Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Komunitas klimaks adalah komunitas terakhir dan stabil (tidak berubah) yang mencapai keseimbangan ekosistem.
2. Terdapat 3 teori klimaks yaitu teori monoklimaks, teori poliklimaks dan teori informasi.
3. Sifat fasa klimaks antara lain komposisi jenis pada fasa klimaks relatif tetap, tidak ada akumulasi tahunan berlebihan dan fasa klimaks dapat mengelola diri sendiri atau mandiri.
4. Komunitas klimaks dipengaruhi oleh faktor yaitu musim dan biasanya komposisinya bercirikan spesies yang dominan.
5. Proses terjadinya komunitas klimaks terjadi dalam 3 tahapan yaitu tahap perintis, tahap intermediet dan tahap klimaks.
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa) dan MANGGA (Mangifera indica) di AREAL PERSAWAHAN BALAI BENIH PALUR, DESA SONOBIJO, KEC. MOJOLABAN, KAB. SUKOHARJO, SURAKARTA”
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa) dan MANGGA (Mangifera indica) di AREAL PERSAWAHAN BALAI BENIH PALUR, DESA SONOBIJO, KEC. MOJOLABAN, KAB. SUKOHARJO, SURAKARTA”
diambil dari http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=12&ved=0CBkQFjABOAo&url=http%3A%2F%2Fagusns.staff.umy.ac.id%2Ffiles%2F2010%2F06%2FKERUSAKAN-PELESTARIAN-LINGKUNGAN.ppt&rct=j&q=pengelolaan%20sumber%20daya%20alam%20%3A%20ppt&ei=S0SdTruxFIPkrAeIwMijCQ&usg=AFQjCNG0Pw5epikXXQp9ubMal9XzkopDAQ&cad=rja
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa DNA pada sampel tumbuhan muda yaitu daun muda jambu biji berhasil diisolasi secara sederhana dengan menggunakan metode sederhana.
Bentuk DNA yang dihasilkan adalah berupa benang-benang transparan.
PPT Manajemen Quality Control: PT. Campina Ice Cream IndustryUNESA
Struktur manajemen quality control di PT. Campina terdiri dari 3 laboratorium yaitu, Mikrobiologi, Fisika Kimia, dan Distribusi.
Kualitas quality control di PT. Campina masih belum berstandar ISO tetapi laboratorium rutin mengikuti Uji Profisiensi Nasional.
Strategi mempertahankan mutu produk dari PT. Campina adalah dengan mengendalikan kualitas mutu bahan baku, kualitas proses produksi, kualitas barang jadi dan distribusi.
Pemasaran produk di PT. Campina yaitu dengan cara menganalisa produk yang digemari oleh pasar, selalu mencoba menetapkan harga yang ekonomis, penerimaan kunjungan kepabrik untuk melihat proses produksi, dan mendistribusi ke tempat yang strategis dengan persyaratan dan ketentuan.
Penanganan produk out of specification dengan cara yang sama dengan kriteria limbah padat atau cair sehingga dibuang dengan prosedur yang sama.
ISO 17025 adalah perpaduan antara persyaratan manajemen dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi.
Penerapan standar ISO 17025 biasanya dihubungkan dengan proses akreditasi laboratorium.
Indonesia mengadopsi ISO 17025:2005.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja/perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Kepmenaker Nomor 463/MEN/1993).
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yaitu bagian
dari system manajemen secara keseluruhan
Makalah Manajemen Quality Control: Laboratorium Quality Control Yang IdealUNESA
Secara garis besarnya, prinsip berlaboratorium yang ideal dicirikan dengan dimilikinya sarana, metode, peralatan dan kemampuan analisis, serta sistem pengorganisasian.
