Makalah ini membahas tentang resusitasi cairan yang merupakan proses penggantian cairan tubuh saat pasien kehilangan banyak cairan akibat kondisi kritis. Jenis-jenis cairan infus, fisiologi cairan tubuh dan elektrolit, serta cara resusitasi cairan pada kasus kritis dijelaskan secara mendalam.
1. MAKALAH
“ RESUSITASI CAIRAN ”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis
Dosen Pengampuh : Yuliani Pitang, S.Kep.,Ns.,M.Kep
OLEH
SEMESTER VI
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NUSA NIPA
MAUMERE
2023
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpah dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Resusitasi Cairan”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis. Disamping itu,
kami juga mengharapkan makalah ini mampu memberikan kontribusi dalam menunjang
pengetahuan berbagai pihak khusunya para mahasiswa.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Kritis,
yang telah membimbing dan memberikan tugas demi kelancaran makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini, masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Maumere, 17 Mei 2023
Tim Penyusun
3. iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................1
a. Latar Belakang .....................................................1
b. Rumusan Masalah ................................................1
c. Tujuan ..................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................2
a. Definisi Cairan Tubuh...........................................2
b. Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit ..................2
c. Jenis-Jenis Cairan dan Indikasinya.......................7
d. Kontraindikasi.....................................................11
e. Resusitasi Cairan Pada Kasus Kritis...................12
f. Transfusi Darah..................................................14
BAB III PENUTUP ...........................................................18
a. Kesimpulan ........................................................18
b. Saran ...................................................................18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………19
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana kita ketahui,sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan
yang jumlahnya berbeda-beda tergantung usia dan jenis kelamin serta banyaknya
lemak di dalam tubuh. Dengan makan dan minum tubuh mendapatkan air,elektrolit
serta nutrien-nutrien yang lain. Dalam waktu 24 jam jumlaair dan elektrolit yang
masuk setara dengan jumlah yang keluar. Pengeluaran cairan dan elektrolit dari tubuh
dapat berupa urin, tinja, keringan dan uap air pada saat bernafas. Terapi cairan
dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukka air elektrolit serta zat-zat makanan ke
dalam tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus berpuasa lama, karena
pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok hipovolemik, anoreksia berat,
mual muntah dan lain-lain. Dengan terapi cairan kebutuhan akan air dan elektrolit
akan terpenuhi. Selain itu terapi cairan juga dapat digunakan untuk memasukkan obat
dan zat makanan secara rutin atau juga digunakan untuk menjaga keseimbangan asam
basa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari cairan tubuh?
2. Bagaimana fisiologi dari cairan tubuh dan elektrolit?
3. Bagaimana indikasi?
4. Apa saja jenis-jenis cairan dan indikasinya?
5. Bagaimana kontraindikasi?
6. Bagaimana resusitasi cairan pada kasus kritis?
7. Bagaimana transfusi darah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari cairan tubuh
2. Untuk mengetahui fidiolofi dari cairan tubuh dan elektrolit
3. Untuk mengetahui jenis-jenis cairan dan indikasinya.
4. Untuk mengetahui kontraindikasi.
5. Untuk mengetahui resusitasi cairan pada kasus kritis.
6. Untuk mengetahui transfusi darah pada resusitsi cairan.
5. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Cairan Tubuh
Resusitasi cairan adalah proses penggantian cairan tubuh, saat pasien dalam
kondisi kritis dan kehilangan terlalu banyak cairan, baik dalam bentuk air maupun
darah. Proses resusitasi cairan dilakukan dengan pemasangan cairan infus.
Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler
seperti manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.
B. Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit
1. Distribusi cairan tubuh
Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk hidup.
