1. A. Pemilu
Menurut Undang-Undang No.8 Tahun 2012 Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan
rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Pengisian lembaga perwakilan dalam praktek ketatanegaraan lazimnya dilaksanakan
melalui Pemilihan Umum. Pasca perubahan amandemen UUD 1945, semua anggota lembaga
perwakilan dan bahkan presiden serta Kepala Daerah dipilih dengan mekanisme Pemilihan Umum.
Pemilihan umum menjadi agenda yang diselenggarakan secara berkala di Indonesia.
Ibnu Tricahyo dalam bukunya yang berjudul Reformasi Pemilu, mendefinisikan Pemilihan Umum
sebagai berikut:
”Secara universal Pemilihan Umum adalah instrumen mewujudkan kedaulatan rakyat yang
bermaksud membentuk pemerintahan yang absah serta sarana mengartikulasikan aspirasi
dan kepentingan rakyat” (Tricahyo, 2009:6).
Definisi di atas menjelaskan bahwa pemilihan umum merupakan instrumen untuk
mewujudkan kedaulatan rakyat, membentuk pemerintahan yang absah serta sebagai sarana
mengartikulasi aspirasi dan kepentingan rakyat. Negara Indonesia mengikutsertakan rakyatnya
dalam rangka penyelenggaraan negara. Kedaulatan rakyat dijalankan oleh wakil rakyat yang
duduk dalam parlemen dengan sistem perwakilan (representative democracy) atau demokrasi tidak
langsung (indirect democracy). Wakil-wakil rakyat ditentukan sendiri oleh rakyat melalui Pemilu
(general election).
Soedarsono mengemukakan lebih lanjut dalam bukunya yang berjudul Mahkamah
Konstitusi Pengawal Demokrasi, bahwa yang dimaksud dengan pemilihan umum adalah sebagai
berikut: secara berkala agar dapat memperjuangkan aspirasi rakyat.
“Pemilihan umum adalah syarat minimal bagi adanya demokrasi dan diselenggarakan
dengan tujuan memilih wakil rakyat, wakil daerah, presiden untuk membentuk
pemerintahan demokratis” (Soedarsono, 2005:1).
Penjelasan di atas menyebutkan bahwa pemilihan umum merupakan syarat minimal adanya
demokrasi yang bertujuan memilih wakil-wakil rakyat, wakil daerah, presiden untuk membentuk
pemerintahan demokratis. Kedaulatan rakyat dijalankan oleh wakil-wakil rakyat yang duduk di
dalam lembaga perwakilan. Kedaulatan rakyat atas penyelenggaraan pemerintahan dijalankan oleh
2. presiden dan Kepala Daerah yang juga dipilih secara langsung. Anggota legislatif maupun
Presiden dan Kepala Daerah karena telah dipilih secara langsung, maka semuanya merupakan
wakil-wakil rakyat yang menjalankan fungsi kekuasaan masing-masing. Kedudukan dan fungsi
wakil rakyat dalam siklus ketatanegaraan yang begitu penting dan agar wakil-wakil rakyat benar-
benar bertindak atas nama rakyat, maka wakil rakyat tersebut harus ditentukan sendiri oleh rakyat,
yaitu melalui pemilihan umum.
Sebuah pemilu dikatakan demokratis jika memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
a. Dilaksanakan oleh Lembaga Penyelenggara Pemilu yang independen, mandiri dan bebas
intervensi dari pihak manapun (pemerintah, parpol, kandidat dsb).
b. Dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
c. Adanya Lembaga Pengawas yang independen dan mandiri.
d. Semua elemen masyarakat yang berhak, memiliki akses untuk terlibat sebagai peserta
(calon), pemilih maupun pemantau.
e. Melindungi dan menjaga kesamaan hak pemilih untuk menggunakan pilihannya dengan
prinsip one man, one vote dan one value.
