SlideShare a Scribd company logo
1 of 74
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
NOMOR ……… TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2011-2031
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR SULAWESI TENGGARA

Menimbang :

a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Provinsi Sulawesi
Tenggara dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna,
berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan
keamanan, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 perlu disusun rencana tata ruang
wilayah;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar
sektor, daerah dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah
merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan
pemerintah, masyarakat dan/atau dunia usaha;
c

bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka
perlu penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, b dan c perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Peraturan Daerah.

1
Mengingat

: 1. Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 perubahan kedua;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Pembentukan
Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Tingkat I Sulawesi Tenggara
dengan mengubah Undang-undang Nomor 47 Prp Tahun 1960
tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara – Tengah dan
Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan – Tenggara (Lembaran Negara
Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2687);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4833);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaran
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5103);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata
Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5160).

2
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
dan
GUBERNUR SULAWESI TENGGARA
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI
SULAWESI TENGGARA TAHUN 2011-2031
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara.
2.

Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

3. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Tenggara.
4.

Kepala Daerah adalah Gubernur Sulawesi Tenggara yang dibantu oleh seorang
Wakil Gubernur.

5.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD adalah DPRD
Provinsi Sulawesi Tenggara.

6.

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945.

7.

Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota dalam lingkup Provinsi Sulawesi Tenggara.

8.

Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di lingkup
Provinsi Sulawesi Tenggara.

9.

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat RTRWP adalah
hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran strategi dan arahan
kebijakan pemanfaatan ruang wilayah Nasional dan Pulau Sulawesi ke dalam
struktur dan pola ruang wilayah Provinsi.

3
10. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
11. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
12. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
14. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau
aspek fungsional.
15. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat
yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
16. Pola ruang adalah adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi
budidaya.
17. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan
pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.
18. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang
sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program
beserta pembiayaannya.
19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang.
20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.
21. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya
buatan.
22. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dan sumberdaya buatan.
23. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budidaya, baik di ruang darat maupun
ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya.
24. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan.
25. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial
dan kegiatan ekonomi.

4
26. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan
ekonomi.
27. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan
perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan
perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang
dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan
jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa.
28. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau
lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
29. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap
ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
30. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah kawasan strategis kabupaten/kota se
Sulawesi Tenggara.
31. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut KEK adalah kawasan dengan
batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas
tertentu.
32. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama
ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas
perikanan, pelayanan jasa dan/atau kegiatan pendukung lainnya.
33. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional atau beberapa
provinsi.
34. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa
kabupaten/kota.
35. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
36. Pusat Pelayanan Lokal yang selanjutnya disebut PPL adalah kawasan perkotaan yang
berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa kelurahan/desa.
37. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan
ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan
yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
38. Zonasi adalah blok tertentu yang ditetapkan penataan ruangnya untuk fungsi tertentu.
39. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan
ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5
40. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
41. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
42. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang
digunakan untuk kepentingan pertahanan.
43. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan
kabel.
44. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan
dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh
pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis.
45. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang
dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
46. Wilayah sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan
sumberdaya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil
yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
47. Daerah aliran sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan
yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang
berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau ke laut secara alami yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan.
48. Sumberdaya air adalah air, sumber air dan daya air yang terkandung di dalamnya.
49. Daerah Irigasi selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari
satu jaringan irigasi.
50. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh
secara alamiah maupun yang sengaja ditanam
51. Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat KLHS adalah
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.
52. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat, korporasi dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam
penataan ruang.

6
53. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
54. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD adalah
badan bersifat adhoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Sulawesi Tenggara dan
mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Gubernur dalam koordinasi
penataan ruang di daerah.
BAB II
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi
Pasal 2
Tujuan penataan ruang wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara adalah untuk mewujudkan
tatanan ruang wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara yang berbasis pada sektor pertanian
dalam arti luas, pertambangan serta kelautan dan perikanan terkait pariwisata guna
mendukung peningkatan taraf hidup masyarakat dengan mempertimbangkan
pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh wilayah provinsi serta menjaga kelestarian
dan daya dukung lingkungan hidup dalam rangka mencapai pembangunan yang
berkelanjutan.
Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Provinsi
Pasal 3
Kebijakan yang ditempuh untuk mewujudkan penataan ruang wilayah provinsi adalah :
a.

menata dan mengalokasikan sumberdaya lahan secara proporsional melalui berbagai
pertimbangan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan di sektor unggulan
pertanian, pertambangan serta kelautan dan perikanan;

b.

meningkatkan aksesibilitas dan pengembangan pusat-pusat kegiatan sektor terhadap
pusat-pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal melalui pengembangan struktur
ruang secara terpadu;

c.

menetapkan pola ruang secara proporsional untuk mendukung pemanfaatan
sumberdaya alam secara optimal, seimbang dan berkesinambungan;

d.

menetapkan kawasan strategis dalam rangka pengembangan sektor unggulan dan
pengembangan sosial ekonomi secara terintegrasi dengan wilayah sekitar; dan

e.

pengembangan sumberdaya manusia yang mampu mengelola sektor unggulan secara
profesional dan berkelanjutan.

7
Pasal 4
Strategi dalam mewujudkan pengembangan sektor pertanian dalam arti luas terdiri atas :
a.

menata dan mengalokasikan sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian
tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura serta pengembangan lahan peternakan
secara proporsional;

b.

mengembangkan sarana dan prasarana guna mendukung aksesibilitas dan pusat-pusat
pertumbuhan pertanian tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura serta
pengembangan lahan peternakan terhadap pusat-pusat kegiatan nasional, wilayah dan
lokal;

c.

mengintegrasikan kawasan unggulan pertanian tanaman pangan, perkebunan dan
hortikultura serta pengembangan lahan peternakan dengan wilayah sekitar dan
kawasan unggulan lain; dan

d.

peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang mampu mengelola sektor pertanian
tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura serta peternakan secara profesional
dan berkelanjutan melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.

Pasal 5
Strategi dalam mewujudkan pengembangan sektor pertambangan terdiri atas :
a.

menata dan menetapkan kawasan pertambangan;

b.

mengembangkan pusat industri pertambangan nasional sebagai suatu kawasan
pertambangan dan pengolahan bahan tambang secara terpadu;

c.

mengembangkan sarana dan prasarana pendukung guna menunjang aksesibilitas
pusat kawasan industri pertambangan dengan usaha ekonomi pada wilayah sekitar;

d.

mengembangkan sarana dan prasarana pendukung untuk menunjang aksesibilitas
perdagangan antar pulau dan ekspor;

e.

mengintegrasikan usaha-usaha untuk mendukung pengembangan pusat industri
pertambangan nasional dengan usaha-usaha ekonomi masyarakat sekitar;

f.

mengembangkan sistem pengelolaan lingkungan secara preventif maupun kuratif
sebelum dan sesudah eksplorasi bahan tambang dan limbah pabrik pengolahan; dan

g.

pengembangan sumberdaya manusia secara komprehensif untuk mengelola industri
pertambangan nasional secara menyeluruh dengan melaksanakan pelatihan teknis
dan membangun sekolah kejuruan dan pendidikan keahlian (sarjana dan
pascasarjana).

Pasal 6
Strategi dalam mewujudkan pengembangan sektor kelautan dan perikanan terdiri atas :
a.

menata dan mengalokasikan sumberdaya lahan secara proporsional melalui berbagai
pertimbangan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan di sektor kelautan
dan perikanan;

8
b.

meningkatkan aksesibilitas dan pengembangan pusat-pusat kegiatan sektor kelautan
dan perikanan terhadap pusat-pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal melalui
pengembangan struktur ruang secara terpadu;

c.

menetapkan pusat kawasan pengembangan sektor perikanan dan kelautan berupa
kawasan pengembangan budidaya perairan dan kawasan perikanan tangkap secara
terintegrasi dengan usaha-usaha ekonomi wilayah sekitar;

d.

melindungi dan mengelola sumberdaya kelautan untuk kebutuhan perlindungan
plasma nutfah, terumbu karang, dan sumberdaya hayati untuk kelangsungan produksi
dan pengembangan ekowisata; dan

e.

mengembangkan fasilitas pelayanan pendidikan dan latihan secara profesional dan
berkelanjutan.
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7

(1) Rencana struktur ruang wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara meliputi:
a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana struktur ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta dengan skala ketelitian minimal 1:250.000, yang tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
Bagian Kedua
Pusat-Pusat Kegiatan
Pasal 8
(1) Pusat-pusat kegiatan di Provinsi Sulawesi Tenggara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf a meliputi :
a. PKN di Kota Kendari sebagai Ibukota Provinsi;
b. PKNp di Kota Baubau;
c. PKW di Unaaha, Lasolo, Raha dan Kolaka;
d. PKWp di Pasarwajo, Wangi-Wangi dan Latao; dan
e. PKL di Lasusua, Andoolo, Torobulu, Kasipute, Buranga, Kulisusu, Lakudo,
Asera dan Wanggudu.

