1. Kebutuhan Cairan dan Elektrolit Pasien Operasi
1. Anatomi cairan tubuh
Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah
tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun cairan
tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak
70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan
berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita
dewasa 50 % berat badan. Hal ini terlihat pada tabel berikut :
Tabel.1 Perubahan cairan tubuh total sesuai usia
Usia Kilogram Berat (%)
Bayi prematur
3 bulan
6 bulan
1-2 tahun
11-16 tahun
Dewasa
Dewasa dengan obesitas
Dewasa kurus
80
70
60
59
58
58-60
40-50
70-75
Dikutip dari : Garner MW: Physiology and pathophysiology of the body fluid, St.Louis,
1981, Mosby.
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan, luka
bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif, dapat menyebabkan
gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum
tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar. Seluruh cairan tubuh
didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh
kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial.
Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan
intraselular. Pada orang dewasa, sekitar duapertiga
dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki
dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya
pada bayi hanya setengah dari berat badannya
merupakan cairan intraselular.
Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan
ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan
2. tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun
sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa
muda dengan berat rata-rata 70 kg. Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
o Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter
pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap
ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan
orang dewasa.
o Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume
plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan
plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.5
o Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti
serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan.
Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam
jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.
Diagram 1. Distribusi Cairan Tubuh
Diambil dari Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center for Veterinary Health. 2006.
http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.html
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit
1) Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit
dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam
larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
- Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama
dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel
tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
Body
100 %
Water
60% (100)
Tissue
40%
Extracellular space
20% (40)
Interstitial space
15% (30)
Intracellular space
40% (60)
Intravascular space
5% (10)
3. - Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),
sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO4 3-).
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama
maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak
mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam
mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter. Kadar natrium dalam
plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
- Left atrial stretch reseptor
- Central baroreseptor
- Renal afferent baroreseptor
- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
- Atrial natriuretic factor
- Sistem renin angiotensin
- Sekresi ADH, Perubahan yang terjadi pada air
tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat
berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat
58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat
antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh
banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan
terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam
plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan
terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat
dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.
Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting
di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar
53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah
kalium yang terikat dengan protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi
kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat
faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya
tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar
paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi
dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan +10
mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
4. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir
daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang
akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting
peranannya dalam keseimbangan asam basa.
2) Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya
termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
Gambar 1. Susunan Kimia Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler6
Diambil dari Guyton & Hall. 1997.BukuAjar Fisiologi Kedokteran.2:56
2. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Untuk mencapai keseimbangan cairan, maka cairan
di dalam tubuh akan berpindah dari satu kompartemen
ke kompartemen lain. Perpindahan cairan tersebut
dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik, tekanan onkotik
dan tekanan osmotik. Gangguan keseimbangan cairan
tubuh terutama menyangkut cairan ekstrasel.
Cairan tubuh normalnya berpindah antara kedua kompartemen atau ruang utama untuk
mempertahankan keseimbangan nilai cairan. Pergerakan cairan yang normal melalui dinding
kapiler ke dalam jaringan tergantung pada kenaikan tekanan hidrostatik (tekanan yang dihasilkan
oleh cairan pada dinding pembuluh darah) pada kedua ujung pembuluh arteri dan vena.
Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh terjadi dalam tiga fase yaitu:
Fase I: plasma darah pindah dari seluruh tubuh ke dalam sistem sirkulasi, nutrisi dan oksigen
diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.
Fase II: cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel
Fase III: cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan interstitial masuk ke
dalam sel.
Pembuluh darah kapiler dan membran sel yang merupakan membran semipermiabel mampu
memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam cairan tubuh ikut berpindah. Perpindahan
air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme transpor pasif dan aktif.
Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi sedangkan mekanisme transpor aktif
membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan
mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP. Proses
pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
1) Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membrane semipermeabel
(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga
kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik
cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat
dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
5. Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik
kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan
osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.
2) Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga
mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada
perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
3) Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor
yang memompa ion natrium keluar melalui membran sel
dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar
ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk
mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.
a. Faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan
cairan dan elektrolit, di antaranya adalah :
Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang diperlukan dan
berat badan. Selain itu, cairan tubuh menurun dengan peningkatan usia. Infant dan anak-
anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada
usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal
atau jantung.
