Tiga permasalahan utama dalam dokumen ini adalah (1) konflik lahan antara perusahaan kelapa sawit dengan masyarakat akibat kelalaian pegawai Badan Pertanahan Nasional, (2) perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam proses administrasi pertanahan untuk menciptakan kepastian hukum, (3) Badan Pertanahan Nasional harus mengawasi seluruh proses HGU dengan lebih teliti untuk mencegah korupsi.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang ada di bumi Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.1 Minyak dan gas bumi (migas), serta pertambangan mineral dan batubara (minerba) merupakan beberapa kekayaan alam Indonesia, yang harus dikelola untuk mencapai tujuan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Mengingat industri migas dan minerba tergolong sebagai industri ekstraktif yang high risk, high technology, dan high cost, maka pengelolaannya perlu dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki modal kapital maupun teknologi yang kompetitif. Kerja sama pengelolaan migas dan minerba ini sebagian besar dilakukan berdasarkan sistem kontrak. Dalam konteks Indonesia, sistem kontrak banyak digunakan untuk kegiatan sektor hulu yang mencakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi/produksi migas dan minerba, sedangkan untuk kegiatan
hilir dilaksanakan melalui pemberian izin usaha.2 Sejak tahun 2009, sebagian sektor hulu minerba dilaksanakan melalui sistem perizinan
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang ada di bumi Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.1 Minyak dan gas bumi (migas), serta pertambangan mineral dan batubara (minerba) merupakan beberapa kekayaan alam Indonesia, yang harus dikelola untuk mencapai tujuan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Mengingat industri migas dan minerba tergolong sebagai industri ekstraktif yang high risk, high technology, dan high cost, maka pengelolaannya perlu dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki modal kapital maupun teknologi yang kompetitif. Kerja sama pengelolaan migas dan minerba ini sebagian besar dilakukan berdasarkan sistem kontrak. Dalam konteks Indonesia, sistem kontrak banyak digunakan untuk kegiatan sektor hulu yang mencakup kegiatan eksplorasi dan eksploitasi/produksi migas dan minerba, sedangkan untuk kegiatan
hilir dilaksanakan melalui pemberian izin usaha.2 Sejak tahun 2009, sebagian sektor hulu minerba dilaksanakan melalui sistem perizinan
Biotani Bahari Indonesia turut menandatangani petisi ini, dan hadir sejenak dalam diskusi Pakar dengan tema Membangun Indonesia dengan Keadilan Agraria di Hotel Bidakara pada Kamis, 7 Februari 2013
Keadilan Agraria, Forum
Penertiban tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantarCV Maju Bersama Bangsa
Salah satu program reforma agraria adalah distribusi ulang tanah-tanah yang sudah dikuasai. Tanah-tanah yang dikusai tersebut di antaranya adalah tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantar
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganOswar Mungkasa
pembangunan terkesan memanfaatkan tanah pertanian yang ditengarai dapat mengurangi produksi pangan. dengan demikian, dibutuhkan upaya yang masif agar pengalihan lahan pertanian tidak terjadi tanpa pengendalian.
Jalan panjang perwujudan ketahanan nasional dalam persfektif penguasaan ruangAdriansyah Rustandi
kilas pandang tentang politik penguasaan ruang di Indonesia, dan Sumatera Selatan. disampaikan pada Seminar “Ketahanan Nasional Dalam Perspektif Pertanahan”, Lembar Institute 2012
Biotani Bahari Indonesia turut menandatangani petisi ini, dan hadir sejenak dalam diskusi Pakar dengan tema Membangun Indonesia dengan Keadilan Agraria di Hotel Bidakara pada Kamis, 7 Februari 2013
Keadilan Agraria, Forum
Penertiban tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantarCV Maju Bersama Bangsa
Salah satu program reforma agraria adalah distribusi ulang tanah-tanah yang sudah dikuasai. Tanah-tanah yang dikusai tersebut di antaranya adalah tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah terlantar
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganOswar Mungkasa
pembangunan terkesan memanfaatkan tanah pertanian yang ditengarai dapat mengurangi produksi pangan. dengan demikian, dibutuhkan upaya yang masif agar pengalihan lahan pertanian tidak terjadi tanpa pengendalian.