9
(2) Rencana pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan
sebagai Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
Bagian Ketiga
Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 9
Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b
meliputi:
a.

sistem jaringan transportasi darat;

b.

sistem jaringan perkeretaapian;

c.

sistem jaringan transportasi laut; dan

d.

sistem jaringan transportasi udara.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 10
(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a
terdiri atas:
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan terdiri atas :
1. jaringan jalan;
2. jaringan prasarana lalu lintas; dan
3. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.
b. jaringan penyeberangan.
(2) Rincian sistem jaringan lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum sebagai Lampiran III – Lampiran V, yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 11
(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 1 terdiri
atas:
a.

jaringan jalan nasional yang terkait dengan wilayah provinsi;
dan

b.

jaringan jalan provinsi.

(2) Jaringan jalan nasional yang terkait dengan wilayah provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a yang merupakan jalan kewenangan pemerintah terdiri atas :
a. jaringan jalan arteri primer terdiri atas:
1. Jalan lintas tengah Sulawesi meliputi Bts. Prov. Sulsel - Tolala - Lelewawo
sepanjang 40,071 Km, Lelewawo - Batu Putih - Lapai sepanjang 50,969 Km,
10
Lapai - Lasusua sepanjang 41,180 Km, Lasusua – Bts. Kab. Kolaka Utara
dengan Kab. Kolaka sepanjang 54,541 Km, Bts. Kab. Kolaka Utara/Kab.
Kolaka – Wolo sepanjang 24,070 Km, Wolo – Bts. Kab. Kolaka sepanjang
53,150 Km, Jln. Abadi (Kolaka) sepanjang 6,285 Km, Jln. HKSN (Kolaka)
sepanjang 0,310 Km, Jln. TPI (Kolaka) sepanjang 0,653 Km dan Jln. Kartini
(Kolaka) sepanjang 1,071 Km;
2. jalan lintas timur Sulawesi yaitu Kendari – Simpang Pohara meliputi Pohara –
Bts. Kota Kendari sepanjang 8 Km, Jln. W.R. Supratman (Kendari) sepanjang
0,565 Km, Jln. Soekarno (Kendari) sepanjang 0,424 Km, Jln. M. Hatta
(Kendari) sepanjang 0,809 Km, Jln. Diponegoro (Kendari) sepanjang 0,728
Km, Jln.Sultan Hasanuddin (Kendari) sepanjang 1,621 Km, Jln. Sutoyo
(Kendari) sepanjang 1,110 Km, Jln. S. Parman (Kendari) sepanjang 1,076 Km,
Jln. Sam Ratulangi (Kendari) sepanjang 1,421 Km, Jln. Suprapto (Kendari)
sepanjang 5,555 Km dan Jln. Pattimura (Kendari) sepanjang 2,705 Km;
3. jalan pengumpan antar jalan lintas Sulawesi yaitu Kolaka – Unaaha – Simpang
Pohara/jalan penghubung lintas meliputi Jln. Pramuka (Kolaka) sepanjang
1,610 Km, Jln. Pemuda (Kolaka) sepanjang 5,886 Km, Kolaka (Simpang
Kampung Baru) – Rate-rate (Bts. Kab. Kolaka/Konawe) sepanjang 58,848 Km,
Rate-rate (Bts. Kab. Kolaka) – Bts. Unaaha sepanjang 31,322 Km, Jln. Inowa
(Unaaha) sepanjang 2,452 Km, Jln. Sapati (Unaaha) sepanjang 1,160 Km, Jln.
Jend. Sudirman (Unaaha) sepanjang 1,831 Km, Jln. Diponegoro (Unaaha)
sepanjang 2,210 Km, Jln. A. Yani (Unaaha) sepanjang 3,317 Km, Jln.
Monginsidi (Unaaha) sepanjang 4,274 Km dan Wawotobi/Bts. Unaaha –
Simpang Pohara sepanjang 37,317 Km;
4. jalan lintas pulau Buton yaitu Labuan – Maligano – Wakangka – Baubau
meliputi Labuan – Maligano sepanjang 39,650 Km, Maligano – Pure sepanjang
25,410 Km, Pure – Labundao – Todanga/Bts. Kab. Muna – Wakangka –
Mataompana sepanjang 40,137 Km, Mataompana – Sp.3 Bure Km 1,40/SP. 3
Jln. Hasanudin – Jln. Pahlawan (Baubau) sepanjang 48,028 Km, Jln. RA.
Kartini (Baubau) sepanjang 0,707 Km, Jln. Murhum (Baubau) sepanjang 1,690
Km dan Jln. Gajahmada (Baubau) sepanjang 2,530 Km;
5. jalan pulau Buton meliputi Bts. Kota Baubau – Pasarwajo – Banabungi
sepanjang 41,631 Km, Jln. KS. Tubun (Baubau) sepanjang 0,108 Km, Jln.
Jend. Sudirman (Baubau) sepanjang 0,462 Km dan Jln. Sultan Hasanuddin
(Baubau) sepanjang 0,925 Km; dan
6. jalan lainnya meliputi Bts. Kota (Ranomeeto) – Bandar Udara Haluoleo
sepanjang 11,110 Km, Jln. P. Tendean (Kendari) sepanjang 2,887 Km, Jln.
D.I. Panjaitan (Kendari) sepanjang 3,593 Km, Jln. A. Yani (Kendari) sepanjang
4,700 Km, Jln. Drs. A. Silondae sepanjang 1,635 Km dan Awunio – Amolengu
sepanjang 24,660 Km.

11
b.

jaringan jalan kolektor primer yang menghubungkan antar
ibukota provinsi (K-1) terdiri atas :
1. jalan lintas tengah Sulawesi Tenggara meliputi Simpang Kampung Baru –
Pomalaa sepanjang 22,816 Km, Pomalaa – Wolulu sepanjang 32,878 Km,
Wolulu – Batas Kab. Kolaka/ Kab. Bombana sepanjang 20,057 Km, Bts. Kab.
Kolaka/Kab. Bombana – Boepinang sepanjang 29,552 Km, Boepinang –
Bambaea sepanjang 36,291 Km, Bambaea – Simpang Kasipute sepanjang
49,221 Km, Bts. Kab. Konawe Selatan/Kab. Bombana – Tinanggea sepanjang
21,387 Km, Tinanggea – Simpang 3 Torobulu sepanjang 32,296 Km, Torobulu
(Dermaga) – Ambesea sepanjang 15,317 Km, Ambesea – Lainea sepanjang
16,560 Km, Lainea – Awunio sepanjang 22,803 Km, Awunio – Lapuko
sepanjang 19,026 Km, Lapuko – Tobimeita sepanjang 38,985 Km dan
Tobimeita – Lapulu - Wua-wua (Kendari) sepanjang 11,274 Km;
2. jalan lintas timur Sulawesi meliputi Bts. Prov. Sulteng (Buleleng) – Lamonae –
Landawe sepanjang 55,769 Km, Landawe – Kota Maju – Asera sepanjang
31,033 Km, Asera (Jembatan Lasolo) – Andowia sepanjang 12,210 Km,
Andowia – Belalo/Lasolo sepanjang 23,484 Km, Belalo/Lasolo – Taipa
sepanjang 25,704 Km, Taipa – Bts. Kab. Konawe Utara/Kab. Konawe
sepanjang 26,334 Km dan Bts. Kab. Konawe Utara/Kab. Konawe – Pohara
sepanjang 21,628 Km; dan
3. jalan lainnya meliputi Jln. Bumi Praja/Boulevard (Kendari) sepanjang 5,100
Km, Jln. Haluoleo (Kendari) sepanjang 0,700 Km, Jln. Martandu (Kendari)
sepanjang 1,700 Km, Jln. Pahlawan (Baubau) sepanjang 6,565 Km,
Pasarwajo/Wakoko – Tanamaeta – Matanauwe sepanjang 19,936 Km dan
Matanauwe – Lasalimu (Dermaga Ferry) sepanjang 38,222.