Cara berlaboratorium pengawasan mutu yang baik (Good Laboratory Practices/GLP) adalah sebagai berikut:
1. Bangunan dan Fasilitas
2. Personil
3. Peralatan
4. Pereaksi dan Media Perbenihan
5. Baku Pembanding
6. Penandaan
7. Hewan Pengujian
8. Spesifikasi dan Prosedur Pengujian
9. Catatan Analisis
Mutasi adalah perubahan pada DNA yang bersifat permanen. Perubahan tersebut dapat dilihat dari fenotipe suatu organisme yang ditandai dengan perubahan satu atau lebih nukleotida. Mutasi digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu mutasi spontan dan mutasi buatan, dimana pada mutasi spontan disebabkan oleh suatu faktor atau beberapa faktor yang tidak diketahui penyebabnya, sedangkan mutasi buatan sengaja dibuat sehingga dapat diketahui secara pasti penyebabnya.
1. Pemberian perlakuan gelap dapat memengaruhi
jumlah bakteri Escherichia coli. Hal tersebut
berdasarkan data bahwa jumlah koloni bakteri E. Coli
yang mengalami mutasi dengan perlakuan gelap lebih
banyak daripada ketika diberi perlakuan spontan dan
perlakuan terang.
2. Semakin besar frekuensinya maka semakin sering
terjadi mutasi dan semakin sedikit koloni bakteri.
Laporan Praktikum Genetika: Mutasi Pada BakteriUNESA
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dibahas maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Pemberian perlakuan gelap dapat memengaruhi jumlah bakteri Escherichia coli. Hal tersebut berdasarkan data bahwa jumlah koloni bakteri E. Coli yang mengalami mutasi dengan perlakuan gelap lebih banyak daripada ketika diberi perlakuan spontan dan perlakuan terang.
2. Semakin besar frekuensinya maka semakin sering terjadi mutasi dan semakin sedikit koloni bakteri.
Laporan Praktkum Kultur Jaringan Tumbuhan: Pembuatan Media MS (Murashige & Sk...UNESA
1. Ada 145 botol media steril yang dihasilkan dari praktikum pembutan media MS (Murashige & Skoog), yaitu media A sejumlah 47 botol, media B sejumlah 50 botol, dan media C sejumlah 48 botol, dan tidak ada yang mengalami kontaminasi.
2. Pada eksplan embrio Kacang Tanah (Arachis hypogaea) yang ditanam pada botol media MS (Murashige & Skoog) ada 3 eksplan dan semuanya mengalami kontaminasi bakteri yang dapat dilihat dari warna akar dan tunas kacang tanah yang berwarna jingga.
3. Faktor-faktor penyebab kontaminasi dalam kultur jaringan pada praktikum ini adalah:
- Organisme kecil yang masuk ke dalam media berupa bakteri
- Botol kultur atau alat-alat tanam yang kurang steril
- Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor
- Kecerobohan dalam pelaksanaan
Laporan Praktikum Kultur Jaringan: Pembuatan Media Sederhana, Isolasi, dan In...UNESA
1. Ada 141 botol media steril yang dihasilkan dari praktikum pembutan media sederhana, namun 2 diantaranya mengalami kontaminasi bakteri yaitu warna media berubah menjadi kuning kecoklatan.
2. Pada eksplan daun Lemon (Citrus Limon (L.)) hanya ada 1 eksplan dalam kondisi baik, namun tidak tumbuh kalus. Terjadi kontaminasi oleh bakteri pada 3 eksplan, hal ini ditunjukkan dengan warna media dibawah eksplan daun yang berubah warna menjadi bening membentuk “pulau-pulau”.
3. Faktor-faktor penyebab kontaminasi dalam kultur jaringan pada praktikum ini adalah:
- Organisme kecil yang masuk ke dalam media berupa bakteri
- Botol kultur atau alat-alat tanam yang kurang steril
- Lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor
- Kecerobohan dalam pelaksanaan
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Hewan: Kultur Sel Embrio Ayam Menggunakan M...UNESA
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut :
1. Perkembangan sel fibroblas embrio ayam umur 6 hari yang diamati menggunakan mikroskop inverted mengalami pertumbuhan dan tampak bahwa jumlah sel bertambah. Jumlah sel embrio ayam pada cawan 1 sebanyak 1861, lebih banyak daripada jumlah sel embrio ayam pada cawan 2 yaitu sebanyak 329. Dengan viabilitas sel pada cawan 1 sebesar 70,23 %, dan viabilitas sel pada cawan 2 sebesar 25 %.