Dalam perspektif demokrasi, pemilu memiliki beberapa manfaat, yaitu :
a) Pemilu merupakan implementasi perwujudan kedaulatan rakyat. Asumsi demokrasi adalah
kedaulatan terletak di tangan rakyat. Karena rakyat yang berdaulat itu tidak bisa
memerintah secara langsung maka melalui pemilu rakyat dapat menentukan wakil-
wakilnya dan para wakil rakyat tersebut akan menentukan siapa yang akan memegang
tampuk pemerintahan.
b) Pemilu merupakan sarana untuk membentuk perwakilan politik. Melalui pemilu, rakyat
dapat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya dapat mengartikulasikan aspirasi dan
kepentingannya. Semakin tinggi kualitas pemilu, semakin baik pula kualitas para wakil
rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan rakyat.
c) Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional.
Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau untuk mewujudkan
reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang aspiratif akan dipercaya
rakyat untuk memimpin kembali dan sebaliknya jika rakyat tidak percaya maka
pemerintahan itu akan berakhir dan diganti dengan pemerintahan baru yang didukung oleh
rakyat.
3. d) Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi. Pemberian
suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan pemberian mandat rakyat
kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin politik
yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi (keabsahan) politik dari rakyat.
e) Pemilu merupakan sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta menetapkan
kebijakan publik. Melalui pemilu rakyat secara langsung dapat menetapkan kebijakan
publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki program-program yang
dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat. Kontestan yang menang karena didukung
rakyat harus merealisasikan janji-janjinya itu ketika telah memegang tampuk
pemerintahan.
B. Sistem Pemilihan Umum
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai
variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada dua kunci pokok,yaitu :
a. Single-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih satu wakil, biasanya disebut
Sistem Distrik)
Sistem distrik merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan
geografis. Setiap kesatuan geografis memperoleh satu kursi dalam parlemen. Untuk
keperluan itu Negara dibagi dalam sejumlah besar distrik pemilihan (kecil) yang kira-kira
sama jumlahnya penduduknya. Satu distrik hanya berhak atas satu kursi, dan kontestan
yang memperoleh suara terbanyak menjadi pemenang tunggal. Hal ini dinamakan the first
past the post.
b. Multi-member Constituency (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil, biasanya
dinamakan Sistem Perwakilan Berimbang atau Sistem Proporsional)
Satu wilayah dianggap sebagai satu kesatuan, dan dalam wilayah itu jumlah kursi dibagi
sesuai jumlah suara yang diperoleh oleh para kontestan, secara nasional, tanpa
menghiraukan distribusi suara itu. Sistem ini mempunyai keuntungan, yaitu bahwa Sistem
Proporsional bersifatrepresentatif dalam arti bahwa setiap suara turut diperhitungkan dan
praktis tidak ada suarayang hilang. Golongan-golongan bagaimana kecil pun, dapat
menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan rakyat. Masyarakat yang heterogeen
4. sifatnya, umumnya lebih tertarik padasistem ini, karena dianggap lebih menguntungkan
bagi masing-masing golongan.
Jenis sistem pemilu cukup banyak, dan pilihan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
yang telah dipaparkan pada bagian Pertimbangan Memilih Sistem Pemilu. Secara umum, Andrew
Reynolds, et.al. mengklasifikasikan adanya 4 sistem pemilu yang umum dipakai oleh negara-
negara di dunia, yaitu:
1. Mayoritas/Pluralitas
Mayoritas/Pluralitas berarti penekanan pada suara terbanyak (Mayoritas) dan mayoritas
tersebut berasal dari aneka kekuatan (Pluralitas). Ragam dari Mayoritas/Pluralitas adalah First
Past The Post, Two Round System, Alternative Vote, Block Vote, dan Party Block Vote.
First Past The Post
Sistem ini ditujukan demi mendekatkan hubungan antara calon legislatif dengan pemilih.
Kedekatan ini akibat daerah pemilihan yang relatif kecil (distrik). Sebab itu, First Past The
Post kerap disebut sistem pemilu distrik.
Block Vote
Sistem ini adalah penerapan pluralitas suara dalam distrik dengan lebih dari 1 wakil.
Pemilih punya banyak suara sebanding dengan kursi yang harus dipenuhi di distriknya,
juga mereka bebas memilih calon terlepas dari afiliasi partai politiknya. Mereka boleh
menggunakan banyak pilihan atau sedikit pilihan, sesuai kemauan pemilih sendiri.
