inaktivasi enzim: - didihkan air 20 menit - didihkan alkohol 20 menit - didihkan dengan aseton - ekstraksi pH 1-2 - ekstraksi pada suhu rendah
  • 13. BAHAN AWAL 2. KERING/SIMPLISIA, tujuan mengurangi kadar cairan (air) dengan maksud menghin- dari reaksi enzimatis (<10%) dan pertum- buhan mikroba, sehingga awet AKIBAT Volume cairan sel, isi sel akan berkurang dan terjadi: - dinding sel berkerut - terbentuk rongga udara - zat larut menjadi tidak larut (mengkristal)
  • 14. BAHAN AWAL MELEMBABKAN, - 2 x volume dan 5 – 15 menit, tujuan kembalikan kondisi sel ke keadaan semula - dinding sel bersifat permiabel - rongga udara hilang, karena ruang sel terisi kembali - zat menjadi larut kembali
  • 16. 16 JENIS-JENIS PELARUT Air Hidrokarbon alifatis (PE,heksan) Kloro hidrokarbon (Diklormetan, Triklormetan) Alkohol (Etanol, metanol, isopropanol) Asam karboksilat Ester Ether Minyak
  • 17. Sifat-sifat “solvent” yang digunakan: 1. “Volatility”, “Flammability” dan “Boiling point” · “Boiling point” memberi gambaran kemudahan diuapkan dengan sedikit pemanasan · Tetapi semakin mudah menguap, semakin dibutuhkan penangan lebih serius · Penggunaan eter, dihindari (flammable & peroxides) 2. Toksisitas · Sifat toksisitas terhadap operator/pelaku · Kloroform & eter menyebabkan depresi pernafasan serta anestesia · Acetonitrile & metanol- beracun · Karbontetraklorida - hepatotoksik · Benzen -- karsinogenik · Beberapa “solvents” defatting skin dermatologik · Kontak dengan solvent harus maksimal dihindari
  • 18. Sifat-sifat……… 3. Reaktivitas · Beberapa solvents cukup reaktif, sehingga mudah terbentuk artefacts. Mis: solvents dengan gugus –C=O (aseton, metiletilketon dapat bereaksi dengan senyawa nukleofil; metanol, etanol dapat menyebabkan alkilasi 4. Harga /“Cost” · Digunakan solvent dengan kemampuan hampir sama dengan harga lebih murah · Petroleum eter lebih murah dibanding n-heksana, keduanya mempunyai kemampuan sama
  • 19. Solvent recycling:  “Solvent recycling” sangat penting dalam pertimbangan lingkungan (ekologi) dan ekonomi  “Recovery” dan penggunaan non azeotrop solvent (mis. Kloroform: metanol 1:1 v/v) baik, tetapi pemisahan menjadi komponennya sulit & mahal  Sehingga lebih disukai solvent tunggal
  • 20. METODA EKSTRAKSI & PEMURNIAN 1. Senyawa yang akan diekstraksi  Dapat mengikuti prosedur yang telah dipublikasi  Dengan modifikasi sesuai dengan kebutuhan atau mengikuti persyaratan-persyaratan 2. Species dari bahan material  Prosedur dapat dilakukan mengikuti klas senyawa aktif/senyawa interest  Diikuti dengan uji kromatografi
  • 21. 3. Pemakaian di masyarakat (Ethnopharmacology) Disesuaikan dengan penggunaan di masyarakat yang pada umumnya dilakukan dengan merebus 4 Belum pernah dilaporkan sebelumnya  Dilakukan berdasarkan hasil skrining (random ataupun selektif) aktivitas  Pada umumnya hanya satu atau dua macam ekstrak untuk setiap species yang berbeda kepolaranya METODA EKSTRAKSI & PEMURNIAN
  • 22. Sifat-sifat senyawa yang diekstraksi: 1. Polaritas · Senyawa aktifnya telah atau belum diketahui, prinsip kerja adalah “Like dissolves like”, Pelarut polar akan melarutkan senyawa polar 2. Effek PH · Senyawa yang terionisasi harus menjadi pertimbangan · Kelarutan senyawa dalam temperatur tinggi akan naik karena solvent lebih dapat penetrasi pada jaringan tanaman Senyawa Phenol, & asam organik - asam · Untuk mendapatkan hasil optimum, PH harus diatur · Contoh : Alkaloida --- basa/alkalis Walau demikian, harus dilakukan hati-hati karena adanya ester atau glikosida dapat pecah karena pengaturan pH 3. Thermostabilitas · Adanya senyawa yang kurang stabil, kemungkinan terjadi “Artefacts”
  • 23. Jenis ekstrak yang akan digunakan:  Jenis ekstrak yang akan digunakan turut menentukan metoda ekstraksi.  Pada penggunaan ekstrak dimaksudkan untuk makanan & obat, terdapat batasan sisa solvent yang tergantung pada sifat ketoksikan residu.  Ekstrak yang digunakan untuk bioassay, kriteria khusus harus diperhatikan karena pada umumnya bioassay dilaksanakan dalam “aquaeous” media. Salah satu alternatif digunakan DMSO untuk melarutkan ekstrak yang non polar.
