SlideShare a Scribd company logo
1 of 18
Download to read offline
“PELAKSANAAN TRIP’S DAN HAKI PADA DUNIA BISNIS
DI INDONESIA”

O
L
E
H
:
YUCA SIAHAAN F0109109
STUDI PEMBANGUNAN – FE
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
1. PENGERTIAN TRIP’S
TRIPS (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights) merupakan
perjanjian internasional di bidang HAKI terkait perdagangan. Perjanjian ini merupakan
salah satu kesepakatan di bawah organisasi perdagangan dunia atau WTO (World
Trade Organization) yang bertujuan menyeragamkan sistem HAKI di seluruh negara
anggota WTO mulai 1 Januari 2000. Persetujuan TRIPs merupakan salah satu dari tiga
pilar WTO, dua pilar lainnya dalah Persetujuan baru mengenai Perdagangan Jasa.
TRIPS merupakan rejim peraturan HAKI dengan obyek perlindungan paling
luas dan paling ketat. Karena merupakan bagian dari WTO maka, pelaksanan TRIPS
dilengkapi dengan sistem penegakan hukum serta penyelesaian sengketa.
Hal lainnya secara tegas diatur dalam Agreement on TRIPs adalah ketentuan
mengenai masalah acara pidana dengan sanksi dalam kasus-kasus yang melibatkan
pemalsuan merek atau pembajakan hak cipta yang secara sengaja dilakukan untuk
tujuan dagang (komersial).
KELEMAHAN/PERMASALAHAN TRIPS
1. Kesepakatan TRIPS dihasilkan dari proses perundingan yang tidak transparan,
tidak partisipatif, tidak seimbang dan tidak demokratis dimana materi perundingan
didominasi dan didesakkan oleh negara maju. Akibatnya perjanjian TRIPS lebih
mengakomodasi kepentingan negara maju dan perusahaan multinasional.
2. Terdapat indikasi bahwa TRIPs justru akan meningkatkan arus dana dari negara
berkembang ke negara maju melalui pembayaran royalti, mengingat 97 persen
pemegang paten dunia berasal dari negara maju. Juga tidak ada indikasi bahwa
negara maju akan melakukan alih teknologi dengan cuma-cuma kepada negara
berkembang, apabila diadakan perlindungan HAKI, mengingat perusahaan
multinasional dari negara majulah sebenarnya yang menjadi subyek perlindungan
HAKI seperti pada paten. Sebaliknya TRIPS akan menghambat pengembangan
pengetahuan lokal. Selain itu pelaksanaannya di negara berkembang juga
memerlukan biaya yang tinggi, yaitu 15 juta dollar AS untuk Indonesia.
3. Ada indikasi TRIPS akan mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan
mengingat pelaksanaannya cenderung akan meningkatkan harga obat, termasuk
obat penyelamat serta obat esensial. Di Indonesia, karena hak paten, maka harga
obat menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan harga obat generik, yaitu bisa
mencapai 10 atau 45 kali lipat. Hal ini dapat disiasati oleh ketentuan impor paralel
dan lisensi wajib sesuai ketentuan TRIPS, tetapi pelaksanaannya seringkali
ditentang oleh negara maju.
4. TRIPS juga menegasikan kepemilikan dan inovasi komunal karena subyek
HAKI adalah individu atau perusahaan, padahal banyak inovasi terjadi secara
komunal sehingga pemiliknya adalah masyarakat secara kolektif. TRIPS juga tidak
mengakui inovasi yang tidak ditujukan bagi industri, yaitu inovasi lokal yang
ditujukan bagi kesejahteraan ekonomi, sosial dan kultural setempat. Akibatnya,
inovasi lokal seringkali justru “dirambah” dan diprivatisasi oleh perusahaan atau
individu seperti halnya yang terjadi dengan penerapan hak paten atas ekstrak
tanaman obat tradisional, desain batik, ataupun desain perhiasaan yang merupakan
kreasi turun temurun.
5. TRIPS memaksakan paradigma perlindungan HAKI yang seragam di negara
anggota WTO, padahal ada perbedaan mendasar dalam perspektif memandang
HaKI antara negara berkembang dan negara maju. Negara maju menganut sistem
perlindungan HAKI modern yang memberikan hak eksklusif pada individu atas
ilmu dan penemuannya. Negara berkembang dengan masyarakat yang masih
tradisional, justru menganggap peniruan karya dan pengetahuan sebagai
penghargaan tertinggi atas karya tersebut. TRIPS secara tidak demokratis
menghukum negara berkembang atas perbedaan perspektif ini.
6.

Walaupun ada pasal-pasal pengaman di dalam ketentuan TRIPS, seperti lisensi
wajib, impor paralel, menjaga kesehatan publik dan lingkungan serta tidak boleh
bertentangan dengan moral publik, proses pelaksanaannya sering dihambat oleh
negara maju. Contoh kasus adalah tidak tersedianya obat HIV/AIDs di banyak
negara karena upaya impor paralel dari negara yang menyediakan obat dengan
harga lebih murah seringkali ditentang oleh negara maju.

7.

Dari sisi keragaman hayati, pasal 27.3(b) TRIPS mengatur hak paten atas bahan
hayati yaitu mikroorganisme serta perlindungan HAKI berupa paten ataupun
sistem unik yang disebut sui generis untuk varietas tanaman. Pasal ini yang paling
banyak diperdebatkan karena ditengarai akan mempunyai implikasi pada
pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan keragaman hayati, pembagian
keuntungan dari pemanfaatan tersebut dan hak masyarakat lokal, serta akan
mempunyai implikasi sosial, ekonomi, etika serta moralitas. Pasal 27.3(b) diduga
akan mengarah pada monopoli kepemilikan atas bentuk kehidupan pada
sekelompok orang. Saat ini walaupun TRIPS belum diterapkan di semua negara
anggota WTO secara penuh, aplikasi serta pemberian hak paten atas bahan hayati
sudah marak terjadi, dari ekstrak tumbuhan obat hingga gen dan DNA manusia.
TRIPS akan melegalkan proses ini. Dengan demikian TRIPS diduga akan
mempunyai implikasi berikut pada keragaman hayati:
a) menimbulkan monopoli kepemilikan keragaman hayati beserta
pengetahuannya;
b) menegasikan inovasi tradisional masyarakat adat/lokal ;
c) membuka peluang bari perambahan bahan hayati serta pengetahuan
tradisional yang melekat padanya (biopiracy);
d) mendorong erosi keragaman hayati karena inovator hanya akan mendorong
pemanfaatan spesies yang komersial serta mengabaikan yanglain.
8. Pelaksanaan TRIPS juga berpotensi menimbulkan konflik dengan pelaksanaan
perjanjian internasional dibidang lingkungan seperti Konvensi Keanekaragaman
Hayati (KKH). TRIPS bertujuan mendorong melindungi teknologi dengan HAKI,
sementara KKH menganjurkan alih teknologi dan menyebutkan agar perlindungan
HAKI tidak bertentangan dengan tujuan KKH yaitu pelestarian dan pemanfaatan
berkelanjutan dari keragaman hayati. KKH mengakui dan melindungi pengetahuan
tradisional, sementara TRIPS menegasikannya. Namun karena TRIPS mempunyai
daya pelaksanaan yang lebih kuat serta sistem retaliasi (pembalasan) atas
pelanggaran, maka banyak negara memilih menerapkan TRIPS dan mengabaikan
kesepakatan internasional di bawah PBB seperti KKH.
9. Walaupun pada Konferensi Tingkat Menteri Keempat di Doha menghasilkan satu
deklarasi khusus yang memperbolehkan TRIPS digunakan dengan cara yang
meningkatkan pelayanan kesehatan publik, tetapi isi ketentuan TRIPS sendiri
belum diamandemen.

2. DASAR PENGENAAN TRIP’S
Menurut prinsip dasar TRIPs, perlindungan dan penegakan HKI seharusnya
menyumbangkan peningkatan inovasi di bidang teknologi dan untuk pengalihan dan
penyebaran teknologi, bagi keuntungan produser maupun bagi para pengguna ilmu
teknologi tersebut dan didalam sebuah cara yang kondusif, berguna bagi
kesejahteraan ekonomi dan sosial, dan bagi keseimbangan hak dan kewajiban.
Hak kekayaan intelektual yang diatur “minimum standard” dan lamanya
perlindungan dalam persetujuan ini adalah patent, copyright and related right,trade
marks, industral design, layout-designs of integrated circuit, undisclosed information
dan geographical indications.Prinsip dasar yang dianut oleh persertujuan TRIPs adalah
bahwa persetujuan ini menegaskan kembali (menguatkan kembali) prinsip “ national
treatment “ sebagai mana diatur dalam berbagai konfensi internasional.
Salah satu hal yang sangat penting dari persetujuan TRIPS adalah jangka waktu
minimum perlindungan sebagai berikut :
a. Hak patent perlindungan diberikan selama 20 tahun;
b. Copy right diluar cinematographic atau photograpic selama 50 tahun sejak
diumumkan atau selama hidup pemegang hak ditambah 50 tahun;
c. Pemegang hak karya cinematographic diberikan perlindungan selama 50 tahun
setelah karya tersebut dipublikasikan;
d. Photographic selama 25 tahun sejak karya tersebut selesai dibuat;
e. Trade mark selama 7 tahun sejak pendaftaran pertama dan setiap kali dapat
diperpanjang;
f. Performers and producers of phonograms diberikan jangka waktu perlindungan
selama 50 tahun di hitung dari akhir tahun kalender dimana pertunjukan
diselenggarakan;
g. Hak penyiaran (broadcasting ) diberikan waktu selama 20 tahun dihitung dari
akhir tahun kalender dari penyiaran dilakukan ;
h. Industrial design selama 10 tahun;
i. Layout-design diberikan jangka waktu selama 10 tahun dari tanggal
pendaftaran dan jika pendaftaran tidak disyaratkan maka perlindungan selama
10 tahun tersebut di hitung sejak hari pertama dimanfaatkan.

3. GAMBARAN PELAKSANAAN TRIP’S DI BISNIS
INTERNASIONAL DAN DI INDONESIA
a. Pelaksanaan di Bisnis Internasional

Article 22, Article 23, Article 24 dari Persetujuan TRIPS sebagaimana pada
lampiran 2, mengatur mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual di bidang
indikasi geografis. Bila dalam Article 22 diatur ketentuan yang mencakup berbagai
produk, dalam Article 23 diatur ketentuan spesifik mengenai perlindungan dalam
bentuk indikasi geografis bagi wines and spirits.
b. Pelaksanaan TRIP’s di Indonesia
Indonesia menyetujui pembentukan WTO