Party Block Vote
Esensi Party Block Vote sama dengan FPTP, bedanya setiap distrik partai punya lebih dari
1 calon. Partai mencantumkan beberapa calon legislatif dalam surat suara. Pemilih Cuma
punya 1 suara. Partai yang punya suara terbanyak di distrik tersebut, memenangkan
pemilihan. Caleg yang tercantum di surat suara otomatis terpilih pula.
Alternate Vote
Alternate Vote (AV) sama dengan First Past The Post (FPTP) sebab dari setiap distrik
dipilih satu orang wakil saja. Bedanya, dalam AV pemilih melakukan ranking terhadap
calon-calon yang ada di surat suara (ballot). Misalnya rangkin 1 bagi favoritnya, rangking
2 bagi pilihan keduanya, ranking 3 bagi pilihan ketida, dan seterusnya. AV sebab itu
memungkinkan pemilih mengekspresikan pilihan mereka di antara kandidat yang ada,
ketimbang Cuma memilih 1 saja seperti di FPTP. AV juga berbeda dengan FPTP dalam
5. hal perhitungan suara. Jika FPTP ada 1 calon yang memperoleh 50% suara plus 1, maka
otomatis dia memenangkan pemilu distrik. Dalam AV, calon dengan jumlah pilihan
rangking 1 yang terendah, tersingkir dari perhitungan suara. Lalu, ia kembali diuji untuk
pilihan rangking 2-nya, yang jika kemudian terendah menjadi tersingkir. Setiap surat suara
kemudian diperiksa hingga tinggal calon tersisa yang punya rankin tinggi dalam surat
(ballot) suara. Proses ini terus diulangi hingga tinggal 1 calon yang punya suara mayoritas
absolut, dan ia pun menjadi wakil distrik.
Two Round System
Two Round System (TRS) adalah sistem mayoritas/pluralitas di mana proses pemilu tahap
2 akan diadakan jika pemilu tahap 1 tidak ada yang memperoleh suara mayoritas yang
ditentukan sebelumnya (50% + 1). TRS menggunakan sistem yang sama dengan FPTP
(satu distrik satu wakil) atau seperti BV/PBV (satu distrik banyak wakil). Dalam TRS,
calon atau partai yang menerima proporsi suara tertentu memenangkan pemilu, tanpa harus
diadakan putaran ke-2. Putaran ke-2 hanya diadakan jika suara yang diperoleh pemenang
tidak mayoritas.
2. Proporsianal
Proporsional Daftar. Setiap partai memuat daftar calon-calon bagi setiap daerah/distrik
pemilihan. Calon diurut berdasarkan nomor (1, 2, 3, dan seterusnya). Pemilih memilih
partai, dan partai menerima kursi secara proporsional dari total suara yang dihasilkan.
Calon yang nantinya duduk diambil dari yang ada di daftar tersebut. Jika kursi hanya
mencukupi untuk 1 calon, maka calon nomor urut 1 saja yang masuk ke parlemen.
Single Transferable Vote. Single Transferable Vote (STV) banyak dinyatakan sebagai
sistem pemilu yang menarik. STV menggunakan satu distrik lebih dari satu wakil, dan
pemilih merangking calon menurut pilihannya di kertas suara seperti pada Alternate Vote.
Dalam memilih, pemilih dibebaskan untuk merangking ataupun cukup memilih satu saja.
3. Mixed/Campuran
Mixed Member Proportional
Di bawah sistem MMP, kursi sistem Proporsional dianugrahkan bagi setiap hasil yang
dianggap tidak proporsional. Contohnya, jika satu partai memenangkan 10% suara secara
nasional, tetapi tidak memperoleh kursi di distrik/daerah, lalu partai itu akan dianugrahkan
kursi yang cukup dari daftar Proporsional guna membuat partai tersebut punya 10% kursi
6. di legislatif. Pemilih mungkin punya 2 pilihan terpisah, sebagaimana di Jerman dan
Selandia Baru. Alternatifnya, pemilih mungkin membuat hanya 1 pilihan, dengan total
partai diturunkan dari total calon tiap distrik.