Persentase air tubuh total (Total Body Water) terhadap berat badan berubah
sesuai umur, menurun cepat pada awal kehidupan. Pada saat lahir, TBW 78%
berat badan. Pada beberapa bulan pertama kehidupan, TBW turun cepat
mendekati kadar dewasa 55-60 % berat badan pada saat usia 1 tahun. Pada
masa pubertas, terjadi perubahan TBW selanjutnya. Karena lemak mempunyai
kadar air yang lebih rendah, persentase TBW terhadap berat badan lebih
rendah pada wanita dewasa yang mempunyai lebih banyak lemak tubuh (55%)
daripada laki-laki, yang mempunyai sedikit lemak. Seluruh cairan tubuh
didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen
ekstraselular.
a) Cairan intraseluler
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang
dewasa, sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di
intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan
berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari
berat badannya merupakan cairan intraselular. Cairan intraseluler terlibat
dalam proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari
nutrien-nutrien dalam cairan tubuh.
6. 3
b) Cairan ekstraseluler
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan
ekstraseluler berperan dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai
nutrient ke dalam sel, dan membuang zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah
relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru
lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular.
Cairan ekstraselular dibagi menjadi :
1) Cairan Intersitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial,
sekitar 11- 12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam
volume interstitial.
2) Cairan intravaskuler
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya
volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L
dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah
merah, sel darah putih dan platelet.
3) Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu
seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular
dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan
transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak
dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.
c. Komponen cairan tubuh
Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non
elektrolit.
1) Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan
arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion
negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah
selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
2) Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium
7. 4
(K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang
memompakeluar sodium dan potassium ini.
3) Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan
paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar
natrium plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam tubuh
58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-
ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces
35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari =
100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat bergerak cepat antara
ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel.
Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare)
sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi
disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam
plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial.
Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari
dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapatdipertahankan
terjadilah kegagalan sirkulasi.
4) Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan
ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan
keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar
53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang
tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein
didalam sel. Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap
hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan
dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-
90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
5) Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-
90%dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah
pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan
endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-
8. 5
kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian
besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan
ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
6) Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan
unruk pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
7) Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-
dan bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan
intraselular adalah ion fosfat (PO43-).
8) Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah
satuhasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh
ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine.
Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting
peranannya dalam keseimbangan asam basa.
(i) Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam
cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
d. Proses Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak
membutuhkan energy sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan
energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan
mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang
memerlukan ATP. Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat
berlangsung secara:
1) Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui
membran semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar
lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya
sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air,
sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama.
9. 6
Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air
(pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan
tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa
5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah
disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.
2) Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan
akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi
rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air
masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung
kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
3) Pompa natrium kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang
memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat
bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari
pompanatrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di
dalam sel.
4) Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis
Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal
dapat berubah oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang
abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit atau
traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi
air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan
maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata 250 ml
dari feses 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan
yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.
10. 7
C. Jenis-jenis Cairan dan indikasinya
Secara garis besar, cairan intravena dibagi menjadi dua, yaitu cairan kristaloiddan
koloid.
1. Cairan Kristaloid
Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida).
Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan karena itu tidak
terbatas dalam ruang intravascular dengan waktu paruh kristaloid di
intravascular adalah 20-30 menit. Beberapa peneliti merekomendasikan
untuk setiap 1 liter darah, diberikan 3 liter kristaloid isotonik. Kristaloid
murah, mudah dibuat, dan tidak menimbulkan reaksi imun. Larutan
kristaloid adalah larutan primer yang digunakan untuk terapi intravena
prehospital. Tonisitas kristaloid menggambarkan konsentrasi elektrolit
yang dilarutkan dalam air, dibandingkan dengan yang dari plasma
tubuh. Ada 3 jenis tonisitas kritaloid, diantaranya :
a. Isotonis.
Ketika kristaloid berisi sama dengan jumlah elektrolit plasma, ia
memiliki konsentrasi yang sama dan disebut sebagai “isotonik” (iso,
sama; tonik, konsentrasi). Ketika memberikan kristaloid
isotonis, tidak terjadi perpindahan yang signifikan antara cairan di
dalam intravascular dan sel. Dengan demikian, hampir tidak ada atau
minimal osmosis. Keuntungan dari cairan kristaloid adalah
murah, mudah didapat, mudah penyimpanannya, bebas reaksi,
dapat segera dipakai untuk mengatasi defisit volume sirkulasi,
menurunkan viskositas darah, dan dapat digunakan sebagai fluid
challenge test. Efek samping yang perlu diperhatikan adalah terjadinya
edema perifer dan edema paru pada jumlah pemberian yang besar
Contoh larutan kristaloid isotonis:Ringer Laktat, Normal Saline
(NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% in ¼ NS.2,3
b. Hipertonis
Jika kristaloid berisi lebih elektrolit dari plasma tubuh, itu lebih
terkonsentrasi dan disebut sebagai “hipertonik” (hiper, tinggi, tonik,
konsentrasi). Administrasi dari kristaloid hipertonik menyebabkan
cairan tersebut akan menarik cairan dari sel ke ruang intravascular.