yang didalamnya tercapkup

mengenai persetujuan tentang TRIP’s melalu UU NO. 7/1994 tentang Pengesahan
Agreement Esstablishing The Word Trade Organization. Tiga undang-undang baru
yang disahkan adalah UU No. 31/2000 tentang Desain Industri, UU No. 32/2000
tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan UU No.29/2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman. Tiga undang-undang direvisi yaitu berkaitan dengan merek (UU
No. 15/2000), paten (UU No. 14/2000) dan Hak Cipta (UU No. 19/2002) Harmonisasi
perundangan dilakukan lebih untuk menghindari tekanan negara maju seperti AS dan
memenuhi ketentuan internasional ketimbang kepentingan nasional dan lokal.
Dalam hal ini proses revisi perundangan di bidang HAKI, terutama berkaitan
dengan paten telah dilakukan secara terburu-buru, tidak akomodatif dan tanpa
pertimbangan tentang implikasi jangka panjang. Pengesahan revisi peraturan diwarnai
dengan konflik kepentingan serta perbedaan pendapat di berbagai pihak, tetapi
pemerintah maupun DPR tidak memfasilitasi diadakannya proses dialog antar
berbagai kelompok tersebut agar dicapai titik temu. Proses pembahasan undangundang paten juga tidak melibatkan kelompok penting dalam masyarakat yang
mungkin menerima dampak dari pemberlakukan HAKI sesuai dengan TRIPS seperti
petani (yang berkepentingan dengan hak paten atas benih), penjual jamu tradisional
(berkaitan dengan paten atas tumbuhan obat) dan pengrajin tradisional. DPR maupun
pemerintah tidak melakukan kajian tentang dampak TRIPS pada kelompok
masyarakat ini.
DPR dan pemerintah juga memberlakukan TRIPS tanpa kajian tentang
manfaat dan resikonya serta biaya yang diperlukan bagi implementasi. Juga tidak ada
kajian tentang celah-celah yang memungkinkan Indonesia mematuhi TRIPS tanpa
merugikan kepentingan nasional seperti memberlakukan ketentuan impor paralel dan
lisensi wajib dalam bidang obat serta pembentukan peraturan nasional yang unik
untuk melindungi varietas tanaman sebagai sistem sui generis yang disyaratkan
TRIPS.
Pemerintah juga kurang mengamati perkembangan internasional dimana
perdebatan dan kaji ulang tentang beberapa bagain TRIPS sedang berlangsung.
Dengan meratifikasi TRIPS, maka pemerintah dan DPR telah memberlakukan hak
paten atas mahluk hidup tanpa memikirkan implikasinya pada jangka panjang
terutama

pada

keragaman

hayati

serta

pengetahuan

tradisional

tentang
pemanfaatannya. Pemerintah juga tidak mempertimbangkan kenyataan bahwa
Indonesia termasuk dalam kelompok negara berkembang yang mengkritisi pasal
27.3(b) dari TRIPS di dalam perundingan di WTO.
Pelaksanaan TRIPS di Indonesia menghadapi berbagai kendala, seperti
persiapan lembaga yang tidak memadai, lemahnya koordinasi antar instansi
pemerintah, terbatasnya sumber daya manusia dan dana, rendahnya pengetahuan
masyarakat tentang HAKI, lemahnya penegakan hukum serta proses pengesahan dan
pengumuman paten yang tidak sesuai serta makan waktu lama.
Pemerintah telah mengambil kebijakan dalam pelaksanakan beberapa
ketentuan dalam persetujuan TRIP’s. Pada intinya semua peraturan perundangundangan di bidang hak kekayaan intelektual telah disusun dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat dan selaras dengan ketentuan minimum sebagaimana yang
dipersyaratkan

oleh

Persetujuan

TRIP’s.

Walaupun

demikian,

berikut

ini

dikemukakan beberapa di antara ketentuan dalam Persetujuan TRIPS yang kiranya
memerlukan penelahaan lebih lanjut.
1) Perlindungan hak kekayaan intelektual di bidang bioteknologi
Pemerintah dalam hal ini telah menyusun UU mengenai Paten, yakni UU
Nomor 14 tahun 2001 yang berbunyi :
Paten tidak diberikan untuk invensi tentang :
a. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku moralitas
agama, ketertiban umum atau kesusilaan;
b. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan atau pembedahan yang
diterapkan terhadap manusia dan atau hewan;
c. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau
d. i. semua mahluk hidup, kecuali jasad renik;
ii. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan
kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis
Di samping itu, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, berdasarkan UU
nomor 29 Tahun 2000 Indonesia juga melindungi invensi mengenai varietas
(baru) tanaman. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas jelaslah bahwa bentuk
perlindungan hak kekayaan intelektual sebagaimana yang dipersyaratkan dalam
Persetujuan TRIPS telah tersedia di Indonesia.
Walaupun demikian, dapat dikemukakan mengenai adanya masukan dari
sebagian negara anggota WTO agar ketentuan tersebut dapat lebih sempurna guna
mendukung Ketentuan yang ditetapkan dalam Convention on Biological Diversity
(CBD), yang oleh Indonesia telah diratifikasi melalui Undang-undang No. 5
Tahun 1994 tentang Ratifikasi Konvensi Keanekaregaman Hayati. Usulan yang
diajukan agar mencakup juga beberapa aspek penting sehubungan dengan akses
sumber daya genetika (acces to genetic resources) dalam ketentuan pemberian
paten misalnya : dengan menyebutkan asal-usul bahan/materi yang digunakan
(source of origin), melampirkan bukti bahwa para peneliti sebelumnya telah
memberitahukan secara memadai kepada pihak/otoritas yang berkompeten di
tempat yang bersangkutan (prior informed consent), serta melengkapinya dengan
kesepakatan pembagian hasil yang sepadan (benefit sharing agreement). Pendapat
lain yang juga telah dimunculkan adalah untuk mengupayakan sistem
perlindungan bagi traditional knowledge yang lebih memadai di luar sistem Hak
kekayaan intelektual yang telah ada sekarang ini.
World Intellectual Property Organization (WIPO) telah membentuk suatu
Inter Governmental Committee on Intelectual Property and Genetic resources,
Traditional Knowledge anf Folklore dengan tugas pokok berupaya untuk
memperoleh solusi yang bijaksana mengenai permasalahan tersebut. Dalam
sidangnya yang pertama pada bulan Mei 2001, Committee tersebut membahas 3
tema pokok yaitu :


Access to genetic resources and benefit sharing;



Protection or traditional knowledge, innovation and creativity; dan



Protection of expression of folklore including handicrafts.
Dalam hal ini Pemerintah berpandangan untuk mendukung upaya yang

telah dirintis oleh WIPO. Di samping itu mengingat bidang ilmu (bioteknologi)
yang relatif baru ini erat kaitannya dengan kemungkinan dihasilkannya jasad renik
(micro-organisme) yang baru, perlu pula kiranya dikemukakan adanya isu yang
berkembang pada akhir-akhir ini di dalam negri yang pada intinya menolak
pematenan atas segala bentuk mahluk hidup.
Padahal, sebagaimana dimaklumi, UU paten (pada pasal 7 huruf d) telah
mengakomodasi usulan tersebut kecuali untuk invensi mengenai jasad renik. Sejak
diberlakukannya UU Paten lama (UU No. 6 tahun 1989 tentang Paten) pada tahun
1991, permohonan paten dari masyarakat Indonesia mengenai jasad renik memang
masih rendah. Namun, beberapa institusi seperti Departemen Pertanian seperti
Badan Litbang, Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian – Universitas
Pajajaran, dan Institut Teknologi bandung memandang tetap perlu adanya
perlindungan paten bagi invensi mengenai (atau yang berkaitan dengan) jasad
renik.
2) Perlindungan hak kekayaan intelektual di bidang indikasi geografis
Sebagaimana negara lainnya, ada beraneka ragam hasil alam dan produk
hasil olahan yang khas berasal dari Indonesia dan dapat dikategorikan masuk
dalam perlindungan indikasi geografis, baik dalam bentuk hasil pertanian, hasil
pemrosesan produk pertanian, hasil kerajinan tangan, atau hasil industri lain. Oleh
karena itu, beberapa negara (termasuk Indonesia) telah mengajukan proposal
untuk merevisi ketentuan tersebut sehingga cakupan produk yang dilindungi dapat
lebih luas dan tidak hanya terbatas pada produk wines and spirits.
Walaupun demikian, perlu ditelaah lebih lanjut apakah proposal ini betulbetul perlu dan berpeluang besar untuk diakomodasikan mengingat bahwa :
-

Persetujuan TRIPS juga mengatur bahwa sesuatu dilindungi berdasarkan
indikasi geografis di suatu negara juga perlu diakui di negara lain (TRIPS
Knowledges that what is recognized as a geographical indication in one
jurisdiction may be seen as a descriptive term elsewhere);
Di Indonesia, indikasi geografis tidak diatur dalam ketentuan tersendiri

(secara sui generis) melainkan telah dicakup dalam Undang-Undang No. 15
Tahun 2001 tentang Merek sebagaimana tercantum dalam Bab VII pada Pasal 56
s.d Pasal 60.
3) Registrasi multilateral bagi indikasi geografi
Article 23 (4) Persetujuan TRIPS memungkinkan dilakukannya negosiasi
untuk memungkinkan dilakukannya registrasi multilateral terhadap indikasi
geografis bagi wines. Negara-negara yang tergabung dalam EU dan beberapa
negara Eropa lainnya menginginkan disusunnya peraturan lebih lanjut (tersendiri)
mengenai indikasi geografis yang diharapkan dapat merupakan hak yang bersifat
eksklusif dan mencakup komunitas yang lebih luas dan tidak sekedar diatur secara
sendiri-sendiri oleh masing-masing negara.
Sedangkan beberapa negara lain seperti AS, Jepang, New Zealand, dan
beberapa negara Amerika Latin mengharapkan bahwa sistem regostrasi tersebut
seyogyanya tidak menimbulkan kesulitan administratif dan konsekuensi hukum
yang rumit, cukup merupakan sistem yang bersifat voluntary dan terutama
berfungsi sebagai clearing house bagi informasi mengenai perlindungan indikasi
geografis di masing-masing negara.
Menurut pandangan Pemerintah, usulan kedua lebih realistis untuk didukung.
4) Penanggulangan terhadap pembajakan optical disc
Tingginya tingkat pembajakan optical disc tidak hanya mengkhawatirkan
pihak pemegang hak cipta, melainkan juga Pemerintah. Walaupun peraturan
perundang-undangan mengenai hak cipta yang tersedia pada saat ini relatif sudah
cukup memadai mengatur mengenai hal yang berkaitan dengan pendayagunaan
optical disc, koordinasi dengan semua pihak yang berkompeten perlu lebih
diintensifkan guna menekan tingginya produk hasil bajakan yang pada saat ini
beredar di masyarakat luas.
Kegiatan sosialisasi dan penyuluhan yang terprogram dengan baik bagi
berbagai pihak masih perlu terus ditingkatkan. Di samping itu, langkah-langkah
yang bersifat lebih konkrit perlu segera dipersiapkan dan ditindaklanjuti secara
sistematis.
Hak Cipta
Hal-hal baru dalam UU ak Cipta No. 12/1997 :
Copyright works, performers, producers of phonogram, broadcasting organization,
dan hak penyewaan, program komputer, serta karya sinematografi.
Paten
UU Paten No. 13/1997 dan disempurnakan lagi dengan UU No. 14 th 2001,
mencakup:
 Perpanjangan jangka waktu perlindungan;

 Lingkup invensi yang dapat diberikan paten;

 Pemenuhan persyaratan PCT

 Lingkup dari hak khusus pemegang paten

 Paralel Impor

 Lisensi Wajib

 Bolar provisi


Merek
UU Merek No. 14/1997
 Mekanisme pendaftaran ulang merek terkenal;

