Dokumen tersebut membahas kebijakan moneter di Indonesia. Secara garis besar dibahas mengenai kerangka kerja kebijakan moneter Indonesia sebelum dan sesudah krisis 1997 serta alat-alat dan mekanisme pelaksanaannya.
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
6 kebijakanmoneter
1. KEBIJAKAN MONETERKEBIJAKAN MONETER
DI INDONESIADI INDONESIA
Bank IndonesiaBank Indonesia
Medan, FE USU, 14 Februari 2008Medan, FE USU, 14 Februari 2008
Pusat Pendidikan dan Studi KebanksentralanPusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan
Bank IndonesiaBank Indonesia
2. Review Konsep dan Teori Moneter
Kebijakan Moneter Periode Pra Krisis Ekonomi
1997
Kebijakan Moneter Periode Selama Krisis
Ekonomi 1997
Kebijakan Moneter Periode Pasca Krisis Ekonomi
1997
Proses Perumusan Kebijakan Moneter
Mekanisme Pengendalian Moneter
OUTLINE
Paradigma Pengendalian Moneter Baru
3. ReviewKonsep dan Teori Moneter
Kebijakan moneter merupakan bagian integral dari
kebijakan ekonomi makro
Tujuan kebijakan ekonomi makro umumnya adalah
mencapai kemakmuran masyarakat (social welfare)
KEBIJAKAN
EKONOMI MAKRO:
KEBIJAKAN MONETER
KEBIJAKAN FISKAL
KEBIJAKAN PERDAGANGAN
KEBIJAKAN TENAGA KERJA
KEBIJAKAN LAINNYA
TUJUAN AKHIR:
SOCIAL
WELFARE
KEBIJAKAN
EKONOMI MAKRO:
KEBIJAKAN MONETER
KEBIJAKAN FISKAL
KEBIJAKAN PERDAGANGAN
KEBIJAKAN TENAGA KERJA
KEBIJAKAN LAINNYA
TUJUAN AKHIR:
SOCIAL
WELFARE
4. Apa Tujuan Kebijakan Moneter?
Peran penting dari kebijakan moneter sebagai salah satu kebijakan ekonomi;
Mempengaruhi :
a. stabilitas harga
b. pertumbuhan ekonomi
c. perluasan kesempatan kerja
d. keseimbangan neraca pembayaran
(a) – (d) menjadi sasaran akhir (objectives/ final targets) kebijakan moneter
Konflik pencapaian sasaran kebijakan :
- Secara ideal, semua sasaran akhir tersebut (multiple objectives) di atas
dapat dicapai secara bersamaan. Namun, seringkali pencapaian sasaran-sasaran akhir tsb
mengandung unsur-unsur yang kontradiktif.
- Misalnya: usaha untuk mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan
memperluas kesempatan kerja pada umumnya dapat berdampak negatif
terhadap kestabilan harga dan keseimbangan neraca pembayaran.
- Dalam perkembangannya, dewasa ini semakin disadari bahwa kebijakan
moneter semestinya lebih memfokuskan pada sasaran tunggal.
5. Kebijakan Moneter dengan Sasaran Tunggal
Sejalan dengan perkembangan ekonomi di dunia, Indonesia menganut hal yang sama
dengan menetapkan stabilisasi harga sebagai sasaran tunggal sebagaimana tercermin dalam
Undang-Undang Bank Indonesia yang baru (UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia –
diamandemen UU No. 3 tahun 2004).
Tujuan Bank Indonesia adalah:
“Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah” (Ps. 7)
3 Pilar pencapaian tujuan
Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai tugas: (Ps. 8)
a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
c. Mangatur dan mengawasi Bank
5
6. SEKTOR EKSTERNAL
Transaksi Berjalan
Ekspor
Impor
Transfer
Penghasilan (Income)
Transaksi Modal dan Keuangan
Investasi Langsung
Aliran Keuangan
– Pemerintah
– Swasta
Cadangan Devisa
SEKTOR RIIL
Konsumsi
Investasi
Ekspor
Impor
SEKTOR PEMERINTAH (FISKAL)
Anggaran Negara (APBN)
Penerimaan, termasuk hibah
Pengeluaran
Keseimbangan (overall)
Pembiayaan
– Dalam Negeri
– Luar Negeri
SEKTOR MONETER
Otoritas Moneter
Aktiva Luar Negeri Bersih
Aktiva Domestik Bersih
Net Claim on Government
Bank Umum
Aktiva Luar Negeri Bersih
Aktiva Domestik Bersih
Uang
Primer
Uang
Beredar
Bagaimana Hubungan kebijakan Moneter dengan
Kebijakan Lainnya?
7. Jenis Kerangka Kebijakan Moneter
Macam-macam Kerangka Kebijakan Moneter :
1. Monetary targeting; mendasarkan pada pengendalian uang beredar (sbg.
Intermediate target) dan uang primer (sbg. Sasaran operasional) untuk mencapai
sasaran akhir, dengan berdasar kestabilan permintaan uang.
2. Exchange rate targeting; mendasarkan pada pengendalian nilai tukar (sbg
intermediate target) untuk mencapai sasaran akhir (inflasi dan pertumbuhan
ekonomi).
3. Inflation targeting; memfokuskan sasaran akhir pada target inflasi yang diumumkan.
Untuk intermediate targetnya menggunakan inflation forecast, yang mendasarkan
pada semua channel transmisi moneter. Biasanya dikombinasikan dengan suku
bunga untuk penentuan operating targetnya.
4. Implicit Nominal Anchor (No Anchor). Tidak menetapkan sasaran akhir dan
intermediate tertentu. Tergantung penilaian dan keyakinan boards of governor. Untuk
operating target biasanya menggunakan suku bunga.