11. 8
Efek larutan garam hipertonik lain adalah meningkatkan curah
jantung bukan hanya karena perbaikan preload, tetapi mengandung
albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Selain albumin, aktivator Prekallikrein (Hageman’s factor
fragments) terdapat dalam fraksi protein plasma dan sering
menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
2. Koloid Sintetik
a. Dextran
Koloid ini berasal dari molekul polimer glukosa dengan jumlah
yang besar. Dextrans diproduksi untuk mengganti cairan karena
peningkatan berat molekulnya, sehingga memiliki durasi tindakan yang
lebih lama di dalam ruang intravaskular. Namun, obat ini jarang
digunakan karena efek samping terkait yang meliputi gagal ginjal
sekunder akibat pengendapan di dalam tubulus ginjal, gangguan
fungsi platelet, koagulopati dangangguan pada cross-matching darah.
Tersedia dalam bentuk Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat
molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul
60.000-70.000.
b. Hydroxylethyl Starch (Hetastarch)
Cairan koloid sintetik yang sering digunakan saat ini. Pemberian 500
mllarutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin
dalam waktu 2 hari dan sisanya, yaitu starch yang bermolekul besar,
sebesar 64% dalam waktu 8 hari. Hetastarch nonantigenik dan jarang
dilaporkan adanya reaksi anafilaktoid. Low molecular weight
Hydroxylethyl starch (PentaStarch) mirip Heta starch, mampu
mengembangkan volume plasmahingga 1,5 kali volume yang diberikan
dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma
volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak
mengganggu koagulasi maka Pentastarch dipilih sebagai koloid untuk
resusitasi cairan jumlah besar.
c. Gelatin
Merupakan bagian dari koloid sintesis yang terbuat dari gelatin,
biasanya berasal dari collagen bovine serta dapat memberikan
12. 9
reaksi. Larutan gelatin adalah urea atau modifikasi succinylated cross-
linked dari kolagen sapi. Berat molekul gelatin relatif rendah, 30,35
kDa, jika dibandingkan dengan koloid lain. Pengangkut berisi NaCl
110 mmol/l. Efek ekspansi plasma segera dari gelatin adalah 80-100%
dari volume yang dimasukkan dibawah kondisi hemodilusi
normovolemik. Efek ekspansi plasma akan bertahan 1-2 jam. Tidak
ada batasan dosis maksimum untuk gelatin. Gelatin dapat memicu
reaksi hipersensitivitas, lebih sering daripada larutan HES. Meskipun
produk mentahnya bersumer dari sapi, gelatin dipercaya bebas dari
resiko penyebaran infeksi. Kebanyakan gelatin dieskskresi melalui
ginjal, dan tidak ada akumulasi jaringan.
Berdasarkan penggunaannya, cairan infus dapat digolongkan menjadi
empatkelompok, yaitu:
a) Cairan Pemeliharaan
Terapi cairan intravena untuk pemeliharaan rutin mengacu pada
penyediaan IV cairan dan elektrolit untuk pasien yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan rute enteral, namun
sebaliknya baik dalam hal keseimbangan cairan dan elektrolit
dan penanganan (yaitu mereka yang pada dasarnya euvolemik
tanpa signifikan defisit elektrolit, kerugian yang abnormal yang
sedang berlangsung atau masalah redistribusi internal yang
kompleks). Tujuan saat memberikan cairan perawatan rutin
adalah untuk menyediakan cukup cairan dan elektrolit untuk
memenuhi insensible losses (500-1000 ml), mempertahankan
status normal tubuh kompartemen cairan dan memungkinkan
ekskresi ginjal dari produk-produk limbah (500-1500 ml.). Jenis
cairan rumatan yang dapat digunakan adalah : NaCl 0,9%,
glukosa 5%, glukosa salin, ringer laktat/asetat, NaCl 0,9% hanya
untuk rumatan yang tinggi kandungan NaCl dari saluran cerna
ataupun ginjal, glukosa 5% atau glukosa salin.7,8 Jumlah
kehilangan air tubuh berbeda.
