SlideShare a Scribd company logo
1 of 9
Download to read offline
PERANAN PELABUHAN MURHUM DALAM
PENGEMBANGAN KOTA BAUBAU
Mahasiswa
Sudirman K
Program Studi PPW
Pasca sarjana
Universitas Halu Oleo
Kendari – Sulawesi Tenggara
Pembimbing I
Marsuki Iswandi
Ketua Program Studi/Staf
Pengajar
PPW Pasca Sarjana
Universitas Halu Oleo
Kendari – Sulawesi Tenggara
Pembimbing II
Manat Rahim
Staf Pengajar Program Studi
PPW Pasca Sarjana
Universitas Halu Oleo
Kendari – Sulawesi Tenggara
ABSTRAK
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Pelabuhan Murhum mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap perkembangan Kota Baubau pada umumnya. Pola interaksi dan konektifitas Pelabuhan
Murhum dengan pelabuhan lainnya, baik ditinjau secara nasional, maupun dalam tinjauan regional
Sulawesi Tenggara yang berdampak pada aktivitas arus bongkar muat barang, jasa dan orang
menunjukkan keterkaitan yang kuat terhadap perubahan lahan di sekitar kawasan pelabuhan. Hal
ini ditunjukkan dengan terjadinya alih fungsi lahan yang cukup signifikan dari lahan perumahan
dan permukiman menjadi kawasan perdagangan dan jasa dalam kurun waktu tahun 1990 hingga
tahun 2010. Perubahan fungsi lahan tersebut mengindikasikan bahwa kawasan perumahan dan
permukiman semakin terdesak menjauh dari Pelabuhan Murhum, sebaliknya kawasan perdagangan
dan jasa semakin mendominasi luas kawasan di sekitar Pelabuhan Murhum.
Kata Kunci : Pengaruh Pelabuhan Murhum, Kawasan Pelabuhan
ABSTRACT
The results showed that, the Port Murhum have a strong influence on the development of
Baubau in general. Interaction pattern and konektifitas port Murhum with other port, good
evaluated nationally, and in Southeast Sulawesi regional review the impact on the current activity
of loading and unloading of goods, services and people showed a strong linkage to changes in land
around the port area. This matter is shown with the happening of displacing the enough farm
function signifikan from housing farm and setlement become the commerce area and service in
year range of time of 1990 until 2010. Change of the farm function of indication that housing area
and setlement is progressively go to the wall to go away from Port Murhum, on the contrary
commerce area and service is progressively predominate wide area around Port Murhum.
Keywords: Effect Murhum Ports, Port Area
PENDAHULUAN
Pelabuhan Murhum saat ini menjadi
bagian dari perkembangan kota yang ditandai
dengan ramainya aktifitas di sepanjang jalan.
Untuk mengarahkan perkembangannya di masa
mendatang, sebuah pelabuhan yang memiliki
prospek perkembangan yang pesat memerlukan
suatu konsepsi seluruh perubahan yang
berkelanjutan, yang mampu menampung
perkembangan pelabuhan dengan tetap
mempertahankan kawasan yang berfungsi
melindungi kehidupan masyarakat sekitar.
Selain itu Pelabuhan Murhum di Kota
Baubau sangat mempengaruhi dinamika
perkembangan kota dari segi sosial dan
ekonomi. Perkembangan permukiman pada
wilayah kota Baubau cenderung untuk menjauh
dari pelabuhan Murhum, sementara kegiatan
perekonomian cenderung untuk mendekat
dengan pelabuhan Murhum. Dengan kata lain,
keberadaan pelabuhan Murhum memiliki
pengaruh yang besar terhadap aktivitas
perekonomian Kota Baubau pada umumnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Kota
Menurut Bintarto (1983), dari segi
geografis kota diartikan sebagai suatu sistim
jaringan kehidupan yang ditandai dengan
kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai
dengan strata ekonomi yang heterogen dan
bercorak materialistis atau dapat pula diartikan
sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh
unsur-unsur alami dan non alami dengan
gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup
besar dengan corak kehidupan yang bersifat
heterogen dan materialistis dibandingkan
dengan daerah dibelakangnya.
Adisasmita (2008) mengatakan bahwa ciri
atau sifat esensial dari suatu kota adalah
konsentrasi basis kegiatan ekonomi, sosial, dan
politik, penduduk pada tata ruang. Secara
umum diketahui bahwa tempat-tempat dimana
terjadi konsentrasi penduduk sering dinamakan
dengan berbagai istilah seperti; kota, pusat
perdagangan, pusat industri, pusat
pertumbuhan, simpul ditribusi barang dan jasa,
wilayah nodal, atau pusat pemukiman. Masing-
masing istilah sangat tergantung dengan
asosiasi kita terhadap apa yang akan
ditonjolkan terhadap tempat-tempat konsentrasi
tersebut.
Selanjutnya pengertian kota ditinjau dari
berbagi aspek, antara lain aspek geografis,
fisik, demografis, statistik, sosial, ekonomi, dan
administrasi. Pengertian ini merupakan
rumusan dari Nia K. Pontoh dan Iwan
Kustiwan (2009). Pengertian kota ditinjau dari
aspek fisik adalah suatu wilayah dengan
wilayah terbangun lebih padat dibandingkan
dengan area sekitarnya. Aspek demografis
adalah wilayah dengan konsentrasi penduduk
yang dicerminkan oleh jumlah dan tingkat
kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan keadaan wilayah sekitarnya. Aspek
sosial adalah suatu wilayah dengan kelompok-
kelompok sosial masyarakat yang heterogen.
Aspek geografis adalah suatu wilayah dengan
wilayah terbangun yang lebih padat
dibandingkan dengan area sekitarnya. Aspek
statistik adalah suatu wilayah yang secara
statistik besaran atau ukuran jumlah
penduduknya sesuai dengan batasan atau
ukuran untuk criteria kota. Aspek ekonomi
adalah suatu wilayah yang memiliki kegiatan
usaha sangat beragam dengan dominasi di
sektor nonpertanian seperti perdagangan,
perindustrian, pelayanan jasa, perkantoran,
pengangkutan, dan lain-lain. Dan yang terakhir
kota ditinjau dari aspek administrasi adalah
suatu wilayah yang dibatasi oleh suatu garis
batas kewenangan administrasi pemerintah
daerah yang ditetapkan berdasarakan peraturan
perundang-undangan.
Pusat-Pusat Wilayah Pemabangunan
Dalam Struktur Pengembangan Wilayah
Tingkat Nasional dikatakan Pusat
Pembangunan merupakan sub-sistem dari
Satuan Wilayah Pembangunan yang tersebar
diseluruh Wilayah Nasional. Setiap wilayah
memiliki pusat-pusat yang tersusun secara
hirarkhis. Penerapan sistem hirarkhis ini
dilakukan dengan harapan dapat mengurangi
ketimpangan pembangunan dan perbedaan
kemakmuran antar wilayah. Disamping itu
dengan sistem seperti ini pembangunan akan
dapat lebih disebar luaskan sehingga tidak
hanya terkonsentrasi pada wilayah tertentu
saja. Dengan cara pembangunan yang
berkesinambungan tersebut maka dapatlah
terjadi ikatan pembangunan ekonomi nasional
yang kokoh.
Konsep pusat-pusat pembangunan atau
pusat-pusat pertumbuhan atau sering disebut
juga dengan kota diadaptasi dari beberapa teori
tentang lokasi yang telah dicetuskan oleh
beberapa ahli terdahulu.
Peran Pelabuhan Dalam Perkembangan
Wilayah
Pelabuhan dapat berperan dalam
merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi,
perdagangan, dan industri dari wilayah
pengaruhnya. Namun pelabuhan tidak
menciptakan kegiatan tersebut, melainkan
hanya melayani tumbuh dan berkembangnya
kegiatan tersebut. Kegiatan-kegiatan seperti
itulah yang meningkatkan peran pelabuhan dari
hanya sebagai tempat berlabuhnya kapal
menjadi pusat kegiatan perekonomian. Secara
prinsip hubungan kegiatan pembangunan oleh
manusia di laut tidak dapat dipisahkan dengan
di pantai bahkan di darat seluruhnya.
Pelabuhan menjadi sarana bangkitnya
perdagangan antar pulau bahkan perdagangan
antar negara, pelabuhan pada suatu daerah akan
lebih menggairahkan perputaran roda
perekonomian, berbagai jenis usaha akan
tumbuh mulai dari skala kecil sampai dengan
usaha skala internasional, harga-harga berbagai
jenis produk akan lebih terjangkau mulai dari
produksi dalam negeri sampai dengan luar
negeri. Pelabuhan yang bertaraf internasional
akan mengundang investor dalam dan luar
negeri untuk menanamkan modal yang
bermuara pada tumbuhnya perekonomian
rakyat, mobilitas manusia dari berbagai penjuru
akan hadir dan meninggalkan dana yang
banyak.
Menurut Suranto (2004), yang dikatakan
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari
daratan dan perairan di sekitarnya dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintah dan kegiatan ekonomi yang
dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
berlabuh, naik-turun penumpang, dan/atau
bongkar muat barang yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan
penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antarmoda transportasi.
Pelabuhan adalah daerah perairan yang
terlindung terhadap gelombang, yang
dilengkapai dengan fasilitas terminal laut
meliputi dermaga di mana kapal dapat
bertambat untuk bongkar muat barang.
Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
mengatakan bahwa peran pelabuhan adalah :
(a) simpul dalam jaringan transportasi sesuai
dengan hierarkinya;
(b) pintu gerbang kegiatan perekonomian;
(c) tempat kegiatan alih moda transportasi;
(d) penunjang kegiatan industri dan/atau
perdagangan;
(e) tempat distribusi, produksi, dan
konsolidasi muatan atau barang; dan
(f) mewujudkan Wawasan Nusantara dan
kedaulatan negara.
Wilayah akan berkembang jika ada
kegiatan perdagangan interinsuler dari wilayah
tersebut ke wilayah lain sehingga terjadi
peningkatan investasi pembangunan dan
peningkatan kegiatan ekonomi serta
perdagangan. Pendapatan yang diperoleh dari
hasil ekspor akan mengakibatkan
berkembangnya kegiatan penduduk setempat,
perpindahan modal dan tenaga kerja,
keuntungan eksternal dan perkembangan
wilayah lebih lanjut (Damapolii, 2008).
Pusat Pertumbuhan
Pusat pertumbuhan (growth pole) dapat
diartikan dengan dua cara, yaitu secara
fungsional dan secara geografis. Secara
fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu
lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang
industri yang karena sifat hubungannya
memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga
mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik
ke dalam maupun ke luar (daerah
belakangnya). Secara geografis, pusat
pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak
memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga
menjadi pusat daya tarik (pole of attraction),
yang menyebabkan berbagai macam usaha
tertarik untuk berlokasi di situ dan masyarakat
senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada
di kota tersebut, walaupun kemungkinan tidak