Rezim mana yang tepat tergantung pada kondisi ekonomi dan moneter negara
ybs. Bahkan untuk suatu negara rezim yang diterapkan dapat saja berubah.
8. Instrumen Sasaran
Operasional
Sasaran
Antara
Sasaran Akhir
Kerangka Kerja Kebijakan Moneter
Kerangka Operasional Kerangka Strategis
“Jangkar”
Nominal
- Nilai tukar
- Besaran moneter
- Inflasi (inflation targeting)
- Output nominal
- No explicit nominal anchor
Penargetan
- OPT - sk bunga jk. pd - sk. bunga jk. pj - Inflasi
- Fas. Diskonto - uang primer - M1, M2, kredit - Pertumbuhan Ek.
- Giro Wajib Min
- Imbauan, dll
9. Kerangka Operasi Kebijakan Moneter
ULTIMATE
TARGET
I
N
F
L
A
S
I
ECONOMIC
CAPACITY
Y
s
Yd
OPERATIONAL
TARGET
ECONOMIC
ACTIVITY
Investment
Consumption
Export
Import
Government Ex
Monetary
Instrument
1. OPEN MARKET
OPERATION
2. DISCOUNT FACILITY
3. RESERVE
REQUIREMENT
4. FOREIGN EXCHANGE
INTERVENTION
MONEY SUPPLY
OR
INTEREST RATE
10. Keseimbangan NP
PENDEKATAN SISTEM OPERASI
Pendekatan Harga
Variabel-variabel Informasi
• Langsung
• Sk.bunga PUAB • Stabilitas harga
• Tidak langsung
Pendekatan Kuantitas
- Langsung - Monetary base - Agregat moneter Stabilitas harga
- Tidak langsung seperti: seperti: Pertumbuhan ekonomi
. Uang primer/M0 . M1, M2
Kesempatan kerja
. Reserve bank . Kredit pbk
. Sk.bunga
Sumber: Junggun Oh. “Inflation Targeting, Monetary Transmission Mechanism, and Policy Rules in Korea”,
Economic Pap er , Vol.2, No.1, March 1999, Bank of Korea (dimodifikasi).
Instrumen
Sasaran
Operasional
Sasaran
Akhir
Sasaran
Operasional
Sasaran
Antara
Sasaran
Akhir
Instrumen
Perbandingan Sistem Operasi Kebijakan Moneter
11. Kerangka Kerja Quantity Targeting
Sebelum Juli 2005, Pendekatan kuantitas digunakan sebagai kerangka kebijakan
moneter
Pendekatan harga mulai digunakan Juli 2005
ULTIMATE
TARGET
Inflasi
Lapangan
Kerja
ECONOMIC
CAPACITY
Ys
Yd
MONEY
SUPPLY
Ms
Md
ECONOMIC
ACTIVITY
DEMAND FOR
MONEY
Investment
Consumption
Export
Import
Government
MONETARY
MANAGEMENT
MONETARY
INSTRUMENT
1. OPEN MARKET
OPERATION
2. DISCOUNT FACILITY
3. RESERVE
REQUIREMENT
4. FOREIGN EXCHANGE
INTERVENTION
Kerangka Kerja Quantity Targeting
Pertumb.
Ekonomi
Dll
12. Ilustrasi Teoritis Pelaksanaan Kebijakan Moneter
melalui quantity targeting
Misalnya terjadi perubahan kondisi ekonomi:
Terjadi arus modal masuk (capital inflow) yang cukup besar sebagai
akibat cukup menariknya iklim usaha di Indonesia.
Capital inflow ↑ NFA otoritas moneter ↑ uang primer ↑ (di atas
kisaran atas) NFA sistem moneter ↑ uang beredar ↑
Kegiatan ekonomi riil ↑ kecenderungan overheating
- Pertumbuhan M1 ↑ > 14.6%, (Pertumbuhan M0 ↑ > 12.2%)
- Pertumbuhan ekonomi ↑ > 6%
- Inflasi ↑ > 8%,
Kebijakan yang diterapkan (alternatif) : kontraksi moneter
Pilihan instrumen (alternatif) :
- Operasi pasar terbuka (OPT)
- Cadangan wajib minimum (RR)
13. Mekanisme Pengendalian M0 Melalui OPT
Operasi Pasar Terbuka dilakukan Bank Indonesia dengan tiga cara, yaitu :
1. Melalui lelang SBI
2. Melalui penggunaan FASBI di pasar uang rupiah, dan
3. Melalui sterilisasi/intervensi di pasar valuta asing
1. Lelang SBI
Besarnya lelang SBI (mingguan) dimaksudkan untuk mencapai besarnya target
uang primer yang ditetapkan. Untuk itu, tiap minggu Bank Indonesia akan
memperkirakan perkembangan uang primer dan, dengan membandingkan
target yang ditetapkan, menentukan besarnya kelebihan likuiditas pasar uang
yang harus diserap.
Hal ini dilakukan dengan menghitung berapa SBI yang jatuh tempo, berapa
ekspansi/konstraksi dari sisi fiskal (rekening Pemerintah di Bank Indonesia),
mutasi cadangan devisa, serta bagaimana kondisi likuiditas di pasar uang.
14. Mekanisme Pengendalian M0 Melalui
OPT
Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menggunakan
instrumen moneter yang dapat berupa Operasi Pasar Terbuka (OPT), intervensi
pasar valas, reserve requirement, ataupun moral suasion.
Berdasarkan sasaran M0 yang telah ditetapkan, Bank Indonesia melakukan
Operasi Pasar Terbuka (OPT).