13. 10
b) Neonatus 3 ml/kg/jam
Kebutuhan cairan rumatan adalah 25-30 ml/kg/hari. Kebutuhan K,
Na dan Cl kurang lebih 1mmol/kg/hari. Kebutuhan glukosa 50-
100 g/hari. Setelah cairan pemeliharaan intravena diberikan,
monitor dan lakukan penilaian ulang pada pasien. Hentikan cairan
intravena jika tidak ada indikasi yangtepat. Cairan nasogastrium
atau makanan enteral lebih dipilih untuk kebutuhan pemeliharaan
lebih dari 3 hari.
c) Cairan Pengganti
Banyak pasien yang membutuhkan cairan intravena memiliki
kebutuhan spesifik untuk menutupi penggantian dari defisit
cairan atau kehilangan cairan atau elektrolit serta permasalahan
redistribusi cairan internal yang sedang berlangsung, sehingga
harus dihitung untuk pemilihan cairan intravena yang optimal.
Cairan dan elektrolit intravena pengganti dibutuhkan untuk
mengangani defisit yang ada atau kehilangan yang tidak normal
yang sedang berlangsung, biasanya dari saluran pencernaan
(contoh: ileostomy, fistula, drainase nasogastrium, dan drainase
bedah) atau saluran kencing (contoh: saat pemulihan dari gagal
ginjal akut). Secara umum, terapi cairan intravena untuk
penggantian harus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekstra
dari cairan dan elektrolit seperti kebutuhan pemeliharaan,
sehingga homeostasis dapat kembali dan terjaga.Lakukan
penilaian cairan dan elektrolit pasien dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, monitor klinis, dan pemeriksaan
laboratorium. Cari defisit, kehilangan yang sedang berlangsung,
distribusi yang tidak normal atau permasalahan kompleks
lainnya. Periksa kehilangan yang sedang berlangsung dan
perkirakan jumlahnya dengan mengecek untuk muntah dan
kehilangan NG tube, diare, kehilangan darah yang berlangsung.
Periksa redistribusi dan masalah kompleks lainnya dengan
memeriksa pembengkakan, sepsis berat, dan lainnya. Berikan
tambahan cairan dari kebutuhan pemeliharaan rutin, mengatur
14. 11
sumber-sumber cairan dan elektrolit yang lain Monitor dan periksa
ulang pasien setelah meresepkan.
d) Cairan untuk Tujuan Khusus
Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus,
misalnyanatrium bikarbonat 7,5%, kalsium glukonas, untuk tujuan
koreksi khusus terhadap gangguan keseimbangan elektrolit.
e) Cairan Nutrisi
Cairan nutrisi biasanya digunakan untuk nutrisi parenteral pada
pasien yang tidaak mau makan, tidak boleh makan dan tidak bisa
makan peroral.Jenis cairan nutrisi parenteral pada saat ini sudah
dalam berbagai komposisi baik untuk parenteral parsial atau total
maupun untuk kasus
penyakit tertentu.
Adapun syarat pemberian nutrisi parenteral yaitu berupa:
1. Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula
enterokunateus,atresia intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi
usus halus.
2. Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada
pancreatitis berat, status preoperatif dengan malnutrisi berat,
angina intestinal,stenosis arteri mesenterika, diare berulang.
3. Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang
berkepanjangan, pseudo-obstruksi dan skleroderma.
4. Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti
pada gangguan makan, muntah terus menerus, gangguan
hemodinamik,hiperemesis gravidaru.
