SlideShare a Scribd company logo
1 of 64
Download to read offline
LAPORAN PENELITIAN
KARTU KREDIT DAN KEABSAHAN
PENGGUNAANNYA DALAM TRANSAKSI
EKONOMI ISLAM
Oleh:
Azharsyah, SE.Ak, M.S.O.M
NIP. 19781112 200501 1 003
Sumber Dana:
DIPA IAIN Ar-Raniry Tahun 2011
LEMBAGA PENELITIAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2011
LAPORAN PENELITIAN
KARTU KREDIT DAN KEABSAHAN
PENGGUNAANNYA DALAM TRANSAKSI
EKONOMI ISLAM
Oleh:
Azharsyah, SE.Ak, M.S.O.M
NIP. 19781112 200501 1 003
Sumber Dana:
DIPA IAIN Ar-Raniry Tahun 2011
LEMBAGA PENELITIAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2011
LAPORAN PENELITIAN
KARTU KREDIT DAN KEABSAHAN
PENGGUNAANNYA DALAM TRANSAKSI
EKONOMI ISLAM
Oleh:
Azharsyah, SE.Ak, M.S.O.M
NIP. 19781112 200501 1 003
Sumber Dana:
DIPA IAIN Ar-Raniry Tahun 2011
LEMBAGA PENELITIAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2011
iv
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya penggunaan kartu
kredit di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam
khusunya Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
akad-akad yang terlibat dalam setiap alur transaksi dari kartu kredit dan
keabsahan penggunaannya dalam praktik ekonomi yang berbasis Islam.
Hal lain yang ingin dikaji adalah kedudukan terms and conditions
dalam kartu kredit ditinjau dalam hukum Islam karena penetapannya
dilakukan secara sepihak oleh pihak yang mengeluarkan kartu kredit.
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan
perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber
lain yang terkait dengan masalah yang sedang diteliti. Data-data yang
diperoleh akan disusun secara komprehensif untuk kemudian dianalisis
dengan metode kualitatif untuk menghasilkan suatu laporan deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat paling kurang enam akad
dalam sebuah alur transaksi kartu kredit, yaitu kafalah, wakalah,
hawalah, murabahah, qardh, dan ijarah yang terjadi dalam waktu yang
berbeda-beda sesuai dengan tahapan suatu alur transaksi kartu kredit.
Kedudukan syarat dan ketentuan pembuatan kartu kredit secara umum
tidak bertentang dengan hukum Islam dengan mempertimbangkan
berbagai hal. Persyaratan yang ditetapkan secara sepihak oleh card
issuer, seperti denda-denda keterlambatan akan mengandung unsur riba
jika pengguna kartu kredit tidak mampu membayar tagihannya secara
tepat waktu akibat pengenaan bunga yang sangat besar. Akan tetapi
menurut fatwa DSN-MUI, issuer dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti
rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh issuer akibat
keterlambatan yang telah jatuh tempo dalam angka yang wajar. Di
samping itu, issuer juga dapat mengenakan denda keterlambatan
pembayaran (late charge) yang harus diakui seluruhnya sebagai dana
sosial. Sementara itu, persentase yang dipotong dari transaksi
pembelanjaan oleh acquirer dari merchant dapat dianggap sebagai upah
dari jasa yang diberikan oleh acquirer kepada merchants dengan catatan
harus dibatasi sehingga layak disebut sebagai upah jasa.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT, penelitian ini selesai
juga dilakukan beserta dengan laporannya. Untuk sampai pada
tahapan final seperti yang ada sekarang, penelitian ini telah
mengalami proses kelayakan mulai dari seminar proposal sampai
pada seminar hasil. Saran dan kritik dari narasumber telah
memperkuat substansi isi maupun metodologi penelitian ini.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya penggunaan
kartu di negara-negara muslim khususnya Indonesia dalam
beberapa tahun belakangan ini. Fenomena ini menarik untuk dikaji
karena terjadi beberapa khilafiyah tentang boleh tidaknya kartu
kredit digunakan sebagai media transaksi dalam suatu sistem
ekonomi yang penggunanya banyak dari kalangan muslim. Apalagi
suatu transaksi kartu kredit sangat berlapis alurnya sehingga
menarik untuk dikaji tentang akad-akad yang terlibat dalam setiap
tahapan dari transaksi tersebut.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini
terutama kepada Lembaga Penelitian IAIN Ar-Raniry yang telah
memilih topik menjadi salah satu penelitian pada tahun anggaran
2011 ini termasuk beberapa narasumber yang terlibat dari sejak
seminar proposal sampai seminar hasil akhir penelitian.
Teristimewa kepada istri dan dua buah hati peneliti yang telah
memberikan inspirasi setiap hari kepada peneliti.
Darussalam, 20 Oktober 2010
Azharsyah
vi
DAFTAR ISI
COVER DALAM .................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................ii
RINCIAN DANA...................................................................................iii
ABSTRAK ............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR............................................................................ v
DAFTAR ISI.......................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah....................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 4
D. Definisi Operasional ........................................................... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................. 9
A. Overview Kartu Kredit......................................................... 9
B. Dasar Hukum Kartu Kredit di Indonesia............................ 11
C. Literatur Review ................................................................ 14
BAB III METODE PENELITIAN...................................................... 18
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian......................................... 18
B. Kehadiran Peneliti.............................................................. 19
C. Lokasi Penelitian................................................................ 19
D. Sumber Data ...................................................................... 20
E. Asumsi Penelitian .............................................................. 21
F. Prosedur Pengumpulan Data .............................................. 21
G. Analisis Data...................................................................... 22
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................... 23
A. Sejarah Kartu Kredit .......................................................... 23
B. Klasifikasi Kartu Kredit ..................................................... 26
C. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Proses Penerbitan dan
Penggunaan Kartu Kredit................................................... 27
D. Prosedur Permohonan Kartu Kredit ................................... 29
E. Hak dan Kewajiban Pihak-pihak yang Terkait dalam
Proses Penerbitan dan Penggunaan Kartu Kredit ............... 33
F. Cara dan Alur Kerja Kartu Kredit ...................................... 37
G. Jenis-jenis Akad dalam Transaksi Kartu Kredit dan
Keabsahannya Menurut Fiqh Muamalah............................ 40
H. Analisis terhadap Terms and Conditions Kartu Kredit....... 45
vii
BAB V PENUTUP................................................................................ 53
A. Kesimpulan........................................................................ 53
B. Saran .................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 55
BIOGRAFI PENULIS ......................................................................... 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan kartu kredit dewasa ini sudah sangat meluas di
mana kartu kredit bukan lagi hanya sekedar gaya hidup, tetapi
merupakan kebutuhan bagi masyarakat modern untuk menunjang
semua aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari yang serba cepat
dan efisien. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Kanada dan Jepang penggunaan kartu kredit merupakan hal yang
sangat biasa dan umum digunakan dalam melakukan berbagai jenis
transaksi dalam kehidupan sehari-hari seperti keperluan bisnis dan
pribadi yang meliputi perjalanan dinas, menjamu klien, biaya
kelahiran anak, belanja kebutuhan harian atau berlibur bersama
keluarga serta pemberian donasi/sumbangan.
Penggunaan kartu kredit dianggap lebih efisien dibandingkan
uang. Di samping aman dan praktis, kartu kredit juga berfungsi
sebagai jaminan kepercayaan suatu bank atau card provider kepada
pemegang kartu dalam hal penggunaan keuangan dari lembaga
tersebut. Dengan fee yang sangat rendah dan berbagai kemudahan
yang ditawarkan, kartu kredit dapat dimiliki oleh siapa saja untuk
membeli apa saja. Hal tersebut telah menjadikan kartu kredit
sebagai komponen penting dalam transaksi-transaksi keuangan.
Dewasa ini, penggunaan kartu kredit sudah meluas ke negara-
negara yang berpenduduk mayoritas muslim seperti Indonesia.
Sebagai negara muslim terbesar, Indonesia memiliki banyak
pengguna kartu kredit yang beragama Islam, umumnya masih
2
berasal dari golongan-golongan yang mempunyai penghasilan tetap.
Kartu-kartu tersebut tak hanya dikeluarkan oleh bank-bank
konvensional karena dalam beberapa tahun terakhir, bank-bank
syariah juga mengeluarkan kartu kredit yang berlandaskan syariah
dengan nama yang beragam, seperti Hasanah Card, Dirham Card,
dan sebagainya.
Dalam lima tahun terakhir, perkembangan kredit konsumsi di
Indonesia meningkat sekitar 21 persen tiap tahunnya. Data dari
Bank Indonesia tercatat bahwa jumlah perkembangan kredit
konsumsi pada tahun 2006 sebesar Rp 226,3 triliun, sedangkan
tahun 2010 meningkat menjadi Rp 537 triliun. Perkembangan
tersebut didukung oleh kenaikan jumlah penerbitan kartu kredit
sebesar 14,7 persen per tahun selama kurun 2008 hingga 2010.
Pada akhir 2010 terdapat 13,57 juta kartu dan akhir Februari 2011
bertambah lagi menjadi 13,8 juta kartu kredit yang beredar di
Indonesia.1
Dari segi nilai, transaksi kartu utang ini tumbuh dengan angka
lebih besar, yaitu 31,52 persen per tahun, untuk periode yang sama.
Sepanjang tahun 2010, nilai transaksi menggunakan kartu gesek ini
mencapai Rp 163,21 triliun.2
Data-data tersebut di atas menunjukkan peningkatan
penggunaan kartu kredit di Indonesia yang berkembang pesat dari
tahun ke tahun. Data tersebut juga didukung oleh hasil survei
Harian Kompas di mana menunjukkan satu dari lima responden
1
Bank Indonesia, Kajian Stabilitas Keuangan No. 11, Jakarta: Bank
Indonesia, Maret 2011, hlm. 64.
2
Ibid.
3
yang berdomisili di Jakarta memiliki kartu kredit yang
kepemilikannya terkadang lebih dari satu kartu.3
Akibat meluasnya penggunaan kartu kredit di negara-negara
muslim, muncul persoalan tentang keabsahan penggunaan kartu
kredit dalam Islam. Para ahli fiqh berbeda pendapat tentang
kebolehan penggunaan kartu kredit terutama pada persoalan
substansialnya seperti jenis-jenis akad yang digunakan,
persyaratan-persyaratan awal yang berbau riba, jumlah persentase
yang diambil oleh pihak yang mengeluarkan kartu dan denda-
denda keterlambatan.
Masalah pemilihan akad yang tepat dalam kartu kredit agak
sedikit rumit karena banyaknya pihak yang terlibat di dalamnya,
seperti cardholder, card issuer, merchant, acquiring bank,
independent sales organization (reseller), merchant account, credit
card association, transaction network, affinity partner. Sebagian
fuqaha mengatakan bahwa transaksi dalam kartu kredit dapat
melibatkan satu akad saja. Sementara sebagian yang lain
berpendapat transaksi dalam kartu kredit tersebut melibatkan
beberapa akad.
Hal lain yang menarik untuk dikaji adalah persyaratan atau
ketentuan yang ditetapkan oleh card issuer bagi para pengguna
kartu. Syarat dan ketentuan ini ditetapkan secara sepihak oleh card
issuer sebagai syarat untuk di approve-nya kartu kredit tersebut
sehingga pengguna kartu tidak punya pilihan selain menerima.
3
Litbang Kompas, Mudahnya Mendapat Kartu Kredit, Harian
Kompas (Elektronik), Edisi Jum’at, 15 April 2011.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang
menjadi rumusan permasalahan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah keabsahan akad-akad yang digunakan
dalam transaksi kartu kredit menurut fiqh muamalah?
2. Bagaimana kedudukan terms and conditions dalam kartu
kredit ditinjau dalam hukum Islam?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan berdasarkan rumusan masalah di
atas adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui keabsahan akad-akad yang digunakan
dalam transaksi kartu kredit menurut fiqh muamalah.
2. Untuk mengetahui kedudukan syarat dan ketentuan
pembuatan kartu kredit dalam hukum Islam.
D. Definisi Operasional
Untuk menghindari kekeliruan dalam memberi makna dari
proposal ini, peneliti akan memberi beberapa definisi yang
dianggap penting dan sering muncul dalam penelitian ini yaitu ; (1)
Kartu Kredit; (2) Ekonomi Islam; (3) Hukum Islam; (4) Akad; (5)
Syarat dan Ketentuan.
1. Kartu Kredit
Kartu kredit (credit card) dalam bahasa Arab disebut bithaqah
i’timan. Secara bahasa kata bithaqah (kartu) digunakan untuk
potongan kertas kecil atau dari bahan lain yang di atasnya ditulis
penjelasan yang berkaitan dengan potongan kertas itu, sementara
5
kata i’timan secara bahasa artinya adalah kondisi aman dan saling
percaya.4
Kartu kredit yang peneliti maksudkan dalam penelitian
ini adalah kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya
yang dapat digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala
keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu secara
hutang.
2. Ekonomi Islam
Ilmu ekonomi Islam merupakan pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh
nilai-nilai Islam.5
Menurut M. Akram Khan (dalam Mustafa Edwin
Nasution)6
ilmu ekonomi Islam bertujuan untuk melakukan kajian
tentang kebahagiaan hidup manusia yang dicapai dengan
mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar bekerja sama dan
berpartisipasi. Hal yang senada juga diungkapkan oleh M. Umer
Chapra di mana ia mendefinisikan ekonomi Islam sebagai sebuah
pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia
melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang
berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa
memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro
4
Setiawan Budi Utomo, Hukum Kartu Kredit Syariah, diakses pada
tanggal 20 Januari 2010 dari website:
http://www.dakwatuna.com/2009/hukum-kartu-kredit-syariah/
5
M.A. Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam (terjemahan M.
Nastagin), Yogyakarta: PT Dana Bakti Wakaf, 1997, hlm. 56.
6
Mustafa Edwin Nasution, dkk, 2007. Pengenalan Eksklusif
Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2007, hlm. 16.
6
ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan
lingkungan.7
3. Hukum Islam
Dalam penelitian ini, istilah “hukum Islam” sering digantikan
oleh istilah “syariah”. Secara umum pengertian hukum Islam
adalah ajaran Islam yang membicarakan amal perbuatan manusia
baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan makhluk
lainnya. Mahmud Shaltut (dalam Universitas Gunadarma)
mengatakan bahwa syariat adalah segala peraturan yang telah
disyariatkan Allah untuk dilaksanakan oleh umat manusia dalam
berkomunikasi dengan Tuhannya, dengan sesama muslim, dengan
sesama manusia, dengan alam semesta, dan dengan kehidupan.8
Menurut istilah, syariat adalah hukum-hukum (peraturan) yang
diturunkan Allah Swt melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk
manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan
mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus. Secara umum, dalam
penelitian ini pengertian hukum Islam yang peneliti maksudkan
adalah segala aturan dalam ajaran Islam yang berkenaan dengan
“boleh” dan “tidak boleh” kita melakukan sesuatu dengan
berlandaskan pada Al-Qur’an, Sunnah, Ijma, Qiyas, dan Maslahat.
7
M. Umer Chapra. The Future of Economics: an Islamic
Perspective, Edisi Terjemahan, Jakarta: SEBI Institute, 2001, hlm. 45.
8
Universitas Gunadarma, September 2009. Hukum Islam. Diakses
pada tanggal 5 July 2011 dari website:
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/ bab7-
hukum_islam_(syari'ah)
7
4. Akad
Secara etimologi, akad berarti ikatan antara dua perkara, baik
ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi. Akad bisa juga
diartikan sebagai sambungan dan janji.9
Secara umum definisi akad
adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan
keinginannya sendiri seperti wakaf, talak dan pembebasan; atau
sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang
seperti jual-beli, perwakilan, dan gadai. 10
Sedangkan menurut
Kamus Bahasa Indonesia akad diartikan sebagai janji, perjanjian,
atau kontrak.11
5. Syarat dan Ketentuan
Secara bahasa, syarat dan ketentuan merupakan terjemahan
bebas dari bahasa Inggris untuk istilah terms and conditions.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan syarat
adalah peraturan atau petunjuk. 12
Sedangkan ketentuan adalah
sesuatu yang sudah tentu atau yang telah ditentukan; atau bisa juga
diartikan dengan ketetapan; juga kepastian.13
Dalam penelitian ini,
yang dimaksud dengan syarat dan ketentuan adalah segala
peraturan dan petunjuk yang sudah ditetapkan secara sepihak oleh
pihak penerbit kartu kredit sebagai persyaratan awal untuk dapat
9
Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillah, juz IV, Damsyik,
Dar al-Firk, 1989, hlm, 80
10
Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, Jakarta: Pustaka Setia, 2001,
hlm. 44
11
Tim Penyusun KBI, Kamus Bahasa Indonesia, Versi Digital.
Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 1578.
12
Ibid, hlm. 24.
13
Ibid, hlm. 1683.
8
disetujuinya penerbitan kartu kredit (credit approval) atas nama
pemegang kartu.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Overview Kartu Kredit
Kartu kredit (credit card) dalam bahasa Arab disebut bithaqah
i’timan). Secara bahasa kata bithaqah (kartu) digunakan untuk
potongan kertas kecil atau dari bahan lain yang di atasnya ditulis
penjelasan yang berkaitan dengan potongan kertas itu, sementara
kata i’timan secara bahasa artinya adalah kondisi aman dan saling
percaya. Dalam kebiasaan dalam dunia usaha artinya semacam
pinjaman, yakni yang berasal dari kepercayaan terhadap peminjam
dan sikap amanahnya serta kejujurannya. Oleh sebab itu ia
memberikan dana itu dalam bentuk pinjaman untuk dibayar secara
tertunda.
Sedangkan pengertian kartu kredit secara terminologi adalah
kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat
digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan dan
barang-barang serta pelayanan tertentu secara hutang. Kartu kredit
pada hakikatnya merupakan salah satu instrumen dalam sistem
pembayaran sebagai sarana mempermudah proses transaksi yang
tidak tergantung kepada pembayaran kontan dengan membawa
uang tunai yang berisiko.14
Menurut PBI No. 07/52/PBI/2005 yang diperbaharui dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008 yang diperbaharui
kembali dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009,
kartu kredit adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu
14
Setiawan Budi Utomo, Hukum Kartu...
10
yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas
kewajiban yang timbul dari status kegiatan ekonomi, termasuk
kegiatan pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan tunai
di mana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi dahulu
oleh acquirer atau penerbit kartu. Atas transaksi tersebut
pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban
pembayaran pada waktu yang disepakati, baik secara sekaligus
(charge card) maupun secara angsuran.15
Dewan Syariah Nasional MUI mengistilahkan kartu sebagai
Syariah Card yang didefinisikan sebagai kartu yang berfungsi
seperti kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem
yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah.16
Sebuah kartu kredit merupakan bagian dari suatu sistem
pembayaran kartu plastik yang dikeluarkan kepada para pengguna
sistem tersebut. Kartu tersebut memberikan hak kepada
pemegangnya (card holder) untuk membeli barang dan jasa yang
didasari pada janji si pemegang kartu untuk membayar barang dan
jasa tersebut pada waktu yang sudah ditentukan.17
Penerbit kartu
kredit (issuer) biasanya memberikan suatu batas kredit (credit
limit) yang bisa digunakan oleh pemegang kartu untuk membayar
15
Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu. Jakarta: Bank Indonesia, 2009.
16
DSN – MUI, Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 54/DSN-
MUI/X/2006 tentang Syariah Card, 2006.
17
Arthur Sullivan & Steven M. Sheffrin, Economics: Principles in
Action. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2003,
hlm. 261.
11
tempat-tempat pembelanjaan (merchants) atau bisa juga digunakan
sebagai cash advance bagi pengguna.
Pada prinsipnya, cara pembayaran kartu kredit ada dua, yaitu
pembayaran penuh (full payment) dan tidak penuh (minimum
payment). Sistem pembayaran kartu kredit dewasa ini memakai
sistem yang kedua yaitu minimum payment. Untuk kartu kredit
yang menggunakan sistem full payment biasa dikenal dengan
charge card. Charge card mewajibkan pembayaran dilakukan
secara penuh tiap bulan atau sebelum jatuh tempo. Sedangkan
credit card membolehkan pemegang kartu untuk menunda
pembayaran penuh dan hanya wajib melunasi sejumlah
pembayaran minimum dengan konsekuensi akan dikenakan biaya
tambahan.18
B. Dasar Hukum Kartu Kredit di Indonesia
Di Indonesia, usaha penerbitan dan penggunaan kartu kredit
diatur dalam beberapa regulasi berikut:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perbankan Nasional.
Penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan
menggunakan kartu kredit didasarkan pada ketentuan Pasal 6
huruf 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perbankan. Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang
18
Wikipedia.org. Credit Card, diakses pada tanggal 3 Maret 2011
dari website: http://en.wikipedia.org/wiki/Credit_card
12
Perbankan menyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan
salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh bank.
Dengan demikian, undang-undang Perbankan dapat dijadikan
dasar penyelenggaraan usaha kartu kredit sebagai alat
pembayaran oleh bank. Namun, Undang-Undang Perbankan
tidak mengatur secara lebih rinci mengenai penerbitan dan
penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran.
2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah.
Undang-undang ini dikhususkan untuk mengatur operasional
perbankan Syariah di Indonesia termasuk kegiatan usahanya.
Penyelenggaraan kegiatan usaha debit dan/atau kartu
pembiayaan yang sesuai dengan prinsip Syariah diatur dalam
pasal 19 ayat (1) huruf (h) Undang-undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-undang tersebut
merupakan dasar bagi Perbankan Syariah untuk
menyelenggara usaha kartu debit dan pembiayaan (kredit)
sebagai alat pembayaran oleh bank syariah. Sama halnya
seperti Undang-Undang Nomor 10 tentang Perbankan
Nasional di atas, UU No. 21 Tahun 2008 ini juga tidak
mengatur secara rinci mengenai penerbitan dan penggunaan
kartu kredit sebagai alat pembayaran.
3. Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang
Lembaga Pembiayaan.
Dalam pasal 48 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
84/PMK.012/2006 Tentang Lembaga Pembiayaan dinyatakan
13
bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha
yang dapat dilaksanakan oleh Lembaga Pembiayaan.
4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember 2005 yang
diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/8/PBI/2008 yang diperbaharui kembali dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu Tanggal 13 April 2009 (PBI APMK)
merupakan peraturan dari Bank Indonesia yang mengatur
secara khusus mengenai penyelenggaraan kegiatan
pembayaran dengan menggunakan kartu kredit. Di dalam PBI
APMK ini diatur mengenai proses pengajuan izin oleh Bank
dan Lembaga selain bank untuk menjadi prinsipal, penerbit,
maupun sebagai acquirer. Selain itu PBI APMK ini juga
mengatur mengenai penyelenggaraan dan penghentian
kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut.19
5. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Nomor 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card.
Fatwa tersebut dikeluarkan untuk menyahuti kebutuhan akan
kelegalan kartu kredit yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. Fatwa tersebut merupakan dasar yang digunakan
bank-bank syariah di Indonesia untuk mengeluarkan berbagai
19
Bank Indonesia, Peraturan Bank...
14
kartu kredit. Dalam praktiknya, kewajiban pembayaran
pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau
penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan
pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang
disepakati secara angsuran dengan menggunakan berbagai
akad yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
C. Literatur Review
Pembahasan mengenai kedudukan kartu kredit dalam hukum
Islam telah banyak dilakukan, tapi dengan penekanan yang
berbeda-beda. Ada yang menekankan pada akad dan ada juga yang
menekankan tentang prasyarat pengajuan kartu kredit. Penelitian
tentang transaksi kartu kredit beserta akad-akadnya dilakukan oleh
Nazaruddin menyimpulkan bahwa menurut kebanyakan fuqaha
penggunaan kartu kredit adalah boleh karena termasuk ke dalam
akad kafalah dhamman dengan catatan bahwa transaksi-
transaksinya harus bersih dari unsur riba, ghubun dan gharar.20
Pembahasan yang sama dilakukan oleh Dewan Syariah
Nasional MUI dalam sebuah fatwa di mana pihak DSN
berpendapat bahwa hukum menggunakan kartu kredit adalah boleh.
Hal ini didasari pada akad-akad yang digunakan yaitu akad kafalah,
qardh, dan ijarah merupakan akad-akad yang biasa digunakan
dalam suatu transaksi ekonomi Islam. Hukum boleh tersebut
menjadi haram jika transaksi-transaksi yang terjadi
20
Nazaruddin AW, Credit Card pada Institusi Keuangan dalam
Kajian Fiqh Iqtishad. Jurnal Media Syariah. Vol. 8 No. 16, 2007, hlm.
171 – 188.
15
mengindikasikan adanya riba dan adanya ketentuan yang
melanggar syariah.21
Sementara itu, Abdullah al-Mushlih & Shalah ash-Shawi
mengkaji keabsahan penggunaan kartu kredit dari sisi syarat dan
ketentuan—yang biasanya telah ditetapkan secara sepihak oleh
card issuer—seperti persyaratan-persyaratan awal yang berbau
riba, jumlah persentase yang diambil oleh pihak yang
mengeluarkan kartu, denda-denda keterlambatan (late fee), dan
pengambilan uang administrasi. Dalam penelitian tersebut, mereka
berpendapat bahwa secara umum penggunaan kartu kredit
dibolehkan dengan syarat-syarat para pengguna kartu yakin sekali
dapat menjaga diri dari hal-hal yang dilarang agama. Dalam poin-
poin tertentu, mereka mengakui adanya riba pada denda-denda
keterlambatan yang telah ditetapkan di awal sehingga mereka
berpendapat bahwa hal semacam itu jelas-jelas dilarang dalam
Islam.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ahmad Zain An-
Najah.22
Akan tetapi An-Najah membatasi pembahasannya pada
tiga persoalan besar, yaitu hukum membership fee, telat
pembayaran dan keuntungan pihak penjamin. Secara umum
pendapat An-Najah mirip dengan pendapat-pendapat di atas, yaitu
penggunaan kartu kredit adalah boleh sepanjang persyaratan yang
digunakan tidak mengandung unsur riba.
21
DSN – MUI, Fatwa Dewan...
22
Ahmad Zain An-Najah 2009, Konsultasi Fiqh Kontemporer:
Hukum Menggunakan Kartu Kredit, diakses pada tanggal 5 Maret 2010
dari website: http://www.hidayatullah.com/konsultasi/fiqih/ 10434-
hukum-menggunakan-kartu-kredit-
16
Sementara Siswantoro mengungkapkan bahwa kartu kredit
dan sejenisnya “dibolehkan” apabila memang fasilitas kartu debit
atau pembayaran tunai tidak ada. Jadi penggunaannya hanya untuk
hal-hal yang bersifat darurat dan sementara saja, bukan menjadi
suatu kebutuhan pokok dan tidak harus diatur dengan suatu
fatwa.23
Akan tetapi, menurut Daud Bakar Islam tidak mengenal kartu