OPERASI PASAR TERBUKA
Mo
Mo
OPT
Penjualan Surat
Berharga
Pembelian Surat
Berharga
i
M1 & M2
i
M1 & M2
Harga
stabil
15. Mekanisme Pengendalian MoneterMelalui OPT
Operasi Pasar Terbuka dilakukan Bank Indonesia dengan tiga cara, yaitu :
1. Melalui lelang SBI
2. Melalui penggunaan FASBI/FTK di pasar uang rupiah, dan
3. Melalui sterilisasi/intervensi di pasar valuta asing
2. Fasilitas Bank Indonesia
Selain lelang SBI mingguan (yaitu tiap hari Rabu), Bank Indonesia juga
melakukan kegiatan secara langsung di pasar uang rupiah melalui Fasilitas Bank
Indonesia (Fasbi). Hal ini dilakukan secara harian, terutama apabila terjadi
perkembangan di luar pehitungan yang dapat menyebabkan tidak tercapainya
target uang primer melalui lelang SBI.
Caranya antara lain dapat dilakukan dengan secara langsung menawarkan
kepada bank-bank untuk menanamkan kelebihan likuiditasnya di Bank
Indonesia (berjangka waktu overnight hingga satu minggu) atau dengan cara
membeli kembali SBI secara repurchase agreement (repo) di pasar uang antar
16. Mekanisme Pengendalian MoneterMelalui OPT
Operasi Pasar Terbuka dilakukan Bank Indonesia dengan tiga cara, yaitu :
1. Melalui lelang SBI
2. Melalui penggunaan FASBI/FTK di pasar uang rupiah, dan
3. Melalui sterilisasi/intervensi di pasar valuta asing
3. Sterilisasi/Intervensi Valuta Asing
Terutama dilakukan apabila Pemerintah akan membiayai kegiatan suatu proyek
(membutuhkan rupiah) dengan cara menggunakan dana valuta asingnya yang
disimpan sebagai cadangan devisa di Bank Indonesia.
Dengan cara ini, dapat dicapai dua tujuan sekaligus. Pertama, penyerapan
kelebihan likuiditas di pasar uang. Kedua, bahwa langkah ini sekaligus dapat
membantu upaya untuk menstabilkan perkembangan nilai tukar rupiah di pasar.
Intervensi di pasar valuta asing dapat pula dilakukan Bank Indonesia pada waktu
sedang terjadi gejolak nilai tukar rupiah di pasar valuta asing
17. Pertimbangan BI Beralih ke Pendekatan Harga
Quantity-based Approach vs Price-based Approach ?
Asumsi yang digunakan dalam Pendekatan Kuantitas adalah sbb:
1. Kebijakan dan perkembangan sektor-sektor lain (fiskal, nilai tukar, dan riil) akan berjalan
seperti yang ditetapkan.
2. Adanya hubungan yang stabil antara uang beredar (sebagai sasaran antara) dengan
kegiatan ekonomi riil (sebagai sasaran akhir) stabilitas fungsional income velocity dan
demand for money
3. Adanya hubungan yang stabil antara uang primer (sebagai sasaran operasional) dengan
uang beredar (sebagai sasaran antara) stabilitas fungsional angka pengganda uang
(money multiplier)
Namun, hasil kajian empiris BI menyimpulkan bahwa:
Income velocity, demand for money, dan money multiplier cenderung
“kurang” stabil.
M0 tidak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh Bank Indonesia. + 70% dari
komponen M0 adalah uang kartal yang merupakan kebutuhan masyarakat akan alat
pembayaran.
Agregat moneter M1 relatif stabil dibandingkan dengan M2.
18. Pertimbangan BI Beralih ke Pendekatan Harga
Quantity-based Approach vs Price-based Approach ?
Penyebab Ketidakstabilan Struktural tersebut adalah karena:
Pesatnya perkembangan sektor keuangan dan majunya inovasi
produk keuangan yang menyebabkan kegiatan penciptaan uang
(money creation) oleh sistem keuangan menjadi berlipat ganda.
Terjadinya proses decoupling antara sektor moneter dan sektor riil.
Sulitnya mengidentifikasi arah kausalitas antara uang beredar dan
kegiatan ekonomi. Adanya kecenderungan kegiatan ekonomi
mempengaruhi uang beredar, bukan sebaliknya.
19. Pertimbangan BI Beralih ke Pendekatan Harga
Quantity-based Approach vs Price-based Approach ?
Sejalan dengan permasalahan dalam pengendalian moneter dengan
menggunakan agregat moneter, paradigma baru yang lebih meyakini “harga”
uang, yaitu suku bunga dan nilai tukar, sebagai jalur utama transmisi kebijakan
moneter (price targeting) di Indonesia semakin mendapatkan perhatian.
Bond (1994) menunjukkan secara empiris bahwa hubungan antara suku bunga
dengan laju inflasi jauh lebih kuat dibandingkan dengan hubungan antara uang
beredar dengan inflasi.
Di sisi lain, dalam ekonomi yang semakin terbuka dengan sistem nilai tukar
yang fleksibel, pergerakan nilai tukar rupiah juga dianggap sangat penting
dalam mempengaruhi permintaan agregat, pertumbuhan ekonomi, and inflasi.
Isu pokok yang sedang dikaji adalah apakah apakah cukup relevan apabila
manajemen moneter di Indonesia dibangun atas dasar jalur mekanisme
transmisi salah satu/kedua variabel tersebut; ataukah berdasarkan jalur
mekanisme transmisi kebijakan moneter yang lain?
20. Pertimbangan BI Beralih ke Pendekatan Harga
Quantity-based Approach vs Price-based Approach ?
Hasil kajian empiris tersebut merupakan pertimbangan utama bagi
Bank Indonesia untuk mengubah paradigma pengendalian
moneternya dari quantity-based approach menjadi price-based
approach pada Juli 2005.