  • 24. EKSTRAKSI KANDUNGAN KIMIA  METODE EKSTRAKSI 1. Maserasi 2. Perkolasi 3. Refluks 4. Soxhlet 5. Destilasi Uap Air 6. Ultrasound-assisted solvent extraction 7. Pressured-solvent extraction 8. Supercritical Fluid Extraction
  • 25. METODE EKSTRAKSI 3 Metode Ekstraksi  Proses yang menghasilkan keseimbangan konsentrasi antara larutan dan residu padat Contoh : Maserasi, digesti, ultrasonic extraction, dll  Proses Ekstraksi seksama/menyeluruh Contoh : Perkolasi, Countercurrent extraction.  Ekstraksi dengan Gas superkritis
  • 26.  Proses Tersarinya Senyawa Aktif : 1. Tidak Berkesinambungan : - Maserasi - Destilasi uap air 2. Berkesinambungan : - Perkolasi - Soxhletasi - Reflux METODE EKSTRAKSI
  • 27. Didasarkan Pada Suhu 1. Penyarian Panas - Destilasi Uap Air (Steam Destillation) - Reflux - Soxhlet 2. Penyarian Dingin - Maserasi - Perkolasi - Soxhlet METODE EKSTRAKSI
  • 29. 29 MASERASI Penyarian dengan menggunakan pelarut beberapa hari (3-5 hari) dengan pengadukan (tidak kontinu) Sesuai untuk bahan aktif yang mudah larut dalam cairan penyari Simplisia tidakmengandung musilago dan bahan lain yan mudah mengambang. Simplisia tidak keras, daun dan bunga (+) Cara pengerjaan dan peralatan sangat sederhana dan mudah (-) Pengerjaan lama dan penyarian kurang sempurna
  • 30. Modifikasi Kinetic Maceration: Maserasi dengan pengadukan konstan dan kontinu Digesti : Maserasi dengan pemanasan (40-50 C) Remaserasi Maserasi melingkar MASERASI
  • 32. - PRINSIP : serbuk dialiri cairan penyari - serbuk ditempatkan pada silinder bagian bawah cairan penyari dialiri dari atas ke bawah lewat serbuk - gerakan ke bawah oleh karena gravitasi, kohesi dan berat cairan diatas dikurangi gaya kapiler yang menahan - catatan : kecepatan menetes harus seimbang penambahan pelarut, dijaga agar tetap ada selapis pelarut di atas simplisia PERKOLASI
  • 34. PRINSIP : Air dipanaskan akan menguap, uap air masuk ke dalam labu sampel, minyak atsiri akan terbawa bersama uap air, sampai dikondensor,terkondensasi, turun lewat pipa alonga, masuk kedalam corong pisah dan akan memisah air dan minyak atsiri DESTILASI UAP AIR
  • 35. REFLUKS 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 10 2 3 4 5 6 7 8 9 11 1 2 3 4 7 6 5 8 9 CONDENSORS
  • 36. - termasuk cara panas - berkesinambungan - senyawa tahan panas - tekstur keras, batang akar, korteks, biji, dll REFLUKS
  • 38. SOXHLET 3 1 11 2 3 4 5 6 7 8 9 1 10 2 3 4 5 6 7 8 9 1 10 1 2 7 8 6 10 11 4 5 12 9
  • 39. - cara berkesinambungan - PRINSIP KERJA : cairan penyari dipanas kan, menguap lewat pipa samping sampai pada kondensor, mengembun, turun kesampel dan mengekstraksi, setelah sifon penuh, terjadi sirkulasi - Ekstraksi selesai kalau cairan disifon tidak berwarna atau tidak bernoda jika di KLT. - Sirkulasi terjadi karena faktor kapilerisasi, adesi-kohesi dan gravitasi SOXHLET
  • 40. Ultrasound-assisted solvent extraction  This is a modified maceration method where the extraction is facilitated by the use of ultrasound (high-frequency pulses, 20 kHz).  Ultrasound is used to induce a mechanical stress on the cells through the production of cavitations in the sample.  The cellular breakdown increases the solubilization of metabolites in the solvent and improves extraction yields.  The efficiency of the extraction depends on the instrument frequency, and length and temperature of sonication.  Ultrasonification is rarely applied to large-scale extraction; it is mostly used for the initial extraction of a small amount of material.  It is commonly applied to facilitate the extraction of intracellular metabolites from plant cell cultures
  • 41.  Modifikasi ekstraksi metode maserasi dengan menggunakan alat US (gelombang suara frekuensi tinggi, >20 kHz).  US dengan getaran mekanik akan membuat sel berlubang.  Ekstraksi metabolit meningkat krn pelrut mudah masuk dalm sel  Ekstraksi tergantung pada frekuensi dan suhu  US jarang diterapkan untk skala besar, tapi ekstraksi, awal sejumlah kecil bahan.  Umumnya digunakan untuk ekstraksi metabolit intraseluler kultur sel tanaman Ekstraksi Ultrasound (US) dengan pelarut
  • 42.  Penyarian dengan menggunakan gelombang suara (ultrasonik, Frek > 20 Khz)  Prinsip  Meningkatkan permeabilitas dinding sel  Membentuk cavity ( lubang-lubang)  Meningkatkan tekanan mekanik  Dapat menyebabkan rusaknya bahan aktif akibat oksidasi  Ekstrak dapat tercemar oleh trace metal  High Energy Cost untuk penggunaan large scale Ultrasound-assisted solvent extraction
  • 44. PRESSURIZED SOLVENT EXTRACTION  Pressurized solvent extraction, also called ‘‘accelerated solvent extraction,’’ employs temperatures that are higher than those used in other methods of extraction, and requires high pressures to maintain the solvent in a liquid state at high temperatures.  It is best suited for the rapid and reproducible initial extraction of a number of samples.  An additional advantage is that the technique can be programmable, which will offer increased reproducibility.  However, variable factors, e.g., the optimal extraction temperature, extraction time, and most suitable solvent, have to be determined for each sample.
  • 45. EKSTRAKSI PELARUT BERTEKANAN  Ekstraksi dengan pelarut bertekanan, ''ekstraksi pelarut dipercepat,'' metode ini menggunakan suhu dan tekanan dari biasanya untuk menjaga pelarut dalam keadaan cair.  Cocok untuk ekstraksi awal dari sejumlah sampel untuk direproduksi.  Keuntungan lain : bahwa teknik ini dapat diprogram, untuk meningkatkan reproduktisi  Kesulitan, faktor variabel suhu dan tekanan bagi pelarut dan sampel
  • 46. Supercritical Fluid Extraction  Supercritical fluids (SCFs) are increasingly replacing organic solvents, e.g., n-hexane, dichloromethane, chloroform, and so on, that are conventionally used in industrial extraction, purification, and recrystallization operations because of regulatory and environmental pressures on hydrocarbon and ozone-depleting emissions.  In natural product extraction and isolation, supercritical fluid extraction (SFE), especially that employing supercritical CO2, has become the method of choice.  Sophisticated modern technologies allow precise regulation of changes in temperature and pressure, and thus manipulation of solvating property of the SCF, which helps the extraction of natural products of a wide range of polarities.  The critical point of a pure substance is defined as the highest temperature and pressure at which the substance can exist in vapor–liquid equilibrium.  At temperatures and pressures above this point, a single homogeneous fluid is formed, which is known as supercritical fluid (SCF).  SCF is heavy like liquid but has the penetration power of gas
  • 47. Superkritis Cair-Gas Extraction  Cairan superkritis (SCFs) mendesak pelarut organik (n- heksana, diklorometana, kloroform dsb) yang secara konvensional digunakan dalam industri ekstraksi, karena pada pemurnian dan rekristalisasi melepaskan hidrokarbon yang dapat merusak lingkungan utamanya ozon  Ekstraksi dan isolasi produk alami dengan cairan superkritis (SFE), terutama yang menggunakan CO2 superkritis, merupakan metode pilihan.  Teknologi modern yang canggih memungkinkan perubahan yang tepat dari suhu dan tekanan, untuk membantu SCF pelarut, sehingga ekstraksi produk alami dengan berbagai polaritas dapat dilakukan.  Titik kritis dari suatu zat murni didefinisikan sebagai suhu dan tekanan tertinggi satu substansi bisa eksis dalam keseimbangan uap-cair  Pada suhu dan tekanan di atas titik ini, cairan homogen tunggal terbentuk, yang dikenal sebagai fluida superkritis (SCF).  SCF berat seperti cairan tapi memiliki daya tembus gas
  • 48.
  • 49. Principle of Solvent-Free Extraction Process: A Typical Supercritical CO2 System  Liquid CO2 is forced into supercritical state by regulating its temperature and pressure.  Supercritical CO2 has solvent power and extracts predominantly lipophilic and volatile compounds.  Gaseous CO2 returns to CO2 tank. After a full round, the new extraction starts with circulating CO2.
  • 50. Prinsip Pelarut Bebas Proses Ekstraksi: Sistem CO2 Khas Supercritical  Dengan mengatur suhu dan tekanan maka pada keadaan superkritis CO2 berbentuk cair.  Pelarut CO2 superkritis memiliki kekuatan mengekstrak dominan senyawa lipofilik dan volatile.  Setelah mengekstraksi sempurna gas CO2 kembali ke tangki CO2.