(3) Jaringan jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a.

jaringan jalan kolektor primer yang
menghubungkan antara ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota (K-2) terdiri
atas :
1. jalan Pulau Muna yaitu Tampo – Raha – Lakapera – Wara meliputi Tampo –
Raha sepanjang 24,10 Km, Jln. A. Yani (Raha) sepanjang 1,00 Km, Jln. M. H.
Thamrin (Raha) sepanjang 0,50 Km, Jln. Gatot Subroto (Raha) sepanjang 4,10
Km, Raha - Lakapera sepanjang 62,30 Km, Jln. Jend.Sudirman (Raha)
sepanjang 0,30 Km, Jln. Dr. Sutomo (Raha) sepanjang 0,30 Km, Jln. Basuki
Rahmat (Raha) sepanjang 1,10 Km dan Lakapera - Wara - Wamengkoli
sepanjang 38,60 Km;
2. jalan Pulau Buton meliputi Lasalimu – Kamaru sepanjang 23,20 Km, Kamaru
– Lawele sepanjang 28,50 Km, Lawele – Bubu sepanjang 32,00 Km, Bubu –
Ronta sepanjang 30,50 Km, Ronta – Lambale sepanjang 15,00 Km dan
Lambale – Ereke sepanjang 31,70 Km; dan
3. jalan lainnya meliputi Ambesea – Lepo-lepo – Punggaluku sepanjang 8,30
Km, Punggaluku – Alangga sepanjang 28,90 Km, Alangga – Tinanggea

12
sepanjang 16,78 Km, Jalan Lingkar Kendari sepanjang 46,00 Km, Nangananga/Bumi Praja - Tobimeita sepanjang 10,80 Km, Lepo-Lepo – Punggaluku
sepanjang 40,80 Km, Motaha – Alangga sepanjang 36,55 Km, Lambuya –
Motaha sepanjang 29,20 Km, Ambaipua – Motaha sepanjang 39,80 Km,
Kendari – Toronipa sepanjang 16,40 Km, Toronipa – Batu Gong sepanjang
19,50 Km, Mandonga – Batu Gong sepanjang 15,00 Km, Wawotobi – Belalo
sepanjang 39,30 Km, Rate Rate – Poli-polia sepanjang 20,20 Km, Poli-polia –
Lapoa sepanjang 53,60 Km dan Batu Putih – Porehu – Tolala sepanjang 50,80
Km.
b.

jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota
kabupaten/kota (K-3) meliputi Tetewatu - Pondoa (S. Wataraki) sepanjang 25,50
Km, Pondoa (S. Wataraki) – Routa sepanjang 48,93 Km, Lagadi – Tondasi
sepanjang 35,50 Km, Wangi-Wangi – Tapanuanda – Jalan Masuk Bandara
Matahora sepanjang 21,53 Km dan Usuku – Lapter – Onemay sepanjang 9,50
Km.

c. jalan strategis provinsi meliputi Langara – Lampeapi sepanjang 13,95 Km,
Lampeapi – Munse sepanjang 21,81 Km, Simpang 3 Lombe – Mawasangka
sepanjang 37,50 Km, Routa – Bts. Kab. Konawe/Kolaka Utara sepanjang 46,42
Km, Bts. Kab. Konawe/Kab. Kolaka Utara – Porehu sepanjang 23,21 Km, Ereke –
Waode Buri sepanjang 12,50 Km, Waode Buri – Labuan sepanjang 67,10 Km,
Sikeli – Teomokole – Dongkala sepanjang 38,60 Km.
Pasal 12
Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b
angka 2 terdiri atas:
a. terminal penumpang tipe A eksisting di Kota Kendari dan rencana terminal
penumpang tipe A di Kota Baubau. Terminal penumpang tipe B di Kota Kendari,
Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe, Kabupaten Muna, Kabupaten Kolaka Utara,
Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana,
Kabupaten Buton dan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi;
b. terminal barang berupa terminal truk angkutan barang yang lokasinya dekat
pergudangan, pelabuhan laut dan pelabuhan penyeberangan yaitu direncanakan di
Kota Kendari, Kota Baubau dan Kabupaten Kolaka;
c. rencana jembatan Bahteramas Teluk Kendari di Kota Kendari, rencana jembatan
yang menghubungkan Kota Baubau dengan Pulau Makassar dan rencana jembatan
yang menghubungkan Pulau Muna dengan Pulau Buton; dan
d. jembatan timbang Simpang Tiga Kolaka-Kendari di Kabupaten Kolaka, jembatan
timbang Poros Kendari-Kolaka di Kota Kendari, jembatan timbang di Lasusua
Kabupaten Kolaka Utara dan rencana jembatan timbang di setiap kabupaten dan kota
selain Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara dan Kota Kendari.

13
Pasal 13
Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1) huruf c angka 3 meliputi:
(1)

trayek Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) meliputi :
a. Makassar – Bajoe – Kolaka – Kendari;
b. Toraja – Malili – Kolaka Utara – Kolaka – Konawe - Kendari;
c. Pinrang – Kolaka – Kendari;
d. Pare-Pare – Pinrang – Bone – Kolaka - Kendari;
e. Rantepao – Palopo – Malili – Kolaka Utara – Kolaka – Konawe - Kendari;
f. Makassar – Pare-Pare – Toraja – Palopo – Malili – Kolaka – Konawe - Kendari;
dan
g. Raha – Bira – Makassar.

(2)

trayek Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) meliputi :
a. Kendari – Konawe;
b. Kendari – Konawe Selatan;
c. Kendari – Konawe Utara;
d. Kendari – Kolaka Utara;
e. Kendari – Bombana;
f. Kendari – Baubau;
g. Kendari – Raha;
h. Kendari – Buton Utara;
i. Kendari – Buton; dan
j. Raha – Waara – Baubau.

(3) trayek angkutan perintis meliputi :
a.

Kendari – Benua (101
km);

b.

Kendari – Lamonae
(240 km);

c.

Teomokole
Dongkala (60 km);

d.

Kendari
Mawasangka
km);

e.

Kendari – Tondasi
(170 km); dan

f.

Kendari –
(400 km).

14

–

–
(215

Bungku
Pasal 14
(1) Jaringan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b terdiri atas :
a.

pelabuhan penyeberangan; dan

b.

lintas penyeberangan.