Jenis kelamin
Wanita mempunyai air tubuh yang kurang secara proporsional, karena lebih banyak
mengandung lemak tubuh.
Sel-sel lemak
Mengandung sedikit air, sehingga air tubuh menurun dengan peningkatan lemak tubuh.
Stres
Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan glikolisis
otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini dapat
meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksi urine.
Kondisi sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh Misalnya:
- Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui insensible water
lost (IWL)
- Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
- Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan
intake cairan karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.
6. Diet
Diet seseorang berpengaruh terhadap intake cairan dan elektrolit. Ketika intake nutrisi
tidak adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga serum albumin dan
cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses
keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
Temperatur lingkungan
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya
rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Panas
yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan NaCl melalui
keringat sebanyak 15-30 g/hari. Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang
panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L perhari.
Pengobatan
Pengobatan seperti pemberian diuretik dan laksatif dapat berpengaruh pada kondisi
cairan dan elektrolit tubuh.
Tindakan Medis
Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh seperti: suction, nasogastric tube dan lain-lain.
Pembedahan
Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama
pembedahan.
b. Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres
akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru,
kulit atau traktus gastrointestinal.
Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml
per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata-rata 250 ml
dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari
(insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari
karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap
hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari,
sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per
jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata
6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada
keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di
atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis
aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus
gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat
penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.
7. Tabel.2 Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa
FLUID GAINS FLUID LOSES
Oxidative 300 ml
Metabolism
Oral fluids 1100-1400 ml
Solid foods 800-1000 ml
Kidneys 1200-1500 ml
Skin 500-600 ml
Lungs 400 ml
GI tract 100-200 ml
TOTAL 2200-2700 ml TOTAL 2200-2700 ml
c. Perubahan cairan tubuh
Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :
1) Perubahan volume
Defisit volume
Defisit volume cairan ekstraselular merupakan
perubahan cairan tubuh yang paling umum terjadi
pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah
kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah,
penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula.
Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan
pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi
jaringan, eritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar.
Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan
saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi
volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium
menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150
mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan
dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.
Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan
konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama
dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan denga kandungan
natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi
kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium
serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular,
sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular.
Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar
terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar
8. natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular,
sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular.
Tabel.3 Tanda-tanda klinis dehidrasi
Symptom/Sign Mild Dehydration Moderate Dehydration Severe Dehydration
Level of
consciousness*
Alert Lethargic Obtunded
Capillary refill* 2 Seconds 2-4 Seconds Greater than 4 seconds, cool
limbs
Mucous
membranes*
Normal Dry Parched, cracked
Tears* Normal Decreased Absent
Heart rate Slight increase Increased Very increased
Respiratory rate Normal Increased Increased and hyperpnea
Blood pressure Normal Normal, but orthostasis Decreased
Pulse Normal Thready Faint or impalpable
Skin turgor Normal Slow Tenting
Fontanel Normal Depressed Sunken
Eyes Normal Sunken Very sunken
Urine output Decreased Oliguria Oliguria/anuria
* Best indicators of hydration status
Tabel. 4 Derajat dehidrasi
Dehidrasi Dewasa Anak
Ringan
Sedang
Berat
Shock
4 %
6 %
8%
15-20%
4 % - 5 %
5 % - 10 %
10 % - 15 %
15-20%
Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan cairan
untuk rumatan, defisit cairan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Beberapa pendekatan
terangkum dalam tabel 5.
Tabel.5 Pendekatan pada masalah cairan
dan elektrolit
Tabel.6 Rumatan cairan menurut rumus
Holliday-Segar
9. Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan, cairan rumatan yang
diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung disesuaikan . Cara rehidrasi :
a) Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D) = derajat
dehidrasi (%) x BB x 1000 cc
b) Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam atau rumus
holliday-segar seperti untuk anak-anak)
c) Pemberian cairan :
- 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M (menurut Guillot)
- 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M (menurut Guillot)
Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic
(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun
pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder
akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.9,10
Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap
atau berkurang.
