1. A k h l a k m e nya n g ku t b a nya k m a s a l a h ya n g b e r h u b u n ga n d e n ga n
p e r b u a ta n b a i k , b u r u k , b e n a r d a n sa l a h d a l a m t i n d a ka n
s e s e o ra n g ya n g p a n u ta n nya b e rs u m b e r p a d a a l - q u r ’a n d a n
a l - h a d i t s ( s u n n a h ra s u l u l l a h s a w. ) . se d a n g ka n k i ta s e b a ga i
m a n u si a u n t u k m e ny i m b a n g ka n a k h l a k ya n g b a i k d i b u t u h ka n
j u ga i l m u p e n g eta h u a n d a n t e k n o l o g i t e r u ta m a p a d a za m a n
m o d e r n i n i , ya n g b e g i t u b a nya k m e n ga l a m i p e r u b a h a n b e rg e ra k
s a n ga t c e p a t , s e d a n g a ga m a b e rg e ra k d e n ga n l a m b a n s e ka l i .
KEUTAMAAN AKHLAK
DAN ILMU
2. A. Pengertian dan ruang lingkup Akhlak
1. Pengertian akhlak
Menurut bahasa (Etimonologi) Akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi'at, akhlak disamakan dengan kesusilaan, sopan
santun. Khuluq merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahiriah
manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh, dalam bahasa yunani
pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethcicos kemudian berubah menjadi etika
Pendapat lain tentang Akhlak 2merupakan bentuk jama’ dari kata khuluq. Kata khuluq adalah
lawan dari kata khalq, yang mana khuluq merupakan bentuk batin sedangkan khalq merupakan
bentuk lahir. Khalq dilihat dengan mata lahir (bashar) sedangkan khuluq dilihat dengan mata batin
(bashirah). Yang keduanya berasal dari katanya adalah kata khalaqa yang artinya penciptaan.
Dalam kamus al-munjadid khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat, akhlak
diartikan sebagai ilmu tata karma, ilmu yang berusaha mengenal tingkah laku manusia, kemudian
memberi penilaian perbuatan baik atau buruk sesuai dengan norma-norma dan tata susila
Akhlak adalah suatu bentuk (karakter) yang kuat di dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan
yang bersifat iradiyah ikhtiyariyah (kehendak pilihan) berupa, baik atau buruk, indah atau jelek,
sesuai pembawaannya, menerima pengaruh Pendidikan yang baik dan buruk
3. Hakikat Akhlak mencakup dua syarat menurut Al-Ghazali
A. Perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulang kali atau kontinu dalam bentuk yang
sama, sehingga dapat menjadi kebiasaan (habit forming). Misalnya seseorang yang memberikan
sumbangan harta hanya sekali-kali karena dorongan keinginan sekonyong -konyong saja, maka
orang itu tidak dikatakan dermawan selama sifat demikian itu belum meresap dalam jiwa.
B. Perbuatan yang konstan itu harus tumbuh dengan mudah sebagai wujud refleksi dari jiwanya
tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya tekanan-tekanan atau
paksaanpaksaan dari orang lain, atau pengaruh-pengaruh atau rayuan dan sebagainya. Misalnya
orang yang memberikan harta benda karena tekanan moril dan pertimbangan maka belum juga
termasuk kelompok orang bersifat demawan.
4. 2. Ruang Lingkup Akhlak
Secara umum akhlak Islam dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Akhlak mulia (alakhlaq al-mahmudah/al-karimah) dan
2. Akhlak tercela (al-akhlaq almadzmumah/al-qabihah). Akhlak mulia harus diterapkan dalam
kehidupan seharihari, sedang akhlak tercela harus dijauhi jangan sampai dipraktikkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Kemudian dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Akhlak terhadap Khaliq (Allah SWT.)