(2) Pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. pelabuhan penyeberangan yang berfungsi untuk pelayanan kapal penyeberangan
antar provinsi meliputi Pelabuhan Penyeberangan Tondasi di Kabupaten Muna,
Pelabuhan Penyeberangan Kolaka di Kabupaten Kolaka dan Pelabuhan
Penyeberangan Lasusua di Kabupaten Kolaka Utara;
b. rencana pelabuhan penyeberangan yang berfungsi untuk pelayanan kapal
penyeberangan antar provinsi yaitu pelabuhan penyeberangan di Kabupaten
Konawe Utara;
c. pelabuhan penyeberangan yang berfungsi untuk pelayanan kapal penyeberangan
dalam provinsi terletak di :
1. Kabupaten Buton meliputi Pelabuhan Penyeberangan Waara, Pelabuhan
Penyeberangan Mawasangka dan Pelabuhan Penyeberangan Kamaru;
2. Kota Kendari yaitu Pelabuhan Penyeberangan Kendari;
3. Kabupaten Konawe yaitu Pelabuhan Penyeberangan Langara;
4. Kabupaten Konawe Selatan yaitu Pelabuhan Penyeberangan Torobulu;
5. Kabupaten Muna yaitu Pelabuhan Penyeberangan Tampo;
6. Kota Baubau yaitu Pelabuhan Penyeberangan Bau-bau;
7. Kabupaten Bombana yaitu Pelabuhan Penyeberangan Dongkala; dan
8. Kabupaten Wakatobi yaitu Pelabuhan Penyeberangan Wanci.
d. rencana pelabuhan penyeberangan yang berfungsi untuk pelayanan kapal
penyeberangan dalam provinsi terletak di:
1. Kabupaten Konawe Selatan meliputi Pelabuhan Penyeberangan Amolengu dan
Pelabuhan Penyeberangan Matabubu;
2. Kabupaten Buton Utara yaitu Pelabuhan Penyeberangan Labuan;
3. Kabupaten Muna meliputi Pelabuhan Penyeberangan Raha, Pelabuhan
Penyeberangan Pure dan Pelabuhan Penyeberangan Pajala;
4. Kabupaten Bombana meliputi Pelabuhan Penyeberangan Bambaea, Pelabuhan
Penyeberangan Sikeli, Pelabuhan Penyeberangan Puulemo dan Pelabuhan
Penyeberangan Tanjung Pising; dan
5. Kabupaten Wakatobi meliputi Pelabuhan Penyeberangan Liya Togo (Pulau
Wangi-Wangi), Ambeua (Pulau Kaledupa), Bontu-bontu (Pulau Tomia) dan
Palahidu (Pulau Binongko).
(3) Lintas penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :

15
a. lintas penyeberangan antar provinsi pada perairan Teluk Bone antara Pelabuhan
Penyeberangan Tondasi dengan Pelabuhan Penyeberangan Bira (Bulukumba,
Provinsi Sulawesi Selatan), Pelabuhan Penyeberangan Kolaka dengan Pelabuhan
Penyeberangan Bajoe (Bone, Provinsi Sulawesi Selatan) dan antara Pelabuhan
Penyeberangan Lasusua dengan Pelabuhan Penyeberangan Siwa (Sengkang,
Provinsi Sulawesi Selatan);
b. rencana lintas penyeberangan antar provinsi pada perairan Selat Salabangka
(Provinsi Sulawesi Tenggara – Provinsi Sulawesi Tengah) antara rencana
pelabuhan penyeberangan di Kabupaten Konawe Utara dengan Pelabuhan
Penyeberangan di Provinsi Sulawesi Tengah;
c. lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Wawonii antara
Pelabuhan Penyeberangan Kendari dengan Pelabuhan Penyeberangan Langara;
d. lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Tiworo antara Pelabuhan
Penyeberangan Torobulu dengan Pelabuhan Penyeberangan Tampo;
e. rencana lintas penyeberangan dalam provinsi pada pada perairan Selat Tiworo
antara rencana Pelabuhan Penyeberangan Amolengu dengan Pelabuhan
Penyeberangan Labuan dan antara rencana Pelabuhan Penyeberangan Matabubu
dengan Pelabuhan Penyeberangan Raha;
f. lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Buton antara Pelabuhan
Penyeberangan Bau-Bau dengan Pelabuhan Penyeberangan Waara;
g. rencana lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Buton antara
rencana Pelabuhan Penyeberangan Raha dengan Pelabuhan Penyeberangan Pure;
h. lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Muna antara Pelabuhan
Penyeberangan Mawasangka dengan Pelabuhan Penyeberangan Dongkala;
i. lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Laut Banda antara Pelabuhan
Penyeberangan Kamaru dengan Pelabuhan Penyeberangan Wanci;
j. rencana lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Kabaena antara
rencana Pelabuhan Penyeberangan Bambaea dengan Pelabuhan Penyeberangan
Sikeli, antara rencana Pelabuhan Penyeberangan Dongkala dengan Pelabuhan
Penyeberangan Bambaea, antara rencana Pelabuhan Penyeberangan Puulemo
dengan Pelabuhan Penyeberangan Tanjung Pising;
k. rencana lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Kabaena dan
Selat Muna antara rencana Pelabuhan Penyeberangan Puulemo dengan Pelabuhan
Penyeberangan Pajala; dan
l. rencana lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Kaledupa, Selat
Tomia dan Selat Binongko diantara rencana Pelabuhan Penyeberangan Liya Togo
di Pulau Wangi-Wangi – Pelabuhan Penyeberangan Ambeua di Pulau Kaledupa –
Pelabuhan Penyeberangan Bontu-bontu di Pulau Tomia – Pelabuhan
Penyeberangan Palahidu di Pulau Binongko.
(4) Rincian sistem jaringan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum sebagai Lampiran VI dan VII, yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
16
Paragraf 2
Sistem Jaringan Perkeretaapian
Pasal 15
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 huruf b yaitu jaringan jalur kereta api lintas cabang.
(2) Jaringan jalur kereta api lintas cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. sistem jaringan jalur kereta api lintas cabang meliputi jalur kereta api Kendari Kolaka (prioritas sedang) dan jalur kereta api Kolaka – Poso (prioritas rendah);
dan
b. simpul jaringan jalur kereta api barang di Provinsi Sulawesi Tenggara meliputi
stasiun Kendari di Kota Kendari dan stasiun Kolaka di Kabupaten Kolaka.
(3) Pengembangan jaringan kereta api di Provinsi Sulawesi Tenggara dititikberatkan
pada angkutan barang.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 16
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c terdiri
atas:
a.

tatanan kepelabuhanan; dan

b.

trayek angkutan laut.

(2) Tatanan kepelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari :
a. pelabuhan pengumpul terletak di :
1.

Kota Baubau yaitu Pelabuhan Murhum;

2.

Kota Kendari meliputi Pelabuhan Laut Nusantara Kendari dan rencana
Pelabuhan Kontainer Bungkutoko;

3.

Kabupaten Kolaka meliputi Pelabuhan Kolaka dan Pelabuhan Pomalaa;

4.

Kabupaten Kolaka Utara meliputi Pelabuhan Ranteangin dan Pelabuhan
Watunohu;

5.

Kabupaten Muna yaitu Pelabuhan Laut Nusantara Raha; dan

6.

Kabupaten Wakatobi yaitu Pelabuhan Pangulubelo Wangi-Wangi.

b. pelabuhan pengumpan terletak di :
1.

Kabupaten Muna meliputi Pelabuhan Pajala, Pelabuhan Tampo dan
Pelabuhan Maligano;

2.

Kabupaten Buton meliputi Pelabuhan Lasalimu, Pelabuhan Banabungi dan
Pelabuhan Labuhan Belanda;

17
3.

Kabupaten Wakatobi meliputi Pelabuhan Usuku, Pelabuhan Kaledupa dan
Pelabuhan Popalia-Binongko;

4.

Kabupaten Bombana meliputi Pelabuhan Kasipute, Pelabuhan Sikeli,
Pelabuhan Boepinang dan Pelabuhan Dongkala;

5.

Kabupaten Buton Utara meliputi Pelabuhan Buranga dan Pelabuhan Waode
Buri;

6.

Kabupaten Konawe meliputi Pelabuhan Langara dan Pelabuhan Munse;

7.

Kabupaten Konawe Utara meliputi Pelabuhan Molawe, Pelabuhan Mandiodo
dan Pelabuhan Lameruru;

8.

Kabupaten Konawe Selatan meliputi Pelabuhan Torobulu, Pelabuhan Lakara,
Pelabuhan Lapuko dan Pelabuhan Lainea;

9.

Kabupaten Kolaka meliputi Pelabuhan Dawi-dawi di Pomalaa, Pelabuhan
Tangketada, Pelabuhan Toari dan Pelabuhan Wollo;

10. Kabupaten Kolaka Utara meliputi Pelabuhan Lasusua, Pelabuhan Malombo
dan Pelabuhan Olooloho; dan
11. Pelabuhan khusus yang tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi
Sulawesi Tenggara.
(3) Trayek angkutan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a.

trayek angkutan pelayaran nasional meliputi :
1.

