SlideShare a Scribd company logo
MANAJEMEN - PENANGANAN KORBAN BENCANA
TINDAKAN PADA PASIEN GAWAT-DARURAT
Syaiful Saanin, SpBS. BSB Dinkes Propinsi Sumbar.
ělearning @ http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery
PENDAHULUAN
Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang
menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap
Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa
terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera
karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif, ditujukan
untuk menghambat kematian kemudian, late, karena trauma yang terjadi dalam
beberapa hari hingga beberapa minggu setelah trauma).
Kematian dini diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ vital (ventilasi
tidak adekuat, gangguan oksigenisasi, gangguan sirkulasi, dan perfusi end-organ
tidak memadai), cedera SSP masif (mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan
/ atau rusaknya pusat regulasi batang otak), atau keduanya. Cedera penyebab
kematian dini mempunyai pola yang dapat diprediksi (mekanisme cedera, usia, sex,
bentuk tubuh, atau kondisi lingkungan). Tujuan penilaian awal adalah untuk
menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera / kelainan pengancam jiwa dan untuk
memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan
definitif atau transfer kefasilitas sesuai.
Setiap bencana selalu menampilkan bahaya dan kesulitannya masing-masing. Yang
akan dibicarakan berikut ini antara lain adalah petunjuk umum dalam mengelola
korban bencana disamping untuk kegawatan sehari-hari. Mungkin diperlukan
modifikasi oleh pemegang komando bila dianggap diperlukan perubahan.
Bencana adalah setiap keadaan dimana jumlah pasien sakit atau cedera melebihi
kemampuan sistem gawat darurat yang tersedia dalam memberikan perawatan
adekuat secara cepat dalam usaha meminimalkan kecacadan atau kematian
(korban massal), dengan terjadinya gangguan tatanan sosial, sarana, prasarana
(Bencana kompleks bila disertai ancaman keamanan). Bencana mungkin
disebabkan oleh ulah manusia atau alam. Keberhasilan pengelolaan bencana
memerlukan perencanaan sistem pelayanan gawat darurat lokal, regional dan
nasional, pemadam kebakaran / rescue, petugas hukum dan masyarakat. Kesiapan
rumah sakit serta kesiapan pelayanan spesialistik harus disertakan dalam
mempersiapkan perencanaan bencana. Secara nasional kegiatan penanggulangan
gawat darurat sehari-hari maupun dalam bencana diatur dalam Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT S/B) yang harus diterapkan oleh
semua fihak termasuk masyarakat awam, dibagi kedalam subsistem pra rumah
sakit, rumah sakit dan antar rumah sakit.
Proses pengelolaan bencana diatur dalam Sistem Komando Bencana. Kendali
biasanya ditangan Bakornas-PB (Banas) / Satkorlak-PB / Satlak-PB, namun bisa
juga pada penegak hukum seperti pada kasus kriminal / terorisme atau
penyanderaan. Kelompok lain bisa membantu pemegang kendali. Jaringan
transportasi dan komunikasi antar instansi harus sudah dimiliki untuk mendapatkan
pengelolaan bencana yang berhasil.
Tingkat respons atas bencana.
Akan menentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian :
Respons Tingkat I : Bencana terbatas yang dapat dikelola oleh petugas sistim gawat
darurat dan penyelamat lokal tanpa memerlukan bantuan dari luar organisasi.
Respons Tingkat II : Bencana yang melebihi atau sangat membebani petugas sistim
gawat darurat dan penyelamat lokal hingga membutuhkan pendukung sejenis serta
koordinasi antar instansi. Khas dengan banyaknya jumlah korban.
Respons Tingkat III : Bencana yang melebihi kemampuan sumber sistim gawat
darurat dan penyelamat baik lokal atau regional. Korban yang tersebar pada banyak
lokasi sering terjadi. Diperlukan koordinasi luas antar instansi.
TRIASE.
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau
penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis
segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas
transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih
berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas
ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat
darurat medik. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba /
berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status
triase pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan
retriase.
Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera,
usia, dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang
mengharuskan peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim,
cedera neurologis berat, tanda vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang
diderita sebelumnya.
Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam
satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih
dibanding amputasi traumatik yang stabil). Di UGD, disaat menilai pasien, saat
bersamaan juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk
menilai dan menstabilkan pasien berkurang.
Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai
hingga berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana
memaksimalkan jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi.
Proses ini berakibat pasien cedera serius harus diabaikan hingga pasien yang
kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan
dengan baik.
Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang
dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun
Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga
dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih
layak digunakan.
Tag Triase
Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase
untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban.
Triase dan pengelompokan berdasar Tagging.
Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi.
Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat
serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas,
cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau
perdarahan berat, luka bakar berat).
Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera
yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu
dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal :
cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor
tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar
ringan).
Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan
stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan
penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas,
cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis).
Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0 sebagai Prioritas
Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan
berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan
Prioritas Kelima (Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.
Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan
pindahkan kekelompok sesuai.
Triase Sistim METTAG.
Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban.
Resusitasi ditempat.
Triase Sistem Penuntun Lapangan START.
Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status
mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk
memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan
transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini
memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan
risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera.
Resusitasi diambulans.
Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START.
Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa
digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans
atau di Area Tindakan Utama sesuai keadaan.
PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE
Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan pusat
pelayanan, pasien dengan masalah mengancam jiwa dan cedera sistem berganda
ditindak lebih dulu. Bila jumlah korban serta parahnya cedera melebihi kemampuan
*) dst dibawah algoritma
Algoritma Sistem START :
Hitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning = Delayed
(Tunda) ; Hijau = Minor.
Semua korban diluar algoritma diatas : Kuning.
Disini tidak ada resusitasi dan C-spine control.
Satu pasien maks. 60 detik. Segera pindah kepasien berikut setelah tagging.
Pada sistem ini tag tidak diisi, kecuali jam dan tanggal. Diisi petugas berikutnya.
*) tenaga dan fasilitas pusat pelayanan, pasien dengan peluang hidup terbesar
dengan paling sedikit manghabiskan waktu, peralatan dan persediaan, ditindak lebih
dulu. Ketua Tim Medik mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First
Responders) untuk secara cepat menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan
selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan tindakan sesuai kode pada tag.
(Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase, namun juga
melakukan tindakan pasca triase setelah triase selesai).
1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan.
2. Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya,
keamanan dan jumlah korban dan kebutuhan untuk menentukan tingkat respons
yang memadai (Rapid Health Assessment / RHA).
3. Beritahukan koordinator propinsi (Kadinkes Propinsi) untuk mengumumkan
bencana serta mengirim kebutuhan dan dukungan antar instansi sesuai yang
ditentukan oleh beratnya kejadian (dari kesimpulan RHA).
4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia :
- Petugas Komando Bencana.
- Petugas Komunikasi.
- Petugas Ekstrikasi/Bahaya.
- Petugas Triase Primer.
- Petugas Triase Sekunder.
- Petugas Perawatan.
- Petugas Angkut atau Transportasi.
5. Kenali dan tunjuk area sektor bencana :
- Sektor Komando / Komunikasi Bencana.
- Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga).
- Sektor Bencana.
- Sektor Ekstrikasi / Bahaya.
- Sektor Triase.
- Sektor Tindakan Primer.
- Sektor Tindakan Sekunder.
- Sektor Transportasi.
6. Rencana Pasca Kejadian Bencana :
7. Kritik Pasca Musibah.
8. CISD (Critical Insident Stress Debriefing).
Sektor Tindakan Sekunder bisa berupa Sektor Tindakan Utama dimana korban
kelompok merah dan kuning yang menunggu transport dikumpulkan untuk lebih
mengefisienkan persedian dan tenaga medis dalam resusitasi-stabilisasi.
TINDAKAN DAN EVAKUASI MEDIK
Tim Medik dari Tim Tanggap Pertama (bisa saja petugas yang selesai melakukan
triase) mulai melakukan stabilisasi dan tindakan bagi korban berdasar prioritas
triase, dan kemudian mengevakuasi mereka ke Area Tindakan Utama sesuai kode
prioritas. Kode merah dipindahkan ke Area Tindakan Utama terlebih dahulu.
TRANSPORTASI KORBAN
Koodinator Transportasi mengatur kedatangan dan keberangkatan serta transportasi
yang sesuai. Koordinator Transportasi bekerjasama dengan Koordinator Medik
menentukan rumah sakit tujuan, agar pasien trauma serius sampai kerumah sakit
yang sesuai dalam periode emas hingga tindakan definitif dilaksanakan pada
saatnya. Ingat untuk tidak membebani RS rujukan melebihi kemampuannya. Cegah
pasien yang kurang serius dikirim ke RS utama. (Jangan pindahkan bencana ke
RS).
PERIMETER
Perimeter Terluar.
Mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas keamanan mengatur perimeter
sekitar lokasi untuk mencegah masyarakat dan kendaraan masuk kedaerah
berbahaya. Perimeter seluas mungkin untuk mencegah yang tidak berkepentingan
masuk dan memudahkan kendaraan gawat darurat masuk dan keluar.
Jalur untuk Transport Korban
Petugas keamanan bersama petugas medis menetapkan perimeter sekitar lokasi
bencana yang disebut Zona Panas. Ditentukan jalur yang dinyatakan aman untuk
memindahkan korban ke perimeter kedua atau zona dimana berada Area Tindakan
Utama. Tidak seorangpun diizinkan melewati perimeter Zona Panas untuk
mencegah salah menempatkan atau memindahkan pasien secara tidak aman tanpa
izin. Faktor lain yang mempengaruhi kemantapan Zona Panas antaranya lontaran
material, api, jalur listrik, bangunan atau kendaraan yang tidak stabil atau
berbahaya.
Keamanan.
Mengamankan penolong dan korban. Petugas keamanan mengatur semua kegiatan
dalam keadaan aman bagi petugas rescue, pemadaman api, evakuasi, bahan
berbahaya dll. Bila petugas keamanan melihat keadaan berpotensi bahaya yang
bisa membunuh penolong atau korban, ia punya wewenang menghentikan atau
merubah operasi untuk mecegah risiko lebih lanjut.
Semua anggota Tim Tanggap Pertama dapat bekerja bersama secara cepat dan
efektif dibawah satu sistem komando yang digunakan dan dimengerti, untuk
menyelamatkan hidup, untuk meminimalkan risiko cedera serta kerusakan.
PENILAIAN AWAL.
Penilaian awal mencakup protokol persiapan, triase, survei primer, resusitasi-
stabilisasi, survei sekunder dan tindakan definitif atau transfer ke RS sesuai.
Diagnostik absolut tidak dibutuhkan untuk menindak keadaan klinis kritis yang
diketakui pada awal proses. Bila tenaga terbatas jangan lakukan urutan langkah-
langkah survei primer. Kondisi pengancam jiwa diutamakan.
Survei Primer.
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing,
circulation and hemorrhage control, disability, exposure/environment).
Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak
terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda
asing dan akibat penurunan kesadaran. Tindakan bisa hanya membersihkan jalan
nafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau trakheostomi.
Nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan
kritis bisa tiadanya ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas,
dispnea, perkusi dada yang hipperresonans atau pekak, dan tampaknya instabilitas
dinding dada atau adanya defek yang mengganggu pernafasan. Tindakan bisa mulai
pemberian oksigen hingga pemasangan torakostomi pipa dan ventilasi mekanik.
Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak, sumber perdarahan
eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau kolaps, apakah bunyi jantung
terdengar, pastikan sumber perdarahan eksternal sudah diatasi. Tindakan pertama
atas hipovolemia adalah memberikan RL secara cepat melalui 2 kateter IV besar
secara perifer di ekstremitas atas. Kontrol perdarahan eksternal dengan penekanan
langsung atau pembedahan, dan tindakan bedah lain sesuai indikasi.
Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan pemeriksaan motorik.
Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius. Periksa ukuran pupil, reaksi
terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera spinal bisa diperiksa dengan mengamati
gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas spontan. Pupil yang tidak simetris
dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta adanya hemiparesis memerlukan
tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial yang memerlukan konsultasi
bedah saraf segera.
Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau kuadriplegia
menunjukkan cedera kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan
pemberian metilprednisolon bila masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila usaha
inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher, lakukan intubasi endotrakheal.
Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan mengontrol lingkungan
segera. Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat yang sama
mulai tindakan pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa terjadi diruang ber AC,
dengan memberikan infus hangat, selimut, lampu pemanas, bila perlu selimut
dengan pemanas.
Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama
survei primer. Pasang lead ECG dan monitor ventilator, segera pasang oksimeter
denyut. Monitor memberi data penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman,
pasang pipa nasogastrik untuk dekompresi lambung serta mengurangi kemungkinan
aspirasi cairan lambung. Katater Foley kontraindikasi bila urethra cedera (darah
pada meatus, ekimosis skrotum / labia major, prostat terdorong keatas). Lakukan
urethrogram untuk menyingkirkan cedera urethral sebelum kateterisasi.
RESUSITASI DAN PENILAIAN KOMPREHENSIF
Fase Resusitasi.
Sepanjang survei primer, saat menegakkan diagnosis dan melakukan intervensi,
lanjutkan sampai kondisi pasien stabil, tindakan diagnosis sudah lengkap, dan
prosedur resusitatif serta tindakan bedah sudah selesai. Usaha ini termasuk
kedalamnya monitoring tanda vital, merawat jalan nafas serta bantuan pernafasan
dan oksigenasi bila perlu, serta memberikan resusitasi cairan atau produk darah.
Pasien dengan cedera multipel perlu beberapa liter kristaloid dalam 24 jam untuk
mempertahankan volume intravaskuler, perfusi jaringan dan organ vital, serta
keluaran urin. Berikan darah bila hipovolemia tidak terkontrol oleh cairan.
Perdarahan yang tidak terkontrol dengan penekanan dan pemberian produk darah,
operasi. Titik capai resusitasi adalah tanda vital normal, tidak ada lagi kehilangan
darah, keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan tidak ada bukti disfungsi end-organ.
Parameter (kadar laktat darah, defisit basa pada gas darah arteri) bisa membantu.
Survei Sekunder.
Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase
resusitasi. Pada saat ini kenali semua cedera dengan memeriksa dari kepala hingga
jari kaki. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk
menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari
riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.
Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya,
alergi dan medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir,
kejadian sekitar kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan survei sekunder
mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhu
dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum.
Pemeriksaan Fisik Berurutan.
Diktum “jari atau pipa dalam setiap lubang“ mengarahkan pemeriksaan. Periksa
setiap bagian tubuh atas adanya cedera, instabilitas tulang, dan nyeri pada palpasi.
Periksa lengkap dari kepala hingga jari kaki termasuk status neurologisnya.
PEMERIKSAAN PENCITRAAN DAN LABORATORIUM.
Pemeriksaan radiologis memberikan data diagnostik penting yang menuntun
penilaian awal. Saat serta urutan pemeriksaan adalah penting namun tidak boleh
mengganggu survei primer dan resusitasi. Pastikan hemodinamik cukup stabil saat
membawa pasien keruang radiologi.
Pemeriksaan Laboratorium saat penilaian awal.
Paling penting adalah jenis dan x-match darah yang harus selesai dalam 20 menit.
Gas darah arterial juga penting namun kegunaannya dalam pemeriksaan serial
digantikan oleh oksimeter denyut. Pemeriksaan Hb dan Ht berguna saat
kedatangan, dengan pengertian bahwa dalam perdarahan akut, turunnya Ht
mungkin tidak tampak hingga mobilisasi otogen cairan ekstravaskuler atau
pemberian cairan resusitasi IV dimulai.
Urinalisis dipstick untuk menyingkirkan hematuria tersembunyi. Skrining urin untuk
penyalahguna obat dan alkohol, serta glukosa, untuk mengetahui penyebab
penurunan kesadaran yang dapat diperbaiki. Pada kebanyakan trauma, elektrolit
serum, parameter koagulasi, hitung jenis darah, dan pemeriksaan laboratorium
umum lainnya kurang berguna saat 1-2 jam pertama dibanding setelah stabilisasi
dan resusitasi.
PENUTUP.
Indonesia adalah super market bencana. Semua petugas medis bisa terlibat dalam
pengelolaan bencana. Semua petugas wajib melaksanakan Sistim Komando
Bencana dan berpegang pada SPGDT-S/B pada semua keadaan gawat darurat
medis baik dalam keadaan bencana atau sehari-hari. Semua petugas harus
waspada dan memiliki pengetahuan sempurna dalam peran khusus dan
pertanggung-jawabannya dalam usaha penyelamatan pasien.
Karena banyak keadaan bencana yang kompleks, dianjurkan bahwa semua petugas
harus berperan-serta dan menerima pelatihan tambahan dalam pengelolaan
bencana agar lebih terampil dan mampu saat bencana sebenarnya.
RUJUKAN.
1. Seri PPGD. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat / General Emergency Life
Support (GELS). Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
Cetakan Ketiga. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
R.I. 2006.
2. Penanggulangan Kegawatdaruratan sehari-hari & bencana. Departemen
Kesehatan R.I. Jakarta : Departemen Kesehatan, 2006.
3. Tanggap Darurat Bencana (Safe Community). Departemen Kesehatan R.I.
Jakarta : Departemen Kesehatan, 2006.
4. Prosedur Tetap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan
Penaanganan Pengungsi. Departemen Kesehatan R.I. Pusat Penanggulangan
Masalah Kesehatan. Tahun 2002.
5. Advanced Trauma Life Support. Course for Physicians 6th. edition. American
College of Surgeons, 55 East Erie Street, Chicago, IL 60611-2797.
6. Multiple Casualty Insidents. Available at
http://www.vgernet.net/bkand/state/multiple.html.

