Laporan praktikum ini menjelaskan percobaan untuk mengetahui pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat, yaitu kelarutan luminal dalam campuran air, alkohol, dan propilen glikol dengan berbagai perbandingan. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin besar kadar alkohol dalam campuran pelarut, semakin besar pula kelarutan luminal yang dicapai.
Kromatografi peertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). (Gandjar, 2007)
Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umumdan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis karena dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis baik secara kuantitatif, kualitatif atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri dan sebagainya. (Gandjar, 2007)
Kromatografi peertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat (CaCO3). (Gandjar, 2007)
Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umumdan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis karena dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis baik secara kuantitatif, kualitatif atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri dan sebagainya. (Gandjar, 2007)
Pemakaian diuretik sebagai terapi edema telah dimulai sejak abad ke-16. HgCl2 diperkenalkan oleh Paracelcus sebagai diuretik. 1930 Swartz menemukan bahwa sulfanilamide sebagai antimikrobial dapat juga digunakan untuk mengobati edema pada pasien payah jantung, yaitu dengan meningkatkan eksresi dari Na+. Diuretik modern semakin berkembang sejak ditemukannya efek samping dari obat-obat antimikroba yang mengakibatkan perubahan komposisi dan output urine.Terkecuali spironolakton, diuretik kebanyakan berkembang secara empiris, tanpa mengetahui mekanisme sistem transpor spesifik di nephron. Diuretik adalah obat yang terbanyak diresepkan di USA, cukup efektif, namun memiliki efek samping yang banyak pula.
Diuretik berasal dari kata dioureikos yang berarti merangsang berkemih atau merangsang pengeluaran urin. Dengan kata lain diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis memiliki dua pengertian, ialah menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air.
Diuretik adalah suatu sediaan yang dapat meningkatkan laju urinasi dan volume air seni. Penggunaan diuretik dalam pengobatan medis dilakukan untuk menurunkan volume cairan ekstraseluler, khususnya pada penyakit yang berhubungan dengan edema dan hipertensi. Diuretik juga dilaporkan dapat dijadikan sebagai terapi sirosis hati, asites , sindrom nefritis, dan toksemia gagal ginjal. Sediaan diuretik dapat berasal dari senyawa kimia sintetik (buatan) dan alami (sumber hayati).
1. LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI FISIK
PERCOBAAN II “KELARUTAN”
Senin, 24 Februari 2015
Disusun oleh:
Dianeti Hardianti (31113013)
Mina Audina (31113030)
Ria Oktaviani (31113042)
Rizki Mohamad F (31113045)
Kelompok 10
Farmasi 2A
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2015
2. I. TUJUAN PERCOBAAN
Untuk menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.
II. DASAR TEORI
Kelarutan suatu zat didefinisikan sebagai jumlah solut yang dibutuhkan
untuk menghasilkan suatu larutan jenuh dalam sejumlah solven. Pada suatu
temperatur tertentu suatu larutan jenuh yang bercampur dengan solut yang tidak
terlarut merupakan contoh lain dari keadaan kesetimbangan dinamik.
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya.
Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar
dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu
zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hilderbrane : kemampuan
zat terlarut untuk membentuk ikatan hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran
suatu zat. Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam
senyawa polar. Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan
senyawa polar sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa
polar. Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar,
misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya tidak
larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah.
Aksi pelarut dari cairan nonpolar, seperti hidrokarbon berbeda denga zat
polar. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-
ion elektrolit lemah dan kuat, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah.
3. Sedangkan pelarut polar dapat melarutkan zat terlarut nonpolar dengan tekanan
yang sama melalui inter aski dipole induksi.
Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai
berikut :
Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut
ini bersifat amfiprotik.
Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion
karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan
ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini dapat
melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama melalui induksi
antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi tingkat kepolaran
molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai perantara (Intermediete
Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar dengan non polar.
Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah
yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan
yang tak terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang banyaknya
tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan (solubility) zat
itu. Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 mL pelarut,
atau per 100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu. Jika kelarutan zat
kurang dari 0,01 gram per 100 gram pelarut, maka zat itu dikatakan tak larut
(insoluble).
4. Jika jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya, maka larutannya
disebut tak jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang pekat)
dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika jumlah solute yang terlarut lebih banyak
dari kelarutannya.
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan
konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut
tersebut.Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut
sampai batas daya melarutkannya larutan ini disebut larutan jenuh. Agar supaya
diperhatikan berbagai akan kemungkinan kelarutan diantara dua macam bahan
kimia yang menentukan jumlah masing-masing yang diperlukan untuk membuat
larutan jenuh, disebutkan dua contoh bahan sediaan resmi larutan jenuh dalam air,
yaitu larutan Tropikal Kalsium Hidroksida, USP (Calcium Hydroxide Tropical
Solution, USP), dan larutan Oral Kalium Iodida, USP (Potasium Iodide Solution,
USP).