 Perlindungan atas Indikasi Geografis


4. PELAKSANAAN HAKI
Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) merupakan suatu hak milik yang berada
dalam ruang lingkup teknologi, ilmu pengetahuan, seni atau karya sastra (Djumhana,
1995). Pemilikan tersebut bukan terhadap barang melainkan terhadap hasil
kemampuan intelektual manusia, misalnya berupa ide. Perlindungan atas kekayaan
intelektual didasari atas alasan bahwa, walaupun sangat abstrak, kekayaan intelektual
dianggap memiliki nilai komersial atau nilai ekonomi. Hal ini karena ‘kekayaan
intelektual’ mengacu pada rancang bangun, teknologi atau produk yang ditemukan
oleh pribadi atau perusahaan tertentu, dan ‘hak’ mengacu pada pengakuan bahwa
penemunya harus diberi imbalan, seperti hak secara eksklusif untuk memanfaatkannya,
atau untuk menarik royalti dengan cara menyewakan penggunaannya. Perlindungan
HAKI diberikan melalui hak paten, hak cipta, atau merk dagang, kepada ‘pemilik’ atau
penemunya (Khor, 1993).
Perlindungan HAKI merupakan isu penting pada tingkat internasional dan
dianggap sebagai alat untuk meningkatkan kreativitas dan penciptaan. Karena itu
dbentuklah WIPO (World Intellectual Property Organization) untuk merundingkan
kesepakatan mengenai perlindungan HAKI. WIPO menghasilkan beberapa konvensi
internasional, misalnya Konvensi Paris (1967) tentang Perlindungan tentang Kekayaan
Industri dan Konvensi Berne (1971) tentang Perlindungan Terhadap Karya Tulis dan
Seni.
Di Indonesia, ada lima langkah strategis dalam pembangunan sistem HKI,
yaitu

sosialisasi

HKI,

pembangunan

administrasi

dan

kelembagaan,

penyempurnaan legislasi dan penyertaan pada perjanjian internasional, serta
kerjasama internasional dan koordimasi penegakan hukum.
HAKI merupakan kekayaan intelektual yang dilindungi oleh undang-undang.
Ini berarti setiap orang wajib menghormati HKI orang lain. HKI tidak boleh digunakan
oleh orang lain (orang yang tidak berhak) tanpa izin pemiliknya, kecuali apabila
ditentukan lain oleh undang-undang. Perlindungan hukum berlaku bagi HKI yang
sudah terdaftar dan dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran dengan perlindungan
hukum berlangsung selama jangka waktu yang ditentukan menurut bidang dan
klasifikasinya. Penggunaan HKI orang lain tanpa izin pemiliknya, atau pemalsuan,
peniruan HKI orang lain merupakan suatu pelanggaran hukum.
UNSUR HAKI
Perlindungan hukum HKI merupakan suatu sistem hukum yang terdiri: dari unsur-unsur:
1. Subjek perlindungan. Subjek yang dimaksud adalah pihak pemilik atau pemegang
hak;
2. Objek perlindungan. Objek yang dimaksud adalah semua jenis HKI yang diatur
oleh undang-undang, seperti hak cipta, merek, paten, rahasia dagang, desain
industri desain tata letak sirkuit terpadu, dan varitas tanaman;
3. Pendaftaran perlindungan. HKI yang dilindungi hanyalah yang sudah terdaftar
dan dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran, kecuali apabila undang-undang
mengatur lain, seperti hak cipta yang boleh tidak terdaftar bedasarkan ketentuan
UU Np. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta;
4. Jangka waktu perlindungan. Jangka waktu yang dimaksud adalah lamanya HKI
itu dilindungi oleh undang-undan, misalnya merek untuk jangka waktu 10 tahun
dan dapat diperpanjang kembali, paten untuk jangka waktu 20 tahun dan tidak
dapat diperpanjang kembali, rahasia dagang yang tanpa batas waktu, serta hak
cipta yang selama hidup pencipta ditambah 50 tahun sesudah pencipta meninggal
dunia;
5. Tindakan hukum perlindungan. Apabila telah terbukti terjadi pelanggaran HKI,
maka pelanggar (orang yang melanggar) harus dihukum, baik secara perdata
maupun pidana.
PELANGGARAN HAKI
Adapun jenis-jenis pelanggaran HKI, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Untuk bidang Hak Cipta. Pelanggaran dapat berupa perbuatan mengambil,
mengutif, merekam, memperbanyak dan mengumumkan ciptaan orang lain, baik
sebagian atau seluruhnya tanpa izin Pencipta/Pemegang hak Cipta atau
bertentangan dengan UU Hak Cipta atau perjanjian. Bertentangan dalam hal ini
dapat diartikan tidak sesuai dengan atau melanggar ketentuan UU Hak Cipta,
misalnya :
a) Dibolehkan memfotokopi bab tertentu tanpa izin Pencipta untuk kepentingan
pendidikan, tetapi fotokopi itu diperjualbelikan (dikomersialkan);
b) Mengutif Ciptaan orang lain dimasukkan ke dalam Ciptaan sendiri tanpa
menyebutkan sumbernya (plagiat);
c) Mengambil Ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan
sebagaimana aslinya tanpa mengubah bentuk, isi, Pencipta, penerbit/perekam;
d) Melampaui jumlah eksemplar penerbitan yang disepakati dalam perjanjian,
misalnya disepakati 2000 eksemplar diterbitkan 4000 eksemplar.
Perlu diingat bahwa pelanggaran hak cipta tidak hanya mengenai karya
tulis atau cetak tapi juga karya rekaman audio dan video. Berdasarkan ketentuan
UU Hak Cipta, ada 2 klasifikasi pelaku kejahatan pelanggaran hak cipta, yaitu :
a) Pelaku utama, baik perseorangan maupun badan hukum yang dengan sengaja
melanggar Hak Cipta, termasuk pelaku utama adalah pembajak Ciptaan atau
rekaman.
b) Pelaku pembantu, yaitu pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual
kepada umum Ciptaan atau rekaman yang diketahuinya melanggar Hak Cipta.
Termasuk pelaku pembantu adalah penyiar, penyelenggara pameran, penjual,
pengedar, pihak yang menyewakan Ciptaan atau rekaman hasil pembajakan.
2. Untuk bidang Merek. Ada 3 jenis pelanggaran merek, yaitu :
a) Penggunaan merek yang mempunyai persamaan pada keseluruhannya dengan
merek terdaftar milik orang lain;
b) Penggunaan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek
terdaftar milik orang lain;
c) Memperdagangkan barang/jasa yang diketahui/patut diketahui berasal dari
kejahatan pelanggaran merek, misalnya pemalsuan, peniruan.
Pelaku pelanggaran merek (no. 1 & 2) disebut pelaku utama, sedangkan
pelaku pelanggaran merek (no. 3) disebut pelaku pembantu.
3. Untuk bidang Paten. Ada 2 klasifikasi tindak pidana pelanggaran paten, yaitu:
a) Dalam hal paten produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewakan,
menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau
diserahkan hasil produksi yang diberi paten.
b) Dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk
membuat barang dan tindakan lainnya, seperti yang dimaksud dalam huruf (a).
4. Untuk bidang Desain Industri. Ada 3 jenis pelanggaran desain industri, yaitu:
a) Penggunaan desain industri milik orang lain tanpa izin/persetujuan dari
Pemegang Hak Desain Industri yang sah;
b) Membuat desain industri milik orang lain tanpa izin/persetujuan dari Pemegang
Hak Desain Industri yang sah;
c) Menjual desain industri milik orang lain tanpa izin/persetujuan dari Pemegang
Hak Desain Industri yang sah.
Pelaku pelanggaran desain industri (no. 1 & 2) disebut pelaku utama,
sedangkan pelaku pelanggaran desain industri (no. 3) disebut pelaku pembantu.
5. Untuk Rahasia Dagang. Berdasarkan ketentuan Pasal 13, 14 dan 15 UU
Rahasia

Dagang,

No.

30 Tahun

2000,

pelanggaran

rahasia

dagang

dianggap telah terjadi :
a) Jika terdapat seseorang dengan sengaja mengungkapkan informasi atau
mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban (wanprestasi) atas
perikatan yang telah dibuatnya, baik tersurat maupun tersirat untuk menjaga
rahasia dagang dimaksud.
b) Jika seseorang memperoleh atau menguasai rahasia dagang dengan cara yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c) Kekecualian terhadap ketentuan pelanggaran rahasia dagang ini diberikan
terhadap pengungkapan atau penggunaan rahasia dagang yang didasarkan
untuk kepentingan pertahanan keamanan, kesehatan, dan keselamatan
masyarakat di samping berlaku pula untuk tindakan rekayasa ulang atas
produk yang dihasilkan dari penggunaan rahasia dagang milik orang lain
yang dilakukan semata-mata untuk kepentingnan pengembangan lebih lanjut
produk yang bersangkutan.
Dalam KUH Pidana Indonesia terdapat beberapa pasal yang berkaitan
dengan informasi yang harus dirahasiakan untuk kepentingan Negara seperti yang
dimuat dalam ketentuan Pasal 112, 113, 114, 115, dan 116.
MANFAAT HAKI
-

Perlindungan hukum sebagai insentif bagi inventor, kreator, desainer, dan
pencipta dengan memberikan hak khusus untuk mengkomersialkan hasil dari
kreatifitasnya;

-

Menciptakan iklim yang kondusif bagi investor

-

Mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan
penemuan baru di berbagai bidang;

-

Peningkatan dan perlindungan HaKI akan mempercepat pertumbuhan industri,
menciptakan

lapangan

kerja

baru,

mendorong

meningkatkan

kualitas

hidup

manusia

yang

perubahan

memberikan

ekonomi,
kebutuhan

masyarakat luas.
-

Sistem paten akan memperkaya pengetahuan masyarakat dan melahirkan
penemu-penemu baru/inovasi

-

Meningkatkan kreatifitas

TINDAKAN / KONSEKUENSI PELANGGAR HAKI
Setiap pelanggaran HAKI pasti akan merugikan pemilik/pemegang
haknya dan/atau kepentingan umum/Negara. Pelaku pelanggaran harus ditindak
dan wajib memulihkan kerugian yang diderita oleh pemilik/pemegang hak atau
Negara. Penindakan dan pemulihan tersebut diatur oleh undang-undang HKI. Ada
tiga kemungkinan penindakan dan pemulihan, yaitu :
Secara perdata berupa gugatan :


Ganti kerugian terhadap pelanggar;



Penghentian perbuatan pelanggaran;



Penyitaan barang hasil pelanggara untuk dimusnahkan.

Secara pidana berupa penuntutan :


Hukuman pidana maksimal 7 tahun penjara; dan/atau



Hukuman denda maksimum Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah);



Perampasan barang yang digunakan melaksanakan kejahatan untuk
dimusnahkan.

Secara administratif berupa tindakan :


Pembekuan/pencabutan SIUP;



Pajak/bea masuk yang tidak dilunasi;



Reekspor barang hasil pelanggaran.
5. PROSPEK PELAKSANAAN TRIP’S DAN HAKI KE DEPAN
Penggunaan sistem HKI sesungguhnya memiliki bahayanya sendiri ketika
hendak diterapkan dalam melindungi pengetahuan tradisional Indonesia. Sistem ini
mengadopsi positive protection system, yang mengandalkan sistem registrasi dan
pemberian hak oleh negara. Dalam sistem ini hak dan perlindungan oleh negara
diberikan setelah dilakukan pendaftaran. Siapa yang melakukan pendaftaran, dialah
yang dianggap sebagai pengemban haknya. Para pendaftar ini kemudian diberi hak
eksklusif untuk menggunakan sendiri atau melarang pihak lain menggunakan
teknologi atau desain yang bersangkutan. Tentu saja, hal ini akan melahirkan potensipotensi konflik baru di antara pemegang hak pendaftaran.
Prospek pelaksanaan HAKI ke depannya memiliki orientasi yang lebih
tajam dan memiliki prospek mamfaat yang lebih berkualitas guna peningkatan
daya saing.

Peran dan Tantangan Sistem HaKI di Masa Depan


Menciptakan iklim perdagangan dan investasi yang kompetitif;



Meningkatkan perkembangan teknologi;



Mendukung perkembangan dunia usaha yang kompetitif dan spesifik di pasar
global;



Meningkatkan invensi dan inovasi dalam negri yang berorientasi ekspor dan
bernilai komersial;



Mempromosikan sumber daya sosial dan budaya yang dimiliki;



Memberikan reputasi internasional untuk ekspor produk lokal yang berkarakter
dan memiliki tradisi budaya daerah.