ada pola interaksi antara usaha-usaha tersebut.
Pusat-pusat yang pada umumnya
merupakan kota–kota besar tidak hanya
berkembang sangat pesat, akan tetapi mereka
bertindak sebagai pompa-pompa pengisap dan
memiliki daya penarik yang kuat bagi wilayah-
wilayah belakangnya yang relatif statis.
Wilayah-wilayah pinggiran di sekitar pusat
secara berangsurangsur berkembang menjadi
masyarakat dinamis. Terdapat arus penduduk,
modal, dan sumberdaya ke luar wilayah
belakang yang dimanfaatkan untuk menunjang
perkembangan pusat-pusat dimana
pertumbuhan ekonominya sangat cepat dan
bersifat kumulatif. Sebagai akibatnya,
perbedaan pendapatan antara pusat dan wilayah
pinggiran cenderung lebih besar (Rahardjo
Adisasmita, 2005).
Pemikiran dasar dari konsep titik
pertumbuhan ini adalah bahwa kegiatan
ekonomi di dalam suatu daerah cenderung
beraglomerasi di sekitar sejumlah kecil titik
fokal (pusat). Di dalam suatu daerah arus
polarisasi akan bergravitasi kearah titik-titik
fokal ini, yang walaupun karena jarak arus
tersebut akan berkurang. Di sekitar titik fokal
ini dapat ditentukan garis perbatasan dimana
kepadatan arus turun sampai suatu tingkat kritis
minimum, pusat tersebut dapat dikatakan titik
pertumbuhan sedangkan daerah di dalam garis
perbatasan adalah daerah pengaruhnya.
Simpul Jasa Distribusi
Interaksi antara simpul besar dengan
simpul-simpul kecil dan daerah hinterlandnya
merupakan unsur yang penting dalam
konsepsinya. Tingkat interaksi ditunjukkan dari
tingkat kepadatan arus barang. Semakin kuat
ciri-ciri simpul berarti semakin luas dan jauh
jangkauan wilayah pengaruhnya. Lebih dekat
pada simpul berarti lebih banyak jenis barang
yang terjangkau oleh pelayanan pemasaran,
yang berarti pula lebih besar kesempatan yang
tersedia untuk perkembangan kegiatan usaha.
Interaksi antar simpul tersebut menunjukkan
korelasi yang negatif dengan jarak. Karena
simpul merupakan pula konsentrasi penduduk,
maka dapat dikatakan bahwa interaksi antar
simpul berkolerasi negatif terhadap jumlah
penduduk. (Matoka 1994).
Fungsi primer suatu simpul adalah sebagai
pusat pelayanan jasa distribusi bagi wilayah
pengembangannya atau wilayah nasional
(bersifat ke luar), sedangkan fungsi
sekundernya adalah kehidupan masyarakat di
simpul yang bersangkutan (bersifat ke dalam).
Perbedaan fungsi simpul tersebut
mencerminkan pula perbedaan dalam jenis dan
kapasitas fasilitas yang tersedia di masing-
masing simpul. Hirarkhi tiap simpul ditentukan
oleh kedudukannya dalam hubungan
fungsional antar simpul yang dicerminkan
berdasar mekanisme arus distribusi barang.
Berdasarkan teori simpul jasa distribusi
Purnomosidi, dapat dianalisis pola aliran
komoditas dari perdesaan atau aliran barang
senntral kota. Dengan asumsi bahwa pusat
perdesaan akan berkembang sebagai pusat
pelayanan bilamana menjadi simpul distribusi
bagi desa-desa sekitarnya, baik untuk
mendistribusikan hasil-hasil pertanian atau
untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan
rumah tangga pertanian, maka dengan
demikian dapat dianalisis bahwa bilamana
suatu pusat perdesaan tidak memiliki fungsi
sebagai simpul distribusi tidak akan menarik
orang untuk melakukan interaksi dengan pusat
tersebut. Dengan demikian fungsi-fungsi yang
ada tidak akan beroperasi secara optimal yang
pada gilirannya tidak akan merangsang
perkembangan lebih lanjut (Matoka, 1994).
Interaksi Masyarakat Desa-Kota
Bintarto, (1983) mengemukakan bahwa
interaksi ini dapat dilihat sebagai suatu proses
yang sifatnya timbal balik dan mempunyai
pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak
yang bersangkutan baik melalui kontak
langsung. Proses interaksi desa kota dapat
berwujud urbanisasi, yang dimaksud adalah
proses pembentukan kota, suatu proses yang
digerakkan oleh perubahan-perubahan dalam
masyarakat sehingga daerah-daerah yang dulu
merupakan suatu daerah pedesaan lambat laun
akan melalui proses yang mendadak
memperoleh sifat kehidupan kota.
Lebih lanjut Rondinelly (1985)
mengatakan bahwa konsep urbanisasi juga
mencakup pertumbuhan suatu pemukiman
menjadi kota (desa menjadi kota), perpindahan
penduduk ke kota (berbagai bentuk migrasi
ulang alik) atau kenaikan presentase penduduk
yang tinggal di kota. Proses urbanisasi ini
menurut Keijo dan Collegde dalam Bintaro
(1984) melalui empat proses utama yaitu :
a) Adanya pemusatan kekuatan pemerintah
kota sebagai pengambil keputusan dan
sebagai bahan pengawas dalam
menyelenggerakan hubungan kota dengan
daerah sekitarnya.
b) Adanya arus modal dan investasi untuk
mengukur kemakmuran kota dengan
wilayah sekitarnya, dan selain itu
penentuan/pemilihan lokasi untuk kegiatan
ekonomi mempunyai pengaruh terhadap
arus bolak balik desa-kota.
c) Divusi dan inovasi serta perubahan yang
berpengaruh terhadap aspek sosial ekonomi
budaya dan politik akan dapat memperluas
kota yang lebih kecil bahkan ke daerah
pedesaan. Difusi ini dapat mengubah
suasana desa menjadi suasana kota.
d) Migrasi dan pemukiman penduduk baru
dapat terjadi apabila pengaruh kota secara
terus menerus masuk ke daerah pedesaan.
Sedangkan ketergantunghan kota terhadap
desa itu sendiri dapat dilihat sebagai berikut.
a) Sebagai suplier bahan hasil-hasil pertanian.
b) Sebagai suplier bahan mentah atau bahan
baku industri.
c) Sebagai tempat pemasaran hasil-hasil
industri.
d) Sebagai Suplier tenaga kerja bagi industri
pabrik dan jasa lainnya.
Menurut Adisasmita (2005), bahwa
interaksi adalah kontak antara dua wilayah
yang dapat menimbulkan gejala baru. Batasan
sederhana ini merupakan analisa lain dari
pengertian terminologi interaksi yang bermuara
pada kata yang dipakai untuk menerangkan
kontak antara dua atau lebih wilayah secara
”kausatif” dan “ekonomis’. Kausatif artinya
suatu wilayah berinteraksi dengan wilayah lain
karena kebutuhan dalam kegiatan produksi
akan input yang berasal dari wilayah pemasok,
sedangkan ekonomis bahwa dasar yang
tercermin dalam aktivitas ekonomi berupa
konsumen dan produksi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejarah Perkembangan Kota Baubau
Pada mulanya, Baubau merupakan pusat
Kerajaan Buton (Wolio) yang berdiri pada awal
abad ke-15 (1401 – 1499). Buton mulai dikenal
dalam Sejarah Nasional karena telah tercatat
dalam naskah Negara Kertagama Karya
Prapanca pada Tahun 1365 Masehi dengan
menyebut Buton atau Butuni sebagai Negeri
(Desa) yang diperintah oleh seorang Raja
bergelar Yang Mulia Mahaguru. Cikal bakal
negeri Buton menjadi sebuah kerajaan pertama
kali dirintis oleh kelompok Mia Patamiana (si
empat orang) Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo,
Sijawangkati yang oleh sumber lisan di Buton
mereka berasal dari Semenanjung Tanah
Melayu pada akhir abad ke- 13.
Dalam periodisasi sejarah Buton telah
mencatat dua fase penting yaitu masa
pemerintahan kerajaan sejak tahun 1332
sampai pertengahan abad ke– 16 dengan
diperintah oleh 6 orang raja diantaranya 2
orang raja perempuan yaitu Wa Kaa Kaa dan
Bulawambona. Kedua raja ini merupakan bukti
bahwa sejak masa lalu derajat kaum perempuan
sudah mendapat tempat yang istimewa dalam
masyarakat Buton. Fase kedua adalah masa
Pemerintahan Kesultanan sejak masuknya
agama Islam di Kerajaan Buton pada tahun 948
Hijriah (1542 Masehi) bersamaan dilantiknya
Lakilaponto sebagai Sultan Buton I dengan
Gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul
Khamis sampai pada Muhammad Falihi
Kaimuddin sebagai Sultan Buton ke – 38 yang
berakhir tahun 1960.
Berdasarkan historiografi lokal Buton,
kawasan Bau-Bau berkembang sejak paruh
awal abad ke-19. Perkembangan terjadi pasca
kebakaran hebat dalam Benteng Keraton Wolio
dimasa pemerintahan Sultan Buton ke-29 La
Ode Muh. Aydrus Qaimuddin. Pasca peristiwa
tersebut, sebagian keluarga keraton mengungsi
keluar benteng, ada yang menetap di kawasan
Baadia, Bariya, Tarafu, dan sebagian lainnya
mendiami kawasan yang terletak di antara
Nganganaumala-Kotamara dan Bonesaala.
Kawasan inilah yang kemudian dinamai
Bau-Bau; sebuah kawasan hunian/kota ”baru”
(”bhau” menurut bahasa Wolionya). Kata bhau
dalam pengertian ini juga menunjuk pada
fenomena keseharian yang senantiasa berubah
atau baru; bhau – sabhaa-bhaau kadhagia
sebagai refleksi dinamika sosial
kemasyarakatan yang terus berkembang dalam
kawasan tersebut.
Dalam perkembangannya, kawasan Bau-
Bau pun menempati posisi laksana serambi
pusat Kota ”lama” Wolio (kawasan Benteng
Keraton). Keberadaan Pelabuhan Murhum
memberikan kontribusi yang sangat besar
dalam perkembangan kota kedepan, karena
letaknya yang strategis dalam jaringan
perniagaan laut, kawasan kota baru (bhau-
bhau) pun tumbuh pesat dan menjadi salah satu
diantara deretan kota pantai yang turut
memainkan peran dalam jaringan perniagaan
laut nusantara.
Seiring dinamika tersebut, di masa
pemerintahan Sultan Muh. Aydrus dibentuk
pula jabatan baru dalam hirarki pemerintahan
Kesultanan yakni Lakina Bhau-Bhau untuk
mengepalai kawasan ”kota baru” (bhau-bhau)
tersebut. Sebagai Lakina Bhau-Bhau I adalah
La Ode Rere (putra Sultan Muh. Aydrus) yang
memerintah sejak awal abad ke-19.
Dalam usianya yang hampir dua abad ini,
Kota Bau-Bau telah memberi andil besar bagi
dinamika dan kontinuitas sejarah Buton dan
Sulawesi Tenggara sebagaimana terefleksi dari
kedudukannya sebagai: (a) pusat pemerintahan
Kerajaan Buton (abad 14 - 16), (b) pusat
pemerintahan Kesultanan Buton (abad 16–20),
(c) pusat pemerintahan Afdeling Boetoen en
Laiwoei (sejak 1927), (d) pusat pemerintahan
Onder Afdeling Boetoen, (e) Ibukota
Kabupaten Sulawesi Tenggara (1950an -1964),
dan (f) Ibukota Kabupaten Buton (1964-2001),
Kota Administratif Baubau (1981 – 2001),
serta Daerah Otonom Kota Baubau (2001 –
sekarang).
Cikal bakal Kota Baubau berawal dari
ditunjuknya Kecamatan Wolio sebagai pusat
pemerintahan Kabupaten Buton, Pembentukan
Kota Administratif Baubau melalui Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 1981 merupakan babak baru dalam
perkembangan Kota Baubau. Wilayah Kota
Administratif Baubau sebagaimana yang
diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah
tersebut terdiri dari 2 kecamatan (Kecamatan
Wolio dan Kecamatan Betoambari) dan 23
kelurahan.
Seiring dengan perkembangan wilayah
kota yang semakin pesat, maka pada tahun