2. Faktor yang memepngaruhi pertumbuhan dan perkembangan kultur sel fibroblast embrio ayam yang berumur 6 hari adalah lingkungan kultur seperti kondisi psikokimia dan fisiologis dari medium penumbuh sel serta lingkungan di inkubator, jenis sel primer yang akan dikultur, usia sampel, teknik pengerjaan kultur dan faktor kontaminasi.
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...UNESA
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Aklimatisasi anggrek dari in vitro ke in vivo dilakukan secara bertahap menggunakan community pot dengan media arang dan sabut kelapa, kemudian ditutup dengan plastik. Sebelum diaklimatisasi, planlet anggrek dikeluarkan dari botol dan dicuci hingga bersih sampai tidak ada media agar yang masih menempel pada akar.
2. Pada penyilangan (Anggrek Dendrobium melintir >< Anggrek Dendrobium sp.) anggrek disilangkan dengan sesamanya dengan menempelkan serbuk sari pada putik bunga anggrek dengan menggunakan tusuk gigi, kemudian diberi label yang berisi nama spesies jantan dan betina anggrek yang disilangkan dengan tanggal saat melakukan penyilangan.
Untuk mengetahui sel akar bawang merah (Alium cepa L.) yang mengalami poliploidi akibat perendaman kolkisin dari tanaman sungsang (Gloriosa superba).
Berdasarkan praktikum dapat diketahui bahwa sel akar bawang merah (Alium cepa L.) telah mengalami poliploidi pada hari ketiga yang diinduksi kolkisin berbahan tanaman sungsang (Gloriosa superba).
Untuk menerapkan hukum Hardy-Weinberg pada berbagai sistem penggolongan darah pada manusia
Untuk menghitung frekuensi alel IA, IB, I0 dari populasi kelas
Pada Kelas Biologi 2017 D:
Golongan darah O memiliki frekuensi tertinggi (48%)
Golongan darah B mendominasi kedua (31%)
Golongan darah A pada urutan ketiga (21%)
Golongan darah AB pada urutan terakhir (0%)
Laporan Praktikum Fisiologi Hewan: Pengaruh Suhu Lingkungan Terhadap Denyut J...UNESA
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan dapat disimpulkan bahwa:
Cara mengukur frekuensi denyut jantung Daphnia sp. menggunakan rumus : Q10 = (A pada (T0+10)°C)/(A pada (T0)°C)
Semakin tinggi suhu, frekuensi denyut jantung Daphnia sp. semakin cepat, sedangkan semakin rendah suhu akan menyebabkan koefisien energi semakin tinggi.
Laporan Praktikum Fisiologi Hewan: Pembuluh Darah Pada Ekor Ikan Kepala TimahUNESA
Berdasarkan praktikum yang kami lakukan, kami dapat menyimpulkan,
1. Arteri memiliki besar pembuluh yang sangat besar dan kapiler memiliki besar pembuluh yang kecil.
2. Arah aliran yang meninggalkan jantung ke seluruh tubuh adalah arteri dan arteriol, sedangkan yang menuju ke arah jantung adalah vena dan venula. Kapiler memiliki arah dari seluruh tubuh dan jantung.
3. Arteri memiliki kecepatan aliran yang sangat cepat, sedangkan kapiler memiliki kecepatan aliran yang lambat.
4. Jumlah darah yang banyak dapat melewati pembuluh arteri, sedangkan pembuluh kapiler dilewati sedikit darah.
Laporan Praktikum Fisiologi Hewan: Refleks Pupil dan Bintik Buta Pada MamaliaUNESA
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa refleks pupil terhadap intensitas cahaya yaitu semakin terang suatu lingkungan, maka semakin kecil diameter pupil, dan begitu juga sebaliknya. Untuk refleks pupil terhadap akomodasi mata yaitu semakin jauh suatu benda, maka semakin besar diameter pupil dan begitu juga sebaliknya. Dan semakin jauh jarak benda, maka semakin besar bayangan yang jatuh pada bintik buta mata.