Prospek hukum hak kekayaan intelektual di indonesia dalam rangka memberikan
perlindungan bagi masyarakat Indonesia
Kondisi ini menuntut peran aktif pemerintah sebagai otoritas yang berkewajiban
melindungi ancaman terhadap hak-hak warga masyarakatnya, yakni yang berupa
pencurian dan pembajakkan terhadap hak-hak kolektif warga masyarakat lokal. Beberapa
alternatif dapat dilakukan Pemerintah berkenaan dengan gagasan perlindungan yang dapat
diberikan terhadap hak-hak warga masyarakat lokal di Indonesia. Berbagai alternatif itu
dapat dilakukan secara simultan, mulai dari penyesuaian atas produk hukum yang sudah
ada, termasuk rezim HKI, membentuk perundang-undangan baru berkenaan dengan
persoalan akses orang asing terhadap sumber daya hayati dan pengetahuan tradisional
Indonesia serta persoalan pembagian manfaat kepada warga masyarakat lokal atas akses
dan penggunaan sumber daya tersebut.
 Pembentukan perundang-undangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal
Perundang-undangan adalah salah satu perangkat yang dapat
dipergunakan dalam rangka melindungi hak-hak warga masyarakat dari
pencurian/pembajakkan yang dilakukan oleh bangsa lain. Mengingat rezim HKI
adalah salah satu rezim yang paling banyak dibicarakan dalam forum
internasional (antara lain : WIPO, UNEP, dan CBD), sudah selayaknya jika
pemerintah menaruh perhatian yang cukup besar terhadap rezim ini. Perhatian
diarahkan pada peninjauan kembali atau kemungkinan amandemen guna
menyesuaikan rezim itu dengan tuntutan global dan sekaligus aspirasi dan
pandangan warga masyarakat Indonesia. Perundang-undangan yang sama dapat
juga mencantumkan pengaturan mengenai contractual practices and clauses
yang terkait dengan pemberian akses dan pembagian manfaat tersebut di atas.
 Memanfaatkan perundang-undangan HKI dengan melakukan amandemen
perundang-undangan tersebut
 Membentuk undang-undang sui generis
 Menyiapkan mekanisme benefit sharing yang tetap.

CONTOH KASUS
Di Indonesia, PT. Mustika Ratu memberikan semacam royalti kepada komunitas keraton
(sumber : GEF/SGP- UNDP. Jakarta 2003) yang dibayarkan setiap tahun, karena
memanfaatkan pengetahuan para putri keraton dalam perawatan kecantikan atau pengetahuan
tentang sumber daya genetis berbagai macam tumbuhan untuk kosmetika tradisonal yang
dikembangkan menjadi kosmetika modern, sehingga mempunyai nilai komersial yang terus
berkembang sampai sekarang, walaupun dengan pengembangan inovasi tehnologi tertentu,
namun tetap saja sumber pengetahuannya adalah dari putri putri keraton Solo.

Daftar Pustaka
Jhamtani,Hira. “Memahami Rejim Hak Kekayaan Intelektual Terkait Perdagangan (TRIP’s)”
Institut Keadilan Global, Jakarta
Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian. 2007. “Hak Atas
Kekayaan Intelektual (Haki)”
Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, DEPDAG.

2005. ”Potensi Pengembangan

Ekspor dengan Kualitas Tinggi Baik Proses Maupun Produk Pertanian melalui
Perlindungan Produk Indikasi Geografi”
Redhani , Rudy. 2009. “TRIPS dan Bioprospeksi, Hak Masyarakat Terhadap Pengetahuan”
Maharaini Kerti, Renti Maharaini . 2011. “Prospektif Penerapan Hak Kekayaan Intelektual”
Eriyati, Rini. “Implementasi Persetujuan Trips (Trade Related Aspect Of. Intellectual
Property Rights) Dalam Sistem Hukum Hak Atas. Kekayaan Intelektual (HAKI) Nasional:
Suatu Studi pada Pengadilan Niaga”
“WTO dan Sistem Perdagangan Dunia”
Sumber lain:
http://www2.jogjabelajar.org/modul/how/h/hukum/3_Perlindungan%20Terhadap%20HAKI.p
df

More Related Content

What's hot

Sejarah Konstitusi: Yunani - Modern
Sejarah Konstitusi: Yunani - ModernSejarah Konstitusi: Yunani - Modern
Sejarah Konstitusi: Yunani - ModernIzzatul Ulya
 
Perbedaan hukum laut internasional dan nasional
Perbedaan hukum laut internasional dan nasionalPerbedaan hukum laut internasional dan nasional
Perbedaan hukum laut internasional dan nasionalRizal Fahmi
 
Hukum laut internasional
Hukum laut internasionalHukum laut internasional
Hukum laut internasionalpuput riana
 
PPT Kel 2 sejarah perkembangan hukum internasional
PPT Kel 2 sejarah perkembangan hukum internasionalPPT Kel 2 sejarah perkembangan hukum internasional
PPT Kel 2 sejarah perkembangan hukum internasionaldayurikaperdana19
 
Air & Space Law - Konvensi Chicago
Air & Space Law - Konvensi ChicagoAir & Space Law - Konvensi Chicago
Air & Space Law - Konvensi ChicagoMariske Myeke Tampi
 
Hak Asasi Manusia (Human Rights)
Hak Asasi Manusia (Human Rights)Hak Asasi Manusia (Human Rights)
Hak Asasi Manusia (Human Rights)dionteguhpratomo
 
Politik hukum agraria sudjito
Politik hukum agraria   sudjitoPolitik hukum agraria   sudjito
Politik hukum agraria sudjitojonatanwardian
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Idik Saeful Bahri
 
4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`HIMA KS FISIP UNPAD
 
Dasar hukum laut indonesia
Dasar hukum laut indonesia Dasar hukum laut indonesia
Dasar hukum laut indonesia ahmad akhyar
 
Perlindungan dan penegakan ham
Perlindungan dan penegakan hamPerlindungan dan penegakan ham
Perlindungan dan penegakan hamTriany Syafrilia
 
Penegakan Hukum Hak Cipta dan Desain Industri
Penegakan Hukum Hak Cipta dan Desain IndustriPenegakan Hukum Hak Cipta dan Desain Industri
Penegakan Hukum Hak Cipta dan Desain Industrialsalcunsoed
 
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIPMateri kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIPNur Fitriana Damayanti
 
Makalah tindak pidana dosen johny
Makalah tindak pidana dosen johnyMakalah tindak pidana dosen johny
Makalah tindak pidana dosen johnyTotok Priyo Husodo
 

What's hot (20)

Sejarah Konstitusi: Yunani - Modern
Sejarah Konstitusi: Yunani - ModernSejarah Konstitusi: Yunani - Modern
Sejarah Konstitusi: Yunani - Modern
 
Perbedaan hukum laut internasional dan nasional
Perbedaan hukum laut internasional dan nasionalPerbedaan hukum laut internasional dan nasional
Perbedaan hukum laut internasional dan nasional
 
Acaraperdata
AcaraperdataAcaraperdata
Acaraperdata
 
Hukum laut internasional
Hukum laut internasionalHukum laut internasional
Hukum laut internasional
 
PPT Kel 2 sejarah perkembangan hukum internasional
PPT Kel 2 sejarah perkembangan hukum internasionalPPT Kel 2 sejarah perkembangan hukum internasional
PPT Kel 2 sejarah perkembangan hukum internasional
 
Air & Space Law - Konvensi Chicago
Air & Space Law - Konvensi ChicagoAir & Space Law - Konvensi Chicago
Air & Space Law - Konvensi Chicago
 
Makalah Hukum Laut
Makalah Hukum LautMakalah Hukum Laut
Makalah Hukum Laut
 
Hak Asasi Manusia (Human Rights)
Hak Asasi Manusia (Human Rights)Hak Asasi Manusia (Human Rights)
Hak Asasi Manusia (Human Rights)
 
Politik hukum agraria sudjito
Politik hukum agraria   sudjitoPolitik hukum agraria   sudjito
Politik hukum agraria sudjito
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
 
4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`4. perkembangan ham di indonesia`
4. perkembangan ham di indonesia`
 
Dasar hukum laut indonesia
Dasar hukum laut indonesia Dasar hukum laut indonesia
Dasar hukum laut indonesia
 
Perlindungan dan penegakan ham
Perlindungan dan penegakan hamPerlindungan dan penegakan ham
Perlindungan dan penegakan ham
 
Hukum lingkungan
Hukum lingkunganHukum lingkungan
Hukum lingkungan
 
Hukum Pidana
Hukum PidanaHukum Pidana
Hukum Pidana
 
Penegakan Hukum Hak Cipta dan Desain Industri
Penegakan Hukum Hak Cipta dan Desain IndustriPenegakan Hukum Hak Cipta dan Desain Industri
Penegakan Hukum Hak Cipta dan Desain Industri
 
kasus Haki ppt
kasus Haki ppt kasus Haki ppt
kasus Haki ppt
 
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIPMateri kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
Materi kuliah Antropologi Hukum,Triyono, UNDIP
 
Makalah tindak pidana dosen johny
Makalah tindak pidana dosen johnyMakalah tindak pidana dosen johny
Makalah tindak pidana dosen johny
 
Anatomi kontrak
Anatomi kontrakAnatomi kontrak
Anatomi kontrak
 

Similar to PELAKSANAAN TRIPS DI INDONESIA

Monopoli upaya memonopoli pengetahuan
Monopoli upaya memonopoli pengetahuanMonopoli upaya memonopoli pengetahuan
Monopoli upaya memonopoli pengetahuanIrsnanda Pribadhi
 
haki.pdf
haki.pdfhaki.pdf
haki.pdfdarma8
 
HKI dan Politik Hukum KI.pdf
HKI dan Politik Hukum KI.pdfHKI dan Politik Hukum KI.pdf
HKI dan Politik Hukum KI.pdfsalsabillam2
 
Perundang undangan keanekaragaman hayati
Perundang undangan keanekaragaman hayatiPerundang undangan keanekaragaman hayati
Perundang undangan keanekaragaman hayatiAgip_mumun
 
Huawei ICT Perlindungan HC, DI, DTLST, RD, Paten
Huawei ICT   Perlindungan HC, DI, DTLST, RD, PatenHuawei ICT   Perlindungan HC, DI, DTLST, RD, Paten
Huawei ICT Perlindungan HC, DI, DTLST, RD, PatenErick Saropie
 
Hak_Kekayaan_Intelektual.pptx
Hak_Kekayaan_Intelektual.pptxHak_Kekayaan_Intelektual.pptx
Hak_Kekayaan_Intelektual.pptxFazleAndi
 
Hukum dagang
Hukum dagang Hukum dagang
Hukum dagang adirianto
 
Perlindungan biodiversitas pangan Indonesia
Perlindungan biodiversitas pangan IndonesiaPerlindungan biodiversitas pangan Indonesia
Perlindungan biodiversitas pangan IndonesiaWahyu Yuns
 
Hbl,agung pangestu,hapzi ali,hukum perdagangan internasional, universitas me...
Hbl,agung pangestu,hapzi  ali,hukum perdagangan internasional, universitas me...Hbl,agung pangestu,hapzi  ali,hukum perdagangan internasional, universitas me...
Hbl,agung pangestu,hapzi ali,hukum perdagangan internasional, universitas me...AgungAgungPangestu
 
Hbl,ahmad syauqi ramadhandy, hapzi ali, hukum perlindungan konsumen, universi...
Hbl,ahmad syauqi ramadhandy, hapzi ali, hukum perlindungan konsumen, universi...Hbl,ahmad syauqi ramadhandy, hapzi ali, hukum perlindungan konsumen, universi...
Hbl,ahmad syauqi ramadhandy, hapzi ali, hukum perlindungan konsumen, universi...AS_Ramadhandy
 
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...Dyana Anggraini
 
HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...
HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...
HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...febrysaragih
 

Similar to PELAKSANAAN TRIPS DI INDONESIA (20)

