SlideShare a Scribd company logo
1 of 115
Download to read offline
KUMPULAN MATERI TUGAS MEMBUAT MAKALAH
PENGANTAR FILSAFAT ILMU
Yang Di Bimbing Oleh :
Dr. Sigit Sardjono, M.Ec
Disusun Oleh :
1. Yulia Widi Astuti (1221800065)
2. Eka Agustina (1221800082)
3. Khoinur Faisila (1221800092)
( Kelas E Hari kamis 19.15 L. 412 )
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
1 | P a g e
DAFTAR ISI
A Manfaat Mahasiswa Belajar Filsafat 2
B Perkembangan Filsafat 15
C Logika Berpikir dan Kebenaran Ilmiah 24
D Filsafat Moral dan Etika 33
E Teori Kebenaran 52
F Filsafat Illmu dan Pengetahuan 68
G Filsafat Pancasila 81
H Filsafat Karya Ilmiah 96
I Kumpulan Soal dan Jawab 111
2 | P a g e
MANFAAT FILSAFAT BAGI MAHASISWA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, khalik langit dan bumi.
Karena atas penyertaan-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah pengantar ilmu
filsafat yang berjudul “Manfaat Belajar Filsafat Bagi Mahasiswa” ini.
Dengan pembuatan makalah yang berjudul “Manfaat Belajar Filsafat Ilmu Bagi Mahasiswa”
ini pembaca diharapkan dapat lebih mengenal tentang apa yang dimaksud dengan filsafat.
Pembaca juga diharapkan dapat mengambil hikmah dan pelajaran yang berharga dari makalah
ini.
Makalah ini dibuat semata-mata karena ingin menyelesaikan tugas sekaligus memberikan
contoh yang baik. Selain itu makalah ini juga dijadikan sebagai sarana untuk menambah
wawasan bagi pembacanya.
Saya sangat berterimah kasih kepada seluruh anggota kelompok yang telah bekerja sama
untuk menyelesaikan makalah ini.
Saya berharap makalah ini akan berguna bagi pembelajarn Pengantar Filsafat Ilmu ,
khususnya pada materi manfaatnya mahasiswa belajar ilmu filsafat. Dan saya sangat
berterimah kasih dan sangat senang apabila makalaj ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya
dalam proses kegiatan belajar-mengajar.
Saya tahu bahwa makalh ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, saya mengharapkan
kritik dan saran dari dosen pengajar dan rekan-rekan mahasiswa. Saran dan kritikan yang
diberikan akan saya terimah dengan lapang dada. Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi diri saya sendiri. Akhir kata , saya ucapkan
banyak terima kasih.
3 | P a g e
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial
maupun historis. Karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat dan juga
sebaliknya, perkembangan ilmu dapat memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat
telah berhasil merubah pola pikir bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia
beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi para dewa. Karena itu
para dewa harus dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Dengan
filsafat pola pikir yang selalu tergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir
yang tergantung pada rasio. Kejadian alam seperti gerhana tidak lagi dianggap
sebagai kegiatan dewa yang tertidur, tetapi merupakan kejadian alam yang
disebabkan oleh matahari, bulan, dan bumi pada garis yang sejajar sehingga
bayang-bayang bulan menimpa sebagian permukaan bumi.
Menurut Lewis White Beck, filsafat ilmu bertujuan membahas dan mengevaluasi
metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan nilai dan pentingnya
upaya ilmiah sebagai suatu keseluruan.
Pembahas filsafat ilmu sangat penting karena akan mendorong manusia untuk
lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu memberikan spirit bagi perkembangan dan
kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu
baik pada tataran ontologis, epistemologis maupun aksiologi.
Untuk itulah penulis mencoba memaparkan mengenai tujuan dan manfaat filsafat
ilmu sehingga diharapkan para pembaca dapat memahami pentingnya filsafat ilmu
dari kehidupan manusia.
1.2. Rumusan masalah
1. Apa Hubungan Filsafat Dengan Ilmu?
2. Manfaat apa saja yang di peroleh dalam mempelajari ilmu filsafat?
3. Filsafat mempunyai 2 objek, objek material dan objek formal. Jelaskan 2
objek tersebut?
4 | P a g e
2. PEMBAHASAN
2.1Pengertian Filsafat
Kata filsafat atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari
bahasa Arab. Yang juga diambil dari bahasa Yunani. Philosophia. Dalam bahasa
ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata philia(=
persahabatan, cinta dsb.) dan sophia (=”kebijaksanaan”). Sehingga arti
lughowinya (secara bahasa) adalah seorang “pecinta kebijaksanaan”.Filsafat
tidak memberikan petunjuk-petunjuk untuk mencapai taraf hidup yang lebih
tinggi, juga tidak melukiskan teknik-teknik baru untuk bom atom. Filsafat
membawa kita kepada pemahaman dan tindakan. Bahwa tujuan filsafat ialah
mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan
nilai pengetahuan ini. Menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta mengatur
semuanya itu didalam bentuk yang sistematis. Filsafat membawa kita kepada
pemahaman, dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak.
Pada tahun 399(sebelum Masehi), Socrates dihukum mati atas tuduhan merusak
kaum muda di Athena. Ia harus mati dengan minum racun pada suatu hari
tertentu. Tetapi socrates mempunyai banyak teman yang kaya yang mengambil
keputusan, bahwa karena menurut hemat mereka Socrates dihukum secara salah,
mereka akan membantunya untuk melarikan diri. Mereka bersedia menyuap
pengawal penjara dan membujuk Socrates agar melarikan diri. Apakah perbuatan
melarikan diri itu layak baginya. Nah inalah ucapan seorang filsuf. Kegiatan
kefilsafatan ialah pemikiran secara ketat. Filsafat merupakan suatu analisa secara
hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu tindakan. Bahwa kegiatan
yang kita namakan kegiatan kefilsafatan itu, sesungguhnya merupakan
perenungan atau pemikiran. Filsafat sebagai perenungan mengusahakan
kejelasan, keruntutan, dan keadaan memadahinya pengetahuan, agar kita dapat
memperoleh pemahaman.
5 | P a g e
2.2 Hubungan Filsafat dengan Ilmu
Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan satu
kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana
dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini
mendorong pada upaya untuk memposisikan keduanya secara tepat sesuai
dengan batas wilayahnya masing-masing bukan untuk mengisolasinya melainkan
untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami
khazanah intelektual manusia.
Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah
bahwa keduanya mrenggunakan berfikir reflektif dalam upaya menghadapi atau
memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik
filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat konsen
dalam kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir
dan sistematis. Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan
dengan titik tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih
bersifat analitis dan deskriptif dalam pendekatannya. Ilmu menggunakan
opservasi, eksperimen dan klasifikasi data penggalaman indra serta berupaya
untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat
berupaya mengkaji penggalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat
inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang penggalaman
manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan sinopsis dan kalaupun analitis maka
analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat
lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan
masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas,
filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-temuan dengan klaim islam,
moral, serta seni. Dengan memperhatikan ungkapan diatas nampak bahwa filsafat
mempunyai batasan yang lebih luas ketimbang ilmu, ini berarti apa yang sudah
tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya,
bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat
(filsafat ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu memiliki kesamaan dalam
menghadapi objek kajiannya yakni berfikir reflektif dan sistematis, meski dengan
titik tekan pendekatan yang berbeda. Dengan demikian, ilmu mengkaji hal-hal
yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban
6 | P a g e
terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya
bersifat mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazlba(1976), pengetahuan ilmu
lapangannya segala sesuatu yang dapat di teliti (riset dan/esperimen) ; batasannya
sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukuan peneliti. Pengetahuan
filsafat ; segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang
alami (bersifat alam) dan nisbi; batasan ialah batas alam namun demikian ia juga
mencoba memikirkan sesuatu yang diluar alam, yang disebut oleh agama
“Tuhan”. Sementara itu Oemar Amin Hoesin (1964) mengatakan bahwa ilmu
memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat. Dari sini
nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajiannya sendiri-
sendiri. Meskipun filsafat ilmu mempunyai substansinya yang khas, namun dia
merupakan bidang pengetahuan campuran yang perkembangannya tergantung
pada hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu. Oleh
karena itu pemahaman bidang filsafat dan pemahaman ilmu menjadi sangat
penting. Terutaman yang hubungannya bersifat timbal balik, meski dalam
perkembangannya filsafat ilmu itu telah menjadi disiplin yang tersendiri dan
otonom dilihat dari objek kajian dan telaahannya.
2.3 Definisi Filsafat Ilmu
Rosenberg menulis ‘’ philosophy deals with two sets of question: first, the
questions that science – physical , biological social behavioral – second, the
question about why the sciences cannot answer the first lot of questions‘’ ,
Dikatakan bahwa fislsafat di bagi dalam dua pertanyaan utama, pertanyaan
pertama adalah persoalan tentang ilmu (fisika, biologi, social dan budaya) dan
yang kedua persoalan tentang duduk perkara ilmu yang itu tidak terjawab pada
persoalan yang pertama, dari narasi ini ada dua buah konsep filsafat yang
senantiasa di pertanyakan yakni tentang apa dan bagaimana, apa itu ilmu dan
bagaimana ilmu itu di susun dan di kembangkan, hal ini sangat mendasar dalam
kajian dan diskusi ilmiah dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Yang satu
terjawab pada filsafat dan yang kedua di jawab oleh kajian filsafat ilmu. Beberapa
penjelasan mengenai filsafat tentang pengetahuan, Dipertanyakan hal-hal
misalnya: apa itu pengetahuan? Dari mana asalnya? Apa ada kepastian dalam
7 | P a g e
pengetahuan, atau semua hanya hipotesis atau dugaan belaka? Teori pengetahuan
menjadi inti diskus, apa hakekat pengetahuan, apa unsur-unsur pembentuk
pengetahuan, bagaimana menyusun dan mengelompokkan pengetahuan, apa
batas-batas pengetahuan, dan juga apa saja yang menjadi saran dari ilmu
pengetahuan, Di sinilah filsafat ilmu memfokuskan kajian dan telaahnya, Yakni
pada sebuah kerangka konseptual yang menyangkut sebuah sistem pengetahuan
yang di dalamnya terdapat relasional antara pengetahu / yang mengetahui (the
knower)dan yang terketahui / di ketahui (the knowen) dan juga antara pengamat
(the observer) dengan yang di amati (the observed). Pengertian tentang filsafat
ilmu, telah banyak di jumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah.
Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran relektif terhadap persoalan-persoalan
mengenaisegala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu
dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang
pengetahuan integrativeyang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada
hubungan timbal-balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu. Filsafat ilmu
merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat
ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap setiap saat ilmu itu berubah
mengikuti perkembangan zaman dan keadaan, pengetahuan lama menjadi pijakan
untuk mencari pengetahuan baru. Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu,
di bawah ini di kemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang
terangkum dalam sejumlah literatur kajian filsafat ilmu .
 Robert Ackerman ‘’philosophy of science in one aspect as a critique of current
scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy
of science is cleary not a disclipline autonomous of actual scientific paractice’’
. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-
pendapat demikian itu, filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang
ilmu dari praktek ilmiah secara aktual).
 Lewis White Beck‘’Philosophy of science questions and evaluates the
methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance
of scientific enterprise as a whole’’ . (Filsafat ilmu membahas dan
mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan
dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan).
8 | P a g e
 Cornelius Benjamin ‘’That philosophic disipline which is the systematic study
of the nature of science, especially of its methods, its concepts and
presuppositions,and its place in the general scheme of intellectual discipine’’
. (Cabang pengetahuan filsafat yang merupakan telah sistematis mengenai
ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-
pranggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang
pengetahuan intelektual).
 Michael V. Berry ‘’The study of the inner logic is scientific theories, and the
relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods’’ .
(Penelahan tentang logika intern dari teori-teori ilmiah dan hubungan-
hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah).
 Stephen R. Toulmin ‘’As a disclipline, the philosophy of science attempts,
first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquairy
observational prosedures, patens of argument, methods of representation and
calculation,
 metaphysical presuppositions, and so on and then to valuate the grounds of
their validity from thr points of view of formal logic, practical methodology and
metaphysics’’ . (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama
menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah proedur-
prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan
perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafilis, dan seterusnya dan
selanjutnya melilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjau
logika formal, metodologi praktis, dan metanfisika).
Dari paparan pendapat para pakar dapat di simpulkan bahwa pengertian filsafat
ilmu itu mengandung konsepsi dasar yang mencangkup hal-hal sebagai berikut:
a) Sikap kritis dan evaluatif terhadap kriteria ilmiah
b) Sikap sitematis berpangkal pada metode ilmiah
c) Sikap analis objektif, etis dan falsafi atas lindasan ilmiah
d) Sikap konsisten dalam bangunan teori serta tindakan
Dari ungkapan tersebut terdapat sebuah konsep bahwa tugas dari pemikir filsafat
ilmu.itu untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang
menyangkut:
9 | P a g e
Pertama, apa yang menjadi perbedaan ilmiah karakteristik tipe masing-masing
ilmu, antara satu ilmu dengan ilmu yang lainnya melalui penelitian. Kedua,
prosedur apa yang harus di lakukan secara ilmiah dalam melakukan penelitian atas
kenyataan yang terjadi di alam?, Ketiga, apa yang mestinya di lakukan dalam
mendapatkan penjelasan ilmiah dalam melakukan penelitian dan eksperimen itu?,
Keempat, apakah teori itu dapat di ambil sebagai konsep dan prinsip-prinsip
ilmiah?,
Sehingga sketsa filsafat ilmu dapat di gambarkan dalam bentuk table sebagai
berikut:
Level Discipline Subject-matter
2 Philosophy of
science
Analysis of the procedures and logic of
scientific explanation
1 Sciance Explanation of facts
0 Facts
Dengan memperhatikan tabel di atas secara jelas di tampilkan bahwa filsafat ilmu
memempati level ke-2, sedangkan ilmu (science) pada level pertama dan
semuanya pada satu pangkal pokok yakni fakta (kenyataan) menjadi basis utama
bangunan segala disiplin ilmu. Kalau ilmu itu menjelaskan fakta sementara filsafat
ilmu subjek materinya adalah menganalisa prosedur-prosedur logis dari ilmu
(Analysis of the procedures and logic of scientific explanation).
2.4 Lingkup Filsafat Ilmu
Apa yang merupakan objek dan ruang lingkup ilmu? Ilmu membatasi lingkup
pada batasan pengalaman manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan
dalam menyusun kebenaran yang secara empiris. Secara ontologis ilmu
membatasi diri pada pengkajian yang berada dalam lingkup pengalaman manusia.
Objek dari ilmu itu sendiri adalah ilmu merupakan suatu berkah penyelamat bagi
umat manusia. Ilmu itu sendiri bersifat netral, ilmu tidak mengenal baik buruk,
dan si pemilik pengetahuan itulah yang mempunyai sikap. Atau dengan kata lain,
netralitas ilmu terletak pada epistemologinya, jika hitam katakan hitam, jika putih
katakan putih; tanpa berpihak pada siapapun selain kebenaran.
10 | P a g e
Salah satu sub-bagian dari bagian ini adalah penjelasan tentang pengertian ilmu
dan filsafat ilmu. Dijelaskan bahwa ilmu adalah bagian dari penegtahuan. Ilmu
merupakan
pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan
kebenarannya secara empiris. Sementara pengetahuan adalah informasi yang
berupa common sense yang belum tersusun secara sistematis baik mengenai
metafisik maupun fisik. Penulisan ini juga menyimpulkan bahwa filsafat ilmu
merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu sehingga filsafat
ilmu perlu menjawab persoalan ontologis (esensi, hakikat, obyek telaah),
epistemologis (cara, proses, prosedure, mekanisme) dan aksiologis (manfaat,
guna, untuk apa). Ruang lingkup filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen-
komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu
Ontologi ilmu : Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat
kebenaran dan kenyataan yang koheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak
terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana sebuah kebenaran itu.
Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, paham
dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik
yang pada akhirya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing-masing
mengenai apa dan bagaimana kebenaran itu ada sebagaimana manifestasi
kebenaran yang kita cari.
 Epistemologi ilmu : Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara
mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan
mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan
perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (verstand), akal
budi (vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi,
merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya
model model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau
rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya.
Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model
epistemologik beserta tolak ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu sepadan teori
koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
11 | P a g e
 Aksiologi llmu : Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat
normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan
sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai
kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik material. Lebih
dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu kondisi
(condition) yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan
penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
2.5 Objek Material Dan Objek Formal Filsafat Ilmu
Ilmu filsafat memiliki objek material dan objek formal. Objek material adalah apa
yang di pelajari dan di kupas sebagai bahan (materi) pembicaraan. Objek material
adalah objek yang di jadikan sasaran menyelidiki oleh suatu ilmu, atau objek yang
di pelajari dalam ilmu itu. Objek material dalam filsafat ilmu adalah pengetahuan
itu sendiri, yakni pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) pengetahuan yang
telah di susun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat di
pertanggung jawabkan kebenarannya secara umum. Objek formal adalah cara
pendekatan yang di pakai atas objek material, yang sedemikian khas sehingga
mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan, jika cara
pendekatan itu logis, konsisten dan evisien, maka di hasilkan sistem filsafat ilmu.
Filsafat berangkat dari pengalaman konkret manusia dalam dunianya. Pengalaman
manusia yang sungguh kaya dengan segala sesuatu yang tersirat ingin dinyatakan
secara tersurat.Dalam filsafat, ada filsafat pengetahuan. ‘’segala manusia ingin
mengetahui’’, itu kalimat pertama Aristoletes dalam Metaphysica. Objek
materialnya adalah gejala ‘’manusia tahu’’. Tugas filsafat ini adalah menyoroti
gejala itu berdasarkan sebab-musabab pertamanya. Filsafat menggali
‘’kebenaran’’ (versus ‘’kepalsuan’’), abstraksi, instruksi, dari mana asal
pengetahuan dan kemana arah pengetahuan. Pada giliran nya gejala ilmu-ilmu
pengetahuan menjadi objek material juga dan kegiatan berfikir, menghasilkan
filsafat ilmu pengetahuan, ke khususan gejala ilmu pengetahuan terhadap gejala
pengetahuan di cermati dengan teliti.
12 | P a g e
2.6 Tujuan Filsafat Ilmu
1. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang
menjadi kritis dan cermat terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang
ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga
dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistik, menganggap bahwa hanya
pendapatnya yang paling benar.
2. Filsafat ilmu merupakan usaha merrefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan
metode keilmuan. Sebab kecenderungan yan terjadi di kalangan ilmuwan
modern adalah menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur
ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan disini adalah
menerapkan metode ilmiah yang sesuai atau cocok dengan struktur ilmu
pengetahuan. Bukan sebaliknya. Metode hanya saran berpikir, bukan
merupakan hakikat ilmu pengetahuan.
3. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap
metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggung jawabkan secara
logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Semakin
luas penerimaan dan penggunaan metode ilmiah, maka semakin valid metode
tersebut. Pembahasan mengenai hal ini dibicarakan dalam metodologi, yaitu
ilmu yang mempelajari tentang cara-cara untuk memperoleh kebenaran.
4. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita bisa
memahami, sumber, hakekat, dan tujuan ilmu.
5. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu di
berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu
kontemporer secara historis.
6. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dan mendalami studi di
perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non
ilmiah.
13 | P a g e
2.7 Manfaat filsafat ilmu
1. Filsafat akan mengajarkan untuk melihat segala sesuatu secara multi dimensi
2. Filsafat mengajarkan kepada kita untuk mengerti tentang diri sendiri daan
dunia.
3. Filsafat mengasah hati dan pikiran untuk lebih kritis terhadap fenomena yang
berkembang.
4. Filsafat dapat mengasah kemampuan kita dalam melakukan penalaran
5. Filsafat akan membuka cakrawala berpikir yang baru.
6. Filsafat membantu kita untuk dapat berpikir dengan lebih rasional.
7. Filsafat akan mengkondisikan akal untuk berpikir secara radikal.
8. Filsafat membawa keterlibatan dalam memecahkan berbagai macam
persoalan.
9. Memiliki pandangan yang luas.
10. Filsafat akan membangun landasan berpikir.
11. Filsafat dapat memberikan nilai dan orientasi pada semua disiplin ilmu.
2.8 Pentingnya Belajar Filsafat Ilmu Bagi Mahasiswa
1. Dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan mahasiswa semakin kritis dalam
sikap ilmiahnya. Mahasiswa sebagai insan kampus diharapkan untuk berpikir
kritis terhadap berbagai macam teori yang dipelajarinya di ruang kuliah
maupun dari sumber-sumber lainnya.
2. Mempelajari filsafat ilmu mendatangkan kegunaan bagi para mahasiswa
sebagai calon ilmuan dan untuk melakukan penelitian ilmiah.
3. Mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat praktis. Setelah mahasiswa lulus
dan bekerja. Mereka pasti berhadapan dengan berbagai masalah yang dihadapi
dalam pekerjaanya. Untuk memecahkan masalah diperlukan kemampuan
berpikir kritis dalam menganalisis berbagai hal yang berhubungan dengan
masalah yang dihadapi. Dalam konteks inilah pengalaman mempelajari
filsafat ilmu diterapkan.
4. Membiasakan diri untik bersikap logis rasional dalam opini dan argumentasi
yang dikemukakan.
5. Mengajarkan cara berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah
14 | P a g e
3. DAFTAR PUSTAKA
Afid Burhanuddin, Ruang Lingkup Filsafat Ilmu.
http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/23/ruang-lingkup-filsafat-ilmu-2/
Alhelya, Manfaat Belajar Filsafat.
http://alhelya746.blogspot.com/2013/05/manfaat-belajar-filsafat.html
Panca Budi, Manfaat dan Makna Filsafat Ilmu.
http://ff.pancabudi.ac.id//news/manfaat-dan-makna-filsafat-ilmu-html
Sariono, Filsafat Ilmu dan Tujuannya.
http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/filsafat-ilmu-dan-tujuannya-html
Filsafat Ilmu.
http://www.scibd.com/doc/23935573/FILSAFAT-ILMU
15 | P a g e
PERKEMBANGAN ILMU FILSAFAT
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Dilihat dari pendekatan historis, ilmu filsafat dipahami melalui sejarah perkembangan
pemikiran filsafat. Menurut catatan sejarah, filsafat Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani
mulai mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat
sekitar abad VI SM. Perkembangan pemikiran ini menandai usaha manusia untuk
mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran Yunani sebagai embrio
filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak pemikiran Barat abad pertengahan, modern dan
masa berikutnya. Di samping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan,
Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang haruafas
diakui bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad pertengahan
misalnya dunia Barat didom inasi oleh dogm atism egereja (agama), tetapi abad modern
seakan terjadi pembalasan Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme. Namun
selanjutnya, Barat kembali melirik kepada peranan agama agar kehidupan mereka kembali
memiliki makna.
16 | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu sebagai bagian integral dari filsafat secara keseluruhan perkembangannya
tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat itu sendiri secara keseluruhan.
Menurut Lincoln Cuba, sebagai yang dikutip oleh Ali Abdul Azim, bahwa kita mengenal tiga
babakan perkembangan paradigma dalam filsafat ilmu di Barat yaitu era prapositivisme, era
positivisme dan era pasca modernisme. Era prapositivisme adalah era paling panjang dalam
sejarah filsafat ilmu yang mencapai rentang waktu lebih dari dua ribu tahun.
filsafat ilmu berdasarkan ciri khas yang mewarnai pada tiap fase perkembangan. Dari sejarah
panjang filsafat, khususnya filsafat ilmu, tahapan perkembangannya ke dalam empat fase
sebagai berikut:
1. Filsafat Ilmu zaman kuno, yang dimulai sejak munculnya filsafat sampai dengan
munculnya Renaisance
2. Filsafat Ilmu sejak munculnya Rennaisance sampai memasuki era positivisme
3. Filsafat Ilmu zaman Modern, sejak era Positivisme sampai akhir abad ke-19
4. Filsafat Ilmu era kontemporer yang merupakan perkembangan mutakhir Filsafat Ilmu
sejak awal abad ke-20 sampai sekarang.
Perkembangan Filsafat ilmu pada ke-empat fase tersebut akan mengedepankan aspek-
aspek yang mewarnai perkembangan filsafat ilmu di masanya sekaligus yang menjadi babak
baru dan ciri khas fase tersebut yang membedakannya dari fase-fase sebelum dan atau
sesudahnya. Di samping itu penulis juga akan mengungkap tentang peran filosof muslim
dalam perkembangan filsafat ilmu ini, walaupun bukan dalam suatu fase tersendiri.
A. Filsafat Ilmu Zaman Kuno
Filsafat yang dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan telah dikenal manusia pada
masa Yunani Kuno. Periode yunani kuno ini lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan
demikian, karena pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, dimana
17 | P a g e
arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati sekitarnya.mereka membuat
pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan
tidak berdasarkan pada mitos. Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche)
yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah.
Para pemikir filsafat yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah kota perantauan
Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil. Mereka kagum terhadap alam yang oleh nuansa
dan ritual dan berusaha mencari jawaban tas apa yang ada di belakang semua materi itu.
Pada zaman Yunani Kuno filsafat dan ilmu merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan.
Keduanya termasuk dalam pengertian episteme yang sepadan dengan kata philosophia.
Pemikiran tentang episteme ini oleh Aristoteles diartikan sebagaian organized body of
rational konwledge with its proper object. Jadi filsafat dan ilmu tergolong sebagai
pengetahuan yang rasional. Dalam pemikiran Aritoteles selanjutnya pengetahuan rasional itu
dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang disebutnya dengan praktike (pengetahuan praktis),
poietike (pengetahuan produktif), dan theoretike (pengetahuan teoritis). .
Pemikirannya hal tersebut oleh generasi-generasi selanjutnya memandang bahwa
Aristoteleslah sebagai peletak dasar filsafat ilmu.
Kelahiran pemikiran Filsafat Barat diawali pada abad ke-6 sebelum Masehi, yang diawali
oleh runtuhnya mite-mite dan dongeng-dongeng yang selama ini menjadi pembenaran
terhadap setiap gejala alam. Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sistem
kepercayaan bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai sesuatu yang bersumber pada
mitos atau dongeng-dongeng.
Dalam sejarah filsafat biasanya filsafat yunani dimajukan sebagai pangkal sejarah filsafat
barat, karena dunia barat (Erofa Barat) dalam alam pikirannya berpangkal kepada pemikiran
yunani.
Pada masa itu ada keterangan-keterangan tentang terjadinya alam semesta serta dengan
penghuninya, akan tetapi keterangan ini berdasarkan kepercayaan. Ahli-ahli pikir tidka puas
akan keterangan itu lalu mencoba mencari keterangan melalui budinya. Mereka menanyakan
dan mencari jawabannya apakah sebetulnya alam itu. Ciri yang menonjol dari Filsafat Yunani
Kuno di awal kelahirannya adalah ditunjukkannya perhatian terutama pada pengamatan
gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan suatu (arche) yang merupakan unsur
awal terjadinya segala gejala.
18 | P a g e
Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat yunani ini lahir, yaitu:
a) Bangsa yunani yang kaya akan mitos (dongeng).
b) Karya sastra yunani yang dapt dianggap sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani.
c) Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di lembah sungai
Nil.
B. Filsafat Ilmu Era Renaisance
Memasuki masa Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan pandangan
baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang dipelopori oleh
sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei (1564-1542) dan
Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan ilmiah serta metode-metode
eksperimen atas dasar yang kukuh.
Selanjutnya pada Abad XVII, pembicaraan tentang filsafat ilmu, yang ditandi dengan
munculnya Roger Bacon (1561-1626). Bacon lahir di ambang masuknya zaman modern yang
ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu sempurna tidak boleh mencari untung namun