Makassar – Pelabuhan Murhum – Pelabuhan Laut Nusantara RahaPelabuhan Laut Nusantara Kendari – Kolonodale – Luwuk – Gorontalo –
Bitung;

2.

Pelabuhan Laut Nusantara Kendari – Pelabuhan Laut Nusantara Raha –
Pelabuhan Murhum – Makassar – Pelabuhan Labuan Bajo (NTT) –
Pelabuhan Bima (NTB) – Pelabuhan Lembar (NTB) – Pelabuhan Benoa
(Denpasar);

3.

Makassar – Pelabuhan Murhum – Ambon – Namlea – Ternate – Bitung;

4.

Ambon – Pelabuhan Murhum – Makassar – Surabaya – Pelabuhan Tanjung
Priok – Pelabuhan Kijang;

5.

Makassar – Pelabuhan Murhum – Ambon – Banda – Tual – Dobo – Kaimana
– Fak-fak;

6.

Pelabuhan Murhum – Makassar – Balikpapan;

7.

Makassar – Pelabuhan Murhum – Pelabuhan Pangulubelo – Ambon – Banda
– Saumlaki – Tual – Dobo – Timika – Agast – Merauke;

8.

Pelabuhan Pangulubelo – Pelabuhan Murhum – Makassar – Pelabuhan Bima
(NTB) – Pelabuhan Benoa (Denpasar) – Surabaya;

9.

Ambon – Pelabuhan Murhum – Makassar – Surabaya – Pelabuhan Tanjung
Priok;

10. Makassar – Pelabuhan Murhum – Bitung – Sorong – Manokwari – Pelabuhan
Jayapura;
18
11. Makassar – Pelabuhan Murhum – Banggai – Bitung – Ternate – Sorong –
Manokwari – Biak – Serui – Pelabuhan Jayapura;
12. Banggai – Pelabuhan Murhum – Makassar – Pelabuhan Tanjung Priok –
Semarang;
13. Pelabuhan Kontainer Bungkutoko – Pelabuhan Soekarno Hatta
(Makassar) – Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya) dan Pelabuhan
Tanjung Priok (Jakarta);
14. Pelabuhan Watunohu - Pelabuhan Siwa, Prov. Sulawesi Selatan;

19
b. trayek angkutan laut pelayaran regional meliputi :
1.

Pelabuhan Laut Nusantara Kendari – Pelabuhan Laut Nusantara Raha –
Pelabuhan Murhum;

2.

Pelabuhan Laut Nusantara Kendari – Pelabuhan Waode Buri – Pelabuhan
Pangulubelo;

3.

Pelabuhan Murhum – Pelabuhan Pangulubelo;

4.

Pelabuhan Lasalimu – Pelabuhan Pangulubelo;

5.

Pelabuhan Banabungi - Pelabuhan Pangulubelo – Pelabuhan Kaledupa –
Pelabuhan Usuku - Pelabuhan Popalia;

6.

Pelabuhan Kaledupa – Pelabuhan Murhum;

7.

Pelabuhan Kaledupa – Pelabuhan Laut Nusantara Kendari;

8.

Pelabuhan Usuku – Pelabuhan Murhum;

9.

Pelabuhan Usuku – Pelabuhan Laut Nusantara Kendari;

10. Pelabuhan Waode Buri – Pelabuhan Laut Nusantara Kendari;
11. Pelabuhan Pajala – Pelabuhan Kasipute;
12. Pelabuhan Mandiodo - Pelabuhan di Bungku, Prov. Sulawesi Tengah;
13. Pelabuhan Lameruru - Pelabuhan di Bungku, Prov. Sulawesi Tengah;
14. Pelabuhan Lainea - Pelabuhan Tampo;
15. Pelabuhan Sikeli - Pelabuhan Murhum;
16. Pelabuhan Sikeli – Tanjung Bira, Prov. Sulawesi Selatan;
17. Pelabuhan Sikeli – Pelabuhan Kasipute;
18. Pelabuhan Kasipute – Pelabuhan Murhum;
19. Pelabuhan Boepinang – Pelabuhan Murhum;
20. Pelabuhan Boepinang – Tanjung Bira, Prov. Sulawesi Selatan; dan
21. Pelabuhan Laut Nusantara Raha – Pelabuhan Maligano (Rencana).

(4) Rincian rencana pengembangan sistem transportasi laut sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum sebagai Lampiran VIII dan VIX, yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 4
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 17
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d
meliputi :
a. bandar udara pengumpul skala sekunder di Bandar Udara Haluoleo Kabupaten
Konawe Selatan.
b. bandar udara pengumpan meliputi :
1.

Bandar Udara Betoambari di Kota Baubau;
20
2.

Bandar Udara Matahora di Kabupaten Wakatobi;

3.

Bandar Udara Sangia Nibandera di Kabupaten Kolaka;

4.

Bandar Udara Sugimanuru di Kabupaten Muna;

5.

Bandar Udara Maranggo sebagai bandar udara khusus pariwisata di
Kecamatan Tomia Kabupaten Wakatobi;

6.

Bandar Udara Khusus Aneka Tambang Pomalaa di Kabupaten Kolaka;

7.

Rencana Bandar Udara Lantaki di Kabupaten Buton Utara;

8.

Rencana Bandar Udara Pajongai di Kabupaten Bombana; dan

9.

Rencana Bandar Udara di Kabupaten Kolaka Utara.

(2) Rincian rencana pengembangan sistem jaringan transportasi udara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum sebagai Lampiran X, yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 18
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c
meliputi :
a.

sistem jaringan energi;

b.

sistem jaringan telekomunikasi;

c.

sistem jaringan pengelolaan sumberdaya air;

d.

sistem jaringan prasarana persampahan; dan

e.

sistem jaringan prasarana sanitasi.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 19

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a terdiri atas :
a. pembangkit tenaga listrik;
b. sistem interkoneksitas dan jaringan transmisi tenaga listrik;
c. Gardu Induk (GI);
d. jaringan pipa gas; dan
e. Terminal Transit Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Depo BBM.
(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) meliputi PLTD Kendari di Kota
Kendari, PLTD Baubau di Kota Baubau, PLTD Kolaka di Kabupaten Kolaka,
PLTD Raha di Kabupaten Muna, PLTD Konawe-Konawe Utara di Kabupaten
Konawe, PLTD Kolaka Utara di Kabupaten Kolaka Utara, PLTD Buton di

21
Kabupaten Buton, PLTD Bombana di Kabupaten Bombana, PLTD Wangi-wangi
di Kabupaten Wakatobi dan pembangunan PLTD Batuatas di Kabupaten Buton;
b. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) meliputi pembangunan PLTU Perpres
Kolaka di Kabupaten Kolaka, rencana PLTU Perpres Kendari di Kota Kendari,
PLTU Nii Tanasa di Kabupaten Konawe Utara, rencana PLTU Bau-bau di
Kota Baubau, pembangunan PLTU Lasunapa di Kabupaten Muna, rencana PLTU
Raha di Raha dan rencana PLTU Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi;
c. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) meliputi rencana PLTA Lasolo di
Kabupaten Konawe Utara, rencana PLTA Konaweha di Kabupaten Konawe;
PLTA Tamboli di Kabupaten Kolaka, PLTA Rantelimbong, Puutau, Lapai dan
Toahe di Kabupaten Kolaka Utara;
d. Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) meliputi rencana PLTM Rongi
Bau-bau di Kota Baubau, rencana PLTM Mikuasi di Kabupaten Kolaka Utara,
rencana PLTM Rantelimbong di Kabupaten Kolaka Utara, PLTM Wining dan
Todanga di Kabupaten Buton;
e. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) meliputi pembangunan PLTMH
di Kabupaten Muna, pembangunan PLTMH Kolaka di Kabupaten Kolaka dan
rencana PLTMH di Kabupaten Konawe Utara;
f. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat direncanakan di Pulau Kapota
Kabupaten Wakatobi dan Pulau Kabaena Kabupaten Bombana; dan
g. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) meliputi rencana PLTP Mangolo
di Kabupaten Kolaka dan rencana PLTP Lainea di Kabupaten Konawe Selatan.
(3) Sumber-sumber panas bumi yang berpotensi dijadikan sumberdaya energi terdapat
satu titik di Kabupaten Bombana dengan kapasitas 1 MWe, empat titik di Kabupaten
Konawe Selatan dengan kapasitas masing-masing 1 MWe, dua titik di Kabupaten
Konawe Selatan dengan kapasitas 2 MWe, satu titik di Kecamatan Lainea Bawah
Kabupaten Konawe Selatan dengan kapasitas 10 MWe, satu titik di Kecamatan
Ranteangin Kabupaten Kolaka dengan kapasitas 1 MWe, satu titik di Kecamatan
Mangolo Kabupaten Kolaka dengan kapasitas 10 MWe dan tiga titik di Kabupaten
Buton dengan kapasitas masing-masing 1 MWe.
(4) Pembangunan sistem interkoneksitas dan jaringan transmisi tegangan listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Kendari – Kolaka
– Woimenda;
b. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Kendari – Tinobu
(Kabupaten Konawe Utara);
c. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Kendari –
Lapuko (Kabupaten Konawe Selatan);
d. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV
Tangketada;