  • 51. The main advantages of using SCFs  inexpensive,  contaminant-free,  selectively controllable,  and less costly to dispose safely than organic solvents.  Oxidative and thermal degradation of active compounds is much less likely in SFE than inconventional solvent extraction and steam distillation methods.  SCFs can have solvating powers similar to organic solvents, but with higher diffusivities, lower viscosity, and lower surface tension
  • 52. Keuntungan utama dari menggunakan SCFs  murah,  bebas kontaminan,  selektif terkendali,  lebih murah dan aman dibuang dari pelarut organik.  Dengsn SFE lebih kecil kemungkinan terjadinya degradasi oksidatif dan termal senyawa aktif dibanding metode ekstraksi dengan pelarut organik destilasi uap.  SCFs memiliki solvating kekuatan mirip dengan pelarut organik, tetapi dengan diffusivities lebih tinggi, viskositas tegangan permukaan lebih rendah
  • 53. Important Factors in SFE Method Development  The solubility of the target compound(s) in supercritical CO2 or other SCF has to be determined.  The effect of cosolvents on the solubility of the target compound(s) needs to be determined.  The effect of matrix, either has the analyte lying on its surface (adsorbed), or the analyte is entrained in the matrix (absorbed), has to be considered carefully.  The solvating power of SCF is proportional to its density, which can be affected by any temperature change for any given pressure. Therefore, strict temperature control has to be in place.  The partition coefficient of the analyte between CO2 and the matrix, which is often affected by the flow rate, has to be considered. Higher flow rates and longer extraction time may be necessary to sweep the analyte out of the extraction chamber. Lower flow rates may be applied if the kinetics of the system are slow.  Careful consideration has to be given in choosing appropriate modifiers
  • 54. Faktor Penting dalam Pengembangan Metode SFE  Kelarutan senyawa target (s) dalam SCF CO2 superkritis harus ditentukan.  Pengaruh cosolvents pada kelarutan senyawa target (s) perlu ditentukan.  Pengaruh matriks, baik memiliki analit berbaring di permukaannya (teradsorpsi), atau analit yang entrained dalam matriks (diserap), harus dipertimbangkan dengan hati-hati.  Kekuatan solvating dari SCF sebanding dengan kepadatan, yang dapat dipengaruhi oleh perubahan temperatur untuk setiap tekanan yang diberikan. Oleh karena itu, kontrol suhu yang ketat harus berada di tempat.  Koefisien partisi dari analit antara CO2 dan matriks, yang sering dipengaruhi oleh laju aliran, harus dipertimbangkan. Laju aliran yang lebih tinggi dan waktu ekstraksi lagi mungkin diperlukan untuk menyapu analit keluar dari ruang ekstraksi. Tingkat aliran lebih rendah dapat diterapkan jika kinetika sistem yang lambat.  Pertimbangan cermat harus diberikan dalam memilih pengubah yang sesuai
  • 55. SFE of Taxol From Pacific Yew Tree  Taxol, one of the most commercially successful and effective anticancer natural product drugs, is a complex diterpene isolated from the Pacific yew tree (Taxus brevifolia). The SFE protocol for the extraction of Taxol from the bark was introduced by Georgia Tech, Athens, GA •About 50% of the Taxol present in the bark was selectively extracted using a CO2–EtOH mixture as opposed to 25% extraction with supercritical CO2 alone.
  • 56. SFE dari Taxol Dari Pacific Yew Tree  Taxol, salah satu obat antikanker produk alami paling sukses dan efektif sudah dikomersialkan, merupakan diterpen kompleks diisolasi dari pohon yew Pasifik (Taxus brevifolia). Protokol SFE untuk ekstraksi Taxol dari kulit kayu ini diperkenalkan oleh Georgia Tech, Athens •Sekitar 50% Taxol sekarang diekstraksi dari kulit Taxus brevifolia menggunakan campuran CO2 - EtOH dibandingkan dengan ekstraksi 25% dengan CO2 superkritis saja.
  • 57. 57 VORTICAL (TURBO) EXTRACTION Bahan dan pelarut diaduk dengan kecepatan tinggi (high speed mixer/homogenizer) Bahan semakin halus karena ada pengecilan ukuran partikel selama proses, sehingga meningkatkan luas permukaan bahan dengan cairan penyari Penyarian lebih baik dan waktu lebih singkat dari maserasi Cukup beresiko untuk bahan yang termolabil Pemisahan antara cairan penyari dengan residu jauh lebih sulit Tidak efektif untuk large scale.
  • 58. 58 Extraction by Electrical Energy Penyarian dengan mengunakan tenaga listrik Prinsip Membuat cavity Menyebarkan tekanan gelombang yang dihasilkan oleh listrik dengn kecepatan Ultrasonic
  • 59. 59 PENGUAPAN/PEMEKATAN EKSTRAK  Rotary evaporator (pelarut organik, Airsulit)  Ekstrak kental Labu destilasi Labu penampung solven Kondensor Motor pemutar labu Pengatur suhu dan kecepatan Water bath
  • 60.  Penurunan titik didik solven dengan cara penurunan tekanan (pompa vakum)  Pemutaran labu meningkatkan permukaan penguapan  e.x : Etanol terdestilasi suhu 30 C dengan cepat PRINSIP KERJA ROTAVAPOR
  • 61. ISOLASI KANDUNGAN KIMIA  DEFENISI ISOLASI: Suatu metode untuk menarik dan memisah- misahkan kandungan kimia dari tumbuhan dengan menggunakan pelarut tertentu.