harus bersifat kontemplatif. Menurutnya Ilmu harus mencari untung artinya dipakai untuk
memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam rangka itulah ilmu-ilmu
berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia. Pengetahuan manusia hanya
berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human knowledge adalah human power.
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang
mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya
tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi Gereja Katolik Roma,
bersamaan dengan berkembangnya humanisme. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan
kesenian, keahlian dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenis serba bisa Leonardo da Vinci.
19 | P a g e
Pada zaman renaisans ini manusia Barat mulai berpikir secara baru, dan secara berangsur-
angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan gereja yang selama ini telah membelenggu
kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu. Pemikir yang dapat
dikemukakan dalam tulisan ini antara lain: Nicholas Copernicus (1473-1543) dan Francis
Bacon (1561-1626).
C. Filsafat Ilmu Era Positivisme
Memasuki abad XIX perkembangan Filsafat Ilmu memasuki Era Positivisme.
Positivisme adalah aliran filsafat yang ditandai dengan evaluasi yang sangat terhadap ilmu
dan metode ilmiah. Aliran filsafat ini berawal pada abad XIX.
Pada abad XX tokoh-tokoh positivisme membentuk kelompok yang terkenal dengan
Lingkaran Wina, di antaranya Gustav Bergman, Rudolf Carnap, Philip Frank Hans Hahn,
Otto Neurath dan Moritz Schlick. Pada penghujung abad XIX (sejak tahun 1895), pada
Universitas Wina Austria telah diajarkan mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan Induktif. Hal
ini memberikan indikasi bahwa perkembangan filsafat ilmu telah memasuki babak yang
cukup menentukan dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dalam abad selanjutnya.
Memasuki abad XX perkembangan filsafat ilmu memasuki era baru. Sejak tahun 1920
panggung filsafat ilmu pengetahuan didominasi oleh aliran positivisme Logis atau yang
disebut Neopositivisme dan Empirisme Logis. Aliran ini muncul dan dikembangkan oleh
Lingkaran Wina (Winna Circle, Inggris, Wiener Kreis, Jerman). Aliran ini merupakan bentuk
ekstrim dari Empirisme. Aliran ini dalam sejarah pemikiran dikenal dengan Positivisme Logic
yang memiliki pengaruh mendasar bagi perkem-bangan ilmu.
Munculnya aliran ini akibat pengaruh dari tiga arah;
1. Emperisme dan Positivisme.
2. Metodologi ilmu empiris yang dikembangkan oleh ilmuwan sejak abad XIX.
3. Perkembangan logika simbolik dan analisa logis.
Secara umum aliran ini berpendapat bahwa hanya ada satu sumber pengetahuan yaitu
pengalaman indrawi. Selain itu mereka juga mengakui adanya dalil-dalil logika dan
matematika yang dihasilkan lewat pengalaman yang memuat serentetan tutologi -subjek dan
20 | P a g e
predikat yang berguna untuk mengolah data pengalaman indrawi menjadi keseluruhan yang
meliputi segala data itu.
Lingkaran Wina sangat memperhatikan dua masalah, yaitu analisa pengetahuan dan
pendasaran teoritis matematika, ilmu pengetahuan alam, sosiologi dan psikologi. Menurut
mereka wilayah filsafat sama dengan wilayah ilmu pengetahuan lainnya.
Tugas filsafat ialah menjalankan analisa logis terhadap pengetahuan ilmiah. Filsafat tidak
diharapkan untuk memecahkan masalah, tetapi untuk menganalisa masalah dan
menjelaskannya. Jadi mereka menekankan analisa logis terhadap bahasa. Trend analisa
terhadap bahasa oleh Harry Hamersma dianggap mewarnai perkembangan filsafat pada abad
XX, di mana filsafat cenderung bersifat Logosentrisme.
D. Filsafat Ilmu Kontemporer
Perkembangan Filsafat Ilmu di zaman ditandai dengan munculnya filosof-filosof yang
memberikan warna baru terhadap perkembangan Filsafat Ilmu sampai sekarang.
Muncul Karl Raymund Popper (1902-1959) yang kehadirannya menadai babak baru
sekaligus merupakan masa transisi menuju suatu zaman yang kemudian di sebut zaman
Filsafat Ilmu Pengetahuan Baru. Hal ini disebabkan Pertama, melalui teori falsifikasi-nya,
Popper menjadi orang pertama yang mendobrak dan meruntuhkan dominasi aliran
positivisme logis dari Lingkaran Wina. Kedua, melalui pendapatnya tentang berguru pada
sejarah ilmu-ilmu, Popper mengintroduksikan suatu zaman filsafat ilmu yang baru yang
dirintis oleh Thomas Samuel Kuhn.
Para tokoh filsafat ilmu baru, antara lain Thomas S. Kuhn, Paul Feyerabend, N.R.
Hanson, Robert Palter dan Stephen Toulmin dan Imre Lakatos memiliki perhatian yang sama
untuk mendobrak perhatian besar terhadap sejarah ilmu serta peranan sejarah ilmu dalam
upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah
yang sesungguhnya terjadi. Gejala ini disebut juga sebagai pemberontakan terhadap
Positivisme.
Thomas S. Kuhn populer dengan relatifisme-nya yang nampak dari gagasan-gagasannya
yang banyak direkam dalam paradigma filsafatnya yang terkenal dengan The Structure of
Scientific Revolutions (Struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan).
21 | P a g e
Kuhn melihat bahwa relativitas tidak hanya terjadi pada Benda yang benda seperti yang
ditemukan Einstein, tetapi juga terhadap historitas filsafat Ilmu sehingga ia sampai pada suatu
kesimpulan bahwa teori ilmu pengetahuan itu terus secara tak terhingga mengalami revolusi.
Ilmu tidak berkembang secara komulatif dan evolusioner melainkan secara revolusioner.
Salah seorang pendukung aliran filsafat ilmu Baru ialah Paul Feyerabend (Lahir di Wina,
Austria, 1924) sering dinilai sebagai filosof yang paling kontroversial, paling berani dan
paling ekstrim. Penilaian ini didasarkan pada pemikiran keilmuannya yang sangat menantang
dan provokatif. Berbagai kritik dilontarkan kepadanya yang mengundang banyak diskusi dan
perdebatan pada era 1970-an.
22 | P a g e
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang haruafas
diakui bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada era renaisans
misalnya dunia Barat didom inasi oleh dogm atisme gereja (agama), tetapi abad modern
seakan terjadi pembalasan Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme. Namun
selanjutnya, Barat kembali melirik kepada peranan peranan agama agar kehidupan mereka
kembali memiliki makna.
Secara garis besar, perkembangan filsafat dibagi dalam empat tahap:
1. Filsafat Ilmu Zaman Kuno
2. Filsafat Ilmu Era Renaisance
3. Filsafat Ilmu Era Positivisme
4. Filsafat Ilmu Kontemporer
b. Saran
Demikian malkalah ini saya buat dengan sebaik-baiknya. Saya sebagai penulis sangat
berharap atas kritik dan saran teman-teman untuk memperbaiki maklah saya selanjutnya,
karena saya sadar dalam penulisan makalah ini masih ada kesalahan.
Atas kritik dan saran teman-teman saya ucapkan banyak terimah kasih.
23 | P a g e
Daftar pustaka
Joeniarto, filsafat ilmu, Bumi Aksara, Cetakan pertama, Jakarta, Februari 1991.
-------, ilmu filsafat, google, Makassar, 2011.
http://fhiwimakalah.blogspot.com
Collins, James, A History of Modern European Philosophy, The Bruce Publishing
Company, Milwaukee, 1954
Feibleman, James K., Understanding Philosophy :A Popular History of Ideas,Billing &
Sons Ltd, London, 1986
Johnson, Doyle Paul, Teori Sosilogi : Klasik dan Modern, Jil. 1Cet. 3, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1994
24 | P a g e
LOGIKA BERFIKIR DAN KEBENARAN ILMIAH
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq dan
hidayahNya kepada kelompok kami yang telah menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini merupakan makalah “Logika Ilmu dan Berpikir Ilmiah”. Secara khusus makalah
ini disusun sedemikian rupa sehingga materi yang ada didalam makalah sesuai dengan silabus
yang telah diberikan kepada kami.
Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun,
kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan orang tua dan teman-teman kami, sehingga kendala-kendala yang
kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
Bapak dosen yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami
termotivasi dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Teman yang turut membantu,
membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini bisa selesai.
Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna meningkatkan kualitas
pembuatan makalah yang selanjutnya. Kami sadar bahwa kebenaran dan kesempurnaan
hanya milik Allah SWT. Harapan kami, makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca khususnya dalam mata kuliah Filsafat Ilmu.
Surabaya, 8 April 2018
Tim Penulis
25 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ada tiga hal pokok yang muncul bila manusia berpikir, yaitu : hal tentang ada yang
menjadi bahasan ontologi, hal tentang pengetahuan akan kebenaran sejati yang menjadi
bahasan epistemologi, dan hal tentang nilai yang menjadi bahasan aksiologi, ketiga hal
tersebut disimpulkannya oleh Imam Barnadib sebagai obyek kajian problem filsafat yaitu
realita, pengetahuan dan nilai. Ketiga landasan ini saling berkaitan ; jadi ontologi ilmu terkait
epistemologi ilmu dan epistemolagi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Ketika
membicarakan epistemologi ilmu, maka harus dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu.
Epistemologi berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara
manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu dan jenis-jenis pengetahuan.
Selain metode ilmiah sebagai cara melakukan kegiatan ilmiah, juga diperlukan juga
sarana berpikir agar kegiatan tersebut menjadi teratur dan cermat. Menurut Suhartono
Suparlan bahwa : Manusia mempunyai kemampuan menalar, artinya berpikir secara logis dan
analitis. Kelebihan manusia dalam kemampuannya menalar dan karena mempunyai bahasa
untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak, maka manusia bukan saja
mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkannya. Karena kelebihannya
itu maka Aristoteles memberikan identitas kepada manusia sebagai “animal rationale”.
Dengan demikian sarana berpikir ilmiah sangat penting bagi ilmuwan agar dapat
melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana berpikir ilmiah membantu manusia
menggunakan akalnya untuk berpikir dengan benar dan menemukan ilmu yang benar tanpa
menguasai sarana berpikir ilmiah, kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian berpikir ilmiah?
2. Apa sarana berpikir ilmiah?
3. Bagaimana logika dalam berpikir ilmiah?
4. Apa macam-macam logika berpikir ilmiah?
5. Apa saja cara berpikir logis untuk mengetahui kebenaran ilmiah?
26 | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Berpikir Ilmiah
Berpikir merupakan suatu aktivitas pribadi yang mengakibatkan penemuan yang
terarah kepada suatu tujuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau
pengertian, pembentukan pendapat, dan simpulan atau keputusan dari sesuatu yang
dikehendaki. Menurut Suriasumantri manusia tergolong ke dalam homo sapiens, yaitu
makhluk yang berpikir. Hampir tidak ada masalah yang menyangkut dengan aspek
kehidupannya yang terlepas dari jangkauan pikiran.
Berpikir secara ilmiah adalah upaya untuk menemukan kenyataan dan ide yang
belum diketahui sebelumnya. Ilmu merupakan proses kegiatan mencari pengetahuan
melalui pengamatan berdasarkan teori dan generalisasi. Ilmu berusaha memahami alam
sebagaimana adanya dan selanjutnya hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk
meramalkan dan mengendalikan gejala alam. Adapun pengetahuan adalah keseluruhan hal
yang diketahui, yang membentuk persepsi tentang kebenaran atau fakta. Ilmu adalah bagian
dari pengetahuan, sebaliknya setiap pengetahuan belum tentu ilmu.
Untuk itu, terdapat syarat-syarat yang membedakan ilmu (science) dengan
pengetahuan (knowledge), yaitu ilmu harus ada obyeknya, terminologinya, metodologinya,
filosofinya, dan teorinya yang khas. Di samping itu, ilmu juga harus memiliki objek,
metode, sistematika, dan mesti bersifat universal.
Dalam menghadapi bermacam masalah kehidupan di dunia ini, manusia akan menampilkan
berbagai alat untuk mengatasi masalahnya. Alat dalam hal ini adalah pikiran atau akal yang
berfungsi di dalam pembahasaannya secara filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran
atau akal yang digunakan mengatasi masalah ini senantiasa bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu
harus mempunyai kerangka berpikir ilmiah karena tidak semua berpikir itu bisa diartikan
berpikir secara ilmiah.
27 | P a g e
1. Sarana Berpikir Ilmiah
Manusia disebut sebagai homo faber yaitu makhluk yang membuat alat; dan
kemampuan membuat alat dimungkinkan oleh pengetahuan. Berkembangnya
pengetahuan juga memerlukan alat-alat. Sarana merupakan alat yang membantu kita
dalam mencapai suatu tujuan tertentu, sedangkan sarana berpikir ilmiah merupakan alat
bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik, dengan demikian fungsi
sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, bukan merupakan ilmu itu
sendiri.Dalam proses penelitian harus memperhatikan dua hal, pertama sarana berpikir
ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, tetapi merupakan kumpulan pengetahuan yang
didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Kedua tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah
adalah untuk memungkinkan menelaah ilmu secara baik. Dari penjelasan tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa sarana berpikir ilmiah adalah alat berpikir dalam membantu
metode ilmiah sehingga memungkinkan penelitian dapat dilakukan secara baik dan
benar.
Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat
dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan atura-
aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar dari pada satu. Dalam penelitian
ilmiah terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika yaitu adalah
induktif dan deduktif. Logika induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus
individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif
adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi
kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan.
2. Logika Dalam Berpikir Ilmiah
Logika berasal dari kata Yunani Kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan
akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu,
logika disebut dengan logike episteme (latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu
pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.
Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan
mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam
tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
28 | P a g e
Nama ‘logika’ untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum
masehi), tetapi masih dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander Aphrodisias (sekitar
permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang yang pertama kali menggunakan kata
‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Logika adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang
aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan
yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan
diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Logika sama tuanya dengan umur
manusia, sebab sejak manusia itu ada, manusia sudah berpikir, manusia berpikir
sebenarnya logika itu telah ada. Hanya saja logika itu dinamakan logika naturalis, sebab
berdasarkan kodrat dan fitrah manusia saja.
Manusia walaupun belum mempelajari hukum-hukum akal dan kaidah-kaidah
ilmiah, namun praktis sudah dapat berpikir dengan teratur. Akan tetapi, bila manusia
memikirkan persoalan-persoalan yang lebih sulit maka seringlah dia tersesat. Misalnya,
ada dua berita yang bertentangan mutlak, sedang kedua-duanya menganggap dirinya
benar. Dapatlah kedua-duanya dibenarkan semua? Untuk menolong manusia jangan
tersesat dirumuskan pengetahuan logikalah yang mengetengahinya.
3. Macam-Macam Logika
 Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan
lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-
kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak
lahir.
 Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah
menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap
pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan
lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan
untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.
29 | P a g e
4. Cara Berpikir Logis Kebenaran Ilmiah
 Logika Deduktif
Logika deduktif khususnya logika tradisional bermu-la dari zaman Yunani
Kuno sekitar abad ketiga sebelum Masehi (SM). Logika ini memproses pikiran baik
secara langsung maupun tidak langsung berdasarkan atas per-nyataan umum yang
sudah lebih dahulu diketahui. Per-nyataan yang berisi sesuatu yang sudah diketahui
disebut anteseden (premis) yang merupakan pernyataan dasar dan pernyataan yang
berisi pengetahuan baru yang ditarik dari pernyataan dasar itu disebut konsekuen
(kesimpulan). Un-tuk selanjutnya, dalam tulisan ini digunakan istilah premis dan
kesimpulan.
Penarikan pengetahuan baru secara langsung dilaku-kan berdasarkan satu premis
saja. Dari premis tersebut di-tarik kesimpulan yang merupakan implikasinya.
Contoh: Dari premis “Bujur sangkar adalah bidang datar yang meru­pakan kurva
tertutup yang diapit oleh empat sisi sama pan-jang dan memiliki empat sudut siku-
siku”, secara langsung dapat ditarik kesimpulan: “Jika pada sebuah bujur sangkar
ditarik garis diagonal, akan terjadi dua segitiga sama kaki yang sama dan sebangun”
yang merupakan implikasi atau konsekuensi logis dari pernyataan pertama. Dari
premis tersebut, dapat pula ditarik pernyataan-pernyataan lain yang merupakan
implikasinya, antara lain:
 Suatu segi empat yang sisi-sisi horizontalnya tidak sama panjang dengan sisi-
sisi tegak lurusnya adalah bukan bujur sangkar.
 Jumlah sudut bujur sangkar 360 derajat.
 Jika pada sebuah bujur sangkar ditarik dua buah garis diagonal, akan terjadi
empat segitiga sama kaki yang sama dan sebangun.
 Segitiga sama kaki yang terbentuk masing-masing mempunyai satu sudut siku-
siku dan dua sudut lancip yang besarnya masing-masing 45 derajat.
Dengan demikian, implikasi merupakan pernyataan yang secara tersirat telah
ada dalam premis. Tentu saja, dalam hal ini kebenaran implikasi tergantung kepada
ke-benaran pernyataan dasar atau premisnya. Penarikan pengetahuan baru secara
tidak langsung dilakukan berdasarkan dua premis atau lebih; yang dida-sarkan atas
dua premis disebut silogisme. Jadi, dapat di-katakan, silogisme merupakan bentuk
formal sebagai sara-na untuk menarik kesimpulan yang baru. Silogisme selalu terdiri
30 | P a g e
atas tiga proposisi yaitu dua premis dan kesimpulan. Premis yang pertama disebut
premis mayor yang bersifat lebih umum, dan yang kedua yang lebih khusus disebut
pre-mis minor. Dalam logika deduktif arah pemikiran bergerak dari pernyataan-
pernyataan umum kepada kesimpulan yang lebih khusus. Logika deduktif modern
lebih bersifat matematis. Lo-gika tersebut lazim disebut logika simbolis yang dalam
tu-lisan ini tidak dibahas.
Logika Induktif
Berbeda dengan logika deduktif, logika induktif mem-proses pengetahuan
berdasarkan fakta-fakta khusus yang diperoleh dari pengetahuan indriawi/yang
diperoleh me-lalui pengamatan. Dari sejumlah fakta atau gejala khusus itu ditarik
kesimpulan umum berupa pengetahuan yang baru yang berlaku untuk sebagian atau
keseluruhan geja-la tersebut. Jadi, arah pemikiran bergerak dari data yang bersifat
khusus kepada kesimpulan yang bersifat lebih umum. Logika induktif seperti itu di
antaranya dilakukan dalam analisis statistik yang menggunakan data kuantita-tif
sebagai dasar penarikan kesimpulan dan dalam analisis data kualitatif yang
menggunakan data yang bersifat verbal.[13]
5. Kegunaan Logika
 Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional,
kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
 Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
 Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan
mandiri.
 Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-
asas sistematis.
31 | P a g e
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Logika adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang
aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan
yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri
dari kesalahan dalam mengambil keputusan.
Dalam menghadapi bermacam masalah kehidupan di dunia ini, manusia akan
menampilkan berbagai alat untuk mengatasi masalahnya. Alat dalam hal ini adalah pikiran
atau akal yang berfungsi di dalam pembahasaannya secara filosofis tentang masalah yang
dihadapi. Pikiran atau akal yang digunakan mengatasi masalah ini senantiasa bersifat
ilmiah. Jadi, pikiran itu harus mempunyai kerangka berpikir ilmiah untuk mencari hasil
kebenaran.
B. Kritik dan Saran
Kami penulis menyadari bahwa tiada sesuatu yang sempurna. Begitu pun karya tulis
kami ini pasti masih perlu banyak perbaikan. Untuk itu kami harap jika berkenan bapak
Dr. Sigit Sardjono, MS selaku Dosen Filsafat Ilmu Universitas 17 Agustus Surabaya dan
juga pembaca sekalian dapat memberi masukan yang membangun sekiranya bisa membuat
karya tulis ini menjadi lebih baik.
32 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia. 2010) h. 128.
Jujun S. Suriassumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan 2009) h. 105.
Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia. 2010) h. 128.
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang
Hakekat Ilmu (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997) h. 1.
http://www.logika-berpikir-ilmiah.com diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.
Jujun S. Suriassumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, tt) h. 46.
Suwardi Endraswara, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: CAPS, tt) h. 228.
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Grafindo Persada, 2004) h. 212.
Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu (Bandung : Mulia Press, 2008) h. 150.
Aceng Rachmat, Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta: Fajar Interpratama, 2011) h. 209.
Suriasumantri, Jujun S. 1997. Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang
Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Aceng Rachmat, Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta: Fajar Interpratama, 2011) h. 209.
Aceng Rachmat, Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta: Fajar Interpratama, 2011) h. 211.
Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu (Bandung: Mulia Press, 2008) h. 54.
33 | P a g e
FILSAFAT MORAL DAN ETIKA
BAB I PENGERTIAN AKHLAK, ETIKA, MORAL DAN SUSILA
A. Akhlak
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu
keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan
bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku,
atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad
Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang
dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus
dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau
hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan
sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan
pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai
keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah
pencerminan dari akhlak.
Akhlak dibagi menjadi dua yaitu akhlak baik dan akhlak buruk.
A. Akhlak Baik (Al-Hamidah)
1. Jujur (Ash-Shidqu)
2. Berprilaku baik (Husnul Khuluqi)
3. Malu (Al-Haya')
4. Rendah hati (At-Tawadlu')
5. Murah hati (Al-Hilmu)
6. Sabar (Ash-Shobr)
B. Akhlak Buruk (Adz-Dzamimah)
1. Mencuri/mengambil bukan haknya
2. Iri hati
3. Membicarakan kejelekan orang lain (bergosip)
4. Membunuh
5. Segala bentuk tindakan yang tercela dan merugikan orang lain ( mahluk lain)[1]
34 | P a g e
B. Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika'
yaitu ethossedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu:
tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan,
sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang
oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul
kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukanatau ilmu tentang
adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita
akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus
mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari
perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata 'etika' yang terdapat dalam
Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip
dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : "ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak (moral)". Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai
arti :
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak);
2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus
Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca
sebuah kalimat di berita surat kabar "Dalam dunia bisnis etika merosot terus" maka kata
‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang
35 | P a g e
lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika
sebagai ilmu melainkan‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata
ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti
berikut :
1. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika
Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu
melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia
perorangan maupun pada taraf sosial.
2. Kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. Ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-
nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat
dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan
metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.[2]
C. Moral
Kata Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari
Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusiamenyebut ke manusia atau orang lainnya
dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut
amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya.
Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia.
Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses
sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan prosessosialisasi. Moral
dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai
moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang
36 | P a g e
diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati
oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara
utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang
dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan
dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai
mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan
Agama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang
dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman,
tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll.
Menurut Immanuel Kant, moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan
hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau
adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah hal
kesetiaannya pada hatinya sendiri.Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat
terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain,
moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban
mutlak.
Adapun pengertian moral dalam kamus filsafat dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah, tepat atau
tidak tepat.
b) Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut apa yang dianggap benar, baik,
adil dan pantas.
c) Memiliki:
Kemampuan untuk diarahkan oleh (dipengaruhi oleh) keinsyafan benar atau salah.
Kemampuan untuk mengarahkan (mempengaruhi) orang lain sesuai dengan kaidah-
kaidah perilaku nilai benar dan salah.
d) Menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam berhubungan dengan orang lain.[3]
37 | P a g e
D. Susila
Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan akhiran
an. Kata tersebut berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Su dan Sila. Su berarti baik, bagus dan
Sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma.
Kata Susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik.
Orang yang susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah
orang yang berkelakuan buruk. Pada pelaku Zina (pelacur) misalnya sering diberi gelar
sebagai Tuna Susila.
Selanjutnya kata susila dapat pula berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya. Dan
kesusilaan sama dengan kesopanan. Dengan demikian kesusilaan lebih mengacu kepada
upaya membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatkan hidup
yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan
menggambarkan keadaan dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik.
Sama halnya dengan moral, pedoman untuk membimbing orang agar berjalan dengan
baik juga berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan mengacu
kepada sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat.[4]
2. PERSAMAAN ANTARA AKHLAK, ETIKA, MORAL, DAN SUSILA.
Akhlaq, Etika, Moral , dan Susila secara konseptual memiliki makna yang berbeda,
namun pada aras praktis, memiliki prinsip-prinsip yang sama, yakni sama-sama berkaitan
dengan nilai perbuatan manusia. Seseorang yang sering kali berkelakuan baik kita sebut
sebagai orang yan berakhlaq, beretika, bermoral, dan sekaligus orang yang mengerti susila.
Sebaliknya, orang yang perilakunnya buruk di sebut orang yang tidak berakhlaq, tidak
bermoral, tidak tahu etika atau orang yang tidak berasusila. Konotasi baik dan buruk dalam
hal ini sangat bergantung pada sifat positif atau negative dari suatu perbuatan manusia sebagai
makhluk individual dalam komunitas sosialnya.
Dalam perspektif agama, perbuatan manusia didunia ini hanya ada dua pilihan yaitu
baik dan benar. Jalan yang di tempuh manusia adalah jalan lurus yang sesuai dengan petunjuk
ajaran agama dan keyakinannya, atau sebaliknya, yakni jalan menyimpang atau jalan setan,
38 | P a g e
kebenaran atau kesesatan. Itu sebuah logika binner yang tidak pernah bertemu dan tidak
pernah ada kompromi. Artinya, tidak boleh ada jalan ketiga sebagai jalan tengah antara
keduanya. Keempat istilah tersebut sama-sama mengacu pada perbuatan manusia yang
selanjutnya ia diberikan kebebasan untuk menentukan apakah mau memilih jalan yang berniai
baik atau buruk, benara atau salah berdasarkan kepeutusannya. Tentu saja, masing-masing
pilihan mempunyai konsekuensi berbeda.
Ditinjau dari aspek pembentukan karakter, keempat istilah itu merupakan suatu proses
yang tidak pernah ada kata berhenti di dalamnya. Proses itu harus terus-menerus di dorong
untuk terus menginspirasi terwujudnya manusia –manusia yang memiliki karakter yang baik
dan mulia, yang kemudian terefleksikan ke dalam bentuk perilaku pada tataran fakta empiric
di lapangan sosial dimana manusia tinggal. Kesadaran terhadap arah yang positif ini menjadi
penting ditanamkan, agar supaya tugas manusia sebagai khalifatullah fi al-ardi menjadi
kenyataan sesuai titah Allah swt. Bukankah Allah telah membekali manusia berupa sebuah
potensi fitri, jika manusia mampu memeliharanya, maka ia akan mencapai drajad yang lebih
mulia dari pada malaikat. Sebaliknya, jika tidak mampu, maka ia akan jatuh ke posisi drajad
binatang dan bahkan lebih sesat lagi. Inilah di antara argumentasinya, bahwa betapa perilaku
manusia itu harus senatiasa dibina, di bombing, di arahkan bahkan harus di control melalui