More Related Content

What's hot

313953811 pedoman-pel-ugd-docx
313953811 pedoman-pel-ugd-docx313953811 pedoman-pel-ugd-docx
313953811 pedoman-pel-ugd-docx
ambariyanto02
 
Standar pelayanan icu
Standar pelayanan icuStandar pelayanan icu
Standar pelayanan icu
Maf ID
 
Soal soal bencana k 12 blok xviii 2015
Soal soal bencana k 12 blok xviii  2015Soal soal bencana k 12 blok xviii  2015
Soal soal bencana k 12 blok xviii 2015
Bunga AnanDjuean
 
Manajemen icu
Manajemen icuManajemen icu
Manajemen icu
Maf ID
 

What's hot (20)

Keperawatan gawat darurat
Keperawatan gawat daruratKeperawatan gawat darurat
Keperawatan gawat darurat
 
Perspektif Keperawatan Gawat Darurat
Perspektif Keperawatan Gawat DaruratPerspektif Keperawatan Gawat Darurat
Perspektif Keperawatan Gawat Darurat
 
192446707 indikasi-pasien-masuk-icu
192446707 indikasi-pasien-masuk-icu192446707 indikasi-pasien-masuk-icu
192446707 indikasi-pasien-masuk-icu
 
Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT)
Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT) Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT)
Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT)
 
313953811 pedoman-pel-ugd-docx
313953811 pedoman-pel-ugd-docx313953811 pedoman-pel-ugd-docx
313953811 pedoman-pel-ugd-docx
 
Pedoman pelayanan gawat darurat rumah sakit
Pedoman pelayanan gawat darurat rumah sakitPedoman pelayanan gawat darurat rumah sakit
Pedoman pelayanan gawat darurat rumah sakit
 
KB 2 Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
KB 2 Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)KB 2 Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
KB 2 Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)
 
Bencana11
Bencana11Bencana11
Bencana11
 
2 SPGDT
2 SPGDT2 SPGDT
2 SPGDT
 
372012721 pedoman-internal-pelayanan-igd-sukses
372012721 pedoman-internal-pelayanan-igd-sukses372012721 pedoman-internal-pelayanan-igd-sukses
372012721 pedoman-internal-pelayanan-igd-sukses
 
Standar pelayanan icu
Standar pelayanan icuStandar pelayanan icu
Standar pelayanan icu
 
Soal soal bencana k 12 blok xviii 2015
Soal soal bencana k 12 blok xviii  2015Soal soal bencana k 12 blok xviii  2015
Soal soal bencana k 12 blok xviii 2015
 
Manajemen Bencana Rumah Sakit
Manajemen Bencana Rumah SakitManajemen Bencana Rumah Sakit
Manajemen Bencana Rumah Sakit
 
gawat darurat
gawat daruratgawat darurat
gawat darurat
 
Bahan ajar keperawatan bencana
Bahan ajar keperawatan bencanaBahan ajar keperawatan bencana
Bahan ajar keperawatan bencana
 
Spgdttadar aan p16
Spgdttadar aan p16Spgdttadar aan p16
Spgdttadar aan p16
 
Manajemen icu
Manajemen icuManajemen icu
Manajemen icu
 
Siaga bencana rs
Siaga bencana rsSiaga bencana rs
Siaga bencana rs
 
2. bab 123 kep kritis kel 2
2. bab 123 kep kritis kel 22. bab 123 kep kritis kel 2
2. bab 123 kep kritis kel 2
 
Standar pelayanan icu
Standar pelayanan icuStandar pelayanan icu
Standar pelayanan icu
 

Viewers also liked (7)

Atls
AtlsAtls
Atls
 
Askep gadar luka bakar
Askep gadar luka bakarAskep gadar luka bakar
Askep gadar luka bakar
 
Materi Ppgd
Materi PpgdMateri Ppgd
Materi Ppgd
 
Luka bakar
Luka bakarLuka bakar
Luka bakar
 
Musculoskeletal System Trauma
Musculoskeletal System TraumaMusculoskeletal System Trauma
Musculoskeletal System Trauma
 
Ppgd Awam
Ppgd AwamPpgd Awam
Ppgd Awam
 
Pertolongan Pertama (P3K)
Pertolongan Pertama (P3K)Pertolongan Pertama (P3K)
Pertolongan Pertama (P3K)
 

Similar to Manajemen star

KELOMPOK_2_SPGDT fixx.phhhhhhhhhhhhhhhhhhhptx
KELOMPOK_2_SPGDT  fixx.phhhhhhhhhhhhhhhhhhhptxKELOMPOK_2_SPGDT  fixx.phhhhhhhhhhhhhhhhhhhptx
KELOMPOK_2_SPGDT fixx.phhhhhhhhhhhhhhhhhhhptx
anangkuniawan
 
TIK 1 KONSEP KGD DAN PROSES KEPERAWATAN.pptx
TIK 1 KONSEP KGD DAN PROSES KEPERAWATAN.pptxTIK 1 KONSEP KGD DAN PROSES KEPERAWATAN.pptx
TIK 1 KONSEP KGD DAN PROSES KEPERAWATAN.pptx
AlfiRaihana
 
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritiskonsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
fidel377036
 

Similar to Manajemen star (20)

KELOMPOK_2_SPGDT fixx.phhhhhhhhhhhhhhhhhhhptx
KELOMPOK_2_SPGDT  fixx.phhhhhhhhhhhhhhhhhhhptxKELOMPOK_2_SPGDT  fixx.phhhhhhhhhhhhhhhhhhhptx
KELOMPOK_2_SPGDT fixx.phhhhhhhhhhhhhhhhhhhptx
 
PENGAYAAN PRAKTIKUM.docx
PENGAYAAN PRAKTIKUM.docxPENGAYAAN PRAKTIKUM.docx
PENGAYAAN PRAKTIKUM.docx
 
SPGDT Minggu 20 aug JAMBI.ppt
SPGDT Minggu 20 aug JAMBI.pptSPGDT Minggu 20 aug JAMBI.ppt
SPGDT Minggu 20 aug JAMBI.ppt
 
