Dokumen tersebut membahas tentang sistem jaringan transportasi dan sistem jaringan jalan. Ia menjelaskan tentang pengelompokan sistem jaringan jalan berdasarkan status, fungsi, dan kelasnya. Dokumen juga menjelaskan tentang sistem hirarki jalan menurut fungsinya seperti jalan arteri, kolektor, dan lokal baik untuk sistem primer maupun sekunder. Selanjutnya dijelaskan tentang persyaratan teknis dari m
2. SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI
Stasiun Kereta Api
Bandara
Terminal
Stasiun Kereta Api
link
nodePemukiman
Perkantoran
Perdagangan/Jasa
Ruang Terbuka
3.
4.
5. SISTEM JARINGAN JALAN
Sebagai tulang punggung sistem jaringan transportasi
• Biaya investasi rendah
• Fleksibel memenuhi perkembangan kebutuhan dan perkembangan kota
• Pembangunan dapat dilakukan secara bertahap
• Door to door service
• Menghubungkan sistem perangkutan lain (kereta api, angkutan laut, angkutan udara)
6. SISTEM JARINGAN JALAN
Pengelompokan
Berdasarkan :
- Status : Jalan nasional - Jalan propinsi - Jalan kabupaten/kota
- Fungsi : a. Sistem primer arteri primer – kolektor primer – lokal primer
b. Sistem sekunder arteri sekunder – kolektor sekunder – jalan lingkungan
- Kelas : I, II, III, dan khusus
7. SISTEM HIRARKHI MENURUT FUNGSI
Sistem Primer
• Undang-undang tentang Jalan No. 13 Tahun 1980
• Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1985
8. Jalan Arteri Primer :
Adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan, atau
menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang ke dua.
Persyaratan Teknis :
• Kecepatan rencana > 60 km/jam
• Lebar badan jalan > 8,0 m
• Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata
• Jalan masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapat tercapai
•Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal, lalu lintas ulang-alik
• Jalan arteri primer tidak terputus walaupun memasuki kota
• Tingkat kenyamanan dan keamanan yang dinayatakan dengan indeks permukaan tidak kurang dari 2.
Sistem Jaringan Jalan Primer
9. Jalan Kolektor Primer :
Adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan
kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.
Persyaratan Teknis :
• Kecepatan rencana > 40 km/jam
• Lebar badan jalan > 7,0 m
• Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata
• Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki kota
• Jaslan masuk dibatasi sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak terganggu
• Indeks permukaan tidak kurang dari 2.
10. Jalan Lokal Primer :
Adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang
ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang di bawahnya, kota jenjang
ketiga dengan persil, atau kota di bawah jenjang ketiga sampai persil.
Persyaratan Teknis :
• Kecepatan rencana > 20 km/jam
• Lebar badan jalan > 6,0 m
• Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki kota
• Indeks permukaan tidak kurang dari 2.
12. Menurut Undang-Undang Tentang Jalan No. 13, Tahun 1980 dan Peraturan
Pemerintah No. 26 Tahun 1985, sistem prasarana jalan dibagi menjadi sistem
primer dan sistem sekunder sebagai berikut :
• Sistem Primer dikenakan untuk komponen prasarana yang berperan dalam
pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan wilayah secara keseluruhan.
Sistem jaringan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan
struktur pengembangan wilayah tingkat nasional yang menghubungkan antar
kota sesuai dengan hirarkinya (lihat gambar di bawah ini).
• Sistem sekunder dikenakan untuk komponen prasarana yang berperan dalam
pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat didalam kota. Sistem jaringan
sekunder disusun berdasarkan struktur kota yang ada dengan mengikuti
ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan
yang mempunyai fungsi primer dan sekunder sesuai dengan hirarkinya.
13. Menurut fungsi prasarana jaringan jalan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok utama yaitu jalan arteri, jalan kolektor dan jalan lokal. Masing-
masing sistem mempunyai pembagian fungsi berikut :
Jalan arteri, melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh,
kecepatan rata-rata tinggi dan jalan masuk dibatasi secara efisien.
Jalan kolektor, melayani angkutan pengumpul dengan ciri-ciri perjalanan
jarak sedang, kecepatan rendah dan jumlah jalan masuk dibatasi.
Jalan lokal melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
14. Persyaratan jalan arteri sekunder :
Kecepatan rencana > 30 km/jam
Lebar badan jalan > 8 m
Kapasitas jalan sama/ lebih besar dari volume lalu lintas rata-
rata
Tidak boleh diganggu oleh lalu lintas lambat
Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5
Jalan arteri sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan primer
dengan
Kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan
Kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan
Kawasan sekunder kedua.