regulasi-regulasi, agar supaya manusia selalu berada di jalan yang benar dan lurus. Untuk
mewujudkan cita-cita luhur itu, memang dibutuhkan suatu proses yang panjang sekaligus
dengan cost yang tidak sedikit.
3.PERBEDAAN ANTARA AKHLAK DENGAN ETIKA, MORAL, DAN SUSILA
Berdasarkan paparan di atas, maka secara formal perbedaan keempat istilah tersebut adalah
antara lain sebagai berikut:
1) Etika bertolak ukur pada akal pikiran atau rasio.
2) Moral tolak ukurnya adalah norma-norma yang berlaku pada masyarakat.
3) Etika bersifat pemikiran filosofis yang berada pada tataran konsep atau teoritis.
4) Pada aras aplikatif, etika bersifat lokalitas dan temporer sesuai consensus, dengan demikian
dia disebut etiket (etiqqueta), etika praksis, atau dikenal juga dengan
adab/tatakrama/tatasusila.
5) Moral berada pada dataran realitas praktis dan muncul dalam tingkah laku yang
berkembang dalam masyarakat.
39 | P a g e
6) Etika di pakai untuk pengkajian system nilai yang ada.
7) Moral yang di ungkapkan dengan istilah moralitas di pakai untuk menilai suatu perbuatan.
8) Akhlaq berada pada tataran aplikatif dari suatu tindakan manusia dan bersifat umum,
namun lebih mengacu pada barometer ajaran agama. Jadi, etika islam (termasuk salah satu
dari berbagai etika relegius yang ada) itu tidak lain adalah akhlaq itu sendiri.
9) Susila adalah prinsip-prinsip yang menjadi landasan berpijak masyarakat, baik dalam
tindakan maupun dalam tata cara berpikir, berdasarkan kearifan-kearifan local.
10) Akhlaq juga berada pada level spontanitas-spesifik, karena kebiasaan individual/ komunitas
yang dapat disebut dengan “Adab” , seperti adab encari ilmu, adab pergaulan keluarga dan
lain-lain.[5]
4. HUBUNGAN ETIKA, MORAL DAN SUSILA, DENGAN AKHLAK
Dilihat dari fungsi dan perannya, secara substansial dapat dikatakan bahwa etika,
moral, susila dan akhlak adalah identik, yaitu sama-sama mengacu kepada manusia baik dari
aspek perilaku ataupun pemikiran khususnya pada penentuan hukum atau nilai dari suatu
perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut
sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai
dantenteram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriah. Peranan Etika, Moral, Susila, dan
Akhlak sangat penting bagi pembentukan karakter individu maupun masyarakat.
Perbedaan antara etika, moral dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber
yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika pada etika penilaian baik
buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan
yang berlaku umum dimasyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk
menentukan baik dan buruk itu adalahal-qur’an dan al-hadis.
Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pada sifat dan kawasan
pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka moral dan susila lebih banyak
bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan
susila bersifat lokal dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral
dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
40 | P a g e
Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan
membutuhkan. Uraian diatas menunjukkanengan jelas bahwa etika, moral dan susila berasal
dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat
dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni
ketentuan yang berasal petunjuk al-qur’an dan hadis. Dengan kata lain, jika etika, moral dan
susila berasal dari manusia, sedangkan akhlak dari Tuhan.
Dengan demikian keberadaan etika, moral dan susila sangat dibutuhkan dalam rangka
menjabarkan dan mengoperasionalisasikan ketentuan akhlak yang berada di dalam agama
khususnya pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Disinlah letak peranan dari etika, moral dan susila
terhadap akhlak. Pada sisi lain akhlak juga berperan untuk memberikan batasan-batasan
umum dan universal, agar apa yang dijabarkan dalam etika, moral dan susila tidak
bertentangan dengan nilai-nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi sesat (tetap
pada koridor humanis).
41 | P a g e
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Akhlak bertujuan hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan
sempurna dan membedakan dengan makhluk makhluk yang lain. Etika dan moral memiliki
perbedaan, yaitu: kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia
baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam
pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang berkembang dan
berfungsi di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada
dalam dataran konsep-konsep. Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan obyektif,
yaitu suatu perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Etika, moral, susila
dan akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan
manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua istilah tersebut sama sama menghendaki
terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga
sejahtera batiniah dan lahiriahnya.
42 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Jabbar.2013. EtikaSebagaiTinjauan. http://jabbarspace.blogspot.com/2013/10/etika-
sebagai-tinjauan.html. (diakses 15 Maret 2014)
Loudy,2011. PengertianMoral. http://loudy92.wordpress.com/2011/03/12/pengertia
nmoral/.(diakses15Maret2014)Wardani,Oktavia.2010. Etika,MoraldanSusila. http://oktavia
wardani.blogspot.com/2013/05/etika-moral-dan-susila.html. (diakses 15 Maret 2014)
Tim Penyusun MKD UINSA Surabaya. 2013. AKHLAK TASAWUF. Surabaya:
UINSA Press.
Wikipedia Bahasa Indonesia. 2014. AKHLAK. http://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak.
(diakses15 Maret 2014)
43 | P a g e
MENGENAL KONSEP ETIKA IMMANUEL KANT
PENDAHULUAN
ETIKA, berasal dari bahasa yunani yaitu ethikos yang merupakan kata dasar dari ethos,
diartikan sebagai; tempat tinggal biasa, padang rumput, watak, kebiasaan, akhlak, perasaan,
sikap, adat, atau cara berpikir. Akan tetapi, etika dalam perkembangannya cenderung
diartikan sebagai adat kebiasaan. Dalam etimologi, etika sering dikaitkan dengan moral. Kata
moral berasal dari bahasa Latin “mos”, bentuk jamaknya “mores” yang berarti juga adat atau
cara hidup.[1]
Dalam kamus ilmiah, etika memang sinonim dengan moral, namun fokus kajian keduanya
dibedakan. Etika lebih merupakan pandangan filosofis tentang tingkah laku, sedangkan moral
lebih pada aturan normatif yang menjadi pegangan seorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Etika merupakan studi kritis dan sistematis tentang moral,
sedangkan moral merupakan objek material dari etika.[2]
Etika termasuk objek pengkajian dari filsafat nilai. Nilai sendiri merupakan tema baru dalam
filsafat, cabang filsafat yang mempelajarinya adalah aksiologi. Tema nilai sendiri muncul
pertama kali pada paruh abad ke-19. Baik zaman kuno maupun modern, tanpa disadari
manusia menempatkan nilai sebagai tolok ukur sesuatu.
Usaha awal aksiologi diarahkan pada nilai-nilai yang terisolasi. Penelitian terhadap nilai yang
terisolasi ini merupakan sebuah makna baru manakala orang mengembangkan hakikat nilai
dalam proses pengkajian aksiologi. Maka, etika maupun estetika merupakan warisan kuno
yang belakangan ini melangkah jauh kedepan ke arah peningkatan kemampuan untuk
mengkaji nilai sebagaimana adanya.[3]
Sebagai salah satu wilayah kajian filsafat, etika lebih menekankan pada upaya pemikiran
kefilsafatan tentang moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral. Jadi, etika tidak
hanya berkaitan dengan pengetahuan tentang baik dan buruk atau berkaitan dengan sisi
normatif suatu tingkah laku, tetapi mencakup analisis-konseptual mengenai hubungan
dinamis antara manusia sebagai subjek dengan pikiran-pikirkannya sendiri (berupa dorongan,
motivasi, cita-cita, tujuan hidup, dan perbuatan-perbuatannya.[4]
44 | P a g e
RIWAYAT HIDUP IMMANUEL KANT
IMMANUEL KANT, lahir pada 22 April 1724 di Konisberg (sekarang Kaliningrad, UUSR),
Prusia Timur, Jerman. Ia adalah seorang filosof Jerman abad ke-18 yang sangat berpengaruh
dalam dunia filsafat. Ayahnya seorang ahli pembuat baju besi, sebelum akhirnya beralih
profesi menjadi pedagang. Tetapi, sekitar tahun 1730-1740, perdagangan di Konisberg
mengalami kemerosotan, sehingga keluarga Kant hidup dalam kemiskinan. Di kota ini pula
sepanjang hidup Kant mencari ilmu hingga ia meninggal pada usia 80-an (1804). Keluarganya
adalah penganut Kristiani yang sangat saleh.[5] Keyakinannya itu sekaligus merupakan latar
belakang yang cukup penting bagi pemikiran filosofinya, terutama masalah etika.
Kant memulai pendidikan formalnya pada usia 8 tahun di Collegium Friedericianum. Setelah
itu, ia memasuki Universitas Konisberg pada usia 16 tahun. Selama belajar disana, ia
mempelajari hampir semua mata kuliah yang ada. Meski miskin, ia tidak menggantungkan
hidup sepenuhnya pada kerabat yang membantunya. Ia menyambi berprofesi menjadi guru
privat di beberapa keluarga kaya.[6]
Tahun 1770, Kant mendapatkan gelar doktor dengan desertasi
berjudul Meditationumquarunsdum de Igne Succinta Delineatio (Penggambaran Singkat
dari Sejumlah Pemikiran Mengenai Api). Setelah mendapatkan gelarnya, ia mengajar di
Universitas Konisberg. Di sana ia mengajar banyak mata kuliah; metafisika, geografi,
pedagogi, fisika, matematika, logika, filsafat, teologi, ilmu falak, dan mineralogi. Cara
mengajarnya begitu hidup, seolah ia seorang orator handal. Karena itulah ia disebut der
schone magister (guru yang cakap).[7]
Tahun 1775, ia diangkat menjadi professor logika dan metafisika dengan desertasi
berjudul De Mindisensibilis Atgue Intelligibilis Forma et Principiis (Mengenai Bentuk san
Asas Dunia Inderawi dan Budi). Kant banyak menuliskan karya-karyanya dalam buku; Kritik
der Reinen Vernunft (The Critique of Pure Reason) pada tahun 1770, Polegomena to any
Future Metaphisics (1785), Metaphisical Foundation of Rational Science (1786), Critique of
Practical Reason (1788), Critique of Judgement (1790), Religion Within the Boundaries of
Pure Reason (1794), Religion Within Limits of Pure Reason (1794), dan sekumpulan essai
yang berjudul Eternal Peace (1795).[8]
45 | P a g e
LANDASAN PEMIKIRAN ETIKA IMMANUEL KANT
Menurut Kant, filsafat Yunani dibagi menjadi 3 bagian; logika, fisika, dan etika. Logika
berkaitan dengan bentuk pemahaman dan rasio, fisika terkait persoalan hukum alam (law of
nature), dan etika berkaitan dengan tindakan moral.[9] Dalam etika ia mengembangkan
model filsafat baru. Pemikiran ini dituangkan dalam karyanya Critique of Pure Reason,berisi
penjelasan tentang penyelidikan dan struktur keterbatasan akal itu sendiri. Dan dalam
bukunya Critique of Practical Reason, yang berkonsentrasi pada penyelidikan etika, estetika,
dan teologi.
Etika, dalam pemikiran Kant sendiri dilatarbelakangi oleh realitas bahwa “rasio murni” (pure
reason) yang menghasilkan sains tidak mampu memasuki wilayah objek noumena, yaitu
dunia think in itself. Menurut Kant, rasio dan sains sangat terbatas dan hanya mengetahui
penampakan objek fenomena. Ketika sains memasuki wilayah noumena,yang terjadi ia akan
tersesat dan hilang dalam antinomy. Demikian pula jika rasio memasuki wilayah noumena, ia
akan terjebak dan hilang dalam “paralogisme”. Oleh karena itu, Kant berkeyakinan bahwa
untuk memasuki wilayah noumena maka harus menggunakan “akal praktis” (practical
reason). Dari sinilah pemikiran etika Kant muncul.[10]
Terdapat tiga postulat kategoris dalam bangunan filsafat Kant yang merupakan dalil-dalil akal
praktis yang harus diterima dan dipercaya kebenarannya. Pertama, kebebasan (reiheit), yang
dimaksud adalah kebebasan kehendak, sifatnya a priori dan transendental serta merupakan
dasar kepribadian. Kedua, immortalitas (unsterblichkeit), yang dimaksud adalah
immortalitas jiwa, berkaitan dengan summum bonum, yaitu kebaikan tertinggi
(virtue atau highest good). Jiwa harus bersifat immortal agar dapat mencapai kebaikan
tertinggi. Ketiga, eksistensi Tuhan (das dasein gottes), yang berarti Tuhan adalah kebaikan
tertinggi, karena itu mempercayai adanya Tuhan adalah suatu keniscayaan. Dalam bukunya
ia menyebutkan, “Tercapainya kebaikan tertinggi di dunia ini merupakan objek niscaya dari
suatu kehendak yang dapat ditentukan oleh hukum moral. Dalam kehendak tersebut,
kesesuaian secara menyeluruh keinginan dengan hukum moral merupakan kondisinya paling
tinggi dari kebaikan tertinggi.”[11]
Disamping itu, terdapat tiga prinsip dasar dalam etika Kant, yaitu universalitas, humanitas,
dan otonomi. Bagi Kant, tindakan yang baik adalah tindakan yang sesuai dengan maksim
46 | P a g e
yang dapat menjadi maksim umum dan bersifat universal. Prinsip universalitas yang
mendasari etika Kant dapat kita cermati dari konsepnya tentang imperatif kategoris.
Sedangkan prinsip humanitas dimaksudkan bahwa etika Kant menempatkan manusia pada
posisi yang tinggi.
Konsekuensi dari konsep tersebut bahwa dalam segala tindakan manusia perlu ditanamkan
suatu sikap dimana sesama manusia tidak boleh menjadi alat. Manusia adalah tujuan bagi
dirinya sendiri, sebab segala tindakan moral bersumber dari hati nurani manusia dan
digunakan untuk mengangkat harkat kemanusiaan secara universal. Sedangkan prinsip
otonomi yang dimaksudkan adalah otonomi kehendak, yaitu kemampuan untuk menaati
hukum moral yang dibuatnya sendiri. Otonomi kehendak bersifat suci / sakral atau paling
tidak merupakan kehendak baik. Otonomi kehendak inilah merupakan prinsip moralitas
tertinggi dan satu-satunya prinsip hukum kewajiban moral.[12]
BANGUNAN PEMIKIRAN ETIKA IMMANUEL KANT
Pemikiran Kant, khususnya tentang etika dijelaskan secara gamblang dalam beberapa
karyanya seperti Critique of Practical Reason (1787), The Metaphysics of Moral (1797), dan
karya lainnya yang berbentuk artikel dan essai yang bertemakan politik, sejarah, dan
agama.[13]
1. Imperatif Kategoris
Dalam keseluruhan struktur bangunan pemikiran etika, Kant senantiasa mendasarkan
konsepnya tentang categories imperative, sehingga categories imperative merupakan produk
pemikiran terpenting dalam bidang etika Kant, bahkan dapat dikatakan sebagai ide dasar bagi
bangunan etika Kant.
Categories imperative, secara sederhana disimbolkan dengan perkataan “bertindaklah secara
moral”. Perintah ini tidak mengandung segala perintah (command), melainkan adanya
perwujudan tentang adanya suatu “keharusan objektif” yang datang dalam dirinya sendiri,
tidak bersyarat, bersifat mutlak dan merusakakan realisasi dari akal budi praktis.
47 | P a g e
Kerja etika adalah memberi landasan dan aturan mengenai tingkah laku yang baik dan benar,
sebagaimana halnya logika yang mencari aturan penggunaan akal pikiran secara benar. Etika
semacam ini menghasilkan produk etika universal. Etika murni tersebut bersifat a
priori, karena itu terbebas dari pengaruh yang bersifat empirik. Atas dasar ini, Kant
berpendapat bahwa etika universal harus dilandaskan pada unsur-unsur a prioriyang
ternyatakan pada kehendak baik (a good will).
Kehendak baik tidak tergantung pada hasil yang akan dicapai, tetapi berkehendak karena
memang demi kewajiban, contohnya, perintah “jangan mencuri”. Perintah ini mengikat
semua orang karenanya bersifat universal. Unsur a priori-nya adalah kehendak baik yang ada
dalam perintah tersebut. Kehendak baik yang ada dalam perintah tersebut bukanlah karena
hasil tindakan “jangan mencuri” itu baik, melainkan memang karena hakikat yang terdapat
dalam perintah “jangan mencuri” adalah benar-benar baik. Oleh karena itu, melakukan
tindakan demikian merupakan “keharusan objektif” yang muncul sebagai perintah budi,
sedangkan rumusan perintah itu disebut imperative. Imperativesebagaimana contoh di atas
disebut sebagai imperatif kategoris (categories imperative).
Categories imperative adalah perintah moral mutlak, sehingga tingkah laku yang di
wajibkannya baik dalam arti moral, baik dalam dirinya sendiri, bukan baik dalam arti untuk
mencapai kepentingan atau tujuan atau hanya sebagai sarana pemuasan
perasaan.[14] Bentuk imperative seperti ini, oleh Kant disebut dengan praktis “apodiktis”
(pasti atau tegas), tanpa mengacu pada tujuan tertentu.
Untuk mempertegas konsepnya tentang categories imperative, Kant mempertentangkannya
dengan hypotesis imperative, sebab tingkah laku manusia tidak sepenuhnya merupakan
wujud dari categories imperative.
Hypotesis imperative adalah perintah bersyarat, dimana perintah objektif dipersyaratkan
dengan adanya tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai. Contoh, ungkapan “jika ingin
kaya harus rajin bekerja”. Terlihat bahwa “rajin bekerja” merupakan perintah bersyarat yang
memiliki muatan kepentingan dan tujuan tertentu, yaitu “ingin kaya”. Terhadap hypotesis
imperative, walaupun Kant mengakui keberadaannya, namun tidak dianggap sebagai
perbuatan moral, sebab karakteristik dari perbuatan bermoral adalah perintah tersebut harus
berlaku universal dan bersifat categories.
48 | P a g e
2. Legalitas dan Moralitas
Kant membedakan antara tindakan yang sesuai dengan kewajiban dengan tindakan yang
dilakukan demi kewajiban. Tindakan pertama oleh Kant disebut dengan legalitas, sedang
tindakan kedua disebut dengan moralitas. Legalitas dipahami sebagai kesesuaian suatu
tindakan dengan norma hukum (lahiriah) belaka, sedangkan moralitas adalah kesesuaian
sikap dan perbuatan dengan norma moral (batiniah), yaitu yang dipandang sebagai suatu
kewajiban.
Pada legalitas, Kant memandang sebagai suatu tindakan yang belum bernilai moral karena
baru memenuhi norma hukum, belum memenuhi norma moral. Suatu tindakan yang
memenuhi norma moral adalah tindakan yang berdasar pada maksim formal, bukan maksim
material. Bertindak berdasar maksim formal berarti bertindak berdasarkan prinsip-prinsip
yang murni dan a priori, karena tidak memuat aturan empirik-material, dan karena bersifat
mutlak serta universal (bukan partikukar). Jelas berbeda dengan tindakan yang berdasar pada
maksim material, dimana tindakan dilakukan berdasar subjektifitas untuk mencapai tujuan
tertentu. Adanya distingsi antara legalitas dengan moralitas tersebut memberi pengertian
bahwa suatu tindakan bisa jadi memenuhi asas legalitas, tetapi tidak memenuhi asas
moralitas. Contoh: bila ada orang miskin, kita memberinya uang karena merasa kasihan, atau
memiliki tujuan agar dianggap sebagai dermawan. Tindakan demikian hanya memenuhi asas
legalitas, tidak memenuhi asas moralitas, meskipun tindakan tersebut baik dan terpuji, tetapi
tidak bernilai moral, sebab tindakan tersebut memuat motif, tujuan atau pamrih.
3. Otonomi Kehendak
Dalam sistem etika Kant, otonomi kehendak merupakan prinsip moralitas tertinggi (the
highest morality) dan satu-satunya prinsip hukum yang melandasi imperatif
moral.[15]Otonomi kehendak adalah kemampuan untuk manaati norma moral yang dibuatnya
sendiri, bersifat mandiri, a priori, dan tidak dipengaruhi oleh realitas empirik.
Otonomi kehendak bukan bermakna seakan-akan seorang seenaknya sendiri dapat
menentukan apa yang menjadi kewajibannya sendiri, melainkan manusia melalui akal budi
praktis murni diharapkan menyadari bahwa sesuatu itu merupakan kewajibannya. Menyadari
bahwa sesuatu itu merupakan kewajiban adalah sama saja mengakui bahwa sudah sepatutnya
membuktikannya.
49 | P a g e
Demi memperoleh kejelasan, Kant menghadapkan prinsip otonomi kehendak dengan
heteronomi kehendak. Prinsip heterenomi kehendak adalah sumber moral palsu, tidak mampu
memberi dasar kewajiban, bahkan lebih banyak melawan kewajiban bertindak. Prinsip
herteronomi kehendak mengakui bahwa keharusan tindakan dilakukan sebagai sesuatu yang
semata-mata berasal dari berbagai hal lain diluar kehendak manusia sendiri. Karenanya,
heteronomi kehendak hanya menciptakan hypotesis imperative dan bukan categories
imperative.
4. Konsep Kebaikan dan Kebahagiaan (Virtue dan Happiness)
Menurut Kant, antara virtue dengan happiness memiliki perbedaan yang sangat tegas,
walaupun keduanya tidak dapat dipisahkan. Perbedaannya,
kalau virtue bersifat unconditioned, tak bersyarat, otonom, kategoris, dan universal (berlaku
untuk semua orang tanpa memandang perbedaan agama, suku, ras, atau bangsa),
sedangakan happiness bersifat conditioned, bersyarat, heteronom, hepotesis, dan partikular.
Hubuangan antarat virtue dengan happiness adalah adalah hubungan sebab-akibat, di
mana virtue berfungsi sebagai landasan, sedangkan happiness merupakan konsekuensi yang
menyertai virtue. Hal ini berarti bahwa tanda ada dorongan dalam diri manusia untuk
meraih virtue, maka happiness tidak memiliki landasan yang kokoh dalam dirinya.
5. Etika dan Agama
Bagi Kant, dengan pemahaman terhadap virtue sebagai tujuan akhir dari pure practical
reason, maka norma moral mengarah pada agama. Norma moral mengarah pada pengakuan
terhadap kewajiban-kewajiban sebagai perintah Tuhan. Tuhan adalah Yang Maha Sempurna
secara moral, sehingga kehendak dan perintah-Nya juga sempurna secara moral. Dengan
adanya penyelarasan ini, akan diakuilah kewajiban terhadap perintah Tuhan. Inilah yang oleh
Kant diakui sebagai awal mula agama.
Pandangan ini membawa implikasi bahwa moralitaslah yang mengarahkan manusia pada
agama, sebab moralitas lebih dahulu ada daripada agama. Pandangan Kant tentang agama
banyak dipengaruhi oleh keyakinannya akan keterbatasan akal teoritis (pure reason) dalam
mengungkap misteri, Tuhan, dan alam ghaib (metarasional), bila seorang bersikukuh untuk
menggunakan pure reason dalam memahami, misalnya, wahyu atau teks agama (seperti
50 | P a g e
adanya Tuhan), maka akan terjebak pada “paralogisme”. Oleh sebab itu, bagi Kant
memahami teks kitab suci harus dilihat urgensinya secara moral. Sebab, agama tidak akan
ada gunanya bila tidak dapat bernilai moral.
Untuk mempertegas pandangannya tentang kaitan agama dengan moral, Kant
memperkenalkan apa yang disebut dengan agama sejati (true religion), yaitu agama yang
menyatakan di dalam kewajiban harus memandang Tuhan sebagai Sang Pemberi hukum
universal yang harus dihormati. Menghormati Tuhan berarti telah menaati hukum moral,
yakni bertindak sesuai kewajiban sebagai perintah-Nya.
KESIMPULAN
Kant membangun norma moral universal adalah dengan menggunakan pendekatan rasional.
Jangkauan atau frekuensinya yang sangat luas dan menyeluruh, mengikat semua orang. Ini
bukan berarti Kant tidak mempercayai Tuhan, justru ia menempatkan Tuhan sebagai postulat
tertinggi.
Etika Kant, pada hakikatnya memberikan landasan agar manusia berbuat baik atas dasar
kesadaran sendiri sesuai dengan otonomi kehendak yang dimilikinya. Hal ini merupakan
kesadaran tertinggi dari manusia untuk mencapai moral yang luhur (virtue).
Walaupun Kant secara tegas tidak didasarkan pada agama, namun dimensi pemikirannya
sangat religius yang mengarahkan kebaikan kepada kepercayaan terhadap Tuhan. Oleh sebab
itu pula, ia disebut dengan filosof, bukan teolog.
Virtue dan happiness merupakan tujuan akhir dari moral dengan menempatkan eksistensi
Tuhan dan immortalitas jiwa sebagai postulat. Maka, sangat tidak dibenarkan tindakan yang
memiliki tujuan individual dan bersifat egois. Secara implisit dan tersembunyi Kant dengan
tindakan moralnya mengharapkan adanya kebahagiaan dalam keabadian jiwa.
51 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Bertens. K. 1994. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Zubaedi, dkk. 2010. Filsafat Barat. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Partanto, Pius & Al Barry, Dahlan. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkeola
Frondizi, Riseiri. 1963. What is Value?. Terj. Cuk Ananta Wijaya. 2007. Yogyakarta:
Kant, Immanuel. 1956. Critique of Practical Reason. New York: The Liberal Art Press New
York. Terj. Nurhadi. 2005. Kritik Atas Akal Budi Praktis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
[1] K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 4-5.
[2] Zubaedi, dkk, Filsafat Barat, (Yogyakarta: Ar-ruzz media, 2010), hlm. 66.
[3] Risieri Frondizi, What is Value?, diterjemahkan Cuk Ananta Wijaya, Pengantar Filsafat
Nilai, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 1-2.
[4] Zubaedi, dkk, Filsafat Barat, hlm. 66.
[5] Bertrand Russell, History of Western Philosophy, (London: George Allen & amp; Unwin
Ltd. 1961), hlm. 675.
[6] Wahyu Murtiningsih, Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah, (Yogyakarta: Diva
Press, 2012), hlm. 121-122.
[11] Immanuel Kant, Critique of Practical Reason. (New York: The Liberal Arts Press,
1956). Terj. Nurhadi, Kritik Atas Akal Budi Praktis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
hlm. 202.
52 | P a g e
TEORI KEBENARAN ILMIAH
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq dan
hidayahNya kepada kelompok kami yang telah menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini merupakan makalah “Teori Kebenaran dalam Filsafat Ilmu”. Secara khusus
makalah ini disusun sedemikian rupa sehingga materi yang ada didalam makalah sesuai
dengan silabus yang telah diberikan kepada kami.
Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun,
kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan orang tua dan teman-teman kami, sehingga kendala-kendala yang
kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada:
Bapak dosen Dr. Sigit Sardjono, MS yang telah memberikan tugas dan petunjuk
kepada kami, sehingga kami termotivasi dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Teman
yang turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas
makalah ini bisa selesai.
Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna meningkatkan kualitas
pembuatan makalah yang selanjutnya. Kami sadar bahwa kebenaran dan kesempurnaan
hanya milik Allah SWT. Harapan kami, makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca khususnya dalam mata kuliah Filsafat Ilmu.
Surabaya, 19 April 2018
Tim Penulis
53 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk
memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan
melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia
membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku
di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena alam.
Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada hukum-hukum yang
menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi
atas fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena tersebut.
Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal
menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan
tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan struktur terendah dalam
struktur tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan
intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak
terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri.
Oleh sebab itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi.
Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan pengetahuannya
agar terstruktur dengan jelas.
Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan,
filsafat ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai objek ilmu pengetahuan.
Dalam ilmu pengetahuan modern, realitas hanya dibatasi pada hal-hal yang bersifat materi
dan kuantitatif. Ini tidak terlepas dari pandangan yang materialistik-sekularistik.
Kuantifikasi objek ilmu pengetahuan berari bahwa aspek-aspek alam yang bersifat kualitatif
54 | P a g e
menjadi diabaikan. Epistemologis membahas masalah metodologi ilmu pengetahuan.
Dalam ilmu pengetahuan modern, jalan bagi diperolehnya ilmu pengetahuan adalah metode
ilmiah dengan pilar utamanya rasionalisme dan empirisme. Aksiologi menyangkut tujuan
diciptakannya ilmu pengetahuan, mempertimbangkan aspek pragmatis-materialistis.
Dari semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang aspek ontologi,
epistemologi, dan aksiologinya telah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan
pengetahuan-pengetahuan lain, dilaksanakan secara konsekuen dan penuh disiplin. misalnya
hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filsafat, juga kenyataan yang dikenal dan
diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju sampai pada taraf kesadaran dalam diri
pengenal dan masyarakat pengenal.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas, agar pembahasan
dalam makalah ini tidak lari dari judulnya ada baiknya kita rumuskan masalah-masalah yang
akan di bahas, antara lain :
1 Bagaiman Pengertian kebenaran?
2 Bagaimana Teori-teori kebenaran filsafat ilmu?
55 | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebenaran
Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai
yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan
(human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.1
Berbicara tentang kebenaran
ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat
digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya
haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas
yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi ataupun
yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya
pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya.
Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan
dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua, pada
dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen-
komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti (begenstand), yang diteliti atau
dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas dasar motif dan tata cara tertentu, sedang
hasil-hasil temuannya diletakkan dalam satu kesatuan system.2
1
Inu kencana Syafi’i, Filsafat kehidupan (Prakata), (Jakarta : Bumi Aksara, 1995). h. 86
2
Kunto Wibisono, Aktualitas Filsafat Ilmu, (Yogyakarta : Gadjah Mada Press , 1984). h. 37
56 | P a g e
Tampaknya anggapan yang kurang tepat mengenai apa yang disebut ilmiah telah
mengakibatkan pandangan yang salah terhadap kebenaran ilmiah dan fungsinya bagi
kehidupan manusia. Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian dipergunakan orang untuk menolak
atau menerima suatu produk pemikiran manusia.
Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Plato
pernah berkata: “Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh
belakangan Bradley menjawab; “Kebenaran itu adalah kenyataan”, tetapi bukanlah
kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang
terjadi bisa saja berbentuk ketidak benaran (keburukan).
Dalam bahasan, makna “kebenaran” dibatasi pada kekhususan makna “kebenaran
keilmuan (ilmiah)”. Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan
bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran
intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-
bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian
maka pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian kebenaran
sehingga ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah
semestinya harus diperkuat oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran.3
Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara
pengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus
yang dengan aspek obyek yang diketahui.4
Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan
obyektif.
Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin
suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan
3
Daldjoeni, N, Ilmu dalam Prespektif, (Jakarta : Gramedia, cet. 6, 1985). h. 235
4
Poedjawijatna, Pengantar ke IImu dan Filsafat, (Jakarta : Bina Aksara, 1987). h. 16
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT
OPTIMALKAN FILSAFAT