Makalah Fisiologi Hewan: Asam Amino, Vitamin, dan MineralUNESA
Metabolisme merupakan reaksi dalam sel yang dikatalisis oleh enzim-enzim. Pada umumnya, metabolisme terdiri dari proses sintesis materi yang biasa disebut anabolisme dan proses pembongkaran materi yang biasa disebut dengan katabolisme. Materi yang direaksikan yaitu berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Untuk mengoptimalkan terjadinya reaksi diatas diperlukan adanya senyawa yang berfungsi sebagai katalis. Mineral dan vitamin merupakan katalis reaksi tersebut.
Vitamin merupakan nutrien organic yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk berbagai fungsi biokimiawi dan yang umumnya tidak disintesis oleh tubuh sehingga harus dipasok dari makanan. Sifat larut dalam lemak atau larut dalam air dipakai sebagai dasar klasifikasi vitamin yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Sedangkan mineral merupakan komponen anorganik yang terdapat dalam tubuh manusia. Berdasarkan kebutuhannya, mineral dibagi menjadi 2, yaitu mineral makro dan mineral mikro.
PKM: Efektivitas Teripang Hitam (Holothuria atra) Sebagai Suplemen Pakan Ikan...UNESA
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan air tawar yang banyak diminati oleh konsumen ikan air tawar. Usaha budidaya ikan nila sangat berkembang pesat di Indonesia. Pakan ikan nila di habitat asli berupa plankton, perifiton, dan tumbuh-tumbuhan lunak, seperti Hydrilla dan ganggang. Salah satu input yang penting dalam bidudaya ikan adalah pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian teripang hitam (Holothuria atra) pada suplemen pakan ikan terhadap upaya peningkatan budidaya ikan nila (Oreochromis niloticus). Pakan yang optimal akan mendukung pertumbuhan ikan nila. Salah satu pakan alami yang sering digunakan yaitu teripang. Kualitas pakan yang diberikan pada ikan berhubungan dengan komponen pakan yang terdapat didalamnya diantaranya adalah protein, karbohidrat, lemak, serat, vitamin dan mineral. Teripang merupakan salah satu biota laut yang mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai salah satu bahan makanan alami dari laut. Sebagai bahan pangan, teripang mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Kandungan nutrisi teripang dalam kondisi kering terdiri dari protein sebanyak 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,9%, kadar abu 8,6%, dan karbohidrat 4,8%. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan metode rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dengan masing-masing perlakuan diberi 3 kali ulangan. Hasil penelitian berupa pembuatan produk suplemen pada pakan ikan yang menggunakan teripang hitam (Holothuria atra) sebagai sumber pakan alami bagi para pembudidaya ikan nila untuk meningkatkan hasil produksi.
Makalah Filsafat IPA: Hubungan IPA Dengan Kebudayaan Serta IPA dan Pengembang...UNESA
Ilmu pengetahuan dan budaya memiliki hubungan yang saling ketergantungan satu dengan yang lainnya. Ilmu dan kebudayaan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dilepaskan dan saling memberikan pengaruh satu sama lain. Ilmu pengetahuan adalah unsur dari kebudayaan, maka ilmu pengetahuan dengan sendirinya menjadi bagian dari kebudayaan. Dengan berkembangan Ilmu pengetahuan alam, tentunya kebudayaan nasional juga akan mengalami pergeseran dari suatu yang tradisional kini berubah menjadi hal yang modern.
Berdasarkan hasil praktikum mengenai produktivitas primer yang telah dilakukan di danau UNESA Ketintang, dapat diketahui bahwa:
1. Nilai kadar fotosintesis perairan sebesar 0,596 mg/L
2. Nilai kadar respirasi perairan sebesar 0,542 mg/L
3. Nilai kadar produktivitas primer perairan sebesar 0,054 mg/L
4. Nilai kadar produktivitas total perairan sebesar 1,138 mg/L
Jadi, laju fotosintesis pada perairan lebih tinggi daripada laju respirasi pada perairan.