Monopoli upaya memonopoli pengetahuan
Monopoli upaya memonopoli pengetahuanMonopoli upaya memonopoli pengetahuan
Monopoli upaya memonopoli pengetahuan
 
haki.pdf
haki.pdfhaki.pdf
haki.pdf
 
Haki
HakiHaki
Haki
 
HKI dan Politik Hukum KI.pdf
HKI dan Politik Hukum KI.pdfHKI dan Politik Hukum KI.pdf
HKI dan Politik Hukum KI.pdf
 
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial OwnershipKeterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
 
Perundang undangan keanekaragaman hayati
Perundang undangan keanekaragaman hayatiPerundang undangan keanekaragaman hayati
Perundang undangan keanekaragaman hayati
 
Haki
HakiHaki
Haki
 
Hari HKI 1
Hari HKI 1Hari HKI 1
Hari HKI 1
 
Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia
Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesiaKerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia
Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia
 
Huawei ICT Perlindungan HC, DI, DTLST, RD, Paten
Huawei ICT   Perlindungan HC, DI, DTLST, RD, PatenHuawei ICT   Perlindungan HC, DI, DTLST, RD, Paten
Huawei ICT Perlindungan HC, DI, DTLST, RD, Paten
 
Hak_Kekayaan_Intelektual.pptx
Hak_Kekayaan_Intelektual.pptxHak_Kekayaan_Intelektual.pptx
Hak_Kekayaan_Intelektual.pptx
 
Bab10 haki
Bab10 hakiBab10 haki
Bab10 haki
 
Surat PWYP Indonesia Open Contract EITI
Surat PWYP Indonesia Open Contract EITISurat PWYP Indonesia Open Contract EITI
Surat PWYP Indonesia Open Contract EITI
 
Hukum dagang
Hukum dagang Hukum dagang
Hukum dagang
 
Perlindungan biodiversitas pangan Indonesia
Perlindungan biodiversitas pangan IndonesiaPerlindungan biodiversitas pangan Indonesia
Perlindungan biodiversitas pangan Indonesia
 
Hbl,agung pangestu,hapzi ali,hukum perdagangan internasional, universitas me...
Hbl,agung pangestu,hapzi  ali,hukum perdagangan internasional, universitas me...Hbl,agung pangestu,hapzi  ali,hukum perdagangan internasional, universitas me...
Hbl,agung pangestu,hapzi ali,hukum perdagangan internasional, universitas me...
 
Hbl,ahmad syauqi ramadhandy, hapzi ali, hukum perlindungan konsumen, universi...
Hbl,ahmad syauqi ramadhandy, hapzi ali, hukum perlindungan konsumen, universi...Hbl,ahmad syauqi ramadhandy, hapzi ali, hukum perlindungan konsumen, universi...
Hbl,ahmad syauqi ramadhandy, hapzi ali, hukum perlindungan konsumen, universi...
 
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
 
HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...
HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...
HBL,Febry Dian Utami Saragih,Hapzi Ali,Hukum Perdagangan Internasional,Univer...
 
Hakiii makalah
Hakiii makalahHakiii makalah
Hakiii makalah
 

More from Yuca Siahaan

Dampak penghapusan tarif bea masuk oleh negara anggota wto terhadap makroekon...
Dampak penghapusan tarif bea masuk oleh negara anggota wto terhadap makroekon...Dampak penghapusan tarif bea masuk oleh negara anggota wto terhadap makroekon...
Dampak penghapusan tarif bea masuk oleh negara anggota wto terhadap makroekon...Yuca Siahaan
 
Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral RI: Sebuah Pengantar"
Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral  RI: Sebuah Pengantar"Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral  RI: Sebuah Pengantar"
Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral RI: Sebuah Pengantar"Yuca Siahaan
 
Contoh Proposal Penelitian
Contoh Proposal PenelitianContoh Proposal Penelitian
Contoh Proposal PenelitianYuca Siahaan
 
Beberapa pertanyaan dalam metode kuantitatif
Beberapa pertanyaan dalam metode kuantitatifBeberapa pertanyaan dalam metode kuantitatif
Beberapa pertanyaan dalam metode kuantitatifYuca Siahaan
 
Analytic hierarchy process
Analytic hierarchy processAnalytic hierarchy process
Analytic hierarchy processYuca Siahaan
 
Indikator makroekonomi indonesia
Indikator makroekonomi indonesiaIndikator makroekonomi indonesia
Indikator makroekonomi indonesiaYuca Siahaan
 
Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)
Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)
Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)Yuca Siahaan
 
Aliran aliran makro ekonomi
Aliran aliran makro ekonomiAliran aliran makro ekonomi
Aliran aliran makro ekonomiYuca Siahaan
 
Wawancara Koperasi Mahasiswa UNS
Wawancara Koperasi Mahasiswa UNSWawancara Koperasi Mahasiswa UNS
Wawancara Koperasi Mahasiswa UNSYuca Siahaan
 
Analisis swot koperasi
Analisis swot koperasiAnalisis swot koperasi
Analisis swot koperasiYuca Siahaan
 
Exchange rate dan neraca pembayaran
Exchange rate dan neraca pembayaranExchange rate dan neraca pembayaran
Exchange rate dan neraca pembayaranYuca Siahaan
 
Indeks Demokrasi Indonesia
Indeks Demokrasi IndonesiaIndeks Demokrasi Indonesia
Indeks Demokrasi IndonesiaYuca Siahaan
 
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunanBeberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunanYuca Siahaan
 
Resensi buku utang pemerintah mencekik rakyat
Resensi buku utang pemerintah mencekik rakyatResensi buku utang pemerintah mencekik rakyat
Resensi buku utang pemerintah mencekik rakyatYuca Siahaan
 
Commen currency area analysis kel.11 (2)
Commen currency area analysis kel.11 (2) Commen currency area analysis kel.11 (2)
Commen currency area analysis kel.11 (2) Yuca Siahaan
 
Analisis pasar by kel 11
Analisis pasar by kel 11Analisis pasar by kel 11
Analisis pasar by kel 11Yuca Siahaan
 
kriteria investasi
kriteria investasikriteria investasi
kriteria investasiYuca Siahaan
 
Investasi sdm melalui program magang
Investasi sdm melalui program magangInvestasi sdm melalui program magang
Investasi sdm melalui program magangYuca Siahaan
 
Ruang lingkup dan pentingnya eko sdm
Ruang lingkup dan pentingnya eko sdmRuang lingkup dan pentingnya eko sdm
Ruang lingkup dan pentingnya eko sdmYuca Siahaan
 

More from Yuca Siahaan (20)

Dampak penghapusan tarif bea masuk oleh negara anggota wto terhadap makroekon...
Dampak penghapusan tarif bea masuk oleh negara anggota wto terhadap makroekon...Dampak penghapusan tarif bea masuk oleh negara anggota wto terhadap makroekon...
Dampak penghapusan tarif bea masuk oleh negara anggota wto terhadap makroekon...
 
Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral RI: Sebuah Pengantar"
Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral  RI: Sebuah Pengantar"Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral  RI: Sebuah Pengantar"
Resensi Buku "Bank Indonesia Bank Sentral RI: Sebuah Pengantar"
 
Contoh Proposal Penelitian
Contoh Proposal PenelitianContoh Proposal Penelitian
Contoh Proposal Penelitian
 
Beberapa pertanyaan dalam metode kuantitatif
Beberapa pertanyaan dalam metode kuantitatifBeberapa pertanyaan dalam metode kuantitatif
Beberapa pertanyaan dalam metode kuantitatif
 
Analytic hierarchy process
Analytic hierarchy processAnalytic hierarchy process
Analytic hierarchy process
 
Indikator makroekonomi indonesia
Indikator makroekonomi indonesiaIndikator makroekonomi indonesia
Indikator makroekonomi indonesia
 
Fenomena pilkada
Fenomena pilkadaFenomena pilkada
Fenomena pilkada
 
Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)
Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)
Kasus bima(otonomi daerah vs pembangunan)
 
Aliran aliran makro ekonomi
Aliran aliran makro ekonomiAliran aliran makro ekonomi
Aliran aliran makro ekonomi
 
Wawancara Koperasi Mahasiswa UNS
Wawancara Koperasi Mahasiswa UNSWawancara Koperasi Mahasiswa UNS
Wawancara Koperasi Mahasiswa UNS
 
Analisis swot koperasi
Analisis swot koperasiAnalisis swot koperasi
Analisis swot koperasi
 
Exchange rate dan neraca pembayaran
Exchange rate dan neraca pembayaranExchange rate dan neraca pembayaran
Exchange rate dan neraca pembayaran
 
Indeks Demokrasi Indonesia
Indeks Demokrasi IndonesiaIndeks Demokrasi Indonesia
Indeks Demokrasi Indonesia
 
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunanBeberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
Beberapa pertanyaan dalam perencanaan pembangunan
 
Resensi buku utang pemerintah mencekik rakyat
Resensi buku utang pemerintah mencekik rakyatResensi buku utang pemerintah mencekik rakyat
Resensi buku utang pemerintah mencekik rakyat
 
Commen currency area analysis kel.11 (2)
Commen currency area analysis kel.11 (2) Commen currency area analysis kel.11 (2)
Commen currency area analysis kel.11 (2)
 
Analisis pasar by kel 11
Analisis pasar by kel 11Analisis pasar by kel 11
Analisis pasar by kel 11
 
kriteria investasi
kriteria investasikriteria investasi
kriteria investasi
 
Investasi sdm melalui program magang
Investasi sdm melalui program magangInvestasi sdm melalui program magang
Investasi sdm melalui program magang
 
Ruang lingkup dan pentingnya eko sdm
Ruang lingkup dan pentingnya eko sdmRuang lingkup dan pentingnya eko sdm
Ruang lingkup dan pentingnya eko sdm
 