15. Persyaratan jalan kolektor sekunder :
• Kecepatan rencana > 20 km/jam
• Lebar badan jalan > 7 m
• Indeks permukaan tidak kurang dari 1,5
Jalan kolektor sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kedua dengan dengan kawasan sekunder kedua atau
menghubungkan kawasan
Sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
16. Persyaratan jalan kolektor sekunder :
• Kecepatan rencana > 10 km/jam
• Lebar badan jalan > 5 m
• Indeks permukaan tidak kurang dari 1,0
Jalan lokal sekunder adalah jalan yang menghubungkan kawasan
sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder
kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai
ke perumahan.
17. Indeks permukaan (serviceability index) diperkenalkan oleh AASHTO yang diperoleh dari
pengamatan kondisi jalan, meliputi kerusakan-kerusakan seperti retak-retak, alur-alur, lubang-
lubang, lendutan pada lajur roda, kekasaran permukaan dan lain sebaginya.
Indeks Permukaan Fungsi Jalan
4 – 5 sangat baik
3 – 4 baik
2 – 3 cukup
1 – 2 kurang
0 – 1 sangat kurang
18. UU No. 13 Tahun 1980 dan PP No. 26 Tahun 1985 menggunakan
penjenjangan Kota jenjang I, II,III.
UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan PP No. 47/1997
tentang RTRWN menggunakan sistem hirarkhi : Pusat Kegiatan Nasional
(PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
Pendekatan terakhir menggunakan terminologi Simpul Aktivitas Nasional
(SAN), Simpul Aktivitas Regional (SAR), dan Simpil Aktivitas Lokal (SAL)
19. Indikator Penentu Kota Simpul Aktivitas
Nasional (SAN)
Kota Simpul Aktivitas
Regional (SAR)
Kota Simpul Aktivitas
Lokal (SAL)
Jumlah Penduduk a.Tinggi
Menarik dan
membangkitkan perjalanan
dalam jumlah besar
a.Sedang
Menarik dan
membangkitkan perjalanan
dalam jumlah sedang
a.Rendah
Menarik dan
membangkitkan perjalanan
dalam jumlah kecil
Orientasi Pergerakan
Perjalanan
• Internasional
• Regional/Antar Kota SAN
lainnya
Ke Kota Simpul Aktivitas
Nasional (SAN)
Ke Kota Simpul Aktivitas
Regional (SAR)
Wilayah Pelayanan
(hinterland) Kota
• Nasional
• Beberapa Propinsi
• Regional
• Beberapa kabupaten dan
kabupaten di propinsi
yang
berbatasan
• Lokal
• Dalam satu kabupaten
lain
yang berbatasan
Kemampuan Pelayanan Lengkap/multi fungsi Memadai/beberapa fungsi Terbatas/beberapa fungsi
pokok
Penjenjangan Kota Berdasarkan Konsep Teknis
20. KONSEP SISTEM HIRARKHI JALAN
Mobility
Land Access
Arterials
Collectors
Locals
Arteri
Kolektor
Lokal
21.
22. • Jalan 2 lajur/2 arah tanpa median = 2/2 UD
• Jalan 4 lajur/2 arah tanpa median = 4/2 UD
• Jalan 2 lajur/2 arah dengan median = 2/2 D
• Jalan 4 lajur/2 arah dengan median = 4/2 D
23. Level Of Service Indikator Kinerja Ruas
Jalan
Degree Of Saturation = DS = V/C
V = volume (smp/jam)
C = kapasitas (smp/jam)
24. KAPASITAS RUAS JALAN
Kapasitas suatu jalan didefinisikan sebagai kemampuan suatu jalan untuk menampung jumlah lalu-lintas
maksimum per satuan waktu. Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia Tahun 1997, kapasitas suatu jalan
dapat dihitung dengan rumusan dasar sebagai berikut :
Keterangan :
C = kapasitas (smp/jam)
C0 = kapasitas dasar (smp/jam)
FCW = faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP = faktor penyesuaian pemisahan arah