kredit, yang ada hanya kartu debit. Daud Bakar beralasan bahwa
kartu kredit sama dengan menganjurkan orang untuk berutang.
Padahal di dalam Islam, berutang merupakan salah satu hal yang
sangat tidak dianjurkan.24
Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-
penelitian yang telah penulis sebutkan di atas adalah pada term and
conditions (syarat dan ketentuan) yaitu segala peraturan dan
petunjuk yang sudah ditetapkan secara sepihak oleh pihak penerbit
kartu kredit sebagai persyaratan awal untuk dapat disetujuinya
penerbitan kartu kredit (credit approval) atas nama pemegang
kartu. Penelitian sebelumnya umumnya hanya mengkaji keabsahan
penggunaan kartu kredit setelah kartu kredit itu dikeluarkan
sedangkan penelitian ini akan mengkaji term and conditions kartu
kredit sebelum kartu kredit dikeluarkan ditambah dengan
permasalahan-permasalahan pada saat pelunasan dari pengguna
23
Dodik Siswantoro, 2004. Kartu Kredit: Antara Kehalalan dan
Kebaikannya, diakses pada tanggal 15 Maret 2010 dari website:
http://www.hidayatullah.com/opini/artikel/1236-kartu-kredit:-antara-
kehalalan-dan-kebaikannya-
24
Daud Bakar, M, Seminar Nasional tentang Ekonomi Islam, Kuala
Lumpur, 2002.
17
kepada credit issuer termasuk fee yang didapat oleh credit card
association semacam Visa, Mastercard dan American Express
(Amex).
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Penelitian
kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang
terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan,
majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber lain yang terkait
dengan masalah yang diambil. Menurut Simatupang, penelitian
kepustakaan adalah penelitian yang menekankan pada penggunaan
data sekunder atau berupa norma hukum tertulis dan atau
wawancara dengan informan serta narasumber.25
Peneliti akan meneliti tiap catatan yang berhubungan dengan
kartu kredit, khususnya pendapat-pendapat para fuqaha. Di
samping itu, peneliti juga akan menganalisa jenis-jenis akad yang
digunakan dalam transaksi kartu kredit. Berkaitan dengan kajian
Syariah itu, ada tiga hal yang digunakan sebagai alat untuk
menganalisis transaksi kartu kredit, yaitu : pertama, aspek
normatif/ajaran dengan rujukan al-Qur’an dan Hadits, kedua,
kaidah-kaidah hukum, dan ketiga , pandangan-pandangan fiqh.
Dalam aspek normatif, terdapat norma dari tinjauan
hukum/ahkam baik hasil kajian dengan pendekatan harfiah (aliran
Zhahiri) pendekatan kontekstual antara satu dalil (nash) dengan
nash yang lain, dan kadang didukung dengan analitis filosofis
25
Dian Puji Simatupang, Penyusunan Proposal Penelitian, Bahan
Perkuliahan Metode Penelitian dan Penulisan Hukum pada Fakultas
Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.
19
(tujuan dan hikmah tasyri’) seperti pendekatan jumhur ulama dan
normatif dari tinjauan akhlak (posisi/etis dan moral).
Data-data yang diperoleh, kemudian akan disusun secara
komprehensif untuk kemudian dianalisis dengan metode kualitatif.
Metode kualitatif menurut Bogdan dan Taylor adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati.26
Pendekatan kualitatif sebagai suatu konsep keseluruhan dan
keutuhan (holistik) digunakan untuk mengungkapkan rahasia
sesuatu dilakukan dengan cara menghimpun informasi dalam
keadaan sewajarnya (natural setting) dengan menggunakan cara
kerja yang sistematik, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan
secara kualitatif sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya.
B. Kehadiran Peneliti
Peneliti akan melakukan analisis terhadap pendapat para
fuqaha tentang transaksi dalam kartu kredit dan korelasinya dengan
hukum Islam. Peneliti selanjutnya menganalisa kesesuaian dari
akad-akad yang digunakan dalam kartu kredit dengan ajaran Islam
sehingga diketahui boleh tidaknya kartu digunakan dalam transaksi
keuangan.
C. Lokasi Penelitian
Tidak seperti penelitian yang menggunakan pendekatan studi
kasus, penelitian ini tidak mengambil lokasi dalam suatu daerah
26
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, hlm. 13.
20
tertentu, karena pengumpulan data dilakukan dengan metode
dokumentasi dari berbagai literatur. Literatur tersebut didapat baik
dari buku-buku, website, atau sumber-sumber lain yang dianggap
perlu.
D. Sumber Data
Ada dua jenis data dalam penelitian, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data mentah yang diperoleh
langsung di lapangan seperti hasil wawancara, survey, observasi
dan sebagainya. Sedangkan data sekunder adalah data-data yang
telah diolah oleh orang yang diperoleh dari penelusuran
kepustakaan seperti artikel, buku, jurnal dan data-data hasil olahan
lainnya yang relevan dengan penelitian.
Penelitian ini lebih banyak menggunakan data sekunder yaitu
data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan seperti
artikel-artikel, catatan-catatan, penelitian-penelitian sebelumnya
dan pendapat-pendapat para ahli fiqh serta sumber-sumber lain
yang dianggap relevan. Data lain yang juga menjadi komponen
utama penelitian adalah tafsiran tentang ayat-ayat al-Qur’an dan
hadits-hadits Rasulullah SAW serta ijtihad para ulama tentang
masalah-masalah yang berkaitan dengan penelitian ini. Di
samping itu, jika diperlukan juga digunakan data hasil observasi
dengan para pengguna kartu kredit untuk melengkapi pendapat-
pendapat para fukaha.
21
E. Asumsi Penelitian
Dari hasil penelitian pendahuluan, peneliti melihat bahwa
sebagian besar menghalalkan penggunaan kartu kredit walaupun
ada fuqaha yang dengan tegas mengatakan bahwa kartu kredit
tidak dikenal dalam Islam. Berangkat pendapat-pendapat di atas,
peneliti berasumsi bahwa kartu kredit boleh digunakan dengan
catatan tidak jelas-jelas bertentangan dengan syariat. Akan tetapi,
sebagian syarat yang digunakan dalam penerbitan kartu kredit
mengandung unsur tadlis atau penipuan dengan memanfaatkan
ketidaktahuan cardholder (pengguna) terhadap terms and
conditions yang dipakai sebagai syarat mutlak bagi penerbitan
kartu kredit. Diperlukan penelitian lebih komprehensif untuk
menganalisa terms and conditions tersebut dan juga pendapat para
fuqaha tentang jenis akad yang digunakan dalam transaksi kartu
kredit.
F. Prosedur Pengumpulan Data
Data-data dikumpulkan dengan cara membaca dari buku-buku
literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar,
hasil seminar dan sumber lain yang terkait dengan masalah yang
diambil, seperti pendapat para fukaha dan ahli-ahli keuangan
modern dan juga pemerhati keuangan syariah. Kajian terhadap
terjemahan al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW digunakan
sebagai bahan perbandingan terhadap pendapat para fuqaha
tersebut.
22
G. Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data ke dalam pola, kategori dalam satuan uraian
dasar yang ke semua itu bertujuan untuk menemukan suatu
jawaban sebagai tujuan dari penelitian ini. Data yang diperoleh
dalam penelitian ini adalah kualitatif. Data tersebut akan dianalisis
dengan langkah-langkah sebagai berikut: pertama, mengecek ulang
hasil data yang diperoleh dari bacaan-bacaan serta pendapat-
pendapat para ahli; kedua, mengklasifikasikan data dalam kategori
yang lebih khusus; ketiga, proses pentabulasian data, hal ini sangat
diperlukan untuk memudahkan dalam melihat hasil penelitian;
keempat, semua data akan dianalisis secara sistematis dan
mendalam dengan pendekatan deskriptif-kualitatif.
23
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Kartu Kredit
Selama Perang Dunia II berlangsung, aktivitas perdagangan
antar negara berhenti secara total di mana hampir semua negara,
terutama negara yang terlibat langsung, terkena imbas perang.
Seiring dengan berakhirnya Perang Dunia II, aktivitas perdagangan
antar negara kembali berkembang sangat pesat, terutama di negara-
negara Eropa dan Amerika. Perkembangan tersebut memicu
perkembangan dunia perbankan di mana bank menjadi sarana
utama dalam menyediakan fasilitas modal bagi aktivitas
perdagangan.
Untuk memperlancar arus perdagangan yang semakin
berkembang tersebut, bentuk pembayaran non tunai seperti cek
juga berkembang untuk memudahkan digunakan dan juga aman.
Akan tetapi, pesatnya perkembangan penggunaan cek sebagai alat
pembayaran menimbulkan bermacam-macam manipulasi cek
seperti banyaknya cek kosong. Akibatnya, muncul kekhawatiran di
kalangan pedagang-pedagang di Amerika Serikat dan Eropa yang
berefek pada timbulnya keengganan untuk mempergunakan cek
dalam transaksi perdagangan. Dengan latar belakang tersebut,
muncul gagasan dari kalangan pengusaha bank untuk menciptakan
suatu alat pembayaran yang dirasa lebih praktis yaitu kartu kredit.
Jika dilihat jauh ke belakang, konsep penggunaan kartu untuk
membeli sesuatu telah dijelaskan oleh Edward Bellamy pada tahun
1887 dalam novelnya yang berjudul Looking Backward di mana
24
dia memperkenalkan istilah credit card untuk menggambarkan
sebuah kartu yang dipergunakan untuk membeli sesuatu.27
Kartu kredit modern yang dikenal sekarang merupakan
lanjutan dari berbagai jenis kartu belanja yang diterbitkan oleh
beberapa perusahaan di masa lalu. Kartu kredit pertama kali
digunakan pada tahun 1920-an di Amerika Serikat di mana
digunakan untuk membeli bahan bakar kepada sekelompok
perusahaan otomobil. Pada saat itu kartu kredit hanya dapat
dipergunakan untuk berbelanja di toko yang menerbitkan kartu
kredit tersebut. 28
Akan tetapi, dalam tahun 1938, beberapa
perusahaan mulai saling menerima kartu untuk melakukan
transaksi pembayaran. Pada awalnya, tujuan penerbitan kartu
tersebut adalah untuk menarik minat pelanggannya dengan
berbagai fasilitas bagi pemegangnya. Fasilitas tersebut berupa
kemudahan-kemudahan dalam berbelanja misalnya pembayaran
yang dapat dilakukan kemudian atas barang yang telah dibeli.
Semakin lama kartu kartu langganan tersebut semakin diminati.
Sejak itu, kartu plastik ini pun mulai digunakan sebagai alat
pembayaran pengganti uang tunai.
Penerbitan kartu plastik ini sebagai kartu kredit pertama kali
dilakukan oleh Flatbush National Bank Of Brooklyn di New York
(Amerika Serikat) pada tahun 1946, diikuti kemudian oleh The
27
Identitytheft.info. How to Opt Out, diakses pada tanggal 22
Agustus 2011 dari situs: http://www.identitytheft.info/optingout.aspx
28
Didyouknow.cd, The First Credit Card Was Issued In 1951,
diakses pada tanggal 15 Agustus 2011 dari situs:
http://www.didyouknow.cd/creditcards.htm
25
Dinners Club Inc pada tahun 1950 dan kemudian oleh American
Express Company dan Bank of America Overseas Bank pada tahun
1958. Kartu kredit yang diterbitkan oleh Bank of American
Overseas Bank dikenal dengan istilah Bank Americard yang
kemudian berubah nama menjadi Visa pada tahun 1976.
Sedangkan MasterCard muncul kemudian pada tahun 1966 untuk
menyaingi Visa yang telah lebih dulu exist. Dari benua Amerika,
kartu kredit kemudian berkembang sampai ke Inggris yang
selanjutnya menyebar ke seluruh benua Eropa dengan dikeluarkan
Euro Cheque oleh Chargex.
Perkembangan kartu kredit di benua Eropa dan Amerika juga
berpengaruh ke Asia. Jepang menjadi negara pertama di Asia yang
mengeluarkan kartu kredit yaitu kartu kredit Bank Sumitomo.
Perkembangan tersebut akhirnya sampai ke Indonesia. Meskipun
sudah sejak tahun 1964 Hotel Indonesia menerima pembayaran
dengan kartu kredit, tetapi baru pada tahun 1970-an transaksi
dengan menggunakan kartu kredit sebagai alat pembayaran mulai
kelihatan menonjol.
Kartu kredit yang pertama kali muncul di Indonesia adalah
kartu kredit yang diterbitkan oleh American Express dan Dinners
Club. Sedangkan bank nasional pertama yang menerbitkan kartu
kredit adalah Bank BCA, namun kartu ini hanya dapat digunakan
oleh nasabah BCA saja (bersifat internal). Bank nasional yang
pertama kali menerbitkan kartu kredit bekerja sama dengan
Internasional adalah Bank Duta.
26
B. Klasifikasi Kartu Kredit
Kartu kredit dapat dibedakan menjadi berbagai jenis, antara
lain:
1. Berdasarkan sudut pandang penerbitan, kartu kredit dapat
dibedakan menjadi kartu kredit yang diterbitkan oleh bank dan
lembaga keuangan lain yang bukan bank. Kartu kredit yang
diterbitkan oleh Bank misalnya Visa Card dan Master Card,
sedangkan kartu kredit yang diterbitkan oleh lembaga
keuangan selain bank misalnya Dinners Club dan American
Express
2. Berdasarkan sudut pandang tujuan, kartu kredit dapat
dibedakan menjadi kartu kredit umum dan kartu kredit
khusus. Kartu kredit umum adalah kartu kredit yang dapat
digunakan untuk bertransaksi di mana saja misalnya kartu
kredit yang hanya dapat digunakan untuk bertransaksi di mana
saja misalnya kartu kredit Visa dan Master Card, sedangkan
kartu kredit khusus adalah kartu kredit yang hanya dapat
digunakan di tempat-tempat tertentu saja, misalnya Golf Card
yang hanya dapat digunakan di tempat bermain golf atau kartu
belanja Carrefour yang hanya dapat digunakan untuk
berbelanja di pasar swalayan Carrefour.
3. Berdasarkan sudut pandang fasilitas (jumlah limit kredit),
kartu kredit dibedakan atas kartu kredit Classic dan Gold.
Kartu kredit Classic ini memiliki limit kredit antara 1 hingga
10 juta rupiah, sedangkan kartu kredit Gold memiliki limit
kredit antara 10 sampai 30 juta rupiah. Dasar pembedaan ini
27
adalah jumlah pendapatan pemegang kartu kredit yang
bersangkutan.
4. Berdasarkan sudut pandang pemegang kartu kredit, kartu
kredit dibedakan atas kartu kredit utama seperti Personal
(Primary) Card dan Company Card, serta kartu kredit
pelengkap seperti Supplementary Card.
C. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Proses Penerbitan Dan
Penggunaan Kartu Kredit
Di dalam proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit
terdapat beberapa pihak yang terlibat, adapun pihak-pihak tersebut
adalah :
1. Pihak Penerbit (issuer)
Pihak penerbit adalah bank atau lembaga keuangan lain selain
bank yang membuat rekening dan mengeluarkan kartu pembayaran
bagi card holder. Pihak penerbit menjamin pembayaran untuk
transaksi yang terotorisasi menggunakan kartu pembayaran yang
dikeluarkannya, sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan oleh
pemegang merek kartu dan pemerintah setempat.29
2. Pihak Pengelola (acquirer)
Acquirer adalah bank atau lembaga keuangan selain bank
yang melakukan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan
kartu yang dapat berupa:
29
Abdul Kadir Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-commerce:
Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia, cet.1, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005, hlm 16.
28
a. Financial acquirer, yaitu acquirer yang melakukan
pembayaran terlebih dahulu atas transaksi yang dilakukan
oleh pemegang kartu kredit30
;
b. Technical acquirer, yaitu acquirer yang menyediakan
saran yang diperlukan dalam pemrosesan alat pembayaran
dengan menggunakan kartu;
3. Pihak Pemegang Kartu Kredit (cardholder)
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat
menjadi pemegang kartu kredit, yaitu:31
a. Penghasilan yang jumlahnya cukup dan disesuaikan
dengan fasilitas melalui kartu kredit yang diberikan.
Pemenuhan syarat ini dapat dilihat melalui slip gaji,
laporan keuangan usaha, mutasi rekening bank, dan lain-
lain.
b. Kontinuitas penghasilan. Penghasilan yang tinggi tidak
menjamin keberlanjutan dari pemenuhan kewajiban
pemegang kartu kredit untuk memenuhi kewajibannya
kepada perusahaan kartu kredit. Kontinuitas dari
penghasilan yang cukup lebih dapat memberikan
keyakinan atas kemampuan calon pemegang kartu kredit
untuk melunasi kewajibannya.
c. Niat baik dari calon pemegang kartu kredit untuk selalu
memenuhi kewajibannya. Salah satu cara untuk melihat
niat baik dari calon pemegang kartu kredit adalah dengan
30
UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 1 ayat 14
dan 16
31
Subagyo, dkk., Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta:
STIE YPKN, hlm. 57.
29
melihat apakah calon pemegang kartu kredit yang
bersangkutan termasuk ke dalam daftar hitam milik bank,
bank sentral, atau lembaga keuangan lain. Seseorang yang
namanya tercantum di dalam daftar hitam biasanya
dianggap kurang dapat dipercaya dalam memenuhi
kewajiban keuangannya.
d. Pihak Pemegang barang dan/ atau jasa (merchant)
Merchant adalah pedagang barang dan/ atau jasa yang
telah bekerja sama dengan issuer dan acquirer untuk
menerima alat pembayaran dengan menggunakan kartu
kredit.
D. Prosedur Permohonan dan Penerbitan Kartu Kredit
Di dalam proses permohonan dan penerbitan kartu kredit ada
beberapa tahapan yang harus dilalui, yaitu32
:
1. Dari segi pemegang kartu kredit
Dalam proses pengajuan permohonan penerbitan kartu kredit,
nasabah wajib memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum di
dalam formulir aplikasi. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Data pribadi
Dicantumkan nama pribadi secara lengkap sesuai dengan
identitas pemohon (KTP, Paspor), nomor identitas,
kewarganegaraan, tanggal lahir, alamat lengkap pemohon dan
status kepemilikannya, serta pendidikan terakhir pemohon;
32
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit: Dilematis Antara Kontrak dan
Kejahatan, Bandung: Refika Aditama, 2004, hlm. 20-21.
30
b. Data pekerjaan
Yang dimaksud dengan pekerjaan dapat berwiraswasta atau
pegawai swasta atau kalangan profesional tertentu. Disebutkan
nama perusahaannya, bidang usaha, lamanya berusaha, jabatan dan
departemen, lamanya bekerja, alamat kantor, kota, dan jumlah
karyawan. Dokumen-dokumen yang perlu dilengkapi bagi
wiraswasta adalah seluruh data perusahaan yang mendukung
beserta perizinannya, sedangkan bagi pegawai swasta atau
kalangan profesi lain dapat berupa surat keterangan penghasilan
dari lembaga di mana yang bersangkutan bertugas;
c. Data penghasilan dan referensi Bank
Penghasilan pemohon dihitung besarnya per tahun dari
penghasilan pokok dan penghasilan tambahan. Aktivitas pemohon
dalam menatabukukan penghasilan yang diperolehnya pada
lembaga keuangan bank dan bukan bank disertai dokumen-
dokumen rekening koran, tabungan, deposito, atau pendukung
lainnya;
d. Data lainnya
Merupakan data pendukung sesuai dengan masing-masing
pemohon. Misalnya pemohon telah berkeluarga, akan dimintakan
keterangan tentang suami/isteri, perusahaan atau pekerjaannya,
dilengkapi dengan domisili lembaga yang dimaksud. Selain itu
data lainnya berupa rekening untuk pendebetan transaksi;
e. Data kartu tambahan
Diisi bagi pemohon yang melengkapi dengan kartu tambahan.
Untuk kartu tambahan dimintakan dokumen-dokumen pribadi yang
dipersyaratkan;
31
f. Persyaratan pemohon
Umumnya dalam setiap aplikasi, terdapat pernyataan dari
pemohon tentang kebenaran dari informasi yang diberikan kepada
bank penerbit, dokumen yang diserahkan, menerima alasan-alasan
terhadap penolakan aplikasi penerbitan kartu kredit dan kesediaan
untuk terikat dalam persyaratan-persyaratan dan ketentuan-
ketentuan yang tertuang dalam perjanjian kartu kredit.
2. Dari segi penerbit
Permohonan kartu kredit yang diajukan oleh nasabah
kemudian akan diproses dengan memperhatikan segi keamanan,
antara lain :
a. Memeriksa keaslian KTP/Paspor;
b. Melakukan cross checking (rating) kepada penerbit lain
apabila pemohon mempunyai kartu kredit lain;
c. Melakukan penelitian dalam daftar hitam Bank Indonesia
atau Asosiasi Kartu Kredit Indonesia;
d. Bila diperlukan penerbit akan melakukan penyelidikan
lapangan;
e. Meneliti data rekening atau tabungan dan keterangan gaji
yang ada untuk menetapkan apakah pemohon layak
diberikan kartu kredit.
Setelah pemeriksaan tersebut di atas selesai dilaksanakan,
selanjutnya penerbit akan menentukan apakah permohonan
pemohon untuk mendapatkan kartu kredit disetujui atau tidak
disetujui. Apabila disetujui, maka langkah selanjutnya adalah33
:
33
Ibid, hlm. 24.
32
a. Bagian analisa kartu kredit akan mengirimkan data calon
pemegang kartu kredit ke bagian data entry untuk
dilakukan pemasukan data ke dalam database bank;
b. Dilakukan pengecekan silang terhadap data yang
dimasukkan dengan formulir permohonan calon pemegang
kartu kredit;
c. Selanjutnya bagian pencetakan kartu mencetak kartu kredit
sesuai dengan daftar permintaan pencetakan (bila terjadi
kesalahan cetak, kartu tersebut akan dimusnahkan dengan
suatu berita acara pemusnahan);
d. Kartu yang sudah dicetak disimpan pada tempat
penyimpanan khusus dan tercatat yang selanjutnya
dikirimkan ke bagian pengiriman kartu;
e. Bagian pengiriman akan mengirimkan kartu kepada
pemegang kartu kredit melalui kurir yang ditunjuk dengan
suatu perjanjian khusus, pihak kurir akan memberikan
bukti penerimaan kartu kepada bagian pengiriman (bank)
setelah kartu diterima oleh pemegang kartu kredit. Apabila
dalam jangka waktu tertentu kartu tidak disampaikan
kepada pemegang kartu kredit, kartu tersebut akan
dikembalikan ke bank untuk disimpan dan selanjutnya
pihak bank akan mengirimkan pemberitahuan kepada
pemegang kartu kredit untuk mengambil kartu tersebut di
kantor penerbit.
33
E. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam
Proses Penerbitan dan Penggunaan Kartu Kredit
Dengan adanya perjanjian penerbitan kartu kredit, maka
dengan demikian timbul hak dan kewajiban dari masing-masing
pihak yang terlibat di dalam proses penerbitan dan penggunaan
kartu kredit tersebut. Adapun hak dan kewajiban tersebut adalah
sebagai berikut:34
1. Hak dan Kewajiban Antara Penerbit dan Pemegang Kartu
Kredit
Hak dan kewajiban antara penerbit dan pemegang kartu kredit
tercantum di dalam perjanjian antara keduanya yang telah
ditetapkan oleh penerbit.
a. Hak penerbit
1) Memperoleh iuran tahunan;
2) Memperoleh pembayaran transaksi yang telah dilakukan
pemegang kartu kredit termasuk bunga keterlambatan;
3) Membatalkan atau memperpanjang keanggotaan pemegang
kartu kredit;
4) Menarik kembali kartu kredit yang ada pada pemegang
kartu kredit;
5) Mencantumkan nomor kartu kredit yang telah dibatalkan
oleh penerbit atau atas permintaan pemegang kartu kredit
ke dalam daftar hitam;
6) Menolak transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu
kredit bila:
34
Ibid , hlm. 29-32.
34
a) Pemegang kartu kredit belum memenuhi kewajibannya
kepada penerbit;
b) Transaksi tersebut diragukan oleh penerbit.
b. Kewajiban Penerbit
1) Membayar segala transaksi pemegang kartu kredit yang
telah disetujui oleh penerbit kepada pedagang melalui
pengelola;
2) Memberikan pelayanan dan informasi kepada pemegang
kartu kredit;
3) Menyampaikan tagihan bulanan kepada pemegang kartu
kredit.
c. Hak Pemegang Kartu Kredit
1) Berbelanja di pedagang yang telah ditunjuk oleh penerbit
dengan menggunakan kartu kredit;
2) Mengambil uang tunai di bank dengan batasan jumlah
tertentu;
3) Memperoleh kartu pengganti baik atas kartu yang telah
hilang maupun kadaluwarsa;
4) Menolak memperpanjang keanggotaan dengan
memberitahukan secara tertulis kepada bank.
d. Kewajiban Pemegang Kartu Kredit
1) Melaporkan kepada penerbit pada kesempatan pertama
apabila kartu kredit pemegang hilang atau dicuri disertai
dengan laporan polisi;
2) Membayar dan melunasi segala kewajiban kepada penerbit
yang terdiri dari iuran tahunan dan segala bunga dan biaya
keterlambatan;
35
3) Melaporkan setiap perubahan data pribadi pemegang kartu
kredit.
2. Hak dan Kewajiban Antara Pengelola dan Pedagang
Hak dan kewajiban antara pengelola dan pedagang
(merchant) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu
proses transaksi kartu kredit.
a. Hak Pengelola
1) Menerima discount rate;
2) Menerima atau menunda pembayaran atas transaksi yang
diragukan walaupun sudah mendapat otorisasi;
3) Memutuskan perjanjian kerja sama secara sepihak dengan
memberitahukan secara tertulis.
b. Kewajiban Pengelola
1) Memberikan daftar hitam secara berkala kepada merchant
yang berisi nomor kartu kredit yang telah dibatalkan atau
dinyatakan tidak berlaku lagi;
2) Melakukan pembayaran atas transaksi yang dilakukan oleh
pemegang kartu kredit;
3) Meminjamkan peralatan pendukung untuk melakukan
transaksi.
c. Hak Pedagang
1) Menerima pembayaran atas transaksi yang telah dilakukan
oleh pemegang kartu kredit yang telah memperoleh
otorisasi;
2) Menerima daftar hitam secara berkala yang berisi atau
memuat nomor-nomor kartu kredit yang telah dibatalkan
atau dinyatakan tidak berlaku lagi;
36
3) Memutuskan perjanjian kerja sama dengan pemberitahuan
secara tertulis.
d. Kewajiban Pedagang
1) Mengambil dan menyerahkan kartu kredit yang digunakan
untuk melakukan transaksi di tokonya apabila kartu kredit
tersebut :
a) Tercantum dalam daftar hitam;
b) Diminta oleh pengelola;
2) Meneliti keabsahan kartu kredit yang terdiri dari :
a) Masa berlaku;
b) Tanda tangan;
c) Keutuhan kartu kredit;
d) Keaslian kartu kredit
3) Meminta otorisasi kepada penerbit melalui pengelola bila
transaksi melebihi batas kewenangan transaksi;
4) Memberikan discount rate kepada pengelola sesuai dengan
yang telah ditetapkan;
5) Tidak meminjamkan dan memindahtangankan kepada
pedagang lain semua peralatan yang dipinjamkan
pengelola kepada pedagang;
6) Menjaga kerahasiaan data pemegang kartu kredit bila
pernah berbelanja di tempat pedagang untuk tidak
diberikan kepada pihak yang tidak berkepentingan.
3. Hak dan Kewajiban Antara Pemegang Kartu Kredit dan
Pedagang
Hak dan kewajiban antara pemegang kartu kredit dan
pedagang tidak dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis, karena
37
hal tersebut sebenarnya telah tercantum dalam perjanjian antara
pedagang dengan penerbit dan antara pedagang dengan pengelola
(acquirer).
F. Cara dan Alur Kerja Kartu Kredit
Kartu kredit dikeluarkan oleh penerbit kartu kredit (issuer)
seperti bank atau lembaga-lembaga lain setelah disetujui oleh
penyedia layanan (acquirer) dimana selanjutnya pemegang kartu
(card holder) dapat mempergunakan untuk berbelanja di tempat-
tempat yang menerima pembelian dengan kartu kredit (merchant).
Merchant yang menerima kartu kredit biasanya akan menampilkan
logo kartu kredit di tempat-tempat pembayaran atau tertulis “Kami
menerima kartu kredit”. Pada saat suatu pembelian terjadi, pihak
card holder setuju untuk membayar kepada issuer sejumlah yang
dibelanjakan dengan menandatangai sejenis kwitansi.
Merchant kemudian melakukan pengecekan secara elektronik
melalui jaringan internet untuk memastikan keabsahan kartu kredit
dan kecukupan dana yang tersedia dalam kartu untuk menutupi
jumlah uang yang dibelanjakan. Verifikasi tersebut dilakukan
melalui sistem Credit Card Payment Terminal atau Point-of-Sale
(POS) yang dihubungkan dengan bank pengelola dana merchant.
Data kartu kredit didapat melalui strip magnetik atau chip
yang ada pada kartu. Jika pembelian dilakukan dengan cara online,
telephone atau pada saat kartu kredit tidak bisa diperlihatkan, maka
pihak merchant akan melakukakan verfikasi tambahan dengan
meminta card holder untuk memasukkan kode keamanan (security
code) yang tertera dibelakang kartu, tanggal kadaluarsa, dan alamat
biling (penagihan).
38
Setiap bulannya, pihak card holder menerima surat tagihan
(billing statement) yang menjelaskan secara detil pembelian-
pembelian yang pernah dilakukan, fee-fee tambahan dan total
tagihan yang harus dibayarkan. Jika card holder merasa statement
yang diterima tidak berisi informasi aktual, dia dapat melakukan
komplain kepada pihak penagih.
Sebaliknya, jika informasi yang tercantum sudah benar maka
card holder diwajibkan untuk membayar jumlah tertentu dalam
batasan waktu yang telah ditentukan. Pihak issuer akan
mengenakan bunga (biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan
jenis-jenis biasa dalam perbankan) jika card holder tidak
membayar tagihan secara penuh dalam periode billing. Sebagai
tambahan, jika card holder tidak bisa membayar dengan tagihan
minimum sebelum jatuh tempo, issuer biasanya akan mengenakan