  • 62. Kromatografi Suatu teknik pemisahan komponen dari suatu campuran menggunakan prinsip perbedaan distribusi komponen tsb dalam 2 fase, fase gerak dan fase diam. Pemisahan • Analisis • Identifikasi • Kemurnian • Kuantifikasi Komponen Campuran
  • 64. Berdasarkan fasa geraknya: • Liquid Chromatography • Gas Chromatography Klasifikasi Kromatografi Berdasarkan fasa diamnya (interaksi komponen dengan fasa diam): • Partition Chromatography • Adsorption Chromatography
  • 65.  A. Perbedaan kecepatan migrasi 1. Adsorpsi 2. Partisi 3. Penukar ion 4. Elektroforesis 5. Gel – Fitrasi  B. Alat yang digunakan 1. Kolom 2. Kertas 3. Lapis tipis  C. Fasa yang digunakan 1. Gas – cair 2. Gas – padat 3. Padat - cair Klasifikasi Kromatografi
  • 66. Klasifikasi Metode Kromatografi GSC GLC GAS SFC NP RP IEC GPC GFC SEC Column TLC Paper Planar LIQUID CHROMATOGRAPHY
  • 67. 67 Kromatografi yang sering digunakan  Kromatografi Kertas  Kromatografi Lapis Tipis  KCKT  KGC
  • 68. 68  Pemilihan metode kromatografi didasarkan:  Sifat Kelarutan  Sifat keatsirian  Kromatografi Kertas:  Mudah larut dlm air (Karbohidrat, asam amino, senyawa fenolat, asam organik, basa asam nukleat  KLT:  Mudah larut dlm lipid (Lipid, steroid, karotenoid, klorofil)  KGC  Mudah teratsirikan (Minyak atsiri, monoterpena, sesquiterpena, asam lemak)  KCKT  Sulit teratsirikan
  • 69. KROMATOGRAFI KERTAS (KKt)  1. KERTAS - murni selulosa, tanpa lignin atau kotoran lain - ukuran 18 x 22 inci atau pita 2,5 cm - aliran cepat (Whatman 4, 54 dan 540), sedang (Whatman 1, 7), lambat (Whatman 2 dan 20)  2. SPOTTING,dilakukan dengan mikropipet (1-5 l) dikeringkan segera agar tidak lebar  3. ELUEN / PELARUT, perbandingan tergantung dari noda yang didapat, campuran air-fenol jenuh, BuOH – NH4OH, aseton – air dan BAW
  • 70.  4. PEWARNAAN, diperlukan penampak noda untuk melihat noda, sebaiknya dengan sinar UV, uap, penampak noda yang lain  5. ANALISA KUALITATIF, nilai Rf, perbandingan antara jarak noda dan jarak eluen  6. ANALISA KUANTITATIF, membandingkan luas spot yang timbul dibanding dengan standar baku dibuat dalam grafik konsentras Vs luas spot METODE : - Ascending Chromatogrphy - Descending Chromatography - Horizontal Chromatography
  • 71. 71 Contoh: Isolasi Flavonoid •Eluen : BAW (Butanol:Asam Asetat: Water)  4:1:5 (lapisan atas) •Penampak noda  Uap amoniak kuning intensif •Ambil bagian yang kuning dipotong kecil-kecil •Ekstraksi
  • 72. 72 Kromatografi Lapis Tipis  Eluasi : Asending (satu atau dua arah)  Fase diam: Selulosa, silika gel, celite, Poliamida, sephadex  KLT analitik: tebal 0,1-0,25 mm  KLT Preparatif: tebal ad 1 mm
  • 73. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT) Keuntungan : 1. Pengerjaan cepat 2. Dapat untuk asam dan basa kuat (KKt, tidak dapat) 3. Lebih sensitif, dapat 10-9 g sampel 4. Alat sederhana 5. Mudah digunakan
  • 74. silica gel - silicon dioxide (SiO2)x (a common, inexpensive stationary phase) bulk (SiO2)x These exposed OH units give silica gel a relatively polar surface. surface Fasa diam yg digunakan: O O O | | | -O-Si-O-Si-O-Si-O-H | | | O O O | | | -O-Si-O-Si-O-Si-O-H | | | O O O
  • 75. 4. VISUALISASI BERCAK  Langsung / mata telanjang  Lampu UV  Uap iodin  Reagen penyemprot  Media bakteri
  • 76. Spray Reagents for Natural Product TLC Visualization
  • 77.
  • 78. Tentukan Retention factors(Rf) masing2 bercak. distance spot has moved distance solvent has moved ____________ ___________ Rf = = X Y distance spot has moved distance solvent has moved _______________________ Rf = = Z Y distance spot has moved distance solvent has moved _______________________ Rf = = T Y 5. INTERPRETASI HASIL Y X Z Z T
  • 79. Troubleshooting KLT  Bercak tidak membulat (mbleber)  Sampel terlalu pekat. Kembangkan lagi KLT setelah sampel diencerkan.  Sampel terlalu banyak mengandung komponen. Perlu dilakukan partisi terhadap sampel.  Tidak nampak bercak  Sampel terlalu encer. Pekatkan sampel, atau tambahkan volume sampel yang ditotolkan.  Beberapa senyawa memang tidak menunjukkan pemadaman di bawah lampu UV. Pakailah reagen semprot untuk menampakan bercak (biasanya uap iodin atau serium sulfat)
  • 80. Troubleshooting KLT  Garis batas atas (akhir eluen) tidak rata  Chamber tidak/kurang jenuh eluen (penjenuhan kurang optimum).  Pemasangan plat dalam chamber tidak pas (miring).  Bercak berekor  Senyawa mengandung gugus yang bersifat asam atau basa kuat (amina atau asam karboksilat). Tambahkan beberapa tetes NH4OH (amina) atau asam asetat (asam karboksilat) pada eluen.
  • 81. Aplikasi KLT  ANALISIS KUALITATIF  Bercak dibandingkan Rf-nya dengan baku.  Menggunakan reagen penyemprot untuk menentukan golongan senyawa (dragendorf, lieberman-burchat, AlCl3, dll).  ANALISIS KUANTITATIF  Perlu beberapa totolan larutan baku (yg berbeda konsentrasi/volume penotolannya) untuk membuat kurva baku.  Bercak dianalisis densitasnya dengan densitometer untuk kuantifikasi.
  • 82. Troubleshooting KLT  Bercak tidak membulat (mbleber)  Sampel terlalu pekat. Kembangkan lagi KLT setelah sampel diencerkan.  Sampel terlalu banyak mengandung komponen. Perlu dilakukan partisi terhadap sampel.  Tidak nampak bercak  Sampel terlalu encer. Pekatkan sampel, atau tambahkan volume sampel yang ditotolkan.  Beberapa senyawa memang tidak menunjukkan pemadaman di bawah lampu UV. Pakailah reagen semprot untuk menampakan bercak (biasanya uap iodin atau serium sulfat) Alam
  • 83. Troubleshooting KLT  Garis batas atas (akhir eluen) tidak rata  Chamber tidak/kurang jenuh eluen (penjenuhan kurang optimum).  Pemasangan plat dalam chamber tidak pas (miring).  Bercak berekor  Senyawa mengandung gugus yang bersifat asam atau basa kuat (amina atau asam karboksilat). Tambahkan beberapa tetes NH4OH (amina) atau asam asetat (asam karboksilat) pada eluen. Alam
  • 84. Aplikasi KLT  ANALISIS KUALITATIF  Bercak dibandingkan Rf-nya dengan baku.  Menggunakan reagen penyemprot untuk menentukan golongan senyawa (dragendorf, lieberman-burchat, AlCl3, dll).  ANALISIS KUANTITATIF  Perlu beberapa totolan larutan baku (yg berbeda konsentrasi/volume penotolannya) untuk membuat kurva baku.  Bercak dianalisis densitasnya dengan densitometer untuk kuantifikasi.
  • 85. Preparative Thin-Layer Chromatography (PTLC) Advantages: 1. Cost effective compared to the instrumentation required, for example, HPLC or CCC. 2. A simple technique that requires little training or knowledge of chromatography to be used. 3. An analytical method may be easily scaled up to a preparative method. 4. Ability to isolate natural products quickly in the milligram to gram range. 5. Flexibility of solvent and stationary phase choice, i.e., the solvent system can be changed quickly during a run. 6. The separation can be optimized readily for one component, i.e., it is relatively easy to ‘‘zero in’’ on a particular product. 7. Methods are quickly developed. 8. A large number of samples can be analyzed or separated simultaneously. Disadvantages: 1. Poor control of detection when compared to HPLC. 2. Poor control of elution compared to HPLC. 3. Loading and speed are poor compared to VLC. 4. Multiple development methods to isolate grams of material may be time consuming. 5. Restricted to simple sorbents, such as silica, alumina, cellulose, and RP-2.