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. MAKALAH EKOLOGI
KOMUNITAS KLIMAKS
Dosen Pengampu:
Dr. H. Sunu Kuntjoro, S. Si. M.Si
Oleh:
Fauziah Khoirun Nisa 17030244003
Selvira Dwi Adha 17030244007
Suci Yuliana Puspita Sari 17030244012
Syefrina Rosyada 17030244014
Mita Endah Widyawati 17030244015
Mohammad Nadhiem Zuhdi 17030244026
Gressia Katrisna Octavyani 17030244028
Biologi D 2017
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu daerah tidak tetap demikian untuk waktu yang lama. Diawali dengan
tumbuhan daerah itu segera dihuni oleh beragam spesies tumbuhan atau hewan.
Organisme-organisme ini mengubah habitat yang membuatnya sesuai bagi spesies
lain menjadi mantap. Masa pendewasaan perkembangan suatu daerah seringkali
mencapai suatu keadaan relatif stabil yang diberikan sebagai tahapan klimaks.
Selama masa perkembangan ini, penghunian suatu daerah baru, pertama-tama
oleh tumbuhan melandasi jalan bagi hewan-hewan untuk tinggal di dalamnya
disebut suksesi. Suksesi secara bertahap disebabkan oleh reaksi biotik dan
berlangsung melalui sederetan tahapan dari tahapan pelopor menuju tahapan
klimaks (Michael, 1996).
Proses suksesi berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem yang disebut
klimaks. Dikatakan bahwa dalam tingkat klimaks ini komunitas telah mencapai
homeostatis. Ini dapat diartikan bahwa komunitas sudah dapat mempertahankan
kestabilan internalnya sebagai akibat dari tanggap (respon) yang terkoordinasi
dari komponen-komponennya terhadap setiap kondisi atau rangsangan yang
cenderung mengganggu kondisi atau fungsi normal komunitas. Jadi bila suatu
komunitas telah mencapai klimaks, perubahan yang searah tidak terjadi lagi
(Resosoedarmo, 1990).
Komunitas klimaks adalah komunitas yang berada dalam keadaan setimbang
dinamis dengan lingkungannya. Spesies klimaks adalah suatu spesies yang
berhasil beradaptasi terhadap suatu habitat sehingga spesies tersebut menjadi
dominan di habitat yang bersangkutan (Onrizal, 2008).
Lingkungan sangat menentukan pembentukkan struktur komunitas klimaks.
Misalnya, jika proses suksesi berlangsung di daerah beriklim kering, maka proses
tersebut akan terhenti (klimaks) pada tahap komunitas rumput, jika berlangsung di
daerah beriklim dingin dan basah, maka proses suksesi akan terhenti pada
komunitas (hutan) conifer, serta jika berlangsung di daerah beriklim hangat dan
basah, maka kegiatan yang sama akan terhenti pada hutan hujan tropik.
3. B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah “Komunitas Klimaks” adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan komunitas klimaks?
2. Apa saja macam-macam teori klimaks?
3. Bagaimana sifat fasa klimaks?
4. Apa saja faktor yang mempengaruhi komunitas klimaks?
5. Apa saja tahapan proses terjadinya komunitas klimaks?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah “Komunitas Klimaks” adalah:
1. Mengetahui pengertian komunitas klimaks.
2. Mengetahui macam-macam teori klimaks.
3. Mengetahui sifat fasa klimaks.
4. Mengetahui faktor yang mempengaruhi komunitas klimaks.
5. Mengetahui tahapan proses terjadinya komunitas klimaks.
4. BAB II
KAJIAN TEORI
A. Komunitas Klimaks
Komunitas terakhir dan stabil (tidak berubah) yang mencapai keseimbangan
ekosistem disebut komunitas klimaks. Menurut Atmadja (1986), terdapat tiga fase
kolonisasi yaitu pionir, penerusan suksesi (channelling succession), dan struktur
normal komunitas sebagai klimaks. Keanekaragaman jenis mencapai puncaknya
pada fase tumpang tindih dan akan menurun apabila jenis dominan berlimpah.
Komunitas pionir sebagai koloni pertama mempunyai perbedaan tipe yang
bergantung kepada faktor lingkungannya. Komunitas klimaks ditandai oleh
dominansi tanaman yang beradaptasi terbaik dalam proses berkompetisi. Kriteria
utama dari suatu klimaks adalah keadaan komunitas yang relatif stabil dan
terpelihara baik (relatif permanen) dalam jangka waktu tertentu sepanjang
kombinasi. dan kondisi lingkungan tidak berubah.