Suatu zat dapat melarut dalam pelarut tertentu, tetapi jumlahnya selalu
terbatas, batas itu disebut kelarutan. Kelarutan adalah jumlah zat terlarut yang
dapat larut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu sampai membentuk
larutan jenuh.
Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam
kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir
jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di
bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur
tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut
5. dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur
tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (2).
Istilah kelarutan
Jumlah bagian pelarut
diperlukan untuk melarutkan 1
bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1000
Sangat sukar larut 1000 sampai10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000
Monografi Zat:
1. Air sulin
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Sinonim : Air suling
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02
Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak mempunya
rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutupbaik.
6. Kegunaan : Sebagai pelarut.
2. Alkohol
Nama resmi : AETHANOLUM
Sinonim : Etanol, etil alkohol
Rumus Molekul : C2H6O
Berat Molekul : 46,07
Pemerian : cairan mudah menguap,tidak berwarna,
jernih.Bau khas dan menyebabkan rasa terbakar
pada lidah, mudah terbakar. bercampur dengan
air dan praktik bercampur dengan pelarut organik
lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
3. Propilen glikol
Nama resmi : PROPYLENGLYCOLUM
Sinonim : Propilen glikol
Rumus Molekul : C3H8O2
Berat Molekul : 76,09
Pemerian : cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas,
praktis tidak berbau, menyerap air pada udara
lembab dapat bercampur dengan air, dengan
7. aseton, dan dengan kloroform, larut dalam eter
dan beberapa minyak esensial tetapi tidak dapat
bercampur dengan minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
4. Luminal
Nama resmi : PHENOBARBITALUM
Sinonim : Luminal
Rumus Molekul : C12H12N2O 3
Berat Molekul : 23,2
Pemerian : Pemerian hablur atau serbuk hablur, putih, tidak
berbau, rasa agak pahit.
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
III. PROSEDUR
Siapkan masing masing larutan dan campurkan.
1.
Air 15 ml Alkohol 0 ml propilenglikol 10 ml campurkan
8. 2.
Air 15 ml Alkohol 1,25 ml propilenglikol 8,75 ml campurkan
3.
Air 15 ml Alkohol 2,5 ml propilenglikol 7,5 ml campurkan
4.
Air 15 ml Alkohol 3,75 ml propilenglikol 6,25 ml campurkan
5.
Air 15 ml Alkohol 5 ml propilenglikol 5 ml campurkan
6.
9. Air 15 ml Alkohol 7,5 ml propilenglikol 2,5 ml campurkan
7.
Air 15 ml Alkohol 8,75 ml propilenglikol 1,25 ml campurkan
8.
Air 15 ml Alkohol 10 ml propilenglikol 0 ml campurkan
Larutkan luminal sedikit-sedikit pada masing-masing campuran pelarut
sampai larutan yang jenuh
1 2 3 4
10. 5 6 7 8
Kocok masing-masing campuran pelarut selama 1 jam
Saring dan tentukan kadar luminal dengan titrasi alkalimetri
IV. DATA HASIL PENGAMATAN
No
Air
(% v/v)
Alkohol
(% v/v)
Propilenglikol
(% v/v)
Volume
NaOH (ml)
Kadar
Luminal (mg/ml)
1 15 0 10 3,3 3,065
2 15 1,25 8,75 4,2 3,900
3 15 2,5 7,5 4,4 4,086
4 15 3,75 6,25 4,5 4,179
5 15 5 5 6,2 5,758
6 15 7,5 2,5 7,1 6,594
7 15 8,75 1,25 9,6 8,916
8 15 10 0 9,8 9,102
11. Perhitungan:
1. Kadar luminal =
3,3 x 23,22
25 ml
= 3,065 mg/ml
2. Kadar luminal =
4,2 x 23,22
25 ml
= 3,900 mg/ml
3. Kadar luminal =
4,4 x 23,22
25 ml
= 4,086 mg/ml
4. Kadar luminal =
4,5 x 23,22
25 ml
= 4,179 mg/ml
5. Kadar luminal =
6,2 x 23,22
25 ml
= 5,758 mg/ml
6. Kadar luminal =
7,1 x 23,22
25 ml
= 6,594 mg/ml
7. Kadar luminal =
9,6 x 23,22
25 ml
= 8,916 mg/ml
8. Kadar luminal =
9,8 x 23,22
25 ml
= 9,102 mg/ml
Kurva antara kelarutan luminal dengan % pelarut
y = 1,5115x - 3,7719
R² = 0,9393
y = -1.5115x + 13.772
R² = 0.9393
0
2
4
6
8
10
12
0 2 4 6 8 10
KadarLuminal
% pelarut
Kurva Kadar Luminal dengan % Pelarut
alkohol
propilenglikol
Linear (alkohol)
Linear (propilenglikol)
12. V. PEMBAHASAN
Kelarutan secara kuantitatif merupakan konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperatur tertentu, sedangkan secara kualitatif didefinisikan
sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi
molekuler homogen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pH, temperatur, jenis
pelarut, bentuk dan ukuran partikel, konstanta dielekrik pelarut, dan surfaktan,
serta efek garam. Semakin tinggi temperature maka akan mempercepat kelarutan
zat, semakin kecil ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat, dan
dengan adanya garam akan mengurangi kelarutan zat. Seringkali zat terlarut lebih
lebih larut dalam campuran pelarut daripada dalam satu pelarut saja.Gejala ini
dikenal dengan melarut bersama (cosolvency), dan pelarut yang dalam kombinasi
menaikkan kelarutan zat disebut cosolvent.