2) Perubahan konsentrasi
- Hiponatremia
Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas,
lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang,
koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik),
hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia
(sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau
NaCl 3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.
Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahan-lahan,
sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan
dapat menggunakan rumus:
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan Na0 = Na serum yang actual
TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)
Na= Na1 – Na0 x TBW
10. - Hipernatremia
Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi,
kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah,
diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan.
Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140)
x BB x 0,6}: 140.12
- Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan
ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan
gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST
segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa.
Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-
obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau
infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia
berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).13 Rumus untuk
menghitung defisit kalium:
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
- Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang
membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan
gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem
kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena
kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau
diuretik, hemodialisis.
3) Perubahan komposisi
- Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi
alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat
termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen
atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan
koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila
perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat
penting.
- Alksalois respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)
Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu.
Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari
penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari
K = K1 – K0 x 0,25 x BB
11. termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan
koreksi defisit potasium yang terjadi.
- Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L)
Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat.
Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik
ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi
dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan,
aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi
kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis
berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.
- Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L)
Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan
diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah
hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah
sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual
selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.
3. Cairan perioperatif
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi
pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Faktor-faktor pre operative:
- Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres
akibat operasi.
- Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat
menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresis
osmotik.
- Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan
elektrolit
- Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit dari
traktus gastrointestinal.
- Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada
- Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan
sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau
adanya kehilangan abnormal cairan.
- Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
12. Faktor Perioperatif:
- Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif
karena hilangnya mekanisme kompensasi seperti takikardia dan vasokonstriksi.
- Kehilangan darah yang abnormal
- Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya kehilangan cairan
ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)
- Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang besar
dan prosedur operasi yang berkepanjangan.
Faktor postoperative:
Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
Peningkatan katabolisme jaringan
Penurunan volume sirkulasi yang efektif
Risiko atau adanya ileus postoperatif
Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa
yang potensial terjadi perioperatif adalah :
Hiperkalemia
Asidosis metabolik
Alkalosis metabolik
Asidosis respiratorik
Alkalosis repiratori
a. Dasar-dasar terapi cairan dan elektrolit perioperatif
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam pemberian cairan
perioperatif, yaitu :
Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan ± 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2
mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Secara umum kebutuhan cairan rumatan dapat dilihat pada
tabel 6.
Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi
gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water
losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak dibandingkan
elektrolit).
Defisit cairan dan elektrolit pra bedah
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah elektif (sektar
6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan,
muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita dengan trauma), kemungkinan
meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam dan berkeringat banyak. Sebaiknya
kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan.
Kehilangan cairan saat pembedahan
- perdarahan
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari :
botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah (suction pump)
dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan. Kasa yang penuh
darah (ukuran 4x4 cm) mengandung ± 10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat
menyerap darah ± 100-10 ml. Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa
ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita yang
13. kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit berulang-ulang
(serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma terhadap
eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi
digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja operasi
dan lantai kamar bedah.
Kehilangan cairan lainnya
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol dibandingkan
perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat
penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan luka pembedahan yang luas dan
lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau
sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler. Jaringan yang mengalami
trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstitial dan
perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus. Akibatnya jumlah cairan ion
fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah
dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan dalam kompartemen
ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.
Gangguan fungsi ginjal
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan:
- Laju Filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.
- Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kadar
aldosteron.
- Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan terjadinya retensi air dan
reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting tubules) meningkat.
- Ginjal tidak mampu mengekskresikan “free water” atau untuk menghasilkan urin hipotonis
b. Monitoring kebutuhan pre operatif
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Fase pra
operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim
ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra operatif dan menyiapkan pasien
untuk anstesi yang diberikan dan pembedahan.
Persiapan Klien Di Unit Perawatan
- Inform Consent
Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun
mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan
surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan
merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi
mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke
rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi.
Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat,
kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka
pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan
persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan,
14. keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun
keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail
terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani.
Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan
kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka
penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak
sesuai dengan gambaran keluarga.