Penerapan price-based approach tidak terlepas dari upaya Bank
Indonesia yang menerapkan full-fledged inflation targeting framework
pada bulan Juli 2005. Pembahasan mengenai hal ini akan dijelaskan
setelah penjelasan umum pendekatan harga atau suku bunga sebagai
sasaran operasional kebijakan moneter.
21. Kerangka Kerja Pendekatan Harga
ULTIMATE
TARGET
I
N
F
L
A
S
I
ECONOMIC
CAPACITY
Y
s
Yd
OPERATIONAL
TARGET
ECONOMIC
ACTIVITY
Investment
Consumption
Export
Import
Government Ex
Monetary
Instrument
1. OPEN MARKET
OPERATION
2. DISCOUNT FACILITY
3. RESERVE
REQUIREMENT
4. FOREIGN EXCHANGE
INTERVENTION
INTEREST RATE
22. Mekanisme Transmisi Pendekatan Harga
BI Interest
Rate
Domestic
demand
Net external
demand
Credit
Asset prices
Expectations/
confidence
Exchange rate
Total
demand
Domestic
Inflationary
pressure
Inflation
Import
prices
Market
Interest rate
23.
24. Kerangka Kerja Kebijakan Moneter Indonesia s/d Juli 2005:
Lite Inflation Targeting
Sejak tahun 2000, dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999
BI telah menentukan dan mengumumkan sasaran inflasi sebagai
sasaran akhir kebijakan moneter.
Dengan amandemen UU Bank Indonesia No. 3 Tahun 2004,
Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia telah
menetapkan dan mengumumkan sasaran inflasi IHK untuk tahun
2005, 2006, dan 2007.
BI telah menempuh sejumlah langkah dalam memperkuat
persyaratan untuk penerapan ITF, termasuk:
Pengembangan indikator, riset, pemodelan ekonomi untuk
dasar analisis, prakiraan, dan perumusan kebijakan.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) sebagai proses
perumusankebijakan moneter.
Pengembangan laporan dan strategi komunikasi untuk
transparansi dan akuntabilitas kebijakan moneter kepada
publik.
25. Kerangka Kerja Kebijakan Moneter Indonesia s/d Juli 2005:
Lite Inflation Targeting
Sebelum Juli 2005, operasi moneter masih menggunakan uang
primer uang primer (base money) sebagai sasaran operasional.
Cara ini dirasakan semakin tidak sejalan dengan penerapan
kebijakan moneter dengan ITF, terutama karena:
1. Hubungan antara uang primer dengan inflasi dan pertumbuhan
ekonomi semakin tidak stabil dan mengalami hubungan terbalik.
2. Sinyal kebijakan moneter kepada pasar dan masyarakat kurang
efektif,
3. Respon kebijakan moneter cenderung mengarah ke belakang
(backward looking) dan lebih sulit dilakukan.
4. Uang primer lebih sulit dikendalikan oleh bank sentral karena
perilaku permintaan uang kartal masyarakat di Indonesia.
Sejak 1999-Sebelum Juli 2005, dalam literature, Indonesia
dikategorikan sebagai negara yang menerapkan Inflation
Targeting Lite.
26. Sejak Juli 2005, Bank Indonesia menggunakan ITF sebagai kerangka kebijakan
Moneter.
Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan kerangka kerja kebijakan moneter
yang secara transparan dan konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi
beberapa tahun ke depan yang secara eksplisit ditetapkan dan diumumkan.
Empat prinsip pokok rezim kebijakan moneter dengan ITF:
1. Memiliki sasaran utama, yaitu Sasaran Inflasi, yang dijadikan sebagai prioritas
pencapaian (overriding objective) dan acuan (nominal anchor) kebijakan moneter.
2. Bersifat antisipatif (preemptive atau forward looking) dengan mengarahkan respon
kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi ke depan.
3. Mendasarkan pada analisis, prakiraan, dan kaidah kebijakan tertentu dalam
menetapkan pertimbangan respon kebijakan moneter (constrained discretion).
4. Sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat (good governance), yaitu
berkejelasan tujuan, konsisten, transparan, dan berakuntabilitas.
Kerangka Kebijakan MoneterSejakJuli 2005
Pengertian dan Karakteristik ITF
27. Secara rinci karakteristik Inflation Targeting Framework sbb:
Kerangka Kebijakan MoneterSejakJuli 2005
Kriteria Bernanke et.al.
(1999)
Svensson
(2000)
1
2
3
4
5
6
7
8
Kestabilan harga sbg tujuan akhir kebijakan
moneter
Pengumuman target inflasi
Target inflasi jangka menengah
Komunikasi intensip dg publik
Penggunaan monetary policy rule secara
spesifik
Publikasi prakiraan inflasi dan output
Target ditetapkan pemerintah (goal
dependence)
Penggunaan instrumen scr independen
(instrument independent)
Ya
Ya
Tidak jelas
Ya
Tidak jelas
Tidak perlu
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Penargetan
prakiraan inflasi
Ya
Tidak perlu
Ya, ttp tidak
disebutkan scr jelas
28. Mengapa Inflation Targeting …?Mengapa Inflation Targeting …?
IT fokus pada kestabilan harga (sehingga dapat digunakan sbg ‘anchor’
ekspektasi inflasi bagi masyarakat).
IT meningkatkan transparansi keb. Moneter.
IT memberikan ukuran keberhasilan bank sentral (kejelasan akuntabilitas).
IT bersifat forward looking dan memperhitungkan lag kebijakan moneter.
IT tidak memerlukan asumsi stabilitas hubungan uang beredar, output
dan harga.
Pengalaman negara-negara lain yang menerapkan IT menunjukkan
dengan inflasi yang rendah dan stabil, pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang lebih sustainable.