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan tentang kelarutan. Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelarut campur kelarutan. Kelarutan zat
yang dimaksud dalam percobaan ini adalah luminal pada pelarut campur yakni air,
alkohol dan propilenglikol. Masing-masing pelarut campur telah ditentukan
konsentrasinya, sebagaimana telah tertera pada tabel data hasil pengamatan.
Pencampuran pelarut-pelarut tersebut dilakukan pada gelas kimia yang
masing-masing telah diberi label. Gelas kimia 1 diisi dengan 15 ml air dan 10 ml
propilenglikol, gelas kimia 2 didisi dengan 15 ml air, 1,25 ml alkohol dan 8,75 ml
propilenglikol, gelas kimia 3 didisi dengan 15 ml air, 2,5 ml alkohol dan 7,5 ml
propilenglikol, gelas kimia 4 didisi dengan 15 ml air, 3,75 ml alkohol dan 6,25 ml
13. propilenglikol, gelas kimia 5 didisi dengan 15 ml air, 5 ml alkohol dan 5 ml
propilenglikol, gelas kimia 6 didisi dengan 15 ml air, 7,5 ml alkohol dan 2,5 ml
propilenglikol, gelas kimia 7 didisi dengan 15 ml air, 8,75 ml alkohol dan 1,25 ml
propilenglikol dan gelas kimia 8 didisi dengan 15 ml air dan 10 ml alkohol.
Kemudian, luminal dilarutkan sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing gelas
kimia tersebut. Lalu, dikocok larutan dengan menggunakan tangan selama 1 jam,
jika ada endapan yang larut selama pengocokan maka luminal tersebut
ditambahkan lagi sampai didapat larutan yang jenuh kembali. Larutan yang telah
jenuh tersebut di saring dengan corong plastik dan kertas saring. Hasil filtrasi
tersebut di titrasi sedangkan residu dibuang.
Filtrat yang telah didapat kemudian dititrasi, dengan cara larutan basa yang
akan diteteskan (titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) dan
jumlah yang terpakai dapat diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi.
Larutan asam yang dititrasi dimasukkan kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan
mengukur volumenya terlebih dahulu dengan memekai pipet gondok. Untuk
mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya disekitar titik ekivalen.
Dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen. Kemudian pada
titrasi percobaan ini digunakan filtrat masing-masing sebanyak 25 ml dan NaOH
0,1 M sebagai larutan basa yang banyaknya sebagaimana telah diketahui dan
tertera pada hasil pengamatan.
Titrasi diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu warna merah
muda. Sebagaimana dalam teori disebutkan bahwa pada proses titrasi ini
digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi
14. selesai yang dinyatakan dengan perubahan warna. Perubahan warna menandakan
telah tercapainya titik akhir titrasi.
Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung kadar luminal, yaitu dengan
menghitungnya menggunakan rumus :
Kadar luminal =
volume NaOH x 23,22
25 ml
Menurut FI III halaman 482 luminal natrium larut dalam 3 bagian air, dan
dalam 25 bagian etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam
eter P. Dari percobaan beberapa perbandingan pelarut campur didapatkan kurva
antara kadar luminal dengan % pelarut campur. Dari kurva tersebut dapat
disimpulkan bahwa semakin banyak % alkohol dan 0% propilenglikol dengan %
air yang konstan maka kadar luminal semakin banyak. Namun sebaliknya, jika
semakin banyak % propilenglikol dan 0% alkohol dengan % air yang konstan
maka kadar luminal semakin sedikit atau berkurang.
Selain disebabkan oleh kelarutan suatu zat, kelarutan luminal dipengaruhi
juga bergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non polar
dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar
zat tersebut larut dalam air. Jadi pelarut campur sangat mempengaruhi kelarutan
suatu zat.
15. VI. KESIMPULAN
Dari data hasil pengamatan dan pembahasan di atas dapat disimpulkan:
1. Semakin banyak % alkohol dan 0% propilenglikol dengan % air yang
konstan maka kadar luminal semakin banyak. Namun sebaliknya, jika
semakin banyak % propilenglikol dan 0% alkohol dengan % air yang
konstan maka kadar luminal semakin sedikit atau berkurang. Jadi, pelarut
campur sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Atkins' Physical Chemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins
Day, R.A dan Underwood, A.L. (1998). Analisis Kimia Kuantitatif (Edisi
VI). Jakarta: Erlangga
Martin, A. (1990). Farmasi Fisik Jilid 1. Jakarta: Universitas Indonesia
Press