D. Kontraindikasi
Secara garis besar, cairan intravena dibagi menjadi dua, yaitu cairan kristaloid
dan koloid :
1) Cairan Kristaloid
a) Isotonis : Efek samping yang perlu diperhatikan adalah terjadinya edema
perifer dan edema paru pada jumlah pemberian yang besar Contoh larutan
kristaloid isotonis:Ringer Laktat, Normal Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose
5% in ¼ NS.2,3.
15. 12
b) Hipertonis : Efek larutan garam hipertonik lain adalah meningkatkan curah
jantung bukan hanya karena perbaikan preload, tetapi mengandung albumin
(83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin. Selain albumin,
aktivator Prekallikrein (Hageman’s factor fragments) terdapat dalam fraksi
protein plasma dan sering menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
c) Hipotonis : Contoh larutan kristaloid hipotonis: Dextrose 5% dalam air, ½
Normal Saline.
2) Cairan Koloid
a) Koloid Sintetik Dextran : Obat ini jarang digunakan karena efek samping
terkait yang meliputi gagal ginjal sekunder akibat pengendapan di dalam
tubulus ginjal, gangguan fungsi platelet, koagulopati dan gangguan pada
cross-matching darah. Tersedia dalam bentuk Dextran 40 (Rheomacrodex)
dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat
molekul 60.000-70.000.
b) Gelatin : Efek ekspansi plasma segera dari gelatin adalah 80-100% dari
volume yang dimasukkan dibawah kondisi hemodilusi normovolemik. Efek
ekspansi plasma akan bertahan 1-2 jam. Tidak ada batasan dosis maksimum
untuk gelatin. Gelatin dapat memicu reaksi hipersensitivitas, lebih sering
daripada larutan HES.
E. Resusitasi Cairan Pada Kasus Kritis
1. Cairan Pemeliharaan : Terapi cairan intravena untuk pemeliharaan rutin mengacu
pada penyediaan IV cairan dan elektrolit untuk pasien yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan mereka dengan rute enteral, namun sebaliknya baik dalam hal
keseimbangan cairan dan elektrolit dan penanganan (yaitu mereka yang pada
dasarnya euvolemik tanpa signifikan defisit elektrolit, kerugian yang abnormal
yang sedang berlangsung atau masalah redistribusi internal yang kompleks).
Tujuan saat memberikan cairan perawatan rutin adalah untuk menyediakan cukup
cairan dan elektrolit untuk memenuhi insensible losses (500-1000 ml),
mempertahankan status normal tubuh kompartemen cairan dan memungkinkan
ekskresi ginjal dari produk-produk limbah (500-1500 ml.). Jenis cairan rumatan
yang dapat digunakan adalah : NaCl 0,9%, glukosa 5%, glukosa salin, ringer
laktat/asetat, NaCl 0,9% hanya untuk rumatan yang tinggi kandungan NaCl dari
saluran cerna ataupun ginjal, glukosa 5% atau glukosa salin.
16. 13
7,8 Jumlah kehilangan air tubuh berbeda sesuai dengan umur, yaitu
Dewasa1,5-2 ml/kg/jam, Anak-anak2-4 ml/kg/jam Bayi4-6 ml/kg/jam
Neonatus 3 ml/kg/jam.
Kebutuhan cairan rumatan adalah 25-30 ml/kg/hari. Kebutuhan K, Na dan Cl
kurang lebih 1mmol/kg/hari. Kebutuhan glukosa 50-100 g/hari. Setelah cairan
pemeliharaan intravena diberikan, monitor dan lakukan penilaian ulang pada
pasien. Hentikan cairan intravena jika tidak ada indikasi yang tepat. Cairan
nasogastrium atau makanan enteral lebih dipilih untuk kebutuhan pemeliharaan
lebih dari 3 hari.
