Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
Materi Produk Hukum Daerah ini merupakan bahan perkenalan untuk selayang pandang mengenai jenis dan prosedur pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah dipresentasikan dihadapan Mahasiswa STIA Al Gazali Barru pada Latihan Kepemimpinan Dasar 14 Agustus 2019
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023Muh Saleh
Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI). SKI 2023 dikerjakan untuk menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu lima tahun terakhir di Indonesia, dan juga untuk mengukur tren status gizi balita setiap tahun (2019-2024). Data yang dihasilkan dapat merepresentasikan status kesehatan tingkat Nasional sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota.
Ketersediaan data dan informasi terkait capaian hasil pembangunan kesehatan penting bagi Kementerian Kesehatan, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai bahan penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran berbasis bukti termasuk pengembangan Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2024-2029) oleh Kementerian PPN/Bappenas. Dalam upaya penyediaan data yang valid dan akurat tersebut, Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam penyusunan metode dan kerangka sampel SKI 2023, serta bersama dengan Lintas Program di Kementerian Kesehatan, World Health Organization (WHO) dan World Bank dalam pengembangan instrumen, pedoman hingga pelaporan survei.
PETUNJUK TEKNIS INTEGRASI PELAYANAN KESEHATAN PRIMER
Kementerian Kesehatan menggulirkan transformasi sistem kesehatan.
Terdapat 6 pilar transformasi sistem kesehatan sebagai penopang kesehatan
Indonesia yaitu: 1) Transformasi pelayanan kesehatan primer; 2) Transformasi
pelayanan kesehatan rujukan; 3) Transformasi sistem ketahanan kesehatan;
4) Transformasi sistem pembiayaan kesehatan; 5) Transformasi SDM
kesehatan; dan 6) Transformasi teknologi kesehatan.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan melalui edukasi
penduduk, pencegahan primer, pencegahan sekunder dan peningkatan
kapasitas serta kapabilitas pelayanan kesehatan primer. Pilar prioritas
pertama ini bertujuan menata kembali pelayanan kesehatan primer yang ada,
sehingga mampu melayani seluruh penduduk Indonesia dengan pelayanan
kesehatan yang lengkap dan berkualitas.
Penataan struktur layanan kesehatan primer tersebut membutuhkan
pendekatan baru yang berorientasi pada kebutuhan layanan di setiap
siklus kehidupan yang diberikan secara komprehensif dan terintegrasi
antar tingkatan fasilitas pelayanan kesehatan. Pendekatan baru ini disebut
sebagai Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer, melibatkan Puskesmas, unit
pelayanan kesehatan di desa/kelurahan yang disebut juga sebagai Puskesmas
Pembantu dan Posyandu. Selanjutnya juga akan melibatkan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan primer.
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan IV-2024 BPSDM Provinsi Jawa Tengah dengan Tema “Transformasi Tata Kelola Pelayanan Publik untuk Mewujudkan Perekonomian Tangguh, Berdayasaing, dan Berkelanjutan”
Dr. Tri Widodo Wahyu Utomo, S.H., MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
Disampaikan dalam Drum-up Laboratorium Inovasi Kabupaten Sorong, 27 Mei 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, S.H., MA.
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
2. A. SARANA HUKUM
1. PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
2. PERATURAN KEBIJAKSANAAN
3. RENCANA (HET PLAN)
3. 1. PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
• TAP MPR NO.III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum
dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan,
menggunakan istilah “Peraturan Perundang-
Undangan untuk penamaan semua produk hukum
tertulis di tingkat pusat dan daerah sbb: UUD 1945,
Tap MPR, UU, Perppu, PP, Keppres, dan Perda.
4. LANJUTAN...
• Dalam penjelasan pasal 1 angka 2 UU No.5 Tahun
1986 Tentang PTUN, yang dimaksud Peraturan
Perundang-Undangan adalah semua peraturan yang
bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh
badan perwakilan rakyat bersama pemerintah di
tingkat pusat maupun tingkat daerah, serta semua
keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik
di pusat maupun di tingkat daerah yang juga bersifat
mengikat secara umum.