Jalan panjang perwujudan ketahanan nasional dalam persfektif penguasaan ruangAdriansyah Rustandi
kilas pandang tentang politik penguasaan ruang di Indonesia, dan Sumatera Selatan. disampaikan pada Seminar “Ketahanan Nasional Dalam Perspektif Pertanahan”, Lembar Institute 2012
TUGAS Tutorial Online 1 Hukum Agraria HKUM4211.pdf
1. P a g e 1 | 8
TUGAS 1
PERMASALAHAN PERTANAHAN
DI SEKTOR PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Matakuliah : HUKUM AGRARIA
2. P a g e 2 | 8
PERMASALAHAN PERTANAHAN
DI SEKTOR PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
I. PENDAHULUAN
Pada dasaranya tanah di seluruh wilayah negara Republik Indonesia
dikuasai oleh negara, hal ini termaktub dalam Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 33 ayat (3) yaitu: 1
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah
pokok-pokok kemakmuran rakyat oleh sebab itu, harus diakui oleh
Negara dan dipergunakan oleh untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.”
Indonesia adalah negara berdasarkan hukum yang mengatur
pelaksanaan pembangunan termasuk perkebunan kelapa sawit. Cara-
cara dan prosedur untuk memperoleh lahan perkebunan juga telah diatur
melalui peraturan perundang-undangan. 2
Salah satu hal permasalahan yang sering muncul ke permukaan adalah
konflik pertanahan pada sektor perkebunan kelapa sawit, Negara dapat
memberikan hak penguasaan tanah kepada korporasi melakui pemberian
Hak Guna Usaha (HGU). Badan Pertanahan Nasional selaku instansi
yang menerbitkan HGU Perkebunan Kelapa Sawit harus turut serta
menyelesaikan konflik yang terjadi, dimana pihak yang selalu dirugikan
adalah masyarakat.
Penyelesaian konflik lahan kelapa sawit yang masuk dalam kawasan
hutan mendesak dilakukan. Pasalnya, hal ini dianggap sebagai pemicu
utama deforestasi. Karakteristik penguasaan lahan di lokasi berbeda dan
sejarah perubahan regulasi pemerintah juga perlu menjadi pertimbangan
dalam menuntaskan sengketa.3
Berdasarkan hasil Kajian sistem tata kelola komoditas kelapa sawit
dilaksanakan tahun 2006 oleh KPK. Kegiatan ini dilatarbelakangi
permasalahan dalam pengelolaan komoditas kelapa sawit, dimana
1 Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
2 https://acch.kpk.go.id/id/berkas/litbang/kajian-sistem-tata-kelola-komoditas-kelapa-sawit
3 https://industri.kontan.co.id/news/penyelesaian-sengketa-di-lahan-perkebunan-sawit-
harus-menjadi-prioritas-pemerintah
3. P a g e 3 | 8
terdapat kasus kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 yang
menimbulkan kerugian sebesar USD 295 juta (World Bank, 2015).
Sepanjang 2015 terjadi 127 konflik lahan dengan luas lahan konflik
200.217 Ha (KPA, 2015). Terdapat ketimpangan penguasaan lahan di
Indonesia, dimana korporasi menguasai 11,3 juta Ha (71%), dan
persoalan sistem perijinan yang membuka peluang korupsi (seperti kasus
Gubernur Riau dan Bupati Buol). Di sisi yang lain, komoditas kelapa sawit
memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian, dimana
menyumbang 7-8% PDB (BPS, 2015), ekspor ketiga terbesar yaitu USD
18,1 milyar atau 13,7% dari total ekspor (BPS, 2015), menyumbang
Rp22,27 triliun penerimaan negara dari pajak (DJP, 2015) dan
menyumbang Rp11,7 triliun penerimaan negara dari pungutan ekspor
(BPDPKS, 2016).Total luasan lahan perkebunan kelapa sawit di
Indonesia tahun 2015 seluas 15,7 juta ha. Perkebunan kelapa sawit yang
dikelola oleh perusahaan swasta seluas 10,7 juta ha (68%), BUMN seluas
493,7 ribu ha (3%) dan perkebunan rakyat seluas 4,4 juta ha (29%).4
Sejumlah lembaga nirlaba mendesak pemerintah melalui Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera
membuka data tentang kepemilikan Hak Guna Usaha (HGU) lahan
kepada publik. Pembukaan data tersebut dinilai penting mengingat
besarnya risiko konflik lahan yang sering melibatkan perusahaan
perkebunan dengan masyarakat sekitar. Selain itu, HGU ini juga dianggap
tidak termasuk data rahasia negara yang dapat mengganggu keamanan
negara. 5
Konflik pertanahan di areal perkebunan kelapa sawit ini memerlukan
perhatian serius dari Pemerintah dan instansi terkait, perusahaan kelapa
sawit selaku badan usaha yang diberikan HGU harus memperhatikan
seluruh aspek yang ada agar tidak terjadi konflik dengan masyarakat.
Selanjutnya akan dibahas lebih mendalam terkait permasalahan dan
solusi permasalahan pertanahan di sektor perkebunan sawit.