2. Cairan Pengganti : Banyak pasien yang membutuhkan cairan intravena memiliki
kebutuhan spesifik untuk menutupi penggantian dari deficit cairan atau kehilangan
cairan atau elektrolit serta permasalahan redistribusi cairan internal yang sedang
berlangsung, sehingga harus dihitung untuk pemilihan cairan intravena yang
optimal. Cairan dan elektrolit intravena pengganti dibutuhkan untuk mengangani
deficit yang ada atau kehilangan yang tidak normal yang sedang berlangsung,
biasanya dari saluran pencernaan (contoh: ileostomy, fistula, drainase
nasogastrium, dan drainase bedah) atau saluran kencing (contoh: saat pemulihan
dari gagal ginjal akut). Secara umum, terapi cairan intravena untuk penggantian
harus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekstra dari cairan dan elektrolit
seperti kebutuhan pemeliharaan, sehingga homeostasis dapat kembali dan
terjaga.Lakukan penilaian cairan dan elektrolit pasien dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, monitor klinis, dan pemeriksaan laboratorium. Cari defisit,
kehilangan yang sedang berlangsung, distribusi yang tidak normal atau
permasalahan kompleks lainnya. Periksa kehilangan yang sedang berlangsung dan
perkirakan jumlahnya dengan mengecek untuk muntah dan kehilangan NG tube,
diare, kehilangan darah yang berlangsung. Periksa redistribusi dan masalah
kompleks lainnya dengan memeriksa pembengkakan, sepsis berat, dan lainnya.
Berikan tambahan cairan dari kebutuhan pemeliharaan rutin, mengatur sumber-
sumber cairan dan elektrolit yang lain. Monitor dan periksa ulang pasien setelah
meresepkan.
3. Cairan untuk Tujuan Khusus : Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang
digunakan khusus, misalnya natrium bikarbonat 7,5%, kalsium glukonas, untuk
tujuan koreksi khusus terhadap gangguan keseimbangan elektrolit.
17. 14
4. Cairan Nutrisi : Cairan nutrisi biasanya digunakan untuk nutrisi parenteral pada
pasien yang tidaak mau makan, tidak boleh makan dan tidak bisa makan peroral.
Jenis cairan nutrisi parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai komposisi baik
untuk parenteral parsial atau total maupun untuk kasus penyakit tertentu.
Adapun syarat pemberian nutrisi parenteral yaitu berupa:
a) Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia intestinal,
olitis infektiosa, obstruksi usus halus.
b) Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat, status
preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri mesenterika,
diare berulang.
c) Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-
obstruksi dan skleroderma.
d) Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan makan,
muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis gravidarum.
F. Transfusi Darah
1. Pengertian Transfusi Darah
Transfusi darah adalah suatu cara pengobatan berupa penambahan darah atau bagian-
bagian darah yang berasal dari donor kepada seorang penderita (resipien). Proses
transfusi darah harus memenuhi persyaratan yaitu aman bagi penyumbang darah dan
bersifat pengobatan bagi resipien (Bakta, 2006). Bahan-bahan yang dapat
ditransfusikan adalah darah lengkap (whole blood) dan komponen darah (Bakta,
2006). Transfusi darah bertujuan memelihara dan mempertahankan kesehatan donor,
memelihara keadaan biologis darah atau komponennya agar tetap bermanfaat,
memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah
(stabilitas peredaran darah), mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia
darah, meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi hemostatis, dan
tindakan terapi kasus tertentu (Widmann, 2005).
2. Tahapan Transfusi Darah
Ada beberapa tahap yang harus dilalui sebelum donor darah didistribusikan ke
pemakai darah. Tahapan yang harus dilalui pedonor darah dan petugas UDD
dilakukan untuk keamanan maksimal bagi resipien, antara lain :
18. 15
1) Seleksi donor darah.
2) Pengambilan darah donor.
3) Pembuatan komponen darah.
4) Pemeriksaan Uji Saring Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD).
5) Penyimpanan darah siap pakai.
6) Permintaan darah.
7) Uji Silang Serasi.
8) Transportasi darah (Setyati, 2010).
3. Anatomi dan Fisiologi Darah
Fungsi darah terdiri atas:
1) Sebagai alat pengangkut :
a) Mengambil oksigen/ zat pembakaran dari paru-paru untuk diedarkan ke
seluruh bagian tubuh.
b) Mengangkat karbon dioksida dari jaringan untuk di keluarkan melalui paru-
paru.
c) Mengambil zat-zat makanan dari usus halus untuk diedarkan dan dibagikan
keseluruh jaringan.
d) Mengangkat/mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh untuk
dikeluarkan melalui kulit dan ginjal.
e) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit dan racun dalam tubuh
dengan perantara leukosit dan antibodi/ zat-zat anti racun.
f) Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
g) Mengedarkan hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin yang
dilakukan oleh plasma darah.
h) Menutup luka yang dilakukan oleh keping-keping darah.