29. Kerangka Kerja Baru Kebijakan Moneter Indonesia:
Empat Langkah Penguatan Kebijakan Moneter Melalui ITF
Empat elemen mendasarEmpat elemen mendasar dalam langkah-langkah penguatan kerangka
kerja kebijakan moneter yang baru mulai Juli 2005 agar konsisten
dengan penerapan ITF:
1. Penggunaan suku bunga (disebut BI RateBI Rate) sebagai reference rate
dalam pengendalian moneter, sebagai pengganti sasaran
operasional uang primer.
2. Penguatan proses perumusan kebijakan moneter dengan strategikebijakan moneter dengan strategi
antisipatifantisipatif (forward looking strategy) dalam mengarahkan respon
kebijakan moneter saat ini untuk pencapaian sasaran inflasi ke
depan.
3.3. SStrategi komtrategi komuunnikikasiasi yang lebih transparan untuk memperkuat sinyal
kebijakan moneter kepada pasar dan upaya pembentukan ekspektasi
inflasi.
4. Penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintahkoordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk
meminimalkan tekanan inflasi dari kenaikan administered prices dan
volatile foods maupun untuk sinergi kebijakan ekonomi secara
keseluruhan.
30. Inflation Targeting:
“AFram e wo rk, No t ARule ”
OPERASI
MONETER
KOMUNIKASI KEBIJAKAN
• Komitmen & Konsistensi
• Pembentukan ekspektasi
RESPON
KEBIJAKAN
INDIKATOR
KEBIJAKAN
SASARAN
AKHIR
SASARAN
INFLASI
• Kesejahteraan Masy.
• Trade off yg optimal
antara Inflasi dan
Output
• Pengaruh ekspektasi
PERTUMBUHAN OUTPUT
PRAKIRAAN
INFLASI
BI RATE
INSTRUMEN
MONETER
• Determinan inflasi
• Keterkaitan antar
variabel ekonomi
• Transmisi moneter
Model, riset, statistik,
expert opinion,
judgement KREDIBILITAS
KEBIJAKAN
• Manajemen
Likuiditas: OPT,
RR, Fasilitas
Diskonto, Forex
Intervention.
• Koridor suku
bunga
• Struktur suku
bunga
• Stabilisasi nilai tukar
• Kebijakan moneter lain
• Kebijakan perbankan
Koordinasi Pemerintah
+
+
31. Respon Kebijakan Moneter:
BI-Rate sebagai Sinyal Kebijakan
• BI Rate mencerminkan arah kebijakan moneter
yaitu indikasi level suku bunga jangka pendek
yang diinginkan bank sentral dalam upaya
mencapai target inflasi.
• Perubahan BI Rate – yang mencerminkan
perubahan stance kebijakan moneter – dilakukan
dalam kelipatan 25 bps (perubahan dapat 25, 50
ataupun 75 bps sesuai dengan situasi moneter
yang terjadi).
• BI Rate diumumkan ke publik pada setiap awal
bulan setelah RDG Bulanan (baik berubah maupun
tidak).
32. Kerangka Operasional
OPTOPT
OPT RegulerOPT Reguler
OPT Non Reguler/
Fine Tune Operation
OPT Non Reguler/
Fine Tune Operation
Penerbitan SBIPenerbitan SBI
FASBI/SWBIFASBI/SWBI
Reverse Repo SUN*)Reverse Repo SUN*)
SBI/SUN RepoSBI/SUN Repo
Kontraksi
Ekspansi
Kontraksi
Ekspansi
Fine Tune Kontraksi
(FTK), Outright jual SUN
Fine Tune Kontraksi
(FTK), Outright jual SUN
Fine Tune Ekspansi
(FTE), Outright Beli SUN
Fine Tune Ekspansi
(FTE), Outright Beli SUN
Sterilisasi/Intervensi
(beli USD/IDR)
Sterilisasi/Intervensi
(beli USD/IDR)
Sterilisasi/Intervensi
(jual USD/IDR)
Sterilisasi/Intervensi
(jual USD/IDR)
33. OPT: Lelang SBI
Prosedur dan mekanisme pelaksanaan lelang SBI:
1. Pelaksanaan lelang SBI 1 bulan dilakukan secara
mingguan.
2. Untuk mendukung kredibilitas BI Rate, lelang diarahkan
agar rate hasil lelang sama dengan BI Rate.
3. Sistem lelang menggunakan Fixed Rate tender.
34. OPT: Lelang SBI
Sebelum Implementasi BI-Rate
• Bidding rates yang diajukan peserta lelang hari Rabu tergantung pada
interpretasi mereka terhadap indirect signal dari target indikatif yang
diumumkan hari Selasa.
Contoh:
Pada hari Selasa, BI mengumumkan target lelang Rp 10 triliun,
dengan jumlah jatuh waktu Rp 9 triliun.
Pasar akan menginterpretasikan pengumuman ini sebagai indirect
signal bahwa BI menginginkan kenaikan bid rate.
• Sedikit perubahan pada RRT SBI diinterpretasikan sebagai perubahan
sinyal kebijakan moneter.
Contoh:
Pada hari Rabu, BI mengumumkan hasil lelang 12,27% dibandingkan
minggu sebelumnya 12,25%.
Pasar akan menginterpretasikan ini sebagai trend peningkatan suku
bunga yang diinginkan BI, sehingga mereka akan mengajukan bid
yang lebih tinggi pada lelang berikutnya.
35. OPT: Lelang SBI
Sinyal Suku Bunga dengan BI-Rate
• Bidding rates dari peserta lelang tergantung pada strategi mereka
sesuai dengan BI-Rate yang diumumkan.