2. Akhlak terhadap makhluq (ciptaan Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi
beberapa macam, seperti
◆ Akhlak terhadap sesama manusia
◆ Akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang)
◆ Akhlak terhadap benda mati
Ruang lingkup akhlak dalam pandangan Islam sangatlah luas menurut Yatim, ruang lingkup akhlak
adalah :
1) Perasaan akhlak ialah kekuatan seseorang dapat mengetahui suatu perilaku, sesuaikah dengan
akhlak baik atau tidak.
5. Ruang lingkup akhlak dalam pandangan Islam sangatlah luas menurut Yatim, ruang
lingkup akhlak adalah :
1) Perasaan akhlak ialah kekuatan seseorang dapat mengetahui suatu perilaku, sesuaikah dengan
akhlak baik atau tidak.
2) Pendorong akhlak Pendorong atau stimulant yaitu kekuatan yang menjadi sumber kelakuan
akhlak.
3) Ukuran akhlak Ukuran akhlak oleh sebagian ahli diletakkan sebagai alat penimbang perbuatan
baik dan buruk pada faktor yang ada dalam diri manusia.
4) Tujuan akhlak Tujuan akhlak yang dimaksud adalah melakukan akhlak mulia atau tidak.
5) Pokok-pokok ilmu akhlak Pokok pembahasan ilmu akhlak ialah tingkah laku manusia untuk
menetapkan nilainya, baik atau buruk.
6. B. Sumber-Sumber Ajaran Akhlak
Sumber ajaran akhlak ialah al-Qur’an dan hadits. Tingkah laku Nabi Muhammad SAW
merupakan teladan bagi umat manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT “Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Q.S. alAhzab/33:
21)12 Dalam tafsir Al-Lubab dijelaskan bahwasanya ayat tersebut menyatakan “Sungguh telah ada
bagi kamu pada diri Rasulullah Muhammad SAW teladan yang baik bagi orang yang senantiasa
mengharap rahmat dan kasih sayang Allah dan kebahagiaan hari kiamat serta teladan bagi mereka
yang berdzikir mengingat Allah dan banyak menyebutnya”. Maksudnya sosok Nabi Muhammad SAW
dan kepribadian belaiu merupakan teladan bagi umat manusia.
Ada tiga aspek besar yang dijelaskan dalam al-Qur’an yaitu:
1. Aspek tauhid atau akidah, yaitu berhubungan dengan upaya pembersihan diri dari bahaya syirik
dan keberhalaan, serta pendidikan jiwa terkait rukun iman.
2. Aspek akhlak, yaitu yang berhubungan dengan upaya pendidikan diriatau jiwa agar menjadi insan
mulia, dan mampu membangun hubungan baik antar sesama manusia dan makhluk Allah lainnya
3. Aspek hukum, yaitu tataran peraturan yang ditentukan berdasarkan diktum dan pasal tertentu
dalam al-Qur’an yang mesti diikuti.
7. C. Keutamaan Ilmu
Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya
terhadap ilmu (sains). Al-Qur’an dan Al-Sunnah mengajak kaum muslimin untuk mencari dan
mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengatahuan pada
derajat yang tinggi. Di dalam Al-Qur’an kata ilmu dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780
kali.
Beberapa ayat Al-Qur’an yang diwahyukan pertama kepada Nabi Muhammad SAW, menyebutkan
pentingnya membaca bagi manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Alaq ayat 1-5 yang artinya:
1. Bacalah dengan (menyebut) Nama Tuhanmu yang Menciptakan.
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah.
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Dalam hadis-hadis Nabi juga terdapat pernyataan-pernyataan yang memuji orang yang berilmu dan
mewajibkan menuntut ilmu antara lain: Mencari ilmu wajib bagi setiap muslimin. Carilah ilmu
walaupun di negeri Cina. Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahad. Para ulama itu adalah
pewaris Nabi. Pada hari kiamat di timbanglah tinta ulama dengan darah syuhada, maka tinta ulama di
lebihkan dari darah syuhada.