4. Komposisi Darah
a) Plasma 55 % dari volume darah
b) Sel darah 45 % dari volume darah
5. Komposisi Plasma
a) Air ;(90-92 %) sebagai pelarut, absorbsi dan pelepasan panas
b) Proteina.
c) Albumin : dihasilkan di hati. Berfungsi mempertahankan tekanan osmotik agar
normal (25 mmHg)
d) Globulin : berfungsi untuk respon imun
19. 16
e) Fibrinogen : berfungsi untuk pembekuan darah
6. Komposisi Sel Darah
a) Leukosit
b) Granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil)
c) Agranulosit (monosit, limfosit)
d) Limfosit: ada dua jenis limposit
1) Eritrosit: sel ini berbentuk cakram bikonkaf, tanpa inti,berdiameter 7-8
mikrometer.
2) Trombosit : merupakan keping darah, asalnya dari selmegakariosit dalam
sumsum tulangmerah. Jumlah normalnya berkisar antara 200.000 –
350.000 per mm3 darah.
3) Hemoglobin: protein kompleks terdiri atas protein, globin dan pigmen
hem (mengandung besi).
7. Tujuan Tranfusi Darah
a) Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor.
b) Meningkatkan oksigenasi jaringan.
c) Memperbaiki fungsi hemostatis.
8. Manfaat Transfuse Darah
a) Dapat mengetahui golongan darah.
b) Dapat menambah cairan darah yang hilang didalam tubuh.
c) Dapat menyelamatkan jiwa pasien.
9. Macam-Macam Komponen Darah
a) Whoole Blood
b) Packed Red Blood Cell (PRBC)
c) Plasma Beku Segar (Frezh Frozen Plasma)
d) Trombosit
e) Kriopresipitat
10.Reaksi Transfusi
a) Rasa panas sepanjang vena
b) Nyeri dada
c) Warna kemerahan pada wajah
d) Nyeri pinggang bawah
e) Mual, Muntah
f) Demam dan sakit kepala
20. 17
g) Menggigil
h) Gejala syok hipotensi, takikardi, gelisah, dispnea
i) Ruam kulit, edema wajah atau lidah, urtikaria
j) Asma (pada keadaan alergi)
11.EfekTransfusi
Alergi
1) Penyebab:
a) Alergen di dalam darah yang didonorkan
b) Darah hipersensitif terhadap obat tertentu
2) Gejala : Anaphilaksis (dingin, bengkak pada wajah, edema laring, pruritus,
urtikaria, wheezing), demam, nausea dan vomit, dyspnea, nyeri dada, cardiac
arrest, kolaps sirkulasi.
3) Intervensi :
a) Lambatkan atau hentikan tranfusi
b) Berikkan normal saline
c) Monitor vital sign dan lakukan RJP jika diperlukan
d) Berikan oksigenasi jika diperlukan
e) Monitor reaksi anafilaksis dan jika diindikasikan berikan
f) Apabila diresepkan, sebelum pemberian tranfusi berikan 5 diphenhidramin
21. 18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh
didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam
metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan. Dalam
pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan
ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan
cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena
kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperative.
Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau
mengembalikan volume dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan
harus diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan
infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan
kristaloid dan cairan koloid.
B. Saran
1. Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami resusitasi cairan dan
elektrolit pada tubuh manusia.
Bagi pembaca semua, diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif pada pasien dengan resusitasi cairan
22. 19
DAFTAR PUSTAKA
Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan.
In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak
Nelson ed 15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266
Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi
Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Hasan F. Terapi Cairan. 2008. Di unduh pada tanggal 28 November 28, 2021 dari
http://drfhasan.blogspot.com/2008/01/referat-terapi-cairan.html.
Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan.
Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.