More Related Content

What's hot

Soal filsafat ilmu 26 02-2021 UAS R . Adhi Indra Kurnia
Soal filsafat ilmu 26 02-2021  UAS R . Adhi Indra KurniaSoal filsafat ilmu 26 02-2021  UAS R . Adhi Indra Kurnia
Soal filsafat ilmu 26 02-2021 UAS R . Adhi Indra KurniaR . Adhi Indra Kurnia
 
Tugas dds 2 kel v (sejarah perkembangan ilmu)
Tugas dds 2 kel v (sejarah perkembangan ilmu)Tugas dds 2 kel v (sejarah perkembangan ilmu)
Tugas dds 2 kel v (sejarah perkembangan ilmu)Agnes Ervinda Ginting
 
problematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologi
problematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologiproblematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologi
problematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologiLtfltf
 
Hubungan agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat
Hubungan agama, ilmu pengetahuan, dan filsafatHubungan agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat
Hubungan agama, ilmu pengetahuan, dan filsafatHosiDianaAgustina
 
Hubungan filsafat dengan ilmu lain
Hubungan filsafat dengan ilmu  lainHubungan filsafat dengan ilmu  lain
Hubungan filsafat dengan ilmu lainNick V
 
SRI SUWANTI - MIP - Latihan 17
SRI SUWANTI - MIP - Latihan 17SRI SUWANTI - MIP - Latihan 17
SRI SUWANTI - MIP - Latihan 17Sri Suwanti
 
Tugas prof. hapzi hubungan filsafat dengan ilmu lainnya
Tugas prof. hapzi hubungan filsafat dengan ilmu lainnyaTugas prof. hapzi hubungan filsafat dengan ilmu lainnya
Tugas prof. hapzi hubungan filsafat dengan ilmu lainnyaJoko Supono
 
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...YuliaKartika6
 
Hubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaHubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaBuyung Iskandar
 
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmuKumpulan makalah pengantar filsafat ilmu
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmuEgar Mei
 
Makalah filsafat umum
Makalah filsafat umumMakalah filsafat umum
Makalah filsafat umumAyah Abeeb
 
Kumpulan Soal beserta Jawaban Filsafat Ilmu Mengandung Makna Epistemologi,Ont...
Kumpulan Soal beserta Jawaban Filsafat Ilmu Mengandung Makna Epistemologi,Ont...Kumpulan Soal beserta Jawaban Filsafat Ilmu Mengandung Makna Epistemologi,Ont...
Kumpulan Soal beserta Jawaban Filsafat Ilmu Mengandung Makna Epistemologi,Ont...anggakurniawan45
 
Kumpulan soal dan jawab
Kumpulan soal dan jawabKumpulan soal dan jawab
Kumpulan soal dan jawabAlmayszaroh
 
Soal soal filsafat
Soal soal filsafatSoal soal filsafat
Soal soal filsafatJennyJenny47
 
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAUAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAMETA GUNAWAN
 

What's hot (20)

Jawaban mid
Jawaban midJawaban mid
Jawaban mid
 
Soal filsafat ilmu 26 02-2021 UAS R . Adhi Indra Kurnia
Soal filsafat ilmu 26 02-2021  UAS R . Adhi Indra KurniaSoal filsafat ilmu 26 02-2021  UAS R . Adhi Indra Kurnia
Soal filsafat ilmu 26 02-2021 UAS R . Adhi Indra Kurnia
 
Tugas dds 2 kel v (sejarah perkembangan ilmu)
Tugas dds 2 kel v (sejarah perkembangan ilmu)Tugas dds 2 kel v (sejarah perkembangan ilmu)
Tugas dds 2 kel v (sejarah perkembangan ilmu)
 
problematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologi
problematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologiproblematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologi
problematika filsafat, epistimologi, ontologi aksiologi
 
Hubungan agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat
Hubungan agama, ilmu pengetahuan, dan filsafatHubungan agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat
Hubungan agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat
 
Hubungan filsafat dengan ilmu lain
Hubungan filsafat dengan ilmu  lainHubungan filsafat dengan ilmu  lain
Hubungan filsafat dengan ilmu lain
 
SRI SUWANTI - MIP - Latihan 17
SRI SUWANTI - MIP - Latihan 17SRI SUWANTI - MIP - Latihan 17
SRI SUWANTI - MIP - Latihan 17
 
makalah filsafat
makalah filsafatmakalah filsafat
makalah filsafat
 
Tugas prof. hapzi hubungan filsafat dengan ilmu lainnya
Tugas prof. hapzi hubungan filsafat dengan ilmu lainnyaTugas prof. hapzi hubungan filsafat dengan ilmu lainnya
Tugas prof. hapzi hubungan filsafat dengan ilmu lainnya
 
makalah filsafat
makalah filsafatmakalah filsafat
makalah filsafat
 
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...
 
Hubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaHubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agama
 
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmuKumpulan makalah pengantar filsafat ilmu
Kumpulan makalah pengantar filsafat ilmu
 
Makalah filsafat umum
Makalah filsafat umumMakalah filsafat umum
Makalah filsafat umum
 
Kumpulan Soal beserta Jawaban Filsafat Ilmu Mengandung Makna Epistemologi,Ont...
Kumpulan Soal beserta Jawaban Filsafat Ilmu Mengandung Makna Epistemologi,Ont...Kumpulan Soal beserta Jawaban Filsafat Ilmu Mengandung Makna Epistemologi,Ont...
Kumpulan Soal beserta Jawaban Filsafat Ilmu Mengandung Makna Epistemologi,Ont...
 
Kumpulan soal dan jawab
Kumpulan soal dan jawabKumpulan soal dan jawab
Kumpulan soal dan jawab
 
Makalah filsafat ilmu
Makalah filsafat ilmuMakalah filsafat ilmu
Makalah filsafat ilmu
 
Soal soal filsafat
Soal soal filsafatSoal soal filsafat
Soal soal filsafat
 
Contoh soal filsafat ilmu
Contoh soal filsafat ilmuContoh soal filsafat ilmu
Contoh soal filsafat ilmu
 
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKAUAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
UAS FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA
 

Similar to OPTIMALKAN FILSAFAT

Makalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan
Makalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu PengetahuanMakalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan
Makalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu PengetahuanSerenity 101
 
Makalah Substansi Filsafat Ilmu
Makalah Substansi Filsafat IlmuMakalah Substansi Filsafat Ilmu
Makalah Substansi Filsafat Ilmusayid bukhari
 
Kumpulan makalah filsafat
Kumpulan makalah filsafatKumpulan makalah filsafat
Kumpulan makalah filsafatViraRosalia
 
PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 11.pptx
PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 11.pptxPENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 11.pptx
PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 11.pptxAYUNWULANNDARI
 
Filsafat dan-filsafat-pendidikan1
Filsafat dan-filsafat-pendidikan1Filsafat dan-filsafat-pendidikan1
Filsafat dan-filsafat-pendidikan1juniotrov
 
FALSAFAH KESATUAN ILMU RISKA AMI.docx
FALSAFAH KESATUAN ILMU RISKA AMI.docxFALSAFAH KESATUAN ILMU RISKA AMI.docx
FALSAFAH KESATUAN ILMU RISKA AMI.docxRiskaAmiApriliani
 
Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1
Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1
Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1Grunge Cobain
 
tugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.S
tugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.Stugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.S
tugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.Sbaguspw12
 
[Indonesia] Filsafat IPA
[Indonesia] Filsafat IPA[Indonesia] Filsafat IPA
[Indonesia] Filsafat IPAIrma Fitriani
 
Kumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, Ms
Kumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, MsKumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, Ms
Kumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, Msdinyrusdiananda
 
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok YolandaTugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok YolandaYolandaday1
 
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok YolandaTugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok YolandaYolandaday1
 
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok YolandaTugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok YolandaYolandaday1
 
KUMPULAN PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 2
KUMPULAN PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 2KUMPULAN PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 2
KUMPULAN PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 2Amas Imania Fadlie
 
Makalah filsafat dan makna pendidikan
Makalah filsafat dan makna pendidikanMakalah filsafat dan makna pendidikan
Makalah filsafat dan makna pendidikanTjoetnyak Izzatie
 

Similar to OPTIMALKAN FILSAFAT (20)

Makalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan
Makalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu PengetahuanMakalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan
Makalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan
 
Makalah Substansi Filsafat Ilmu
Makalah Substansi Filsafat IlmuMakalah Substansi Filsafat Ilmu
Makalah Substansi Filsafat Ilmu
 
Kumpulan makalah filsafat
Kumpulan makalah filsafatKumpulan makalah filsafat
Kumpulan makalah filsafat
 
Makalah filsafat ilmu
Makalah filsafat ilmuMakalah filsafat ilmu
Makalah filsafat ilmu
 
36413-99553-1-PB.pdf
36413-99553-1-PB.pdf36413-99553-1-PB.pdf
36413-99553-1-PB.pdf
 
PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 11.pptx
PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 11.pptxPENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 11.pptx
PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 11.pptx
 
Filsafat dan-filsafat-pendidikan1
Filsafat dan-filsafat-pendidikan1Filsafat dan-filsafat-pendidikan1
Filsafat dan-filsafat-pendidikan1
 
FALSAFAH KESATUAN ILMU RISKA AMI.docx
FALSAFAH KESATUAN ILMU RISKA AMI.docxFALSAFAH KESATUAN ILMU RISKA AMI.docx
FALSAFAH KESATUAN ILMU RISKA AMI.docx
 
Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1
Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1
Filsafat ilmu dan metode riset normal bab 1
 
tugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.S
tugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.Stugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.S
tugas filsafat ilmu Dr. Sigit Sardjono M.S
 
[Indonesia] Filsafat IPA
[Indonesia] Filsafat IPA[Indonesia] Filsafat IPA
[Indonesia] Filsafat IPA
 
Tugas filsafat ilmu
Tugas filsafat ilmu Tugas filsafat ilmu
Tugas filsafat ilmu
 
Kumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, Ms
Kumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, MsKumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, Ms
Kumpulan tugas filsafat ilmu dosen pembimbing Dr. Sigit Sardjono, Ms
 
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok YolandaTugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
 
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok YolandaTugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
 
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok YolandaTugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
Tugas Pengantar Filsafat Ilmu Kelompok Yolanda
 
Filsafat Pendidikan
Filsafat PendidikanFilsafat Pendidikan
Filsafat Pendidikan
 
KUMPULAN PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 2
KUMPULAN PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 2KUMPULAN PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 2
KUMPULAN PPT PENGANTAR FILSAFAT ILMU KELOMPOK 2
 
Science and Knowledge
Science and KnowledgeScience and Knowledge
Science and Knowledge
 
Makalah filsafat dan makna pendidikan
Makalah filsafat dan makna pendidikanMakalah filsafat dan makna pendidikan
Makalah filsafat dan makna pendidikan
 

Recently uploaded

Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 

Recently uploaded (20)

Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 

OPTIMALKAN FILSAFAT

  • 1. KUMPULAN MATERI TUGAS MEMBUAT MAKALAH PENGANTAR FILSAFAT ILMU Yang Di Bimbing Oleh : Dr. Sigit Sardjono, M.Ec Disusun Oleh : 1. Yulia Widi Astuti (1221800065) 2. Eka Agustina (1221800082) 3. Khoinur Faisila (1221800092) ( Kelas E Hari kamis 19.15 L. 412 ) FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
  • 2. 1 | P a g e DAFTAR ISI A Manfaat Mahasiswa Belajar Filsafat 2 B Perkembangan Filsafat 15 C Logika Berpikir dan Kebenaran Ilmiah 24 D Filsafat Moral dan Etika 33 E Teori Kebenaran 52 F Filsafat Illmu dan Pengetahuan 68 G Filsafat Pancasila 81 H Filsafat Karya Ilmiah 96 I Kumpulan Soal dan Jawab 111
  • 3. 2 | P a g e MANFAAT FILSAFAT BAGI MAHASISWA KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, khalik langit dan bumi. Karena atas penyertaan-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan makalah pengantar ilmu filsafat yang berjudul “Manfaat Belajar Filsafat Bagi Mahasiswa” ini. Dengan pembuatan makalah yang berjudul “Manfaat Belajar Filsafat Ilmu Bagi Mahasiswa” ini pembaca diharapkan dapat lebih mengenal tentang apa yang dimaksud dengan filsafat. Pembaca juga diharapkan dapat mengambil hikmah dan pelajaran yang berharga dari makalah ini. Makalah ini dibuat semata-mata karena ingin menyelesaikan tugas sekaligus memberikan contoh yang baik. Selain itu makalah ini juga dijadikan sebagai sarana untuk menambah wawasan bagi pembacanya. Saya sangat berterimah kasih kepada seluruh anggota kelompok yang telah bekerja sama untuk menyelesaikan makalah ini. Saya berharap makalah ini akan berguna bagi pembelajarn Pengantar Filsafat Ilmu , khususnya pada materi manfaatnya mahasiswa belajar ilmu filsafat. Dan saya sangat berterimah kasih dan sangat senang apabila makalaj ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam proses kegiatan belajar-mengajar. Saya tahu bahwa makalh ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari dosen pengajar dan rekan-rekan mahasiswa. Saran dan kritikan yang diberikan akan saya terimah dengan lapang dada. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi diri saya sendiri. Akhir kata , saya ucapkan banyak terima kasih.
  • 4. 3 | P a g e 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis. Karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat dan juga sebaliknya, perkembangan ilmu dapat memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat telah berhasil merubah pola pikir bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi para dewa. Karena itu para dewa harus dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Dengan filsafat pola pikir yang selalu tergantung pada dewa diubah menjadi pola pikir yang tergantung pada rasio. Kejadian alam seperti gerhana tidak lagi dianggap sebagai kegiatan dewa yang tertidur, tetapi merupakan kejadian alam yang disebabkan oleh matahari, bulan, dan bumi pada garis yang sejajar sehingga bayang-bayang bulan menimpa sebagian permukaan bumi. Menurut Lewis White Beck, filsafat ilmu bertujuan membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan nilai dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruan. Pembahas filsafat ilmu sangat penting karena akan mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu memberikan spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu baik pada tataran ontologis, epistemologis maupun aksiologi. Untuk itulah penulis mencoba memaparkan mengenai tujuan dan manfaat filsafat ilmu sehingga diharapkan para pembaca dapat memahami pentingnya filsafat ilmu dari kehidupan manusia. 1.2. Rumusan masalah 1. Apa Hubungan Filsafat Dengan Ilmu? 2. Manfaat apa saja yang di peroleh dalam mempelajari ilmu filsafat? 3. Filsafat mempunyai 2 objek, objek material dan objek formal. Jelaskan 2 objek tersebut?
  • 5. 4 | P a g e 2. PEMBAHASAN 2.1Pengertian Filsafat Kata filsafat atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab. Yang juga diambil dari bahasa Yunani. Philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata philia(= persahabatan, cinta dsb.) dan sophia (=”kebijaksanaan”). Sehingga arti lughowinya (secara bahasa) adalah seorang “pecinta kebijaksanaan”.Filsafat tidak memberikan petunjuk-petunjuk untuk mencapai taraf hidup yang lebih tinggi, juga tidak melukiskan teknik-teknik baru untuk bom atom. Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan tindakan. Bahwa tujuan filsafat ialah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan nilai pengetahuan ini. Menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu didalam bentuk yang sistematis. Filsafat membawa kita kepada pemahaman, dan pemahaman membawa kita kepada tindakan yang lebih layak. Pada tahun 399(sebelum Masehi), Socrates dihukum mati atas tuduhan merusak kaum muda di Athena. Ia harus mati dengan minum racun pada suatu hari tertentu. Tetapi socrates mempunyai banyak teman yang kaya yang mengambil keputusan, bahwa karena menurut hemat mereka Socrates dihukum secara salah, mereka akan membantunya untuk melarikan diri. Mereka bersedia menyuap pengawal penjara dan membujuk Socrates agar melarikan diri. Apakah perbuatan melarikan diri itu layak baginya. Nah inalah ucapan seorang filsuf. Kegiatan kefilsafatan ialah pemikiran secara ketat. Filsafat merupakan suatu analisa secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran mengenai suatu tindakan. Bahwa kegiatan yang kita namakan kegiatan kefilsafatan itu, sesungguhnya merupakan perenungan atau pemikiran. Filsafat sebagai perenungan mengusahakan kejelasan, keruntutan, dan keadaan memadahinya pengetahuan, agar kita dapat memperoleh pemahaman.
  • 6. 5 | P a g e 2.2 Hubungan Filsafat dengan Ilmu Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan satu kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan keduanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual manusia. Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya mrenggunakan berfikir reflektif dalam upaya menghadapi atau memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat konsen dalam kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis. Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam pendekatannya. Ilmu menggunakan opservasi, eksperimen dan klasifikasi data penggalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji penggalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang penggalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan sinopsis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-temuan dengan klaim islam, moral, serta seni. Dengan memperhatikan ungkapan diatas nampak bahwa filsafat mempunyai batasan yang lebih luas ketimbang ilmu, ini berarti apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (filsafat ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu memiliki kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berfikir reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda. Dengan demikian, ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban
  • 7. 6 | P a g e terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazlba(1976), pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat di teliti (riset dan/esperimen) ; batasannya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukuan peneliti. Pengetahuan filsafat ; segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasan ialah batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang diluar alam, yang disebut oleh agama “Tuhan”. Sementara itu Oemar Amin Hoesin (1964) mengatakan bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat. Dari sini nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajiannya sendiri- sendiri. Meskipun filsafat ilmu mempunyai substansinya yang khas, namun dia merupakan bidang pengetahuan campuran yang perkembangannya tergantung pada hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu. Oleh karena itu pemahaman bidang filsafat dan pemahaman ilmu menjadi sangat penting. Terutaman yang hubungannya bersifat timbal balik, meski dalam perkembangannya filsafat ilmu itu telah menjadi disiplin yang tersendiri dan otonom dilihat dari objek kajian dan telaahannya. 2.3 Definisi Filsafat Ilmu Rosenberg menulis ‘’ philosophy deals with two sets of question: first, the questions that science – physical , biological social behavioral – second, the question about why the sciences cannot answer the first lot of questions‘’ , Dikatakan bahwa fislsafat di bagi dalam dua pertanyaan utama, pertanyaan pertama adalah persoalan tentang ilmu (fisika, biologi, social dan budaya) dan yang kedua persoalan tentang duduk perkara ilmu yang itu tidak terjawab pada persoalan yang pertama, dari narasi ini ada dua buah konsep filsafat yang senantiasa di pertanyakan yakni tentang apa dan bagaimana, apa itu ilmu dan bagaimana ilmu itu di susun dan di kembangkan, hal ini sangat mendasar dalam kajian dan diskusi ilmiah dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Yang satu terjawab pada filsafat dan yang kedua di jawab oleh kajian filsafat ilmu. Beberapa penjelasan mengenai filsafat tentang pengetahuan, Dipertanyakan hal-hal misalnya: apa itu pengetahuan? Dari mana asalnya? Apa ada kepastian dalam
  • 8. 7 | P a g e pengetahuan, atau semua hanya hipotesis atau dugaan belaka? Teori pengetahuan menjadi inti diskus, apa hakekat pengetahuan, apa unsur-unsur pembentuk pengetahuan, bagaimana menyusun dan mengelompokkan pengetahuan, apa batas-batas pengetahuan, dan juga apa saja yang menjadi saran dari ilmu pengetahuan, Di sinilah filsafat ilmu memfokuskan kajian dan telaahnya, Yakni pada sebuah kerangka konseptual yang menyangkut sebuah sistem pengetahuan yang di dalamnya terdapat relasional antara pengetahu / yang mengetahui (the knower)dan yang terketahui / di ketahui (the knowen) dan juga antara pengamat (the observer) dengan yang di amati (the observed). Pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak di jumpai dalam berbagai buku maupun karangan ilmiah. Filsafat ilmu adalah segenap pemikiran relektif terhadap persoalan-persoalan mengenaisegala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan integrativeyang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu. Filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan, pengetahuan lama menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini di kemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam sejumlah literatur kajian filsafat ilmu .  Robert Ackerman ‘’philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is cleary not a disclipline autonomous of actual scientific paractice’’ . (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat- pendapat demikian itu, filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual).  Lewis White Beck‘’Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole’’ . (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan).
  • 9. 8 | P a g e  Cornelius Benjamin ‘’That philosophic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions,and its place in the general scheme of intellectual discipine’’ . (Cabang pengetahuan filsafat yang merupakan telah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan- pranggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual).  Michael V. Berry ‘’The study of the inner logic is scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods’’ . (Penelahan tentang logika intern dari teori-teori ilmiah dan hubungan- hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah).  Stephen R. Toulmin ‘’As a disclipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquairy observational prosedures, patens of argument, methods of representation and calculation,  metaphysical presuppositions, and so on and then to valuate the grounds of their validity from thr points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics’’ . (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah proedur- prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafilis, dan seterusnya dan selanjutnya melilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjau logika formal, metodologi praktis, dan metanfisika). Dari paparan pendapat para pakar dapat di simpulkan bahwa pengertian filsafat ilmu itu mengandung konsepsi dasar yang mencangkup hal-hal sebagai berikut: a) Sikap kritis dan evaluatif terhadap kriteria ilmiah b) Sikap sitematis berpangkal pada metode ilmiah c) Sikap analis objektif, etis dan falsafi atas lindasan ilmiah d) Sikap konsisten dalam bangunan teori serta tindakan Dari ungkapan tersebut terdapat sebuah konsep bahwa tugas dari pemikir filsafat ilmu.itu untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang menyangkut:
  • 10. 9 | P a g e Pertama, apa yang menjadi perbedaan ilmiah karakteristik tipe masing-masing ilmu, antara satu ilmu dengan ilmu yang lainnya melalui penelitian. Kedua, prosedur apa yang harus di lakukan secara ilmiah dalam melakukan penelitian atas kenyataan yang terjadi di alam?, Ketiga, apa yang mestinya di lakukan dalam mendapatkan penjelasan ilmiah dalam melakukan penelitian dan eksperimen itu?, Keempat, apakah teori itu dapat di ambil sebagai konsep dan prinsip-prinsip ilmiah?, Sehingga sketsa filsafat ilmu dapat di gambarkan dalam bentuk table sebagai berikut: Level Discipline Subject-matter 2 Philosophy of science Analysis of the procedures and logic of scientific explanation 1 Sciance Explanation of facts 0 Facts Dengan memperhatikan tabel di atas secara jelas di tampilkan bahwa filsafat ilmu memempati level ke-2, sedangkan ilmu (science) pada level pertama dan semuanya pada satu pangkal pokok yakni fakta (kenyataan) menjadi basis utama bangunan segala disiplin ilmu. Kalau ilmu itu menjelaskan fakta sementara filsafat ilmu subjek materinya adalah menganalisa prosedur-prosedur logis dari ilmu (Analysis of the procedures and logic of scientific explanation). 2.4 Lingkup Filsafat Ilmu Apa yang merupakan objek dan ruang lingkup ilmu? Ilmu membatasi lingkup pada batasan pengalaman manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun kebenaran yang secara empiris. Secara ontologis ilmu membatasi diri pada pengkajian yang berada dalam lingkup pengalaman manusia. Objek dari ilmu itu sendiri adalah ilmu merupakan suatu berkah penyelamat bagi umat manusia. Ilmu itu sendiri bersifat netral, ilmu tidak mengenal baik buruk, dan si pemilik pengetahuan itulah yang mempunyai sikap. Atau dengan kata lain, netralitas ilmu terletak pada epistemologinya, jika hitam katakan hitam, jika putih katakan putih; tanpa berpihak pada siapapun selain kebenaran.
  • 11. 10 | P a g e Salah satu sub-bagian dari bagian ini adalah penjelasan tentang pengertian ilmu dan filsafat ilmu. Dijelaskan bahwa ilmu adalah bagian dari penegtahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sementara pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense yang belum tersusun secara sistematis baik mengenai metafisik maupun fisik. Penulisan ini juga menyimpulkan bahwa filsafat ilmu merupakan kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu sehingga filsafat ilmu perlu menjawab persoalan ontologis (esensi, hakikat, obyek telaah), epistemologis (cara, proses, prosedure, mekanisme) dan aksiologis (manfaat, guna, untuk apa). Ruang lingkup filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen- komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu Ontologi ilmu : Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang koheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana sebuah kebenaran itu. Paham monisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, paham dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhirya menentukan pendapat bahkan keyakinan kita masing-masing mengenai apa dan bagaimana kebenaran itu ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.  Epistemologi ilmu : Epistemologi ilmu meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (verstand), akal budi (vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal adanya model model epistemologik seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologik beserta tolak ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu sepadan teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
  • 12. 11 | P a g e  Aksiologi llmu : Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik material. Lebih dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu kondisi (condition) yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu. 2.5 Objek Material Dan Objek Formal Filsafat Ilmu Ilmu filsafat memiliki objek material dan objek formal. Objek material adalah apa yang di pelajari dan di kupas sebagai bahan (materi) pembicaraan. Objek material adalah objek yang di jadikan sasaran menyelidiki oleh suatu ilmu, atau objek yang di pelajari dalam ilmu itu. Objek material dalam filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yakni pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) pengetahuan yang telah di susun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya secara umum. Objek formal adalah cara pendekatan yang di pakai atas objek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan, jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan evisien, maka di hasilkan sistem filsafat ilmu. Filsafat berangkat dari pengalaman konkret manusia dalam dunianya. Pengalaman manusia yang sungguh kaya dengan segala sesuatu yang tersirat ingin dinyatakan secara tersurat.Dalam filsafat, ada filsafat pengetahuan. ‘’segala manusia ingin mengetahui’’, itu kalimat pertama Aristoletes dalam Metaphysica. Objek materialnya adalah gejala ‘’manusia tahu’’. Tugas filsafat ini adalah menyoroti gejala itu berdasarkan sebab-musabab pertamanya. Filsafat menggali ‘’kebenaran’’ (versus ‘’kepalsuan’’), abstraksi, instruksi, dari mana asal pengetahuan dan kemana arah pengetahuan. Pada giliran nya gejala ilmu-ilmu pengetahuan menjadi objek material juga dan kegiatan berfikir, menghasilkan filsafat ilmu pengetahuan, ke khususan gejala ilmu pengetahuan terhadap gejala pengetahuan di cermati dengan teliti.
  • 13. 12 | P a g e 2.6 Tujuan Filsafat Ilmu 1. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis dan cermat terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistik, menganggap bahwa hanya pendapatnya yang paling benar. 2. Filsafat ilmu merupakan usaha merrefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan yan terjadi di kalangan ilmuwan modern adalah menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan disini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai atau cocok dengan struktur ilmu pengetahuan. Bukan sebaliknya. Metode hanya saran berpikir, bukan merupakan hakikat ilmu pengetahuan. 3. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggung jawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Semakin luas penerimaan dan penggunaan metode ilmiah, maka semakin valid metode tersebut. Pembahasan mengenai hal ini dibicarakan dalam metodologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang cara-cara untuk memperoleh kebenaran. 4. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita bisa memahami, sumber, hakekat, dan tujuan ilmu. 5. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis. 6. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dan mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non ilmiah.
  • 14. 13 | P a g e 2.7 Manfaat filsafat ilmu 1. Filsafat akan mengajarkan untuk melihat segala sesuatu secara multi dimensi 2. Filsafat mengajarkan kepada kita untuk mengerti tentang diri sendiri daan dunia. 3. Filsafat mengasah hati dan pikiran untuk lebih kritis terhadap fenomena yang berkembang. 4. Filsafat dapat mengasah kemampuan kita dalam melakukan penalaran 5. Filsafat akan membuka cakrawala berpikir yang baru. 6. Filsafat membantu kita untuk dapat berpikir dengan lebih rasional. 7. Filsafat akan mengkondisikan akal untuk berpikir secara radikal. 8. Filsafat membawa keterlibatan dalam memecahkan berbagai macam persoalan. 9. Memiliki pandangan yang luas. 10. Filsafat akan membangun landasan berpikir. 11. Filsafat dapat memberikan nilai dan orientasi pada semua disiplin ilmu. 2.8 Pentingnya Belajar Filsafat Ilmu Bagi Mahasiswa 1. Dengan mempelajari filsafat ilmu diharapkan mahasiswa semakin kritis dalam sikap ilmiahnya. Mahasiswa sebagai insan kampus diharapkan untuk berpikir kritis terhadap berbagai macam teori yang dipelajarinya di ruang kuliah maupun dari sumber-sumber lainnya. 2. Mempelajari filsafat ilmu mendatangkan kegunaan bagi para mahasiswa sebagai calon ilmuan dan untuk melakukan penelitian ilmiah. 3. Mempelajari filsafat ilmu memiliki manfaat praktis. Setelah mahasiswa lulus dan bekerja. Mereka pasti berhadapan dengan berbagai masalah yang dihadapi dalam pekerjaanya. Untuk memecahkan masalah diperlukan kemampuan berpikir kritis dalam menganalisis berbagai hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Dalam konteks inilah pengalaman mempelajari filsafat ilmu diterapkan. 4. Membiasakan diri untik bersikap logis rasional dalam opini dan argumentasi yang dikemukakan. 5. Mengajarkan cara berpikir yang cermat dan tidak kenal lelah
  • 15. 14 | P a g e 3. DAFTAR PUSTAKA Afid Burhanuddin, Ruang Lingkup Filsafat Ilmu. http://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/23/ruang-lingkup-filsafat-ilmu-2/ Alhelya, Manfaat Belajar Filsafat. http://alhelya746.blogspot.com/2013/05/manfaat-belajar-filsafat.html Panca Budi, Manfaat dan Makna Filsafat Ilmu. http://ff.pancabudi.ac.id//news/manfaat-dan-makna-filsafat-ilmu-html Sariono, Filsafat Ilmu dan Tujuannya. http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/filsafat-ilmu-dan-tujuannya-html Filsafat Ilmu. http://www.scibd.com/doc/23935573/FILSAFAT-ILMU
  • 16. 15 | P a g e PERKEMBANGAN ILMU FILSAFAT BAB I PENDAHULUAN a. Latar belakang Dilihat dari pendekatan historis, ilmu filsafat dipahami melalui sejarah perkembangan pemikiran filsafat. Menurut catatan sejarah, filsafat Barat bermula di Yunani. Bangsa Yunani mulai mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di masyarakat sekitar abad VI SM. Perkembangan pemikiran ini menandai usaha manusia untuk mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu. Pemikiran Yunani sebagai embrio filsafat Barat berkembang menjadi titik tolak pemikiran Barat abad pertengahan, modern dan masa berikutnya. Di samping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan, Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang haruafas diakui bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad pertengahan misalnya dunia Barat didom inasi oleh dogm atism egereja (agama), tetapi abad modern seakan terjadi pembalasan Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme. Namun selanjutnya, Barat kembali melirik kepada peranan agama agar kehidupan mereka kembali memiliki makna.
  • 17. 16 | P a g e BAB II PEMBAHASAN Perkembangan Filsafat Ilmu Filsafat ilmu sebagai bagian integral dari filsafat secara keseluruhan perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat itu sendiri secara keseluruhan. Menurut Lincoln Cuba, sebagai yang dikutip oleh Ali Abdul Azim, bahwa kita mengenal tiga babakan perkembangan paradigma dalam filsafat ilmu di Barat yaitu era prapositivisme, era positivisme dan era pasca modernisme. Era prapositivisme adalah era paling panjang dalam sejarah filsafat ilmu yang mencapai rentang waktu lebih dari dua ribu tahun. filsafat ilmu berdasarkan ciri khas yang mewarnai pada tiap fase perkembangan. Dari sejarah panjang filsafat, khususnya filsafat ilmu, tahapan perkembangannya ke dalam empat fase sebagai berikut: 1. Filsafat Ilmu zaman kuno, yang dimulai sejak munculnya filsafat sampai dengan munculnya Renaisance 2. Filsafat Ilmu sejak munculnya Rennaisance sampai memasuki era positivisme 3. Filsafat Ilmu zaman Modern, sejak era Positivisme sampai akhir abad ke-19 4. Filsafat Ilmu era kontemporer yang merupakan perkembangan mutakhir Filsafat Ilmu sejak awal abad ke-20 sampai sekarang. Perkembangan Filsafat ilmu pada ke-empat fase tersebut akan mengedepankan aspek- aspek yang mewarnai perkembangan filsafat ilmu di masanya sekaligus yang menjadi babak baru dan ciri khas fase tersebut yang membedakannya dari fase-fase sebelum dan atau sesudahnya. Di samping itu penulis juga akan mengungkap tentang peran filosof muslim dalam perkembangan filsafat ilmu ini, walaupun bukan dalam suatu fase tersendiri. A. Filsafat Ilmu Zaman Kuno Filsafat yang dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan telah dikenal manusia pada masa Yunani Kuno. Periode yunani kuno ini lazim disebut periode filsafat alam. Dikatakan demikian, karena pada periode ini ditandai dengan munculnya para ahli pikir alam, dimana
  • 18. 17 | P a g e arah dan perhatian pemikirannya kepada apa yang diamati sekitarnya.mereka membuat pertanyaan-pertanyaan tentang gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak berdasarkan pada mitos. Mereka mencari asas yang pertama dari alam semesta (arche) yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu yang serba berubah. Para pemikir filsafat yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah kota perantauan Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil. Mereka kagum terhadap alam yang oleh nuansa dan ritual dan berusaha mencari jawaban tas apa yang ada di belakang semua materi itu. Pada zaman Yunani Kuno filsafat dan ilmu merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan. Keduanya termasuk dalam pengertian episteme yang sepadan dengan kata philosophia. Pemikiran tentang episteme ini oleh Aristoteles diartikan sebagaian organized body of rational konwledge with its proper object. Jadi filsafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan yang rasional. Dalam pemikiran Aritoteles selanjutnya pengetahuan rasional itu dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang disebutnya dengan praktike (pengetahuan praktis), poietike (pengetahuan produktif), dan theoretike (pengetahuan teoritis). . Pemikirannya hal tersebut oleh generasi-generasi selanjutnya memandang bahwa Aristoteleslah sebagai peletak dasar filsafat ilmu. Kelahiran pemikiran Filsafat Barat diawali pada abad ke-6 sebelum Masehi, yang diawali oleh runtuhnya mite-mite dan dongeng-dongeng yang selama ini menjadi pembenaran terhadap setiap gejala alam. Orang Yunani yang hidup pada abad ke-6 SM mempunyai sistem kepercayaan bahwa segala sesuatunya harus diterima sebagai sesuatu yang bersumber pada mitos atau dongeng-dongeng. Dalam sejarah filsafat biasanya filsafat yunani dimajukan sebagai pangkal sejarah filsafat barat, karena dunia barat (Erofa Barat) dalam alam pikirannya berpangkal kepada pemikiran yunani. Pada masa itu ada keterangan-keterangan tentang terjadinya alam semesta serta dengan penghuninya, akan tetapi keterangan ini berdasarkan kepercayaan. Ahli-ahli pikir tidka puas akan keterangan itu lalu mencoba mencari keterangan melalui budinya. Mereka menanyakan dan mencari jawabannya apakah sebetulnya alam itu. Ciri yang menonjol dari Filsafat Yunani Kuno di awal kelahirannya adalah ditunjukkannya perhatian terutama pada pengamatan gejala kosmik dan fisik sebagai ikhtiar guna menemukan suatu (arche) yang merupakan unsur awal terjadinya segala gejala.
  • 19. 18 | P a g e Terdapat tiga faktor yang menjadikan filsafat yunani ini lahir, yaitu: a) Bangsa yunani yang kaya akan mitos (dongeng). b) Karya sastra yunani yang dapt dianggap sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani. c) Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di lembah sungai Nil. B. Filsafat Ilmu Era Renaisance Memasuki masa Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan pandangan baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang dipelopori oleh sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei (1564-1542) dan Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan ilmiah serta metode-metode eksperimen atas dasar yang kukuh. Selanjutnya pada Abad XVII, pembicaraan tentang filsafat ilmu, yang ditandi dengan munculnya Roger Bacon (1561-1626). Bacon lahir di ambang masuknya zaman modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu sempurna tidak boleh mencari untung namun harus bersifat kontemplatif. Menurutnya Ilmu harus mencari untung artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam rangka itulah ilmu-ilmu berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia. Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human knowledge adalah human power. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi Gereja Katolik Roma, bersamaan dengan berkembangnya humanisme. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenis serba bisa Leonardo da Vinci.