Triage Bencana, Stabilisasi, Transportasi dan Evakuasi pada Bencana.pptx
Triage Bencana, Stabilisasi, Transportasi dan Evakuasi pada Bencana.pptxTriage Bencana, Stabilisasi, Transportasi dan Evakuasi pada Bencana.pptx
Triage Bencana, Stabilisasi, Transportasi dan Evakuasi pada Bencana.pptx
 
PEDOMAN BP umum 2019.doc
PEDOMAN BP umum 2019.docPEDOMAN BP umum 2019.doc
PEDOMAN BP umum 2019.doc
 
Kasus sistem-triage
Kasus sistem-triageKasus sistem-triage
Kasus sistem-triage
 
PPT-Triage.pptx
PPT-Triage.pptxPPT-Triage.pptx
PPT-Triage.pptx
 
Triase berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggristriage dan dituru...
Triase berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggristriage dan dituru...Triase berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggristriage dan dituru...
Triase berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggristriage dan dituru...
 
TRIASE 3.pptx
TRIASE 3.pptxTRIASE 3.pptx
TRIASE 3.pptx
 
TIK 1 KONSEP KGD DAN PROSES KEPERAWATAN.pptx
TIK 1 KONSEP KGD DAN PROSES KEPERAWATAN.pptxTIK 1 KONSEP KGD DAN PROSES KEPERAWATAN.pptx
TIK 1 KONSEP KGD DAN PROSES KEPERAWATAN.pptx
 
Sejarah triage
Sejarah triageSejarah triage
Sejarah triage
 
Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT).ppt
Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT).pptSistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT).ppt
Sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT).ppt
 
3. TME.pptx
3. TME.pptx3. TME.pptx
3. TME.pptx
 
materi konsep dan Model TRIASE Bencana.pptx
materi konsep dan Model TRIASE Bencana.pptxmateri konsep dan Model TRIASE Bencana.pptx
materi konsep dan Model TRIASE Bencana.pptx
 
Seminar proposal dedeh
Seminar proposal dedehSeminar proposal dedeh
Seminar proposal dedeh
 
bagaimana melaporkan kejadian di rumah sakit
bagaimana melaporkan kejadian di rumah sakitbagaimana melaporkan kejadian di rumah sakit
bagaimana melaporkan kejadian di rumah sakit
 
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritiskonsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
 
TRIASE 5.pptx
TRIASE 5.pptxTRIASE 5.pptx
TRIASE 5.pptx
 
Triage Intra Hospital & Initial Assesment.pptx
Triage Intra Hospital & Initial Assesment.pptxTriage Intra Hospital & Initial Assesment.pptx
Triage Intra Hospital & Initial Assesment.pptx
 
PPT Bencana Kelompok 3 A1-2019.pptx
PPT Bencana Kelompok 3 A1-2019.pptxPPT Bencana Kelompok 3 A1-2019.pptx
PPT Bencana Kelompok 3 A1-2019.pptx
 

Recently uploaded

Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
SEMUELSAMBOKARAENG
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
yuniarmadyawati361
 

Recently uploaded (20)

Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
Seminar: Sekolah Alkitab Liburan (SAL) 2024
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
 
KERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANG
KERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANGKERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANG
KERAJINAN DARI BAHAN LIMBAH BERBENTUK BANGUN RUANG
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 2 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA
 
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdfLaporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
Laporan wakil kepala sekolah bagian Kurikulum.pdf
 
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
Teori Profetik Kuntowijoyo (Dosen Pengampu: Khoirin Nisai Shalihati)
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
 
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdfProgram Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
Program Kerja Kepala Sekolah 2023-2024.pdf
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
BUKTI DUKUNG RHK SEKOLAH DASAR NEGERI.pptx
BUKTI DUKUNG RHK SEKOLAH DASAR NEGERI.pptxBUKTI DUKUNG RHK SEKOLAH DASAR NEGERI.pptx
BUKTI DUKUNG RHK SEKOLAH DASAR NEGERI.pptx
 
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptxPresentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
Presentasi visi misi revisi sekolah dasar.pptx
 
Susi Susanti_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Susi Susanti_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdfSusi Susanti_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
Susi Susanti_2021 B_Analisis Kritis Jurnal.pdf
 
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
Modul Pembentukan Disiplin Rohani (PDR) 2024
 
Solusi dan Strategi ATHG yang di hadapi Indonesia (Kelas 11).pptx
Solusi dan Strategi ATHG yang di hadapi Indonesia (Kelas 11).pptxSolusi dan Strategi ATHG yang di hadapi Indonesia (Kelas 11).pptx
Solusi dan Strategi ATHG yang di hadapi Indonesia (Kelas 11).pptx
 
Modul P5 Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI.pptx
Modul P5 Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI.pptxModul P5 Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI.pptx
Modul P5 Berekayasa dan Berteknologi untuk Membangun NKRI.pptx
 
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak (1). SDN 001 BU.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak (1). SDN 001 BU.pdfLK 1 - 5T Keputusan Berdampak (1). SDN 001 BU.pdf
LK 1 - 5T Keputusan Berdampak (1). SDN 001 BU.pdf
 
perumusan visi, misi dan tujuan sekolah.ppt
perumusan visi, misi dan tujuan sekolah.pptperumusan visi, misi dan tujuan sekolah.ppt
perumusan visi, misi dan tujuan sekolah.ppt
 
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docxDokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
Dokumen Tindak Lanjut Pengelolaan Kinerja Guru.docx
 