4 https://acch.kpk.go.id/id/berkas/litbang/kajian-sistem-tata-kelola-komoditas-kelapa-sawit
5 https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c8771451915b/hindari-konflik-agraria--
pemerintah-didesak-buka-data-hgu-lahan/
4. P a g e 4 | 8
II. RUMUSAN MASALAH
Berikut adalah rumusan permasalahan terkait permasalahan HGU di
sektor perkebunan kelapa sawit:
1. Apakah ada permasalahan dalam proses penerbitan HGU?
2. Bagaimana peran Badan Pertanahan Nasional dalam mengatasi
permasalahan HGU perusahaan perkebunan kelapa sawit?
III. PEMBAHASAN
Pertanahan adalah suatu kebijakan yang digariskan oleh Pemerintah
dalam mengatur Hubungan Hukum antara tanah dan orang sebagaimana
yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan dijabarkan dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria atau
yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). 6
Pengertian Agraria yang digunakan dalam UUPA justru mencakup artian
yang sangat luas, meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya. Dalam pengertian UUPA, Hukum Agraria merupakan suatu
kelompok berbagai bidang Hukum yang masing-masing mengatur hak-
hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu.
Negara telah mengatur administrasi pertanahan ini dengan menerbitkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria
(UUPA). Selanjutnya dibentuk Instansi khusus yang mengatur
pertanahan sesuai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian
Agraria dan Tata Ruang (ATR) mempunyai tugas menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.7
6 Rizki, Mohamad, Hak-Hak Atas Tanah Dalam Dimensi Uupa, Bahan Materi Tuweb
Sesi 1, Oktober 2020.
7 https://www.atrbpn.go.id/?menu=sekilas
5. P a g e 5 | 8
Catur tertib pertanahan sangat diperlukan untuk menjamin terlaksananya
pembangunan yang ditangani oleh Pemerintah ataupun swasta, yaitu8
:
a. Meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah
b. Meningkatkan kelancaran pelayanan kepada masyarakat
c. Meningkatkan daya hasil guna tanah lebih bermanfaat bagi
kehidupan masyarakat.
Menurut Nandang Alamsah D dalam Buku Materi Pokok Administrasi
Pertanahan Modul 1 hal. 1.21 s/d 1.22. Berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 7 Tahun 1979 tentang Catur Tertib Pertanahan, yaitu tertib hukum
pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaaan tanah,
dan tertib pememliharaan tanah lingkungan hidup. Keeempat tertib
tersebut merupakan pedomana bagi penyelenggaraan tugas-tugas
pengelolaan dan pengembangan administrasi pertanahan uang sekaligus
merupakan gambaran tentang kondisi atau sasaran antara yang ingin
dicapai dalam pembangunan bidang pertanahan yang pelaksanaannya
dilakukan secara bertahap9
.
Konflik Pertanahan ini sudah menjadi perhatian Komisi Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM), terdapat 8 (delapan) hak masyarakat adat yang
dilanggar yaitu:10
1) hak atas pengakuan sebagai masyarakat hukum adat
2) hak tradisional masyarakat hukum adat
3) hak untuk memiliki.
4) hak untuk tidak dirampas miliknya secara sewenang-wenang.
5) hak untuk mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupan.
6) hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
7) hak atas rasa aman dan tentram.
8 Deliarnoor, Nandang Alamsah, Administrasi Pertanahan, Tangerang Selatan,
Universitas Terbuka, Cetakan Pertama, 2019.
9
Ibid. hal. 1.21 s/d hal. 1.22.
10 https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2020/8/14/1530/permasalahan-hak-
masyarakat-hukum-adat-di-tanah-hak-guna-usaha-hgu.html
6. P a g e 6 | 8
8) hak atas perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu juga menjadi hak yang dilanggar.
Berdasarkan Pasal 29 UUPA, HGU merupakan hak untuk menguasakan
tanah tang dikausai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu.
Penggunaan HGU adalah salah satunya untuk usaha pertanian,perikanan
atau perternakan. Subyek yang mendapatkan HGU adalah WNI (luas 5
ha – 25 ha) serta Badan hukum yang didirkan menurut hukum Indonesia
dan berkeuddukan di Indonesia (luas lebih dari 25 ha). Jangka waktu
HGU paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 25 tahun.
Berikut adalah proses permohonan HGU:
Sumber; Kementerian ATR/BPN
Proses perdaftaran HGU:
1. Pendaftaran hak dilakukan di Kantor Pertanahan setempat.
2. Jika SK pemberian HGU merupakan kewenangan Menteri atau
Kanwil BPN, pelaksanaan pendaftaran baru dapat dilakukan setelah
salinan SK pemberian HGU telah diterima oleh Kantor Pertanahan.