  • 86. Preparative Thin-Layer Chromatography (PTLC) KEUNTUNGAN: 1. Biaya lebih murah dibanding dengan metode HPLC or CCC. 2. Teknik kromatografi sederhana sehingga hanya membutuhkan sedikit pengetahuan dan latihan. 3. Suatu metode analisis dapat ditingkatkan ke PTLC 4. Kemampuan isolasi produk alami cepat dari mg spi gram 5. Fleksibilitas pilihan fase gerak dan diam, dpt diubah cepat 6. Pemisahan dpt dioptimalkan dengan mudah satu komponen, relatif mudah “zero ini” utk produk tertentu 7. Metode dapat dikembangkan. 8. Dengan pemilihan fase dian dan gerak yg tepat pemisahan dapat tercapai 9. Sejumlah besar sampel dapat dianalisis secara bersamaan or terpisah
  • 87. Preparative Thin-Layer Chromatography (PTLC) KERUGIAN: 1. Kontrol deteksi lebih jelek dibanding HPLC. 2. Kontrol elusi lebih jelek HPLC. 3. Proses pengerjaan dan kecepatannya lebih jelek VLC. 4. Metode pengerjaan beberapa isolasi gram memerlukan waktu. 5. Sorbent terbatas , silika, alumina, selulosa dan RP-2. Preparative Thin-Layer Chromatography (PTLC)
  • 88. KLT Dua Dimensi  Sering digunakan skrining campuran kompleks  Elusi pertama noda ekstrak akan naik normal, keringkan  Elusi kedua dgn memutar 900  Pada elusi kedua dikembang dengan eluen kedua
  • 89.
  • 91. Kromatografi Sentrifus Prefaratif Lapis Tipis  Dibanding dengan PTLC, maka : 1. Pemisahan lebih baik 2. Pengerjaan dan penggantian pelarut lebih cepat (putaran mesin) 3. Jumlah bahan lebih banyak (1-2 g)  Contoh alat merek Chromatotron (Harrison, Model 7924) dignk Khan dkk memisahkan diterpen klerodan dari Zuelania guidonia  Ampofo & Waterman memisahkan quasinoida sitotoksik ailantinon, 2-asetil glaukarubinon dan alkaloida 8- hidroksikantin-6-on dari Odyendyea gabonensis (Simarubaceae)
  • 92. Kromatografi Sentrifus Prefaratif Lapis Tipis  Teknik penyiapan/pengerjaannya:  Pembuatan plat silika gel tebal 2 or 4 mm 1. Silika (Kieselgel 60 PF254 Merck Art 7749) 2. Untuk 2 mm – 65 g dan 4 mm – 100 g 3. Pengikat Kalsium Sulfat 2 mm – 4 g, 4 mm – 6 g 4. Bahan dicampur/dibuat bubur ada homogen 5. Tuangkan ke plat sambil diketuk2 (menghilang- kan gelembung udara) 6. Keringkan diudara 30’ 7. Keringkan oven 500 C 12 jam
  • 93. 93 KROMATOGRAFI KOLOM  Kolom konvensional elusi berdasarkan gaya gravitasi  Kromatografi Cepat  Vacum Liquid Chromatography  Eluasi dengan bantuan pompa  Eluasi bisa secara gradien  Kromatografi Cair Kinerja Tinggi  Volume injeksi >> besar  Kolom juga jauh lebih besar dan panjang  Eluat dapat ditampung
  • 95. 95  Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom Langkah-langkah untuk fraksinasi dengan kromatografi kolom adalah sebagai berikut:  Silika gel sebanyak 75 kali bobot ekstrak kurkuminoid dimasukkan dalam Erlenmeyer dan ditambahkan dengan eluen  2 cm diatas permukaan silika gel, dikocok pelan hingga merata dan masukkan dengan hati-hati ke dalam kolom kromatografi yang pada bagian bawahnya telah diberi glass wool. Kolom tersebut kemudian didiamkan selama 1 hari untuk memampatkan dan melihat ada tidaknya keretakan (lihat gambar dibawah ini).
  • 96. 96  Apabila kolom tidak retak, tambahkan eluen 0,5 cm diatas permukaan silika gel dan bila retak ulangi langkah a. Kemudian ke dalam kolom ditambahkan ekstrak kurkuminoid (1% bobot silika) yang telah dicampur dengan silika gel.  Alirkan eluen dan tampung sebanyak  50 ml dalam Erlenmeyer (eluen ini belum membawa zat kimia tanaman sehingga dapat dibuang). Selanjutnya kran dibuka dan diatur penetesannya (1 tetes/detik) dan ditampung dalam vial atau tabung yang telah diberi nomor masing-masing vial 5 ml (lihat gambar dibawah ini).  Pada setiap vial dengan kelipatan 10 dilakukan uji KLT untuk melihat noda yang dihasilkan. Apabila menghasilkan noda yang sama vial-vial tersebut digabung. Penetesan dihentikan apabila vial sudah tidak memberikan noda saat diuji KLT.
  • 98.
  • 99.
  • 100. Hyphenated Techniques The technique developed from the coupling of a separation technique and an on-line spectroscopic detection technology. Hirschfeld introduced the term hyphenation to refer to the on-line combination of a separation technique and one or more spectroscopic detection techniques. This technique, developed from a marriage of a separation technique and a spectroscopic detection technique.