Manajemen star

  • 1. MANAJEMEN - PENANGANAN KORBAN BENCANA TINDAKAN PADA PASIEN GAWAT-DARURAT Syaiful Saanin, SpBS. BSB Dinkes Propinsi Sumbar. ělearning @ http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery PENDAHULUAN Penilaian awal korban cedera kritis akibat cedera multipel merupakan tugas yang menantang, dan tiap menit bisa berarti hidup atau mati. Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini (early) karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam sejak cedera (kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma. Perawatan kritis, intensif, ditujukan untuk menghambat kematian kemudian, late, karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah trauma). Kematian dini diakibatkan gagalnya oksigenasi adekuat pada organ vital (ventilasi tidak adekuat, gangguan oksigenisasi, gangguan sirkulasi, dan perfusi end-organ tidak memadai), cedera SSP masif (mengakibatkan ventilasi yang tidak adekuat dan / atau rusaknya pusat regulasi batang otak), atau keduanya. Cedera penyebab kematian dini mempunyai pola yang dapat diprediksi (mekanisme cedera, usia, sex, bentuk tubuh, atau kondisi lingkungan). Tujuan penilaian awal adalah untuk menstabilkan pasien, mengidentifikasi cedera / kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan definitif atau transfer kefasilitas sesuai. Setiap bencana selalu menampilkan bahaya dan kesulitannya masing-masing. Yang akan dibicarakan berikut ini antara lain adalah petunjuk umum dalam mengelola korban bencana disamping untuk kegawatan sehari-hari. Mungkin diperlukan modifikasi oleh pemegang komando bila dianggap diperlukan perubahan. Bencana adalah setiap keadaan dimana jumlah pasien sakit atau cedera melebihi kemampuan sistem gawat darurat yang tersedia dalam memberikan perawatan adekuat secara cepat dalam usaha meminimalkan kecacadan atau kematian (korban massal), dengan terjadinya gangguan tatanan sosial, sarana, prasarana (Bencana kompleks bila disertai ancaman keamanan). Bencana mungkin disebabkan oleh ulah manusia atau alam. Keberhasilan pengelolaan bencana
  • 2. memerlukan perencanaan sistem pelayanan gawat darurat lokal, regional dan nasional, pemadam kebakaran / rescue, petugas hukum dan masyarakat. Kesiapan rumah sakit serta kesiapan pelayanan spesialistik harus disertakan dalam mempersiapkan perencanaan bencana. Secara nasional kegiatan penanggulangan gawat darurat sehari-hari maupun dalam bencana diatur dalam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT S/B) yang harus diterapkan oleh semua fihak termasuk masyarakat awam, dibagi kedalam subsistem pra rumah sakit, rumah sakit dan antar rumah sakit. Proses pengelolaan bencana diatur dalam Sistem Komando Bencana. Kendali biasanya ditangan Bakornas-PB (Banas) / Satkorlak-PB / Satlak-PB, namun bisa juga pada penegak hukum seperti pada kasus kriminal / terorisme atau penyanderaan. Kelompok lain bisa membantu pemegang kendali. Jaringan transportasi dan komunikasi antar instansi harus sudah dimiliki untuk mendapatkan pengelolaan bencana yang berhasil. Tingkat respons atas bencana. Akan menentukan petugas dan sarana apa yang diperlukan ditempat kejadian : Respons Tingkat I : Bencana terbatas yang dapat dikelola oleh petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal tanpa memerlukan bantuan dari luar organisasi. Respons Tingkat II : Bencana yang melebihi atau sangat membebani petugas sistim gawat darurat dan penyelamat lokal hingga membutuhkan pendukung sejenis serta koordinasi antar instansi. Khas dengan banyaknya jumlah korban. Respons Tingkat III : Bencana yang melebihi kemampuan sumber sistim gawat darurat dan penyelamat baik lokal atau regional. Korban yang tersebar pada banyak lokasi sering terjadi. Diperlukan koordinasi luas antar instansi. TRIASE. Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan). Artinya memilih berdasar prioritas atau penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung sepanjang pengelolaan gawat darurat medik. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang tiba /
  • 3. berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau membaik, lakukan retriase. Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia, dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang mengharuskan peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis berat, tanda vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang diderita sebelumnya. Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam satu kelompok triase (misal pasien obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih dibanding amputasi traumatik yang stabil). Di UGD, disaat menilai pasien, saat bersamaan juga dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai dan menstabilkan pasien berkurang. Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana memaksimalkan jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses ini berakibat pasien cedera serius harus diabaikan hingga pasien yang kurang kritis distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan dengan baik. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana transportasi saat bencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak digunakan. Tag Triase Tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh petugas triase untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban. Triase dan pengelompokan berdasar Tagging. Prioritas Nol (Hitam) : Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi. Prioritas Pertama (Merah) : Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas,
  • 4. cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat). Prioritas Kedua (Kuning) : Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan). Prioritas Ketiga (Hijau) : Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis). Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0 sebagai Prioritas Keempat (Biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan Prioritas Kelima (Putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas. Bila pada Retriase ditemukan perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan pindahkan kekelompok sesuai. Triase Sistim METTAG. Pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan tindakan atas korban. Resusitasi ditempat. Triase Sistem Penuntun Lapangan START. Berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera. Resusitasi diambulans. Triase Sistem Kombinasi METTAG dan START. Sistim METTAG atau sistim tagging dengan kode warna yang sejenis bisa