biaya keterlambatan (late fee) atau penalti-penalti lain yang
kesemuanya akan sangat memberatkan card holder.
Untuk menghindari hal ini, sebagian institusi keuangan dapat
mengatur pembayaran otomatis (automatic payments) yang
langsung dikurangi dari rekening tabungan card holder institusi
yang bersangkutan.
Alur transaksi sebuah kartu kredit terjadi pada saat Cardholder
menggunakan kartu tersebut untuk melakukan pembelian pada
merchant. Pada saat cardholder melakukan pembelian dengan kartu
kredit pada suatu merchant, pihak merchant akan mengirimkan
transaksi tersebut kepada acquirer (biasanya bank). Oleh aquirer,
kartu kredit tersebut diverifikasi termasuk jenis dan jumlah
transaksi pada bank penerbit (issuer) dan kemudian mengirimkan
39
informasi tagihan (dalam batasan kredit limit) yang harus dibayar
oleh card holder kepada merchant. Proses authorisasi tersebut akan
menciptakan suatu kode approval yang digunakan oleh merchant
untuk menindaklanjuti transaksi pembelian yang dilakukan oleh
card holder.
Transaksi-transaksi yang sudah diauthorisasi akan disimpan
dalam tempat yang disebut batches, untuk kemudian dikirimkan
kepada acquirer. Batches biasanya dikirimkan sekali sehari
menjelang berakhirnya hari kerja. Jika transaksi tidak disimpan
dalam batch, authorisasi akan tetap valid untuk waktu yang
ditentukan oleh issuer dimana kemudian jumlah dana yang ditahan
akan dikembalikan ke dalam kartu kredit card holder.
Beberapa transaksi dapat langsung dikirimkan ke dalam batch
walaupun tidak diauthorisasi terlebih dahulu. Hal ini
memungkinkan jika transaksi tersebut berada dalam cakupan limit
dasar merchant atau proses authorisasi gagal tapi merchant tetap
ingin transaksi tersebut dilanjutkan, contohnya adalah
pemnajangan waktu tinggal di hotel tanpa kehadiran card holder
mobil rental.
Dalam transaksi normal, setelah aquirer menerima semua
batches, dia akan mengirimkan transaksi dalam batches tersebut
melalui Asosiasi Kartu Kredit Dunia seperti Visa, MasterCard, atau
Discover yang selanjutnya mendebit issuer untuk pembayaran dan
selanjutnya mengkredit acquirer. Singkatnya, issuer membayar
acquirer untuk transaksi-transaksi yang terjadi.
Setelah acquirer menerima pembayaran dari issuer, dia akan
membayarkan ke merchant sejumlah dana yang tercantum dalam
40
batch kurang sejumlah discount rate, mid-qualified rate, atau non-
qualified rate yang merupakan serangkaian fee yang harus dibayar
oleh merchant kepada acquirer untuk pemrosesan transaksi.
Dalam transaksi kartu dapat juga terjadi yang namanya
chargebacks, yaitu suatu kejadian dimana uang dalam rekening
suatu merchant ditahan akibat adanya sengketa yang berhubungan
dengan transaksi yang diprakarsai oleh card holder.
Dalam kasus tersebut, issuer akan mengembalikan transaksi
kepada acquirer untuk diselesaikan yang kemudian meneruskan
chargebacks tersebut kepada merchant. Oleh merchant, sengketa
tersebut harus dijawab; apakah menerima seperti klaim card holder
atau menolaknya dengan menunjukkan bukti-bukti.
G. Jenis-jenis Akad dalam Transaksi Kartu Kredit dan
Keabsahannya Menurut Fiqh Muamalah
Penggunaan kartu kredit yang semakin meluas memunculkan
beberapa persoalan jika ditinjau menurut pandangan fiqh Islam.
Permasalahan muncul karena banyaknya pihak yang terlibat dalam
transaksi kartu kredit sehingga para fuqaha kesulitan dalam
menetapkan jenis dan berapa akad yang tepat digunakan. Sebagian
ulama berpendapat bahwa transaksi kartu kredit hanya
menggunakan satu akad saja, sebagian yang lain mengatakan dapat
melibatkan beberapa akad. Hasil kajian penulis menunjukkan
bahwa transaksi kartu kredit setidaknya melibatkan enam akad,
yaitu kafalah, wakalah, hawalah, murabahah, qardh dan ijarah.
Pihak Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia
(DSN – MUI) berpendapat bahwa status hukum kartu kredit adalah
sebagai objek atau media jasa kafalah (jaminan) yang disertai
41
talangan pembayaran (qardh) serta jasa ijarah untuk kemudahan
transaksi. Perusahaan perbankan dalam hal ini sebagai issuer yang
mengeluarkan kartu kredit (bukti kafalah) sebagai penjamin (kafil)
bagi card holders dalam berbagai transaksi. Dengan demikian,
menurut DSN – MUI ada tiga akad yang digunakan dalam
transaksi kartu kredit yaitu: kafalah, qardh dan ijarah. 35
Lebih lanjut, pihak DSN – MUI menyebutkan bahwa para
ulama membolehkan sistem dan praktik kafalah dalam muamalah
berdasarkan dalil al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ yang didasari pada
firman Allah:
“...dan siapa yang dapat mengembalikannya akan
memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf:72).
Di dalam ayat tersebut terdapat kata “za’im” yang terletak di
penghujung ayat di mana menurut Ibnu Abbas berarti “kafil”
sebagaimana sabda Nabi Saw.: “az-Za’im Gharim” artinya: orang
yang menjamin berarti berutang (sebab jaminan tersebut). (HR.
Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Hibban).36
Kafalah pada dasarnya adalah akad tabarru’ (sukarela/
voluntary) yang bernilai ibadah bagi penjamin karena termasuk
kerjasama dalam kebajikan (ta’awun ‘alal birri), dan penjamin
berhak meminta gantinya kembali kepada terutang, sepantasnyalah
ia tidak meminta upah atas jasanya tersebut, agar aman/jauh dari
35
DSN – MUI, Fatwa Dewan...
36
Ibid
42
syubhat. Akan tetapi hal itu sah-sah saja kalau terutang sendiri
yang memberinya sebagai hadiah atau hibah sebagai ungkapan rasa
terima kasihnya. Namun demikian, jika penjamin sendiri yang
mensyaratkan imbalan jasa (semacam uang iuran administrasi
kartu kredit dan sebagainya) tersebut dan tidak mau menjamin
dengan sukarela, maka dibolehkan bagi pengguna jasa jaminan
memenuhi tuntutan tersebut bila diperlukan seperti kebutuhan yang
lazim dalam perjalanan studi, transaksi bisnis, kegiatan sosial,
urusan pribadi dan sebagainya.37
Penetapan uang jasa kafalah tidak
boleh terlalu mahal sehingga memberatkan pihak terutang atau
terlalu besar melebihi batas rasional, agar terjaga tujuan asal dari
kafalah, yaitu jasa pertolongan berupa jaminan utang kepada
merchant, penjual barang atau jasa yang menerima pembayaran
dengan kartu kredit tertentu.38
Menurut Institut Bankir Indonesia, akad kafalah yang
dimaksudkan disini adalah akad jaminan yang diberikan oleh
penjamin (kafil) kepada pihak ketiga dalam rangka memenuhi
kewajiban yang ditanggung apabila yang ditanggung wanprestasi.39
Akan tetapi, Rafiq Yunus al-Misry tidak setuju jika pihak
pengeluar kartu kredit dianggap sebagai kafil (penjamin) kepada
pemegang kartu. Anggapan demikian akan menjadikan akad ini
sebagai kafalah bi ujr (jaminan dengan pembayaran) melalui
bayaran keanggotaan (yang dibayar dalam bentuk iuran tahunan.
37
Setiawan Budi Utomo, Hukum Kartu...
38
Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami....
39
Institut Bankir Indonesia (IBI), Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional Bank Syariah, Jakarta: Penerbit Jembatan, 2002, hlm. 239
43
Bayaran yang demikian tidak boleh dalam Islam karena kafalah
sama dengan utang dengan prinsip tabarru’ (tolong menolong).
Misry berkesimpulan bahwa aqad seperti ini termasuk kedalam
jenis hawalah (pindah utang).40
Sementara ulama yang mengatakan bahwa akad kartu kredit
termasuk akad wakalah beralasan bahwa pemegang kartu adalah
wakil dari pengeluar kartu dimana seorang pemegang kartu dapat
melakukan pembelian atas nama lembaga yang mengeluarkan
kartu tersebut.41
Jika dilihat dari alur transaksi sebuah kartu kredit,
pihak merchant juga melakukan wakalah dengan acquirer untuk
menagihkan sejumlah pembayaran kepada issuer akibat dari
transaksi yang dibuat oleh seorang card holder.
Bagi sebagian ulama yang lain, akad kartu kredit
menggunakan murabahah antara card issuer dengan card holder.
Card holder sebagai pembeli membeli barang atau jasa dari
merchant sebagai wakil issuer. Barang atau jasa tersebut kemudian
dijual kembali kepada card holder oleh card issuer secara
angsuran.
Para fuqaha lain yang berpendapat bahwa transaksi kartu
kredit merupakan qardh beralasan bahwa dalam hal ini issuer
adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada card holder
(muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank
issuer. Sementara yang menganggapnya sebagai akad ijarah
40
Rafiq Yunis al-Misry, Bitsaqah al-I’timan Dirasah Syar’iyyah
‘Amaliyah Mujazah, Majalah Majma’, Jilid 1 (7), hlm. 411.
41
Muhammad Abdul Halim Umar, Jawanib al-Syariyyah wa al-
Masrafiyah wa al-Muhasabah li bitsaqat al-I’timan, Qahirah: Itrak li an-
Nashr wa al-Tawzi, 1997, hlm. 66.
44
mengatakan bahwa issuer adalah penyedia jasa sistem pembayaran
dan pelayanan terhadap card holder. Atas dasar ini, card holder
dikenakan membership fee.42
Transaksi dengan kartu kredit merupakan cara yang relatif
baru dalam bermuamalah, sehingga agak susah untuk menentukan
jenis akad yang tepat kalau dilihat dari pendapat ulama terdahulu.
Semua pendapat di atas tidak memiliki pedoman yang benar-benar
tepat dengan jenis-jenis akad yang telah ditetapkan oleh para
fuqaha terdahulu.43
Kalau dilihat dari proses yang terjadi akibat dari sebuah
transaksi kartu kredit, sangat memungkinkan bahwa semua akad
yang tersebut di atas terlibat dalam tahapan-tahapan transaksi kartu
kredit. Setiap akad tersebut terjadi secara berlapis-lapis antara satu
pihak dengan pihak lainnya. Malah jika ditelusuri secara mendetil,
jumlah akad terlibat bisa lebih dari enam akad seperti yang sudah
penulis sebutkan di atas. Hal tersebut dimungkinkan karena pihak-
pihak yang terlibat dalam proses tersebut tidak berhubungan secara
langsung dalam waktu bersamaan. Tiap tahapan dari sebuah alur
transaksi kartu kredit melahirkan satu akad antara pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya. Ketika masuk ke tahapan selanjutnya,
akad yang terjadi tidak sama dengan akad sebelumnya karena
pihak yang terlibat sudah berbeda-beda dengan kepentingan yang
berbeda-beda pula.
Akad-akad yang terlibat dalam sebuah alur transaksi kartu
kredit merupakan akad-akad yang lazim dan diperbolehkan dalam
42
DSN – MUI, Fatwa Dewan...
43
Nazaruddin AW, Credit Card...
45
fiqh muamalah. Akad-akad tersebut jika dilakukan dengan penuh
tanggung jawab dan transparan akan menghindarkan para pihak
dari unsur-unsur yang dilarang dalam Islam seperti unsur riba,
gharar (ketidakjelasan) dan tadlis (penipuan) dan membuat para
pihak menjadi saling ridha (an-taradhimminkum).
H. Analisis terhadap Terms and Conditions Kartu Kredit
Menurut Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi,
penggunaan kartu kredit tidak hanya memunculkan persoalan
mengenai akad saja, akan tetapi juga memunculkan beberapa
permasalahan lain dalam hukum Islam yaitu mengenai persyaratan
awal atau ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan secara sepihak
oleh issuer, seperti persyaratan-persyaratan yang berbau riba,
jumlah persentase yang diambil oleh pihak yang mengeluarkan
kartu dan denda keterlambatan. 44
Untuk melihat kedudukannya
dalam fiqh Islam, ketentuan-ketentuan tersebut perlu dikaji secara
komprehensif.
1. Persyaratan berbau riba.
Umumnya dalam transaksi penerbitan kartu-kartu kredit
mengandung beberapa komitmen yang berbau riba karena pada
intinya komitmen tersebut mengharuskan pemegang kartu untuk
membayar denda-denda finansial yang berbau riba jika terlambat
dalam membayar tagihannya atau jika card holders tidak dapat
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan secara sepihak oleh
44
Abdullah al-Mushlih & Shalah ash-Shawi, Hukum Kartu Kredit
dalam Jual Beli, diakses pada tanggal 20 Januari 2010 dari website:
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatanalisa&pa
rent_id=296&parent_section=an020&idjudul=295
46
pihak issuer pada saat pembuatan/pengajuan kartu kredit. Para
ulama fiqh kontemporer berbeda pandangan dalam membahas
pengaruh komitmen-komitmen tersebut terhadap sah tidaknya
transaksi pembuatan kartu-kartu kredit ini. Bagi ulama yang
membolehkan, transaksi itu dianggap sah—namun komitmennya
batal—jika nasabah yakin bahwa ia akan mampu menjaga diri
untuk tidak terjerumus ke dalam konsekuensi menanggung akibat
komitmen tersebut. Karena syarat rusak ini pada dasarnya menurut
kaca mata syariat sudah batal dengan sendirinya. Syarat ini munkar
dan justru harus dilakukan kebalikannya. Para ulama tersebut
membolehkannya dengan mendasarkan kepada:
a. Hadits Nabi SAW tentang pembelian seorang budak oleh
Aisyah:
Dari Ibnu Umar, dari Aisyah, bahwa ia ingin membeli
seorang budak perempuan untuk dimerdekakan. Pemilik
budak itu berkata: “Kami akan menjualnya kepadamu,
dengan syarat hak loyalitasnya untuk kami.” Lalu Aisyah RA.
menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW. dan beliau
bersabda: “Syarat itu tidak dapat menghalangimu, karena
hak loyalitas itu hanya untuk yang memerdekakan” (Shahih
Muslim).
Hadits tersebut berasal dari Aisyah R.A, ketika beliau hendak
membeli Barirah namun majikannya tidak mau
melepaskannya kecuali dengan mensyaratkan bahwa hak wala'
(perwalian) budak itu tetap milik mereka. Syarat tersebut
bertentangan dengan ajaran syariat karena perwalian menurut
syariat merupakan hak orang yang membebaskannya. Hadits
arat yang bertentangan dengan syariat terhadap akad-akad
yang diperlukan secara luas dan ia tidak mau untuk
47
menetapkan akad tersebut kecuali berdasarkan syarat yang
rusak ini, maka akad-akad ini tidak harus dibatalkan akibat
dari pemaksaan itu dan juga tidak boleh difatwakan mengenai
ketidak-legalannya. Akad tersebut tetap bisa dilaksanakan
dengan mengupayakan untuk membatalkan syarat yang rusak
ini, baik lewat penguasa maupun dengan cara berusaha
menjaga diri agar tidak terperangkap dengan syarat tersebut
bila dalam suatu masa di mana tidak ada penguasa yang mau
atau bisa menegakkan syariat Allah.
b. Kondisi di mana transaksi semacam itu sudah terlalu banyak
terjadi di seluruh belahan dunia seperti transaksi pemakaian
listrik, telepon dan lain sebagainya, yang kesemuanya
menggunakan komitmen-komitmen yang sama, yaitu apabila
pihak pelanggan terlambat membayar berarti harus dikenai
denda tertentu. Namun ternyata tidak seorang ulama pun yang
mengharamkan untuk berlangganan dengan fasilitas-fasilitas
tersebut, padahal syarat-syarat seperti yang tersebut diatas ada
di dalamnya.
c. Sabda Nabi SAW: “Kenapa masih ada orang yang
menetapkan syarat yang tidak berasal dari Kitabullah?
Barangsiapa yang menetapkan syarat yang bukan berasal
dari Kitabullah maka persyaratannya batal, meski jumlahnya
seratus syarat.” Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa
pinjaman tidak begitu saja batal karena batalnya persyaratan.
Bahkan peminjaman itu tetap sah meskipun syaratnya batal.45
45
Ibid.
48
Tiga hal di atas merupakan landasan utama bagi ulama yang
membolehkan transaksi tersebut di atas dilaksanakan. Sementara
bagi ulama yang tidak membolehkan (kalangan Malikiyah dan
Syafi’iyah), transaksi tersebut dianggap batal. Mereka membantah
dalil hadits tentang Barirah yang digunakan oleh kubu pertama.
Mereka beralasan bahwa qiyas dalam hadits itu adalah qiyas
dengan alasan berbeda. Dalam kasus Barirah, syarat (yang
bertentangan dengan ajaran syari’at) tersebut mampu dibatalkan
oleh Aisyah karena kejadian tersebut terjadi di saat syariat Islam
masih betul-betul menjadi panutan banyak orang dan negara Islam
masih menjadi pemelihara ajaran Islam serta masih memimpin
dunia. Hal inilah yang menurut mereka tidak mungkin bisa
dibandingkan dengan syarat berbau riba dalam pembuatan kartu
kredit karena syarat tersebut bersandarkan pada referensi
sekulerisme yang didasari atas pemisahan agama dengan negara
dan mengingkari referensi suci Islam suci yang melibatkan agama
dalam kehidupan manusia. Mengenai transaksi pemakaian listrik
dan telepon, kelompok ulama ini juga membantahnya dengan
beralasan bahwa fasilitas ini amatlah dibutuhkan dan kemaslahatan
kehidupan umat manusia amat tergantung kepadanya. Vitalitas hal
tersebut tidak bisa dibandingkan dengan kartu kredit karena orang
bisa hidup secara wajar atau cukup wajar walau tidak
menggunakan kartu-kartu itu. Hal ini akan berbeda jika fasilitas
listrik dan telepon—misalnya—tidak dapat digunakan.
a. Denda Keterlambatan dan Bunga Riba
Issuer biasanya menetapkan beberapa bentuk denda finansial
akibat dari keterlambatan pembayaran oleh card holders. Para
49
fuqaha sependapat bahwa denda semacam itu termasuk riba yang
jelas dan tidak perlu diperdebatkan lagi.46
Dalam hukum Islam, hal
itu termasuk kedalam riba nasi’ah yang keharamannya langsung
ditentukan melalui turunnya ayat al-Qur'an dan para pelakunya
diancam perang oleh Allah dan Rasul-Nya sebagaimana firman
Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 279:
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),
maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya.”
Akan tetapi, menurut fatwa Dewan Syariah Nasional –
Majelis Ulama Indonesia No. 54/DSN-MUI/X/2006, issuer dapat
mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh issuer akibat keterlambatan yang telah jatuh
tempo. Di samping itu, issuer juga dapat mengenakan denda
keterlambatan pembayaran (late charge) yang harus diakui
seluruhnya sebagai dana sosial.Penulis dalam hal ini sepakat
dengan pendapat Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi,
bahwa hukum mengenai kartu kredit dengan transaksi yang
memunculkan komitmen-komitmen seperti yang tersebut di atas
adalah boleh bagi orang yang yakin bahwa ia akan mampu
melunasi hutangnya atau membayarkan tagihan kartu kreditnya
46
Ahmad Zain An-Najah, Konsultasi Fiqh...
50
sebelum atau pada saat jatuh tempo sehingga dengan demikian ia
terlepas dari konsekuensi persyaratan itu.
2. Persentase yang dipotong dari transaksi pembelanjaan oleh
issuer dari merchant.
Seperti diketahui bersama bahwa pihak yang mengeluarkan
kartu kredit (issuer) mengambil persentase tertentu dari jumlah
pembayaran yang dilakukan oleh pemegang kartu (card holders)
pada saat melakukan transaksi pembelanjaan. Issuer biasanya tidak
membayar jumlah yang dibayarkan oleh card holder seluruhnya
seperti yang ada dalam rekening pembayaran, namun issuer akan
memotong jumlah tertentu sesuai dengan kesepakatan dengan
pihak yang menerima transaksi dengan kartu kredit (merchant).
Para ahli fiqh kontemporer berbeda pendapat mengenai kedudukan
masalah secara syar’i yang paling tepat berkaitan dengan hal
tersebut. Sebagian ahli fiqh ada yang mendudukkan persentase itu
sebagai biaya administrasi, upah dari pengambilan pembayaran
dari nasabah. Sementara mengambil upah dari usaha pengambilan
hutang atau menyampaikan barang yang dihutangkan adalah boleh-
boleh saja.
Sebagian mengatakan bahwa persentase itu adalah upah dari
jasa yang diberikan oleh pihak bank (issuer) kepada pihak
pedagang (merchant), seperti periklanan dan bantuan penyaluran
barang atau yang sejenisnya. Hal ini bisa juga disebut sebagai upah
perantara karena issuer sudah membantu mencarikan pelanggan
untuk merchant sehingga layak mendapatkan upah karenanya.
Sebagian yang lain beranggapan bahwa persentase itu merupakan
kompensasi perdamaian bersama pihak yang memberi hutang
51
dengan jumlah yang lebih sedikit dari yang harus dibayar, karena
hubungan antara pihak yang mengeluarkan kartu dengan pihak
pemegang kartu di bawah sistem jaminan. Cara demikian
dinyatakan boleh oleh kalangan Hanafiyah.
Sementara ada juga yang berpendapat bahwa pengambilan
persentase itu tidak mengandung syubhat sebagai riba secara
mendasar karena kita dihadapkan dengan persoalan rabat/discount,
bukan tambahan harga, sehingga tidak ada hal yang menyeretnya
kepada bentuk riba.
Walaupun berbeda pandangan dalam menentukan duduk
persoalan, pengkajian fiqh kontemporer tetap berkesimpulan
bahwa pengambilan persentase keuntungan di sini tetap
dibolehkan, dengan catatan harus dibatasi sehingga layak disebut
sebagai upah jasa yang diberikan kepada pihak pedagang dan
tergambar langsung dalam rekening pembeliannya. Hal tersebut
juga dilakukan agar dapat menarik para pelanggan untuk membeli
barang dari merchant tersebut, juga mempermudah proses jual beli
mereka, lalu pihak bank yang mengeluarkan kartu itu dan pihak
bank lain yang hanya melakukan transaksi dagang bisa membagi
rata upah dari pelayanan tersebut, karena mereka secara bersamaan
melakukan jasa tersebut untuk kepentingan pedagang.
Di beberapa negara seperti Yordania dan Kuwait,
pengambilan persentase tersebut dianggap sebagai upah
penjaminan karena menjadi penjamin dan mediator antara
pedagang dengan pemegang kartu kredit, dan juga karena mediasi
itu pihak bank menjadi sebab terjadinya banyak hal, seperti
lakunya barang-barang yang dijualnya, rasa aman yang dirasakan
52
para pelanggan, mendapatkan kesempatan memperoleh piutang
dengan selamat. Sebagaimana jaminan itu terkadang juga tidak
berpengaruh apa-apa. Karena uang administrasi itu tidak
menambah jumlah harga dan juga tidak memperhatikan jumlah
harga yang dijaminnya.47
47
Ibid.
53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan dan kajian pada bab-bab sebelumnya,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil kajian penulis menunjukkan bahwa terdapat
setidaknya enam akad dalam transaksi kartu kredit, yaitu
kafalah, wakalah, hawalah, murabahah, qardh, dan ijarah.
Hal tersebut dimungkinkan karena pihak-pihak yang
terlibat dalam proses tersebut tidak berhubungan secara
langsung dalam waktu bersamaan. Tiap tahapan dari
sebuah alur transaksi kartu kredit melahirkan satu akad
antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Ketika
masuk ke tahapan selanjutnya, akad yang terjadi tidak
sama dengan akad sebelumnya karena pihak yang terlibat
sudah berbeda-beda dengan kepentingan yang berbeda-
beda pula. Akad-akad tersebut jika dilakukan dengan
penuh tanggung jawab dan transparan akan menghindarkan
para pihak dari unsur-unsur yang dilarang dalam Islam
seperti unsur riba, gharar (ketidakjelasan) dan tadlis
(penipuan) dan membuat para pihak menjadi saling ridha
(an-taradhimminkum).
2. Kedudukan syarat dan ketentuan pembuatan kartu kredit
secara umum tidak bertentang dengan hukum Islam
dengan mempertimbangkan berbagai hal. Persyaratan yang
ditetapkan secara sepihak oleh card issuer, seperti denda-
denda keterlambatan akan mengandung unsur riba jika
54
card holder tidak mampu membayar tagihannya secara
tepat waktu. Akan tetapi, issuer dapat mengenakan
ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh issuer akibat keterlambatan yang telah
jatuh tempo. Di samping itu, issuer juga dapat mengenakan
denda keterlambatan pembayaran (late charge) yang harus
diakui seluruhnya sebagai dana sosial. Sementara itu,
persentase yang dipotong dari transaksi pembelanjaan oleh
issuer dari merchant dapat dianggap sebagai upah dari jasa
yang diberikan oleh issuer kepada merchants dengan
catatan harus dibatasi sehingga layak disebut sebagai upah
jasa.
B. Saran
1. Agar terhindar dari unsur riba, card holder disarankan agar
membaca ketentuan dan syarat awal sebelum memutuskan
untuk memiliki kartu kredit dari suatu issuer dan jika sudah
memiliki kartu agar dapat membayar tagihan bulanannya
secara tepat waktu sehingga tidak ada celah bagi card
issuer untuk melakukan pengenaan denda.
2. Kepada card issuer terutama bank-bank syariah disarankan
agar memperhatikan tujuan penerbitan kartu agar dapat
disesuaikan dengan jenis akad yang akad digunakan. Selain
itu card issuer juga disaran untuk menghindari penggunaan
biaya-biaya terselebung dengan memanfaatkan
ketidaktahuan/kemalasan card holder dalam mebaca syarat
dan ketentuan dalam akad.
55
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-commerce:
Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia, cet.1,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hlm 16.
Abdullah al-Mushlih & Shalah ash-Shawi, Hukum Kartu Kredit
dalam Jual Beli, diakses pada tanggal 20 Januari 2010 dari
website:
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatanalisa&pa
rent_id=296&parent_section=an020&idjudul=295
Ahmad Zain An-Najah 2009, Konsultasi Fiqh Kontemporer:
Hukum Menggunakan Kartu Kredit, diakses pada tanggal 5
Maret 2010 dari website:
http://www.hidayatullah.com/konsultasi/fiqih/ 10434-
hukum-menggunakan-kartu-kredit-
Arthur Sullivan & Steven M. Sheffrin, Economics: Principles in
Action. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice
Hall, 2003, hlm. 261.
Bank Indonesia, Kajian Stabilitas Keuangan No. 11, Jakarta: Bank
Indonesia, Maret 2011, hlm. 64.
____________, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009
Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu. Jakarta: Bank Indonesia, 2009.
Daud Bakar, M, Seminar Nasional tentang Ekonomi Islam, Kuala
Lumpur, 2002.
Dian Puji Simatupang, Penyusunan Proposal Penelitian, Bahan
Perkuliahan Metode Penelitian dan Penulisan Hukum pada
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.
Didyouknow.cd, The First Credit Card Was Issued In 1951,
diakses pada tanggal 15 Agustus 2011 dari situs:
http://www.didyouknow.cd/creditcards.htm
Dodik Siswantoro, 2004. Kartu Kredit: Antara Kehalalan dan
Kebaikannya, diakses pada tanggal 15 Maret 2010 dari
website: http://www.hidayatullah.com/opini/artikel/1236-
kartu-kredit:-antara-kehalalan-dan-kebaikannya-
56
DSN – MUI, Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 54/DSN-
MUI/X/2006 tentang Syariah Card, 2006.
Identitytheft.info. How to Opt Out, diakses pada tanggal 22
Agustus 2011 dari situs:
http://www.identitytheft.info/optingout.aspx
Institut Bankir Indonesia (IBI), Konsep, Produk dan Implementasi
Operasional Bank Syariah, Jakarta: Penerbit Jembatan, 2002,
hlm. 239
Johannes Ibrahim, Kartu Kredit: Dilematis Antara Kontrak dan
Kejahatan, Bandung: Refika Aditama, 2004, hlm. 20-21.
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, hlm. 13.
Litbang Kompas, Mudahnya Mendapat Kartu Kredit, Harian
Kompas (Elektronik), Edisi Jum’at, 15 April 2011.
M. Umer Chapra. The Future of Economics: an Islamic
Perspective, Edisi Terjemahan, Jakarta: SEBI Institute, 2001,
hlm. 45.
M.A. Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam (terjemahan M.
Nastagin), Yogyakarta: PT Dana Bakti Wakaf, 1997, hlm.
56.
Muhammad Abdul Halim Umar, Jawanib al-Syariyyah wa al-
Masrafiyah wa al-Muhasabah li bitsaqat al-I’timan, Qahirah:
Itrak li an-Nashr wa al-Tawzi, 1997, hlm. 66.
Mustafa Edwin Nasution, dkk, 2007. Pengenalan Eksklusif
Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2007, hlm. 16.
Nazaruddin AW, Credit Card pada Institusi Keuangan dalam
Kajian Fiqh Iqtishad. Jurnal Media Syariah. Vol. 8 No. 16,
2007, hlm. 171 – 188.
Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, Jakarta: Pustaka Setia, 2001,
hlm. 44
Rafiq Yunis al-Misry, Bitsaqah al-I’timan Dirasah Syar’iyyah
‘Amaliyah Mujazah, Majalah Majma’, Jilid 1 (7), hlm. 411.
Republik Indonesia, UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perbankan Pasal 1 ayat 14 dan 16
57
Setiawan Budi Utomo, Hukum Kartu Kredit Syariah, diakses pada
tanggal 20 Januari 2010 dari website:
http://www.dakwatuna.com/2009/hukum-kartu-kredit-
syariah/
Subagyo, dkk., Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta:
STIE YPKN, hlm. 57.
Tim Penyusun KBI, Kamus Bahasa Indonesia, Versi Digital.
Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 1578.
Universitas Gunadarma, September 2009. Hukum Islam. Diakses
pada tanggal 5 July 2011 dari website:
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/
bab7-hukum_islam_(syari'ah)
Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillah, juz IV, Damsyik,
Dar al-Firk, 1989, hlm, 80
Wikipedia.org. Credit Card, diakses pada tanggal 3 Maret 2011
dari website: http://en.wikipedia.org/wiki/Credit_card