Paralel
Sistem Paralel secara berbarengan memakai sistem Proporsional dan
Mayoritas/Puluralitas, tetapi tidak seperti MMP, komponen Proporsional tidak
mengkompensasikan sisa suara bagi distrik yang menggunakan Mayoritas/Pluralitas. Pada
sistem Paralel, seperti juga pada MMP, setiap pemilih mungkin menerima hanya satu surat
suara yang digunakan untuk memilih calon ataupun partai (Korea Selatan) atau surat suara
terpisah, satu untuk kursi Mayoritas/Pluralitas dan satunya untuk kursi Proporsional
(Jepang, Lithuania, dan Thailand).
4. Other/Lainnya
Single Non Transferable Vote
Di dalam SNTV, setiap pemilih memiliki satu suara bagi tiap calon, tetapi (tidak seperti
FPTP) adalah lebih dari satu kursi yang harus diisi di tiap distrik pemilihan. Calon-calon
dengan total suara tertinggi mengisi posisi.
Limited Vote
Limited Vote (LV) seperti SNTV, adalah sistem Mayoritas/Pluralitas yang digunakan
untuk distrik-distrik dengan lebih dari satu wakil. Tidak seperti SNTV, pemilih punya lebih
dari satu suara. Perhitungan identik dengan SNTV, dimana kandidat dengan total suara
tertinggi memenangkan kursi
Borda Count
Borda Count adalah sistem yang digunakan di Nauru (sebuah negara di Pasifik). Sistem ini
adalah sistem pemilihan preferensi dimana pemilih merangking kandidat seperti pada
Altenative Vote. Ia dapat digunakan pada distrik dengan satu atau lebih wakil. Hanya satu
yang dipilih, tidak ada eliminasi. Rangking pertama diberi nilai 1, ranking kedua diberi
nilai ½ , rangkin ketiga diberi nilai 1/3 dan seterusnya. Kandidat dengan total nilai tertinggi
dideklarasikan sebagai pemenang.
Adapun Keunggulan dan Kelemahan Sistem Distrik yaitu :
a. Keunggulan
Partai-partai terdorong untuk berintegrasi dan bekerjasama
7. Fragmentasi dan kecenderungan mendirikan partai baru dapat dibendung, sistem
ini mendukung penyederhanaan partai tanpa paksaan
Oleh karena dalam suatu daerah pemilihan kecil (distrik) hanya ada satu pemenang,
wakil yang terpilih erat dengan konstituennya dan merasa accountable kepada
konstituen. Lagipula kedudukannya terhadap partai lebih bebas karena factor
kepribadian seseorang berperan besar dalam kemenangannya.
Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas di parlemen.
Sekalipun demikian harus dijaga agar tidak terjadi elective dictatorship.
Terbatasnya jumlah partai dan meningkatnya kerjasama mempermudah
tercapainya stabilitas politik
b. Kelemahan
Terjadi kesenjangan antara persentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di
parlemen. Kesenjangan ini disebabkan oleh “distorsi” (distortion effect). Partai
besar memperoleh keuntungan dari distorsi dan seolah-olah mendapat “bonus”. Hal
ini menyebabkan over-representation dari partai besar dalam parlemen.
Distorsi merugikan partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika terpencar di
beberapa distrik. Persentase kursi lebih kecil dari persentase suara sehingga terjadi
under-representation dari partai kecil. Sistem ini kurang representatif karena
banyak suara yg hilang (wasted)
Sistem ini kurang mengakomodasikan kepentingan berbagai kelompok dalam
masyarakat yang heterogen dan pluralis sifatnya.
Wakil rakyat yang dipilih cenderung lebih memerhatikan kepentingan daerah
pemilihannya daripada kepentingan nasional.
Sedangkan Keunggulan dan Kelemahan Sistem Proporsional yaitu :
a. Keunggulan
Dianggap lebih representatif karena persentase perolehan suara setiap partai sesuai
dengan persentase perolehan kursinya di parlemen. Tidak ada distorsi antara
perolehan suara dan perolehan kursi
8. Setiap suara dihitung dan tidak ada yang hilang. Partai kecil dan golongan minoritas
diberi kesempatan untuk menempatkan wakilnya di parlemen. karena itu
masyarakat yang heterogen dan pluralis lebih tertarik pada sistem ini.
b. Kelemahan
Kurang mendorng partai-partai untuk berintegrasi satu sama lain, malah sebaliknya
cenderung mempertajam perbedaan-perbedaan diantara mereka. Bertambahnya
jumlah partai dapat menghambat proses integrasi diantara berbagai golongan di
masyarakat yang sifatnya pluralis. Hal ini mempermudah fragmentasi dan
berdirinya partai baru yang pluralis.