5. LANJUTAN...
• Peraturan Per-UU-an adalah sebagai dasar
dikeluarkannya KTUN.
• Oleh karena itu, KTUN dalam arti beschikking tidak boleh
bertentangan dengan peraturan dasarnya.
• Dalam pasal 53 ayat (2) sub a UU No. 5 tahun 1986,
mengatur bahwa salah satu dasar pengujian
(toetsingrogrond) KTUN yang bersifat beschikking adalah
peraturan per-UU-an.
6. 2. PERATURAN KEBIJAKSANAAN
(BELEIDREGELS, POLICY RULES)
• Peraturan kebijaksanaan dirumuskan dalam berbagai
bentuk seperti peraturan pedoman, pengumuman, surat
edaran.
• Peraturan kebijaksanaan tidak mengikat umum secara
langsung, namun mempunyai relevansi hukum, serta
memberi peluang kepada badan/ pejabat TUN
mengeluarkan atas dasar kewenangan.
7. PERBEDAAN PERATURAN KEBIJAKSANAAN
DENGAN PERATURAN PER-UU-AN ADALAH:
• Pengujiannya tidak seperti peraturan per-UU-an
seperti “Judicial Review” tapi dengan azas
pemerintahan yang layak.
• Peraturan kebijaksanaan mengandung suatu syarat
pengetahuan yang tidak tertulis, yaitu pada keadaan
khusus dan mendesak badan/ pejabat TUN dalam
sifatnya individual harus menyimpang dari peraturan
kebijaksanaan demi kemaslahatan umat.
8. • Peraturan per-UU-an adalah dunia hukum
sehingga dapat diuji dalam tingkat kasasi,
sedangkan peraturan kebijaksanaan adalah dunia
fakta sehingga tidak dapat berhadapan dalam
kasasi.
9. 3. RENCANA (HET PLAN)
• Menurut Belifante, Rencana merupakan
keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari
tata negara yang mengupayakan terlaksananya
keadaan yang tertib (teratur).
• Rencana dijumpai pada pelbagai kegiatan
pemerintah, seperti mengenai pengaturan tata
ruang, kesehatan, pendidikan, pertanahan, dsb.
10. • Rencana dibuat oleh badan/ pejabat TUN baik di tingkat
daerah berdasarkan anggaran yang ditetapkan dalam
APBN/ APBD untuk kegiatan tiap sektor atau sub sektor
departemen, non departemen atau jawatan-jawatan
yang ditentukan oleh TUN yang diserahi kewenangan
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasarnya dan oleh karenanya bersifat
sepihak.
11. B. PETUGAS PUBLIK
1. Para pejabat politik/ negara.
Menurut perundang-undangan di Indonesia, ada beberapa
penggolongan pejabat negara, yaitu:
a. Yang diangkat berdasarkan hak prerogatif presiden
yaitu menteri.
b. Yang diangkat tanpa priode yaitu hakim agung.
c. Yang diangkat oleh kepala negara atas usul DPRD
seperti hakim agung, gubernur Bank Indonesia.
d. Pejabat negara untuk priode tertentu seperti
presiden, gubernur, bupati/ walikota.
12. 2. PEGAWAI NEGERI (CIVIL SERVANTS)
• Pegawai negeri memegang jabatan publik, oleh
karenanya adalah pejabat publik. Tidak semua
pejabat publik berstatus pegawai negeri, karena
memegang jabatan negara.
• Pegawai negeri terdiri dari PNS pusat/ daerah,
anggota TNI, anggota kepolisian RI dan pegawai
tidak tetap.
13. LANJUTAN:
• Pengertian pegawai negeri menurut UU No. 43 Th.
1999 Tentang Perubahan UU No.8 Th. 1974 Tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian adalah:
• “Pegawai negeri adalah setiap WNI yang telah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, diangkat oleh
pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam
suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya
dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
14. 3. PARA HAKIM
• Hakim adalah pejabat judicial dan kekuasaan
kehakiman, oleh karenanya hakim bukanlah
pejabat eksekutif.
• Hakim diangkat dan diberhentikan oleh
presiden sebagai kepala negara atas usul
menteri kehakiman berdasarkan persetujuan
mahkamah agung.