Contoh:
Pada hari Selasa, BI mengumumkan target lelang SBI Rp 10 triliun,
dari jumlah jatuh waktu Rp 9 triliun. BI Rate diumumkan pada level
12,25%
Pasar tidak menginterpretasikan pengumuman ini sebagai indirect
signal bahwa BI menginginkan kenaikan BI-Rate. Pasar akan mem-bid
sekitar 12,25%, tanpa memperdulikan target.
• Perubahan sinyal kebijakan ditentukan oleh berubah/tidaknya BI-Rate.
• SOR ditetapkan sebesar BI-Rate. Bidding rate yang masuk sebagian
besar (mendekati 99%) berada pada level BI-Rate.
36. Proses Perumusan Kebijakan
Moneter
Rapat Dewan Gubernur (RDG)
Perumusan kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dilakukan melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG). Rapat ini dilakukan
satu kali dalam sebulan untuk menetapkan kebijakan umum bidang
moneter. Sementara, rapat sejenis juga dilakukan satu kali dalam
seminggu untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan moneter yang
telah dilakukan.
RDG bulanan dapat dihadiri oleh menteri kabinet atau wakil
pemerintah dengan hak bicara tanpa hak suara. Tujuannya adalah
untuk mempererat koordinasi kebijakan moneter, kebijakan fiskal,
dan kebijakan makro ekonomi lainnya.
RDG dapat dikategorikan menurut waktu pelaksanaannya menjadi
RDG bulanan awal tahun, RDG triwulanan, RDG bulanan, dan RDG
mingguan.
37. Proses Perumusan Kebijakan
Moneter
RDG Bulanan Awal Tahun
RDG bulanan awal tahun dilakukan untuk mengevaluasi
perkembangan ekonomi, moneter, perbankan, dan sistem
pembayaran selama satu tahun yang lalu dan prospeknya ke depan.
Telaah mengenai prospek ekonomi makro dan moneter ke depan
dimaksudkan terutama dilakukan untuk menetapkan arah dan
sasaran kebijakan moneter untuk satu tahun ke depan sesuai dengan
sasaran inflasi yang ditetapkan.
RDG ini jg sekaligus untuk membahas dan mensahkan laporan
tertulis yang akan disampaikan kpd DPR dan Pemerintah. Laporan ini
memuat: (1) pelaksanaan tugas & wewenang BI thn sebelumnya, (2)
rencana kebijakan, penetapan sasaran, dan langkah2 pelaksanaan
tugas & wewenang BI utk tahun y.a.d. dgn memperhatikan
perkembangan laju inflasi & kondisi ekonomi dan keuangan.
38. Proses Perumusan Kebijakan
Moneter
RDG Triwulanan
Dilaksanakan awal April, Juli, Oktober, dan Desember.
RDG ini dilaksanakan untuk mengevaluasi perkembangan ekonomi,
moneter, perbankan, dan sistem pembayaran selama satu triwulan
yg lalu dan prospeknya utk periode ke depan.
Telaah mengenai prospek ekonomi ke depan terutama dilakukan
untuk menentukan apakah sasaran inflasi yang telah ditetapkan
masih dalam batas kisaran yang aman, serta untuk menetapkan arah
dan sasaran kebijakan moneter untuk satu triwulan ke depan.
RDG ini dimaksudkan juga untuk membahas dan mensahkan laporan
triwulanan tertulis tentang pelaksanaan tugas dan wewenang BI yg
akan disampaikan kpd DPR dan pemerintah.
39. Proses Perumusan Kebijakan
Moneter
RDG Bulanan
RDG bulanan dilaksanakan dalam rangka mengevaluasi perkembangan inflasi, nilai
tukar, moneter, dan perbankan.
Lebih diarahkan utk memantau pencapaian target inflasi & arah kebijakan satu
bulan berikutnya.
Penetapan BI Rate dan langkah pengendalian moneter satu bulan yang akan datang,
seperti OPT, dan sterilisasi/intervensi di pasar valas.
Keputusan kebijakan moneter dalam RDG bulanan ini disampaikan ke masyarakat
melalui siaran pers.
40. Proses Perumusan Kebijakan
Moneter
RDG Mingguan
RDG mingguan dilaksanakan atas dasar arahan dari RDG bulanan.
RDG mingguan dilaksanakan dalam rangka mengevaluasi
pelaksanaan pengendalian moneter pada minggu sebelumnya.
Arahan pelaksanaan OPT, sterilisasi/intervensi di pasar valas, serta
arah suku bunga di minggu mendatang.
Keputusan pengendalian moneter dalam bentuk OPT melalui lelang
SBI dalam RDG mingguan ini disampaikan ke masyarakat melalui
siaran pers.
41. Proses Perumusan Kebijakan
Moneter
Laporan-Laporan
Laporan tahunan dan triwulanan BI dievaluasi oleh DPR. Laporan ini
digunakan sebagai bahan penilaian kinerja Dewan Gubernur dan BI
secara keseluruhan.
Laporan tahunan ke DPR dalam rangka akuntabilitas, sedangkan
laporan tahunan ke pemerintah dalam rangka informasi.
Laporan tahunan ke masyarakat melalui media massa dalam rangka
informasi, cerminan transparansi, dan pemberitahuan arah kebijakan
moneter.