- Persiapan Fisik
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum,
meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga,
pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan,
fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus
istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres
fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat
stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep,
lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala
bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup
untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai
komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan
sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius
pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian
juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya
dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar
kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl).
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi
mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka
operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria,
insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal.
Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
Pengganti defisit pre operatif
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus diperhitungkan
dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang
masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua
berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti garam
fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi
yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa
yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan
sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa.
15. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali
menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi
sebelum induksi anestesi
Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa
diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon
dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa
dilakukan mulai pukul 24.00 WIB).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya
cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi
CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan
dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang
dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan
juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada
beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien
luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai
menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur
sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daeran yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi.
Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada
daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan
plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan
juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat
merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien
yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih
seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri
maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan.
Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai
persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan
banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
Latihan Nafas Dalam.
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan
dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat
meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi
darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka
16. pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
o Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut
tidak boleh tegang.
o Letakkan tangan diatas perut
o Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat.
o Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit
demi sedikit melalui mulut.
o Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
o Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
Latihan Batuk Efektif.
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami operasi
dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam
kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan.
Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien
setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik
batuk efektif dengan cara :
Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang
diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
o Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
o Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan
mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa
menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi.
o Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
o Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal
kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat
mengurangi guncangan tubuh saat batuk
Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien
dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien
setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek
atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien
selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus)
sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus.
Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar
dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk
mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan
posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya
dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien
diminta melakukan secara mandiri.
Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami
pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan mempengaruhi proses penyembuhan.
Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan.
17. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko
pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan
pembedahan/operasi.
Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih
besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun. Sedangkan pada bayi
dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
Nutrisi
Kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan
dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi maka
orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka.
Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A,
Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein). Pada pasien yang mengalami obesitas.
Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu,
obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka,
umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak
optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari
pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit
biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal
menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada
penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca
pembedahan sangat tinggi
Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak
terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya
hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan
karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan.
Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi
kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan kortikosteroid harus
sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi
arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya.
Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah
sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus
kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat
perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT.
Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan.
Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa menentukan
18. tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah
berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan
berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan
penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter
anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter
anastesi juga memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa
perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,
Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien
sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada jenis
penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur),
USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance
Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG
(Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED
(laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium,
dan chlorida), CT/BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun
tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan
penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor
ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal
atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil
darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
Pemeriksaan status anastesi
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama
pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami
pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA
(American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi
pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut
adalah tabel pemeriksaan ASA.
ASA grade I
Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita dengan herinia
ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat.
Mortality (%) : 0,05.
ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit yang
akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan penderita dengan
diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi
Mortality (%) : 0,4.
19. ASA grade III
Status fisik : Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan komplikasi
pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut.
Mortality (%) : 4,5.
ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat
diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 25.
ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat
diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 50.
- Persiapan mental/psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi
karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan
pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat
membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long).
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara lain : Pasien
dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit
tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan. Pasien wanita yang terlalu
cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi
terpaksa harus ditunda.
c. Monitoring kebutuhan intra operatif
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif. Aktivitas
yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di ruang
operasi. Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur
pembedahan untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu
pasien. Tentunya pada saat dilakukan pembedahan akan muncul permasalahan baik fisiologis maupun
psikologis pada diri pasien. Untuk itu keperawatan intra operatif tidak hanya berfokus pada masalah
fisiologis yang dihadapi oleh pasien selama operasi, namun juga harus berfokus pada masalah psikologis
yang dihadapi oleh pasien. Sehingga pada akhirnya akan menghasilkan outcome berupa asuhan
keperawatan yang terintegrasi.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang
kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim
dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli anastesi dan perawat
anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat di
meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan dan yang ketiga
adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being)
pasien. Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan
pelaksanaan perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan. Peran lain perawat di ruang
operasi adalah sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini sudah
berlangsung dengan baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Namun demikian praktiknya di
indonesia masih belum sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan
20. jaringan, memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan
pemberian hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai pasien
harus dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter bedahnya. Selain
itu segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan pasien di unit perawatan pasca
anastesi (PACU) seperti perdarahan, temuan yang tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit,
syok, kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU.
