1. ASPEK LEGAL DOKUMENTASI KEPERAWATAN
I. Pendahuluan
A. Definisi
Potter & Perry, 1997, Mendefinisikan dokumentasi sebagai segala sesuatu yang
tertulis atau tercetak tentang suatu pelaksanaan peristiwa tertentu atau suatu keadaan
tertentu dan dapat dijadikan bukti hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah suatu
rangkaian proses “action” dari mencatat atau merekam peristiwa dari sesuatu objek atau
aktifitas pemberian jasa atau pelayanan yang dianggap berharga dan penting. Definisi dari
dokumentasi keperawatan adalah suatu bukti dari kegiatan pencatatan atau pelaporan dari
semua aktifitas yang berkaitan dengan pemberian atau pelaksanaan proses perawatan
ataupun asuhan keperawatan kepada klien yang berguna bagi kepentingan klien, perawat
dan mitra kerja. Dokumentasi keperawatan dapat juga diartikan sebagai suatu informasi
lengkap yang meliputi status kesehatan klien, kebutuhan klien, kegiatan asuhan
keperawatan serta respons klien terhadap asuhan keperawatan yang diterimanya.
Proses pendokumentasian seyogyanya harus dibuat segera setelah selesai
memberikan proses keperawatan kepada klien, proses pembuatannya merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang saling berkaitan serta membentuk sirkulus yang tidak terputus.
Proses tersebut dimulai dari upaya mendapatkan data melalui wawancara baik langsung
atau tidak langsung, atau dapat melalui kwesioner, proses diteruskan dengan mencatat dan
memilah data untuk dimasukkan dalam kelompok tertentu, selanjutnya menginput data
sesuai dengan jenisnya, diteruskan dengan menganalisa data yang diperlukan dengan
memperhatikan data yang ditemukan oleh kolega lain, menarik kesimpulan dari data
tersebut dan menentukan rencana yang akan dilakukan, melaksanakan rencana tersebut dan
pada akhirnya melakukan evaluasi serta membuat umpan balik untuk menyempurnakan
hasil.
B. Pelayanan Keperawatan
Pelayanan kesehatan merupakan suatu tatanan yang terdiri dari banyak komponen
dimana masing-masing komponen tersebut saling berhubungan, saling mempengaruhi dan
dilakukan untuk mencapai suatu tujuan. Upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit
merupakan gabungan berbagai upaya pelayanan seperti pelayanan medik, pelayanan
keperawatan, pelayanan laboratorium, pelayanan radiologi, pelayanan rehabilitasi medik
dsb, semua upaya pelayanan tersebut saling berhubungan dan berinteraksi dengan tujuan
yang sama yaitu menyembuhkan penyakit atau kelainan, meringankan penderitaan ataupun
meningkatkan derajat kesehatan klien. Pelayanan keperawatan sendiri mempunyai porsi
yang cukup besar dan amat penting dalam tatanan pelayanan kesehatan yang ada di rumah
sakit, sebab hampir tidak pernah ada pelayanan medik ataupun pelayanan kesehatan lain
yang dilakukan tanpa dukungan pelayanan keperawatan dan begitu pula sebaliknya.
Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit
merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang didasarkan pada penerapan ilmu
keperawatan yang dilaksanakan secara profesional dengan pendekatan pada aspek
2. biopsikososial & spiritual serta berpayung pada kaidah hukum dan etika keperawatan.
Pada perkembangannya ilmu keperawatan selalu berubah mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi oleh karenanya pelayanan keperawatan diharapkan mampu
memberikan pelayanan yang lebih baik, bermutu, aman, ramah dan tentu saja lebih
profesional serta sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan keinginan masyarakat.
Konsep Kolaborasi yang berkembang akhir-akhir ini merupakan pilihan terbaik
dalam merespons kebutuhan dan keinginan masyarakat dalam mencari pelayanan kesehatan
yang baik, bermutu, aman dan ramah serta profesional. Kolaborasi disini diartikan sebagai
kontribusi berimbang dari para praktisi kesehatan yang terikat dalam semangat kolegalitas
yang bersama-sama melakukan upaya asuhan kesehatan profesional dengan tujuan
kesembuhan atau meringankan penderitan klien. Sedangkan kolegalitas menekankan pada
rasa saling menghargai inter dan antar profesi yang terikat dalam satu kemitraan kerja untuk
bersama mengatasi masalah kesehatan klien. Sikap saling menghargai dan menghormati
disertai rasa kolegalitas diantara para praktisi akan menghindari para praktisi dari kebiasan
saling menyalahkan, saling merendahkan dan saling melempar tangung jawab yang dapat
menimbulkan permasalahan dalam kualitas pelayanan dan dapat merupakan pintu masuk
dari datangnya berbagai keluhan klien yang dapat berakibat timbulnya gugatan hukum.