Komunitas yang klimaks ditandai dengan adanya spesies yang berumur
panjang, toleran terhadap sinar, dan resisten. Tetapi apabila terjadi gangguan pada
hutan klimaks seperi kebakaran hutan atau tebang habis, maka site itu biasanya
akan didominasi oleh spesies pionir yang akan tumbuh baik pada tanah mineral
dan terbuka. Spesies pionir cenderung tidak menyukai naungan. Spesies tahan
naungan akan berkembang dibawah kanopi dan apabila pohon pionir mati akan
mendominasi kembali. Perubahan secara gradual menuju komunitas klimaks yang
stabil dikenal dengan sukesesi ekologi (ecologial succession) (Musyafa, 2008).
B. Teori Klimaks
1. Teori Monoklimaks
Clements (1916) menyatakan bahwa komunitas klimaks suatu kawasan
semata-mata merupakan fungsi dari iklim. Iklim merupakan faktor yang sangat
menentukan batas dari formasi klimaks. Suatu wilayah dengan iklim yang sama
dalam jangka waktu yang cukup dan bebas gangguan akan membentuk klimaks
yang sama pula. Clements tidak melihat kenyataan banyaknya variasi lokal dalam
suatu vegetasi yang telah berada dalam suatu bentuk klimaks. Variasi-variasi ini
dianggap fasa seral meskipun berada dalam keadaan yang stabil.
5. 2. Teori Poliklimaks
Tansley (1939) menyatakan bahwa variasi lokal dalam suatu komunitas
tumbuhan perlu dipertimbangkan sebagai bentuk dari klimaks, sehingga
memungkinkan untuk mendapat mosaik berbagai bentuk klimaks dari setiap
daerah/wilayah iklim. Hal tersebut karena komunitas klimaks erat hubungannya
dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya seperti tanah, drainase, dan
berbagai faktor lainnya. Faktor iklim adalah sangat penting, tetapi faktor-faktor
lain hendaknya jangan dipandang sebagai fenomena yang bersifat temporal.
3. Teori Informasi
Teori ini dikemukakan oleh Odum dan merupakan teori sebagai jalan
tengah antara teori monoklimaks dan teori poliklimaks. Odum berpendangan
bahwa suatu komunitas baik hewan maupun vegetasi selalu memerlukan enersi
dan informasi dan pada saatnya akan menghasilkan enersi dan informasi. Suatu
sistem berkembang, pada permulaannya memerlukan enersi dan informasi
sehingga disebut sistem tersubsidi. Pada suatu saat setelah dewasa akan
menghasilkan enersi dan informasi. Sistem ini dikatakan mencapai klimaks bila
perbandingan masukan dan keluaran enersi dan informasi sama dengan satu.
Artinya hasil enersi dan informasi sama besar dengan masukan enersi dan
informasi. Sistem yang demikian ini oleh Odum disebut klimaks. Pengertian ini
berlaku sampai sekarang. Odum (1971) mengatakan bahwa komunitas untuk
mencapai klimaks akan bervariasi tidak hanya disebabkan oleh adanya perbedaan
iklim dan situasi fisiografis, tetapi ditentukan juga oleh sifat-sifat ekosistem yang
berbeda.
Whittaker (1975) merupakan penyokong monoklimaks, mengatakan
bahwa teori monoklimaks menekankan esensialitas (pentingnya) kesatuan
vegetasi yang mencapai klimaks di suatu habitat. Ahli-ahli lain seperti Oosting,
Henry, mengatakan bahwa teori poliklimaks lebih praktis. Hal ini disokong oleh
Michols, Tansley dan ahli-ahli Rusia. Smitthusen (1950), Whittaker (1975) dan
ahli ekologi Amerika yang lain menyokong konsep poliklimaks dan semuanya
percaya karena ada fakta bahwa tingkatan klimaks dinyatakan oleh lingkungan
individu serta komunitas tanaman dan bukannya oleh iklim setempat.