PELAKSANAAN TRIPS DI INDONESIA

  • 1. “PELAKSANAAN TRIP’S DAN HAKI PADA DUNIA BISNIS DI INDONESIA” O L E H : YUCA SIAHAAN F0109109 STUDI PEMBANGUNAN – FE UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
  • 2. 1. PENGERTIAN TRIP’S TRIPS (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights) merupakan perjanjian internasional di bidang HAKI terkait perdagangan. Perjanjian ini merupakan salah satu kesepakatan di bawah organisasi perdagangan dunia atau WTO (World Trade Organization) yang bertujuan menyeragamkan sistem HAKI di seluruh negara anggota WTO mulai 1 Januari 2000. Persetujuan TRIPs merupakan salah satu dari tiga pilar WTO, dua pilar lainnya dalah Persetujuan baru mengenai Perdagangan Jasa. TRIPS merupakan rejim peraturan HAKI dengan obyek perlindungan paling luas dan paling ketat. Karena merupakan bagian dari WTO maka, pelaksanan TRIPS dilengkapi dengan sistem penegakan hukum serta penyelesaian sengketa. Hal lainnya secara tegas diatur dalam Agreement on TRIPs adalah ketentuan mengenai masalah acara pidana dengan sanksi dalam kasus-kasus yang melibatkan pemalsuan merek atau pembajakan hak cipta yang secara sengaja dilakukan untuk tujuan dagang (komersial). KELEMAHAN/PERMASALAHAN TRIPS 1. Kesepakatan TRIPS dihasilkan dari proses perundingan yang tidak transparan, tidak partisipatif, tidak seimbang dan tidak demokratis dimana materi perundingan didominasi dan didesakkan oleh negara maju. Akibatnya perjanjian TRIPS lebih mengakomodasi kepentingan negara maju dan perusahaan multinasional. 2. Terdapat indikasi bahwa TRIPs justru akan meningkatkan arus dana dari negara berkembang ke negara maju melalui pembayaran royalti, mengingat 97 persen pemegang paten dunia berasal dari negara maju. Juga tidak ada indikasi bahwa negara maju akan melakukan alih teknologi dengan cuma-cuma kepada negara berkembang, apabila diadakan perlindungan HAKI, mengingat perusahaan multinasional dari negara majulah sebenarnya yang menjadi subyek perlindungan HAKI seperti pada paten. Sebaliknya TRIPS akan menghambat pengembangan pengetahuan lokal. Selain itu pelaksanaannya di negara berkembang juga memerlukan biaya yang tinggi, yaitu 15 juta dollar AS untuk Indonesia. 3. Ada indikasi TRIPS akan mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan mengingat pelaksanaannya cenderung akan meningkatkan harga obat, termasuk obat penyelamat serta obat esensial. Di Indonesia, karena hak paten, maka harga obat menjadi jauh lebih tinggi dibandingkan harga obat generik, yaitu bisa mencapai 10 atau 45 kali lipat. Hal ini dapat disiasati oleh ketentuan impor paralel
  • 3. dan lisensi wajib sesuai ketentuan TRIPS, tetapi pelaksanaannya seringkali ditentang oleh negara maju. 4. TRIPS juga menegasikan kepemilikan dan inovasi komunal karena subyek HAKI adalah individu atau perusahaan, padahal banyak inovasi terjadi secara komunal sehingga pemiliknya adalah masyarakat secara kolektif. TRIPS juga tidak mengakui inovasi yang tidak ditujukan bagi industri, yaitu inovasi lokal yang ditujukan bagi kesejahteraan ekonomi, sosial dan kultural setempat. Akibatnya, inovasi lokal seringkali justru “dirambah” dan diprivatisasi oleh perusahaan atau individu seperti halnya yang terjadi dengan penerapan hak paten atas ekstrak tanaman obat tradisional, desain batik, ataupun desain perhiasaan yang merupakan kreasi turun temurun. 5. TRIPS memaksakan paradigma perlindungan HAKI yang seragam di negara anggota WTO, padahal ada perbedaan mendasar dalam perspektif memandang HaKI antara negara berkembang dan negara maju. Negara maju menganut sistem perlindungan HAKI modern yang memberikan hak eksklusif pada individu atas ilmu dan penemuannya. Negara berkembang dengan masyarakat yang masih tradisional, justru menganggap peniruan karya dan pengetahuan sebagai penghargaan tertinggi atas karya tersebut. TRIPS secara tidak demokratis menghukum negara berkembang atas perbedaan perspektif ini. 6. Walaupun ada pasal-pasal pengaman di dalam ketentuan TRIPS, seperti lisensi wajib, impor paralel, menjaga kesehatan publik dan lingkungan serta tidak boleh bertentangan dengan moral publik, proses pelaksanaannya sering dihambat oleh negara maju. Contoh kasus adalah tidak tersedianya obat HIV/AIDs di banyak negara karena upaya impor paralel dari negara yang menyediakan obat dengan harga lebih murah seringkali ditentang oleh negara maju. 7. Dari sisi keragaman hayati, pasal 27.3(b) TRIPS mengatur hak paten atas bahan hayati yaitu mikroorganisme serta perlindungan HAKI berupa paten ataupun sistem unik yang disebut sui generis untuk varietas tanaman. Pasal ini yang paling banyak diperdebatkan karena ditengarai akan mempunyai implikasi pada pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan keragaman hayati, pembagian keuntungan dari pemanfaatan tersebut dan hak masyarakat lokal, serta akan mempunyai implikasi sosial, ekonomi, etika serta moralitas. Pasal 27.3(b) diduga akan mengarah pada monopoli kepemilikan atas bentuk kehidupan pada sekelompok orang. Saat ini walaupun TRIPS belum diterapkan di semua negara
  • 4. anggota WTO secara penuh, aplikasi serta pemberian hak paten atas bahan hayati sudah marak terjadi, dari ekstrak tumbuhan obat hingga gen dan DNA manusia. TRIPS akan melegalkan proses ini. Dengan demikian TRIPS diduga akan mempunyai implikasi berikut pada keragaman hayati: a) menimbulkan monopoli kepemilikan keragaman hayati beserta pengetahuannya; b) menegasikan inovasi tradisional masyarakat adat/lokal ; c) membuka peluang bari perambahan bahan hayati serta pengetahuan tradisional yang melekat padanya (biopiracy); d) mendorong erosi keragaman hayati karena inovator hanya akan mendorong pemanfaatan spesies yang komersial serta mengabaikan yanglain. 8. Pelaksanaan TRIPS juga berpotensi menimbulkan konflik dengan pelaksanaan perjanjian internasional dibidang lingkungan seperti Konvensi Keanekaragaman Hayati (KKH). TRIPS bertujuan mendorong melindungi teknologi dengan HAKI, sementara KKH menganjurkan alih teknologi dan menyebutkan agar perlindungan HAKI tidak bertentangan dengan tujuan KKH yaitu pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan dari keragaman hayati. KKH mengakui dan melindungi pengetahuan tradisional, sementara TRIPS menegasikannya. Namun karena TRIPS mempunyai daya pelaksanaan yang lebih kuat serta sistem retaliasi (pembalasan) atas pelanggaran, maka banyak negara memilih menerapkan TRIPS dan mengabaikan kesepakatan internasional di bawah PBB seperti KKH. 9. Walaupun pada Konferensi Tingkat Menteri Keempat di Doha menghasilkan satu deklarasi khusus yang memperbolehkan TRIPS digunakan dengan cara yang meningkatkan pelayanan kesehatan publik, tetapi isi ketentuan TRIPS sendiri belum diamandemen. 2. DASAR PENGENAAN TRIP’S Menurut prinsip dasar TRIPs, perlindungan dan penegakan HKI seharusnya menyumbangkan peningkatan inovasi di bidang teknologi dan untuk pengalihan dan penyebaran teknologi, bagi keuntungan produser maupun bagi para pengguna ilmu teknologi tersebut dan didalam sebuah cara yang kondusif, berguna bagi kesejahteraan ekonomi dan sosial, dan bagi keseimbangan hak dan kewajiban. Hak kekayaan intelektual yang diatur “minimum standard” dan lamanya perlindungan dalam persetujuan ini adalah patent, copyright and related right,trade
  • 5. marks, industral design, layout-designs of integrated circuit, undisclosed information dan geographical indications.Prinsip dasar yang dianut oleh persertujuan TRIPs adalah bahwa persetujuan ini menegaskan kembali (menguatkan kembali) prinsip “ national treatment “ sebagai mana diatur dalam berbagai konfensi internasional. Salah satu hal yang sangat penting dari persetujuan TRIPS adalah jangka waktu minimum perlindungan sebagai berikut : a. Hak patent perlindungan diberikan selama 20 tahun; b. Copy right diluar cinematographic atau photograpic selama 50 tahun sejak diumumkan atau selama hidup pemegang hak ditambah 50 tahun; c. Pemegang hak karya cinematographic diberikan perlindungan selama 50 tahun setelah karya tersebut dipublikasikan; d. Photographic selama 25 tahun sejak karya tersebut selesai dibuat; e. Trade mark selama 7 tahun sejak pendaftaran pertama dan setiap kali dapat diperpanjang; f. Performers and producers of phonograms diberikan jangka waktu perlindungan selama 50 tahun di hitung dari akhir tahun kalender dimana pertunjukan diselenggarakan; g. Hak penyiaran (broadcasting ) diberikan waktu selama 20 tahun dihitung dari akhir tahun kalender dari penyiaran dilakukan ; h. Industrial design selama 10 tahun; i. Layout-design diberikan jangka waktu selama 10 tahun dari tanggal pendaftaran dan jika pendaftaran tidak disyaratkan maka perlindungan selama 10 tahun tersebut di hitung sejak hari pertama dimanfaatkan. 3. GAMBARAN PELAKSANAAN TRIP’S DI BISNIS INTERNASIONAL DAN DI INDONESIA a. Pelaksanaan di Bisnis Internasional Article 22, Article 23, Article 24 dari Persetujuan TRIPS sebagaimana pada lampiran 2, mengatur mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual di bidang indikasi geografis. Bila dalam Article 22 diatur ketentuan yang mencakup berbagai produk, dalam Article 23 diatur ketentuan spesifik mengenai perlindungan dalam bentuk indikasi geografis bagi wines and spirits.
  • 6. b. Pelaksanaan TRIP’s di Indonesia Indonesia menyetujui pembentukan WTO yang didalamnya tercapkup mengenai persetujuan tentang TRIP’s melalu UU NO. 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Esstablishing The Word Trade Organization. Tiga undang-undang baru yang disahkan adalah UU No. 31/2000 tentang Desain Industri, UU No. 32/2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan UU No.29/2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Tiga undang-undang direvisi yaitu berkaitan dengan merek (UU No. 15/2000), paten (UU No. 14/2000) dan Hak Cipta (UU No. 19/2002) Harmonisasi perundangan dilakukan lebih untuk menghindari tekanan negara maju seperti AS dan memenuhi ketentuan internasional ketimbang kepentingan nasional dan lokal. Dalam hal ini proses revisi perundangan di bidang HAKI, terutama berkaitan dengan paten telah dilakukan secara terburu-buru, tidak akomodatif dan tanpa pertimbangan tentang implikasi jangka panjang. Pengesahan revisi peraturan diwarnai dengan konflik kepentingan serta perbedaan pendapat di berbagai pihak, tetapi pemerintah maupun DPR tidak memfasilitasi diadakannya proses dialog antar berbagai kelompok tersebut agar dicapai titik temu. Proses pembahasan undangundang paten juga tidak melibatkan kelompok penting dalam masyarakat yang mungkin menerima dampak dari pemberlakukan HAKI sesuai dengan TRIPS seperti petani (yang berkepentingan dengan hak paten atas benih), penjual jamu tradisional (berkaitan dengan paten atas tumbuhan obat) dan pengrajin tradisional. DPR maupun pemerintah tidak melakukan kajian tentang dampak TRIPS pada kelompok masyarakat ini. DPR dan pemerintah juga memberlakukan TRIPS tanpa kajian tentang manfaat dan resikonya serta biaya yang diperlukan bagi implementasi. Juga tidak ada kajian tentang celah-celah yang memungkinkan Indonesia mematuhi TRIPS tanpa merugikan kepentingan nasional seperti memberlakukan ketentuan impor paralel dan lisensi wajib dalam bidang obat serta pembentukan peraturan nasional yang unik untuk melindungi varietas tanaman sebagai sistem sui generis yang disyaratkan TRIPS. Pemerintah juga kurang mengamati perkembangan internasional dimana perdebatan dan kaji ulang tentang beberapa bagain TRIPS sedang berlangsung. Dengan meratifikasi TRIPS, maka pemerintah dan DPR telah memberlakukan hak paten atas mahluk hidup tanpa memikirkan implikasinya pada jangka panjang terutama pada keragaman hayati serta pengetahuan tradisional tentang