More Related Content

What's hot

Penyelesaian kredit macet perbankan dalam pandangan islam
Penyelesaian kredit macet perbankan dalam pandangan islamPenyelesaian kredit macet perbankan dalam pandangan islam
Penyelesaian kredit macet perbankan dalam pandangan islamAn Nisbah
 
Silabus bank & lembaga keuangan 2
Silabus bank & lembaga keuangan 2Silabus bank & lembaga keuangan 2
Silabus bank & lembaga keuangan 2Anas Hakim
 
Cut siti ainun mardhiah gumay feb ekoisl
Cut siti ainun mardhiah gumay feb ekoislCut siti ainun mardhiah gumay feb ekoisl
Cut siti ainun mardhiah gumay feb ekoislAgung Younghusband
 
Bab 3 kegiatan bank
Bab 3 kegiatan bankBab 3 kegiatan bank
Bab 3 kegiatan bankPutri Dayana
 
6036 p3-spk-perbankan syariah
6036 p3-spk-perbankan syariah6036 p3-spk-perbankan syariah
6036 p3-spk-perbankan syariahWinarto Winartoap
 
Pengaruh pemberdayaan kredit usaha rakyat pada pt. bank rakyat indonesia unit...
Pengaruh pemberdayaan kredit usaha rakyat pada pt. bank rakyat indonesia unit...Pengaruh pemberdayaan kredit usaha rakyat pada pt. bank rakyat indonesia unit...
Pengaruh pemberdayaan kredit usaha rakyat pada pt. bank rakyat indonesia unit...iman18
 
Daftar Riwayat Hidup - Yus Mansyur
Daftar Riwayat Hidup - Yus MansyurDaftar Riwayat Hidup - Yus Mansyur
Daftar Riwayat Hidup - Yus MansyurYus Mansyur
 
Memahami kredit perbankan
Memahami kredit perbankanMemahami kredit perbankan
Memahami kredit perbankanFridin Skidds
 
SIM, Tri Yunny Kartia, 43216110077, Hapzi Ali, Analisis Dan Perencanaan Siste...
SIM, Tri Yunny Kartia, 43216110077, Hapzi Ali, Analisis Dan Perencanaan Siste...SIM, Tri Yunny Kartia, 43216110077, Hapzi Ali, Analisis Dan Perencanaan Siste...
SIM, Tri Yunny Kartia, 43216110077, Hapzi Ali, Analisis Dan Perencanaan Siste...tri yunny kartika
 
Contoh akta pengalihan hak (cessie)
Contoh akta pengalihan hak (cessie)Contoh akta pengalihan hak (cessie)
Contoh akta pengalihan hak (cessie)Manunggal Amethyst
 
Manajemen Kredit Bank
Manajemen Kredit BankManajemen Kredit Bank
Manajemen Kredit BankDwi Purbo
 
Jurnal maya intan pratiwi s2
Jurnal maya intan pratiwi s2Jurnal maya intan pratiwi s2
Jurnal maya intan pratiwi s2Intan Putra
 
Kredit Usaha Rakyat
Kredit Usaha RakyatKredit Usaha Rakyat
Kredit Usaha Rakyatallusio
 

What's hot (19)

Penyelesaian kredit macet perbankan dalam pandangan islam
Penyelesaian kredit macet perbankan dalam pandangan islamPenyelesaian kredit macet perbankan dalam pandangan islam
Penyelesaian kredit macet perbankan dalam pandangan islam
 
Bank mandiri
Bank mandiriBank mandiri
Bank mandiri
 
Silabus bank & lembaga keuangan 2
Silabus bank & lembaga keuangan 2Silabus bank & lembaga keuangan 2
Silabus bank & lembaga keuangan 2
 
Cut siti ainun mardhiah gumay feb ekoisl
Cut siti ainun mardhiah gumay feb ekoislCut siti ainun mardhiah gumay feb ekoisl
Cut siti ainun mardhiah gumay feb ekoisl
 
Bab 3 kegiatan bank
Bab 3 kegiatan bankBab 3 kegiatan bank
Bab 3 kegiatan bank
 
6036 p3-spk-perbankan syariah
6036 p3-spk-perbankan syariah6036 p3-spk-perbankan syariah
6036 p3-spk-perbankan syariah
 
Pengaruh pemberdayaan kredit usaha rakyat pada pt. bank rakyat indonesia unit...
Pengaruh pemberdayaan kredit usaha rakyat pada pt. bank rakyat indonesia unit...Pengaruh pemberdayaan kredit usaha rakyat pada pt. bank rakyat indonesia unit...
Pengaruh pemberdayaan kredit usaha rakyat pada pt. bank rakyat indonesia unit...
 
Daftar Riwayat Hidup - Yus Mansyur
Daftar Riwayat Hidup - Yus MansyurDaftar Riwayat Hidup - Yus Mansyur
Daftar Riwayat Hidup - Yus Mansyur
 
Memahami kredit perbankan
Memahami kredit perbankanMemahami kredit perbankan
Memahami kredit perbankan
 
SIM, Tri Yunny Kartia, 43216110077, Hapzi Ali, Analisis Dan Perencanaan Siste...
SIM, Tri Yunny Kartia, 43216110077, Hapzi Ali, Analisis Dan Perencanaan Siste...SIM, Tri Yunny Kartia, 43216110077, Hapzi Ali, Analisis Dan Perencanaan Siste...
SIM, Tri Yunny Kartia, 43216110077, Hapzi Ali, Analisis Dan Perencanaan Siste...
 
Contoh akta pengalihan hak (cessie)
Contoh akta pengalihan hak (cessie)Contoh akta pengalihan hak (cessie)
Contoh akta pengalihan hak (cessie)
 
Nama kelompok 66
Nama kelompok 66Nama kelompok 66
Nama kelompok 66
 
Kredit perbankan
Kredit perbankanKredit perbankan
Kredit perbankan
 
PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA
PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJAPERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA
PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA
 
Manajemen Kredit Bank
Manajemen Kredit BankManajemen Kredit Bank
Manajemen Kredit Bank
 
Manajemen Kredit
Manajemen KreditManajemen Kredit
Manajemen Kredit
 
Jurnal maya intan pratiwi s2
Jurnal maya intan pratiwi s2Jurnal maya intan pratiwi s2
Jurnal maya intan pratiwi s2
 
KREDIT TANPA AGUNAN
KREDIT TANPA AGUNANKREDIT TANPA AGUNAN
KREDIT TANPA AGUNAN
 
Kredit Usaha Rakyat
Kredit Usaha RakyatKredit Usaha Rakyat
Kredit Usaha Rakyat
 

Similar to JUDUL

komparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensional
komparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensionalkomparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensional
komparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensionalRohmi Hidayatun
 
PERLAKUAN AKUNTANSI DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK MUAMALAT
PERLAKUAN AKUNTANSI DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK MUAMALATPERLAKUAN AKUNTANSI DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK MUAMALAT
PERLAKUAN AKUNTANSI DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK MUAMALATUofa_Unsada
 
Kebijakan dan Praktek Perbankan di Indonesia: Kajian Penyaluran Kredit Pemili...
Kebijakan dan Praktek Perbankan di Indonesia: Kajian Penyaluran Kredit Pemili...Kebijakan dan Praktek Perbankan di Indonesia: Kajian Penyaluran Kredit Pemili...
Kebijakan dan Praktek Perbankan di Indonesia: Kajian Penyaluran Kredit Pemili...Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
 
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docx
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docxHukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docx
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docxZukét Printing
 
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdf
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdfHukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdf
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdfZukét Printing
 
PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...
PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...
PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...Uofa_Unsada
 
Bank syariah dan Bank konvensional
Bank syariah dan Bank konvensionalBank syariah dan Bank konvensional
Bank syariah dan Bank konvensionalYunzilAenulIsmi
 
Pertemuan 8 Metode Dlm Membiayai Pertumbuhan.pptx
Pertemuan 8 Metode Dlm Membiayai Pertumbuhan.pptxPertemuan 8 Metode Dlm Membiayai Pertumbuhan.pptx
Pertemuan 8 Metode Dlm Membiayai Pertumbuhan.pptxYogianto8
 
Analisis fatwa dsn mui no.54 tahun 2006 tentang syariah card pada i b hasanah...
Analisis fatwa dsn mui no.54 tahun 2006 tentang syariah card pada i b hasanah...Analisis fatwa dsn mui no.54 tahun 2006 tentang syariah card pada i b hasanah...
Analisis fatwa dsn mui no.54 tahun 2006 tentang syariah card pada i b hasanah...Achmad Boys Awaluddin Rifai
 
Peran Lembaga Keuangan Mikro untuk pemberdayaan UKMK
Peran Lembaga Keuangan Mikro untuk pemberdayaan UKMKPeran Lembaga Keuangan Mikro untuk pemberdayaan UKMK
Peran Lembaga Keuangan Mikro untuk pemberdayaan UKMKAMC GROUP
 
HBL, 4, Intan Dwi Kumalagusti, Hapzi ali, Definisi Jenis Lembaga Pembiayaan d...
HBL, 4, Intan Dwi Kumalagusti, Hapzi ali, Definisi Jenis Lembaga Pembiayaan d...HBL, 4, Intan Dwi Kumalagusti, Hapzi ali, Definisi Jenis Lembaga Pembiayaan d...
HBL, 4, Intan Dwi Kumalagusti, Hapzi ali, Definisi Jenis Lembaga Pembiayaan d...intandwik_
 
Silabus Training "LINGKUNGAN BISNIS RETAIL & KREDIT PERBANKAN DI ERA DIGITAL"
Silabus Training "LINGKUNGAN BISNIS RETAIL & KREDIT PERBANKAN DI ERA DIGITAL"Silabus Training "LINGKUNGAN BISNIS RETAIL & KREDIT PERBANKAN DI ERA DIGITAL"
Silabus Training "LINGKUNGAN BISNIS RETAIL & KREDIT PERBANKAN DI ERA DIGITAL"Kanaidi ken
 
SIM, Novia Rosiana, Hapzi Ali, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Anal...
SIM, Novia Rosiana, Hapzi Ali, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Anal...SIM, Novia Rosiana, Hapzi Ali, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Anal...
SIM, Novia Rosiana, Hapzi Ali, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Anal...bank bjb
 
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakahManajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakahSurya Suwarna
 
Tinjauan hukum islam terhadap deposito perbankan
Tinjauan hukum islam terhadap deposito perbankanTinjauan hukum islam terhadap deposito perbankan
Tinjauan hukum islam terhadap deposito perbankanAn Nisbah
 
Sistem pembiayaan keuangan syariah
Sistem pembiayaan keuangan syariahSistem pembiayaan keuangan syariah
Sistem pembiayaan keuangan syariahAkadusyifa .
 