  • 101. Hyphenated Techniques ALKALOIDA Metabolit sekunder tumbuhan, mikroba, hewan ; mengandung nitrogen Inti pirolizidina dan quinolizidina GC-MS Efedrin GC-MS dan GC-FTIR
  • 102. Hyphenated Techniques Kumarin Derivat 1-benzopiran tanaman tingkat tinggi HPLC-PDA sukses menganalisis senyawa fenolik termasuk kumarin Dapat dikopling dgn MS
  • 103. Hyphenated Techniques Karotenoid Merupakan kelompok hidrokarbon (karotin) dan turunan oksigen (xanthofil) HPLC-TLS ---- karotenoid pd 4 fitoplanton laut dan memisahkan diadinoxantin dan diatoxantin
  • 104. Hyphenated Techniques Ekdisteroid Hormon penggantian kulit pada serangga, udang & juga pd tumb Beberapa teknik LC-PDA, LC-MS, CE-MS dan LC-NMR MS-FPT akurat menentukan rumus mol ekdison, 20- hidroksiekdison dan makisteron
  • 105. Hyphenated Techniques M.a dan Komponen Volatile GC-MS teknik tepat mono dan sesquiterpen Mendeteksi 130 komponen m.a pada ramuan Cina
  • 106. Hyphenated Techniques Flavonoid dan Isoflavonoid Terdistribusi luas pada tan tinggi dan rendah termasuk ganggang Bersifat polar (& glikosida) sangat baik pemisahan HPLC Teknik HPLC-PDA merupakan pilihan
  • 107. Hyphenated Techniques Iridoida dan Sekoiridoida  Merupakan siklopentana-(c)-piran monoterpenoid dan glikosidanya  Krn krg kromofor, kecuali terasilasi aromatik HPLC-PDA terbatas  Pilihan LC-MS  LC-NMR, LC-MS-NMR (mahal)
  • 108. Hyphenated Techniques Saponin  Luas pd 100 suku tanaman  Sangat polar dan sulit menguap dan kurang kromofor sulit UV dan PDA  Sistem GC-MS terbatas pd aglikon  Sekrening awal LC-MS, LC-NMR dan CE-MS
  • 109. EKSTRAKSI UNTUK TUJUAN SKRINING AKTIVITAS BIOLOGI/”BIOASSAY”  Penting pada pengerjaan skrining bahan dalam jumlah besar (HTS), yang sifat senyawa aktifnya belum diketahui  Salah satu alternatif adalah mengekstraksi dengan solvent-solvent dengan perbedaan polaritas, sehingga diperoleh 4 ekstrak dari 1 bahan. Tetapi umumnya disukai hanya 2 ekstrak saja yang mempunyai jarak polaritas berbeda (mis. N-heksana/pet. Eter kemudian dengan 70% etanol)
  • 110. Techniques for Detection of Phytochemical Groups in Extracts  Mayer reagent —Solution I: dissolve 1.36 g HgCl2 in 60mL water. Solution II: dissolve 5 g KI in 10mL water. Procedure: combine the two solutions and dilute with water to 100mL. Add a few drops to an acidified extract solution (diluted HCl or H2SO4), and if alkaloids are present, a white to yellowish precipitate will appear. Care should be taken not to agitate the test system, because the precipitate may be redissolved.  Dragendorff reagent —Solution I: dissolve 8.0 g bismuth subnitrate [Bi(NO3)3. H2O] in 30% w/v HNO3. Solution II: dissolve 27.2 g KI in 50mL water. Procedure: combine the solutions and let stand for 24 h, filter, and dilute to 100mL with deionized water. In acid solutions, an orange-brownish precipitate will appear. The alkaloids may be recovered by treatment with Na2CO3 and subsequent extraction with diethyl ether. This reaction may also be performed on a filter paper or on a TLC plate by adding a drop of the reagent onto a spot of the sample.  Wagner reagent —Solution: dissolve 1.27 g I2 (sublimed) and 2 g KI in 20mL water, and make up with water to 100 mL. Procedure: a brown precipitate in acidic solutions suggests the presence of alkaloids.  Ammonium reineckate —Solution: add 0.2 g hydroxylamine to a saturated solution of 4% ammonium reineckate {NH4[Cr(NH3)2(SCN)4].H2O}, and acidify with dilute HCl. Procedure: when added to extracts, a pink precipitate will appear if alkaloids are present. The precipitate is soluble in 50% acetone, which may also be used for compound recrystallization. Alkaloids
  • 111. Sesquiterpene Lactones  Kedde reagent —Solution I: dissolve 2% of 3,5-dinitrobenzoic acid in MeOH. Solution II: 5.7% aqueous KOH. Procedure: add one drop of each solution to 0.2–0.4mL of the sample solution, and a bluish to purple color will appear within 5 min. The solution should not contain acetone, which gives a deep bluish color.  Baljet reagent —Solution I: dissolve 1 g picric acid in 100mL EtOH. Solution II: 10 g NaOH in 100mL water. Procedure: combine solutions I and II (1:1) before use and add two to three drops to 2–3 mg of sample; a positive reaction is indicated by an orange to deep red color.
  • 112.  Shinoda test — Procedure: to an alcoholic solution of the sample, add magnesium powder and a few drops of concentrated HCl. Before adding the acid, it is advisable to add t-butyl alcohol to avoid accidents from a violent reaction; the colored compounds will dissolve into the upper phase. Flavones, flavonols, the corresponding 2,3-dihydro derivatives, and xanthones produce orange, pink, red to purple colors with this test. By using zinc instead of magnesium, only flavanonols give a deep-red to magenta color; flavanones and flavonols will give weak pink to magenta colors, or no color at all.  Sulfuric acid — Procedure: flavones and flavonols dissolve into concentrated H2SO4, producing a deep yellow colored solution. Chalcones and aurones produce red or red-bluish solutions. Flavanones give orange to red colors. Flavonoids
  • 113. Other Polyphenols  Ferric chloride Solution: dissolve 5% (w/v) FeCl3 in water or EtOH. Addition of several drops of the solution to an extract produces a blue, blue- black, or blue-green color reaction in the presence of polyphenols. This is not a specific reagent for tannins, as other phenolic compounds will also give a positive result.  Gelatin-salt test Procedure: for the detection of tannins in solution, dissolve 10 mg of an extract in 6mL of hot deionized, distilled water (filtering if necessary), and the solution is divided between three test tubes. To the first is added a 1% solution of NaCl, to the second is added a 1%-NaCl and 5%-gelatin solution, and to the third is added a FeCl3 solution. Formation of a precipitate in the second treatment suggests the presence of tannins, and a positive response after addition of FeCl3 to the third portion supports this inference.
  • 114. Sterols  Liebermann–Burchard test Solution: combine 1mL acetic anhydride and 1mL CHCl3, and cool to 0C, and add one drop concentrated H2SO4. Procedure: when the sample is added, either in the solid form or in solution in CHCl3, blue, green, red, or orange colors that change with time will indicate a positive reaction; a blue-greenish color in particular is observed for sterols, with maximum intensity in 15–30 min. (This test is also applicable for certain classes of unsaturated triterpenoids.)  Salkowski reaction Procedure: dissolve 1–2 mg of the sample in 1mL CHCl3 and add 1mL concentrated H2SO4, forming two phases, with a red color indicating the presence of sterols.