  • 20. 19 | P a g e Pada zaman renaisans ini manusia Barat mulai berpikir secara baru, dan secara berangsur- angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan gereja yang selama ini telah membelenggu kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu. Pemikir yang dapat dikemukakan dalam tulisan ini antara lain: Nicholas Copernicus (1473-1543) dan Francis Bacon (1561-1626). C. Filsafat Ilmu Era Positivisme Memasuki abad XIX perkembangan Filsafat Ilmu memasuki Era Positivisme. Positivisme adalah aliran filsafat yang ditandai dengan evaluasi yang sangat terhadap ilmu dan metode ilmiah. Aliran filsafat ini berawal pada abad XIX. Pada abad XX tokoh-tokoh positivisme membentuk kelompok yang terkenal dengan Lingkaran Wina, di antaranya Gustav Bergman, Rudolf Carnap, Philip Frank Hans Hahn, Otto Neurath dan Moritz Schlick. Pada penghujung abad XIX (sejak tahun 1895), pada Universitas Wina Austria telah diajarkan mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan Induktif. Hal ini memberikan indikasi bahwa perkembangan filsafat ilmu telah memasuki babak yang cukup menentukan dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dalam abad selanjutnya. Memasuki abad XX perkembangan filsafat ilmu memasuki era baru. Sejak tahun 1920 panggung filsafat ilmu pengetahuan didominasi oleh aliran positivisme Logis atau yang disebut Neopositivisme dan Empirisme Logis. Aliran ini muncul dan dikembangkan oleh Lingkaran Wina (Winna Circle, Inggris, Wiener Kreis, Jerman). Aliran ini merupakan bentuk ekstrim dari Empirisme. Aliran ini dalam sejarah pemikiran dikenal dengan Positivisme Logic yang memiliki pengaruh mendasar bagi perkem-bangan ilmu. Munculnya aliran ini akibat pengaruh dari tiga arah; 1. Emperisme dan Positivisme. 2. Metodologi ilmu empiris yang dikembangkan oleh ilmuwan sejak abad XIX. 3. Perkembangan logika simbolik dan analisa logis. Secara umum aliran ini berpendapat bahwa hanya ada satu sumber pengetahuan yaitu pengalaman indrawi. Selain itu mereka juga mengakui adanya dalil-dalil logika dan matematika yang dihasilkan lewat pengalaman yang memuat serentetan tutologi -subjek dan
  • 21. 20 | P a g e predikat yang berguna untuk mengolah data pengalaman indrawi menjadi keseluruhan yang meliputi segala data itu. Lingkaran Wina sangat memperhatikan dua masalah, yaitu analisa pengetahuan dan pendasaran teoritis matematika, ilmu pengetahuan alam, sosiologi dan psikologi. Menurut mereka wilayah filsafat sama dengan wilayah ilmu pengetahuan lainnya. Tugas filsafat ialah menjalankan analisa logis terhadap pengetahuan ilmiah. Filsafat tidak diharapkan untuk memecahkan masalah, tetapi untuk menganalisa masalah dan menjelaskannya. Jadi mereka menekankan analisa logis terhadap bahasa. Trend analisa terhadap bahasa oleh Harry Hamersma dianggap mewarnai perkembangan filsafat pada abad XX, di mana filsafat cenderung bersifat Logosentrisme. D. Filsafat Ilmu Kontemporer Perkembangan Filsafat Ilmu di zaman ditandai dengan munculnya filosof-filosof yang memberikan warna baru terhadap perkembangan Filsafat Ilmu sampai sekarang. Muncul Karl Raymund Popper (1902-1959) yang kehadirannya menadai babak baru sekaligus merupakan masa transisi menuju suatu zaman yang kemudian di sebut zaman Filsafat Ilmu Pengetahuan Baru. Hal ini disebabkan Pertama, melalui teori falsifikasi-nya, Popper menjadi orang pertama yang mendobrak dan meruntuhkan dominasi aliran positivisme logis dari Lingkaran Wina. Kedua, melalui pendapatnya tentang berguru pada sejarah ilmu-ilmu, Popper mengintroduksikan suatu zaman filsafat ilmu yang baru yang dirintis oleh Thomas Samuel Kuhn. Para tokoh filsafat ilmu baru, antara lain Thomas S. Kuhn, Paul Feyerabend, N.R. Hanson, Robert Palter dan Stephen Toulmin dan Imre Lakatos memiliki perhatian yang sama untuk mendobrak perhatian besar terhadap sejarah ilmu serta peranan sejarah ilmu dalam upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang sesungguhnya terjadi. Gejala ini disebut juga sebagai pemberontakan terhadap Positivisme. Thomas S. Kuhn populer dengan relatifisme-nya yang nampak dari gagasan-gagasannya yang banyak direkam dalam paradigma filsafatnya yang terkenal dengan The Structure of Scientific Revolutions (Struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan).
  • 22. 21 | P a g e Kuhn melihat bahwa relativitas tidak hanya terjadi pada Benda yang benda seperti yang ditemukan Einstein, tetapi juga terhadap historitas filsafat Ilmu sehingga ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa teori ilmu pengetahuan itu terus secara tak terhingga mengalami revolusi. Ilmu tidak berkembang secara komulatif dan evolusioner melainkan secara revolusioner. Salah seorang pendukung aliran filsafat ilmu Baru ialah Paul Feyerabend (Lahir di Wina, Austria, 1924) sering dinilai sebagai filosof yang paling kontroversial, paling berani dan paling ekstrim. Penilaian ini didasarkan pada pemikiran keilmuannya yang sangat menantang dan provokatif. Berbagai kritik dilontarkan kepadanya yang mengundang banyak diskusi dan perdebatan pada era 1970-an.
  • 23. 22 | P a g e BAB III PENUTUP a. Kesimpulan Barat juga menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang haruafas diakui bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada era renaisans misalnya dunia Barat didom inasi oleh dogm atisme gereja (agama), tetapi abad modern seakan terjadi pembalasan Akibatnya, Barat mengalami kekeringan spiritualisme. Namun selanjutnya, Barat kembali melirik kepada peranan peranan agama agar kehidupan mereka kembali memiliki makna. Secara garis besar, perkembangan filsafat dibagi dalam empat tahap: 1. Filsafat Ilmu Zaman Kuno 2. Filsafat Ilmu Era Renaisance 3. Filsafat Ilmu Era Positivisme 4. Filsafat Ilmu Kontemporer b. Saran Demikian malkalah ini saya buat dengan sebaik-baiknya. Saya sebagai penulis sangat berharap atas kritik dan saran teman-teman untuk memperbaiki maklah saya selanjutnya, karena saya sadar dalam penulisan makalah ini masih ada kesalahan. Atas kritik dan saran teman-teman saya ucapkan banyak terimah kasih.
  • 24. 23 | P a g e Daftar pustaka Joeniarto, filsafat ilmu, Bumi Aksara, Cetakan pertama, Jakarta, Februari 1991. -------, ilmu filsafat, google, Makassar, 2011. http://fhiwimakalah.blogspot.com Collins, James, A History of Modern European Philosophy, The Bruce Publishing Company, Milwaukee, 1954 Feibleman, James K., Understanding Philosophy :A Popular History of Ideas,Billing & Sons Ltd, London, 1986 Johnson, Doyle Paul, Teori Sosilogi : Klasik dan Modern, Jil. 1Cet. 3, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1994
  • 25. 24 | P a g e LOGIKA BERFIKIR DAN KEBENARAN ILMIAH KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq dan hidayahNya kepada kelompok kami yang telah menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini merupakan makalah “Logika Ilmu dan Berpikir Ilmiah”. Secara khusus makalah ini disusun sedemikian rupa sehingga materi yang ada didalam makalah sesuai dengan silabus yang telah diberikan kepada kami. Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun, kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua dan teman-teman kami, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada: Bapak dosen yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami termotivasi dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Teman yang turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini bisa selesai. Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna meningkatkan kualitas pembuatan makalah yang selanjutnya. Kami sadar bahwa kebenaran dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Harapan kami, makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca khususnya dalam mata kuliah Filsafat Ilmu. Surabaya, 8 April 2018 Tim Penulis
  • 26. 25 | P a g e BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada tiga hal pokok yang muncul bila manusia berpikir, yaitu : hal tentang ada yang menjadi bahasan ontologi, hal tentang pengetahuan akan kebenaran sejati yang menjadi bahasan epistemologi, dan hal tentang nilai yang menjadi bahasan aksiologi, ketiga hal tersebut disimpulkannya oleh Imam Barnadib sebagai obyek kajian problem filsafat yaitu realita, pengetahuan dan nilai. Ketiga landasan ini saling berkaitan ; jadi ontologi ilmu terkait epistemologi ilmu dan epistemolagi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Ketika membicarakan epistemologi ilmu, maka harus dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Epistemologi berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apakah pengetahuan, cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan itu dan jenis-jenis pengetahuan. Selain metode ilmiah sebagai cara melakukan kegiatan ilmiah, juga diperlukan juga sarana berpikir agar kegiatan tersebut menjadi teratur dan cermat. Menurut Suhartono Suparlan bahwa : Manusia mempunyai kemampuan menalar, artinya berpikir secara logis dan analitis. Kelebihan manusia dalam kemampuannya menalar dan karena mempunyai bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak, maka manusia bukan saja mempunyai pengetahuan, melainkan juga mampu mengembangkannya. Karena kelebihannya itu maka Aristoteles memberikan identitas kepada manusia sebagai “animal rationale”. Dengan demikian sarana berpikir ilmiah sangat penting bagi ilmuwan agar dapat melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana berpikir ilmiah membantu manusia menggunakan akalnya untuk berpikir dengan benar dan menemukan ilmu yang benar tanpa menguasai sarana berpikir ilmiah, kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan. B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian berpikir ilmiah? 2. Apa sarana berpikir ilmiah? 3. Bagaimana logika dalam berpikir ilmiah? 4. Apa macam-macam logika berpikir ilmiah? 5. Apa saja cara berpikir logis untuk mengetahui kebenaran ilmiah?
  • 27. 26 | P a g e BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Berpikir Ilmiah Berpikir merupakan suatu aktivitas pribadi yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Manusia berpikir untuk menemukan pemahaman atau pengertian, pembentukan pendapat, dan simpulan atau keputusan dari sesuatu yang dikehendaki. Menurut Suriasumantri manusia tergolong ke dalam homo sapiens, yaitu makhluk yang berpikir. Hampir tidak ada masalah yang menyangkut dengan aspek kehidupannya yang terlepas dari jangkauan pikiran. Berpikir secara ilmiah adalah upaya untuk menemukan kenyataan dan ide yang belum diketahui sebelumnya. Ilmu merupakan proses kegiatan mencari pengetahuan melalui pengamatan berdasarkan teori dan generalisasi. Ilmu berusaha memahami alam sebagaimana adanya dan selanjutnya hasil kegiatan keilmuan merupakan alat untuk meramalkan dan mengendalikan gejala alam. Adapun pengetahuan adalah keseluruhan hal yang diketahui, yang membentuk persepsi tentang kebenaran atau fakta. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan, sebaliknya setiap pengetahuan belum tentu ilmu. Untuk itu, terdapat syarat-syarat yang membedakan ilmu (science) dengan pengetahuan (knowledge), yaitu ilmu harus ada obyeknya, terminologinya, metodologinya, filosofinya, dan teorinya yang khas. Di samping itu, ilmu juga harus memiliki objek, metode, sistematika, dan mesti bersifat universal. Dalam menghadapi bermacam masalah kehidupan di dunia ini, manusia akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasi masalahnya. Alat dalam hal ini adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam pembahasaannya secara filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran atau akal yang digunakan mengatasi masalah ini senantiasa bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu harus mempunyai kerangka berpikir ilmiah karena tidak semua berpikir itu bisa diartikan berpikir secara ilmiah.
  • 28. 27 | P a g e 1. Sarana Berpikir Ilmiah Manusia disebut sebagai homo faber yaitu makhluk yang membuat alat; dan kemampuan membuat alat dimungkinkan oleh pengetahuan. Berkembangnya pengetahuan juga memerlukan alat-alat. Sarana merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu, sedangkan sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik, dengan demikian fungsi sarana ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah, bukan merupakan ilmu itu sendiri.Dalam proses penelitian harus memperhatikan dua hal, pertama sarana berpikir ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu, tetapi merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmiah. Kedua tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan menelaah ilmu secara baik. Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sarana berpikir ilmiah adalah alat berpikir dalam membantu metode ilmiah sehingga memungkinkan penelitian dapat dilakukan secara baik dan benar. Logika adalah sarana untuk berpikir sistematis, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan atura- aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar dari pada satu. Dalam penelitian ilmiah terdapat dua cara penarikan kesimpulan melalui cara kerja logika yaitu adalah induktif dan deduktif. Logika induktif adalah cara penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum dan rasional. Logika deduktif adalah cara penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum rasional menjadi kasus-kasus yang bersifat khusus sesuai fakta di lapangan. 2. Logika Dalam Berpikir Ilmiah Logika berasal dari kata Yunani Kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
  • 29. 28 | P a g e Nama ‘logika’ untuk pertama kali muncul pada filsuf Cicero (abad ke-1 sebelum masehi), tetapi masih dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander Aphrodisias (sekitar permulaan abad ke-3 sesudah masehi) adalah orang yang pertama kali menggunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita. Logika adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Logika sama tuanya dengan umur manusia, sebab sejak manusia itu ada, manusia sudah berpikir, manusia berpikir sebenarnya logika itu telah ada. Hanya saja logika itu dinamakan logika naturalis, sebab berdasarkan kodrat dan fitrah manusia saja. Manusia walaupun belum mempelajari hukum-hukum akal dan kaidah-kaidah ilmiah, namun praktis sudah dapat berpikir dengan teratur. Akan tetapi, bila manusia memikirkan persoalan-persoalan yang lebih sulit maka seringlah dia tersesat. Misalnya, ada dua berita yang bertentangan mutlak, sedang kedua-duanya menganggap dirinya benar. Dapatlah kedua-duanya dibenarkan semua? Untuk menolong manusia jangan tersesat dirumuskan pengetahuan logikalah yang mengetengahinya. 3. Macam-Macam Logika  Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan- kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.  Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi. Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.
  • 30. 29 | P a g e 4. Cara Berpikir Logis Kebenaran Ilmiah  Logika Deduktif Logika deduktif khususnya logika tradisional bermu-la dari zaman Yunani Kuno sekitar abad ketiga sebelum Masehi (SM). Logika ini memproses pikiran baik secara langsung maupun tidak langsung berdasarkan atas per-nyataan umum yang sudah lebih dahulu diketahui. Per-nyataan yang berisi sesuatu yang sudah diketahui disebut anteseden (premis) yang merupakan pernyataan dasar dan pernyataan yang berisi pengetahuan baru yang ditarik dari pernyataan dasar itu disebut konsekuen (kesimpulan). Un-tuk selanjutnya, dalam tulisan ini digunakan istilah premis dan kesimpulan. Penarikan pengetahuan baru secara langsung dilaku-kan berdasarkan satu premis saja. Dari premis tersebut di-tarik kesimpulan yang merupakan implikasinya. Contoh: Dari premis “Bujur sangkar adalah bidang datar yang meru­pakan kurva tertutup yang diapit oleh empat sisi sama pan-jang dan memiliki empat sudut siku- siku”, secara langsung dapat ditarik kesimpulan: “Jika pada sebuah bujur sangkar ditarik garis diagonal, akan terjadi dua segitiga sama kaki yang sama dan sebangun” yang merupakan implikasi atau konsekuensi logis dari pernyataan pertama. Dari premis tersebut, dapat pula ditarik pernyataan-pernyataan lain yang merupakan implikasinya, antara lain:  Suatu segi empat yang sisi-sisi horizontalnya tidak sama panjang dengan sisi- sisi tegak lurusnya adalah bukan bujur sangkar.  Jumlah sudut bujur sangkar 360 derajat.  Jika pada sebuah bujur sangkar ditarik dua buah garis diagonal, akan terjadi empat segitiga sama kaki yang sama dan sebangun.  Segitiga sama kaki yang terbentuk masing-masing mempunyai satu sudut siku- siku dan dua sudut lancip yang besarnya masing-masing 45 derajat. Dengan demikian, implikasi merupakan pernyataan yang secara tersirat telah ada dalam premis. Tentu saja, dalam hal ini kebenaran implikasi tergantung kepada ke-benaran pernyataan dasar atau premisnya. Penarikan pengetahuan baru secara tidak langsung dilakukan berdasarkan dua premis atau lebih; yang dida-sarkan atas dua premis disebut silogisme. Jadi, dapat di-katakan, silogisme merupakan bentuk formal sebagai sara-na untuk menarik kesimpulan yang baru. Silogisme selalu terdiri
  • 31. 30 | P a g e atas tiga proposisi yaitu dua premis dan kesimpulan. Premis yang pertama disebut premis mayor yang bersifat lebih umum, dan yang kedua yang lebih khusus disebut pre-mis minor. Dalam logika deduktif arah pemikiran bergerak dari pernyataan- pernyataan umum kepada kesimpulan yang lebih khusus. Logika deduktif modern lebih bersifat matematis. Lo-gika tersebut lazim disebut logika simbolis yang dalam tu-lisan ini tidak dibahas. Logika Induktif Berbeda dengan logika deduktif, logika induktif mem-proses pengetahuan berdasarkan fakta-fakta khusus yang diperoleh dari pengetahuan indriawi/yang diperoleh me-lalui pengamatan. Dari sejumlah fakta atau gejala khusus itu ditarik kesimpulan umum berupa pengetahuan yang baru yang berlaku untuk sebagian atau keseluruhan geja-la tersebut. Jadi, arah pemikiran bergerak dari data yang bersifat khusus kepada kesimpulan yang bersifat lebih umum. Logika induktif seperti itu di antaranya dilakukan dalam analisis statistik yang menggunakan data kuantita-tif sebagai dasar penarikan kesimpulan dan dalam analisis data kualitatif yang menggunakan data yang bersifat verbal.[13] 5. Kegunaan Logika  Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.  Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.  Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.  Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas- asas sistematis.
  • 32. 31 | P a g e BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Logika adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Dalam menghadapi bermacam masalah kehidupan di dunia ini, manusia akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasi masalahnya. Alat dalam hal ini adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam pembahasaannya secara filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran atau akal yang digunakan mengatasi masalah ini senantiasa bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu harus mempunyai kerangka berpikir ilmiah untuk mencari hasil kebenaran. B. Kritik dan Saran Kami penulis menyadari bahwa tiada sesuatu yang sempurna. Begitu pun karya tulis kami ini pasti masih perlu banyak perbaikan. Untuk itu kami harap jika berkenan bapak Dr. Sigit Sardjono, MS selaku Dosen Filsafat Ilmu Universitas 17 Agustus Surabaya dan juga pembaca sekalian dapat memberi masukan yang membangun sekiranya bisa membuat karya tulis ini menjadi lebih baik.
  • 33. 32 | P a g e DAFTAR PUSTAKA Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia. 2010) h. 128. Jujun S. Suriassumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan 2009) h. 105. Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia. 2010) h. 128. Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997) h. 1. http://www.logika-berpikir-ilmiah.com diakses pada tanggal 25 Oktober 2013. Jujun S. Suriassumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, tt) h. 46. Suwardi Endraswara, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: CAPS, tt) h. 228. Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Grafindo Persada, 2004) h. 212. Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu (Bandung : Mulia Press, 2008) h. 150. Aceng Rachmat, Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta: Fajar Interpratama, 2011) h. 209. Suriasumantri, Jujun S. 1997. Ilmu dalam Perspektif, Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Aceng Rachmat, Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta: Fajar Interpratama, 2011) h. 209. Aceng Rachmat, Filsafat Ilmu Lanjutan (Jakarta: Fajar Interpratama, 2011) h. 211. Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu (Bandung: Mulia Press, 2008) h. 54.
  • 34. 33 | P a g e FILSAFAT MORAL DAN ETIKA BAB I PENGERTIAN AKHLAK, ETIKA, MORAL DAN SUSILA A. Akhlak Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat. Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak. Akhlak dibagi menjadi dua yaitu akhlak baik dan akhlak buruk. A. Akhlak Baik (Al-Hamidah) 1. Jujur (Ash-Shidqu) 2. Berprilaku baik (Husnul Khuluqi) 3. Malu (Al-Haya') 4. Rendah hati (At-Tawadlu') 5. Murah hati (Al-Hilmu) 6. Sabar (Ash-Shobr) B. Akhlak Buruk (Adz-Dzamimah) 1. Mencuri/mengambil bukan haknya 2. Iri hati 3. Membicarakan kejelekan orang lain (bergosip) 4. Membunuh 5. Segala bentuk tindakan yang tercela dan merugikan orang lain ( mahluk lain)[1]
  • 35. 34 | P a g e B. Etika Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethossedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukanatau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000). Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata 'etika' yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : "ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)". Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti : 1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar "Dalam dunia bisnis etika merosot terus" maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang
  • 36. 35 | P a g e lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap. K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut : 1. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial. 2. Kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik 3. Ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai- nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.[2] C. Moral Kata Moral berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari Bahasa Latin yaitu Moralitas adalah istilah manusiamenyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan prosessosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat dasar yang
  • 37. 36 | P a g e diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat, dll. Menurut Immanuel Kant, moralitas adalah hal kenyakinan dan sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian dengan aturan dari luar, entah itu aturan hukum negara, agama atau adat-istiadat. Selanjutnya dikatakan bahwa, kriteria mutu moral seseorang adalah hal kesetiaannya pada hatinya sendiri.Moralitas adalah pelaksanaan kewajiban karena hormat terhadap hukum, sedangkan hukum itu sendiri tertulis dalam hati manusia. Dengan kata lain, moralitas adalah tekad untuk mengikuti apa yang dalam hati disadari sebagai kewajiban mutlak. Adapun pengertian moral dalam kamus filsafat dapat dijabarkan sebagai berikut: a) Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah, tepat atau tidak tepat. b) Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima, menyangkut apa yang dianggap benar, baik, adil dan pantas. c) Memiliki: Kemampuan untuk diarahkan oleh (dipengaruhi oleh) keinsyafan benar atau salah. Kemampuan untuk mengarahkan (mempengaruhi) orang lain sesuai dengan kaidah- kaidah perilaku nilai benar dan salah. d) Menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam berhubungan dengan orang lain.[3]
  • 38. 37 | P a g e D. Susila Susila atau kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Kata tersebut berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Su dan Sila. Su berarti baik, bagus dan Sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma. Kata Susila selanjutnya digunakan untuk arti sebagai aturan hidup yang lebih baik. Orang yang susila adalah orang yang berkelakuan baik, sedangkan orang yang a susila adalah orang yang berkelakuan buruk. Pada pelaku Zina (pelacur) misalnya sering diberi gelar sebagai Tuna Susila. Selanjutnya kata susila dapat pula berarti sopan, beradab, baik budi bahasanya. Dan kesusilaan sama dengan kesopanan. Dengan demikian kesusilaan lebih mengacu kepada upaya membimbing, memandu, mengarahkan, membiasakan dan memasyarakatkan hidup yang sesuai dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kesusilaan menggambarkan keadaan dimana orang selalu menerapkan nilai-nilai yang dipandang baik. Sama halnya dengan moral, pedoman untuk membimbing orang agar berjalan dengan baik juga berdasarkan pada nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan mengacu kepada sesuatu yang dipandang baik oleh masyarakat.[4] 2. PERSAMAAN ANTARA AKHLAK, ETIKA, MORAL, DAN SUSILA. Akhlaq, Etika, Moral , dan Susila secara konseptual memiliki makna yang berbeda, namun pada aras praktis, memiliki prinsip-prinsip yang sama, yakni sama-sama berkaitan dengan nilai perbuatan manusia. Seseorang yang sering kali berkelakuan baik kita sebut sebagai orang yan berakhlaq, beretika, bermoral, dan sekaligus orang yang mengerti susila. Sebaliknya, orang yang perilakunnya buruk di sebut orang yang tidak berakhlaq, tidak bermoral, tidak tahu etika atau orang yang tidak berasusila. Konotasi baik dan buruk dalam hal ini sangat bergantung pada sifat positif atau negative dari suatu perbuatan manusia sebagai makhluk individual dalam komunitas sosialnya. Dalam perspektif agama, perbuatan manusia didunia ini hanya ada dua pilihan yaitu baik dan benar. Jalan yang di tempuh manusia adalah jalan lurus yang sesuai dengan petunjuk ajaran agama dan keyakinannya, atau sebaliknya, yakni jalan menyimpang atau jalan setan,
  • 39. 38 | P a g e kebenaran atau kesesatan. Itu sebuah logika binner yang tidak pernah bertemu dan tidak pernah ada kompromi. Artinya, tidak boleh ada jalan ketiga sebagai jalan tengah antara keduanya. Keempat istilah tersebut sama-sama mengacu pada perbuatan manusia yang selanjutnya ia diberikan kebebasan untuk menentukan apakah mau memilih jalan yang berniai baik atau buruk, benara atau salah berdasarkan kepeutusannya. Tentu saja, masing-masing pilihan mempunyai konsekuensi berbeda. Ditinjau dari aspek pembentukan karakter, keempat istilah itu merupakan suatu proses yang tidak pernah ada kata berhenti di dalamnya. Proses itu harus terus-menerus di dorong untuk terus menginspirasi terwujudnya manusia –manusia yang memiliki karakter yang baik dan mulia, yang kemudian terefleksikan ke dalam bentuk perilaku pada tataran fakta empiric di lapangan sosial dimana manusia tinggal. Kesadaran terhadap arah yang positif ini menjadi penting ditanamkan, agar supaya tugas manusia sebagai khalifatullah fi al-ardi menjadi kenyataan sesuai titah Allah swt. Bukankah Allah telah membekali manusia berupa sebuah potensi fitri, jika manusia mampu memeliharanya, maka ia akan mencapai drajad yang lebih mulia dari pada malaikat. Sebaliknya, jika tidak mampu, maka ia akan jatuh ke posisi drajad binatang dan bahkan lebih sesat lagi. Inilah di antara argumentasinya, bahwa betapa perilaku manusia itu harus senatiasa dibina, di bombing, di arahkan bahkan harus di control melalui regulasi-regulasi, agar supaya manusia selalu berada di jalan yang benar dan lurus. Untuk mewujudkan cita-cita luhur itu, memang dibutuhkan suatu proses yang panjang sekaligus dengan cost yang tidak sedikit. 3.PERBEDAAN ANTARA AKHLAK DENGAN ETIKA, MORAL, DAN SUSILA Berdasarkan paparan di atas, maka secara formal perbedaan keempat istilah tersebut adalah antara lain sebagai berikut: 1) Etika bertolak ukur pada akal pikiran atau rasio. 2) Moral tolak ukurnya adalah norma-norma yang berlaku pada masyarakat. 3) Etika bersifat pemikiran filosofis yang berada pada tataran konsep atau teoritis. 4) Pada aras aplikatif, etika bersifat lokalitas dan temporer sesuai consensus, dengan demikian dia disebut etiket (etiqqueta), etika praksis, atau dikenal juga dengan adab/tatakrama/tatasusila. 5) Moral berada pada dataran realitas praktis dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang dalam masyarakat.