Wakil rakyat kurang erat hubungannya dengan konstituennya, tetapi lebih erat
dengan partainya (termasuk dalam hal akuntabilitas). Peranan partai lebih menonjol
daripada kepribadian seorang wakil rakyat. Akibatnya sistem ini memberi
kedudukan kuat kepada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di parlemen
melalui Stelsel Daftar (List System)
Banyaknya partai yang bersaing mempersukar satu partai untuk mencapai
mayoritas di parlemen. Dalam sistem pemerintahan parlementer, hal ini
mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil karena harus mendasarkan diri
pada koalisi.
C. E-Voting Pemilu
E-Voting adalah suatu sistem pemilihan dimana data dicatat, disimpan, dan diproses dalam
bentuk informasi digital . Centinkaya dan Centinkaya menambahkan bahwa e-voting refers to the
use of computers or computerised voting equipment to cast ballots in an election . Jadi e-voting
pada hakekatnya adalah pelaksanaan pemungutan suara yang dilakukan secara elektronik (digital)
mulai dari proses pendaftaran pemilih, pelaksanaan pemilihan, penghitungan suara, dan
pengiriman hasil suara. Penerapan e-voting diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang
timbul dari pemilu yang diadakan secara konvensional. Riera dan Brown serta de Vuyst dan
Fairchild menawarkan manfaat yang akan diperoleh dalam penerapan e-voting sebagai berikut.
a. Mempercepat penghitungan suara
b. Hasil penghitungan suara lebih akurat
9. c. Menghemat bahan cetakan untuk kertas suara
d. Menghemat biaya pengiriman kertas suara
e. Menyediakan akses yang lebih baik bagi kaum yang mempunyai keterbatasan fisik (cacat)
f. Menyediakan akses bagi masyarakat yang mempunyai keterbatasan waktu untuk mendatangi
tempat pemilihan suara (TPS)
g. Kertas suara dapat dibuat ke dalam berbagai versi bahasa
h. Menyediakan akses informasi yang lebih banyak berkenaan dengan pilihan suara
i. Dapat mengendalikan pihak yang tidak berhak untuk memilih misalnya karena di bawah umur
atau melebihi umur pemilih yang telah diatur.
Pelaksanaan pemilihan umum pada hakekatnya dapat dibagi menjadi dua cara yakni cara
konvensional yang berbasis kertas dan e-voting yang berbasis pada teknologi online. E-voting
berbasis online dapat dilaksanakan dalam beberapa metode, yaitu :
a. Sistem pemindaian optik. Sistem ini dilakukan dengan cara kertas diberikan kepada para
pemilih kemudian hasilnya direkam dan dihitung secara elektronik. Metode ini harus
menyediakan surat suara yang dapat dipindai dengan optik dan membutuhkan rancangan yang
rumit dan biaya mahal. Di samping itu, tanda yang melewati batas kotak marka suara dapat
menyebabkan kesalahan penghitungan oleh mesin pemindai. Sistem ini biasa disebut sebagai
e-counting.
b. Sistem Direct Recording Electronic (DRE). Metode ini para pemilih memberikan hak
suaranya melalui komputer atau layar sentuh atau panel/papan suara elektronik. Kemudian
hasil pemungutan suara disimpan di dalam memori di TPS dan dapat dikirimkan baik melalui
jaringan maupun offline ke pusat penghitungan suara nasional. Para pemilih masih diwajibkan
untuk datang ke TPS namun data penghitungan suara sudah dapat disimpan dan diproses
secara realtime dan online.
c. Internet voting. Pemilih dapat memberikan hak suaranya dari mana saja secara online melalui
komputer yang terhubung dengan jaringan di mana pemungutan suara di TPS langsung
direkam secara terpusat. Metode ini membutuhkan jaringan komunikasi data yang berpita
lebar dan keamanan yang handal.