22

Kolaka –
e. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Baubau – Lawele
(Kabupaten Buton);
f. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Baubau –
Mambulu (Kabupaten Buton);
g. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Tampo
(Kabupaten Muna) – Lombe (Kabupaten Buton);
h. Rencana pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV
menghubungkan Watu – Kolaka Utara – Kolaka – Konawe – Kendari; dan
i. Rencana pembangunan sistem interkoneksi dan jaringan Saluran Udara Tegangan
Ekstra Tinggi (SUTET) 275 KV yang interkoneksi dengan jaringan transmisi di
Provinsi Sulawesi Selatan.
(5) Gardu Induk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi pembangunan
Gardu Induk di Kota Kendari, Kota Baubau, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Muna
dan Kabupaten Buton.
(6) Pembangunan jaringan pipa gas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
merupakan bagian dari rencana jaringan transmisi gas bumi nasional Pulau Sulawesi
dengan sumber gas Pertamina dan Exspan di jalur Donggi – Pomalaa – Sengkang
(Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah).
(7) Terminal Transit Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Depo BBM sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas :
a.

Terminal Transit BBM di Kota Baubau dengan jaringan suplai BBM
diperoleh dari Kota Balikpapan dan didistribusikan ke Kota Kendari, Kabupaten
Raha, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Palopo (Provinsi Sulawesi Selatan),
Kolonodale, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Luwuk (Provinsi Sulawesi
Tengah);

b.

Depo BBM Kendari di Kota Kendari;

c.

Depo BBM Bau-Bau di Kota Baubau;

d.

Depo BBM Raha di Kabupaten Muna;

e.

Depo BBM Kolaka di Kabupaten Kolaka;

f.

Rencana Depo BBM di Kabupaten Kolaka Utara;

g.

Rencana Depo BBM Lasalimu di Kabupaten Buton; dan

h.

Rencana Depo BBM di Kabupaten Buton Utara.

(8) Rincian rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) tercantum sebagai Lampiran XI, yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 20
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b,

23
terdiri atas :
a. sistem jaringan mikro digital;
b. sistem jaringan telekomunikasi tetap;
c. sistem jaringan terestrial;
d. sistem jaringan satelit;
e. sistem jaringan stasiun radio lokal; dan
f. sistem jaringan stasiun televisi lokal.
(2) Sistem jaringan mikro digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri
atas :
a. jaringan mikro digital di wilayah Kota Kendari;
b. jaringan mikro digital di wilayah Kabupaten Konawe;
c. jaringan mikro digital yang melintasi wilayah Kabupaten Konawe Selatan;
d. jaringan mikro digital di wilayah Kabupaten Kolaka;
e. jaringan mikro digital di wilayah Kabupaten Muna; dan
f. jaringan mikro digital di wilayah Kota Baubau.
(3) Sistem jaringan telekomunikasi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
yaitu sistem jaringan tetap lokal menggunakan kabel (wireline) cakupan provinsi
yang terdiri atas :
a. sistem jaringan Stasiun Telepon Otomat (STO) meliputi :
1.

STO Unaaha di Kabupaten Konawe;

2.

STO Andoolo di Kabupaten Konawe Selatan;

3.

STO Kendari di Kota Kendari;

4.

STO Raha di Kabupaten Muna;

5.

STO Kolaka di Kabupaten Kolaka;

6.

STO Pasarwajo di Kabupaten Buton;

7.

STO Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi;

8.

STO Kasipute di Kabupaten Bombana;

9.

STO Lasusua di Kabupaten Kolaka Utara; dan

10. STO Wanggudu di Kabupaten Konawe Utara.
b. sistem jaringan Fiber Optic (serat optik) yang terhubung antara STO 1 Kemaraya
dan STO 2 Wua-wua yang lokasinya di Kota Kendari.
(4) Sistem jaringan terestrial dalam provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c teraplikasi dalam bentuk jaringan teknologi seluler yang tersebar pada seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.
(5) Sistem jaringan satelit dalam provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
teraplikasi dalam bentuk pengembangan jaringan internet yang ada.
(6) Sistem jaringan stasiun radio lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e,
direncanakan menjangkau ke seluruh pelosok perdesaan dengan stasiun pemancar

24
terdapat di Kota Kendari, Kota Baubau, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe
Utara, Kabupaten Bombana, Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton.
(7) Sistem jaringan stasiun televisi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
direncanakan siarannya menjangkau ke seluruh wilayah provinsi dengan stasiun
terdapat di Kota Kendari dan Kota Baubau.
(8) Rincian rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum sebagai Lampiran XII, yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Pengelolaan Sumberdaya Air
Pasal 21
Sistem jaringan prasarana sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 huruf c
terdiri atas :
a.

Wilayah Sungai (WS);

b.

Cekungan Air Tanah (CAT);

c.

jaringan irigasi;

d.

prasarana/jaringan air baku;

e.

prasarana air baku untuk air minum;

f.

sistem pengendalian banjir; dan

g.

sistem pengamanan pantai.
Pasal 22

(1) Wilayah Sungai (WS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a terdiri atas :
a. WS Lintas Provinsi meliputi :
1. WS Pompengan - Larona dengan lintas Provinsi Sulawesi Selatan – Provinsi
Sulawesi Tenggara meliputi DAS Pompengan, DAS Larona, DAS Kalaena,
DAS Latuppa, DAS Bua, DAS Lamasi, DAS Makawa, DAS Bungadidi, DAS
Kebo, DAS Rongkong dan DAS Baleasa; dan
2. WS Lasolo – Sampara dengan lintas Provinsi Sulawesi Tenggara – Provinsi
Sulawesi Selatan – Provinsi Sulawesi Tengah meliputi DAS Lasolo, DAS
Sampara, DAS Lalindu, DAS Aopa, DAS Tinobu, DAS Lahumbuti, DAS
Landawe dan DAS Amesiu.
b. WS Lintas Kabupaten/Kota meliputi :
1. WS Poleang-Roraya meliputi DAS Poleang, DAS Roraya, DAS Langkowala,
DAS Asole, DAS Bogora, DAS Muna, DAS Lausu, DAS Kasipute, DAS
Toburi, DAS Laeya, DAS Wolasi, DAS Baito dan DAS Benua;
2. WS Towari-Lasusua meliputi DAS Towari, DAS Lasusua, DAS Welulu, DAS
Oko-oko, DAS Mekongga, DAS Tamboli, DAS Woimenda dan DAS Simbune;