II. Aspek legal Dokumentasi Keperawatan
Dalam Undang-Undang RI No.23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan, tercantum
bahwa penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan
atau perawatan. Bertolak dari dasar tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pelayanan keperawatan memegang peranan penting didalam penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Dalam pelaksanaan tugas profesi keperawatan diperlukan berbagai
data kesehatan klien sebagai dasar dari penentuan keputusan model asuhan keperawatan
yang akan diberikan, oleh karenanya sangat diperlukan suatu proses pendokumentasian
yang berisikan data dasar keperawatan, hasil pemeriksaan atau assesment keperawatan,
analisa keperawatan, perencanaan tindak lanjut keperawatan. Harus diyakini bahwa
keberhasilan tujuan keperawatan akan sangat bergantung pada keberhasilan mekanisme
pendokumentasian.
Disamping itu berkesesuaian juga dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 32 tahun 1996, tentang tenaga kesehatan Bab I pasal 11: yang menyatakan bahwa
tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Makna
yang dapat diambil dan dipahami dari Peraturan Pemerintah diatas adalah bahwa dalam
melakukan tugas dan kewenangannya seorang perawat harus dapat membuat keputusan
model asuhan keperawatan yang akan dilakukan, proses tersebut dilakukan berdasarkan
ilmu pengetahuan keperawatan yang dimiliki oleh perawat, kemampuan tata kelola masalah
yang dimiliki oleh perawat dan kewenangan yang melekat pada profesi keperawatan.
Rangkaian proses tatalaksana masalah keperawatan tersebut digambarkan dalam suatu
lingkaran tidak terputus yang terdiri dari mengumpulkan data (data collecting)
memproses data (process) luaran (output) umpan balik (feedback), tentunya untuk
dapat menunjang terlaksananya seluruh kegiatan diatas diperlukan upaya pencatatan dan
pendokumentasian yang baik.
3. Berdasarkan Permenkes No. 269/Menkes/Per III/2008, dinyatakan bahwa rekam
medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Jelas sekali dinyatakan bahwa rekam medik berisikan berkas catatan baik catatan medik
(dokter) maupun catatan paramedik (perawat) dan atau catatan petugas kesehatan lain
yang berkolaborasi melakukan upaya pelayanan kesehatan dimaksud. Selain itu rekam
medik juga berisikan dokumen yang dapat terdiri dari lembaran expertise pemeriksaan
radiologi, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EKG dll. Berdasarkan hal diatas serta
melihat pada tanggung jawab atas tugas profesi dengan segala risiko tanggung gugatnya
dihadapan hukum, maka dokumentasi keperawatan memang benar diakui eksistensinya dan
keabsahannya serta mempunyai kedudukan yang setara dengan dokumen medik lain.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan
Permenkes yang berisikan tentang kewajiban tenaga kesehatan untuk mendokumentasikan
hasil kerjanya didalam rekam kesehatan juga berlaku untuk profesi keperawatan.
III. Substansi Dasar Dokumentasi Keperawatan
Dokumen keperawatan selain merupakan salah satu alat bukti hukum juga dapat
berfungsi sebagai sarana yang dapat melindungi diri, mitra kerja dan bahkan rumah sakit
tempat bekerja dari permasalahan hukum. Perlu dipahami proses pembuatan suatu dokumen
keperawatan tidak sebatas hanya mengisi data pada format yang telah disiapkan, akan tetapi
juga harus mampu menterjemahkan dan mendokumentasikan semua aktifitas fungsional
keperawatan yang dilakukan, Seperti diketahui tujuan dari dokumentasi keperawatan
adalah:
1. Kepentingan komunikasi, yaitu : (1). Sebagai sarana koordinasi asuhan keperawatan,
(2). Untuk mencegah informasi berulang, (3). Sarana untuk meminimalkan
kesalahan & meningkatkan penerapan asuhan keperawatan, (4) Mengatur
penggunaan waktu agar lebih efesien.
2. Memudahkan mekanisme pertanggungjawaban & tanggung gugat, karena : (1).
Dapat dipertanggungjawabkan baik kualitas asuhan keperawatan dan kebenaran
pelaksanaan, (2). Sebagai sarana perlindungan hukum bagi perawat bila sampai
terjadi gugatan di pengadilan.
Salah satu cara untuk membuat dokumentasi keperawatan yang baik adalah selalu
berfokus pada : (1). Selalu melakukan proses pencatatan yang aktual, faktual dan realistik,
(2). Hasil pencatatan yang dibuat harus jelas, sistematik dan terarah, hal tersebut menjadi
penting karena akurasi dan kelengkapan data dokumen keperawatan selain dapat
meningkatkan mutu asuhan keperawatan (Gapko Dawn,1999), juga dapat menghindari
kesalahan pembacaan, kesalahan dalam penilaian dan penentuan dan kesalahan dalam
penatalaksanaan yang dapat membahayakan jiwa klien. Dalam membuat dokumentasi
keperawatan perlu diperhatikan substansi dasar yang harus ada, hal ini dimaksudkan agar
dokumen tersebut berguna dan memiliki arti untuk berbagai kepentingan baik bagi
keperawatan sendiri, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan hukum.