  • 7. pemanfaatannya. Pemerintah juga tidak mempertimbangkan kenyataan bahwa Indonesia termasuk dalam kelompok negara berkembang yang mengkritisi pasal 27.3(b) dari TRIPS di dalam perundingan di WTO. Pelaksanaan TRIPS di Indonesia menghadapi berbagai kendala, seperti persiapan lembaga yang tidak memadai, lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah, terbatasnya sumber daya manusia dan dana, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang HAKI, lemahnya penegakan hukum serta proses pengesahan dan pengumuman paten yang tidak sesuai serta makan waktu lama. Pemerintah telah mengambil kebijakan dalam pelaksanakan beberapa ketentuan dalam persetujuan TRIP’s. Pada intinya semua peraturan perundangundangan di bidang hak kekayaan intelektual telah disusun dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan selaras dengan ketentuan minimum sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Persetujuan TRIP’s. Walaupun demikian, berikut ini dikemukakan beberapa di antara ketentuan dalam Persetujuan TRIPS yang kiranya memerlukan penelahaan lebih lanjut. 1) Perlindungan hak kekayaan intelektual di bidang bioteknologi Pemerintah dalam hal ini telah menyusun UU mengenai Paten, yakni UU Nomor 14 tahun 2001 yang berbunyi : Paten tidak diberikan untuk invensi tentang : a. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan; b. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan atau hewan; c. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau d. i. semua mahluk hidup, kecuali jasad renik; ii. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis Di samping itu, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, berdasarkan UU nomor 29 Tahun 2000 Indonesia juga melindungi invensi mengenai varietas (baru) tanaman. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas jelaslah bahwa bentuk perlindungan hak kekayaan intelektual sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Persetujuan TRIPS telah tersedia di Indonesia.
  • 8. Walaupun demikian, dapat dikemukakan mengenai adanya masukan dari sebagian negara anggota WTO agar ketentuan tersebut dapat lebih sempurna guna mendukung Ketentuan yang ditetapkan dalam Convention on Biological Diversity (CBD), yang oleh Indonesia telah diratifikasi melalui Undang-undang No. 5 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Konvensi Keanekaregaman Hayati. Usulan yang diajukan agar mencakup juga beberapa aspek penting sehubungan dengan akses sumber daya genetika (acces to genetic resources) dalam ketentuan pemberian paten misalnya : dengan menyebutkan asal-usul bahan/materi yang digunakan (source of origin), melampirkan bukti bahwa para peneliti sebelumnya telah memberitahukan secara memadai kepada pihak/otoritas yang berkompeten di tempat yang bersangkutan (prior informed consent), serta melengkapinya dengan kesepakatan pembagian hasil yang sepadan (benefit sharing agreement). Pendapat lain yang juga telah dimunculkan adalah untuk mengupayakan sistem perlindungan bagi traditional knowledge yang lebih memadai di luar sistem Hak kekayaan intelektual yang telah ada sekarang ini. World Intellectual Property Organization (WIPO) telah membentuk suatu Inter Governmental Committee on Intelectual Property and Genetic resources, Traditional Knowledge anf Folklore dengan tugas pokok berupaya untuk memperoleh solusi yang bijaksana mengenai permasalahan tersebut. Dalam sidangnya yang pertama pada bulan Mei 2001, Committee tersebut membahas 3 tema pokok yaitu :  Access to genetic resources and benefit sharing;  Protection or traditional knowledge, innovation and creativity; dan  Protection of expression of folklore including handicrafts. Dalam hal ini Pemerintah berpandangan untuk mendukung upaya yang telah dirintis oleh WIPO. Di samping itu mengingat bidang ilmu (bioteknologi) yang relatif baru ini erat kaitannya dengan kemungkinan dihasilkannya jasad renik (micro-organisme) yang baru, perlu pula kiranya dikemukakan adanya isu yang berkembang pada akhir-akhir ini di dalam negri yang pada intinya menolak pematenan atas segala bentuk mahluk hidup. Padahal, sebagaimana dimaklumi, UU paten (pada pasal 7 huruf d) telah mengakomodasi usulan tersebut kecuali untuk invensi mengenai jasad renik. Sejak diberlakukannya UU Paten lama (UU No. 6 tahun 1989 tentang Paten) pada tahun
  • 9. 1991, permohonan paten dari masyarakat Indonesia mengenai jasad renik memang masih rendah. Namun, beberapa institusi seperti Departemen Pertanian seperti Badan Litbang, Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian – Universitas Pajajaran, dan Institut Teknologi bandung memandang tetap perlu adanya perlindungan paten bagi invensi mengenai (atau yang berkaitan dengan) jasad renik. 2) Perlindungan hak kekayaan intelektual di bidang indikasi geografis Sebagaimana negara lainnya, ada beraneka ragam hasil alam dan produk hasil olahan yang khas berasal dari Indonesia dan dapat dikategorikan masuk dalam perlindungan indikasi geografis, baik dalam bentuk hasil pertanian, hasil pemrosesan produk pertanian, hasil kerajinan tangan, atau hasil industri lain. Oleh karena itu, beberapa negara (termasuk Indonesia) telah mengajukan proposal untuk merevisi ketentuan tersebut sehingga cakupan produk yang dilindungi dapat lebih luas dan tidak hanya terbatas pada produk wines and spirits. Walaupun demikian, perlu ditelaah lebih lanjut apakah proposal ini betulbetul perlu dan berpeluang besar untuk diakomodasikan mengingat bahwa : - Persetujuan TRIPS juga mengatur bahwa sesuatu dilindungi berdasarkan indikasi geografis di suatu negara juga perlu diakui di negara lain (TRIPS Knowledges that what is recognized as a geographical indication in one jurisdiction may be seen as a descriptive term elsewhere); Di Indonesia, indikasi geografis tidak diatur dalam ketentuan tersendiri (secara sui generis) melainkan telah dicakup dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek sebagaimana tercantum dalam Bab VII pada Pasal 56 s.d Pasal 60. 3) Registrasi multilateral bagi indikasi geografi Article 23 (4) Persetujuan TRIPS memungkinkan dilakukannya negosiasi untuk memungkinkan dilakukannya registrasi multilateral terhadap indikasi geografis bagi wines. Negara-negara yang tergabung dalam EU dan beberapa negara Eropa lainnya menginginkan disusunnya peraturan lebih lanjut (tersendiri) mengenai indikasi geografis yang diharapkan dapat merupakan hak yang bersifat eksklusif dan mencakup komunitas yang lebih luas dan tidak sekedar diatur secara sendiri-sendiri oleh masing-masing negara. Sedangkan beberapa negara lain seperti AS, Jepang, New Zealand, dan beberapa negara Amerika Latin mengharapkan bahwa sistem regostrasi tersebut
  • 10. seyogyanya tidak menimbulkan kesulitan administratif dan konsekuensi hukum yang rumit, cukup merupakan sistem yang bersifat voluntary dan terutama berfungsi sebagai clearing house bagi informasi mengenai perlindungan indikasi geografis di masing-masing negara. Menurut pandangan Pemerintah, usulan kedua lebih realistis untuk didukung. 4) Penanggulangan terhadap pembajakan optical disc Tingginya tingkat pembajakan optical disc tidak hanya mengkhawatirkan pihak pemegang hak cipta, melainkan juga Pemerintah. Walaupun peraturan perundang-undangan mengenai hak cipta yang tersedia pada saat ini relatif sudah cukup memadai mengatur mengenai hal yang berkaitan dengan pendayagunaan optical disc, koordinasi dengan semua pihak yang berkompeten perlu lebih diintensifkan guna menekan tingginya produk hasil bajakan yang pada saat ini beredar di masyarakat luas. Kegiatan sosialisasi dan penyuluhan yang terprogram dengan baik bagi berbagai pihak masih perlu terus ditingkatkan. Di samping itu, langkah-langkah yang bersifat lebih konkrit perlu segera dipersiapkan dan ditindaklanjuti secara sistematis. Hak Cipta Hal-hal baru dalam UU ak Cipta No. 12/1997 : Copyright works, performers, producers of phonogram, broadcasting organization, dan hak penyewaan, program komputer, serta karya sinematografi. Paten UU Paten No. 13/1997 dan disempurnakan lagi dengan UU No. 14 th 2001, mencakup:  Perpanjangan jangka waktu perlindungan;   Lingkup invensi yang dapat diberikan paten;   Pemenuhan persyaratan PCT   Lingkup dari hak khusus pemegang paten   Paralel Impor   Lisensi Wajib   Bolar provisi  Merek UU Merek No. 14/1997
  • 11.  Mekanisme pendaftaran ulang merek terkenal;   Perlindungan atas Indikasi Geografis  4. PELAKSANAAN HAKI Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) merupakan suatu hak milik yang berada dalam ruang lingkup teknologi, ilmu pengetahuan, seni atau karya sastra (Djumhana, 1995). Pemilikan tersebut bukan terhadap barang melainkan terhadap hasil kemampuan intelektual manusia, misalnya berupa ide. Perlindungan atas kekayaan intelektual didasari atas alasan bahwa, walaupun sangat abstrak, kekayaan intelektual dianggap memiliki nilai komersial atau nilai ekonomi. Hal ini karena ‘kekayaan intelektual’ mengacu pada rancang bangun, teknologi atau produk yang ditemukan oleh pribadi atau perusahaan tertentu, dan ‘hak’ mengacu pada pengakuan bahwa penemunya harus diberi imbalan, seperti hak secara eksklusif untuk memanfaatkannya, atau untuk menarik royalti dengan cara menyewakan penggunaannya. Perlindungan HAKI diberikan melalui hak paten, hak cipta, atau merk dagang, kepada ‘pemilik’ atau penemunya (Khor, 1993). Perlindungan HAKI merupakan isu penting pada tingkat internasional dan dianggap sebagai alat untuk meningkatkan kreativitas dan penciptaan. Karena itu dbentuklah WIPO (World Intellectual Property Organization) untuk merundingkan kesepakatan mengenai perlindungan HAKI. WIPO menghasilkan beberapa konvensi internasional, misalnya Konvensi Paris (1967) tentang Perlindungan tentang Kekayaan Industri dan Konvensi Berne (1971) tentang Perlindungan Terhadap Karya Tulis dan Seni. Di Indonesia, ada lima langkah strategis dalam pembangunan sistem HKI, yaitu sosialisasi HKI, pembangunan administrasi dan kelembagaan, penyempurnaan legislasi dan penyertaan pada perjanjian internasional, serta kerjasama internasional dan koordimasi penegakan hukum. HAKI merupakan kekayaan intelektual yang dilindungi oleh undang-undang. Ini berarti setiap orang wajib menghormati HKI orang lain. HKI tidak boleh digunakan oleh orang lain (orang yang tidak berhak) tanpa izin pemiliknya, kecuali apabila ditentukan lain oleh undang-undang. Perlindungan hukum berlaku bagi HKI yang sudah terdaftar dan dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran dengan perlindungan hukum berlangsung selama jangka waktu yang ditentukan menurut bidang dan