2001 berdasarkan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2001 dibentuklah Daerah Otonom Kota
Baubau yang mencakup 4 kecamatan antara
lain Kecamatan Wolio, Kecamatan
Betoambari, Kecamatan Surawolio, dan
Kecamatan Bungi. Pembentukan daerah
otonom ini memberikan ruang yang lebih luas
terhadap perkembangan Kota Baubau.
semenjak tahun 2006 Kota Baubau mekar
menjadi 6 (enam) kecamatan dan menjadi 7
(tujuh) kecamatan di akhir tahun 2008, saat ini
Kota Baubau terdiri dari 8 Kecamatan setelah
terbentuknya Kecamatan Batupoaro sebagai
pemekaran dari Kecamatan Murhum.
Gambar 1. Stadia Perkembangan Kota Baubau
Kondisi Pelabuhan Murhum
Pelabuhan Murhum di Kota Baubau
terletak di Kelurahan Wale Kecamatan Wolio
pada koordinat 122°36'38,56" Bujur Timur dan
5°27'15,486" Lintang Selatan, dan berada pada
Selat Buton yang memisahkan Pulau Buton dan
Pulau Muna. Pelabuhan Murhum merupakan
pelabuhan nasional yang berada di bawah
pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Kantor
Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas I.
Letak Pelabuhan Murhum berada di
Kelurahan Wale Kecamatan Wolio yang
merupakan Pusat Pelayanan Kota (PPK) yang
berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa,
dan perhubungan laut. Luas Kawasan
Pelabuhan Murhum pada saat ini berdasarkan
hasil analisa Citra Satelit dengan
menggunakan Sistim Informasi Geografis
(SIG) adalah seluas 12,69 Ha.
Luas lahan Kawasan Pelabuhan Murhum
saat ini adalah sebesar 12,69 Ha yang terdiri
dari tambat labuh kapal seluas 6,43 atau
mencakup 50,67 % dari total luas lahan
pelabuhan hasil analisa GIS, kolam pelabuhan
seluas 2,02 Ha (15,90 %), Lapangan
penumpukan petikemas seluas 1,99 Ha (15,67
%), Dermaga seluas 0,91 Ha (7,15 %),
Bangunan (kantor, ruang tunggu, gudang)
sebesar 0,50 Ha (3,95 %), Jalan seluas 0,36 Ha
(2,84 %), Lapangan Parkir seluas 0,28 Ha (2,23
%), Lahan Kosong seluas 0,12 Ha (0,92 %) dan
taman seluas 0,09 Ha (0,71 %), untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Penggunaan Lahan Kawasan
Pelabuhan Murhum, 2012.
No. Lahan Pelabuhan
Luas
(Ha)
Persentase
(%)
1 Bangunan 0,50 3,95
2 Kolam Pelabuhan 2,02 15,90
3 Lapangan Parkir 0,28 2,23
4
Lapangan
Penumpukan 1,99 15,67
5 Taman 0,09 0,71
6 Dermaga 0,91 7,15
7 Jalan 0,36 2,84
8 Lahan Kosong 0,12 0,92
9 Tambat Labuh Kapal 6,43 50,67
Total 12,69 100,04
Sumber: Hasil Analisis, 2014.
Gambar 2. Kondisi Pelabuhan Murhum
Posisi Pelabuhan Murhum Dalam Tatanan
Kepelabuhanan Nasional
Posisi Pelabuhan Murhum dalam tatanan
kepelabuhanan nasional berdasarkan hierarki,
peran dan fungsinya merupakan pelabuhan
nasional, yang mempunyai peran dan fungsi
sebagai pelabuhan utama tersier yang
terhubung dengan pelabuhan-pelabuhan besar
lainnya, seperti Pelabuhan Makassar yang
menjadi pelabuhan penghubung dengan
kawasan barat Indonesia, serta menjadi
pelabuhan penghubung dengan kawasan Timur
lainnya seperti Pelabuhan Bitung, Pelabuhan
Ambon dan Sorong yang melayani kegiatan
dan alih muat angkutan laut nasional dan
internasional dalam jumlah menengah, serta
merupakan simpul dalam jaringan transportasi
tingkat provinsi.
Tabel 2. Kondisi Pelabuhan Murhum
Berdasarkan Kriteria Kepmen Nomor
KM 53 Tahun 2002
Peran
Sebagai pengumpan angkutan
peti kemas nasional.
Sebagai tempat alih muat
penumpang dan barang umum
nasional.
Skala
Pelayanan
Melayani angkutan petikemas
nasional di seluruh Indonesia.
Lokasi
Pelabuhan
Berada dekat dengan Jalur
Pelayaran Nasional Primer
(kurang dari 50 mil dari Laut
Flores).
Berada pada Jalur Pelayaran
Nasional Sekunder
Kedalaman ± 7 m lws
Fasilitas
Dermaga multipurpose
sepanjang 180 m
Jarak dengan
Pelabuhan
Lainnya
± 20 mil dengan pelabuhan
nasional di Raha
Sumber : Hasil Analisis, 2014.
Gambar 3. Posisi Pelabuhan Murhum Dalam
Tatanan Kepelabuhanan Nasional
Pengaruh Pelabuhan Murhum Terhadap
Perkembangan Wilayah Kota Baubau
Pergerakkan manusia dan barang di kawasan
Pelabuhan Murhum yang menimbulkan arus
lalu lintas (traffic flow) merupakan
konsekuensi gabungan dari aktivitas lahan di
dalam kota (permintaan) dan kemampuan
sistem trasportasi (darat dan laut) dalam
mengatasi masalah arus lalu lintas
(penawaran). Pergerakkan barang dan manusia
yang terjadi pada kawasan pelabuhan
mencerminkan keterhubungan suatu wilayah
dengan wilayah lainnya di dalam Kota Baubau.
Hubungan ini memberikan dampak bagi
perkembangan Kota Baubau secara
keseluruhan. Dengan demikian hubungan antar
wilayah, baik secara eksternal maupun internal
yang terjadi pada kawasan Pelabuhan Murhum
mempengaruhi aktivitas keruangan wilayah
Kota Baubau secara keseluruhan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pengaruh interaksi antar pelabuhan lain sangat
mempengaruhi aktivitas, pergerakan dan
kebutuhan lahan di sekitar kawasan pelabuhan,
semakin tinggi interaksi dan konektivitas
pelabuhan dengan pelabuhan lainnya, maka
akan semakin tinggi pula aktivitas yang terjadi
pada kawasan pelabuhan tersebut, hal ini akan
mempengaruhi kebutuhuan penggunaan lahan
di sekitar kawasan pelabuhan dari kawasan
perumahan/permukiman menjadi kawasan
komersial (perdagangan dan jasa), dan secara
tidak langsung akan merubah struktur
penggunaan lahan Kawasan Perkotaan Baubau.
Hal ini terjadi karena desakan perubahan lahan
pada kawasan Pelabuhan Murhum yang
berorientasi kekotaan sangat mendominasi
kegiatan masyarakat sekitarnya, sehingga
kebanyakan bangunan di sekitar kawasan
pelabuhan tersebut tidak lagi berorientasikan
sektor permukiman namum berorientasikan ke
sektor perekonomian, perdagangan dan jasa,
dalam hal ini penggunaan lahan didominasi
oleh bangunan ruko, penginapan, pertokoan,
pariwisata dan pegiatan perekonomian lainnya.
Pengaruh Pelabuhan Murhum terhadap
perkembangan ruang wilayah Kota Baubau
menunjukkan pengaruh yang sangat besar, hal
ini terlihat dari perkembangan perubahan lahan
pada kawasan disekitar pelabuhan dari
kawasan yang didominasi oleh perumahan dan
permukiman pada awal tahun 1990 menjadi
kawasan perdagangan dan jasa.
Perubahan lahan tersebut memberikan
indikasi bahwa, perkembangan kawasan
perumahan dan permukiman di Kota Baubau
semakin terdesak menjauhi Kawasan
Pelabuhan Murhum, sementar kawasan
perdagangan dan jasa tumbuh secara signifikan
penggantikan lahan-lahan perumahan dan
permukiman di sekitar kawasan pelabuhan.
Tabel berikut memperlihatkan
perkembangan wilayah Kota Baubau yang
dipengaruhi secara langsung oleh keberadaan
Pelabuhan Murhum.
Tabel 3. Penggunaan Lahan Disekitar Kawasan Pelabuhan Murhum Tahun 1990 - 2010.
Penggunaan Lahan
Luas (Ha) Perubahan Lahan (Ha)
1990 2000 2010 1990 - 2000 2000 - 2010
Jalan 4,93 5,14 5,55 0,21 0,41
Pelabuhan Batu 0,00 1,35 1,35 1,35 0,00
Pelabuhan Murhum 0,26 6,15 12,69 5,89 6,54
Kawasan Wisata 0,00 0,00 2,61 0,00 2,61
Semak/Belukar 5,06 2,62 1,02 -2,44 -1,60
Perdagangan dan Jasa 0,24 5,57 7,86 5,33 2,29
Perkantoran 1,89 2,83 2,77 0,94 -0,06
Perumahan/Permukiman 11,57 8,02 7,73 -3,55 -0,29
Ruang Terbuka Hijau 0,15 0,15 0,23 0,00 0,08
Sarana Ibadah 0,54 0,54 0,54 0,00 0,00
Sarana Pendidikan 0,00 0,49 0,49 0,49 0,00
Jumlah 24,64 32,86 42,84
Sumber : Hasil Analisis 2014.
Tabel di atas memperlihatkan perubahan
penggunaan lahan disekitar kawasan pelabuhan
murhum yang terpengaruh langsung dengan
aktivitas arus bongkar muat barang, jasa dan
orang di Pelabuhan Murhum adalah kawasan
perumahan dan permukiman menjadi kawasan
perdagangan dan jasa pada kurun waktu tahun
1990 – tahun 2000, dimana luas wilayah
kawasan perumahan dan permukiman pada
tahun 1990 sebesar 11,57 Ha, berkurang
menjadi 8,02 Ha pada tahun 2000. Sedangkan
kawasan perdagangan dan jasa mengalami
pertambahan wilayah dari 0,24 Ha pada tahun
1990 menjadi 5,57 Ha pada tahun 2000 dan
meningkat menjadi 7,86 Ha pada tahun 2010.
Pertumbuhan kawasan perdagangan dan jasa
ini sebagai akibat dari perkembangan arus
bongkar muat barang, jasa dan orang di
Pelabuhan Murhum seiring dengan
bertambahnya jumlah kunjungan kapa yang
terjadi dalam kurun waktu tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pelabuhan Murhum berperan sebagai
pelabuhan pengumpul dalam sistim
transportasi laut di Sulawesi Tenggara dan
merupakan pelabuhan yang terkoneksi
dengan simpul transportasi laut nasional
yang terhubung dengan Kawasan Timur dan
Kawasan Barat dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Perkembangan Pelabuhan Murhum
berbanding lurus dengan perkembangan
kawasan disekitarnya yang berimplikasi
terhadap semakin terdesaknya kawasan
perumahan dan permukiman yang menjauh
dari Pelabuhan Murhum, sebaliknya
kawasan perdagangan dan jasa semakin
mendominasi pemanfaatan ruang pada
kawasan pelabuhan yang mengakibatkan
perubahan ruang wilayah Kota Baubau
khususnya disekitar Pelabuhan Murhum dan
Kota Baubau pada umumnya.
Saran
1. Perlunya dilakukan penataan kawasan
sekitar Pelabuhan Murhum agar tidak
menimbulkan dampak kemacetan.
2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih
mendetail terhadap kondisi pelabuhan
murhum terkait dengan semakin tingginya
aktivitas bongkar muat di pelabuhan yang
tentunya mengakibatkan kebutuhan ruang
pelabuhan semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Adisamita, R. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi
Wilayah, Universitas Hasanudin
Makasar
Adisamita, R. 2008. Pembangunan Ekonomi
Perkotaan. Penerbit Graha Ilmu.
Jakarta.
Bintarto, R. 1983, Interaksi Desa Kota dan
Permasalahannya, Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Damapolii, D. W. 2008. Peran Pelabuhan
Labuan Uki Terhadap Pengembanam
Wilayah Kabupaten Bolaang
Mongondow. Masters Thesis Jurusan
Perencanaan Wilayah dan Kota,
Universitas Diponegoro, Semarang.
Matoka, 1994, Studi Jangkuan Pelayanan
Pusat-Pusat Pertumbuhan di Sulawesi
Tenggara (Tesis, Program Magister
Perencanaan Pengembangan Wilayah
Pasca Sarjana Unhas,1994 tidak
dipublikasikan).
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009
tentang Kepelabuhanan.
Pontoh, Nia K. dan Kustiwan, Iwan. (2009).
Pengantar Perencanaan Perkotaan.
Bandung: ITB Bandung.
Suranto, 2004. Manajemen Operasional
Angkutan Laut dan Kepelabuhanan
Serta Prosedur Impor Barang,
Gramedia Pustaka Utama.
Rondinelli, D.A, 1985. Applied Methods of
Regional Analysis: The Spatial
Dimension of Development Policy.
Westview Press. London.