Pengganti cairan selama intra operatif
Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar ditambah
dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau
evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur pembedahannya dan jumlah darah
yang hilang.
Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata (ekstrasi, katarak)
cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.
Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan cairan sebanyak 2
ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma
pembedahan. Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti
Ringer Laktat atau Normosol-R.
Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar
ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.
Tabel 7. Rates of Fluid Administration to Replace Third Space Losses
Fluid
Shift
Example of
Operation
Rates *
(Crystallid)
Minor
Moderate
Major
Tendon Repair
Tympanoplasty
Hysterectomy
Inguinal hernia
Total hip
replacement
Abdominal case with
peritonitis
0 – 3
ml/kg/hr
6 ml/kg/hr
9 ml/kg/hr
* Includes 2 ml/kg/hr maintenance but not usual 3 ml crystaloid/ml blood not replaced with blood.
Penggantian darah yang hilang
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume = taksiran volume
darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi
tubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-
gejala tersebut seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif.
21. Tabel 8. Perkiraan volume darah
Usia Volume darah
Neonatus
*Prematur
*full term
Bayi
Dewasa
*Laki-laki
*Wanita
90 ml/kgBB
85 ml/kgBB
80 ml/kgBB
75 ml/kgBB
65 ml/kgBB
Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan dengan larutan kristaloid, pemberian
transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan berdasarkan:
Keadaan umum penderita ( kadar Hb dan hematokrit) sebelum pembedahan
Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi
Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum.
Keadaan hemodinamik (tensi dan nadi)
Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan
Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit.
Usia penderita
Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah:
- 1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan kadar hemoglobin sebesar 1gr%
dan hematokrit 2-3% pada dewasa.
- Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin 3gr% Monitor organ-
organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya sehingga dieresis ± 1 ml/kgBB/jam.
Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk melihat apakah kondisi
pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi dan tekanan darah,
saturasi oksigen, perdarahan dll.
Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien masih dalam
batas normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi secepatnya.
- Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)
Memberikan dukungan emosional pada pasien
Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
Mengkaji status emosional klien
Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika ada perubahan)
Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care
Memanage keamanan fisik pasien
Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
22. Pengganti cairan selama post operatif
Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk penderita di
daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak
dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses
katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH
yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak
perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum,
pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat
menekan pemecahan protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%.
Penggantian cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan gara m isotonis.
Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan
Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:
Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C suhu tubuh
Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.
Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan humidifikasi.
Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum selesai.
Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki
daya angkut oksigen.
Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi nadi,
diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan warna kulit.
- Mempertahanakan kenyamanan dan mencegah resiko injury.
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk
jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat
dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medi terkait
dengan agen pemblok nyerinya.
Tindakan Post operatif
Ketika pasien sudah selasai dalam tahap intraoperatif, setelah itu pasien di pindahkan keruang
perawatan, maka hal – hal yang harus perawat lakukan, yaitu :
- Monitor tanda – tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan komplikasi. Begitu
pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. Pemerikasaan ini merupakan pemmeriksaan
pertama yang dilakukan di bangsal setelah postoperatif.
4. Pilihan jenis cairan
Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan dari cairan
ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross
match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya
seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan
kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid
akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya
oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%.
Penelitian Mills dkk (1967) di medan perang Vietnam turut memperkuat penelitan yang dilakukan oleh
23. Heugman, yaitu pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru berat.
Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya
tekanan intra kranial.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar
ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit
cairan di ruang interstitiel Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati
menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila
diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan
menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute” atau “plasma
expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan
aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)
dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat
terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan
kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau
jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada “cross match”. Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2
jenis larutan koloid:
- Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara
memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus
lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan
beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s factor fragments) seringkali terdapat dalam fraksi
protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein
plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
- Koloid sintesis yaitu:
Dextran:
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat
molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam
media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan
dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena
dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik
yang dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan
fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat
mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1
(Promit) terlebih dahulu.
Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas
310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal
akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan
24. koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase
( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch,
mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung
selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas
yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan pada penderita gawat.
Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari
hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
Urea linked gelatin
Oxypoly gelatin
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan urea linked gelatin.