Dokumentasi keperawatan dapat menjadi alat bukti hukum yang sangat penting,
kebiasaan membuat dokumentasi yang baik tidak hanya mencerminkan kualitas mutu
keperawatan tetapi juga membuktikan pertanggunggugatan setiap anggota tim keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan. Beberapa aturan pencatatan yang perlu diikuti agar
dokumentasi keperawatan yang dibuat sesuai dengan standar hukum diantaranya :
4. 1. Dokumentasi keperawatan yang dibuat memenuhi dan memahami dasar hukum
terhadap kemungkinan tuntutan malpraktek keperawatan.
2. Catatan keperawatan memberikan informasi kondisi pasien secara tepat meliputi
proses keperawatan yang diberikan, evaluasi berkala dan mencerminkan
kewaspadaan terhadap perburukan keadaan klien.
3. Memiliki catatan singkat komunikasi perawat dengan dokter dan intervensi
perawatan yang telah dilakukan
4. Memperhatikan fakta-fakta secara tepat dan akurat mengenai penerapan proses
keperawatan. Data tersebut mencakup anamnesis kesehatan, pengkajian data,
diagnosis keperawatan, menentukan tujuan dan kriteria hasil, membuat rencana
tindakan keparawatan, melaksanakan tindakan keperawatan, mengevaluasi hasil
tindakan keperawatan, membubuhkan tanda tangan dan nama terang perawat yang
melaksanakan, membuat catatan keperawatan, membuat resume keperawatan serta
catatan pulang atau meninggal dunia.
5. Selalu memperhatikan situasi perawatan pasien dan mencatat secara rinci masalah
kesehatan pasien terutama pada pasien yang memiliki masalah yang kompleks atau
penyakit yang serius.
Dalam melakukan tugasnya perawat menempati posisi terdepan dari Sistem
Pelayanan Kesehatan di Ruang Rawat Inap karena perawatlah yang secara terus menerus
selama 24 jam memantau perkembangan pasien dalam sudut biopsikososiokultural &
spiritual. Dengan demikian peningkatan mutu pelayanan kesehatan serta keberhasilan
pelayanan di rumah sakit sangat bergantung pada keberhasilan asuhan keperawatan yang
dilakukan di rumah sakit tersebut. Mudah dipahami bila proses asuhan keperawatan tidak
dilaksanakan dengan baik akan menyebabkan mutu pelayanan keperawatan menjadi kurang
baik pula dan dengan demikian mutu pelayanan kesehatan rumah sakit secara keseluruhan
menjadi tidak memuaskan klien.
Agar mempunyai nilai hukum maka penulisan suatu dokumentasi keperawatan
sangat dianjurkan untuk memenuhi standar profesi, kelengkapan dan kejelasan mutlak
disyaratkan dalam penulisan dokumen keperawatan, bila salah satu kriteria belum terpenuhi
maka dokumentasi tersebut belum bisa dianggap sempurna secara hukum, beberapa upaya
yang dapat dilakukan agar dokumentasi keperawatan yang dibuat dapat memenuhi
persyaratan diatas yaitu:
1. Segeralah mencatat sesaat setelah selesai melaksanakan suatu asuhan
keperawatan.
2. Mulailah mencatat dokumentasi dengan waktu (tanggal, bulan, tahun ) pada
keadaan tertentu diperlukan pula penulisan waktu yang lebih detil (jam dan
menit) serta diakhiri dengan tanda tangan dan nama jelas.
3. Catatlah fakta yang aktual dan berkaitan.
4. Catatan haruslah jelas, ditulis dengan tinta dalam bahasa yang lugas dan dapat
dibaca dengan mudah.
5. Periksa kembali catatan dan koreksilah kesalahan sesegera mungkin.
6. Buatlah salinan untuk diri sendiri karena perawat harus bertanggung jawab dan
bertanggung gugat atas informasi yang ditulisnya.
7. Jangan menghapus atau menutup tulisan yang salah dengan cairan tipe ex atau
apapun, akan tetapi buatlah satu garis mendatar pada bagian tengah tulisan yang
salah, tulis kata “salah” lalu diparaf kemudian tulis catatan yang benar
disebelahnya atau diatasnya agar terlihat sebagai pengganti tulisan yang salah.
5. 8. Jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik klien ataupun tenaga
kesehatan lain. Tulislah hanya uraian obyektif perilaku klien dan tindakan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
9. Hindari penulisan yang bersifat umum, diplomatis dan tidak terarah, akan tetapi
tulislah dengan lengkap, singkat, padat dan obyektif.