  • 40. 39 | P a g e 6) Etika di pakai untuk pengkajian system nilai yang ada. 7) Moral yang di ungkapkan dengan istilah moralitas di pakai untuk menilai suatu perbuatan. 8) Akhlaq berada pada tataran aplikatif dari suatu tindakan manusia dan bersifat umum, namun lebih mengacu pada barometer ajaran agama. Jadi, etika islam (termasuk salah satu dari berbagai etika relegius yang ada) itu tidak lain adalah akhlaq itu sendiri. 9) Susila adalah prinsip-prinsip yang menjadi landasan berpijak masyarakat, baik dalam tindakan maupun dalam tata cara berpikir, berdasarkan kearifan-kearifan local. 10) Akhlaq juga berada pada level spontanitas-spesifik, karena kebiasaan individual/ komunitas yang dapat disebut dengan “Adab” , seperti adab encari ilmu, adab pergaulan keluarga dan lain-lain.[5] 4. HUBUNGAN ETIKA, MORAL DAN SUSILA, DENGAN AKHLAK Dilihat dari fungsi dan perannya, secara substansial dapat dikatakan bahwa etika, moral, susila dan akhlak adalah identik, yaitu sama-sama mengacu kepada manusia baik dari aspek perilaku ataupun pemikiran khususnya pada penentuan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai dantenteram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriah. Peranan Etika, Moral, Susila, dan Akhlak sangat penting bagi pembentukan karakter individu maupun masyarakat. Perbedaan antara etika, moral dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika pada etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku umum dimasyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu adalahal-qur’an dan al-hadis. Perbedaan lain antara etika, moral dan susila terlihat pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka moral dan susila lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral dan susila bersifat lokal dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik-buruk, sedangkan moral dan susila menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
  • 41. 40 | P a g e Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian diatas menunjukkanengan jelas bahwa etika, moral dan susila berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berasal petunjuk al-qur’an dan hadis. Dengan kata lain, jika etika, moral dan susila berasal dari manusia, sedangkan akhlak dari Tuhan. Dengan demikian keberadaan etika, moral dan susila sangat dibutuhkan dalam rangka menjabarkan dan mengoperasionalisasikan ketentuan akhlak yang berada di dalam agama khususnya pada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Disinlah letak peranan dari etika, moral dan susila terhadap akhlak. Pada sisi lain akhlak juga berperan untuk memberikan batasan-batasan umum dan universal, agar apa yang dijabarkan dalam etika, moral dan susila tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang luhur dan tidak membawa manusia menjadi sesat (tetap pada koridor humanis).
  • 42. 41 | P a g e BAB III PENUTUP Kesimpulan Akhlak bertujuan hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna dan membedakan dengan makhluk makhluk yang lain. Etika dan moral memiliki perbedaan, yaitu: kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang berkembang dan berfungsi di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam dataran konsep-konsep. Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan obyektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan manusia untuk ditentukan baik buruknya. Kesemua istilah tersebut sama sama menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga sejahtera batiniah dan lahiriahnya.
  • 43. 42 | P a g e DAFTAR PUSTAKA Jabbar.2013. EtikaSebagaiTinjauan. http://jabbarspace.blogspot.com/2013/10/etika- sebagai-tinjauan.html. (diakses 15 Maret 2014) Loudy,2011. PengertianMoral. http://loudy92.wordpress.com/2011/03/12/pengertia nmoral/.(diakses15Maret2014)Wardani,Oktavia.2010. Etika,MoraldanSusila. http://oktavia wardani.blogspot.com/2013/05/etika-moral-dan-susila.html. (diakses 15 Maret 2014) Tim Penyusun MKD UINSA Surabaya. 2013. AKHLAK TASAWUF. Surabaya: UINSA Press. Wikipedia Bahasa Indonesia. 2014. AKHLAK. http://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak. (diakses15 Maret 2014)
  • 44. 43 | P a g e MENGENAL KONSEP ETIKA IMMANUEL KANT PENDAHULUAN ETIKA, berasal dari bahasa yunani yaitu ethikos yang merupakan kata dasar dari ethos, diartikan sebagai; tempat tinggal biasa, padang rumput, watak, kebiasaan, akhlak, perasaan, sikap, adat, atau cara berpikir. Akan tetapi, etika dalam perkembangannya cenderung diartikan sebagai adat kebiasaan. Dalam etimologi, etika sering dikaitkan dengan moral. Kata moral berasal dari bahasa Latin “mos”, bentuk jamaknya “mores” yang berarti juga adat atau cara hidup.[1] Dalam kamus ilmiah, etika memang sinonim dengan moral, namun fokus kajian keduanya dibedakan. Etika lebih merupakan pandangan filosofis tentang tingkah laku, sedangkan moral lebih pada aturan normatif yang menjadi pegangan seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Etika merupakan studi kritis dan sistematis tentang moral, sedangkan moral merupakan objek material dari etika.[2] Etika termasuk objek pengkajian dari filsafat nilai. Nilai sendiri merupakan tema baru dalam filsafat, cabang filsafat yang mempelajarinya adalah aksiologi. Tema nilai sendiri muncul pertama kali pada paruh abad ke-19. Baik zaman kuno maupun modern, tanpa disadari manusia menempatkan nilai sebagai tolok ukur sesuatu. Usaha awal aksiologi diarahkan pada nilai-nilai yang terisolasi. Penelitian terhadap nilai yang terisolasi ini merupakan sebuah makna baru manakala orang mengembangkan hakikat nilai dalam proses pengkajian aksiologi. Maka, etika maupun estetika merupakan warisan kuno yang belakangan ini melangkah jauh kedepan ke arah peningkatan kemampuan untuk mengkaji nilai sebagaimana adanya.[3] Sebagai salah satu wilayah kajian filsafat, etika lebih menekankan pada upaya pemikiran kefilsafatan tentang moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral. Jadi, etika tidak hanya berkaitan dengan pengetahuan tentang baik dan buruk atau berkaitan dengan sisi normatif suatu tingkah laku, tetapi mencakup analisis-konseptual mengenai hubungan dinamis antara manusia sebagai subjek dengan pikiran-pikirkannya sendiri (berupa dorongan, motivasi, cita-cita, tujuan hidup, dan perbuatan-perbuatannya.[4]
  • 45. 44 | P a g e RIWAYAT HIDUP IMMANUEL KANT IMMANUEL KANT, lahir pada 22 April 1724 di Konisberg (sekarang Kaliningrad, UUSR), Prusia Timur, Jerman. Ia adalah seorang filosof Jerman abad ke-18 yang sangat berpengaruh dalam dunia filsafat. Ayahnya seorang ahli pembuat baju besi, sebelum akhirnya beralih profesi menjadi pedagang. Tetapi, sekitar tahun 1730-1740, perdagangan di Konisberg mengalami kemerosotan, sehingga keluarga Kant hidup dalam kemiskinan. Di kota ini pula sepanjang hidup Kant mencari ilmu hingga ia meninggal pada usia 80-an (1804). Keluarganya adalah penganut Kristiani yang sangat saleh.[5] Keyakinannya itu sekaligus merupakan latar belakang yang cukup penting bagi pemikiran filosofinya, terutama masalah etika. Kant memulai pendidikan formalnya pada usia 8 tahun di Collegium Friedericianum. Setelah itu, ia memasuki Universitas Konisberg pada usia 16 tahun. Selama belajar disana, ia mempelajari hampir semua mata kuliah yang ada. Meski miskin, ia tidak menggantungkan hidup sepenuhnya pada kerabat yang membantunya. Ia menyambi berprofesi menjadi guru privat di beberapa keluarga kaya.[6] Tahun 1770, Kant mendapatkan gelar doktor dengan desertasi berjudul Meditationumquarunsdum de Igne Succinta Delineatio (Penggambaran Singkat dari Sejumlah Pemikiran Mengenai Api). Setelah mendapatkan gelarnya, ia mengajar di Universitas Konisberg. Di sana ia mengajar banyak mata kuliah; metafisika, geografi, pedagogi, fisika, matematika, logika, filsafat, teologi, ilmu falak, dan mineralogi. Cara mengajarnya begitu hidup, seolah ia seorang orator handal. Karena itulah ia disebut der schone magister (guru yang cakap).[7] Tahun 1775, ia diangkat menjadi professor logika dan metafisika dengan desertasi berjudul De Mindisensibilis Atgue Intelligibilis Forma et Principiis (Mengenai Bentuk san Asas Dunia Inderawi dan Budi). Kant banyak menuliskan karya-karyanya dalam buku; Kritik der Reinen Vernunft (The Critique of Pure Reason) pada tahun 1770, Polegomena to any Future Metaphisics (1785), Metaphisical Foundation of Rational Science (1786), Critique of Practical Reason (1788), Critique of Judgement (1790), Religion Within the Boundaries of Pure Reason (1794), Religion Within Limits of Pure Reason (1794), dan sekumpulan essai yang berjudul Eternal Peace (1795).[8]
  • 46. 45 | P a g e LANDASAN PEMIKIRAN ETIKA IMMANUEL KANT Menurut Kant, filsafat Yunani dibagi menjadi 3 bagian; logika, fisika, dan etika. Logika berkaitan dengan bentuk pemahaman dan rasio, fisika terkait persoalan hukum alam (law of nature), dan etika berkaitan dengan tindakan moral.[9] Dalam etika ia mengembangkan model filsafat baru. Pemikiran ini dituangkan dalam karyanya Critique of Pure Reason,berisi penjelasan tentang penyelidikan dan struktur keterbatasan akal itu sendiri. Dan dalam bukunya Critique of Practical Reason, yang berkonsentrasi pada penyelidikan etika, estetika, dan teologi. Etika, dalam pemikiran Kant sendiri dilatarbelakangi oleh realitas bahwa “rasio murni” (pure reason) yang menghasilkan sains tidak mampu memasuki wilayah objek noumena, yaitu dunia think in itself. Menurut Kant, rasio dan sains sangat terbatas dan hanya mengetahui penampakan objek fenomena. Ketika sains memasuki wilayah noumena,yang terjadi ia akan tersesat dan hilang dalam antinomy. Demikian pula jika rasio memasuki wilayah noumena, ia akan terjebak dan hilang dalam “paralogisme”. Oleh karena itu, Kant berkeyakinan bahwa untuk memasuki wilayah noumena maka harus menggunakan “akal praktis” (practical reason). Dari sinilah pemikiran etika Kant muncul.[10] Terdapat tiga postulat kategoris dalam bangunan filsafat Kant yang merupakan dalil-dalil akal praktis yang harus diterima dan dipercaya kebenarannya. Pertama, kebebasan (reiheit), yang dimaksud adalah kebebasan kehendak, sifatnya a priori dan transendental serta merupakan dasar kepribadian. Kedua, immortalitas (unsterblichkeit), yang dimaksud adalah immortalitas jiwa, berkaitan dengan summum bonum, yaitu kebaikan tertinggi (virtue atau highest good). Jiwa harus bersifat immortal agar dapat mencapai kebaikan tertinggi. Ketiga, eksistensi Tuhan (das dasein gottes), yang berarti Tuhan adalah kebaikan tertinggi, karena itu mempercayai adanya Tuhan adalah suatu keniscayaan. Dalam bukunya ia menyebutkan, “Tercapainya kebaikan tertinggi di dunia ini merupakan objek niscaya dari suatu kehendak yang dapat ditentukan oleh hukum moral. Dalam kehendak tersebut, kesesuaian secara menyeluruh keinginan dengan hukum moral merupakan kondisinya paling tinggi dari kebaikan tertinggi.”[11] Disamping itu, terdapat tiga prinsip dasar dalam etika Kant, yaitu universalitas, humanitas, dan otonomi. Bagi Kant, tindakan yang baik adalah tindakan yang sesuai dengan maksim
  • 47. 46 | P a g e yang dapat menjadi maksim umum dan bersifat universal. Prinsip universalitas yang mendasari etika Kant dapat kita cermati dari konsepnya tentang imperatif kategoris. Sedangkan prinsip humanitas dimaksudkan bahwa etika Kant menempatkan manusia pada posisi yang tinggi. Konsekuensi dari konsep tersebut bahwa dalam segala tindakan manusia perlu ditanamkan suatu sikap dimana sesama manusia tidak boleh menjadi alat. Manusia adalah tujuan bagi dirinya sendiri, sebab segala tindakan moral bersumber dari hati nurani manusia dan digunakan untuk mengangkat harkat kemanusiaan secara universal. Sedangkan prinsip otonomi yang dimaksudkan adalah otonomi kehendak, yaitu kemampuan untuk menaati hukum moral yang dibuatnya sendiri. Otonomi kehendak bersifat suci / sakral atau paling tidak merupakan kehendak baik. Otonomi kehendak inilah merupakan prinsip moralitas tertinggi dan satu-satunya prinsip hukum kewajiban moral.[12] BANGUNAN PEMIKIRAN ETIKA IMMANUEL KANT Pemikiran Kant, khususnya tentang etika dijelaskan secara gamblang dalam beberapa karyanya seperti Critique of Practical Reason (1787), The Metaphysics of Moral (1797), dan karya lainnya yang berbentuk artikel dan essai yang bertemakan politik, sejarah, dan agama.[13] 1. Imperatif Kategoris Dalam keseluruhan struktur bangunan pemikiran etika, Kant senantiasa mendasarkan konsepnya tentang categories imperative, sehingga categories imperative merupakan produk pemikiran terpenting dalam bidang etika Kant, bahkan dapat dikatakan sebagai ide dasar bagi bangunan etika Kant. Categories imperative, secara sederhana disimbolkan dengan perkataan “bertindaklah secara moral”. Perintah ini tidak mengandung segala perintah (command), melainkan adanya perwujudan tentang adanya suatu “keharusan objektif” yang datang dalam dirinya sendiri, tidak bersyarat, bersifat mutlak dan merusakakan realisasi dari akal budi praktis.
  • 48. 47 | P a g e Kerja etika adalah memberi landasan dan aturan mengenai tingkah laku yang baik dan benar, sebagaimana halnya logika yang mencari aturan penggunaan akal pikiran secara benar. Etika semacam ini menghasilkan produk etika universal. Etika murni tersebut bersifat a priori, karena itu terbebas dari pengaruh yang bersifat empirik. Atas dasar ini, Kant berpendapat bahwa etika universal harus dilandaskan pada unsur-unsur a prioriyang ternyatakan pada kehendak baik (a good will). Kehendak baik tidak tergantung pada hasil yang akan dicapai, tetapi berkehendak karena memang demi kewajiban, contohnya, perintah “jangan mencuri”. Perintah ini mengikat semua orang karenanya bersifat universal. Unsur a priori-nya adalah kehendak baik yang ada dalam perintah tersebut. Kehendak baik yang ada dalam perintah tersebut bukanlah karena hasil tindakan “jangan mencuri” itu baik, melainkan memang karena hakikat yang terdapat dalam perintah “jangan mencuri” adalah benar-benar baik. Oleh karena itu, melakukan tindakan demikian merupakan “keharusan objektif” yang muncul sebagai perintah budi, sedangkan rumusan perintah itu disebut imperative. Imperativesebagaimana contoh di atas disebut sebagai imperatif kategoris (categories imperative). Categories imperative adalah perintah moral mutlak, sehingga tingkah laku yang di wajibkannya baik dalam arti moral, baik dalam dirinya sendiri, bukan baik dalam arti untuk mencapai kepentingan atau tujuan atau hanya sebagai sarana pemuasan perasaan.[14] Bentuk imperative seperti ini, oleh Kant disebut dengan praktis “apodiktis” (pasti atau tegas), tanpa mengacu pada tujuan tertentu. Untuk mempertegas konsepnya tentang categories imperative, Kant mempertentangkannya dengan hypotesis imperative, sebab tingkah laku manusia tidak sepenuhnya merupakan wujud dari categories imperative. Hypotesis imperative adalah perintah bersyarat, dimana perintah objektif dipersyaratkan dengan adanya tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai. Contoh, ungkapan “jika ingin kaya harus rajin bekerja”. Terlihat bahwa “rajin bekerja” merupakan perintah bersyarat yang memiliki muatan kepentingan dan tujuan tertentu, yaitu “ingin kaya”. Terhadap hypotesis imperative, walaupun Kant mengakui keberadaannya, namun tidak dianggap sebagai perbuatan moral, sebab karakteristik dari perbuatan bermoral adalah perintah tersebut harus berlaku universal dan bersifat categories.
  • 49. 48 | P a g e 2. Legalitas dan Moralitas Kant membedakan antara tindakan yang sesuai dengan kewajiban dengan tindakan yang dilakukan demi kewajiban. Tindakan pertama oleh Kant disebut dengan legalitas, sedang tindakan kedua disebut dengan moralitas. Legalitas dipahami sebagai kesesuaian suatu tindakan dengan norma hukum (lahiriah) belaka, sedangkan moralitas adalah kesesuaian sikap dan perbuatan dengan norma moral (batiniah), yaitu yang dipandang sebagai suatu kewajiban. Pada legalitas, Kant memandang sebagai suatu tindakan yang belum bernilai moral karena baru memenuhi norma hukum, belum memenuhi norma moral. Suatu tindakan yang memenuhi norma moral adalah tindakan yang berdasar pada maksim formal, bukan maksim material. Bertindak berdasar maksim formal berarti bertindak berdasarkan prinsip-prinsip yang murni dan a priori, karena tidak memuat aturan empirik-material, dan karena bersifat mutlak serta universal (bukan partikukar). Jelas berbeda dengan tindakan yang berdasar pada maksim material, dimana tindakan dilakukan berdasar subjektifitas untuk mencapai tujuan tertentu. Adanya distingsi antara legalitas dengan moralitas tersebut memberi pengertian bahwa suatu tindakan bisa jadi memenuhi asas legalitas, tetapi tidak memenuhi asas moralitas. Contoh: bila ada orang miskin, kita memberinya uang karena merasa kasihan, atau memiliki tujuan agar dianggap sebagai dermawan. Tindakan demikian hanya memenuhi asas legalitas, tidak memenuhi asas moralitas, meskipun tindakan tersebut baik dan terpuji, tetapi tidak bernilai moral, sebab tindakan tersebut memuat motif, tujuan atau pamrih. 3. Otonomi Kehendak Dalam sistem etika Kant, otonomi kehendak merupakan prinsip moralitas tertinggi (the highest morality) dan satu-satunya prinsip hukum yang melandasi imperatif moral.[15]Otonomi kehendak adalah kemampuan untuk manaati norma moral yang dibuatnya sendiri, bersifat mandiri, a priori, dan tidak dipengaruhi oleh realitas empirik. Otonomi kehendak bukan bermakna seakan-akan seorang seenaknya sendiri dapat menentukan apa yang menjadi kewajibannya sendiri, melainkan manusia melalui akal budi praktis murni diharapkan menyadari bahwa sesuatu itu merupakan kewajibannya. Menyadari bahwa sesuatu itu merupakan kewajiban adalah sama saja mengakui bahwa sudah sepatutnya membuktikannya.
  • 50. 49 | P a g e Demi memperoleh kejelasan, Kant menghadapkan prinsip otonomi kehendak dengan heteronomi kehendak. Prinsip heterenomi kehendak adalah sumber moral palsu, tidak mampu memberi dasar kewajiban, bahkan lebih banyak melawan kewajiban bertindak. Prinsip herteronomi kehendak mengakui bahwa keharusan tindakan dilakukan sebagai sesuatu yang semata-mata berasal dari berbagai hal lain diluar kehendak manusia sendiri. Karenanya, heteronomi kehendak hanya menciptakan hypotesis imperative dan bukan categories imperative. 4. Konsep Kebaikan dan Kebahagiaan (Virtue dan Happiness) Menurut Kant, antara virtue dengan happiness memiliki perbedaan yang sangat tegas, walaupun keduanya tidak dapat dipisahkan. Perbedaannya, kalau virtue bersifat unconditioned, tak bersyarat, otonom, kategoris, dan universal (berlaku untuk semua orang tanpa memandang perbedaan agama, suku, ras, atau bangsa), sedangakan happiness bersifat conditioned, bersyarat, heteronom, hepotesis, dan partikular. Hubuangan antarat virtue dengan happiness adalah adalah hubungan sebab-akibat, di mana virtue berfungsi sebagai landasan, sedangkan happiness merupakan konsekuensi yang menyertai virtue. Hal ini berarti bahwa tanda ada dorongan dalam diri manusia untuk meraih virtue, maka happiness tidak memiliki landasan yang kokoh dalam dirinya. 5. Etika dan Agama Bagi Kant, dengan pemahaman terhadap virtue sebagai tujuan akhir dari pure practical reason, maka norma moral mengarah pada agama. Norma moral mengarah pada pengakuan terhadap kewajiban-kewajiban sebagai perintah Tuhan. Tuhan adalah Yang Maha Sempurna secara moral, sehingga kehendak dan perintah-Nya juga sempurna secara moral. Dengan adanya penyelarasan ini, akan diakuilah kewajiban terhadap perintah Tuhan. Inilah yang oleh Kant diakui sebagai awal mula agama. Pandangan ini membawa implikasi bahwa moralitaslah yang mengarahkan manusia pada agama, sebab moralitas lebih dahulu ada daripada agama. Pandangan Kant tentang agama banyak dipengaruhi oleh keyakinannya akan keterbatasan akal teoritis (pure reason) dalam mengungkap misteri, Tuhan, dan alam ghaib (metarasional), bila seorang bersikukuh untuk menggunakan pure reason dalam memahami, misalnya, wahyu atau teks agama (seperti
  • 51. 50 | P a g e adanya Tuhan), maka akan terjebak pada “paralogisme”. Oleh sebab itu, bagi Kant memahami teks kitab suci harus dilihat urgensinya secara moral. Sebab, agama tidak akan ada gunanya bila tidak dapat bernilai moral. Untuk mempertegas pandangannya tentang kaitan agama dengan moral, Kant memperkenalkan apa yang disebut dengan agama sejati (true religion), yaitu agama yang menyatakan di dalam kewajiban harus memandang Tuhan sebagai Sang Pemberi hukum universal yang harus dihormati. Menghormati Tuhan berarti telah menaati hukum moral, yakni bertindak sesuai kewajiban sebagai perintah-Nya. KESIMPULAN Kant membangun norma moral universal adalah dengan menggunakan pendekatan rasional. Jangkauan atau frekuensinya yang sangat luas dan menyeluruh, mengikat semua orang. Ini bukan berarti Kant tidak mempercayai Tuhan, justru ia menempatkan Tuhan sebagai postulat tertinggi. Etika Kant, pada hakikatnya memberikan landasan agar manusia berbuat baik atas dasar kesadaran sendiri sesuai dengan otonomi kehendak yang dimilikinya. Hal ini merupakan kesadaran tertinggi dari manusia untuk mencapai moral yang luhur (virtue). Walaupun Kant secara tegas tidak didasarkan pada agama, namun dimensi pemikirannya sangat religius yang mengarahkan kebaikan kepada kepercayaan terhadap Tuhan. Oleh sebab itu pula, ia disebut dengan filosof, bukan teolog. Virtue dan happiness merupakan tujuan akhir dari moral dengan menempatkan eksistensi Tuhan dan immortalitas jiwa sebagai postulat. Maka, sangat tidak dibenarkan tindakan yang memiliki tujuan individual dan bersifat egois. Secara implisit dan tersembunyi Kant dengan tindakan moralnya mengharapkan adanya kebahagiaan dalam keabadian jiwa.
  • 52. 51 | P a g e DAFTAR PUSTAKA Bertens. K. 1994. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Zubaedi, dkk. 2010. Filsafat Barat. Yogyakarta: Ar-ruzz Media. Partanto, Pius & Al Barry, Dahlan. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkeola Frondizi, Riseiri. 1963. What is Value?. Terj. Cuk Ananta Wijaya. 2007. Yogyakarta: Kant, Immanuel. 1956. Critique of Practical Reason. New York: The Liberal Art Press New York. Terj. Nurhadi. 2005. Kritik Atas Akal Budi Praktis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. [1] K. Bertens, Etika, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 4-5. [2] Zubaedi, dkk, Filsafat Barat, (Yogyakarta: Ar-ruzz media, 2010), hlm. 66. [3] Risieri Frondizi, What is Value?, diterjemahkan Cuk Ananta Wijaya, Pengantar Filsafat Nilai, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 1-2. [4] Zubaedi, dkk, Filsafat Barat, hlm. 66. [5] Bertrand Russell, History of Western Philosophy, (London: George Allen & amp; Unwin Ltd. 1961), hlm. 675. [6] Wahyu Murtiningsih, Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah, (Yogyakarta: Diva Press, 2012), hlm. 121-122. [11] Immanuel Kant, Critique of Practical Reason. (New York: The Liberal Arts Press, 1956). Terj. Nurhadi, Kritik Atas Akal Budi Praktis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 202.
  • 53. 52 | P a g e TEORI KEBENARAN ILMIAH KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq dan hidayahNya kepada kelompok kami yang telah menyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini merupakan makalah “Teori Kebenaran dalam Filsafat Ilmu”. Secara khusus makalah ini disusun sedemikian rupa sehingga materi yang ada didalam makalah sesuai dengan silabus yang telah diberikan kepada kami. Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun, kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua dan teman-teman kami, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi teratasi. Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada: Bapak dosen Dr. Sigit Sardjono, MS yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami termotivasi dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Teman yang turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas makalah ini bisa selesai. Kami sadar, bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca guna meningkatkan kualitas pembuatan makalah yang selanjutnya. Kami sadar bahwa kebenaran dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Harapan kami, makalah ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca khususnya dalam mata kuliah Filsafat Ilmu. Surabaya, 19 April 2018 Tim Penulis
  • 54. 53 | P a g e BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Ilmu pengetahuan harus dibedakan dari fenomena alam. Fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul. Ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam atau simplifikasi atas fenomena tersebut. Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan dalam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalam struktur tersebut menunjukkan tingkat kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan struktur terendah dalam struktur tersebut. Tingkat pengetahuan yang lebih tinggi adalah pengetahuan rasional dan intuitif. Tingkat yang lebih rendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya pada pengetahuan inderawi dan naluri. Oleh sebab itulah pengetahuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan yang lebih tinggi. Pada tingkat pengetahuan rasional-ilmiah, manusia melakukan penataan pengetahuannya agar terstruktur dengan jelas. Filsafat ilmu memiliki tiga cabang kajian yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi membahas tentang apa itu realitas. Dalam hubungannya dengan ilmu pengetahuan, filsafat ini membahas tentang apa yang bisa dikategorikan sebagai objek ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, realitas hanya dibatasi pada hal-hal yang bersifat materi dan kuantitatif. Ini tidak terlepas dari pandangan yang materialistik-sekularistik. Kuantifikasi objek ilmu pengetahuan berari bahwa aspek-aspek alam yang bersifat kualitatif
  • 55. 54 | P a g e menjadi diabaikan. Epistemologis membahas masalah metodologi ilmu pengetahuan. Dalam ilmu pengetahuan modern, jalan bagi diperolehnya ilmu pengetahuan adalah metode ilmiah dengan pilar utamanya rasionalisme dan empirisme. Aksiologi menyangkut tujuan diciptakannya ilmu pengetahuan, mempertimbangkan aspek pragmatis-materialistis. Dari semua pengetahuan, maka ilmu merupakan pengetahuan yang aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologinya telah jauh lebih berkembang dibandingkan dengan pengetahuan-pengetahuan lain, dilaksanakan secara konsekuen dan penuh disiplin. misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filsafat, juga kenyataan yang dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju sampai pada taraf kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat pengenal. B. Rumusan Masalah Dalam makalah ini ada beberapa masalah yang akan dibahas, agar pembahasan dalam makalah ini tidak lari dari judulnya ada baiknya kita rumuskan masalah-masalah yang akan di bahas, antara lain : 1 Bagaiman Pengertian kebenaran? 2 Bagaimana Teori-teori kebenaran filsafat ilmu?
  • 56. 55 | P a g e BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Kebenaran Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.1 Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah. Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan realitas yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam lingkup religi ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya. Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu pengetahuan diletakkan dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya yaitu bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai proses dan sebagai produk. Kedua, pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen- komponen, obyek sasaran yang hendak diteliti (begenstand), yang diteliti atau dipertanyakan tanpa mengenal titik henti atas dasar motif dan tata cara tertentu, sedang hasil-hasil temuannya diletakkan dalam satu kesatuan system.2 1 Inu kencana Syafi’i, Filsafat kehidupan (Prakata), (Jakarta : Bumi Aksara, 1995). h. 86 2 Kunto Wibisono, Aktualitas Filsafat Ilmu, (Yogyakarta : Gadjah Mada Press , 1984). h. 37
  • 57. 56 | P a g e Tampaknya anggapan yang kurang tepat mengenai apa yang disebut ilmiah telah mengakibatkan pandangan yang salah terhadap kebenaran ilmiah dan fungsinya bagi kehidupan manusia. Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian dipergunakan orang untuk menolak atau menerima suatu produk pemikiran manusia. Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Tentang kebenaran ini, Plato pernah berkata: “Apakah kebenaran itu? lalu pada waktu yang tak bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab; “Kebenaran itu adalah kenyataan”, tetapi bukanlah kenyataan (dos sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidak benaran (keburukan). Dalam bahasan, makna “kebenaran” dibatasi pada kekhususan makna “kebenaran keilmuan (ilmiah)”. Kebenaran ini mutlak dan tidak sama atau pun langgeng, melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif) dan hanya merupakan pendekatan. Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang- bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Dengan demikian maka pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara, dapat melunturkan pengertian kebenaran sehingga ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian keilmuan tentang masyarakat sudah semestinya harus diperkuat oleh kesadaran terhadap berakarnya kebenaran.3 Selaras dengan Poedjawiyatna yang mengatakan bahwa persesuaian antara pengatahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui.4 Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif. Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang sebagai kebenaran mungkin suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan 3 Daldjoeni, N, Ilmu dalam Prespektif, (Jakarta : Gramedia, cet. 6, 1985). h. 235 4 Poedjawijatna, Pengantar ke IImu dan Filsafat, (Jakarta : Bina Aksara, 1987). h. 16