More Related Content

What's hot

0778a_M6_-_PERHITUNGAN_KAPASITAS_DAN_FASILITAS_LAIN_Luar_Kota-1.pptx
0778a_M6_-_PERHITUNGAN_KAPASITAS_DAN_FASILITAS_LAIN_Luar_Kota-1.pptx0778a_M6_-_PERHITUNGAN_KAPASITAS_DAN_FASILITAS_LAIN_Luar_Kota-1.pptx
0778a_M6_-_PERHITUNGAN_KAPASITAS_DAN_FASILITAS_LAIN_Luar_Kota-1.pptxkimchi111
 
latihan soal sistem transportasi
latihan soal sistem transportasilatihan soal sistem transportasi
latihan soal sistem transportasiAyu Fatimah Zahra
 
Laporan observasi bendung simongan
Laporan observasi bendung simonganLaporan observasi bendung simongan
Laporan observasi bendung simonganEVI KRISTIANINRUM
 
Sistem Jaringan Jalan
Sistem Jaringan JalanSistem Jaringan Jalan
Sistem Jaringan Jalanindra aprian
 
Kelembagaan sistem transportasi
Kelembagaan sistem transportasiKelembagaan sistem transportasi
Kelembagaan sistem transportasiMuhammad Dakka
 
Konsep dasar sistem transportasi
Konsep dasar sistem transportasiKonsep dasar sistem transportasi
Konsep dasar sistem transportasiIB Ilham Malik
 
limpasan air hujan dan pengukurannya
limpasan air hujan dan pengukurannyalimpasan air hujan dan pengukurannya
limpasan air hujan dan pengukurannyaFitria Anggrainy
 
Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot
Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotPanduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot
Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotFuad CR
 
Modul TKP M3KB3 - Sistem Jaringan Drainase
Modul TKP M3KB3 - Sistem Jaringan DrainaseModul TKP M3KB3 - Sistem Jaringan Drainase
Modul TKP M3KB3 - Sistem Jaringan DrainasePPGHybrid1
 
Karakteristik sungai
Karakteristik sungaiKarakteristik sungai
Karakteristik sungaiCahaya Hari
 
Dasar-dasar sistem transportasi - Pengertian mobilitas dan aksesibilitas
Dasar-dasar sistem transportasi - Pengertian mobilitas dan aksesibilitas Dasar-dasar sistem transportasi - Pengertian mobilitas dan aksesibilitas
Dasar-dasar sistem transportasi - Pengertian mobilitas dan aksesibilitas IB Ilham Malik
 
Merubah Satuan Ukur Google Earth Menjadi Meter, Kilometer Dengan Perlihatkan ...
Merubah Satuan Ukur Google Earth Menjadi Meter, Kilometer Dengan Perlihatkan ...Merubah Satuan Ukur Google Earth Menjadi Meter, Kilometer Dengan Perlihatkan ...
Merubah Satuan Ukur Google Earth Menjadi Meter, Kilometer Dengan Perlihatkan ...Rusdianto
 
Sistem transportasi pertemuan ke 1
Sistem transportasi pertemuan ke 1Sistem transportasi pertemuan ke 1
Sistem transportasi pertemuan ke 1Lampung University
 
Seminar proposal agus
Seminar proposal agusSeminar proposal agus
Seminar proposal agusagus_mulyadi
 
Pesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRsuningterusberkarya
 
Karakteristik lahan rawa
Karakteristik lahan rawaKarakteristik lahan rawa
Karakteristik lahan rawaBoaz Salosa
 
Laporan Pratikum Perkerasan Jalan Raya
Laporan Pratikum Perkerasan Jalan RayaLaporan Pratikum Perkerasan Jalan Raya
Laporan Pratikum Perkerasan Jalan RayaSahno Hilhami
 

What's hot (20)

0778a_M6_-_PERHITUNGAN_KAPASITAS_DAN_FASILITAS_LAIN_Luar_Kota-1.pptx
0778a_M6_-_PERHITUNGAN_KAPASITAS_DAN_FASILITAS_LAIN_Luar_Kota-1.pptx0778a_M6_-_PERHITUNGAN_KAPASITAS_DAN_FASILITAS_LAIN_Luar_Kota-1.pptx
0778a_M6_-_PERHITUNGAN_KAPASITAS_DAN_FASILITAS_LAIN_Luar_Kota-1.pptx
 
latihan soal sistem transportasi
latihan soal sistem transportasilatihan soal sistem transportasi
latihan soal sistem transportasi
 
Laporan observasi bendung simongan
Laporan observasi bendung simonganLaporan observasi bendung simongan
Laporan observasi bendung simongan
 
Sistem Jaringan Jalan
Sistem Jaringan JalanSistem Jaringan Jalan
Sistem Jaringan Jalan
 
Kelembagaan sistem transportasi
Kelembagaan sistem transportasiKelembagaan sistem transportasi
Kelembagaan sistem transportasi
 
Konsep dasar sistem transportasi
Konsep dasar sistem transportasiKonsep dasar sistem transportasi
Konsep dasar sistem transportasi
 
limpasan air hujan dan pengukurannya
limpasan air hujan dan pengukurannyalimpasan air hujan dan pengukurannya
limpasan air hujan dan pengukurannya
 
Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot
Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotPanduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot
Panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkot
 
Modul TKP M3KB3 - Sistem Jaringan Drainase
Modul TKP M3KB3 - Sistem Jaringan DrainaseModul TKP M3KB3 - Sistem Jaringan Drainase
Modul TKP M3KB3 - Sistem Jaringan Drainase
 
Karakteristik sungai
Karakteristik sungaiKarakteristik sungai
Karakteristik sungai
 
Laporan survei pendahuluan reklalin
Laporan survei pendahuluan reklalinLaporan survei pendahuluan reklalin
Laporan survei pendahuluan reklalin
 
Dasar-dasar sistem transportasi - Pengertian mobilitas dan aksesibilitas
Dasar-dasar sistem transportasi - Pengertian mobilitas dan aksesibilitas Dasar-dasar sistem transportasi - Pengertian mobilitas dan aksesibilitas
Dasar-dasar sistem transportasi - Pengertian mobilitas dan aksesibilitas
 
Merubah Satuan Ukur Google Earth Menjadi Meter, Kilometer Dengan Perlihatkan ...
Merubah Satuan Ukur Google Earth Menjadi Meter, Kilometer Dengan Perlihatkan ...Merubah Satuan Ukur Google Earth Menjadi Meter, Kilometer Dengan Perlihatkan ...
Merubah Satuan Ukur Google Earth Menjadi Meter, Kilometer Dengan Perlihatkan ...
 