6036 p3-spk-perbankan syariah
6036 p3-spk-perbankan syariah6036 p3-spk-perbankan syariah
6036 p3-spk-perbankan syariahWinarto Winartoap
 
6036 p3-spk-perbankan syariah
6036 p3-spk-perbankan syariah6036 p3-spk-perbankan syariah
6036 p3-spk-perbankan syariahWinarto Winartoap
 

Similar to JUDUL (20)

komparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensional
komparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensionalkomparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensional
komparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensional
 
Uang dan Bank
Uang dan BankUang dan Bank
Uang dan Bank
 
PERLAKUAN AKUNTANSI DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK MUAMALAT
PERLAKUAN AKUNTANSI DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK MUAMALATPERLAKUAN AKUNTANSI DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK MUAMALAT
PERLAKUAN AKUNTANSI DALAM PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK MUAMALAT
 
Kebijakan dan Praktek Perbankan di Indonesia: Kajian Penyaluran Kredit Pemili...
Kebijakan dan Praktek Perbankan di Indonesia: Kajian Penyaluran Kredit Pemili...Kebijakan dan Praktek Perbankan di Indonesia: Kajian Penyaluran Kredit Pemili...
Kebijakan dan Praktek Perbankan di Indonesia: Kajian Penyaluran Kredit Pemili...
 
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docx
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docxHukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docx
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.docx
 
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdf
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdfHukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdf
Hukum Ekonomi Islam & Hukum Waris Islam.pdf
 
PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...
PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...
PERANAN AKUNTANSI SYARIAH TERHADAP PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BANK MUAMALAT IND...
 
Bank syariah dan Bank konvensional
Bank syariah dan Bank konvensionalBank syariah dan Bank konvensional
Bank syariah dan Bank konvensional
 
Pertemuan 8 Metode Dlm Membiayai Pertumbuhan.pptx
Pertemuan 8 Metode Dlm Membiayai Pertumbuhan.pptxPertemuan 8 Metode Dlm Membiayai Pertumbuhan.pptx
Pertemuan 8 Metode Dlm Membiayai Pertumbuhan.pptx
 
Analisis fatwa dsn mui no.54 tahun 2006 tentang syariah card pada i b hasanah...
Analisis fatwa dsn mui no.54 tahun 2006 tentang syariah card pada i b hasanah...Analisis fatwa dsn mui no.54 tahun 2006 tentang syariah card pada i b hasanah...
Analisis fatwa dsn mui no.54 tahun 2006 tentang syariah card pada i b hasanah...
 
Peran Lembaga Keuangan Mikro untuk pemberdayaan UKMK
Peran Lembaga Keuangan Mikro untuk pemberdayaan UKMKPeran Lembaga Keuangan Mikro untuk pemberdayaan UKMK
Peran Lembaga Keuangan Mikro untuk pemberdayaan UKMK
 
HBL, 4, Intan Dwi Kumalagusti, Hapzi ali, Definisi Jenis Lembaga Pembiayaan d...
HBL, 4, Intan Dwi Kumalagusti, Hapzi ali, Definisi Jenis Lembaga Pembiayaan d...HBL, 4, Intan Dwi Kumalagusti, Hapzi ali, Definisi Jenis Lembaga Pembiayaan d...
HBL, 4, Intan Dwi Kumalagusti, Hapzi ali, Definisi Jenis Lembaga Pembiayaan d...
 
Silabus Training "LINGKUNGAN BISNIS RETAIL & KREDIT PERBANKAN DI ERA DIGITAL"
Silabus Training "LINGKUNGAN BISNIS RETAIL & KREDIT PERBANKAN DI ERA DIGITAL"Silabus Training "LINGKUNGAN BISNIS RETAIL & KREDIT PERBANKAN DI ERA DIGITAL"
Silabus Training "LINGKUNGAN BISNIS RETAIL & KREDIT PERBANKAN DI ERA DIGITAL"
 
SIM, Novia Rosiana, Hapzi Ali, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Anal...
SIM, Novia Rosiana, Hapzi Ali, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Anal...SIM, Novia Rosiana, Hapzi Ali, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Anal...
SIM, Novia Rosiana, Hapzi Ali, Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Anal...
 
Virtual Pameran UMKM.pdf
Virtual Pameran UMKM.pdfVirtual Pameran UMKM.pdf
Virtual Pameran UMKM.pdf
 
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakahManajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakah
 
Tinjauan hukum islam terhadap deposito perbankan
Tinjauan hukum islam terhadap deposito perbankanTinjauan hukum islam terhadap deposito perbankan
Tinjauan hukum islam terhadap deposito perbankan
 
Sistem pembiayaan keuangan syariah
Sistem pembiayaan keuangan syariahSistem pembiayaan keuangan syariah
Sistem pembiayaan keuangan syariah
 
6036 p3-spk-perbankan syariah
6036 p3-spk-perbankan syariah6036 p3-spk-perbankan syariah
6036 p3-spk-perbankan syariah
 
6036 p3-spk-perbankan syariah
6036 p3-spk-perbankan syariah6036 p3-spk-perbankan syariah
6036 p3-spk-perbankan syariah
 

More from Azharsyah Ibrahim

Praktik Ekonomi Masyarakat Aceh dalam Konteks Ekonomi Islam: Kajian terhadap ...
Praktik Ekonomi Masyarakat Aceh dalam Konteks Ekonomi Islam: Kajian terhadap ...Praktik Ekonomi Masyarakat Aceh dalam Konteks Ekonomi Islam: Kajian terhadap ...
Praktik Ekonomi Masyarakat Aceh dalam Konteks Ekonomi Islam: Kajian terhadap ...Azharsyah Ibrahim
 
UTILISASI KONSEP ANGKAT BLOE DALAM WAKAF PRODUKTIF SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN...
UTILISASI KONSEP ANGKAT BLOE DALAM WAKAF PRODUKTIF SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN...UTILISASI KONSEP ANGKAT BLOE DALAM WAKAF PRODUKTIF SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN...
UTILISASI KONSEP ANGKAT BLOE DALAM WAKAF PRODUKTIF SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN...Azharsyah Ibrahim
 
The Ethical Practices of Islamic Banking: A Study from Customer Satisfaction ...
The Ethical Practices of Islamic Banking: A Study from Customer Satisfaction ...The Ethical Practices of Islamic Banking: A Study from Customer Satisfaction ...
The Ethical Practices of Islamic Banking: A Study from Customer Satisfaction ...Azharsyah Ibrahim
 
Measuring the Islamic Work Ethics: An Alternative Approach
Measuring the Islamic Work Ethics: An Alternative ApproachMeasuring the Islamic Work Ethics: An Alternative Approach
Measuring the Islamic Work Ethics: An Alternative ApproachAzharsyah Ibrahim
 
Penggunaan Model “Angkat Bloe” dalam Wakaf Produktif: Justifikasi dan Hambatan
Penggunaan Model “Angkat Bloe” dalam Wakaf Produktif: Justifikasi dan HambatanPenggunaan Model “Angkat Bloe” dalam Wakaf Produktif: Justifikasi dan Hambatan
Penggunaan Model “Angkat Bloe” dalam Wakaf Produktif: Justifikasi dan HambatanAzharsyah Ibrahim
 
Pengembangan baitul mal aceh
Pengembangan baitul mal acehPengembangan baitul mal aceh
Pengembangan baitul mal acehAzharsyah Ibrahim
 

More from Azharsyah Ibrahim (9)

Praktik Ekonomi Masyarakat Aceh dalam Konteks Ekonomi Islam: Kajian terhadap ...
Praktik Ekonomi Masyarakat Aceh dalam Konteks Ekonomi Islam: Kajian terhadap ...Praktik Ekonomi Masyarakat Aceh dalam Konteks Ekonomi Islam: Kajian terhadap ...
Praktik Ekonomi Masyarakat Aceh dalam Konteks Ekonomi Islam: Kajian terhadap ...
 
UTILISASI KONSEP ANGKAT BLOE DALAM WAKAF PRODUKTIF SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN...
UTILISASI KONSEP ANGKAT BLOE DALAM WAKAF PRODUKTIF SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN...UTILISASI KONSEP ANGKAT BLOE DALAM WAKAF PRODUKTIF SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN...
UTILISASI KONSEP ANGKAT BLOE DALAM WAKAF PRODUKTIF SEBAGAI SOLUSI PEMBANGUNAN...
 
The Ethical Practices of Islamic Banking: A Study from Customer Satisfaction ...
The Ethical Practices of Islamic Banking: A Study from Customer Satisfaction ...The Ethical Practices of Islamic Banking: A Study from Customer Satisfaction ...
The Ethical Practices of Islamic Banking: A Study from Customer Satisfaction ...
 
Measuring the Islamic Work Ethics: An Alternative Approach
Measuring the Islamic Work Ethics: An Alternative ApproachMeasuring the Islamic Work Ethics: An Alternative Approach
Measuring the Islamic Work Ethics: An Alternative Approach
 
Penggunaan Model “Angkat Bloe” dalam Wakaf Produktif: Justifikasi dan Hambatan
Penggunaan Model “Angkat Bloe” dalam Wakaf Produktif: Justifikasi dan HambatanPenggunaan Model “Angkat Bloe” dalam Wakaf Produktif: Justifikasi dan Hambatan
Penggunaan Model “Angkat Bloe” dalam Wakaf Produktif: Justifikasi dan Hambatan
 
Keikhlasan membawa berkah
Keikhlasan membawa berkahKeikhlasan membawa berkah
Keikhlasan membawa berkah
 
Menumbuhkan minat baca anak
Menumbuhkan minat baca anakMenumbuhkan minat baca anak
Menumbuhkan minat baca anak
 
Pengembangan baitul mal aceh
Pengembangan baitul mal acehPengembangan baitul mal aceh
Pengembangan baitul mal aceh
 
Azharsyah adic 2012
Azharsyah adic 2012Azharsyah adic 2012
Azharsyah adic 2012
 

Recently uploaded

PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxZefanya9
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptwxmnxfm57w
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxumusilmi2019
 
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptBab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptatiakirana1
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IIkaAliciaSasanti
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalAthoillahEconomi
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuanganzulfikar425966
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptFrida Adnantara
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnyaIndhasari3
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bankzulfikar425966
 
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfKESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfNizeAckerman
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelAdhiliaMegaC1
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...ChairaniManasye1
 
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...OknaRyana1
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxHakamNiazi
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 

Recently uploaded (17)

PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
 
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptBab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
 
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdfKESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN DUA SEKTOR.pdf
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
 