  • 12. klasifikasinya. Penggunaan HKI orang lain tanpa izin pemiliknya, atau pemalsuan, peniruan HKI orang lain merupakan suatu pelanggaran hukum. UNSUR HAKI Perlindungan hukum HKI merupakan suatu sistem hukum yang terdiri: dari unsur-unsur: 1. Subjek perlindungan. Subjek yang dimaksud adalah pihak pemilik atau pemegang hak; 2. Objek perlindungan. Objek yang dimaksud adalah semua jenis HKI yang diatur oleh undang-undang, seperti hak cipta, merek, paten, rahasia dagang, desain industri desain tata letak sirkuit terpadu, dan varitas tanaman; 3. Pendaftaran perlindungan. HKI yang dilindungi hanyalah yang sudah terdaftar dan dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran, kecuali apabila undang-undang mengatur lain, seperti hak cipta yang boleh tidak terdaftar bedasarkan ketentuan UU Np. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta; 4. Jangka waktu perlindungan. Jangka waktu yang dimaksud adalah lamanya HKI itu dilindungi oleh undang-undan, misalnya merek untuk jangka waktu 10 tahun dan dapat diperpanjang kembali, paten untuk jangka waktu 20 tahun dan tidak dapat diperpanjang kembali, rahasia dagang yang tanpa batas waktu, serta hak cipta yang selama hidup pencipta ditambah 50 tahun sesudah pencipta meninggal dunia; 5. Tindakan hukum perlindungan. Apabila telah terbukti terjadi pelanggaran HKI, maka pelanggar (orang yang melanggar) harus dihukum, baik secara perdata maupun pidana. PELANGGARAN HAKI Adapun jenis-jenis pelanggaran HKI, antara lain adalah sebagai berikut : 1. Untuk bidang Hak Cipta. Pelanggaran dapat berupa perbuatan mengambil, mengutif, merekam, memperbanyak dan mengumumkan ciptaan orang lain, baik sebagian atau seluruhnya tanpa izin Pencipta/Pemegang hak Cipta atau bertentangan dengan UU Hak Cipta atau perjanjian. Bertentangan dalam hal ini dapat diartikan tidak sesuai dengan atau melanggar ketentuan UU Hak Cipta, misalnya :
  • 13. a) Dibolehkan memfotokopi bab tertentu tanpa izin Pencipta untuk kepentingan pendidikan, tetapi fotokopi itu diperjualbelikan (dikomersialkan); b) Mengutif Ciptaan orang lain dimasukkan ke dalam Ciptaan sendiri tanpa menyebutkan sumbernya (plagiat); c) Mengambil Ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana aslinya tanpa mengubah bentuk, isi, Pencipta, penerbit/perekam; d) Melampaui jumlah eksemplar penerbitan yang disepakati dalam perjanjian, misalnya disepakati 2000 eksemplar diterbitkan 4000 eksemplar. Perlu diingat bahwa pelanggaran hak cipta tidak hanya mengenai karya tulis atau cetak tapi juga karya rekaman audio dan video. Berdasarkan ketentuan UU Hak Cipta, ada 2 klasifikasi pelaku kejahatan pelanggaran hak cipta, yaitu : a) Pelaku utama, baik perseorangan maupun badan hukum yang dengan sengaja melanggar Hak Cipta, termasuk pelaku utama adalah pembajak Ciptaan atau rekaman. b) Pelaku pembantu, yaitu pihak yang menyiarkan, memamerkan atau menjual kepada umum Ciptaan atau rekaman yang diketahuinya melanggar Hak Cipta. Termasuk pelaku pembantu adalah penyiar, penyelenggara pameran, penjual, pengedar, pihak yang menyewakan Ciptaan atau rekaman hasil pembajakan. 2. Untuk bidang Merek. Ada 3 jenis pelanggaran merek, yaitu : a) Penggunaan merek yang mempunyai persamaan pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik orang lain; b) Penggunaan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik orang lain; c) Memperdagangkan barang/jasa yang diketahui/patut diketahui berasal dari kejahatan pelanggaran merek, misalnya pemalsuan, peniruan. Pelaku pelanggaran merek (no. 1 & 2) disebut pelaku utama, sedangkan pelaku pelanggaran merek (no. 3) disebut pelaku pembantu. 3. Untuk bidang Paten. Ada 2 klasifikasi tindak pidana pelanggaran paten, yaitu: a) Dalam hal paten produk : membuat, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan hasil produksi yang diberi paten.
  • 14. b) Dalam hal paten proses : menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya, seperti yang dimaksud dalam huruf (a). 4. Untuk bidang Desain Industri. Ada 3 jenis pelanggaran desain industri, yaitu: a) Penggunaan desain industri milik orang lain tanpa izin/persetujuan dari Pemegang Hak Desain Industri yang sah; b) Membuat desain industri milik orang lain tanpa izin/persetujuan dari Pemegang Hak Desain Industri yang sah; c) Menjual desain industri milik orang lain tanpa izin/persetujuan dari Pemegang Hak Desain Industri yang sah. Pelaku pelanggaran desain industri (no. 1 & 2) disebut pelaku utama, sedangkan pelaku pelanggaran desain industri (no. 3) disebut pelaku pembantu. 5. Untuk Rahasia Dagang. Berdasarkan ketentuan Pasal 13, 14 dan 15 UU Rahasia Dagang, No. 30 Tahun 2000, pelanggaran rahasia dagang dianggap telah terjadi : a) Jika terdapat seseorang dengan sengaja mengungkapkan informasi atau mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban (wanprestasi) atas perikatan yang telah dibuatnya, baik tersurat maupun tersirat untuk menjaga rahasia dagang dimaksud. b) Jika seseorang memperoleh atau menguasai rahasia dagang dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c) Kekecualian terhadap ketentuan pelanggaran rahasia dagang ini diberikan terhadap pengungkapan atau penggunaan rahasia dagang yang didasarkan untuk kepentingan pertahanan keamanan, kesehatan, dan keselamatan masyarakat di samping berlaku pula untuk tindakan rekayasa ulang atas produk yang dihasilkan dari penggunaan rahasia dagang milik orang lain yang dilakukan semata-mata untuk kepentingnan pengembangan lebih lanjut produk yang bersangkutan. Dalam KUH Pidana Indonesia terdapat beberapa pasal yang berkaitan dengan informasi yang harus dirahasiakan untuk kepentingan Negara seperti yang dimuat dalam ketentuan Pasal 112, 113, 114, 115, dan 116. MANFAAT HAKI
  • 15. - Perlindungan hukum sebagai insentif bagi inventor, kreator, desainer, dan pencipta dengan memberikan hak khusus untuk mengkomersialkan hasil dari kreatifitasnya; - Menciptakan iklim yang kondusif bagi investor - Mendorong kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan penemuan baru di berbagai bidang; - Peningkatan dan perlindungan HaKI akan mempercepat pertumbuhan industri, menciptakan lapangan kerja baru, mendorong meningkatkan kualitas hidup manusia yang perubahan memberikan ekonomi, kebutuhan masyarakat luas. - Sistem paten akan memperkaya pengetahuan masyarakat dan melahirkan penemu-penemu baru/inovasi - Meningkatkan kreatifitas TINDAKAN / KONSEKUENSI PELANGGAR HAKI Setiap pelanggaran HAKI pasti akan merugikan pemilik/pemegang haknya dan/atau kepentingan umum/Negara. Pelaku pelanggaran harus ditindak dan wajib memulihkan kerugian yang diderita oleh pemilik/pemegang hak atau Negara. Penindakan dan pemulihan tersebut diatur oleh undang-undang HKI. Ada tiga kemungkinan penindakan dan pemulihan, yaitu : Secara perdata berupa gugatan :  Ganti kerugian terhadap pelanggar;  Penghentian perbuatan pelanggaran;  Penyitaan barang hasil pelanggara untuk dimusnahkan. Secara pidana berupa penuntutan :  Hukuman pidana maksimal 7 tahun penjara; dan/atau  Hukuman denda maksimum Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah);  Perampasan barang yang digunakan melaksanakan kejahatan untuk dimusnahkan. Secara administratif berupa tindakan :  Pembekuan/pencabutan SIUP;  Pajak/bea masuk yang tidak dilunasi;  Reekspor barang hasil pelanggaran.
  • 16. 5. PROSPEK PELAKSANAAN TRIP’S DAN HAKI KE DEPAN Penggunaan sistem HKI sesungguhnya memiliki bahayanya sendiri ketika hendak diterapkan dalam melindungi pengetahuan tradisional Indonesia. Sistem ini mengadopsi positive protection system, yang mengandalkan sistem registrasi dan pemberian hak oleh negara. Dalam sistem ini hak dan perlindungan oleh negara diberikan setelah dilakukan pendaftaran. Siapa yang melakukan pendaftaran, dialah yang dianggap sebagai pengemban haknya. Para pendaftar ini kemudian diberi hak eksklusif untuk menggunakan sendiri atau melarang pihak lain menggunakan teknologi atau desain yang bersangkutan. Tentu saja, hal ini akan melahirkan potensipotensi konflik baru di antara pemegang hak pendaftaran. Prospek pelaksanaan HAKI ke depannya memiliki orientasi yang lebih tajam dan memiliki prospek mamfaat yang lebih berkualitas guna peningkatan daya saing. Peran dan Tantangan Sistem HaKI di Masa Depan  Menciptakan iklim perdagangan dan investasi yang kompetitif;  Meningkatkan perkembangan teknologi;  Mendukung perkembangan dunia usaha yang kompetitif dan spesifik di pasar global;  Meningkatkan invensi dan inovasi dalam negri yang berorientasi ekspor dan bernilai komersial;  Mempromosikan sumber daya sosial dan budaya yang dimiliki;  Memberikan reputasi internasional untuk ekspor produk lokal yang berkarakter dan memiliki tradisi budaya daerah. Prospek hukum hak kekayaan intelektual di indonesia dalam rangka memberikan perlindungan bagi masyarakat Indonesia Kondisi ini menuntut peran aktif pemerintah sebagai otoritas yang berkewajiban melindungi ancaman terhadap hak-hak warga masyarakatnya, yakni yang berupa pencurian dan pembajakkan terhadap hak-hak kolektif warga masyarakat lokal. Beberapa alternatif dapat dilakukan Pemerintah berkenaan dengan gagasan perlindungan yang dapat diberikan terhadap hak-hak warga masyarakat lokal di Indonesia. Berbagai alternatif itu dapat dilakukan secara simultan, mulai dari penyesuaian atas produk hukum yang sudah ada, termasuk rezim HKI, membentuk perundang-undangan baru berkenaan dengan persoalan akses orang asing terhadap sumber daya hayati dan pengetahuan tradisional
  • 17. Indonesia serta persoalan pembagian manfaat kepada warga masyarakat lokal atas akses dan penggunaan sumber daya tersebut.  Pembentukan perundang-undangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal Perundang-undangan adalah salah satu perangkat yang dapat dipergunakan dalam rangka melindungi hak-hak warga masyarakat dari pencurian/pembajakkan yang dilakukan oleh bangsa lain. Mengingat rezim HKI adalah salah satu rezim yang paling banyak dibicarakan dalam forum internasional (antara lain : WIPO, UNEP, dan CBD), sudah selayaknya jika pemerintah menaruh perhatian yang cukup besar terhadap rezim ini. Perhatian diarahkan pada peninjauan kembali atau kemungkinan amandemen guna menyesuaikan rezim itu dengan tuntutan global dan sekaligus aspirasi dan pandangan warga masyarakat Indonesia. Perundang-undangan yang sama dapat juga mencantumkan pengaturan mengenai contractual practices and clauses yang terkait dengan pemberian akses dan pembagian manfaat tersebut di atas.  Memanfaatkan perundang-undangan HKI dengan melakukan amandemen perundang-undangan tersebut  Membentuk undang-undang sui generis  Menyiapkan mekanisme benefit sharing yang tetap. CONTOH KASUS Di Indonesia, PT. Mustika Ratu memberikan semacam royalti kepada komunitas keraton (sumber : GEF/SGP- UNDP. Jakarta 2003) yang dibayarkan setiap tahun, karena memanfaatkan pengetahuan para putri keraton dalam perawatan kecantikan atau pengetahuan tentang sumber daya genetis berbagai macam tumbuhan untuk kosmetika tradisonal yang dikembangkan menjadi kosmetika modern, sehingga mempunyai nilai komersial yang terus berkembang sampai sekarang, walaupun dengan pengembangan inovasi tehnologi tertentu, namun tetap saja sumber pengetahuannya adalah dari putri putri keraton Solo. Daftar Pustaka Jhamtani,Hira. “Memahami Rejim Hak Kekayaan Intelektual Terkait Perdagangan (TRIP’s)” Institut Keadilan Global, Jakarta Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian. 2007. “Hak Atas Kekayaan Intelektual (Haki)”
  • 18. Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, DEPDAG. 2005. ”Potensi Pengembangan Ekspor dengan Kualitas Tinggi Baik Proses Maupun Produk Pertanian melalui Perlindungan Produk Indikasi Geografi” Redhani , Rudy. 2009. “TRIPS dan Bioprospeksi, Hak Masyarakat Terhadap Pengetahuan” Maharaini Kerti, Renti Maharaini . 2011. “Prospektif Penerapan Hak Kekayaan Intelektual” Eriyati, Rini. “Implementasi Persetujuan Trips (Trade Related Aspect Of. Intellectual Property Rights) Dalam Sistem Hukum Hak Atas. Kekayaan Intelektual (HAKI) Nasional: Suatu Studi pada Pengadilan Niaga” “WTO dan Sistem Perdagangan Dunia” Sumber lain: http://www2.jogjabelajar.org/modul/how/h/hukum/3_Perlindungan%20Terhadap%20HAKI.p df