  • 5. digunakan sebagai bagian dari Penuntun Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di Area Tindakan Utama sesuai keadaan. PENILAIAN DITEMPAT DAN PRIORITAS TRIASE Bila jumlah korban serta parahnya cedera tidak melebihi kemampuan pusat pelayanan, pasien dengan masalah mengancam jiwa dan cedera sistem berganda ditindak lebih dulu. Bila jumlah korban serta parahnya cedera melebihi kemampuan *) dst dibawah algoritma Algoritma Sistem START : Hitam = Deceased (Tewas) ; Merah = Immediate (Segera), Kuning = Delayed (Tunda) ; Hijau = Minor. Semua korban diluar algoritma diatas : Kuning. Disini tidak ada resusitasi dan C-spine control.
  • 6. Satu pasien maks. 60 detik. Segera pindah kepasien berikut setelah tagging. Pada sistem ini tag tidak diisi, kecuali jam dan tanggal. Diisi petugas berikutnya. *) tenaga dan fasilitas pusat pelayanan, pasien dengan peluang hidup terbesar dengan paling sedikit manghabiskan waktu, peralatan dan persediaan, ditindak lebih dulu. Ketua Tim Medik mengatur Sub Tim Triase dari Tim Tanggap Pertama (First Responders) untuk secara cepat menilai dan men tag korban. Setelah pemilahan selesai, Tim Tanggap Pertama melakukan tindakan sesuai kode pada tag. (Umumnya tim tidak mempunyai tugas hanya sebagai petugas triase, namun juga melakukan tindakan pasca triase setelah triase selesai). 1. Pertahankan keberadaan darah universal dan cairan. 2. Tim tanggap pertama harus menilai lingkungan atas kemungkinan bahaya, keamanan dan jumlah korban dan kebutuhan untuk menentukan tingkat respons yang memadai (Rapid Health Assessment / RHA). 3. Beritahukan koordinator propinsi (Kadinkes Propinsi) untuk mengumumkan bencana serta mengirim kebutuhan dan dukungan antar instansi sesuai yang ditentukan oleh beratnya kejadian (dari kesimpulan RHA). 4. Kenali dan tunjuk pada posisi berikut bila petugas yang mampu tersedia : - Petugas Komando Bencana. - Petugas Komunikasi. - Petugas Ekstrikasi/Bahaya. - Petugas Triase Primer. - Petugas Triase Sekunder. - Petugas Perawatan. - Petugas Angkut atau Transportasi. 5. Kenali dan tunjuk area sektor bencana : - Sektor Komando / Komunikasi Bencana. - Sektor Pendukung (Kebutuhan dan Tenaga). - Sektor Bencana. - Sektor Ekstrikasi / Bahaya. - Sektor Triase. - Sektor Tindakan Primer. - Sektor Tindakan Sekunder. - Sektor Transportasi.
  • 7. 6. Rencana Pasca Kejadian Bencana : 7. Kritik Pasca Musibah. 8. CISD (Critical Insident Stress Debriefing). Sektor Tindakan Sekunder bisa berupa Sektor Tindakan Utama dimana korban kelompok merah dan kuning yang menunggu transport dikumpulkan untuk lebih mengefisienkan persedian dan tenaga medis dalam resusitasi-stabilisasi. TINDAKAN DAN EVAKUASI MEDIK Tim Medik dari Tim Tanggap Pertama (bisa saja petugas yang selesai melakukan triase) mulai melakukan stabilisasi dan tindakan bagi korban berdasar prioritas triase, dan kemudian mengevakuasi mereka ke Area Tindakan Utama sesuai kode prioritas. Kode merah dipindahkan ke Area Tindakan Utama terlebih dahulu. TRANSPORTASI KORBAN Koodinator Transportasi mengatur kedatangan dan keberangkatan serta transportasi yang sesuai. Koordinator Transportasi bekerjasama dengan Koordinator Medik menentukan rumah sakit tujuan, agar pasien trauma serius sampai kerumah sakit yang sesuai dalam periode emas hingga tindakan definitif dilaksanakan pada saatnya. Ingat untuk tidak membebani RS rujukan melebihi kemampuannya. Cegah pasien yang kurang serius dikirim ke RS utama. (Jangan pindahkan bencana ke RS). PERIMETER Perimeter Terluar. Mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas keamanan mengatur perimeter sekitar lokasi untuk mencegah masyarakat dan kendaraan masuk kedaerah berbahaya. Perimeter seluas mungkin untuk mencegah yang tidak berkepentingan masuk dan memudahkan kendaraan gawat darurat masuk dan keluar. Jalur untuk Transport Korban Petugas keamanan bersama petugas medis menetapkan perimeter sekitar lokasi bencana yang disebut Zona Panas. Ditentukan jalur yang dinyatakan aman untuk memindahkan korban ke perimeter kedua atau zona dimana berada Area Tindakan Utama. Tidak seorangpun diizinkan melewati perimeter Zona Panas untuk mencegah salah menempatkan atau memindahkan pasien secara tidak aman tanpa
  • 8. izin. Faktor lain yang mempengaruhi kemantapan Zona Panas antaranya lontaran material, api, jalur listrik, bangunan atau kendaraan yang tidak stabil atau berbahaya. Keamanan. Mengamankan penolong dan korban. Petugas keamanan mengatur semua kegiatan dalam keadaan aman bagi petugas rescue, pemadaman api, evakuasi, bahan berbahaya dll. Bila petugas keamanan melihat keadaan berpotensi bahaya yang bisa membunuh penolong atau korban, ia punya wewenang menghentikan atau merubah operasi untuk mecegah risiko lebih lanjut. Semua anggota Tim Tanggap Pertama dapat bekerja bersama secara cepat dan efektif dibawah satu sistem komando yang digunakan dan dimengerti, untuk menyelamatkan hidup, untuk meminimalkan risiko cedera serta kerusakan. PENILAIAN AWAL. Penilaian awal mencakup protokol persiapan, triase, survei primer, resusitasi- stabilisasi, survei sekunder dan tindakan definitif atau transfer ke RS sesuai. Diagnostik absolut tidak dibutuhkan untuk menindak keadaan klinis kritis yang diketakui pada awal proses. Bila tenaga terbatas jangan lakukan urutan langkah- langkah survei primer. Kondisi pengancam jiwa diutamakan.