8. D. Sumber Ilmu
Al-Qur’an menunjukkan empat sumber untuk memperoleh ilmu pengetahuan:
1. Al-Qur’an
2. As-Sunnah Alam Semesta
3. Diri manusia sendiri
4. Sejarah Umat Manusia
Adapun arah dan tujuan ilmu pengetahuan bahwa ayat al-Qur’an begitu banyak yang
berbicara tujuan ilmu seperti untuk mengenal tanda-tanda kekuasaan-Nya, menyaksikan kehadiran-
Nya di berbagai fenomena yang kita amati mengagungkan Allah serta bersyukur kepada-Nya di
samping itu, al-Qur’an menyebutkan pula tiga hal lainnya dalam mengembangkan ilmu antara lain
Ilmu pengetahuan harus menemukan keteraturan (sistem), hubungan sebab akibat dan tujuan di
alam semesta (QS.67:3)
Ilmu harus dikembangkan untuk mengambil manfaat dalam rangka mengabdi kepada
Allah, sebab Allah swt, telah menundukkan segala apa yang ada di langit dan di bumi untuk
kepentingan manusia. (QS.22:65).
Ilmu harus dikembangkan dengan tidak menimbulkan kerusakan di bumi. (QS.7:56)19
9. E. Cara Mendapatlan Ilmu
Ada beberapa cara untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang diterangkan dalam al- Qur’an:
1) Lewat eksperimen dan pengamatan indrawi (QS. 29:20)
2) Lewat akal yaitu dengan jalan ta’aqqul, tafaqquh dan tazakkur (merenungkan, memikirkan,
memahami dan mengambil pelajaran), (QS. 2:164).
3) Lewat wahyu atau ilham. Allah dapat memberikan kepada manusia yang dikehendaki tanpa
proses berfikir ataupun pengamatan empiris, tetapi diberikan secara langsung. (QS. 2:251)
Noeng Muhajir mengatakan bahwa secara ilmiah sedikit telah memberikan jawaban kepada kita
mengenai hal ini bahwa; ilmu adalah kekuasaan, apakah kekuasaan itu akan merupakan berkat atau
malapetaka bagi ummat manusia, semua itu terletak pada orang yang menggunakan kekuasaan itu.
Ilmu baginya adalah bersifat netral, ilmu tidak mengenal sifat baik atau buruk dari si pemilik ilmu
itulah yang harus punya sikap, jalan yang akan di tempuh dalam menggunakan ilmu itu terletak ada
sistem nilai si pemilik ilmu itu. Dengan kata lain netralitas ilmu hanya pada dasar epistemologisnya
saja, sedangkan secara ontologis dan axiologi, seorang ilmuan harus mampu menilai antara yang baik
dan yang buruk pada akhirnya mengharuskan dia untuk menentukan sikap
10. F. Ilmu Yang Berguna
Memperhatikan ayat al-Qur’an mengenai perintah menuntut ilmu kita akan temukan
bahwa perintah itu bersifat umum, tidak terkecuali pada ilmu-ilmu yang disebut ilmu agama, yang
ditekankan dalam al-Qur’an adalah apakah ilmu itu bermanfaat atau tidak.
Adapun kriteria ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang ditujukan untuk mendekatkan diri
kepada sang khalik sebagai bentuk pengabdian kepada-Nya. Dalam QS Adz.zariyat/51: 56 Allah SWT
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Selanjutnya juga ditegaskan dalam firman Allah swt (QS. Yasin/36:61 “Dan hendaklah kamu
menyembah-Ku.
Inilah jalan yang lurus”. Pada hakekatnya untuk menghasilkan ilmu yang tidak hanya
berkualitas dan kompeten secara professional tetapi juga seorang manusia yang dapat dipercaya
secara spiritual, intelektual dan moral serta etis dengan berdasarkan pada hubungan integral dan
hamonis dengan Penciptanya, dengan sesama manusia dengan lingkungan alam