3. Pelaksanaan pendaftaran dilakukan setelah kewajiban yang tertuang
dalam SK dipenuhi oleh penerima HGU.
4. Satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah untuk bidang tanah
Hak Guna Usaha adalah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan proses permohonan HGU di atas, sumber permasalahan
pertanahan di sektor perkebunan kelapa sawit seharusnya dapat dihindari
karena proses pengukuran, permohonan hak, pemeriksaan tanah,
PENGUKURAN:
• Kewenangan Pengukuran
• Persayaratan Pengukuran
PERMOHONAN HAK
• Syarat Permohonan
• Satuan Bidang Tanah
PEMERIKSAAN TANAH
• Pembentukan Panitia
• Susunan Anggota Panitia B
• Tugas Panitia B
PENETAPAN HAK:
• Kewenangan Pemberian HGU
• Tata Cara Penetapan HGU
• Penyelesaian Keberatan
PENDAFTARAN HAK
• Syarat Pendaftaran
• Daluarsa
7. P a g e 7 | 8
penetapan hak serta pendaftaran hak telah dilakukan melalui berbagai
prosedur administrasi pertanahan yang sangat ketat serta melibatkan
berbagai macam instansi.
Badan Pertanahan Nasional seharusnya dapat mendeteksi permasalahan
HGU perkebunan sejak awal. Badan Pertanahan Nasional berperan
sebagai pihak yang memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak
atas tanah. Hal ini dapat dilihat dari adanya proses pemeriksaan tanah
oleh Panitia B sehingga dinyatakan kebenaran formal hubungan antara
pemegang hak (subyek) dengan tanahnya (obyek).
Sistem pertanahan di Indonesia sudah cukup baik, akan tetapi sistem
administarsi pertanahan yang baik tidak akan dapat berjalan jika tidak
didukung dengan pegawai yang memiliki integritas. Hal ini dapat dilihat
dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang
pejabat Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional (BPN) sebagai tersangka terkait dugaan penerimaan gratifikasi
senilai Rp 22 miliar dalam proses pendaftaran tanah di Kalimantan Barat
(Kalbar).11
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Sistem Adminitrasi Pertanahan khususnya HGU telah disusun
dengan prosedur yang baik dan ketat
2. Konflik HGU di sektor perkebunan kelapa sawit dengan lahan
masyarakat timbul akibat kelalaian dari oknum pegawai Badan
Pertanahan Nasional yang tidak cakap/lalai/menerima gratifikasi dari
perusahaan perkebunan dalam pemeriksaan tanah.
3. Badan Pertanahan Nasional serta seluruh instansi yang berkaitan
dengan pertanahan harus melaksanakan seluruh proses administrasi
pertanahan dengan transparan dan akuntabel agar tercipta kepastian
hukum hak atas tanah di Indonesia.
11 https://www.cnbcindonesia.com/news/20191129193332-4-119221/diduga-terima-rp22-
m-kpk-tetapkan-pejabat-bpn-jadi-tersangka
8. P a g e 8 | 8
DAFTAR PUSTAKA / SUMBER REFERENSI
Peraturan Perundang-Undangan
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria
Modul:
Deliarnoor, Nandang Alamsah, Administrasi Pertanahan, Tangerang Selatan,
Universitas Terbuka, Cetakan Pertama, 2019.
Rizki, Mohamad, Hak-Hak Atas Tanah Dalam Dimensi Uupa, Bahan Materi
Tuweb Sesi 1, Oktober 2020.
Halaman Web:
https://acch.kpk.go.id/id/berkas/litbang/kajian-sistem-tata-kelola-
komoditas-kelapa-sawit
https://industri.kontan.co.id/news/penyelesaian-sengketa-di-lahan-
perkebunan-sawit-harus-menjadi-prioritas-pemerintah
https://acch.kpk.go.id/id/berkas/litbang/kajian-sistem-tata-kelola-
komoditas-kelapa-sawit
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c8771451915b/hindari-
konflik-agraria--pemerintah-didesak-buka-data-hgu-lahan/
https://www.atrbpn.go.id/?menu=sekilas
https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2020/8/14/1530/perma
salahan-hak-masyarakat-hukum-adat-di-tanah-hak-guna-usaha-hgu.html
https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2020/8/14/1530/perma
salahan-hak-masyarakat-hukum-adat-di-tanah-hak-guna-usaha-hgu.html
https://www.cnbcindonesia.com/news/20191129193332-4-
119221/diduga-terima-rp22-m-kpk-tetapkan-pejabat-bpn-jadi-tersangka