Sistem transportasi pertemuan ke 1
Sistem transportasi pertemuan ke 1Sistem transportasi pertemuan ke 1
Sistem transportasi pertemuan ke 1
 
4alur pelayaran
4alur pelayaran4alur pelayaran
4alur pelayaran
 
Seminar proposal agus
Seminar proposal agusSeminar proposal agus
Seminar proposal agus
 
Pesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIRPesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
Pesisir 03 PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR
 
Karakteristik lahan rawa
Karakteristik lahan rawaKarakteristik lahan rawa
Karakteristik lahan rawa
 
Laporan Pratikum Perkerasan Jalan Raya
Laporan Pratikum Perkerasan Jalan RayaLaporan Pratikum Perkerasan Jalan Raya
Laporan Pratikum Perkerasan Jalan Raya
 
Makalah urbanisasi
Makalah urbanisasiMakalah urbanisasi
Makalah urbanisasi
 

Similar to Peran Pelabuhan Murhum

Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Muhammad Andi Firdaus)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Muhammad Andi Firdaus)Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Muhammad Andi Firdaus)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Muhammad Andi Firdaus)Luhur Moekti Prayogo
 
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Any Dian Murdiniyati)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Any Dian Murdiniyati)Makalah Port-Shipping Operation and Management (Any Dian Murdiniyati)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Any Dian Murdiniyati)Luhur Moekti Prayogo
 
Vol2 no1 pengoptimalisasian kegiatan bongkar muat untuk meningkatkan produkti...
Vol2 no1 pengoptimalisasian kegiatan bongkar muat untuk meningkatkan produkti...Vol2 no1 pengoptimalisasian kegiatan bongkar muat untuk meningkatkan produkti...
Vol2 no1 pengoptimalisasian kegiatan bongkar muat untuk meningkatkan produkti...Didik Purwiyanto Vay
 
Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Dewi Anggraeni)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Dewi Anggraeni)Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Dewi Anggraeni)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Dewi Anggraeni)Luhur Moekti Prayogo
 
pengembangan-infrastruktur-pelabuhan-dal
pengembangan-infrastruktur-pelabuhan-dalpengembangan-infrastruktur-pelabuhan-dal
pengembangan-infrastruktur-pelabuhan-dalmelchioreq
 
Sistem administrasi daerah dan kota
Sistem administrasi daerah dan kotaSistem administrasi daerah dan kota
Sistem administrasi daerah dan kotaSyaifOer
 
KUTUB DAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH
KUTUB DAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAHKUTUB DAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH
KUTUB DAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAHRhati Alfajra
 
Bab iv rancang kota konsep perancangan
Bab iv rancang kota konsep perancanganBab iv rancang kota konsep perancangan
Bab iv rancang kota konsep perancanganLatifah Tio
 
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Putri Widyawati Nur Adimah)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Putri Widyawati Nur Adimah)Makalah Port-Shipping Operation and Management (Putri Widyawati Nur Adimah)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Putri Widyawati Nur Adimah)Luhur Moekti Prayogo
 
Analisis pengaruh-tol-laut-pada-perekonomian-nasional
Analisis pengaruh-tol-laut-pada-perekonomian-nasionalAnalisis pengaruh-tol-laut-pada-perekonomian-nasional
Analisis pengaruh-tol-laut-pada-perekonomian-nasionalfebbry beda teron
 
7 pembangunan ekonomi daerah.
7 pembangunan ekonomi daerah.7 pembangunan ekonomi daerah.
7 pembangunan ekonomi daerah.muhammad muhaimin
 
PPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdf
PPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdfPPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdf
PPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdfAggraAfg24
 
(7)pembangunan ekonomi daerah
(7)pembangunan ekonomi daerah(7)pembangunan ekonomi daerah
(7)pembangunan ekonomi daerahElisabeth Marina
 
Buletin Penataan Ruang "Johor Selatan sebagai Pesaing atau Peluang Kawasan Ek...
Buletin Penataan Ruang "Johor Selatan sebagai Pesaing atau Peluang Kawasan Ek...Buletin Penataan Ruang "Johor Selatan sebagai Pesaing atau Peluang Kawasan Ek...
Buletin Penataan Ruang "Johor Selatan sebagai Pesaing atau Peluang Kawasan Ek...Latifah Tio
 
Aglomerasi dan Deglomerasi dalam lokasi industri by Pangestu chaesar
Aglomerasi dan Deglomerasi dalam lokasi industri by Pangestu chaesarAglomerasi dan Deglomerasi dalam lokasi industri by Pangestu chaesar
Aglomerasi dan Deglomerasi dalam lokasi industri by Pangestu chaesarPangestu S
 
Bab ii Rancang Kota
Bab ii Rancang KotaBab ii Rancang Kota
Bab ii Rancang KotaLatifah Tio
 

Similar to Peran Pelabuhan Murhum (20)

Jurnal
JurnalJurnal
Jurnal
 
Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Muhammad Andi Firdaus)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Muhammad Andi Firdaus)Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Muhammad Andi Firdaus)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Muhammad Andi Firdaus)
 
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Any Dian Murdiniyati)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Any Dian Murdiniyati)Makalah Port-Shipping Operation and Management (Any Dian Murdiniyati)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Any Dian Murdiniyati)
 
Vol2 no1 pengoptimalisasian kegiatan bongkar muat untuk meningkatkan produkti...
Vol2 no1 pengoptimalisasian kegiatan bongkar muat untuk meningkatkan produkti...Vol2 no1 pengoptimalisasian kegiatan bongkar muat untuk meningkatkan produkti...
Vol2 no1 pengoptimalisasian kegiatan bongkar muat untuk meningkatkan produkti...
 
Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Dewi Anggraeni)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Dewi Anggraeni)Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Dewi Anggraeni)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (By. Dewi Anggraeni)
 
Pemindahan ibu kota dan konektifitas pemerataan ekonomi
Pemindahan ibu kota dan konektifitas pemerataan ekonomiPemindahan ibu kota dan konektifitas pemerataan ekonomi
Pemindahan ibu kota dan konektifitas pemerataan ekonomi
 
pengembangan-infrastruktur-pelabuhan-dal
pengembangan-infrastruktur-pelabuhan-dalpengembangan-infrastruktur-pelabuhan-dal
pengembangan-infrastruktur-pelabuhan-dal
 
Sistem administrasi daerah dan kota
Sistem administrasi daerah dan kotaSistem administrasi daerah dan kota
Sistem administrasi daerah dan kota
 
KUTUB DAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH
KUTUB DAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAHKUTUB DAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH
KUTUB DAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH
 
Bab iv rancang kota konsep perancangan
Bab iv rancang kota konsep perancanganBab iv rancang kota konsep perancangan
Bab iv rancang kota konsep perancangan
 
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Putri Widyawati Nur Adimah)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Putri Widyawati Nur Adimah)Makalah Port-Shipping Operation and Management (Putri Widyawati Nur Adimah)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Putri Widyawati Nur Adimah)
 
Analisis pengaruh-tol-laut-pada-perekonomian-nasional
Analisis pengaruh-tol-laut-pada-perekonomian-nasionalAnalisis pengaruh-tol-laut-pada-perekonomian-nasional
Analisis pengaruh-tol-laut-pada-perekonomian-nasional
 
7 pembangunan ekonomi daerah.
7 pembangunan ekonomi daerah.7 pembangunan ekonomi daerah.
7 pembangunan ekonomi daerah.
 
Kota 1
Kota 1Kota 1
Kota 1
 
PPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdf
PPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdfPPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdf
PPT_AgraAfriGunawan_21102074.pdf
 
(7)pembangunan ekonomi daerah
(7)pembangunan ekonomi daerah(7)pembangunan ekonomi daerah
(7)pembangunan ekonomi daerah
 
Buletin Penataan Ruang "Johor Selatan sebagai Pesaing atau Peluang Kawasan Ek...
Buletin Penataan Ruang "Johor Selatan sebagai Pesaing atau Peluang Kawasan Ek...Buletin Penataan Ruang "Johor Selatan sebagai Pesaing atau Peluang Kawasan Ek...
Buletin Penataan Ruang "Johor Selatan sebagai Pesaing atau Peluang Kawasan Ek...
 
Aglomerasi dan Deglomerasi dalam lokasi industri by Pangestu chaesar
Aglomerasi dan Deglomerasi dalam lokasi industri by Pangestu chaesarAglomerasi dan Deglomerasi dalam lokasi industri by Pangestu chaesar
Aglomerasi dan Deglomerasi dalam lokasi industri by Pangestu chaesar
 
Bab ii Rancang Kota
Bab ii Rancang KotaBab ii Rancang Kota
Bab ii Rancang Kota
 
Sejarah perekonomian
Sejarah perekonomianSejarah perekonomian
Sejarah perekonomian
 

More from kamushal142

More from kamushal142 (10)

Bab2
Bab2Bab2
Bab2
 
Bab3
Bab3Bab3
Bab3
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Bab4 rencana kerja
Bab4 rencana kerjaBab4 rencana kerja
Bab4 rencana kerja
 
Bab5
Bab5Bab5
Bab5
 
Bab2
Bab2Bab2
Bab2
 
2. daftar isi
2. daftar isi2. daftar isi
2. daftar isi
 
Kata pengantar ii
Kata pengantar iiKata pengantar ii
Kata pengantar ii
 
Raperda rtrwp sultra 14 juli 2011
Raperda rtrwp sultra 14 juli 2011Raperda rtrwp sultra 14 juli 2011
Raperda rtrwp sultra 14 juli 2011
 
Persentase pra raker dan swakelola1
Persentase pra raker dan swakelola1Persentase pra raker dan swakelola1
Persentase pra raker dan swakelola1
 

Recently uploaded

aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajarHafidRanggasi
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfWidyastutyCoyy
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptxSirlyPutri1
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSdheaprs
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptPpsSambirejo
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...asepsaefudin2009
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaafarmasipejatentimur
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)PUNGKYBUDIPANGESTU1
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptAgusRahmat39
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasarrenihartanti
 

Recently uploaded (20)

aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNSLatsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
Latsol TWK Nasionalisme untuk masuk CPNS
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
Materi Sosiologi Kelas X Bab 1. Ragam Gejala Sosial dalam Masyarakat (Kurikul...
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.pptppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
ppt-akhlak-tercela-foya-foya-riya-sumah-takabur-hasad asli.ppt
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
 