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
 
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
 
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
 

JUDUL

  • 1. LAPORAN PENELITIAN KARTU KREDIT DAN KEABSAHAN PENGGUNAANNYA DALAM TRANSAKSI EKONOMI ISLAM Oleh: Azharsyah, SE.Ak, M.S.O.M NIP. 19781112 200501 1 003 Sumber Dana: DIPA IAIN Ar-Raniry Tahun 2011 LEMBAGA PENELITIAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY DARUSSALAM - BANDA ACEH 2011
  • 2. LAPORAN PENELITIAN KARTU KREDIT DAN KEABSAHAN PENGGUNAANNYA DALAM TRANSAKSI EKONOMI ISLAM Oleh: Azharsyah, SE.Ak, M.S.O.M NIP. 19781112 200501 1 003 Sumber Dana: DIPA IAIN Ar-Raniry Tahun 2011 LEMBAGA PENELITIAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY DARUSSALAM - BANDA ACEH 2011
  • 3. LAPORAN PENELITIAN KARTU KREDIT DAN KEABSAHAN PENGGUNAANNYA DALAM TRANSAKSI EKONOMI ISLAM Oleh: Azharsyah, SE.Ak, M.S.O.M NIP. 19781112 200501 1 003 Sumber Dana: DIPA IAIN Ar-Raniry Tahun 2011 LEMBAGA PENELITIAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY DARUSSALAM - BANDA ACEH 2011
  • 4. iv Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya penggunaan kartu kredit di negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam khusunya Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui akad-akad yang terlibat dalam setiap alur transaksi dari kartu kredit dan keabsahan penggunaannya dalam praktik ekonomi yang berbasis Islam. Hal lain yang ingin dikaji adalah kedudukan terms and conditions dalam kartu kredit ditinjau dalam hukum Islam karena penetapannya dilakukan secara sepihak oleh pihak yang mengeluarkan kartu kredit. Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber lain yang terkait dengan masalah yang sedang diteliti. Data-data yang diperoleh akan disusun secara komprehensif untuk kemudian dianalisis dengan metode kualitatif untuk menghasilkan suatu laporan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat paling kurang enam akad dalam sebuah alur transaksi kartu kredit, yaitu kafalah, wakalah, hawalah, murabahah, qardh, dan ijarah yang terjadi dalam waktu yang berbeda-beda sesuai dengan tahapan suatu alur transaksi kartu kredit. Kedudukan syarat dan ketentuan pembuatan kartu kredit secara umum tidak bertentang dengan hukum Islam dengan mempertimbangkan berbagai hal. Persyaratan yang ditetapkan secara sepihak oleh card issuer, seperti denda-denda keterlambatan akan mengandung unsur riba jika pengguna kartu kredit tidak mampu membayar tagihannya secara tepat waktu akibat pengenaan bunga yang sangat besar. Akan tetapi menurut fatwa DSN-MUI, issuer dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh issuer akibat keterlambatan yang telah jatuh tempo dalam angka yang wajar. Di samping itu, issuer juga dapat mengenakan denda keterlambatan pembayaran (late charge) yang harus diakui seluruhnya sebagai dana sosial. Sementara itu, persentase yang dipotong dari transaksi pembelanjaan oleh acquirer dari merchant dapat dianggap sebagai upah dari jasa yang diberikan oleh acquirer kepada merchants dengan catatan harus dibatasi sehingga layak disebut sebagai upah jasa.
  • 5. v KATA PENGANTAR Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT, penelitian ini selesai juga dilakukan beserta dengan laporannya. Untuk sampai pada tahapan final seperti yang ada sekarang, penelitian ini telah mengalami proses kelayakan mulai dari seminar proposal sampai pada seminar hasil. Saran dan kritik dari narasumber telah memperkuat substansi isi maupun metodologi penelitian ini. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya penggunaan kartu di negara-negara muslim khususnya Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini. Fenomena ini menarik untuk dikaji karena terjadi beberapa khilafiyah tentang boleh tidaknya kartu kredit digunakan sebagai media transaksi dalam suatu sistem ekonomi yang penggunanya banyak dari kalangan muslim. Apalagi suatu transaksi kartu kredit sangat berlapis alurnya sehingga menarik untuk dikaji tentang akad-akad yang terlibat dalam setiap tahapan dari transaksi tersebut. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini terutama kepada Lembaga Penelitian IAIN Ar-Raniry yang telah memilih topik menjadi salah satu penelitian pada tahun anggaran 2011 ini termasuk beberapa narasumber yang terlibat dari sejak seminar proposal sampai seminar hasil akhir penelitian. Teristimewa kepada istri dan dua buah hati peneliti yang telah memberikan inspirasi setiap hari kepada peneliti. Darussalam, 20 Oktober 2010 Azharsyah
  • 6. vi DAFTAR ISI COVER DALAM .................................................................................... i LEMBAR PENGESAHAN....................................................................ii RINCIAN DANA...................................................................................iii ABSTRAK ............................................................................................. iv KATA PENGANTAR............................................................................ v DAFTAR ISI.......................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah....................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................ 4 C. Tujuan Penelitian ................................................................. 4 D. Definisi Operasional ........................................................... 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................. 9 A. Overview Kartu Kredit......................................................... 9 B. Dasar Hukum Kartu Kredit di Indonesia............................ 11 C. Literatur Review ................................................................ 14 BAB III METODE PENELITIAN...................................................... 18 A. Pendekatan dan Jenis Penelitian......................................... 18 B. Kehadiran Peneliti.............................................................. 19 C. Lokasi Penelitian................................................................ 19 D. Sumber Data ...................................................................... 20 E. Asumsi Penelitian .............................................................. 21 F. Prosedur Pengumpulan Data .............................................. 21 G. Analisis Data...................................................................... 22 BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................... 23 A. Sejarah Kartu Kredit .......................................................... 23 B. Klasifikasi Kartu Kredit ..................................................... 26 C. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Proses Penerbitan dan Penggunaan Kartu Kredit................................................... 27 D. Prosedur Permohonan Kartu Kredit ................................... 29 E. Hak dan Kewajiban Pihak-pihak yang Terkait dalam Proses Penerbitan dan Penggunaan Kartu Kredit ............... 33 F. Cara dan Alur Kerja Kartu Kredit ...................................... 37 G. Jenis-jenis Akad dalam Transaksi Kartu Kredit dan Keabsahannya Menurut Fiqh Muamalah............................ 40 H. Analisis terhadap Terms and Conditions Kartu Kredit....... 45
  • 7. vii BAB V PENUTUP................................................................................ 53 A. Kesimpulan........................................................................ 53 B. Saran .................................................................................. 54 DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 55 BIOGRAFI PENULIS ......................................................................... 58
  • 8. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan kartu kredit dewasa ini sudah sangat meluas di mana kartu kredit bukan lagi hanya sekedar gaya hidup, tetapi merupakan kebutuhan bagi masyarakat modern untuk menunjang semua aktivitas dalam kehidupannya sehari-hari yang serba cepat dan efisien. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada dan Jepang penggunaan kartu kredit merupakan hal yang sangat biasa dan umum digunakan dalam melakukan berbagai jenis transaksi dalam kehidupan sehari-hari seperti keperluan bisnis dan pribadi yang meliputi perjalanan dinas, menjamu klien, biaya kelahiran anak, belanja kebutuhan harian atau berlibur bersama keluarga serta pemberian donasi/sumbangan. Penggunaan kartu kredit dianggap lebih efisien dibandingkan uang. Di samping aman dan praktis, kartu kredit juga berfungsi sebagai jaminan kepercayaan suatu bank atau card provider kepada pemegang kartu dalam hal penggunaan keuangan dari lembaga tersebut. Dengan fee yang sangat rendah dan berbagai kemudahan yang ditawarkan, kartu kredit dapat dimiliki oleh siapa saja untuk membeli apa saja. Hal tersebut telah menjadikan kartu kredit sebagai komponen penting dalam transaksi-transaksi keuangan. Dewasa ini, penggunaan kartu kredit sudah meluas ke negara- negara yang berpenduduk mayoritas muslim seperti Indonesia. Sebagai negara muslim terbesar, Indonesia memiliki banyak pengguna kartu kredit yang beragama Islam, umumnya masih
  • 9. 2 berasal dari golongan-golongan yang mempunyai penghasilan tetap. Kartu-kartu tersebut tak hanya dikeluarkan oleh bank-bank konvensional karena dalam beberapa tahun terakhir, bank-bank syariah juga mengeluarkan kartu kredit yang berlandaskan syariah dengan nama yang beragam, seperti Hasanah Card, Dirham Card, dan sebagainya. Dalam lima tahun terakhir, perkembangan kredit konsumsi di Indonesia meningkat sekitar 21 persen tiap tahunnya. Data dari Bank Indonesia tercatat bahwa jumlah perkembangan kredit konsumsi pada tahun 2006 sebesar Rp 226,3 triliun, sedangkan tahun 2010 meningkat menjadi Rp 537 triliun. Perkembangan tersebut didukung oleh kenaikan jumlah penerbitan kartu kredit sebesar 14,7 persen per tahun selama kurun 2008 hingga 2010. Pada akhir 2010 terdapat 13,57 juta kartu dan akhir Februari 2011 bertambah lagi menjadi 13,8 juta kartu kredit yang beredar di Indonesia.1 Dari segi nilai, transaksi kartu utang ini tumbuh dengan angka lebih besar, yaitu 31,52 persen per tahun, untuk periode yang sama. Sepanjang tahun 2010, nilai transaksi menggunakan kartu gesek ini mencapai Rp 163,21 triliun.2 Data-data tersebut di atas menunjukkan peningkatan penggunaan kartu kredit di Indonesia yang berkembang pesat dari tahun ke tahun. Data tersebut juga didukung oleh hasil survei Harian Kompas di mana menunjukkan satu dari lima responden 1 Bank Indonesia, Kajian Stabilitas Keuangan No. 11, Jakarta: Bank Indonesia, Maret 2011, hlm. 64. 2 Ibid.
  • 10. 3 yang berdomisili di Jakarta memiliki kartu kredit yang kepemilikannya terkadang lebih dari satu kartu.3 Akibat meluasnya penggunaan kartu kredit di negara-negara muslim, muncul persoalan tentang keabsahan penggunaan kartu kredit dalam Islam. Para ahli fiqh berbeda pendapat tentang kebolehan penggunaan kartu kredit terutama pada persoalan substansialnya seperti jenis-jenis akad yang digunakan, persyaratan-persyaratan awal yang berbau riba, jumlah persentase yang diambil oleh pihak yang mengeluarkan kartu dan denda- denda keterlambatan. Masalah pemilihan akad yang tepat dalam kartu kredit agak sedikit rumit karena banyaknya pihak yang terlibat di dalamnya, seperti cardholder, card issuer, merchant, acquiring bank, independent sales organization (reseller), merchant account, credit card association, transaction network, affinity partner. Sebagian fuqaha mengatakan bahwa transaksi dalam kartu kredit dapat melibatkan satu akad saja. Sementara sebagian yang lain berpendapat transaksi dalam kartu kredit tersebut melibatkan beberapa akad. Hal lain yang menarik untuk dikaji adalah persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan oleh card issuer bagi para pengguna kartu. Syarat dan ketentuan ini ditetapkan secara sepihak oleh card issuer sebagai syarat untuk di approve-nya kartu kredit tersebut sehingga pengguna kartu tidak punya pilihan selain menerima. 3 Litbang Kompas, Mudahnya Mendapat Kartu Kredit, Harian Kompas (Elektronik), Edisi Jum’at, 15 April 2011.
  • 11. 4 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi rumusan permasalahan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah keabsahan akad-akad yang digunakan dalam transaksi kartu kredit menurut fiqh muamalah? 2. Bagaimana kedudukan terms and conditions dalam kartu kredit ditinjau dalam hukum Islam? C. Tujuan Pembahasan Adapun tujuan pembahasan berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui keabsahan akad-akad yang digunakan dalam transaksi kartu kredit menurut fiqh muamalah. 2. Untuk mengetahui kedudukan syarat dan ketentuan pembuatan kartu kredit dalam hukum Islam. D. Definisi Operasional Untuk menghindari kekeliruan dalam memberi makna dari proposal ini, peneliti akan memberi beberapa definisi yang dianggap penting dan sering muncul dalam penelitian ini yaitu ; (1) Kartu Kredit; (2) Ekonomi Islam; (3) Hukum Islam; (4) Akad; (5) Syarat dan Ketentuan. 1. Kartu Kredit Kartu kredit (credit card) dalam bahasa Arab disebut bithaqah i’timan. Secara bahasa kata bithaqah (kartu) digunakan untuk potongan kertas kecil atau dari bahan lain yang di atasnya ditulis penjelasan yang berkaitan dengan potongan kertas itu, sementara
  • 12. 5 kata i’timan secara bahasa artinya adalah kondisi aman dan saling percaya.4 Kartu kredit yang peneliti maksudkan dalam penelitian ini adalah kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu secara hutang. 2. Ekonomi Islam Ilmu ekonomi Islam merupakan pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.5 Menurut M. Akram Khan (dalam Mustafa Edwin Nasution)6 ilmu ekonomi Islam bertujuan untuk melakukan kajian tentang kebahagiaan hidup manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar bekerja sama dan berpartisipasi. Hal yang senada juga diungkapkan oleh M. Umer Chapra di mana ia mendefinisikan ekonomi Islam sebagai sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro 4 Setiawan Budi Utomo, Hukum Kartu Kredit Syariah, diakses pada tanggal 20 Januari 2010 dari website: http://www.dakwatuna.com/2009/hukum-kartu-kredit-syariah/ 5 M.A. Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam (terjemahan M. Nastagin), Yogyakarta: PT Dana Bakti Wakaf, 1997, hlm. 56. 6 Mustafa Edwin Nasution, dkk, 2007. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2007, hlm. 16.
  • 13. 6 ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.7 3. Hukum Islam Dalam penelitian ini, istilah “hukum Islam” sering digantikan oleh istilah “syariah”. Secara umum pengertian hukum Islam adalah ajaran Islam yang membicarakan amal perbuatan manusia baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan makhluk lainnya. Mahmud Shaltut (dalam Universitas Gunadarma) mengatakan bahwa syariat adalah segala peraturan yang telah disyariatkan Allah untuk dilaksanakan oleh umat manusia dalam berkomunikasi dengan Tuhannya, dengan sesama muslim, dengan sesama manusia, dengan alam semesta, dan dengan kehidupan.8 Menurut istilah, syariat adalah hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah Swt melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus. Secara umum, dalam penelitian ini pengertian hukum Islam yang peneliti maksudkan adalah segala aturan dalam ajaran Islam yang berkenaan dengan “boleh” dan “tidak boleh” kita melakukan sesuatu dengan berlandaskan pada Al-Qur’an, Sunnah, Ijma, Qiyas, dan Maslahat. 7 M. Umer Chapra. The Future of Economics: an Islamic Perspective, Edisi Terjemahan, Jakarta: SEBI Institute, 2001, hlm. 45. 8 Universitas Gunadarma, September 2009. Hukum Islam. Diakses pada tanggal 5 July 2011 dari website: http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/ bab7- hukum_islam_(syari'ah)
  • 14. 7 4. Akad Secara etimologi, akad berarti ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi. Akad bisa juga diartikan sebagai sambungan dan janji.9 Secara umum definisi akad adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri seperti wakaf, talak dan pembebasan; atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual-beli, perwakilan, dan gadai. 10 Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia akad diartikan sebagai janji, perjanjian, atau kontrak.11 5. Syarat dan Ketentuan Secara bahasa, syarat dan ketentuan merupakan terjemahan bebas dari bahasa Inggris untuk istilah terms and conditions. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan syarat adalah peraturan atau petunjuk. 12 Sedangkan ketentuan adalah sesuatu yang sudah tentu atau yang telah ditentukan; atau bisa juga diartikan dengan ketetapan; juga kepastian.13 Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan syarat dan ketentuan adalah segala peraturan dan petunjuk yang sudah ditetapkan secara sepihak oleh pihak penerbit kartu kredit sebagai persyaratan awal untuk dapat 9 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillah, juz IV, Damsyik, Dar al-Firk, 1989, hlm, 80 10 Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, Jakarta: Pustaka Setia, 2001, hlm. 44 11 Tim Penyusun KBI, Kamus Bahasa Indonesia, Versi Digital. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 1578. 12 Ibid, hlm. 24. 13 Ibid, hlm. 1683.
  • 15. 8 disetujuinya penerbitan kartu kredit (credit approval) atas nama pemegang kartu.
  • 16. 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Overview Kartu Kredit Kartu kredit (credit card) dalam bahasa Arab disebut bithaqah i’timan). Secara bahasa kata bithaqah (kartu) digunakan untuk potongan kertas kecil atau dari bahan lain yang di atasnya ditulis penjelasan yang berkaitan dengan potongan kertas itu, sementara kata i’timan secara bahasa artinya adalah kondisi aman dan saling percaya. Dalam kebiasaan dalam dunia usaha artinya semacam pinjaman, yakni yang berasal dari kepercayaan terhadap peminjam dan sikap amanahnya serta kejujurannya. Oleh sebab itu ia memberikan dana itu dalam bentuk pinjaman untuk dibayar secara tertunda. Sedangkan pengertian kartu kredit secara terminologi adalah kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu secara hutang. Kartu kredit pada hakikatnya merupakan salah satu instrumen dalam sistem pembayaran sebagai sarana mempermudah proses transaksi yang tidak tergantung kepada pembayaran kontan dengan membawa uang tunai yang berisiko.14 Menurut PBI No. 07/52/PBI/2005 yang diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008 yang diperbaharui kembali dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009, kartu kredit adalah alat pembayaran dengan menggunakan kartu 14 Setiawan Budi Utomo, Hukum Kartu...
  • 17. 10 yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari status kegiatan ekonomi, termasuk kegiatan pembelanjaan dan atau untuk melakukan penarikan tunai di mana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi dahulu oleh acquirer atau penerbit kartu. Atas transaksi tersebut pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran pada waktu yang disepakati, baik secara sekaligus (charge card) maupun secara angsuran.15 Dewan Syariah Nasional MUI mengistilahkan kartu sebagai Syariah Card yang didefinisikan sebagai kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum (berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah.16 Sebuah kartu kredit merupakan bagian dari suatu sistem pembayaran kartu plastik yang dikeluarkan kepada para pengguna sistem tersebut. Kartu tersebut memberikan hak kepada pemegangnya (card holder) untuk membeli barang dan jasa yang didasari pada janji si pemegang kartu untuk membayar barang dan jasa tersebut pada waktu yang sudah ditentukan.17 Penerbit kartu kredit (issuer) biasanya memberikan suatu batas kredit (credit limit) yang bisa digunakan oleh pemegang kartu untuk membayar 15 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Jakarta: Bank Indonesia, 2009. 16 DSN – MUI, Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 54/DSN- MUI/X/2006 tentang Syariah Card, 2006. 17 Arthur Sullivan & Steven M. Sheffrin, Economics: Principles in Action. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2003, hlm. 261.
  • 18. 11 tempat-tempat pembelanjaan (merchants) atau bisa juga digunakan sebagai cash advance bagi pengguna. Pada prinsipnya, cara pembayaran kartu kredit ada dua, yaitu pembayaran penuh (full payment) dan tidak penuh (minimum payment). Sistem pembayaran kartu kredit dewasa ini memakai sistem yang kedua yaitu minimum payment. Untuk kartu kredit yang menggunakan sistem full payment biasa dikenal dengan charge card. Charge card mewajibkan pembayaran dilakukan secara penuh tiap bulan atau sebelum jatuh tempo. Sedangkan credit card membolehkan pemegang kartu untuk menunda pembayaran penuh dan hanya wajib melunasi sejumlah pembayaran minimum dengan konsekuensi akan dikenakan biaya tambahan.18 B. Dasar Hukum Kartu Kredit di Indonesia Di Indonesia, usaha penerbitan dan penggunaan kartu kredit diatur dalam beberapa regulasi berikut: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Nasional. Penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu kredit didasarkan pada ketentuan Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Pasal 6 huruf 1 Undang-Undang 18 Wikipedia.org. Credit Card, diakses pada tanggal 3 Maret 2011 dari website: http://en.wikipedia.org/wiki/Credit_card
  • 19. 12 Perbankan menyatakan bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh bank. Dengan demikian, undang-undang Perbankan dapat dijadikan dasar penyelenggaraan usaha kartu kredit sebagai alat pembayaran oleh bank. Namun, Undang-Undang Perbankan tidak mengatur secara lebih rinci mengenai penerbitan dan penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran. 2. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Undang-undang ini dikhususkan untuk mengatur operasional perbankan Syariah di Indonesia termasuk kegiatan usahanya. Penyelenggaraan kegiatan usaha debit dan/atau kartu pembiayaan yang sesuai dengan prinsip Syariah diatur dalam pasal 19 ayat (1) huruf (h) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-undang tersebut merupakan dasar bagi Perbankan Syariah untuk menyelenggara usaha kartu debit dan pembiayaan (kredit) sebagai alat pembayaran oleh bank syariah. Sama halnya seperti Undang-Undang Nomor 10 tentang Perbankan Nasional di atas, UU No. 21 Tahun 2008 ini juga tidak mengatur secara rinci mengenai penerbitan dan penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran. 3. Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Lembaga Pembiayaan. Dalam pasal 48 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tentang Lembaga Pembiayaan dinyatakan
  • 20. 13 bahwa usaha kartu kredit merupakan salah satu bentuk usaha yang dapat dilaksanakan oleh Lembaga Pembiayaan. 4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 28 Desember 2005 yang diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008 yang diperbaharui kembali dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu Tanggal 13 April 2009 (PBI APMK) merupakan peraturan dari Bank Indonesia yang mengatur secara khusus mengenai penyelenggaraan kegiatan pembayaran dengan menggunakan kartu kredit. Di dalam PBI APMK ini diatur mengenai proses pengajuan izin oleh Bank dan Lembaga selain bank untuk menjadi prinsipal, penerbit, maupun sebagai acquirer. Selain itu PBI APMK ini juga mengatur mengenai penyelenggaraan dan penghentian kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut.19 5. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card. Fatwa tersebut dikeluarkan untuk menyahuti kebutuhan akan kelegalan kartu kredit yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Fatwa tersebut merupakan dasar yang digunakan bank-bank syariah di Indonesia untuk mengeluarkan berbagai 19 Bank Indonesia, Peraturan Bank...
  • 21. 14 kartu kredit. Dalam praktiknya, kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada waktu yang disepakati secara angsuran dengan menggunakan berbagai akad yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. C. Literatur Review Pembahasan mengenai kedudukan kartu kredit dalam hukum Islam telah banyak dilakukan, tapi dengan penekanan yang berbeda-beda. Ada yang menekankan pada akad dan ada juga yang menekankan tentang prasyarat pengajuan kartu kredit. Penelitian tentang transaksi kartu kredit beserta akad-akadnya dilakukan oleh Nazaruddin menyimpulkan bahwa menurut kebanyakan fuqaha penggunaan kartu kredit adalah boleh karena termasuk ke dalam akad kafalah dhamman dengan catatan bahwa transaksi- transaksinya harus bersih dari unsur riba, ghubun dan gharar.20 Pembahasan yang sama dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional MUI dalam sebuah fatwa di mana pihak DSN berpendapat bahwa hukum menggunakan kartu kredit adalah boleh. Hal ini didasari pada akad-akad yang digunakan yaitu akad kafalah, qardh, dan ijarah merupakan akad-akad yang biasa digunakan dalam suatu transaksi ekonomi Islam. Hukum boleh tersebut menjadi haram jika transaksi-transaksi yang terjadi 20 Nazaruddin AW, Credit Card pada Institusi Keuangan dalam Kajian Fiqh Iqtishad. Jurnal Media Syariah. Vol. 8 No. 16, 2007, hlm. 171 – 188.
  • 22. 15 mengindikasikan adanya riba dan adanya ketentuan yang melanggar syariah.21 Sementara itu, Abdullah al-Mushlih & Shalah ash-Shawi mengkaji keabsahan penggunaan kartu kredit dari sisi syarat dan ketentuan—yang biasanya telah ditetapkan secara sepihak oleh card issuer—seperti persyaratan-persyaratan awal yang berbau riba, jumlah persentase yang diambil oleh pihak yang mengeluarkan kartu, denda-denda keterlambatan (late fee), dan pengambilan uang administrasi. Dalam penelitian tersebut, mereka berpendapat bahwa secara umum penggunaan kartu kredit dibolehkan dengan syarat-syarat para pengguna kartu yakin sekali dapat menjaga diri dari hal-hal yang dilarang agama. Dalam poin- poin tertentu, mereka mengakui adanya riba pada denda-denda keterlambatan yang telah ditetapkan di awal sehingga mereka berpendapat bahwa hal semacam itu jelas-jelas dilarang dalam Islam. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ahmad Zain An- Najah.22 Akan tetapi An-Najah membatasi pembahasannya pada tiga persoalan besar, yaitu hukum membership fee, telat pembayaran dan keuntungan pihak penjamin. Secara umum pendapat An-Najah mirip dengan pendapat-pendapat di atas, yaitu penggunaan kartu kredit adalah boleh sepanjang persyaratan yang digunakan tidak mengandung unsur riba. 21 DSN – MUI, Fatwa Dewan... 22 Ahmad Zain An-Najah 2009, Konsultasi Fiqh Kontemporer: Hukum Menggunakan Kartu Kredit, diakses pada tanggal 5 Maret 2010 dari website: http://www.hidayatullah.com/konsultasi/fiqih/ 10434- hukum-menggunakan-kartu-kredit-
