2. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Adapun tujuan instruksional umum dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca:
1.Memahami tentang kewajiban dokter sebagai ahli
2.Mengetahui landasan hukum atas kewajiban dokter sebagai ahli
3.Mengetahui sanksi pada dokter yang tidak melakukan kewajibannya sebagai ahli
4.Mengetahui alasan dokter mengundurkan diri sebagai saksi ahli yang diterima
secara hukum
3. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Sedangkan tujuan instruksional khusus dari penulisan
makalah ini adalah agar pembaca dapat:
1. Mengetahui apa-apa saja kewajiban dokter sebagai saksi ahli
2. Mengetahui isi pasal 120, 179, 169, dan 161 KUHAP tentang
kewajiban dokter sebagai ahli
3. Mengetahui apa saja syarat-syarat sehingga dokter tetap
bisa menjadi saksi ahli
4. Mengetahui hukuman yang dapat diterima dokter jika tidak
melakukan kewajibannya sebagai ahli menurut Pasal 224
KUHP
5. Terhindar dari sanksi yang ada karena ketidaktahuannya
tentang kewajiban dokter sebagai ahli
4. KEWAJIBAN DOKTER SEBAGAI AHLI :
Membantu proses peradilan pada kasus-kasus pidana oleh dokter sebetulnya tidak kalah
pentingnya dengan tugas-tugas kemanusiaan yang lain.
Korban kejahatan harus memperoleh keadilan yang memadai, pelakunya perlu diganjar
dengan hukuman yang setimpal sedang, orang yang tidak bersalah harus dilindungi dari
hukuman yang tidak semestinya ia terima.
Tujuan seperti itu hanya dapat diwujudkan jika tugas keforensikan dilaksanakan dengan
baik pada setiap kasus pidana yang menimpa seseorang.
5. ◉pembuat undang-undang
hukum acara pidana (KUHAP)
merasa perlu menetapkan
berbagai macam kewajiban bagi
setiap dokter yang diminta
bantuannya sebagai ahli.
Kewajiban tersebut terdiri atas:
Kewajiban melakukan
pemeriksaan yang diminta
Kewajiban memberikan
keterangan yang diperlukan
Kewajiban melaksanakan
prosedur hukum yang
diperlukan
6. Pasal
120
KUHAP
1) Dalam hal penyidik menggangap
perlu, ia dapat minta pendapat
orang ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus
2) Ahli tersebut mengangkat
sumpah atau mengucapkan janji
dimuka penyidik bahwa ia akan
memberi keterangan menurut
pengetahuannya yang sebaik-
baiknya kecuali bila disebabkan
harkat atau martabat pekerjaan
atau jahatannya yang
mewajibkan ia menyimpan
rahasia dapat menolak untuk
memberikan keterangan yang
diminta yang mewajibkan ia
menyimpan rahasia dapat
menolak untuk memberikan
keterangan yang diminta.
7. Pasal 179
KUHAP
1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan
keterangannya.Ketentuan tersebut merupakan ketentuan yang
mengikat dokter, baik pada tingkat penyidikan, penyidikan
tambahan maupun tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan,
kecuali ada alasan yang syah menurut undang-undang bawa yang
bersangkutan boleh mengundurkan diri untuk tidak
melaksanakannya. Alasan yang syah itu adalah yang
menyebabkan dokter tidak dapat didengar keterangannya dan
dapat mengundur diri, yaitu :
8. 1. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau bersama-bersama
sebagai terdakwa.
2. Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,
saudara ibu atau bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan
karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat
ketiga,.
3. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang
bersama-sama sebagai terdakwa.
9. ◉PASAL 179 AYAT (2) :
Semua ketentuan tersebut di atas untuk
saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan
ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumah atau janji akan memberikan
keterangan yang sebaik-baiknya dan
yang sebenarnya menurut pengetahuan
dalam bidang keahliannya.”
10. PASAL 169 KUHAP mereka
diperbolehkan untuk tetap memberikan
keterangan dibawah sumpah/janji
dengan syarat:
a. Mereka sendiri menghendakinya
b. Penuntut umum setuju
c. Terdakwa juga menyetujuinya
• Tanpa persetujuan penuntut umum
dan terdakwa, dokter hanya boleh
memberikan keterangan tanpa
sumpah/janji. Keterangan seperti ini
tidak dapat berfungsi sebagai alat
bukti atau dengan kata lain, tidak
dapat dijadikan unsur pembentuk
keyakinan hakim.
• Kewajiban-kewajiban dokter seperti
yang diterangkan di atas tentunya
memiliki sanksi, sehingga dokter dapat
dikenai sanksi tersebut apabila tidak
melaksanakan kewajibannya tanpa
alasan hukum yang sah.
• Tujuan sanksi itu adalah untuk
memberikan tekanan kepada dokter
guna menjamin terlaksananya
pemberian bantuan oleh dokter
sebagai ahli mengingat keterangannya
sangat diperlukan, bukan saja untuk
membuat terang pekaranya tetapi juga
untuk menjadikan keterangannya itu
memiliki daya bukti.
11. Pasal 224 KUHP, yang bunyi lengkapnya:
“Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli, atau juru bahasa
menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi
kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya,
diancam:
Dalam perkara pidana dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan
Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam
bulan
12. PASAL 161 KUHAP
1. Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang syah menolak untuk bersumpah atau
berjanji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (3) dan ayat(4). Maka
pemeriksaan terhadapnya tetap dilakukan,sedang ia dengan surat penetapan
hakim ketua sidang dapat dikenakan sandera di temapt rumah tahanan negara
paling lama empat belas hari
2. Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan saksi atau
ahli tetap tidak mau sumpah atau mengucapkan janji, maka keterangan yang
telah diberikan merupakan keteranganyang dapat menguatkan keyakinan hakim
13. Tujuan penyanderaan adalah untuk memberikan tekanan kepada yang
bersangkutan agar mau mengikuti kemauan penyandera, yaitu
mengucapkan sumpah atau janji sebab hal ini sangat penting guna
menjadikan keterangan dokter memilki nilai pembuktian. Hanya saja, sanski
ini baru boleh dikenakan di tingkat pemeriksaan di siding pengadilan.
Meskipun di tingkat penyidikan juga ada kewajiban mengucapkan sumpah
atau janji tetapi penyidik tidak boleh diberi kewenangan untuk menetapkan
sanksi penyanderaan.
14. DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Sofwan. 2004. Ilmu Kedokteran Forensik : Pedoman Bagi Dokter
dan Penegak Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Hal: 43-46.