Peran Pelabuhan Murhum

  • 1. PERANAN PELABUHAN MURHUM DALAM PENGEMBANGAN KOTA BAUBAU Mahasiswa Sudirman K Program Studi PPW Pasca sarjana Universitas Halu Oleo Kendari – Sulawesi Tenggara Pembimbing I Marsuki Iswandi Ketua Program Studi/Staf Pengajar PPW Pasca Sarjana Universitas Halu Oleo Kendari – Sulawesi Tenggara Pembimbing II Manat Rahim Staf Pengajar Program Studi PPW Pasca Sarjana Universitas Halu Oleo Kendari – Sulawesi Tenggara ABSTRAK Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Pelabuhan Murhum mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan Kota Baubau pada umumnya. Pola interaksi dan konektifitas Pelabuhan Murhum dengan pelabuhan lainnya, baik ditinjau secara nasional, maupun dalam tinjauan regional Sulawesi Tenggara yang berdampak pada aktivitas arus bongkar muat barang, jasa dan orang menunjukkan keterkaitan yang kuat terhadap perubahan lahan di sekitar kawasan pelabuhan. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya alih fungsi lahan yang cukup signifikan dari lahan perumahan dan permukiman menjadi kawasan perdagangan dan jasa dalam kurun waktu tahun 1990 hingga tahun 2010. Perubahan fungsi lahan tersebut mengindikasikan bahwa kawasan perumahan dan permukiman semakin terdesak menjauh dari Pelabuhan Murhum, sebaliknya kawasan perdagangan dan jasa semakin mendominasi luas kawasan di sekitar Pelabuhan Murhum. Kata Kunci : Pengaruh Pelabuhan Murhum, Kawasan Pelabuhan ABSTRACT The results showed that, the Port Murhum have a strong influence on the development of Baubau in general. Interaction pattern and konektifitas port Murhum with other port, good evaluated nationally, and in Southeast Sulawesi regional review the impact on the current activity of loading and unloading of goods, services and people showed a strong linkage to changes in land around the port area. This matter is shown with the happening of displacing the enough farm function signifikan from housing farm and setlement become the commerce area and service in year range of time of 1990 until 2010. Change of the farm function of indication that housing area and setlement is progressively go to the wall to go away from Port Murhum, on the contrary commerce area and service is progressively predominate wide area around Port Murhum. Keywords: Effect Murhum Ports, Port Area PENDAHULUAN Pelabuhan Murhum saat ini menjadi bagian dari perkembangan kota yang ditandai dengan ramainya aktifitas di sepanjang jalan. Untuk mengarahkan perkembangannya di masa mendatang, sebuah pelabuhan yang memiliki prospek perkembangan yang pesat memerlukan suatu konsepsi seluruh perubahan yang berkelanjutan, yang mampu menampung perkembangan pelabuhan dengan tetap mempertahankan kawasan yang berfungsi melindungi kehidupan masyarakat sekitar. Selain itu Pelabuhan Murhum di Kota Baubau sangat mempengaruhi dinamika perkembangan kota dari segi sosial dan ekonomi. Perkembangan permukiman pada wilayah kota Baubau cenderung untuk menjauh dari pelabuhan Murhum, sementara kegiatan perekonomian cenderung untuk mendekat
  • 2. dengan pelabuhan Murhum. Dengan kata lain, keberadaan pelabuhan Murhum memiliki pengaruh yang besar terhadap aktivitas perekonomian Kota Baubau pada umumnya. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Kota Menurut Bintarto (1983), dari segi geografis kota diartikan sebagai suatu sistim jaringan kehidupan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata ekonomi yang heterogen dan bercorak materialistis atau dapat pula diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah dibelakangnya. Adisasmita (2008) mengatakan bahwa ciri atau sifat esensial dari suatu kota adalah konsentrasi basis kegiatan ekonomi, sosial, dan politik, penduduk pada tata ruang. Secara umum diketahui bahwa tempat-tempat dimana terjadi konsentrasi penduduk sering dinamakan dengan berbagai istilah seperti; kota, pusat perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan, simpul ditribusi barang dan jasa, wilayah nodal, atau pusat pemukiman. Masing- masing istilah sangat tergantung dengan asosiasi kita terhadap apa yang akan ditonjolkan terhadap tempat-tempat konsentrasi tersebut. Selanjutnya pengertian kota ditinjau dari berbagi aspek, antara lain aspek geografis, fisik, demografis, statistik, sosial, ekonomi, dan administrasi. Pengertian ini merupakan rumusan dari Nia K. Pontoh dan Iwan Kustiwan (2009). Pengertian kota ditinjau dari aspek fisik adalah suatu wilayah dengan wilayah terbangun lebih padat dibandingkan dengan area sekitarnya. Aspek demografis adalah wilayah dengan konsentrasi penduduk yang dicerminkan oleh jumlah dan tingkat kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan wilayah sekitarnya. Aspek sosial adalah suatu wilayah dengan kelompok- kelompok sosial masyarakat yang heterogen. Aspek geografis adalah suatu wilayah dengan wilayah terbangun yang lebih padat dibandingkan dengan area sekitarnya. Aspek statistik adalah suatu wilayah yang secara statistik besaran atau ukuran jumlah penduduknya sesuai dengan batasan atau ukuran untuk criteria kota. Aspek ekonomi adalah suatu wilayah yang memiliki kegiatan usaha sangat beragam dengan dominasi di sektor nonpertanian seperti perdagangan, perindustrian, pelayanan jasa, perkantoran, pengangkutan, dan lain-lain. Dan yang terakhir kota ditinjau dari aspek administrasi adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh suatu garis batas kewenangan administrasi pemerintah daerah yang ditetapkan berdasarakan peraturan perundang-undangan. Pusat-Pusat Wilayah Pemabangunan Dalam Struktur Pengembangan Wilayah Tingkat Nasional dikatakan Pusat Pembangunan merupakan sub-sistem dari Satuan Wilayah Pembangunan yang tersebar diseluruh Wilayah Nasional. Setiap wilayah memiliki pusat-pusat yang tersusun secara hirarkhis. Penerapan sistem hirarkhis ini dilakukan dengan harapan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan dan perbedaan kemakmuran antar wilayah. Disamping itu dengan sistem seperti ini pembangunan akan dapat lebih disebar luaskan sehingga tidak hanya terkonsentrasi pada wilayah tertentu saja. Dengan cara pembangunan yang berkesinambungan tersebut maka dapatlah terjadi ikatan pembangunan ekonomi nasional yang kokoh. Konsep pusat-pusat pembangunan atau pusat-pusat pertumbuhan atau sering disebut juga dengan kota diadaptasi dari beberapa teori tentang lokasi yang telah dicetuskan oleh beberapa ahli terdahulu. Peran Pelabuhan Dalam Perkembangan Wilayah Pelabuhan dapat berperan dalam merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi, perdagangan, dan industri dari wilayah pengaruhnya. Namun pelabuhan tidak menciptakan kegiatan tersebut, melainkan hanya melayani tumbuh dan berkembangnya kegiatan tersebut. Kegiatan-kegiatan seperti itulah yang meningkatkan peran pelabuhan dari hanya sebagai tempat berlabuhnya kapal menjadi pusat kegiatan perekonomian. Secara prinsip hubungan kegiatan pembangunan oleh manusia di laut tidak dapat dipisahkan dengan di pantai bahkan di darat seluruhnya. Pelabuhan menjadi sarana bangkitnya perdagangan antar pulau bahkan perdagangan antar negara, pelabuhan pada suatu daerah akan
  • 3. lebih menggairahkan perputaran roda perekonomian, berbagai jenis usaha akan tumbuh mulai dari skala kecil sampai dengan usaha skala internasional, harga-harga berbagai jenis produk akan lebih terjangkau mulai dari produksi dalam negeri sampai dengan luar negeri. Pelabuhan yang bertaraf internasional akan mengundang investor dalam dan luar negeri untuk menanamkan modal yang bermuara pada tumbuhnya perekonomian rakyat, mobilitas manusia dari berbagai penjuru akan hadir dan meninggalkan dana yang banyak. Menurut Suranto (2004), yang dikatakan Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik-turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi. Pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapai dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga di mana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang. Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan mengatakan bahwa peran pelabuhan adalah : (a) simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya; (b) pintu gerbang kegiatan perekonomian; (c) tempat kegiatan alih moda transportasi; (d) penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan; (e) tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan (f) mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara. Wilayah akan berkembang jika ada kegiatan perdagangan interinsuler dari wilayah tersebut ke wilayah lain sehingga terjadi peningkatan investasi pembangunan dan peningkatan kegiatan ekonomi serta perdagangan. Pendapatan yang diperoleh dari hasil ekspor akan mengakibatkan berkembangnya kegiatan penduduk setempat, perpindahan modal dan tenaga kerja, keuntungan eksternal dan perkembangan wilayah lebih lanjut (Damapolii, 2008). Pusat Pertumbuhan Pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di situ dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di kota tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada pola interaksi antara usaha-usaha tersebut. Pusat-pusat yang pada umumnya merupakan kota–kota besar tidak hanya berkembang sangat pesat, akan tetapi mereka bertindak sebagai pompa-pompa pengisap dan memiliki daya penarik yang kuat bagi wilayah- wilayah belakangnya yang relatif statis. Wilayah-wilayah pinggiran di sekitar pusat secara berangsurangsur berkembang menjadi masyarakat dinamis. Terdapat arus penduduk, modal, dan sumberdaya ke luar wilayah belakang yang dimanfaatkan untuk menunjang perkembangan pusat-pusat dimana pertumbuhan ekonominya sangat cepat dan bersifat kumulatif. Sebagai akibatnya, perbedaan pendapatan antara pusat dan wilayah pinggiran cenderung lebih besar (Rahardjo Adisasmita, 2005). Pemikiran dasar dari konsep titik pertumbuhan ini adalah bahwa kegiatan ekonomi di dalam suatu daerah cenderung beraglomerasi di sekitar sejumlah kecil titik fokal (pusat). Di dalam suatu daerah arus polarisasi akan bergravitasi kearah titik-titik fokal ini, yang walaupun karena jarak arus tersebut akan berkurang. Di sekitar titik fokal ini dapat ditentukan garis perbatasan dimana kepadatan arus turun sampai suatu tingkat kritis minimum, pusat tersebut dapat dikatakan titik pertumbuhan sedangkan daerah di dalam garis perbatasan adalah daerah pengaruhnya. Simpul Jasa Distribusi Interaksi antara simpul besar dengan simpul-simpul kecil dan daerah hinterlandnya merupakan unsur yang penting dalam