  • 23. 16 Sementara Siswantoro mengungkapkan bahwa kartu kredit dan sejenisnya “dibolehkan” apabila memang fasilitas kartu debit atau pembayaran tunai tidak ada. Jadi penggunaannya hanya untuk hal-hal yang bersifat darurat dan sementara saja, bukan menjadi suatu kebutuhan pokok dan tidak harus diatur dengan suatu fatwa.23 Akan tetapi, menurut Daud Bakar Islam tidak mengenal kartu kredit, yang ada hanya kartu debit. Daud Bakar beralasan bahwa kartu kredit sama dengan menganjurkan orang untuk berutang. Padahal di dalam Islam, berutang merupakan salah satu hal yang sangat tidak dianjurkan.24 Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian- penelitian yang telah penulis sebutkan di atas adalah pada term and conditions (syarat dan ketentuan) yaitu segala peraturan dan petunjuk yang sudah ditetapkan secara sepihak oleh pihak penerbit kartu kredit sebagai persyaratan awal untuk dapat disetujuinya penerbitan kartu kredit (credit approval) atas nama pemegang kartu. Penelitian sebelumnya umumnya hanya mengkaji keabsahan penggunaan kartu kredit setelah kartu kredit itu dikeluarkan sedangkan penelitian ini akan mengkaji term and conditions kartu kredit sebelum kartu kredit dikeluarkan ditambah dengan permasalahan-permasalahan pada saat pelunasan dari pengguna 23 Dodik Siswantoro, 2004. Kartu Kredit: Antara Kehalalan dan Kebaikannya, diakses pada tanggal 15 Maret 2010 dari website: http://www.hidayatullah.com/opini/artikel/1236-kartu-kredit:-antara- kehalalan-dan-kebaikannya- 24 Daud Bakar, M, Seminar Nasional tentang Ekonomi Islam, Kuala Lumpur, 2002.
  • 24. 17 kepada credit issuer termasuk fee yang didapat oleh credit card association semacam Visa, Mastercard dan American Express (Amex).
  • 25. 18 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber lain yang terkait dengan masalah yang diambil. Menurut Simatupang, penelitian kepustakaan adalah penelitian yang menekankan pada penggunaan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis dan atau wawancara dengan informan serta narasumber.25 Peneliti akan meneliti tiap catatan yang berhubungan dengan kartu kredit, khususnya pendapat-pendapat para fuqaha. Di samping itu, peneliti juga akan menganalisa jenis-jenis akad yang digunakan dalam transaksi kartu kredit. Berkaitan dengan kajian Syariah itu, ada tiga hal yang digunakan sebagai alat untuk menganalisis transaksi kartu kredit, yaitu : pertama, aspek normatif/ajaran dengan rujukan al-Qur’an dan Hadits, kedua, kaidah-kaidah hukum, dan ketiga , pandangan-pandangan fiqh. Dalam aspek normatif, terdapat norma dari tinjauan hukum/ahkam baik hasil kajian dengan pendekatan harfiah (aliran Zhahiri) pendekatan kontekstual antara satu dalil (nash) dengan nash yang lain, dan kadang didukung dengan analitis filosofis 25 Dian Puji Simatupang, Penyusunan Proposal Penelitian, Bahan Perkuliahan Metode Penelitian dan Penulisan Hukum pada Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2008.
  • 26. 19 (tujuan dan hikmah tasyri’) seperti pendekatan jumhur ulama dan normatif dari tinjauan akhlak (posisi/etis dan moral). Data-data yang diperoleh, kemudian akan disusun secara komprehensif untuk kemudian dianalisis dengan metode kualitatif. Metode kualitatif menurut Bogdan dan Taylor adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati.26 Pendekatan kualitatif sebagai suatu konsep keseluruhan dan keutuhan (holistik) digunakan untuk mengungkapkan rahasia sesuatu dilakukan dengan cara menghimpun informasi dalam keadaan sewajarnya (natural setting) dengan menggunakan cara kerja yang sistematik, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara kualitatif sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya. B. Kehadiran Peneliti Peneliti akan melakukan analisis terhadap pendapat para fuqaha tentang transaksi dalam kartu kredit dan korelasinya dengan hukum Islam. Peneliti selanjutnya menganalisa kesesuaian dari akad-akad yang digunakan dalam kartu kredit dengan ajaran Islam sehingga diketahui boleh tidaknya kartu digunakan dalam transaksi keuangan. C. Lokasi Penelitian Tidak seperti penelitian yang menggunakan pendekatan studi kasus, penelitian ini tidak mengambil lokasi dalam suatu daerah 26 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, hlm. 13.
  • 27. 20 tertentu, karena pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi dari berbagai literatur. Literatur tersebut didapat baik dari buku-buku, website, atau sumber-sumber lain yang dianggap perlu. D. Sumber Data Ada dua jenis data dalam penelitian, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data mentah yang diperoleh langsung di lapangan seperti hasil wawancara, survey, observasi dan sebagainya. Sedangkan data sekunder adalah data-data yang telah diolah oleh orang yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan seperti artikel, buku, jurnal dan data-data hasil olahan lainnya yang relevan dengan penelitian. Penelitian ini lebih banyak menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan seperti artikel-artikel, catatan-catatan, penelitian-penelitian sebelumnya dan pendapat-pendapat para ahli fiqh serta sumber-sumber lain yang dianggap relevan. Data lain yang juga menjadi komponen utama penelitian adalah tafsiran tentang ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah SAW serta ijtihad para ulama tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan penelitian ini. Di samping itu, jika diperlukan juga digunakan data hasil observasi dengan para pengguna kartu kredit untuk melengkapi pendapat- pendapat para fukaha.
  • 28. 21 E. Asumsi Penelitian Dari hasil penelitian pendahuluan, peneliti melihat bahwa sebagian besar menghalalkan penggunaan kartu kredit walaupun ada fuqaha yang dengan tegas mengatakan bahwa kartu kredit tidak dikenal dalam Islam. Berangkat pendapat-pendapat di atas, peneliti berasumsi bahwa kartu kredit boleh digunakan dengan catatan tidak jelas-jelas bertentangan dengan syariat. Akan tetapi, sebagian syarat yang digunakan dalam penerbitan kartu kredit mengandung unsur tadlis atau penipuan dengan memanfaatkan ketidaktahuan cardholder (pengguna) terhadap terms and conditions yang dipakai sebagai syarat mutlak bagi penerbitan kartu kredit. Diperlukan penelitian lebih komprehensif untuk menganalisa terms and conditions tersebut dan juga pendapat para fuqaha tentang jenis akad yang digunakan dalam transaksi kartu kredit. F. Prosedur Pengumpulan Data Data-data dikumpulkan dengan cara membaca dari buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber lain yang terkait dengan masalah yang diambil, seperti pendapat para fukaha dan ahli-ahli keuangan modern dan juga pemerhati keuangan syariah. Kajian terhadap terjemahan al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW digunakan sebagai bahan perbandingan terhadap pendapat para fuqaha tersebut.
  • 29. 22 G. Analisis Data Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dalam satuan uraian dasar yang ke semua itu bertujuan untuk menemukan suatu jawaban sebagai tujuan dari penelitian ini. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah kualitatif. Data tersebut akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: pertama, mengecek ulang hasil data yang diperoleh dari bacaan-bacaan serta pendapat- pendapat para ahli; kedua, mengklasifikasikan data dalam kategori yang lebih khusus; ketiga, proses pentabulasian data, hal ini sangat diperlukan untuk memudahkan dalam melihat hasil penelitian; keempat, semua data akan dianalisis secara sistematis dan mendalam dengan pendekatan deskriptif-kualitatif.
  • 30. 23 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Sejarah Kartu Kredit Selama Perang Dunia II berlangsung, aktivitas perdagangan antar negara berhenti secara total di mana hampir semua negara, terutama negara yang terlibat langsung, terkena imbas perang. Seiring dengan berakhirnya Perang Dunia II, aktivitas perdagangan antar negara kembali berkembang sangat pesat, terutama di negara- negara Eropa dan Amerika. Perkembangan tersebut memicu perkembangan dunia perbankan di mana bank menjadi sarana utama dalam menyediakan fasilitas modal bagi aktivitas perdagangan. Untuk memperlancar arus perdagangan yang semakin berkembang tersebut, bentuk pembayaran non tunai seperti cek juga berkembang untuk memudahkan digunakan dan juga aman. Akan tetapi, pesatnya perkembangan penggunaan cek sebagai alat pembayaran menimbulkan bermacam-macam manipulasi cek seperti banyaknya cek kosong. Akibatnya, muncul kekhawatiran di kalangan pedagang-pedagang di Amerika Serikat dan Eropa yang berefek pada timbulnya keengganan untuk mempergunakan cek dalam transaksi perdagangan. Dengan latar belakang tersebut, muncul gagasan dari kalangan pengusaha bank untuk menciptakan suatu alat pembayaran yang dirasa lebih praktis yaitu kartu kredit. Jika dilihat jauh ke belakang, konsep penggunaan kartu untuk membeli sesuatu telah dijelaskan oleh Edward Bellamy pada tahun 1887 dalam novelnya yang berjudul Looking Backward di mana
  • 31. 24 dia memperkenalkan istilah credit card untuk menggambarkan sebuah kartu yang dipergunakan untuk membeli sesuatu.27 Kartu kredit modern yang dikenal sekarang merupakan lanjutan dari berbagai jenis kartu belanja yang diterbitkan oleh beberapa perusahaan di masa lalu. Kartu kredit pertama kali digunakan pada tahun 1920-an di Amerika Serikat di mana digunakan untuk membeli bahan bakar kepada sekelompok perusahaan otomobil. Pada saat itu kartu kredit hanya dapat dipergunakan untuk berbelanja di toko yang menerbitkan kartu kredit tersebut. 28 Akan tetapi, dalam tahun 1938, beberapa perusahaan mulai saling menerima kartu untuk melakukan transaksi pembayaran. Pada awalnya, tujuan penerbitan kartu tersebut adalah untuk menarik minat pelanggannya dengan berbagai fasilitas bagi pemegangnya. Fasilitas tersebut berupa kemudahan-kemudahan dalam berbelanja misalnya pembayaran yang dapat dilakukan kemudian atas barang yang telah dibeli. Semakin lama kartu kartu langganan tersebut semakin diminati. Sejak itu, kartu plastik ini pun mulai digunakan sebagai alat pembayaran pengganti uang tunai. Penerbitan kartu plastik ini sebagai kartu kredit pertama kali dilakukan oleh Flatbush National Bank Of Brooklyn di New York (Amerika Serikat) pada tahun 1946, diikuti kemudian oleh The 27 Identitytheft.info. How to Opt Out, diakses pada tanggal 22 Agustus 2011 dari situs: http://www.identitytheft.info/optingout.aspx 28 Didyouknow.cd, The First Credit Card Was Issued In 1951, diakses pada tanggal 15 Agustus 2011 dari situs: http://www.didyouknow.cd/creditcards.htm
  • 32. 25 Dinners Club Inc pada tahun 1950 dan kemudian oleh American Express Company dan Bank of America Overseas Bank pada tahun 1958. Kartu kredit yang diterbitkan oleh Bank of American Overseas Bank dikenal dengan istilah Bank Americard yang kemudian berubah nama menjadi Visa pada tahun 1976. Sedangkan MasterCard muncul kemudian pada tahun 1966 untuk menyaingi Visa yang telah lebih dulu exist. Dari benua Amerika, kartu kredit kemudian berkembang sampai ke Inggris yang selanjutnya menyebar ke seluruh benua Eropa dengan dikeluarkan Euro Cheque oleh Chargex. Perkembangan kartu kredit di benua Eropa dan Amerika juga berpengaruh ke Asia. Jepang menjadi negara pertama di Asia yang mengeluarkan kartu kredit yaitu kartu kredit Bank Sumitomo. Perkembangan tersebut akhirnya sampai ke Indonesia. Meskipun sudah sejak tahun 1964 Hotel Indonesia menerima pembayaran dengan kartu kredit, tetapi baru pada tahun 1970-an transaksi dengan menggunakan kartu kredit sebagai alat pembayaran mulai kelihatan menonjol. Kartu kredit yang pertama kali muncul di Indonesia adalah kartu kredit yang diterbitkan oleh American Express dan Dinners Club. Sedangkan bank nasional pertama yang menerbitkan kartu kredit adalah Bank BCA, namun kartu ini hanya dapat digunakan oleh nasabah BCA saja (bersifat internal). Bank nasional yang pertama kali menerbitkan kartu kredit bekerja sama dengan Internasional adalah Bank Duta.
  • 33. 26 B. Klasifikasi Kartu Kredit Kartu kredit dapat dibedakan menjadi berbagai jenis, antara lain: 1. Berdasarkan sudut pandang penerbitan, kartu kredit dapat dibedakan menjadi kartu kredit yang diterbitkan oleh bank dan lembaga keuangan lain yang bukan bank. Kartu kredit yang diterbitkan oleh Bank misalnya Visa Card dan Master Card, sedangkan kartu kredit yang diterbitkan oleh lembaga keuangan selain bank misalnya Dinners Club dan American Express 2. Berdasarkan sudut pandang tujuan, kartu kredit dapat dibedakan menjadi kartu kredit umum dan kartu kredit khusus. Kartu kredit umum adalah kartu kredit yang dapat digunakan untuk bertransaksi di mana saja misalnya kartu kredit yang hanya dapat digunakan untuk bertransaksi di mana saja misalnya kartu kredit Visa dan Master Card, sedangkan kartu kredit khusus adalah kartu kredit yang hanya dapat digunakan di tempat-tempat tertentu saja, misalnya Golf Card yang hanya dapat digunakan di tempat bermain golf atau kartu belanja Carrefour yang hanya dapat digunakan untuk berbelanja di pasar swalayan Carrefour. 3. Berdasarkan sudut pandang fasilitas (jumlah limit kredit), kartu kredit dibedakan atas kartu kredit Classic dan Gold. Kartu kredit Classic ini memiliki limit kredit antara 1 hingga 10 juta rupiah, sedangkan kartu kredit Gold memiliki limit kredit antara 10 sampai 30 juta rupiah. Dasar pembedaan ini
  • 34. 27 adalah jumlah pendapatan pemegang kartu kredit yang bersangkutan. 4. Berdasarkan sudut pandang pemegang kartu kredit, kartu kredit dibedakan atas kartu kredit utama seperti Personal (Primary) Card dan Company Card, serta kartu kredit pelengkap seperti Supplementary Card. C. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Proses Penerbitan Dan Penggunaan Kartu Kredit Di dalam proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit terdapat beberapa pihak yang terlibat, adapun pihak-pihak tersebut adalah : 1. Pihak Penerbit (issuer) Pihak penerbit adalah bank atau lembaga keuangan lain selain bank yang membuat rekening dan mengeluarkan kartu pembayaran bagi card holder. Pihak penerbit menjamin pembayaran untuk transaksi yang terotorisasi menggunakan kartu pembayaran yang dikeluarkannya, sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan oleh pemegang merek kartu dan pemerintah setempat.29 2. Pihak Pengelola (acquirer) Acquirer adalah bank atau lembaga keuangan selain bank yang melakukan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat berupa: 29 Abdul Kadir Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-commerce: Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia, cet.1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hlm 16.
  • 35. 28 a. Financial acquirer, yaitu acquirer yang melakukan pembayaran terlebih dahulu atas transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit30 ; b. Technical acquirer, yaitu acquirer yang menyediakan saran yang diperlukan dalam pemrosesan alat pembayaran dengan menggunakan kartu; 3. Pihak Pemegang Kartu Kredit (cardholder) Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar seseorang dapat menjadi pemegang kartu kredit, yaitu:31 a. Penghasilan yang jumlahnya cukup dan disesuaikan dengan fasilitas melalui kartu kredit yang diberikan. Pemenuhan syarat ini dapat dilihat melalui slip gaji, laporan keuangan usaha, mutasi rekening bank, dan lain- lain. b. Kontinuitas penghasilan. Penghasilan yang tinggi tidak menjamin keberlanjutan dari pemenuhan kewajiban pemegang kartu kredit untuk memenuhi kewajibannya kepada perusahaan kartu kredit. Kontinuitas dari penghasilan yang cukup lebih dapat memberikan keyakinan atas kemampuan calon pemegang kartu kredit untuk melunasi kewajibannya. c. Niat baik dari calon pemegang kartu kredit untuk selalu memenuhi kewajibannya. Salah satu cara untuk melihat niat baik dari calon pemegang kartu kredit adalah dengan 30 UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 1 ayat 14 dan 16 31 Subagyo, dkk., Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: STIE YPKN, hlm. 57.
  • 36. 29 melihat apakah calon pemegang kartu kredit yang bersangkutan termasuk ke dalam daftar hitam milik bank, bank sentral, atau lembaga keuangan lain. Seseorang yang namanya tercantum di dalam daftar hitam biasanya dianggap kurang dapat dipercaya dalam memenuhi kewajiban keuangannya. d. Pihak Pemegang barang dan/ atau jasa (merchant) Merchant adalah pedagang barang dan/ atau jasa yang telah bekerja sama dengan issuer dan acquirer untuk menerima alat pembayaran dengan menggunakan kartu kredit. D. Prosedur Permohonan dan Penerbitan Kartu Kredit Di dalam proses permohonan dan penerbitan kartu kredit ada beberapa tahapan yang harus dilalui, yaitu32 : 1. Dari segi pemegang kartu kredit Dalam proses pengajuan permohonan penerbitan kartu kredit, nasabah wajib memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum di dalam formulir aplikasi. Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut : a. Data pribadi Dicantumkan nama pribadi secara lengkap sesuai dengan identitas pemohon (KTP, Paspor), nomor identitas, kewarganegaraan, tanggal lahir, alamat lengkap pemohon dan status kepemilikannya, serta pendidikan terakhir pemohon; 32 Johannes Ibrahim, Kartu Kredit: Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, Bandung: Refika Aditama, 2004, hlm. 20-21.
  • 37. 30 b. Data pekerjaan Yang dimaksud dengan pekerjaan dapat berwiraswasta atau pegawai swasta atau kalangan profesional tertentu. Disebutkan nama perusahaannya, bidang usaha, lamanya berusaha, jabatan dan departemen, lamanya bekerja, alamat kantor, kota, dan jumlah karyawan. Dokumen-dokumen yang perlu dilengkapi bagi wiraswasta adalah seluruh data perusahaan yang mendukung beserta perizinannya, sedangkan bagi pegawai swasta atau kalangan profesi lain dapat berupa surat keterangan penghasilan dari lembaga di mana yang bersangkutan bertugas; c. Data penghasilan dan referensi Bank Penghasilan pemohon dihitung besarnya per tahun dari penghasilan pokok dan penghasilan tambahan. Aktivitas pemohon dalam menatabukukan penghasilan yang diperolehnya pada lembaga keuangan bank dan bukan bank disertai dokumen- dokumen rekening koran, tabungan, deposito, atau pendukung lainnya; d. Data lainnya Merupakan data pendukung sesuai dengan masing-masing pemohon. Misalnya pemohon telah berkeluarga, akan dimintakan keterangan tentang suami/isteri, perusahaan atau pekerjaannya, dilengkapi dengan domisili lembaga yang dimaksud. Selain itu data lainnya berupa rekening untuk pendebetan transaksi; e. Data kartu tambahan Diisi bagi pemohon yang melengkapi dengan kartu tambahan. Untuk kartu tambahan dimintakan dokumen-dokumen pribadi yang dipersyaratkan;
  • 38. 31 f. Persyaratan pemohon Umumnya dalam setiap aplikasi, terdapat pernyataan dari pemohon tentang kebenaran dari informasi yang diberikan kepada bank penerbit, dokumen yang diserahkan, menerima alasan-alasan terhadap penolakan aplikasi penerbitan kartu kredit dan kesediaan untuk terikat dalam persyaratan-persyaratan dan ketentuan- ketentuan yang tertuang dalam perjanjian kartu kredit. 2. Dari segi penerbit Permohonan kartu kredit yang diajukan oleh nasabah kemudian akan diproses dengan memperhatikan segi keamanan, antara lain : a. Memeriksa keaslian KTP/Paspor; b. Melakukan cross checking (rating) kepada penerbit lain apabila pemohon mempunyai kartu kredit lain; c. Melakukan penelitian dalam daftar hitam Bank Indonesia atau Asosiasi Kartu Kredit Indonesia; d. Bila diperlukan penerbit akan melakukan penyelidikan lapangan; e. Meneliti data rekening atau tabungan dan keterangan gaji yang ada untuk menetapkan apakah pemohon layak diberikan kartu kredit. Setelah pemeriksaan tersebut di atas selesai dilaksanakan, selanjutnya penerbit akan menentukan apakah permohonan pemohon untuk mendapatkan kartu kredit disetujui atau tidak disetujui. Apabila disetujui, maka langkah selanjutnya adalah33 : 33 Ibid, hlm. 24.
  • 39. 32 a. Bagian analisa kartu kredit akan mengirimkan data calon pemegang kartu kredit ke bagian data entry untuk dilakukan pemasukan data ke dalam database bank; b. Dilakukan pengecekan silang terhadap data yang dimasukkan dengan formulir permohonan calon pemegang kartu kredit; c. Selanjutnya bagian pencetakan kartu mencetak kartu kredit sesuai dengan daftar permintaan pencetakan (bila terjadi kesalahan cetak, kartu tersebut akan dimusnahkan dengan suatu berita acara pemusnahan); d. Kartu yang sudah dicetak disimpan pada tempat penyimpanan khusus dan tercatat yang selanjutnya dikirimkan ke bagian pengiriman kartu; e. Bagian pengiriman akan mengirimkan kartu kepada pemegang kartu kredit melalui kurir yang ditunjuk dengan suatu perjanjian khusus, pihak kurir akan memberikan bukti penerimaan kartu kepada bagian pengiriman (bank) setelah kartu diterima oleh pemegang kartu kredit. Apabila dalam jangka waktu tertentu kartu tidak disampaikan kepada pemegang kartu kredit, kartu tersebut akan dikembalikan ke bank untuk disimpan dan selanjutnya pihak bank akan mengirimkan pemberitahuan kepada pemegang kartu kredit untuk mengambil kartu tersebut di kantor penerbit.
  • 40. 33 E. Hak dan Kewajiban Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Proses Penerbitan dan Penggunaan Kartu Kredit Dengan adanya perjanjian penerbitan kartu kredit, maka dengan demikian timbul hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang terlibat di dalam proses penerbitan dan penggunaan kartu kredit tersebut. Adapun hak dan kewajiban tersebut adalah sebagai berikut:34 1. Hak dan Kewajiban Antara Penerbit dan Pemegang Kartu Kredit Hak dan kewajiban antara penerbit dan pemegang kartu kredit tercantum di dalam perjanjian antara keduanya yang telah ditetapkan oleh penerbit. a. Hak penerbit 1) Memperoleh iuran tahunan; 2) Memperoleh pembayaran transaksi yang telah dilakukan pemegang kartu kredit termasuk bunga keterlambatan; 3) Membatalkan atau memperpanjang keanggotaan pemegang kartu kredit; 4) Menarik kembali kartu kredit yang ada pada pemegang kartu kredit; 5) Mencantumkan nomor kartu kredit yang telah dibatalkan oleh penerbit atau atas permintaan pemegang kartu kredit ke dalam daftar hitam; 6) Menolak transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit bila: 34 Ibid , hlm. 29-32.
  • 41. 34 a) Pemegang kartu kredit belum memenuhi kewajibannya kepada penerbit; b) Transaksi tersebut diragukan oleh penerbit. b. Kewajiban Penerbit 1) Membayar segala transaksi pemegang kartu kredit yang telah disetujui oleh penerbit kepada pedagang melalui pengelola; 2) Memberikan pelayanan dan informasi kepada pemegang kartu kredit; 3) Menyampaikan tagihan bulanan kepada pemegang kartu kredit. c. Hak Pemegang Kartu Kredit 1) Berbelanja di pedagang yang telah ditunjuk oleh penerbit dengan menggunakan kartu kredit; 2) Mengambil uang tunai di bank dengan batasan jumlah tertentu; 3) Memperoleh kartu pengganti baik atas kartu yang telah hilang maupun kadaluwarsa; 4) Menolak memperpanjang keanggotaan dengan memberitahukan secara tertulis kepada bank. d. Kewajiban Pemegang Kartu Kredit 1) Melaporkan kepada penerbit pada kesempatan pertama apabila kartu kredit pemegang hilang atau dicuri disertai dengan laporan polisi; 2) Membayar dan melunasi segala kewajiban kepada penerbit yang terdiri dari iuran tahunan dan segala bunga dan biaya keterlambatan;
  • 42. 35 3) Melaporkan setiap perubahan data pribadi pemegang kartu kredit. 2. Hak dan Kewajiban Antara Pengelola dan Pedagang Hak dan kewajiban antara pengelola dan pedagang (merchant) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu proses transaksi kartu kredit. a. Hak Pengelola 1) Menerima discount rate; 2) Menerima atau menunda pembayaran atas transaksi yang diragukan walaupun sudah mendapat otorisasi; 3) Memutuskan perjanjian kerja sama secara sepihak dengan memberitahukan secara tertulis. b. Kewajiban Pengelola 1) Memberikan daftar hitam secara berkala kepada merchant yang berisi nomor kartu kredit yang telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi; 2) Melakukan pembayaran atas transaksi yang dilakukan oleh pemegang kartu kredit; 3) Meminjamkan peralatan pendukung untuk melakukan transaksi. c. Hak Pedagang 1) Menerima pembayaran atas transaksi yang telah dilakukan oleh pemegang kartu kredit yang telah memperoleh otorisasi; 2) Menerima daftar hitam secara berkala yang berisi atau memuat nomor-nomor kartu kredit yang telah dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku lagi;
  • 43. 36 3) Memutuskan perjanjian kerja sama dengan pemberitahuan secara tertulis. d. Kewajiban Pedagang 1) Mengambil dan menyerahkan kartu kredit yang digunakan untuk melakukan transaksi di tokonya apabila kartu kredit tersebut : a) Tercantum dalam daftar hitam; b) Diminta oleh pengelola; 2) Meneliti keabsahan kartu kredit yang terdiri dari : a) Masa berlaku; b) Tanda tangan; c) Keutuhan kartu kredit; d) Keaslian kartu kredit 3) Meminta otorisasi kepada penerbit melalui pengelola bila transaksi melebihi batas kewenangan transaksi; 4) Memberikan discount rate kepada pengelola sesuai dengan yang telah ditetapkan; 5) Tidak meminjamkan dan memindahtangankan kepada pedagang lain semua peralatan yang dipinjamkan pengelola kepada pedagang; 6) Menjaga kerahasiaan data pemegang kartu kredit bila pernah berbelanja di tempat pedagang untuk tidak diberikan kepada pihak yang tidak berkepentingan. 3. Hak dan Kewajiban Antara Pemegang Kartu Kredit dan Pedagang Hak dan kewajiban antara pemegang kartu kredit dan pedagang tidak dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis, karena
  • 44. 37 hal tersebut sebenarnya telah tercantum dalam perjanjian antara pedagang dengan penerbit dan antara pedagang dengan pengelola (acquirer). F. Cara dan Alur Kerja Kartu Kredit Kartu kredit dikeluarkan oleh penerbit kartu kredit (issuer) seperti bank atau lembaga-lembaga lain setelah disetujui oleh penyedia layanan (acquirer) dimana selanjutnya pemegang kartu (card holder) dapat mempergunakan untuk berbelanja di tempat- tempat yang menerima pembelian dengan kartu kredit (merchant). Merchant yang menerima kartu kredit biasanya akan menampilkan logo kartu kredit di tempat-tempat pembayaran atau tertulis “Kami menerima kartu kredit”. Pada saat suatu pembelian terjadi, pihak card holder setuju untuk membayar kepada issuer sejumlah yang dibelanjakan dengan menandatangai sejenis kwitansi. Merchant kemudian melakukan pengecekan secara elektronik melalui jaringan internet untuk memastikan keabsahan kartu kredit dan kecukupan dana yang tersedia dalam kartu untuk menutupi jumlah uang yang dibelanjakan. Verifikasi tersebut dilakukan melalui sistem Credit Card Payment Terminal atau Point-of-Sale (POS) yang dihubungkan dengan bank pengelola dana merchant. Data kartu kredit didapat melalui strip magnetik atau chip yang ada pada kartu. Jika pembelian dilakukan dengan cara online, telephone atau pada saat kartu kredit tidak bisa diperlihatkan, maka pihak merchant akan melakukakan verfikasi tambahan dengan meminta card holder untuk memasukkan kode keamanan (security code) yang tertera dibelakang kartu, tanggal kadaluarsa, dan alamat biling (penagihan).
  • 45. 38 Setiap bulannya, pihak card holder menerima surat tagihan (billing statement) yang menjelaskan secara detil pembelian- pembelian yang pernah dilakukan, fee-fee tambahan dan total tagihan yang harus dibayarkan. Jika card holder merasa statement yang diterima tidak berisi informasi aktual, dia dapat melakukan komplain kepada pihak penagih. Sebaliknya, jika informasi yang tercantum sudah benar maka card holder diwajibkan untuk membayar jumlah tertentu dalam batasan waktu yang telah ditentukan. Pihak issuer akan mengenakan bunga (biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan jenis-jenis biasa dalam perbankan) jika card holder tidak membayar tagihan secara penuh dalam periode billing. Sebagai tambahan, jika card holder tidak bisa membayar dengan tagihan minimum sebelum jatuh tempo, issuer biasanya akan mengenakan biaya keterlambatan (late fee) atau penalti-penalti lain yang kesemuanya akan sangat memberatkan card holder. Untuk menghindari hal ini, sebagian institusi keuangan dapat mengatur pembayaran otomatis (automatic payments) yang langsung dikurangi dari rekening tabungan card holder institusi yang bersangkutan. Alur transaksi sebuah kartu kredit terjadi pada saat Cardholder menggunakan kartu tersebut untuk melakukan pembelian pada merchant. Pada saat cardholder melakukan pembelian dengan kartu kredit pada suatu merchant, pihak merchant akan mengirimkan transaksi tersebut kepada acquirer (biasanya bank). Oleh aquirer, kartu kredit tersebut diverifikasi termasuk jenis dan jumlah transaksi pada bank penerbit (issuer) dan kemudian mengirimkan