42. Kebijakan MoneterPeriode Pra Krisis Ekonomi 1997
Periode 1945 - 1952
Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter
Mata uang Hindia Belanda & Jepang
masih digunakan
Belum terdapat bentuk bank sentral
secara formal
UUD 1945 Ps.23: perlunya dibentuk
sebuah bank yg disebut Bank
Indonesia, yg mengeluarkan &
mengatur uang kertas
UU nasionalisasi De Javasche Bank
6/12/51 disahkan
Dominasi dinamika perkembangan
politik terhadap permasalahan
ekonomi
BNI, BRI sebagai bank sirkulasi ORI
yg menggantikan peran uang Hindia
Belanda & Jepang
ORI ditarik diganti dgn uang De
Javasche Bank yg ditunjuk sbg bank
sirkulasi
De Javasche Bank ditetapkan sebagai
bank sentral pada pemerintah RIS
Tindakan moneter sanering pada 1950
(Gunting Sjafruddin)
43. Kebijakan MoneterPeriode Pra Krisis Ekonomi 1997
Periode 1953 - 1967
Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter
Telah banyak mata uang yang beredar
dan berbeda-beda di berbagai wilayah
di Indonesia
Lahir UU No.11/1953 tentang Pokok
Bank Indonesia sbg pengganti
Javasche Bank Wet 1922
Pemerintah membangun proyek2
‘mercu suar’ dan pengeluaran besar
untuk militer
Jumlah uang beredar berlebihan
menyebabkan hyperinflation (+/- 600%)
pada pertengahan tahun 1960-an.
Bank Indonesia sbg bank sirkulasi
menerbitkan mata uang baru, rupiah,
sbg satu2nya alat pembayaran yg sah
di wilayah negara Indonesia
Dibentuk Dewan Moneter tdr dr
Menkeu (ketua), Menteri Ekonomi,
dan GBI.
BI jg sbg bank komersial dgn
memberi kredit kpd swasta,
pemerintah, yayasan pem., dll.
BI sbg agen pembangunan: (1). Cetak
uang u/ menutup defisit fiskal (2).
Pembiayaan scr lgs dlm keg. ekonomi
44. Kebijakan MoneterPeriode Pra Krisis Ekonomi 1997
Periode 1968 - 1972
Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter
Pemerintah sebelumnya kurang
memegang prinsip kehati2an dalam
pelaksanaan kebijakan moneter dan
fiskal
Lahir UU No.13/1968 tentang Bank
Sentral
Laju inflasi turun drastis hingga di
bawah 10%
Kegiatan perekonomian nasional
secara berangsur2 mulai tertata &
mengalami peningkatan.
Pengaturan kelembagaan, positif krn
kebijakan moneter-fiskal terintegrasi &
terkoordinir, tp negatif krn tdk ada
check & balance kebijakan2 ekonomi
Kebijakan moneter difokuskan pada
pengendalian inflasi. Pencetakan
uang utk pembiayaan defisit anggaran
dihentikan
Koordinasi kebijakan fiskal-moneter
ditingkatkan shg stabilitas ekonomi
cepat pulih
Kebijakan moneter dirumuskan oleh
Dewan Moneter dan BI melakukan
tugas kebijakan moneter sesuai dgn
keputusan Dewan Moneter
∆M0 ke NCG dibatasi JUB
terkendali
- Periode Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi -
45. Kebijakan MoneterPeriode Pra Krisis Ekonomi 1997
Periode 1973 - 1982
Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter
Awal dekade 70-an ditemukan ladang2
minyak baru secara signifikan shg
penerimaan negara meningkat
Pengeluaran rutin dan pembangunan
oleh pemerintah meningkat shg
mendorong kegiatan ekonomi riil
Kebijakan kredit selektif membuat
sektor perbankan kurang bergairah krn
sumber dana yang langka dan
penyaluran kredit sangat dibatasi
Penerimaan devisa hasil minyak
menyebabkan ekspansi jumlah uang
primer (M0) shg BI melakukan
penyerapan ekspansi moneter dari
sisi fiskal tersebut utk meredam
tekanan inflasi
Kebijakan kredit selektif diluncurkan
thn 1974 utk mengendalikan JUB
terutama dgn mengatur besarnya
ekspansi kredit bank. Pagu kredit
individual bank setiap tahun
ditentukan oleh BI
∆NFA M0 Kredit dipagu
RR diturunkan dr 30% mjd 15% thn
1978 terutama utk mendorong
pemberian kredit kpd sektor swasta
- Periode Pertumbuhan Ekonomi dengan Hasil Minyak -
46. Kebijakan MoneterPeriode Pra Krisis Ekonomi 1997
Periode 1983 - 1997
Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter
Awal dekade 80-an harga minyak
merosot krn kecenderungan tjdnya
resesi dunia. Penerimaan negara utk
pembiayaan APBN semakin terbatas.
Peran swasta dalam kehidupan
ekonomi perlu ditingkatkan.
Pakjun 1983 menandai era liberalisasi
sektor perbankan dan keuangan. Jml
bank, mobilisasi dana, bentuk kredit,
jenis pembiayaan, vol. transaksi dan
jenis produk keuangan meningkat.
Pakto 1988 mendorong kegiatan
ekonomi DN dlm menghadapi
persaingan global. Scr umum mrp
paket penyempurnaan kebijakan di
bidang keu., moneter, & perbankan
Stl Pakjun 1983, kebijakan moneter
langsung melalui selective credit
policy diganti dgn kebijakan moneter
tidak langsung melalui OPT. SBI
diterbitkan thn 1984 sbg instrumen
utama OPT ditambah dgn intervensi
di pasar uang rupiah (1 s.d. 7 hari).
∆M0 dikendalikan M1& M2
Pakto 1988 menurunkan RR dr 15%
mjd 2%, pelonggaran izin pendirian
bank shg perbankan tumbuh pesat.
RR ↓ ∆M0 M1 & M2
- Periode Deregulasi, Debirokratisasi, dan Liberalisasi Ekonomi -
47. Kebijakan MoneterPeriode Pra Krisis Ekonomi 1997
Periode 1983 - 1997
Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter
Pengendalian JUB (M1& M2) makin
sulit krn operasi & produk perbankan
makin beragam (CDs, CPs, promissory
notes, ATMs) . Produk pasar modal jg
berkembang pesat baik dalam bentuk
vol. transaksi maupun SSB yg
diperdagangkan. Tjd decoupling
(pemisahan) sektor keuangan & sektor
riil.