25
3. WS Pulau Buton meliputi DAS Bungi, DAS Ambe, DAS Wonco, DAS
Baubau, DAS Kabongka dan DAS Winto; dan
4. WS Pulau Muna meliputi DAS Tiworo, DAS Kancintala, DAS Bone, DAS
Ronta, DAS Jompi dan DAS Kontu.
(2) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b meliputi:
a. CAT dalam satu kabupaten/kota meliputi CAT Kolaka, CAT Andoolo, CAT
Ambesia, CAT Weputang, CAT Labuan Tobelo, CAT Bangbong, CAT Lambale,
CAT Ereke, CAT Kaliwinto, CAT Lasalimu dan CAT Lelewowo; dan
b. CAT lintas kabupaten meliputi CAT Ranomeeto, CAT Rawua, CAT Tangketada,
CAT Ewolangka, CAT Tinanggea, CAT Muna, CAT Lebo, CAT Konde, CAT
Baubau dan CAT Bungku.
(3) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c merupakan Daerah
Irigasi (DI) meliputi:
a. DI utuh kabupaten/kota yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung
jawab pemerintah pusat meliputi DI Wundulako di Kabupaten Kolaka dengan luas
pelayanan 3.113 ha dan DI Wawotobi di Kabupaten Konawe dengan luas
pelayanan 16.358 ha;
b. DI yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
provinsi meliputi:
1. DI lintas kabupaten/kota terletak di Kota Baubau meliputi DI Wonco I dengan
luas pelayanan 834 ha, DI Wonco II dengan luas pelayanan 278 ha dan DI
Wonco III dengan luas pelayanan 294 ha.
2. DI utuh kabupaten/kota terletak di :
a) Kabupaten Konawe Selatan meliputi DI Laeya dengan luas pelayanan 1.391
ha, DI Roraya I dengan luas pelayanan 1.393 ha dan DI Roraya III dengan
luas pelayanan 1.833 ha;
b) Kabupaten Muna yaitu DI Kambara dengan luas pelayanan 2.038 ha;
c) Kabupaten Kolaka meliputi DI Ladongi dengan luas pelayanan 2.212 ha dan
DI Tamboli dengan luas pelayanan 1.395 ha;
d) Kabupaten Konawe meliputi DI Asolu dengan luas pelayanan 1.089 ha, DI
Walay dengan luas pelayanan 2.300 ha dan DI Ameroro dengan luas
pelayanan 1.903 ha; dan
e) Kabupaten Bombana yaitu DI Poleang dengan luas pelayanan 2.531 ha.
c. DI yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah
kabupaten terletak di :
1. Kabupaten Kolaka Utara meliputi DI Batu Putih dengan luas pelayanan 280
ha, DI Rante Angin dengan luas pelayanan 265 ha dan DI Pakue Tengah
dengan luas pelayanan 430 ha;
2. Kabupaten Buton meliputi DI Bonetiro dengan luas pelayanan 250 ha, DI
Kapontori dengan luas pelayanan 486 ha, DI Kinapani dengan luas pelayanan
605 ha, DI Lawele dengan luas pelayanan 409 ha, dan DI Wakalambe dengan
26
luas pelayanan 260 ha, DI Pasarwajo (Desa Wining) dengan luas pelayanan
100 ha dan DI Mawasangka (Desa Terapung) dengan luas pelayanan 300 ha ;
3. Kabupaten Konawe Selatan meliputi DI Aepodu dengan luas pelayanan 350
ha, DI Alangga dengan luas pelayanan 215 ha, DI Amoito dengan luas
pelayanan 664 ha, DI Amotowo dengan luas pelayanan 265 ha, DI Atari
Lama dengan luas pelayanan 208 ha, DI Baito dengan luas pelayanan 324 ha,
DI Danamulya dengan luas pelayanan 229 ha, DI Kolono dengan luas
pelayanan 250 ha, DI Konda dengan luas pelayanan 121 ha, DI Landono
dengan luas pelayanan 574 ha, DI Lapoa dengan luas pelayanan 645 ha, DI
Lapulu dengan luas pelayanan 273 ha, DI Moramo I dengan luas pelayanan
506 ha, DI Moramo II dengan luas pelayanan 145 ha, DI Mowila I dengan
luas pelayanan 433 ha, DI Mowila II dengan luas pelayanan 461 ha, DI
Pamandati dengan luas pelayanan 230 ha, DI Ranomeeto dengan luas
pelayanan 358 ha, DI Tanea Baru dengan luas pelayanan 569 ha, DI Tanea
Lama dengan luas pelayanan 195 ha, DI Teteasa dengan luas pelayanan 664
ha dan DI Wolasi dengan luas pelayanan 384 ha;
4.

Kabupaten Muna meliputi DI Benbe 1 dengan luas pelayanan 95 ha, DI
Katangana dengan luas pelayanan 433 ha, DI Kolasa dengan luas pelayanan
468 ha, DI Langkolome dengan luas pelayanan 350 ha, DI Lupia dengan luas
pelayanan 100 ha, DI Marobea dengan luas pelayanan 125 ha, DI Pure dengan
luas pelayanan 200 ha dan DI Tambak Maligano dengan luas pelayanan 250
ha;

5.

Kabupaten Kolaka meliputi DI Andowengga dengan luas pelayanan 366 ha,
DI Balandete dengan luas pelayanan 564 ha, DI Hukohuko dengan luas
pelayanan 606 ha, DI Konaweha dengan luas pelayanan 415 ha, DI Lapaopao
dengan luas pelayanan 325 ha, DI Loeya dengan luas pelayanan 322 ha, DI
Mowewe I dengan luas pelayanan 354 ha, DI Mowewe II dengan luas
pelayanan 351 ha, DI Penanggo dengan luas pelayanan 200 ha, DI Simbune
Atas dengan luas pelayanan 332 ha, DI Simbune Bawah dengan luas
pelayanan 629 ha, DI Tokay dengan luas pelayanan 680 ha, DI Tonggauna
dengan luas pelayanan 215 ha, DI Waitombo dengan luas pelayanan 278 ha,
DI Watubangga dengan luas pelayanan 238 ha, DI Wolo dengan luas
pelayanan 575 ha dan DI Wolulu dengan luas pelayanan 351 ha;

6.

Kabupaten Konawe meliputi DI Aleute dengan luas pelayanan 195 ha, DI
Alosika dengan luas pelayanan 600 ha, DI Amonggedo dengan luas
pelayanan 825 ha, DI Benua dengan luas pelayanan 670 ha, DI Lasada
dengan luas pelayanan 347 ha, DI Meluhu dengan luas pelayanan 541 ha, DI
Paku Jaya dengan luas pelayanan 227 ha, DI Sambaosu dengan luas
pelayanan 500 ha, DI Sonay dengan luas pelayanan 256 ha dan DI
Tukambopo dengan luas pelayanan 499 ha;

7.

Kabupaten Bombana meliputi DI Batulasa dengan luas pelayanan 250 ha, DI
Kasipute dengan luas pelayanan 673 ha, DI Langkowala dengan luas

27
pelayanan 639 ha, DI Taubonto dengan luas pelayanan 296 ha dan DI Toburi
dengan luas pelayanan 379 ha;
8.

Kota Kendari yaitu DI Amohalo dengan luas pelayanan 550 ha;

9. Kota Baubau yaitu DI Liabuku dengan luas pelayanan 550 ha;
10. Kabupaten Wakatobi yaitu DI Sombano di Pulau Kaledupa dengan luas
pelayanan 120 ha; dan
11. Kabupaten Buton Utara yaitu DI Soloy Agung dengan luas pelayanan 300 ha.
(4) Prasarana/jaringan air baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d
merupakan pengembangan bendung/bendungan dan waduk dalam rangka penyediaan
air baku meliputi :
a. bendung nasional meliputi Bendung Wawotobi di Kabupaten Konawe, Bendung
Wundulako di Kabupaten Kolaka, Bendungan Benua Aporo di Kabupaten
Konawe Selatan dan rencana Bendungan Pelosika di Kabupaten Konawe;
b. bendung provinsi terletak di :
1.

Kabupaten Konawe meliputi Bendung Asolu, Bendung Walay, Bendung
Laeya, Bendung Roraya I dan Bendung Roraya II;

2.

Kabupaten Muna yaitu Bendung Kambara;

3.

Kabupaten Bombana yaitu Bendung Poleang; dan

4.

Kabupaten Kolaka meliputi Bendung Ladongi dan Bendung Tamboli.

c. waduk terletak di :
1. Kabupaten Konawe meliputi waduk di Lambuya, Ameroro dan Unaaha;
2. Kabupaten Konawe Selatan meliputi waduk di Padambulo, Lanowulu,
Lamopala; dan
3. Kabupaten Kolaka yaitu waduk di Wolo.
(5) Prasarana air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf e
merupakan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) terdiri atas:
a. Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA) meliputi :
1.