  • 115. Saponins  When shaken, an aqueous solution of a saponin-containing sample produces foam, which is stable for 15 min or more.  An additional test for saponins makes use of their tendency to hemolyze red blood cells (20,58), although this tendency may be inhibited by the presence of tannins in the extract, presumably because tannins crosslink surface proteins, thereby reducing the cell’s susceptibility to lysis
  • 116. METODA EKSTRAKSI UNTUK KLAS SENYAWA TERTENTU Salah satu faktor penentu metoda ekstraksi adalah tipe senyawa yang akan diekstrak. Dibawah ini beberapa metoda ekstraksi tipe senyawa tersebut:  Dapat pula dengan kloroform, metanol, eter, etanol; tetapi senyawa lain akan ikut ter- ekstraksi
  • 117. MINYAK, LILIN, LEMAK  Minyak (cair) sedang lilin (waxes) dan lemak bentuk padat  Pet. Eter, n-heksana baik untuk mengekstraksi minyak, lilin, lemak  Tipe senyawa ini sering mengganggu proses partisi dan fraksinasi, sehingga sering dipisahkan dulu MINYAK MENGUAP  komponen penyusunnya mono & seskui terpene serta senyawa fenolik  Dapat disari dengan pet. Eter, tetapi lilin, waxes sering ikut; oleh karena itu lebih tepat dilakukan dengan kloroform  Dapat dipisahkan dengan distillasi uap
  • 118. KAROTENOIDA  Pada umumnya tetraterpenoida (40 karbon), dapat dibagi 2 : hidrokarbon dan teroksigenasi  Hidrokarbon-non polar, sehingga dapat diekstraksi dengan pet. Eter; sedang yang teroksigenasi umum mempunyai gugus –OH, - C=O, aldehid, epoksid dsb. sehingga menjadi lebih polar dan dapat diekstraksi dengan etanol dan juga dengan kloroform
  • 119. The literature of alkaloids can conveniently be divided into five sections, dealing with (1) The occurrence and distribution of these substances in plants ; (2) Biogenesis, or the methods by which alkaloids are produced in the course of plant metabolism ; (8) Analysis, ranging from the commercial and industrial estimation of particular alkaloids to the separation, purification and description of the individual components of the natural mixture of alkaloids, which normally occurs in plants ; (4) Determination of structure ; and (5) Pharmacological action. ALKALOID
  • 120. Secara lteratur alkaloid dapat dibagi menjadi lima bagian,; (1)Terbentuk dan terdistribusi di dalam tanaman; (2) Biogenesis, atau metabolisme dalam tanaman; (3) Analisis, estimasi komersial dan industri alkaloid tertentu untuk pemisahan, pemurnian dan deskripsi masing-masing komponen campuran alami alkaloid, biasanya terjadi pada tanaman; (4) Penentuan struktur, dan (5) Farmakologi tindakan. ALKALOID
  • 121. ALKALOIDA  Berisi 1 atau lebih atom –N; bersifat basa  Bentuk basa bebas larut dalam pelarut organik, sebagai bentuk garam larut dalam air  Beberapa hal khusus yang perlu diperhatikan:  Pada PH rendah, ester-ester dapat terhidrolisis  Amonia dapat bereaksi dengan senyawa organik membentuk suatu artefak  Adanya senyawa fenolik pada ekstraksi asam-basa dapat menyebabkan kurang larut dalam pelarut organik  Adanya tanin-tanin, dapat dihilangkan dengan penambahan kalsium hidroksida untuk mengendapkan tannin, sehingga ekstraksi alkaloid dapat dilanjutkan (Qunine tannate) • Analisis Alkaloid
  • 122. During the isolation process, if the activity is lost or reduced to a significant level, the possible reasons could be as follows: 1. The active compound has been retained in the column. 2. The active compound is unstable in the conditions used in the isolation process. 3. The extract solution may not have been prepared in a solvent that is compatible with the mobile phase, so that a large proportion of the active components precipitated out when loading on to the column. 4. Most of the active component(s) spread across a wide range of fractions, causing undetectable amounts of component(s) present in the fractions. 5. The activity of the extract is probably because of the presence of synergy among a number of compounds, which, when separated, are not active individually.
  • 123. Jika aktivitas hilang or berkurang selama proses isolasi yang cukup signifikan, mungkin : 1. Senyawa aktif telah ditahan dalam kolom. 2. Senyawa aktif tidak stabil dalam kondisi yang digunakan dalam proses isolasi. 3. Solusi ekstrak mungkin tidak disusun dalam suatu pelarut yang kompatibel dengan fase gerak, sehingga sebagian besar komponen aktif diendapkan keluar ketika loading ke kolom. 4. Sebagian besar komponen aktif (s) yang tersebar di berbagai fraksi, menyebabkan jumlah yang tidak terdeteksi komponen (s) hadir dalam fraksi. 5. Aktivitas ekstrak ini mungkin karena adanya sinergi antara sejumlah senyawa, yang jika dipisahkan, tidak aktif secara individual.
  • 124. The most desirable of a solvent for recrystallisation
  • 125. 1. Kekuatan melarutkan besar pada bahan yg dimurnikan 2. Harus sedikit melarutkan pd bahan pengotor 3. Harus memberi btk kristal murni 4. Hrs mudah dihilangkan dari gab kristal murni, titik didih rendah Pelarut yang baik untuk re- kristalisasi
  • 126. Pelarut yang baik untuk re-kristalisasi 1.Kekuatan pelarut yang tinggi untuk bahan untuk dibersihkan pada temperatur tinggi dan dibandingkan kekuatan pelarut rendah pada temperatur laboratorium atau rendah 2. Ini harus dihancurkan …..atau ke hanya jumlah yg kecil 3. Harus dalam bentuk kristal dari gabungan yang murni 4. Harus dapat dipindahkan dengan mudah dari gabungan kristal yang murni, yaitu memiliki titik didih yg relatif rendah
  • 127. Purification by Solvent Extraction Using Partition Coefficient  One such separation technique is the solvent partitioning method, which usually involves the use of two immiscible solvents in a separating funnel.  In this method, compounds are distributed in two solvents according to their different partition coefficients.  This technique is highly effective as the first step of the fairly large-scale separation of compounds from crude natural product extracts.
  • 128. Pemurnian dengan Ekstraksi Menggunakan Koefisien Partisi  Salah satu teknik pemisahan adalah metode partisi pelarut, yaitu menggunakan dua pelarut tidak bercampur dalam corong pisah.  Dalam metode ini, senyawa didistribusikan dalam dua pelarut sesuai dengan koefisien partisi yang berbeda.  Teknik ini sangat efektif sebagai langkah pertama dari pemisahan skala besar senyawa dari ekstrak produk alam.
  • 129. CORONG PISAH  Bila suatu sistem terdiri dari dua lapisan zat cair yang tidak bercampur (larut) satu dengan lain, jika ditambahkan senyawa ketiga yang larut ke dalam dua pelarut tersebut, maka akan terdistri busi ke dalam pelarut tersebut dengan perban dingan konsentrasi yang tetap, Hukum Nerst CA / CB = K (konstan, tetap)
  • 131.
  • 132. Sebatas berapa pelarut yang baik dan mak- simum pemisahan dapat diperoleh ?  Diketahui : Larutan berair V ml, mengandung W0 g senyawa yang terlarut. Dieks- traksi dengan pelarut organik S (sol vent) b ml. Jika W1 g adalah berat dari solut tertinggal pada pemisahan pertama, maka konsentrasi yang tertinggal W1 / V g/ml dalam fase Sol dan (W0 – W1) / S yang terekstraksi dalam pelarut organik
  • 133. 1. (W1 / V ) W1.S = K = K (W0 – W1) / S (VW0 – VW1) (W1.S) = (KV.W0 – KVW1) (W1.S) + (KVW1) = (KV.W0) W1 (KV + S) = W0 . KV (KV)1 W1 = W0 (KV + S)1 (KV)n Wn = W0 (KV + S)n
  • 134. Kondisi 2  Diketahui : Setelah terjadi kesimbangan, maka konsentrasi yang tertinggal W2 / V g/ml dalam fase Sol dan (W1 – W2) / S yang terekstraksi dalam pelarut organik
  • 135. 1. (W2 / V ) W2.S = K = K (W1 – W2) / S (VW1 – VW2) (W2.S) = (KV.W1 – KVW2) (W2.S) + (KVW2) = (KV.W1) W2 (KV + S) = W1 . KV (KV)1 W2 = W1 (KV + S)1 (KV)2 W2 = W0 (KV + S)2
  • 136. Kondisi 3  Diketahui : Setelah terjadi kesimbangan, maka konsentrasi yang tertinggal W3 / V g/ml dalam fase Sol dan (W2 – W3) / S yang terekstraksi dalam pelarut organik
  • 137. 1. (W3 / V ) W1.S = K = K (W2 – W3) / S (VW2 – VW3) (W3.S) = (KV.W2 – KVW3) (W3.S) + (KVW3) = (KV.W2) W3 (KV + S) = W2 . KV (KV)1 W3 = W2 (KV + S)1 (KV)3 W3 = W0 (KV + S)3
  • 138.