10. Bila terdapat pesanan ataupun instruksi yang meragukan berilah catatan / tulisan :
perlu klarifikasi
11. Jangan biarkan pada catatan akhir perawat kosong, tutuplah kalimat dengan suatu
tanda baca atau titik yang jelas yang menandakan bahwa kalimat tersebut telah
berakhir.
Secara statistik terdapat beberapa situasi yang memiliki kecenderungan untuk
munculnya proses tuntutan hukum dalam pemberian asuhan keperawatan yaitu:
1. Kesalahan dalam administrasi pengobatan / salah memberi obat
2. Kelemahan dalam supervisi diagnosis
3. Sebagai asisten dalam tindakan bedah lalai dalam mengevaluasi peralatan operasi
maupun bahan habis pakai yang digunakan (kasa steril)
4. Akibat kelalaian menyebabkan klien terancam perlukaan
5. Penghentian obat oleh perawat
6. Tidak memperhatikan teknik a dan antiseptik yang semestinya
7. Tidak mengikuti standar operasional prosedur yang seharusnya
Dengan makin meningkatnya kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan keperawatan yang baik, aman dan bermutu, maka sudah menjadi
keharusan bagi profesi perawat untuk lebih maju, lebih berhati-hati, lebih mengerti
kemungkinan munculnya tuntutan hukum dan lebih profesional dalam menjalankan
tugasnya.
IV. Penutup
Dalam proses penyembuhan dan pemulihan penyakit sangat diperlukan peran aktif
dari perawat dan oleh karenanya sebagai akibat dari pelaksanaan tugas keperawatan maka
diperlukan pendokumentasian dari aktifitas kerja. Selain itu perlu pula diingat bahwa
dokumentasi keperawatan memiliki aspek legal yang sama kuatnya dengan dokumentasi
pelayanan kesehatan lain.
Sebagai tenaga kesehatan yang mendapat kewenangan serta jaminan pengakuan
profesi dari pemerintah, perawat harus bertanggung jawab sekaligus bertanggung gugat atas
semua keputusan dan tindakan keperawatan yang dilakukan berkaitan dengan pemberian
asuhan keperawatan, oleh karenanya pembuatan dokumentasi keperawatan merupakan hal
yang mutlak perlu dilakukan sebagai alat bukti hukum dan sarana perlindungan hukum.
Secara umum paling tidak terdapat empat keadaan yang sering menyebabkan
munculnya masalah hukum dan perlu dilakukan tindakan antisipatif untuk menghindarinya,
kempat titik lemah itu adalah :
1. Lalai tugas (wanprestasi) yang terjadi karena keterbatasan tingkat keilmuan (lack of
knowledge) dan atau ketidak terampilan (lack of skill).
2. Bekerja tidak berdasarkan pada standar operasional prosedur yang seharusnya.
6. 3. Terdapat hubungan langsung yang menyebabkan perlukaan atau fatal, dalam arti
akibat kedua hal diatas menyebabkan klien terancam dengan perlukaan atau dapat
berakibat fatal bagi jiwa klien.
4. Menimbulkan kerugian baik materiel maupun moril.
Pemahaman tentang Undang-undang dan Peraturan tentang dokumen keperawatan
disertai peningkatan ilmu dan keterampilan profesi keperawatan melalui pendidikan dan
pelatihan, dikuti dengan perubahan sikap dan perilaku kearah yang lebih baik juga disertai
dengan keinginan untuk menerapkan pencatatan dokumentasi keperawatan yang baik akan
dapat menghindarkan perawat dari ancaman gugatan hukum, disamping itu dapat pula
membantu dan atau menghindarkan mitra kerja ataupun rumah sakit dari gugatan hukum
yang tidak perlu. Selain keuntungan diatas juga akan banyak keuntungan lain yang dapat
diperoleh oleh rumah sakit, oleh karena peningkatan mutu pelayanan keperawatan akan
berdampak langsung pada peningkatan kepuasan klien terhadap mutu layanan keperawatan
dan tentu saja akan meningkatkan angka kunjungan rumah sakit baik rawat inap maupun
rawat jalan.
V. Daftar Pustaka
1. Potter&Perry. 1997. Fundamental Of Nursing Concept: Buku Ajar Fundamental
Keperawatan. Volume 1. Edisi 4. United States Of America: Mosby. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik Vol.1 E/4. Yulianti &
Ester. EGC.Jakarta.
2. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2001. Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan.
Jakarta, EGC.
3. Mulyati. 2005. Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Faktor Motivasi dan Supervisi Pimpinan di RSUD. Dr. Moewardi Surakarta.
Semarang.
4. Nursalam. 2001. Dokumentasi Keperawatan. Jakarta
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 269 Menkes / Per / III /
2008.