  • 4. konsepsinya. Tingkat interaksi ditunjukkan dari tingkat kepadatan arus barang. Semakin kuat ciri-ciri simpul berarti semakin luas dan jauh jangkauan wilayah pengaruhnya. Lebih dekat pada simpul berarti lebih banyak jenis barang yang terjangkau oleh pelayanan pemasaran, yang berarti pula lebih besar kesempatan yang tersedia untuk perkembangan kegiatan usaha. Interaksi antar simpul tersebut menunjukkan korelasi yang negatif dengan jarak. Karena simpul merupakan pula konsentrasi penduduk, maka dapat dikatakan bahwa interaksi antar simpul berkolerasi negatif terhadap jumlah penduduk. (Matoka 1994). Fungsi primer suatu simpul adalah sebagai pusat pelayanan jasa distribusi bagi wilayah pengembangannya atau wilayah nasional (bersifat ke luar), sedangkan fungsi sekundernya adalah kehidupan masyarakat di simpul yang bersangkutan (bersifat ke dalam). Perbedaan fungsi simpul tersebut mencerminkan pula perbedaan dalam jenis dan kapasitas fasilitas yang tersedia di masing- masing simpul. Hirarkhi tiap simpul ditentukan oleh kedudukannya dalam hubungan fungsional antar simpul yang dicerminkan berdasar mekanisme arus distribusi barang. Berdasarkan teori simpul jasa distribusi Purnomosidi, dapat dianalisis pola aliran komoditas dari perdesaan atau aliran barang senntral kota. Dengan asumsi bahwa pusat perdesaan akan berkembang sebagai pusat pelayanan bilamana menjadi simpul distribusi bagi desa-desa sekitarnya, baik untuk mendistribusikan hasil-hasil pertanian atau untuk mendapatkan barang-barang kebutuhan rumah tangga pertanian, maka dengan demikian dapat dianalisis bahwa bilamana suatu pusat perdesaan tidak memiliki fungsi sebagai simpul distribusi tidak akan menarik orang untuk melakukan interaksi dengan pusat tersebut. Dengan demikian fungsi-fungsi yang ada tidak akan beroperasi secara optimal yang pada gilirannya tidak akan merangsang perkembangan lebih lanjut (Matoka, 1994). Interaksi Masyarakat Desa-Kota Bintarto, (1983) mengemukakan bahwa interaksi ini dapat dilihat sebagai suatu proses yang sifatnya timbal balik dan mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari pihak-pihak yang bersangkutan baik melalui kontak langsung. Proses interaksi desa kota dapat berwujud urbanisasi, yang dimaksud adalah proses pembentukan kota, suatu proses yang digerakkan oleh perubahan-perubahan dalam masyarakat sehingga daerah-daerah yang dulu merupakan suatu daerah pedesaan lambat laun akan melalui proses yang mendadak memperoleh sifat kehidupan kota. Lebih lanjut Rondinelly (1985) mengatakan bahwa konsep urbanisasi juga mencakup pertumbuhan suatu pemukiman menjadi kota (desa menjadi kota), perpindahan penduduk ke kota (berbagai bentuk migrasi ulang alik) atau kenaikan presentase penduduk yang tinggal di kota. Proses urbanisasi ini menurut Keijo dan Collegde dalam Bintaro (1984) melalui empat proses utama yaitu : a) Adanya pemusatan kekuatan pemerintah kota sebagai pengambil keputusan dan sebagai bahan pengawas dalam menyelenggerakan hubungan kota dengan daerah sekitarnya. b) Adanya arus modal dan investasi untuk mengukur kemakmuran kota dengan wilayah sekitarnya, dan selain itu penentuan/pemilihan lokasi untuk kegiatan ekonomi mempunyai pengaruh terhadap arus bolak balik desa-kota. c) Divusi dan inovasi serta perubahan yang berpengaruh terhadap aspek sosial ekonomi budaya dan politik akan dapat memperluas kota yang lebih kecil bahkan ke daerah pedesaan. Difusi ini dapat mengubah suasana desa menjadi suasana kota. d) Migrasi dan pemukiman penduduk baru dapat terjadi apabila pengaruh kota secara terus menerus masuk ke daerah pedesaan. Sedangkan ketergantunghan kota terhadap desa itu sendiri dapat dilihat sebagai berikut. a) Sebagai suplier bahan hasil-hasil pertanian. b) Sebagai suplier bahan mentah atau bahan baku industri. c) Sebagai tempat pemasaran hasil-hasil industri. d) Sebagai Suplier tenaga kerja bagi industri pabrik dan jasa lainnya. Menurut Adisasmita (2005), bahwa interaksi adalah kontak antara dua wilayah yang dapat menimbulkan gejala baru. Batasan sederhana ini merupakan analisa lain dari pengertian terminologi interaksi yang bermuara pada kata yang dipakai untuk menerangkan kontak antara dua atau lebih wilayah secara ”kausatif” dan “ekonomis’. Kausatif artinya suatu wilayah berinteraksi dengan wilayah lain karena kebutuhan dalam kegiatan produksi akan input yang berasal dari wilayah pemasok, sedangkan ekonomis bahwa dasar yang
  • 5. tercermin dalam aktivitas ekonomi berupa konsumen dan produksi. HASIL DAN PEMBAHASAN Sejarah Perkembangan Kota Baubau Pada mulanya, Baubau merupakan pusat Kerajaan Buton (Wolio) yang berdiri pada awal abad ke-15 (1401 – 1499). Buton mulai dikenal dalam Sejarah Nasional karena telah tercatat dalam naskah Negara Kertagama Karya Prapanca pada Tahun 1365 Masehi dengan menyebut Buton atau Butuni sebagai Negeri (Desa) yang diperintah oleh seorang Raja bergelar Yang Mulia Mahaguru. Cikal bakal negeri Buton menjadi sebuah kerajaan pertama kali dirintis oleh kelompok Mia Patamiana (si empat orang) Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati yang oleh sumber lisan di Buton mereka berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada akhir abad ke- 13. Dalam periodisasi sejarah Buton telah mencatat dua fase penting yaitu masa pemerintahan kerajaan sejak tahun 1332 sampai pertengahan abad ke– 16 dengan diperintah oleh 6 orang raja diantaranya 2 orang raja perempuan yaitu Wa Kaa Kaa dan Bulawambona. Kedua raja ini merupakan bukti bahwa sejak masa lalu derajat kaum perempuan sudah mendapat tempat yang istimewa dalam masyarakat Buton. Fase kedua adalah masa Pemerintahan Kesultanan sejak masuknya agama Islam di Kerajaan Buton pada tahun 948 Hijriah (1542 Masehi) bersamaan dilantiknya Lakilaponto sebagai Sultan Buton I dengan Gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis sampai pada Muhammad Falihi Kaimuddin sebagai Sultan Buton ke – 38 yang berakhir tahun 1960. Berdasarkan historiografi lokal Buton, kawasan Bau-Bau berkembang sejak paruh awal abad ke-19. Perkembangan terjadi pasca kebakaran hebat dalam Benteng Keraton Wolio dimasa pemerintahan Sultan Buton ke-29 La Ode Muh. Aydrus Qaimuddin. Pasca peristiwa tersebut, sebagian keluarga keraton mengungsi keluar benteng, ada yang menetap di kawasan Baadia, Bariya, Tarafu, dan sebagian lainnya mendiami kawasan yang terletak di antara Nganganaumala-Kotamara dan Bonesaala. Kawasan inilah yang kemudian dinamai Bau-Bau; sebuah kawasan hunian/kota ”baru” (”bhau” menurut bahasa Wolionya). Kata bhau dalam pengertian ini juga menunjuk pada fenomena keseharian yang senantiasa berubah atau baru; bhau – sabhaa-bhaau kadhagia sebagai refleksi dinamika sosial kemasyarakatan yang terus berkembang dalam kawasan tersebut. Dalam perkembangannya, kawasan Bau- Bau pun menempati posisi laksana serambi pusat Kota ”lama” Wolio (kawasan Benteng Keraton). Keberadaan Pelabuhan Murhum memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perkembangan kota kedepan, karena letaknya yang strategis dalam jaringan perniagaan laut, kawasan kota baru (bhau- bhau) pun tumbuh pesat dan menjadi salah satu diantara deretan kota pantai yang turut memainkan peran dalam jaringan perniagaan laut nusantara. Seiring dinamika tersebut, di masa pemerintahan Sultan Muh. Aydrus dibentuk pula jabatan baru dalam hirarki pemerintahan Kesultanan yakni Lakina Bhau-Bhau untuk mengepalai kawasan ”kota baru” (bhau-bhau) tersebut. Sebagai Lakina Bhau-Bhau I adalah La Ode Rere (putra Sultan Muh. Aydrus) yang memerintah sejak awal abad ke-19. Dalam usianya yang hampir dua abad ini, Kota Bau-Bau telah memberi andil besar bagi dinamika dan kontinuitas sejarah Buton dan Sulawesi Tenggara sebagaimana terefleksi dari kedudukannya sebagai: (a) pusat pemerintahan Kerajaan Buton (abad 14 - 16), (b) pusat pemerintahan Kesultanan Buton (abad 16–20), (c) pusat pemerintahan Afdeling Boetoen en Laiwoei (sejak 1927), (d) pusat pemerintahan Onder Afdeling Boetoen, (e) Ibukota Kabupaten Sulawesi Tenggara (1950an -1964), dan (f) Ibukota Kabupaten Buton (1964-2001), Kota Administratif Baubau (1981 – 2001), serta Daerah Otonom Kota Baubau (2001 – sekarang). Cikal bakal Kota Baubau berawal dari ditunjuknya Kecamatan Wolio sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Buton, Pembentukan Kota Administratif Baubau melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1981 merupakan babak baru dalam perkembangan Kota Baubau. Wilayah Kota Administratif Baubau sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut terdiri dari 2 kecamatan (Kecamatan Wolio dan Kecamatan Betoambari) dan 23 kelurahan. Seiring dengan perkembangan wilayah kota yang semakin pesat, maka pada tahun 2001 berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001 dibentuklah Daerah Otonom Kota