Liberalisasi sektor keuangan
menyebabkan aliran dana LN
khususnya pinjaman LN swasta jgk
pendek semakin besar dan pesat.
Pinjaman ini tidak dilindungi dr risiko
nilai tukar, dimanfaatkan utk proyek
jgk panjang & tdk menghasilkan
devisa.
Besar dan mobilitas aliran dana LN
mempersulit pelaksanaan kebijakan
moneter oleh BI shg BI melakukan
penyerapan likuiditas dlm
perekonomian. Hal ini mendorong
suku bunga naik.
Suku bunga tinggi semakin
mendorong aliran modal masuk
khususnya dlm bentuk SSB berjangka
pendek.
Prinsip good corporate governance
tdk dijalankan dgn baik shg mjd
penyebab utama krisis thn 1997.
∆NFA ∆M0 OPT ∆M0 ↓ ,i
∆NFA
- Periode Deregulasi, Debirokratisasi, dan Liberalisasi Ekonomi -
( Lanj ut an. . . )
48. Kebijakan MoneterPeriode Selama Krisis Ekonomi 1997
Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter
Spekulasi thd Baht menjalar ke Rupiah
(contagion effect) shg investor asing
menarik dananya scr tiba2. Timbul
kepanikan di pasar valas dan tjd aksi
borong devisa yg menyebabkan
Rupiah merosot tajam dlm wkt singkat.
Ini mrp awal dr krisis ekonomi thn
1997.
Pemerintah menutup sejumlah bank
shg tjd krisis kepercayaan thd bank
dan rupiah, tjd bank run.
Tjd excess likuiditas, laju inflasi
mencapai 77,63% tahun 1998, dan
suku bunga SBI 1 bulan mencapai
38,44% pd tahun yg sama.
Di bawah sistem NT managed floating
pd saat itu, kebijakan2 yg diambil adl
melakukan intervensi di pasar valas &
melebarkan band (rentang) intervensi.
Tekanan begitu kuat & cadangan
devisa menurun shg sistem NT
floating diadopsi. Pemerintah
memutuskan ikut program IMF (awal
1998).
Bank run & penutupan bank diatasi
dgn penyediaan dana talangan oleh
pemerintah melalui BI di bawah
program penjaminan pemerintah atas
seluruh kewajiban bank.
Kebijakan suku bunga tinggi untuk
menghadapi tekanan inflasi akibat
kelebihan likuitas dlm perekonomian.
Periode 1997 - 1998
49. Kebijakan MoneterPeriode Pasca Krisis Ekonomi 1997
Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter
Stl berada di bawah program IMF, NT
rupiah masih rentan dan tekanan
inflasi masih tinggi.
Kebijakan yg diambil scr berangsur2
mampu menstabilkan nilai tukar rupiah
dan mengendalikan tekanan inflasi. NT
menguat dr rata2 Rp9.316/dolar thn
2002 mjd rata2 Rp8.572/dolar thn 2003.
Inflasi turun dr 10,03% thn 2002 mjd
5,06% thn 2003. Suku bunga SBI turun
dr 13,02% thn 2002 mjd 7.34% pd Juni
2004.
Lahir UU No.23/1999 tentang Bank
Indonesia sbg penguatan BI scr
kelembagaan sbg bank sentral, dgn
fokus mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah. BI mrp bank
sentral yg independen, namun
transparan & accountable.
Pengendalian JUB melalui
pencapaian sasaran operasional uang
primer yg ditetapkan sesuai dgn
program yg disepakati antara
Pemerintah dan IMF
Suku bunga diturunkan stl NT rupiah
stabil dan tekanan inflasi terkendali.
Tugas pokok BI menurut UU No.23/99
adl (1) menetapkan & melaksanakan
kebijakan moneter (2) mengatur &
menjaga kelancaran sistem
pembayaran (3) mengatur &
mengawasi sistem perbankan. Ketiga
tugas ini saling terkait dalam upaya
mencapai kestabilan rupiah.
BI diberi wewenang utk
melaksanakan kebijakan NT dan
pengelolaan cad. devisa sesuai dgn
sistem NT dan sistem devisa yg
Periode 1999 - Sekarang
50. Kebijakan MoneterPeriode Pasca Krisis Ekonomi 1997
Kondisi Ekonomi Kebijakan Moneter
Tugas pokok yg telah ditetapkan dalam
UU, menuntut BI untuk juga responsif
terhadap dinamika yg terjadi dalam
bidang tugasnya.
Terdapat tuntutan untuk melakukan
amandemen thd UU No.23/1999 ttg BI
sbg upaya untuk menyesuaikan
dengan perkembangan kondisi
ekonomi, sosial, dan politik.
Munculnya paradigma baru kebijakan
bank sentral di bidang moneter,
perbankan dan sistem pembayaran
yaitu Inflation Targeting Framework
(ITF), Arsitektur Perbankan Indonesia
(API), dan Real Time Gross Settlement
(RTGS).
Amandemen UU ttg BI dalam UU
No.3/2004, dgn pokok2 antara lain: (1)
penetapan sasaran inflasi oleh
pemerintah stl berkoordinasi dgn BI,
(2) pengalihan fungsi pengawasan
bank pada 2010, (3) penyediaan
Financial Safety Nets, (4)
pembentukan Badan Supervisi, (5)
Keanggotaan DG: internal/eksternal,
dan (6) Aspek2 transparansi,
akuntabilitas, dan
pertanggungjawaban.
Periode 1999 - Sekarang