6. C. Sifat Fasa Klimaks
Fasa klimaks ini mempunyai sifat-sifat tertentu dan yang terpenting adalah:
1. Fasa klimaks merupakan sistem yang stabil dalam keseimbagannya antara
lingkungan biologi dengan lingkungan non-biologinya.
2. Komposisi jenis pada fasa klimaks relatif tetap atau tidak berubah.
3. Pada fasa klimaks tidak ada akumulasi tahunan berlebihan dari materi
organik, sehingga tidak ada perubahan yang berarti.
4. Fasa klimaks dapat mengelola diri sendiri atau mandiri.
D. Faktor yang Mempengaruhi Komunitas Klimaks
Pembentukkan komunitas klimaks sangat dipengaruhi oleh musim dan
biasanya komposisinya bercirikan spesies yang dominan. Berdasarkan pengaruh
musim terhadap bentuknya, komunitas klimaks memiliki dua teori yaitu hipotesis
monoklimaks menyatakan bahwa pada daerah musim tertentu hanya terdapat satu
komunitas klimaks dan hipoteis poliklimaks mengemukakan bahwa komunitas
klimaks dipengaruhi oleh berbagai faktor abiotik yang salah satunya mungkin
dominant (Michael, 1995).
E. Proses Terjadinya Komunitas Klimaks
Tahap pada suksesi primer hingga klimaks:
1. Tahap perintis
Tahap perintis adalah tahap dimulainya kehidupan baru di suatu daerah yang
terkena suksesi primer. Organisme yang bisa merintis daerah tersebut disebut
organisme perintis, contohnya lichenes. Setelah ada organisme perintis,
organisme kecil lain akan mulai datang dan tumbuh.
2. Tahap intermediet
Tahap intermediet adalah tahap mulainya muncul hutan muda dengan pohon
yang tidak begitu tinggi. Dalam tahap ini akan lebih banyak variasi organisme
yang menempati daerah tersebut.
7. 3. Tahap klimaks
Tahap klimaks ditandai dengan terbentuknya hutan yang lebih mapan dan
komunitas yang lebih kompleks di dalamnya dengan daur hidup organisme
lebih sempurna.
8. BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Komunitas klimaks adalah komunitas terakhir dan stabil (tidak berubah)
yang mencapai keseimbangan ekosistem.
2. Terdapat 3 teori klimaks yaitu teori monoklimaks, teori poliklimaks dan
teori informasi.
3. Sifat fasa klimaks antara lain komposisi jenis pada fasa klimaks relatif
tetap, tidak ada akumulasi tahunan berlebihan dan fasa klimaks dapat
mengelola diri sendiri atau mandiri.
4. Komunitas klimaks dipengaruhi oleh faktor yaitu musim dan biasanya
komposisinya bercirikan spesies yang dominan.
5. Proses terjadinya komunitas klimaks terjadi dalam 3 tahapan yaitu tahap
perintis, tahap intermediet dan tahap klimaks.
9. DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, W. S. 1986. Kolonisasi dan Suksesi pada Algae Laut Bentik. Oseana,
Volume XI, Nomor 1 : 1 – 10, 1986.
Clements, F.E. 1916. Plant Succession: an Analysis of The Development of
Vegetation. Carnegie. Inst. Washington
Michael, P., 1996. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan
Laboratorium. Jakarta : UI Press.
Musyafa, Sumardi, A. Triyogo. 2008. Peranan Serangga Herbivora dalam proses
Suksesi di Hutan Pendidikan Wanagama. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Odum, Eugene. P. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada Press.
Onrizal. 2008. Petunjuk Praktikum Ekologi Hutan. Departemen Kehutanan
Fakultas Pertanian. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Resosoedarmo, R. S.1989. Pengantar Ekologi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Tansley, A. G. 1939. The British Islands and Their Vegetation Cambridge
University Press. 1939. pp. XXXVIII, 930, with 162 plates containing 418
photographs, and 179 text-figures. 45s.
Whittaker, R. H. 1975. Tropical Rain Forest of The Far East. London: Oxford
University Press.