  • 6. Baubau yang mencakup 4 kecamatan antara lain Kecamatan Wolio, Kecamatan Betoambari, Kecamatan Surawolio, dan Kecamatan Bungi. Pembentukan daerah otonom ini memberikan ruang yang lebih luas terhadap perkembangan Kota Baubau. semenjak tahun 2006 Kota Baubau mekar menjadi 6 (enam) kecamatan dan menjadi 7 (tujuh) kecamatan di akhir tahun 2008, saat ini Kota Baubau terdiri dari 8 Kecamatan setelah terbentuknya Kecamatan Batupoaro sebagai pemekaran dari Kecamatan Murhum. Gambar 1. Stadia Perkembangan Kota Baubau Kondisi Pelabuhan Murhum Pelabuhan Murhum di Kota Baubau terletak di Kelurahan Wale Kecamatan Wolio pada koordinat 122°36'38,56" Bujur Timur dan 5°27'15,486" Lintang Selatan, dan berada pada Selat Buton yang memisahkan Pulau Buton dan Pulau Muna. Pelabuhan Murhum merupakan pelabuhan nasional yang berada di bawah pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas I. Letak Pelabuhan Murhum berada di Kelurahan Wale Kecamatan Wolio yang merupakan Pusat Pelayanan Kota (PPK) yang berfungsi sebagai pusat perdagangan dan jasa, dan perhubungan laut. Luas Kawasan Pelabuhan Murhum pada saat ini berdasarkan hasil analisa Citra Satelit dengan menggunakan Sistim Informasi Geografis (SIG) adalah seluas 12,69 Ha. Luas lahan Kawasan Pelabuhan Murhum saat ini adalah sebesar 12,69 Ha yang terdiri dari tambat labuh kapal seluas 6,43 atau mencakup 50,67 % dari total luas lahan pelabuhan hasil analisa GIS, kolam pelabuhan seluas 2,02 Ha (15,90 %), Lapangan penumpukan petikemas seluas 1,99 Ha (15,67 %), Dermaga seluas 0,91 Ha (7,15 %), Bangunan (kantor, ruang tunggu, gudang) sebesar 0,50 Ha (3,95 %), Jalan seluas 0,36 Ha (2,84 %), Lapangan Parkir seluas 0,28 Ha (2,23 %), Lahan Kosong seluas 0,12 Ha (0,92 %) dan taman seluas 0,09 Ha (0,71 %), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Penggunaan Lahan Kawasan Pelabuhan Murhum, 2012. No. Lahan Pelabuhan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Bangunan 0,50 3,95 2 Kolam Pelabuhan 2,02 15,90 3 Lapangan Parkir 0,28 2,23 4 Lapangan Penumpukan 1,99 15,67 5 Taman 0,09 0,71 6 Dermaga 0,91 7,15 7 Jalan 0,36 2,84 8 Lahan Kosong 0,12 0,92 9 Tambat Labuh Kapal 6,43 50,67 Total 12,69 100,04 Sumber: Hasil Analisis, 2014. Gambar 2. Kondisi Pelabuhan Murhum Posisi Pelabuhan Murhum Dalam Tatanan Kepelabuhanan Nasional Posisi Pelabuhan Murhum dalam tatanan kepelabuhanan nasional berdasarkan hierarki, peran dan fungsinya merupakan pelabuhan nasional, yang mempunyai peran dan fungsi sebagai pelabuhan utama tersier yang terhubung dengan pelabuhan-pelabuhan besar lainnya, seperti Pelabuhan Makassar yang menjadi pelabuhan penghubung dengan kawasan barat Indonesia, serta menjadi pelabuhan penghubung dengan kawasan Timur lainnya seperti Pelabuhan Bitung, Pelabuhan Ambon dan Sorong yang melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah menengah, serta
  • 7. merupakan simpul dalam jaringan transportasi tingkat provinsi. Tabel 2. Kondisi Pelabuhan Murhum Berdasarkan Kriteria Kepmen Nomor KM 53 Tahun 2002 Peran Sebagai pengumpan angkutan peti kemas nasional. Sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum nasional. Skala Pelayanan Melayani angkutan petikemas nasional di seluruh Indonesia. Lokasi Pelabuhan Berada dekat dengan Jalur Pelayaran Nasional Primer (kurang dari 50 mil dari Laut Flores). Berada pada Jalur Pelayaran Nasional Sekunder Kedalaman ± 7 m lws Fasilitas Dermaga multipurpose sepanjang 180 m Jarak dengan Pelabuhan Lainnya ± 20 mil dengan pelabuhan nasional di Raha Sumber : Hasil Analisis, 2014. Gambar 3. Posisi Pelabuhan Murhum Dalam Tatanan Kepelabuhanan Nasional Pengaruh Pelabuhan Murhum Terhadap Perkembangan Wilayah Kota Baubau Pergerakkan manusia dan barang di kawasan Pelabuhan Murhum yang menimbulkan arus lalu lintas (traffic flow) merupakan konsekuensi gabungan dari aktivitas lahan di dalam kota (permintaan) dan kemampuan sistem trasportasi (darat dan laut) dalam mengatasi masalah arus lalu lintas (penawaran). Pergerakkan barang dan manusia yang terjadi pada kawasan pelabuhan mencerminkan keterhubungan suatu wilayah dengan wilayah lainnya di dalam Kota Baubau. Hubungan ini memberikan dampak bagi perkembangan Kota Baubau secara keseluruhan. Dengan demikian hubungan antar wilayah, baik secara eksternal maupun internal yang terjadi pada kawasan Pelabuhan Murhum mempengaruhi aktivitas keruangan wilayah Kota Baubau secara keseluruhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaruh interaksi antar pelabuhan lain sangat mempengaruhi aktivitas, pergerakan dan kebutuhan lahan di sekitar kawasan pelabuhan, semakin tinggi interaksi dan konektivitas pelabuhan dengan pelabuhan lainnya, maka akan semakin tinggi pula aktivitas yang terjadi pada kawasan pelabuhan tersebut, hal ini akan mempengaruhi kebutuhuan penggunaan lahan di sekitar kawasan pelabuhan dari kawasan perumahan/permukiman menjadi kawasan komersial (perdagangan dan jasa), dan secara tidak langsung akan merubah struktur penggunaan lahan Kawasan Perkotaan Baubau. Hal ini terjadi karena desakan perubahan lahan pada kawasan Pelabuhan Murhum yang berorientasi kekotaan sangat mendominasi kegiatan masyarakat sekitarnya, sehingga kebanyakan bangunan di sekitar kawasan pelabuhan tersebut tidak lagi berorientasikan sektor permukiman namum berorientasikan ke sektor perekonomian, perdagangan dan jasa, dalam hal ini penggunaan lahan didominasi oleh bangunan ruko, penginapan, pertokoan, pariwisata dan pegiatan perekonomian lainnya. Pengaruh Pelabuhan Murhum terhadap perkembangan ruang wilayah Kota Baubau menunjukkan pengaruh yang sangat besar, hal ini terlihat dari perkembangan perubahan lahan pada kawasan disekitar pelabuhan dari kawasan yang didominasi oleh perumahan dan permukiman pada awal tahun 1990 menjadi kawasan perdagangan dan jasa. Perubahan lahan tersebut memberikan indikasi bahwa, perkembangan kawasan perumahan dan permukiman di Kota Baubau semakin terdesak menjauhi Kawasan Pelabuhan Murhum, sementar kawasan perdagangan dan jasa tumbuh secara signifikan penggantikan lahan-lahan perumahan dan permukiman di sekitar kawasan pelabuhan. Tabel berikut memperlihatkan perkembangan wilayah Kota Baubau yang dipengaruhi secara langsung oleh keberadaan Pelabuhan Murhum.
  • 8. Tabel 3. Penggunaan Lahan Disekitar Kawasan Pelabuhan Murhum Tahun 1990 - 2010. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Perubahan Lahan (Ha) 1990 2000 2010 1990 - 2000 2000 - 2010 Jalan 4,93 5,14 5,55 0,21 0,41 Pelabuhan Batu 0,00 1,35 1,35 1,35 0,00 Pelabuhan Murhum 0,26 6,15 12,69 5,89 6,54 Kawasan Wisata 0,00 0,00 2,61 0,00 2,61 Semak/Belukar 5,06 2,62 1,02 -2,44 -1,60 Perdagangan dan Jasa 0,24 5,57 7,86 5,33 2,29 Perkantoran 1,89 2,83 2,77 0,94 -0,06 Perumahan/Permukiman 11,57 8,02 7,73 -3,55 -0,29 Ruang Terbuka Hijau 0,15 0,15 0,23 0,00 0,08 Sarana Ibadah 0,54 0,54 0,54 0,00 0,00 Sarana Pendidikan 0,00 0,49 0,49 0,49 0,00 Jumlah 24,64 32,86 42,84 Sumber : Hasil Analisis 2014. Tabel di atas memperlihatkan perubahan penggunaan lahan disekitar kawasan pelabuhan murhum yang terpengaruh langsung dengan aktivitas arus bongkar muat barang, jasa dan orang di Pelabuhan Murhum adalah kawasan perumahan dan permukiman menjadi kawasan perdagangan dan jasa pada kurun waktu tahun 1990 – tahun 2000, dimana luas wilayah kawasan perumahan dan permukiman pada tahun 1990 sebesar 11,57 Ha, berkurang menjadi 8,02 Ha pada tahun 2000. Sedangkan kawasan perdagangan dan jasa mengalami pertambahan wilayah dari 0,24 Ha pada tahun 1990 menjadi 5,57 Ha pada tahun 2000 dan meningkat menjadi 7,86 Ha pada tahun 2010. Pertumbuhan kawasan perdagangan dan jasa ini sebagai akibat dari perkembangan arus bongkar muat barang, jasa dan orang di Pelabuhan Murhum seiring dengan bertambahnya jumlah kunjungan kapa yang terjadi dalam kurun waktu tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pelabuhan Murhum berperan sebagai pelabuhan pengumpul dalam sistim transportasi laut di Sulawesi Tenggara dan merupakan pelabuhan yang terkoneksi dengan simpul transportasi laut nasional yang terhubung dengan Kawasan Timur dan Kawasan Barat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Perkembangan Pelabuhan Murhum berbanding lurus dengan perkembangan kawasan disekitarnya yang berimplikasi terhadap semakin terdesaknya kawasan perumahan dan permukiman yang menjauh dari Pelabuhan Murhum, sebaliknya kawasan perdagangan dan jasa semakin mendominasi pemanfaatan ruang pada kawasan pelabuhan yang mengakibatkan perubahan ruang wilayah Kota Baubau khususnya disekitar Pelabuhan Murhum dan Kota Baubau pada umumnya. Saran 1. Perlunya dilakukan penataan kawasan sekitar Pelabuhan Murhum agar tidak menimbulkan dampak kemacetan. 2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendetail terhadap kondisi pelabuhan murhum terkait dengan semakin tingginya aktivitas bongkar muat di pelabuhan yang tentunya mengakibatkan kebutuhan ruang pelabuhan semakin tinggi. DAFTAR PUSTAKA Adisamita, R. 2005. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah, Universitas Hasanudin Makasar
  • 9. Adisamita, R. 2008. Pembangunan Ekonomi Perkotaan. Penerbit Graha Ilmu. Jakarta. Bintarto, R. 1983, Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya, Ghalia Indonesia. Jakarta. Damapolii, D. W. 2008. Peran Pelabuhan Labuan Uki Terhadap Pengembanam Wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow. Masters Thesis Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang. Matoka, 1994, Studi Jangkuan Pelayanan Pusat-Pusat Pertumbuhan di Sulawesi Tenggara (Tesis, Program Magister Perencanaan Pengembangan Wilayah Pasca Sarjana Unhas,1994 tidak dipublikasikan). Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. Pontoh, Nia K. dan Kustiwan, Iwan. (2009). Pengantar Perencanaan Perkotaan. Bandung: ITB Bandung. Suranto, 2004. Manajemen Operasional Angkutan Laut dan Kepelabuhanan Serta Prosedur Impor Barang, Gramedia Pustaka Utama. Rondinelli, D.A, 1985. Applied Methods of Regional Analysis: The Spatial Dimension of Development Policy. Westview Press. London.