  • 46. 39 informasi tagihan (dalam batasan kredit limit) yang harus dibayar oleh card holder kepada merchant. Proses authorisasi tersebut akan menciptakan suatu kode approval yang digunakan oleh merchant untuk menindaklanjuti transaksi pembelian yang dilakukan oleh card holder. Transaksi-transaksi yang sudah diauthorisasi akan disimpan dalam tempat yang disebut batches, untuk kemudian dikirimkan kepada acquirer. Batches biasanya dikirimkan sekali sehari menjelang berakhirnya hari kerja. Jika transaksi tidak disimpan dalam batch, authorisasi akan tetap valid untuk waktu yang ditentukan oleh issuer dimana kemudian jumlah dana yang ditahan akan dikembalikan ke dalam kartu kredit card holder. Beberapa transaksi dapat langsung dikirimkan ke dalam batch walaupun tidak diauthorisasi terlebih dahulu. Hal ini memungkinkan jika transaksi tersebut berada dalam cakupan limit dasar merchant atau proses authorisasi gagal tapi merchant tetap ingin transaksi tersebut dilanjutkan, contohnya adalah pemnajangan waktu tinggal di hotel tanpa kehadiran card holder mobil rental. Dalam transaksi normal, setelah aquirer menerima semua batches, dia akan mengirimkan transaksi dalam batches tersebut melalui Asosiasi Kartu Kredit Dunia seperti Visa, MasterCard, atau Discover yang selanjutnya mendebit issuer untuk pembayaran dan selanjutnya mengkredit acquirer. Singkatnya, issuer membayar acquirer untuk transaksi-transaksi yang terjadi. Setelah acquirer menerima pembayaran dari issuer, dia akan membayarkan ke merchant sejumlah dana yang tercantum dalam
  • 47. 40 batch kurang sejumlah discount rate, mid-qualified rate, atau non- qualified rate yang merupakan serangkaian fee yang harus dibayar oleh merchant kepada acquirer untuk pemrosesan transaksi. Dalam transaksi kartu dapat juga terjadi yang namanya chargebacks, yaitu suatu kejadian dimana uang dalam rekening suatu merchant ditahan akibat adanya sengketa yang berhubungan dengan transaksi yang diprakarsai oleh card holder. Dalam kasus tersebut, issuer akan mengembalikan transaksi kepada acquirer untuk diselesaikan yang kemudian meneruskan chargebacks tersebut kepada merchant. Oleh merchant, sengketa tersebut harus dijawab; apakah menerima seperti klaim card holder atau menolaknya dengan menunjukkan bukti-bukti. G. Jenis-jenis Akad dalam Transaksi Kartu Kredit dan Keabsahannya Menurut Fiqh Muamalah Penggunaan kartu kredit yang semakin meluas memunculkan beberapa persoalan jika ditinjau menurut pandangan fiqh Islam. Permasalahan muncul karena banyaknya pihak yang terlibat dalam transaksi kartu kredit sehingga para fuqaha kesulitan dalam menetapkan jenis dan berapa akad yang tepat digunakan. Sebagian ulama berpendapat bahwa transaksi kartu kredit hanya menggunakan satu akad saja, sebagian yang lain mengatakan dapat melibatkan beberapa akad. Hasil kajian penulis menunjukkan bahwa transaksi kartu kredit setidaknya melibatkan enam akad, yaitu kafalah, wakalah, hawalah, murabahah, qardh dan ijarah. Pihak Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI) berpendapat bahwa status hukum kartu kredit adalah sebagai objek atau media jasa kafalah (jaminan) yang disertai
  • 48. 41 talangan pembayaran (qardh) serta jasa ijarah untuk kemudahan transaksi. Perusahaan perbankan dalam hal ini sebagai issuer yang mengeluarkan kartu kredit (bukti kafalah) sebagai penjamin (kafil) bagi card holders dalam berbagai transaksi. Dengan demikian, menurut DSN – MUI ada tiga akad yang digunakan dalam transaksi kartu kredit yaitu: kafalah, qardh dan ijarah. 35 Lebih lanjut, pihak DSN – MUI menyebutkan bahwa para ulama membolehkan sistem dan praktik kafalah dalam muamalah berdasarkan dalil al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ yang didasari pada firman Allah: “...dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.” (QS. Yusuf:72). Di dalam ayat tersebut terdapat kata “za’im” yang terletak di penghujung ayat di mana menurut Ibnu Abbas berarti “kafil” sebagaimana sabda Nabi Saw.: “az-Za’im Gharim” artinya: orang yang menjamin berarti berutang (sebab jaminan tersebut). (HR. Abu Dawud, Turmudzi, Ibnu Hibban).36 Kafalah pada dasarnya adalah akad tabarru’ (sukarela/ voluntary) yang bernilai ibadah bagi penjamin karena termasuk kerjasama dalam kebajikan (ta’awun ‘alal birri), dan penjamin berhak meminta gantinya kembali kepada terutang, sepantasnyalah ia tidak meminta upah atas jasanya tersebut, agar aman/jauh dari 35 DSN – MUI, Fatwa Dewan... 36 Ibid
  • 49. 42 syubhat. Akan tetapi hal itu sah-sah saja kalau terutang sendiri yang memberinya sebagai hadiah atau hibah sebagai ungkapan rasa terima kasihnya. Namun demikian, jika penjamin sendiri yang mensyaratkan imbalan jasa (semacam uang iuran administrasi kartu kredit dan sebagainya) tersebut dan tidak mau menjamin dengan sukarela, maka dibolehkan bagi pengguna jasa jaminan memenuhi tuntutan tersebut bila diperlukan seperti kebutuhan yang lazim dalam perjalanan studi, transaksi bisnis, kegiatan sosial, urusan pribadi dan sebagainya.37 Penetapan uang jasa kafalah tidak boleh terlalu mahal sehingga memberatkan pihak terutang atau terlalu besar melebihi batas rasional, agar terjaga tujuan asal dari kafalah, yaitu jasa pertolongan berupa jaminan utang kepada merchant, penjual barang atau jasa yang menerima pembayaran dengan kartu kredit tertentu.38 Menurut Institut Bankir Indonesia, akad kafalah yang dimaksudkan disini adalah akad jaminan yang diberikan oleh penjamin (kafil) kepada pihak ketiga dalam rangka memenuhi kewajiban yang ditanggung apabila yang ditanggung wanprestasi.39 Akan tetapi, Rafiq Yunus al-Misry tidak setuju jika pihak pengeluar kartu kredit dianggap sebagai kafil (penjamin) kepada pemegang kartu. Anggapan demikian akan menjadikan akad ini sebagai kafalah bi ujr (jaminan dengan pembayaran) melalui bayaran keanggotaan (yang dibayar dalam bentuk iuran tahunan. 37 Setiawan Budi Utomo, Hukum Kartu... 38 Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami.... 39 Institut Bankir Indonesia (IBI), Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Jakarta: Penerbit Jembatan, 2002, hlm. 239
  • 50. 43 Bayaran yang demikian tidak boleh dalam Islam karena kafalah sama dengan utang dengan prinsip tabarru’ (tolong menolong). Misry berkesimpulan bahwa aqad seperti ini termasuk kedalam jenis hawalah (pindah utang).40 Sementara ulama yang mengatakan bahwa akad kartu kredit termasuk akad wakalah beralasan bahwa pemegang kartu adalah wakil dari pengeluar kartu dimana seorang pemegang kartu dapat melakukan pembelian atas nama lembaga yang mengeluarkan kartu tersebut.41 Jika dilihat dari alur transaksi sebuah kartu kredit, pihak merchant juga melakukan wakalah dengan acquirer untuk menagihkan sejumlah pembayaran kepada issuer akibat dari transaksi yang dibuat oleh seorang card holder. Bagi sebagian ulama yang lain, akad kartu kredit menggunakan murabahah antara card issuer dengan card holder. Card holder sebagai pembeli membeli barang atau jasa dari merchant sebagai wakil issuer. Barang atau jasa tersebut kemudian dijual kembali kepada card holder oleh card issuer secara angsuran. Para fuqaha lain yang berpendapat bahwa transaksi kartu kredit merupakan qardh beralasan bahwa dalam hal ini issuer adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada card holder (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank atau ATM bank issuer. Sementara yang menganggapnya sebagai akad ijarah 40 Rafiq Yunis al-Misry, Bitsaqah al-I’timan Dirasah Syar’iyyah ‘Amaliyah Mujazah, Majalah Majma’, Jilid 1 (7), hlm. 411. 41 Muhammad Abdul Halim Umar, Jawanib al-Syariyyah wa al- Masrafiyah wa al-Muhasabah li bitsaqat al-I’timan, Qahirah: Itrak li an- Nashr wa al-Tawzi, 1997, hlm. 66.
  • 51. 44 mengatakan bahwa issuer adalah penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap card holder. Atas dasar ini, card holder dikenakan membership fee.42 Transaksi dengan kartu kredit merupakan cara yang relatif baru dalam bermuamalah, sehingga agak susah untuk menentukan jenis akad yang tepat kalau dilihat dari pendapat ulama terdahulu. Semua pendapat di atas tidak memiliki pedoman yang benar-benar tepat dengan jenis-jenis akad yang telah ditetapkan oleh para fuqaha terdahulu.43 Kalau dilihat dari proses yang terjadi akibat dari sebuah transaksi kartu kredit, sangat memungkinkan bahwa semua akad yang tersebut di atas terlibat dalam tahapan-tahapan transaksi kartu kredit. Setiap akad tersebut terjadi secara berlapis-lapis antara satu pihak dengan pihak lainnya. Malah jika ditelusuri secara mendetil, jumlah akad terlibat bisa lebih dari enam akad seperti yang sudah penulis sebutkan di atas. Hal tersebut dimungkinkan karena pihak- pihak yang terlibat dalam proses tersebut tidak berhubungan secara langsung dalam waktu bersamaan. Tiap tahapan dari sebuah alur transaksi kartu kredit melahirkan satu akad antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Ketika masuk ke tahapan selanjutnya, akad yang terjadi tidak sama dengan akad sebelumnya karena pihak yang terlibat sudah berbeda-beda dengan kepentingan yang berbeda-beda pula. Akad-akad yang terlibat dalam sebuah alur transaksi kartu kredit merupakan akad-akad yang lazim dan diperbolehkan dalam 42 DSN – MUI, Fatwa Dewan... 43 Nazaruddin AW, Credit Card...
  • 52. 45 fiqh muamalah. Akad-akad tersebut jika dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan transparan akan menghindarkan para pihak dari unsur-unsur yang dilarang dalam Islam seperti unsur riba, gharar (ketidakjelasan) dan tadlis (penipuan) dan membuat para pihak menjadi saling ridha (an-taradhimminkum). H. Analisis terhadap Terms and Conditions Kartu Kredit Menurut Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, penggunaan kartu kredit tidak hanya memunculkan persoalan mengenai akad saja, akan tetapi juga memunculkan beberapa permasalahan lain dalam hukum Islam yaitu mengenai persyaratan awal atau ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan secara sepihak oleh issuer, seperti persyaratan-persyaratan yang berbau riba, jumlah persentase yang diambil oleh pihak yang mengeluarkan kartu dan denda keterlambatan. 44 Untuk melihat kedudukannya dalam fiqh Islam, ketentuan-ketentuan tersebut perlu dikaji secara komprehensif. 1. Persyaratan berbau riba. Umumnya dalam transaksi penerbitan kartu-kartu kredit mengandung beberapa komitmen yang berbau riba karena pada intinya komitmen tersebut mengharuskan pemegang kartu untuk membayar denda-denda finansial yang berbau riba jika terlambat dalam membayar tagihannya atau jika card holders tidak dapat memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan secara sepihak oleh 44 Abdullah al-Mushlih & Shalah ash-Shawi, Hukum Kartu Kredit dalam Jual Beli, diakses pada tanggal 20 Januari 2010 dari website: http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatanalisa&pa rent_id=296&parent_section=an020&idjudul=295
  • 53. 46 pihak issuer pada saat pembuatan/pengajuan kartu kredit. Para ulama fiqh kontemporer berbeda pandangan dalam membahas pengaruh komitmen-komitmen tersebut terhadap sah tidaknya transaksi pembuatan kartu-kartu kredit ini. Bagi ulama yang membolehkan, transaksi itu dianggap sah—namun komitmennya batal—jika nasabah yakin bahwa ia akan mampu menjaga diri untuk tidak terjerumus ke dalam konsekuensi menanggung akibat komitmen tersebut. Karena syarat rusak ini pada dasarnya menurut kaca mata syariat sudah batal dengan sendirinya. Syarat ini munkar dan justru harus dilakukan kebalikannya. Para ulama tersebut membolehkannya dengan mendasarkan kepada: a. Hadits Nabi SAW tentang pembelian seorang budak oleh Aisyah: Dari Ibnu Umar, dari Aisyah, bahwa ia ingin membeli seorang budak perempuan untuk dimerdekakan. Pemilik budak itu berkata: “Kami akan menjualnya kepadamu, dengan syarat hak loyalitasnya untuk kami.” Lalu Aisyah RA. menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW. dan beliau bersabda: “Syarat itu tidak dapat menghalangimu, karena hak loyalitas itu hanya untuk yang memerdekakan” (Shahih Muslim). Hadits tersebut berasal dari Aisyah R.A, ketika beliau hendak membeli Barirah namun majikannya tidak mau melepaskannya kecuali dengan mensyaratkan bahwa hak wala' (perwalian) budak itu tetap milik mereka. Syarat tersebut bertentangan dengan ajaran syariat karena perwalian menurut syariat merupakan hak orang yang membebaskannya. Hadits arat yang bertentangan dengan syariat terhadap akad-akad yang diperlukan secara luas dan ia tidak mau untuk
  • 54. 47 menetapkan akad tersebut kecuali berdasarkan syarat yang rusak ini, maka akad-akad ini tidak harus dibatalkan akibat dari pemaksaan itu dan juga tidak boleh difatwakan mengenai ketidak-legalannya. Akad tersebut tetap bisa dilaksanakan dengan mengupayakan untuk membatalkan syarat yang rusak ini, baik lewat penguasa maupun dengan cara berusaha menjaga diri agar tidak terperangkap dengan syarat tersebut bila dalam suatu masa di mana tidak ada penguasa yang mau atau bisa menegakkan syariat Allah. b. Kondisi di mana transaksi semacam itu sudah terlalu banyak terjadi di seluruh belahan dunia seperti transaksi pemakaian listrik, telepon dan lain sebagainya, yang kesemuanya menggunakan komitmen-komitmen yang sama, yaitu apabila pihak pelanggan terlambat membayar berarti harus dikenai denda tertentu. Namun ternyata tidak seorang ulama pun yang mengharamkan untuk berlangganan dengan fasilitas-fasilitas tersebut, padahal syarat-syarat seperti yang tersebut diatas ada di dalamnya. c. Sabda Nabi SAW: “Kenapa masih ada orang yang menetapkan syarat yang tidak berasal dari Kitabullah? Barangsiapa yang menetapkan syarat yang bukan berasal dari Kitabullah maka persyaratannya batal, meski jumlahnya seratus syarat.” Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa pinjaman tidak begitu saja batal karena batalnya persyaratan. Bahkan peminjaman itu tetap sah meskipun syaratnya batal.45 45 Ibid.
  • 55. 48 Tiga hal di atas merupakan landasan utama bagi ulama yang membolehkan transaksi tersebut di atas dilaksanakan. Sementara bagi ulama yang tidak membolehkan (kalangan Malikiyah dan Syafi’iyah), transaksi tersebut dianggap batal. Mereka membantah dalil hadits tentang Barirah yang digunakan oleh kubu pertama. Mereka beralasan bahwa qiyas dalam hadits itu adalah qiyas dengan alasan berbeda. Dalam kasus Barirah, syarat (yang bertentangan dengan ajaran syari’at) tersebut mampu dibatalkan oleh Aisyah karena kejadian tersebut terjadi di saat syariat Islam masih betul-betul menjadi panutan banyak orang dan negara Islam masih menjadi pemelihara ajaran Islam serta masih memimpin dunia. Hal inilah yang menurut mereka tidak mungkin bisa dibandingkan dengan syarat berbau riba dalam pembuatan kartu kredit karena syarat tersebut bersandarkan pada referensi sekulerisme yang didasari atas pemisahan agama dengan negara dan mengingkari referensi suci Islam suci yang melibatkan agama dalam kehidupan manusia. Mengenai transaksi pemakaian listrik dan telepon, kelompok ulama ini juga membantahnya dengan beralasan bahwa fasilitas ini amatlah dibutuhkan dan kemaslahatan kehidupan umat manusia amat tergantung kepadanya. Vitalitas hal tersebut tidak bisa dibandingkan dengan kartu kredit karena orang bisa hidup secara wajar atau cukup wajar walau tidak menggunakan kartu-kartu itu. Hal ini akan berbeda jika fasilitas listrik dan telepon—misalnya—tidak dapat digunakan. a. Denda Keterlambatan dan Bunga Riba Issuer biasanya menetapkan beberapa bentuk denda finansial akibat dari keterlambatan pembayaran oleh card holders. Para
  • 56. 49 fuqaha sependapat bahwa denda semacam itu termasuk riba yang jelas dan tidak perlu diperdebatkan lagi.46 Dalam hukum Islam, hal itu termasuk kedalam riba nasi’ah yang keharamannya langsung ditentukan melalui turunnya ayat al-Qur'an dan para pelakunya diancam perang oleh Allah dan Rasul-Nya sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 279: “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” Akan tetapi, menurut fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia No. 54/DSN-MUI/X/2006, issuer dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh issuer akibat keterlambatan yang telah jatuh tempo. Di samping itu, issuer juga dapat mengenakan denda keterlambatan pembayaran (late charge) yang harus diakui seluruhnya sebagai dana sosial.Penulis dalam hal ini sepakat dengan pendapat Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, bahwa hukum mengenai kartu kredit dengan transaksi yang memunculkan komitmen-komitmen seperti yang tersebut di atas adalah boleh bagi orang yang yakin bahwa ia akan mampu melunasi hutangnya atau membayarkan tagihan kartu kreditnya 46 Ahmad Zain An-Najah, Konsultasi Fiqh...
  • 57. 50 sebelum atau pada saat jatuh tempo sehingga dengan demikian ia terlepas dari konsekuensi persyaratan itu. 2. Persentase yang dipotong dari transaksi pembelanjaan oleh issuer dari merchant. Seperti diketahui bersama bahwa pihak yang mengeluarkan kartu kredit (issuer) mengambil persentase tertentu dari jumlah pembayaran yang dilakukan oleh pemegang kartu (card holders) pada saat melakukan transaksi pembelanjaan. Issuer biasanya tidak membayar jumlah yang dibayarkan oleh card holder seluruhnya seperti yang ada dalam rekening pembayaran, namun issuer akan memotong jumlah tertentu sesuai dengan kesepakatan dengan pihak yang menerima transaksi dengan kartu kredit (merchant). Para ahli fiqh kontemporer berbeda pendapat mengenai kedudukan masalah secara syar’i yang paling tepat berkaitan dengan hal tersebut. Sebagian ahli fiqh ada yang mendudukkan persentase itu sebagai biaya administrasi, upah dari pengambilan pembayaran dari nasabah. Sementara mengambil upah dari usaha pengambilan hutang atau menyampaikan barang yang dihutangkan adalah boleh- boleh saja. Sebagian mengatakan bahwa persentase itu adalah upah dari jasa yang diberikan oleh pihak bank (issuer) kepada pihak pedagang (merchant), seperti periklanan dan bantuan penyaluran barang atau yang sejenisnya. Hal ini bisa juga disebut sebagai upah perantara karena issuer sudah membantu mencarikan pelanggan untuk merchant sehingga layak mendapatkan upah karenanya. Sebagian yang lain beranggapan bahwa persentase itu merupakan kompensasi perdamaian bersama pihak yang memberi hutang
  • 58. 51 dengan jumlah yang lebih sedikit dari yang harus dibayar, karena hubungan antara pihak yang mengeluarkan kartu dengan pihak pemegang kartu di bawah sistem jaminan. Cara demikian dinyatakan boleh oleh kalangan Hanafiyah. Sementara ada juga yang berpendapat bahwa pengambilan persentase itu tidak mengandung syubhat sebagai riba secara mendasar karena kita dihadapkan dengan persoalan rabat/discount, bukan tambahan harga, sehingga tidak ada hal yang menyeretnya kepada bentuk riba. Walaupun berbeda pandangan dalam menentukan duduk persoalan, pengkajian fiqh kontemporer tetap berkesimpulan bahwa pengambilan persentase keuntungan di sini tetap dibolehkan, dengan catatan harus dibatasi sehingga layak disebut sebagai upah jasa yang diberikan kepada pihak pedagang dan tergambar langsung dalam rekening pembeliannya. Hal tersebut juga dilakukan agar dapat menarik para pelanggan untuk membeli barang dari merchant tersebut, juga mempermudah proses jual beli mereka, lalu pihak bank yang mengeluarkan kartu itu dan pihak bank lain yang hanya melakukan transaksi dagang bisa membagi rata upah dari pelayanan tersebut, karena mereka secara bersamaan melakukan jasa tersebut untuk kepentingan pedagang. Di beberapa negara seperti Yordania dan Kuwait, pengambilan persentase tersebut dianggap sebagai upah penjaminan karena menjadi penjamin dan mediator antara pedagang dengan pemegang kartu kredit, dan juga karena mediasi itu pihak bank menjadi sebab terjadinya banyak hal, seperti lakunya barang-barang yang dijualnya, rasa aman yang dirasakan
  • 59. 52 para pelanggan, mendapatkan kesempatan memperoleh piutang dengan selamat. Sebagaimana jaminan itu terkadang juga tidak berpengaruh apa-apa. Karena uang administrasi itu tidak menambah jumlah harga dan juga tidak memperhatikan jumlah harga yang dijaminnya.47 47 Ibid.
  • 60. 53 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan dan kajian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil kajian penulis menunjukkan bahwa terdapat setidaknya enam akad dalam transaksi kartu kredit, yaitu kafalah, wakalah, hawalah, murabahah, qardh, dan ijarah. Hal tersebut dimungkinkan karena pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut tidak berhubungan secara langsung dalam waktu bersamaan. Tiap tahapan dari sebuah alur transaksi kartu kredit melahirkan satu akad antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Ketika masuk ke tahapan selanjutnya, akad yang terjadi tidak sama dengan akad sebelumnya karena pihak yang terlibat sudah berbeda-beda dengan kepentingan yang berbeda- beda pula. Akad-akad tersebut jika dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan transparan akan menghindarkan para pihak dari unsur-unsur yang dilarang dalam Islam seperti unsur riba, gharar (ketidakjelasan) dan tadlis (penipuan) dan membuat para pihak menjadi saling ridha (an-taradhimminkum). 2. Kedudukan syarat dan ketentuan pembuatan kartu kredit secara umum tidak bertentang dengan hukum Islam dengan mempertimbangkan berbagai hal. Persyaratan yang ditetapkan secara sepihak oleh card issuer, seperti denda- denda keterlambatan akan mengandung unsur riba jika
  • 61. 54 card holder tidak mampu membayar tagihannya secara tepat waktu. Akan tetapi, issuer dapat mengenakan ta’widh, yaitu ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh issuer akibat keterlambatan yang telah jatuh tempo. Di samping itu, issuer juga dapat mengenakan denda keterlambatan pembayaran (late charge) yang harus diakui seluruhnya sebagai dana sosial. Sementara itu, persentase yang dipotong dari transaksi pembelanjaan oleh issuer dari merchant dapat dianggap sebagai upah dari jasa yang diberikan oleh issuer kepada merchants dengan catatan harus dibatasi sehingga layak disebut sebagai upah jasa. B. Saran 1. Agar terhindar dari unsur riba, card holder disarankan agar membaca ketentuan dan syarat awal sebelum memutuskan untuk memiliki kartu kredit dari suatu issuer dan jika sudah memiliki kartu agar dapat membayar tagihan bulanannya secara tepat waktu sehingga tidak ada celah bagi card issuer untuk melakukan pengenaan denda. 2. Kepada card issuer terutama bank-bank syariah disarankan agar memperhatikan tujuan penerbitan kartu agar dapat disesuaikan dengan jenis akad yang akad digunakan. Selain itu card issuer juga disaran untuk menghindari penggunaan biaya-biaya terselebung dengan memanfaatkan ketidaktahuan/kemalasan card holder dalam mebaca syarat dan ketentuan dalam akad.
  • 62. 55 DAFTAR PUSTAKA Abdul Kadir Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-commerce: Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia, cet.1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hlm 16. Abdullah al-Mushlih & Shalah ash-Shawi, Hukum Kartu Kredit dalam Jual Beli, diakses pada tanggal 20 Januari 2010 dari website: http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatanalisa&pa rent_id=296&parent_section=an020&idjudul=295 Ahmad Zain An-Najah 2009, Konsultasi Fiqh Kontemporer: Hukum Menggunakan Kartu Kredit, diakses pada tanggal 5 Maret 2010 dari website: http://www.hidayatullah.com/konsultasi/fiqih/ 10434- hukum-menggunakan-kartu-kredit- Arthur Sullivan & Steven M. Sheffrin, Economics: Principles in Action. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2003, hlm. 261. Bank Indonesia, Kajian Stabilitas Keuangan No. 11, Jakarta: Bank Indonesia, Maret 2011, hlm. 64. ____________, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Jakarta: Bank Indonesia, 2009. Daud Bakar, M, Seminar Nasional tentang Ekonomi Islam, Kuala Lumpur, 2002. Dian Puji Simatupang, Penyusunan Proposal Penelitian, Bahan Perkuliahan Metode Penelitian dan Penulisan Hukum pada Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2008. Didyouknow.cd, The First Credit Card Was Issued In 1951, diakses pada tanggal 15 Agustus 2011 dari situs: http://www.didyouknow.cd/creditcards.htm Dodik Siswantoro, 2004. Kartu Kredit: Antara Kehalalan dan Kebaikannya, diakses pada tanggal 15 Maret 2010 dari website: http://www.hidayatullah.com/opini/artikel/1236- kartu-kredit:-antara-kehalalan-dan-kebaikannya-
  • 63. 56 DSN – MUI, Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 54/DSN- MUI/X/2006 tentang Syariah Card, 2006. Identitytheft.info. How to Opt Out, diakses pada tanggal 22 Agustus 2011 dari situs: http://www.identitytheft.info/optingout.aspx Institut Bankir Indonesia (IBI), Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, Jakarta: Penerbit Jembatan, 2002, hlm. 239 Johannes Ibrahim, Kartu Kredit: Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, Bandung: Refika Aditama, 2004, hlm. 20-21. Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, hlm. 13. Litbang Kompas, Mudahnya Mendapat Kartu Kredit, Harian Kompas (Elektronik), Edisi Jum’at, 15 April 2011. M. Umer Chapra. The Future of Economics: an Islamic Perspective, Edisi Terjemahan, Jakarta: SEBI Institute, 2001, hlm. 45. M.A. Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam (terjemahan M. Nastagin), Yogyakarta: PT Dana Bakti Wakaf, 1997, hlm. 56. Muhammad Abdul Halim Umar, Jawanib al-Syariyyah wa al- Masrafiyah wa al-Muhasabah li bitsaqat al-I’timan, Qahirah: Itrak li an-Nashr wa al-Tawzi, 1997, hlm. 66. Mustafa Edwin Nasution, dkk, 2007. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2007, hlm. 16. Nazaruddin AW, Credit Card pada Institusi Keuangan dalam Kajian Fiqh Iqtishad. Jurnal Media Syariah. Vol. 8 No. 16, 2007, hlm. 171 – 188. Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, Jakarta: Pustaka Setia, 2001, hlm. 44 Rafiq Yunis al-Misry, Bitsaqah al-I’timan Dirasah Syar’iyyah ‘Amaliyah Mujazah, Majalah Majma’, Jilid 1 (7), hlm. 411. Republik Indonesia, UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan Pasal 1 ayat 14 dan 16
  • 64. 57 Setiawan Budi Utomo, Hukum Kartu Kredit Syariah, diakses pada tanggal 20 Januari 2010 dari website: http://www.dakwatuna.com/2009/hukum-kartu-kredit- syariah/ Subagyo, dkk., Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: STIE YPKN, hlm. 57. Tim Penyusun KBI, Kamus Bahasa Indonesia, Versi Digital. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 1578. Universitas Gunadarma, September 2009. Hukum Islam. Diakses pada tanggal 5 July 2011 dari website: http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/agama_islam/ bab7-hukum_islam_(syari'ah) Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillah, juz IV, Damsyik, Dar al-Firk, 1989, hlm, 80 Wikipedia.org. Credit Card, diakses pada tanggal 3 Maret 2011 dari website: http://en.wikipedia.org/wiki/Credit_card