FCSF = faktor penyesuaian hambatan samping
FCCS = faktor penyesuaian ukuran kota
CSSFSPW xFCxFCxFCxFCCC 0=
25. Kapasitas Dasar
(Co)
Jenis Jalan Kapasitas Dasar, Co (smp/jam) Keterangan
4 lajur dgn median/jalan satu arah 1.650 Per lajur
4 lajur/2 arah tanpa median 1.500 Per lajur
2 lajur/2 arah tanpa median 2.900 Total 2 arah
Sumber : IHCM, 1997
26. Faktor Koreksi Untuk Lebar Badan Jalan (FCw)
Tipe Jalan Lebar Efektif Badan Jalan FCW
4 lajur dgn median (4/2 D),
atau jalan satu arah (4/1 UD)
Per lajur
3,00 meter 0.92
3,25 meter 0.96
3,50 meter 1.00
3,75 meter 1.04
4,00 meter 1.08
4 lajur tanpa median (4/2 UD)
Per lajur
3,00 meter 0,91
3,25 meter 0,95
3,50 meter 1,00
3,75 meter 1,05
4,00 meter 1,09
2 lajur/2 arah tanpa median (2/2 UD)
Lebar untuk 2 lajur
5,00 meter 0,56
6,00 meter 0,87
7,00 meter 1,00
8,00 meter 1,14
9,00 meter 1,25
10,00 meter 1,29
11,00 meter 1,34
Sumber : IHCM, 1997
27. Faktor Koreksi Untuk Pemisahan Arus (FCSP)
Pemisahan Arus (% - %)
50-50 55-45 60-40 65-35 73-30
FCSP
2/2 UD 1.00 0.97 0.94 0.91 0.88
4/2 UD 1.00 0.985 0.97 0.955 0.94
Faktor Koreksi Untuk Hambatan Samping (FCSF)
Tipe Jalan
Kategori Hambatan Samping
Faktor Koreksi Akibat Hambatan Samping FCSF
Lebar Efektif Bahu Jalan (meter)
≤ 0.5 1.0 1.5 ≥ 2.0
4/2 D
Sangan Rendah (VL) 0,96 0,98 1,01 1,03
Rendah (L) 0,94 0,97 1,00 1,02
Sedang (M) 0,92 0,95 0,98 1,00
Tinggi (H) 0,88 0,92 0,95 0,98
Sangat Tinggi (VH) 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD
Sangan Rendah (VL) 0,96 0,99 1,01 1,03
Rendah (L) 0,94 0,97 1,00 1,02
Sedang (M) 0,92 0,95 0,98 1,00
Tinggi (H) 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat Tinggi (VH) 0,80 0,86 0,90 0,95
2/2 UD atau
2/1 arah
Sangan Rendah (VL) 0,94 0,96 0,99 1,01
Rendah (L) 0,92 0,94 0,97 1,00
Sedang (M) 0,89 0,92 0,95 0,98
Tinggi (H) 0,82 0,86 0,90 0,95
Sangat Tinggi (VH) 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber : IHCM, 1997
28. Faktor Koreksi Untuk Penyesuaian Ukuran Kota (FCCS
)
Ukuran Kota (Jutaan Penddk)
Faktor Koreksi Ukuran Kota (FCCS
)
< 0,1 0,86
0,1 – 0,5 0,90
0,5 – 1,0 0,94
1,0 – 3,0 1,00
> 3,0 1,04
29. KAPASITAS JALAN
C (kapasitas) = 2.900 x 0,87 x 0,94 x 0,92 x 0,94 = 2.183 (smp/jam)
C0 = kapasitas dasar (smp/jam) = 2.900 smp/jam
FCW = faktor penyesuaian lebar jalan = 0,87
FCSP = faktor penyesuaian pemisahan arah = 0,94
FCSF = faktor penyesuaian hambatan samping = 0,92
FCCS = faktor penyesuaian ukuran kota = 0,94
A
A
Badan jalan = 2 X 3,0 meter
Bahu jalan = 1,0 meter
Bahu jalan = 1,0 meter
Badan jalan = 2 X 3,0 meter
Bahu jalan = 1,0 meter
30. Volume lalu-lintas merupakan besarnya lalu-lintas kendaraan yang melewati suatu ruas jalan dalam
satuan waktu tertentu. Volume lalu-lintas biasanya dinyatakan dalam kendaraan per jam atau smp per
jam. Konversi kedua dimensi tersebut dirumuskan seperti dalam persamaan berikut :
V = EHV x HV + ELV x LV + EMC x MC
Keterangan :
V = Volume lalu lintas (smp/jam)
EHV = Ekivalensi kendaraan berat
HV = Jumlah kendaraan berat dalam lalu-lintas
ELV = Ekivalensi kendaraan ringan
LV = Jumlah kendaraan ringan dalam lalu lintas
EMC = Ekivalensi sepeda motor
MC = Jumlah sepeda motor dalam lalu-lintas
VOLUME LALU LINTAS