  • 139. Crystallization as a Separation Method assuming we have a product comprising target component A mixed in with impurities B and C: 1. A sample of the mixture is dissolved in a hot solvent — the solvent is chosen such that B and C are soluble at any temperature reached in the crystallization, while component A is not. 2. Cooling yields a crop of A, separated from components B and C. 3. Steps 1 and 2 are repeated, using fresh solvent each time, until the required degree of separation is achieved (note that one crystallization step from a mixture of compounds does not guarantee a chemically pure crystal product).
  • 140. Kristalisasi sebagai Metode Pemisahan Asumsi kita memiliki produk campuran komponen target A bercampur dengan kotoran B dan C: 1. Contoh campuran dilarutkan dalam pelarut panas , dipilih pelarut melarutkan B dan C pada suhu tertentu dalam kristalisasi, sementara komponen A tidak. 2. Pada pendinginan senyawa A, terpisah dari komponen B dan C. 3. Langkah 1 dan 2 diulang, menggunakan pelarut baru, sampai tingkat pemisahan yang diperlukan dicapai (perhatikan bahwa salah satu langkah kristalisasi dari campuran senyawa tidak menjamin produk kristal kimia murni)
  • 141. Examples of Purification of Natural Products by Crystallization  Crude solanine, extracted from the potato plant, is purified by dissolving in boiling methanol, filtering, and concentrating until the alkaloid crystallizes out.  Naringin is isolated from grapefruit peel by extracting into hot water, filtering and concentrating the filtrate to the extent that naringin crystallizes at fridge temperatures as the octahydrate (melting point 83C). Recrystallization from isopropanol (100mL to 8.6 g naringin) yields the dihydrate (melting point 171C). The di- and octahydrate compounds are examples of crystalline solvates.  Piperine is extracted from powdered black pepper with 95% ethanol. The extract is filtered, concentrated, 10% alcoholic KOH added, and the residue formed is discarded. The solution is then left overnight to yield yellow needles of piperine.  Capsanthin is isolated from red pepper or paprika. A 20mL volume of concentrated ether extract diluted with 60mL petroleum and left to stand for 24 h in a fridge produces crystals of almost pure capsanthin.  Salicin is extracted from willow bark into hot water. The solution is filtered and concentrated and the tannin removed by treatment with lead acetate; further concentration and cooling yields salicin crystals.  It is also worth highlighting the potential use of derivatives in fractional crystallizations, for example, picrates of alkaloids and osazones of sugars.
  • 142. Contoh Pemurnian Natural Products oleh Kristalisasi  Solanin, diekstraksi dari tanaman kentang, dimurnikan dengan melarutkan dalam metanol mendidih, saring, uapkan sampai alkaloid mengkristal.  Naringin, diekstraksi dari kulit jeruk bali dan diisolasi dengan air panas, saring, usahakan sebanyak filtrat naringin, kristalisasi pada suhu lemari es sebagai octahydrate (titik leleh 830 C). Rekristalisasi dengan isopropanol (100 ml per 8,6 g naringin) menghasilkan dihidrat (titik lebur 1710 C).  Piperine diekstrak dari serbuk lada hitam dengan EtOH 95%, saring, tambah KOH alkohol 10% dan residu yang terbentuk dibuang. Biarkan semalam untuk kristalisasi menghasilkan jarum kuning piperin.
  • 143.  Capsanthin diisolasi dari merah merica atau paprika. Sebanyak 20 ml ekstrak eter dipekatkan dan encerkan dengan minyak bumi 60 ml, diamkan 24 jam dalam lemari es, menghasilkan kristal capsanthin hampir murni.  Salisin diekstrak dari kulit pohon willow dengan air panas, saring, dipekatkan, awatanin dengan timbal asetat, dinginankan menghasilkan kristal salisin.  Potensi penggunaan derivatif kristalisasi fraksional, misalnya, picrates alkaloid dan osazones gula. Contoh Pemurnian Natural Products oleh Kristalisasi
  • 144. PENENTUAN STRUKTUR KIMIA  METODE 1. Kimia 2. Instrument/Spectroscopy - Infra Red Spectroscopy - Mass Spectroscopy - Low Mass Spectroscopy - High Mass - Nuclear Magnetic Resonance Spectroscopy - 1H- dan 13C-NMR - 2D NMR
  • 145. SOAL ISOLASI SENY BA 2011 1.a Sebut dan jelaskan target of the extraction b Tujuan pelembaban pada simpli- sia sebelum ekstraksi c Sebut dan jelaskan sifat-sifat senyawa yang akan dieksrtraksi
  • 146. 2.a Jelaskan metode ekstraksi disertai contoh; - berdasar proses tersarinya - berdasar suhu b Sebut & beri contoh klasifikasi kromatografi ; a. Perbedaan kecepatan migrasi b. Alat yang digunakan c. Fase yang digunakan c Prinsip Ultrasound assited solvent extraction apa kekurangannya SOAL ISOLASI SENY BA 2011
  • 147. 3.a Jelaskan syarat simplisia untuk mase- rasi dan sebut modifikasi maserasi b Jelaskan cara mengatasi trouble shooting pada KLT c Jelaskan dengan diagram/gambar prinsip proses ekstraksi dengan Supercritical CO2 System SOAL ISOLASI SENY BA 2011
  • 148. 4.a Jelaskan prinsip kerja rotavapor b Sebutkan dan beri contoh klaisifikasi kromatografi ; - berdasarkan fase gerak - berdasarkan fase doam c Apa keuntungan Kromatografi lapis tipis SOAL ISOLASI SENY BA 2001
  • 149.  Jelaskan prinsip kerja rotavapor  Sebutkan klaisifikasi kromatografi [  Berdasarkan fase gerak  Berdasarkan fase doam  13.Sebut dan berikan contoh klasifikasi kromatografi ;  a. Perbedaan kecepatan migrasi  b. Alat yang digunakan  c. Fase yang digunakan
  • 150.  Syarat-syarat simplisia untuk maserasi dan sebut modifikasi maserasi  Prinsip Ultrasound assited solvent extraction dan apa kekurangannya  Jelaskan dengan diagram/gambar prinsip proses ekstraksi dengan Supercritical CO2 System
  • 151.  Syarat-syarat simplisia untuk maserasi dan sebut modifikasi maserasi  Prinsip Ultrasound assited solvent extraction dan apa kekurangannya  Jelaskan dengan diagram/gambar prinsip proses ekstraksi dengan Supercritical CO2 System
  • 152. SOAL ISOLASI SENY BA 1.a Sebut dan jelaskan target of the extraction  Sebutkan cara-cara in aktivasi enzim dari simplisia segar  Tujuan pelembaban pada simplisia sebelum ekstraksi  Bagaimana sifat-sifat pelarut yang baik  Jelaskan sifat-sifat senyawa yang akan dieksrtraksi