  • 9. Survei Primer. Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing, circulation and hemorrhage control, disability, exposure/environment). Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan kesadaran. Tindakan bisa hanya membersihkan jalan nafas hingga intubasi atau krikotiroidotomi atau trakheostomi. Nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan kritis bisa tiadanya ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas, dispnea, perkusi dada yang hipperresonans atau pekak, dan tampaknya instabilitas dinding dada atau adanya defek yang mengganggu pernafasan. Tindakan bisa mulai pemberian oksigen hingga pemasangan torakostomi pipa dan ventilasi mekanik. Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak, sumber perdarahan eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau kolaps, apakah bunyi jantung terdengar, pastikan sumber perdarahan eksternal sudah diatasi. Tindakan pertama atas hipovolemia adalah memberikan RL secara cepat melalui 2 kateter IV besar secara perifer di ekstremitas atas. Kontrol perdarahan eksternal dengan penekanan langsung atau pembedahan, dan tindakan bedah lain sesuai indikasi. Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan pemeriksaan motorik. Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius. Periksa ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera spinal bisa diperiksa dengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas spontan. Pupil yang tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta adanya hemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial yang memerlukan konsultasi bedah saraf segera. Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau kuadriplegia menunjukkan cedera kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan pemberian metilprednisolon bila masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila usaha inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher, lakukan intubasi endotrakheal. Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan mengontrol lingkungan segera. Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat yang sama mulai tindakan pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa terjadi diruang ber AC, dengan memberikan infus hangat, selimut, lampu pemanas, bila perlu selimut dengan pemanas.
  • 10. Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama survei primer. Pasang lead ECG dan monitor ventilator, segera pasang oksimeter denyut. Monitor memberi data penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman, pasang pipa nasogastrik untuk dekompresi lambung serta mengurangi kemungkinan aspirasi cairan lambung. Katater Foley kontraindikasi bila urethra cedera (darah pada meatus, ekimosis skrotum / labia major, prostat terdorong keatas). Lakukan urethrogram untuk menyingkirkan cedera urethral sebelum kateterisasi. RESUSITASI DAN PENILAIAN KOMPREHENSIF Fase Resusitasi. Sepanjang survei primer, saat menegakkan diagnosis dan melakukan intervensi, lanjutkan sampai kondisi pasien stabil, tindakan diagnosis sudah lengkap, dan prosedur resusitatif serta tindakan bedah sudah selesai. Usaha ini termasuk kedalamnya monitoring tanda vital, merawat jalan nafas serta bantuan pernafasan dan oksigenasi bila perlu, serta memberikan resusitasi cairan atau produk darah. Pasien dengan cedera multipel perlu beberapa liter kristaloid dalam 24 jam untuk mempertahankan volume intravaskuler, perfusi jaringan dan organ vital, serta keluaran urin. Berikan darah bila hipovolemia tidak terkontrol oleh cairan. Perdarahan yang tidak terkontrol dengan penekanan dan pemberian produk darah, operasi. Titik capai resusitasi adalah tanda vital normal, tidak ada lagi kehilangan darah, keluaran urin normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan tidak ada bukti disfungsi end-organ. Parameter (kadar laktat darah, defisit basa pada gas darah arteri) bisa membantu. Survei Sekunder. Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase resusitasi. Pada saat ini kenali semua cedera dengan memeriksa dari kepala hingga jari kaki. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain. Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya, alergi dan medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum.
  • 11. Pemeriksaan Fisik Berurutan. Diktum “jari atau pipa dalam setiap lubang“ mengarahkan pemeriksaan. Periksa setiap bagian tubuh atas adanya cedera, instabilitas tulang, dan nyeri pada palpasi. Periksa lengkap dari kepala hingga jari kaki termasuk status neurologisnya. PEMERIKSAAN PENCITRAAN DAN LABORATORIUM. Pemeriksaan radiologis memberikan data diagnostik penting yang menuntun penilaian awal. Saat serta urutan pemeriksaan adalah penting namun tidak boleh mengganggu survei primer dan resusitasi. Pastikan hemodinamik cukup stabil saat membawa pasien keruang radiologi. Pemeriksaan Laboratorium saat penilaian awal. Paling penting adalah jenis dan x-match darah yang harus selesai dalam 20 menit. Gas darah arterial juga penting namun kegunaannya dalam pemeriksaan serial digantikan oleh oksimeter denyut. Pemeriksaan Hb dan Ht berguna saat kedatangan, dengan pengertian bahwa dalam perdarahan akut, turunnya Ht mungkin tidak tampak hingga mobilisasi otogen cairan ekstravaskuler atau pemberian cairan resusitasi IV dimulai. Urinalisis dipstick untuk menyingkirkan hematuria tersembunyi. Skrining urin untuk penyalahguna obat dan alkohol, serta glukosa, untuk mengetahui penyebab penurunan kesadaran yang dapat diperbaiki. Pada kebanyakan trauma, elektrolit serum, parameter koagulasi, hitung jenis darah, dan pemeriksaan laboratorium umum lainnya kurang berguna saat 1-2 jam pertama dibanding setelah stabilisasi dan resusitasi. PENUTUP. Indonesia adalah super market bencana. Semua petugas medis bisa terlibat dalam pengelolaan bencana. Semua petugas wajib melaksanakan Sistim Komando Bencana dan berpegang pada SPGDT-S/B pada semua keadaan gawat darurat medis baik dalam keadaan bencana atau sehari-hari. Semua petugas harus waspada dan memiliki pengetahuan sempurna dalam peran khusus dan pertanggung-jawabannya dalam usaha penyelamatan pasien. Karena banyak keadaan bencana yang kompleks, dianjurkan bahwa semua petugas harus berperan-serta dan menerima pelatihan tambahan dalam pengelolaan bencana agar lebih terampil dan mampu saat bencana sebenarnya.
  • 12. RUJUKAN. 1. Seri PPGD. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat / General Emergency Life Support (GELS). Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Cetakan Ketiga. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan R.I. 2006. 2. Penanggulangan Kegawatdaruratan sehari-hari & bencana. Departemen Kesehatan R.I. Jakarta : Departemen Kesehatan, 2006. 3. Tanggap Darurat Bencana (Safe Community). Departemen Kesehatan R.I. Jakarta : Departemen Kesehatan, 2006. 4. Prosedur Tetap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan Penaanganan Pengungsi. Departemen Kesehatan R.I. Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan. Tahun 2002. 5. Advanced Trauma Life Support. Course for Physicians 6th. edition. American College of Surgeons, 55 East Erie Street, Chicago, IL 60611-2797. 6. Multiple Casualty Insidents. Available at http://www.vgernet.net/bkand/state/multiple.html.