IPA Punggolaka di Kota Kendari bersumber dari Sungai Konaweha;

2.

IPA Anggoeya di Kota Kendari bersumber dari Sungai Anggoeya;

3.

IPA Wanggu di Kota Kendari bersumber dari Sungai Wanggu;

4.

IPA Matabondu Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe;

5.

IPA Andonohu Kecamatan Poasai Kota Kendari;

6.

IPA Gunung Kecamatan Kendari Kota Kendari;

7.

IPA Raha di Kabupaten Muna bersumber dari mata air Jompi dan Laende;

8.

IPA Unaaha di Kabupaten Konawe bersumber dari Sungai Meroro;

9. IPA Aepodu di Kabupaten Konawe Selatan bersumber dari sumur dalam;
10. IPA Kasipute di Kabupaten Bombana bersumber dari Sungai Sangkona;

28
11. IPA Pasarwajo di Kabupaten Buton bersumber dari mata air Bungi dan
Pasarwajo;
12. IPA Mawasangka di Kabupaten Buton bersumber dari mata air Lantongau;
13. IPA Kolaka di Kabupaten Kolaka bersumber dari Sungai Kolaka dan Sungai
Mangolo;
14. IPA Lasusua di Kabupaten Kolaka Utara bersumber dari Sungai Watuliwu;
15. IPA Wangi-Wangi di Pulau Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi bersumber
dari mata air Wa Gehe-Gehe, Longa, Te’e Bete, Te’e Liya, Hu’u, Kampa,
Balande dan mata air Te’e Fo’ou;
16. IPA Kaledupa di Pulau Kaledupa bersumber dari mata air Batambawi dan
Lenteaoge;
17. IPA di Pulau Tomia Kabupaten Wakatobi bersumber dari mata air He’ulu;
18. IPA Binongko di Pulau Binongko Kabupaten Wakatobi bersumber dari mata
air Lia Meangi;
19. IPA Buranga dan IPA Engkoruru di Kabupaten Buton Utara bersumber dari
mata air Eengkapala, Eenunu dan Mata Owola; dan
20. IPA Baadia dan IPA Bukit Wolio Indah di Kota Baubau yang bersumber dari
Sungai Bau-bau.
b. sumber mata air yang tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi
Sulawesi Tenggara; dan
c. sumber sumur dalam yang tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi
Sulawesi Tenggara.
(6) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf f meliputi
pengembangan prasarana pengendali banjir terdiri atas :
a. Cek Dam meliputi Cek Dam Lalonggasu di Kabupaten Konawe Selatan, Cek Dam
Manggadua di Kota Kendari, rencana Cek Dam pada muara Sungai Wanggu dan
Sungai Kadia di Kota Kendari dan Cek Dam Surawolio di Kota Baubau;
b. perlindungan tangkapan air berupa normalisasi sungai yang terletak di :
1. sungai Lasusua di Kabupaten Kolaka Utara;
2. sungai Wanggu di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan;
3. sungai Lakambula di Kabupaten Bombana;
4. sungai Balandete di Kabupaten Kolaka; dan
5. sungai Kabangka di Kabupaten Buton.
c. pembangunan tanggul pada sungai-sungai rawan banjir yang terletak di sungai
Lahundapi di Kota Kendari dan sungai Konaweha di Kabupaten Konawe;
d. pembangunan drainase primer sepanjang jalan nasional dan jalan provinsi yang
tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.
(7) Sistem pengaman pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf g terdiri atas
kegiatan pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana
pengaman pantai sepanjang 4.199,18 kilometer yang tersebar pada seluruh kabupaten
dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.

29
(8) Rincian rencana pengembangan sistem jaringan pengelolaan sumberdaya air
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum sebagai Lampiran XIII, yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 4
Sistem Jaringan Prasarana Persampahan
Pasal 23
Sistem prasarana persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d yaitu
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang tersebar di seluruh kabupaten/kota dengan
sistem sanitary landfill.
Paragraf 5
Sistem Jaringan Prasarana Sanitasi
Pasal 24
Sistem prasarana sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf e yaitu Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang direncanakan di Kota Kendari dan Kota Baubau.
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH PROVINSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 25
(1) Rencana pola ruang wilayah provinsi terdiri atas :
a. kawasan lindung; dan
b.

kawasan budidaya.

(2) Rencana pola ruang provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digambarkan
dalam peta rencana pola ruang dengan skala ketelitian minimal 1 : 250.000 sebagai
Lampiran XIV, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 26
(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;
b. kawasan perlindungan setempat;
c. kawasan suaka alam dan pelestarian alam;
d. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
e. kawasan rawan bencana alam; dan

30
f. kawasan lindung geologi.
(2) Rincian kawasan lindung provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
sebagai Lampiran XV dan XVI, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
Pasal 27
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a terdiri atas :
a.

kawasan hutan lindung seluas 1.081.489 ha yang tersebar di seluruh kabupaten/kota;

b.

kawasan gambut terdapat pada Rawa Tinondo di Mowewe Kabupaten Kolaka dan
Rawa Aopa Watumohai di Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten
Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan; dan

c. kawasan resapan air yaitu di kawasan hutan konservasi seluas 282.924 ha yang
tersebar di seluruh kabupaten/kota kecuali Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten
Konawe Utara dan Kabupaten Wakatobi.
Paragraf 2
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 28
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
huruf b terdiri atas :
a. sempadan pantai;
b. sempadan sungai;
c. kawasan sekitar danau; dan
d. kawasan sekitar waduk.
(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu kawasan pantai
sepanjang 4.199,18 kilometer yang ditetapkan dengan jarak proporsional terhadap
bentuk dan kondisi fisik pantai antara 100 meter sampai dengan 200 meter dari titik
pasang air laut tertinggi ke arah darat.
(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menyebar pada
seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan ketentuan :
a. sempadan sungai yang melewati kawasan permukiman yang sudah ada hendaknya
berjarak minimal 15 meter dari tepi sungai;
b. sempadan sungai yang melewati kawasan permukiman terencana hendaknya
berjarak antara 15 meter sampai dengan 25 meter dari tepi sungai; dan
c. sempadan sungai di luar kawasan permukiman dan kawasan rawan banjir
hendaknya berjarak 50 meter dari tepi sungai.

31
(2) Kawasan sekitar danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi Danau
Biru di Kabupaten Kolaka Utara, Danau Tiga Warna Linomoio di Kabupaten
Konawe Utara dan Danau Napabale di Kabupaten Muna, dengan ketentuan kawasan
tepian danau yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau
antara 50 meter sampai dengan 100 meter dari titik pasang air danau tertinggi.
(3) Kawasan sekitar waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tersebar di
Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Kolaka, dengan
ketentuan kawasan sekitar waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan
kondisi fisik waduk antara 50 meter sampai dengan 100 meter dari titik pasang air
waduk tertinggi.
Paragraf 3
Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam
Pasal 29
(1) Kawasan suaka alam dan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) huruf c merupakan kawasan lindung nasional yang ditetapkan dalam RTRW
Nasional yang terkait dengan wilayah provinsi meliputi :
a.

cagar alam;

b.

suaka margasatwa;

c.

taman nasional;

d.

taman wisata alam;

e.

taman wisata alam laut; dan

f.

taman hutan raya.

(2) Cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a.

Cagar Alam Lamedai di Kabupaten Kolaka dengan luas sebesar 635,16 ha;

b.

Cagar Alam Napabalano di Kabupaten Muna dengan luas sebesar 9,20 ha;
dan

c.

Cagar Alam Kakenauwe di Kabupaten Buton dengan luas sebesar 810 ha.

(3) Suaka margasatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :
a. Suaka Margasatwa Buton Utara di Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton Utara
dengan luas 82.000 ha;
b. Suaka Margasatwa Tanjung Amelengo di Kabupaten Konawe Selatan dengan luas
850 ha;
c. Suaka Margasatwa Tanjung Peropa di Kabupaten Konawe Selatan dengan luas
38.000 ha;
d. Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo di Kabupaten Konawe Selatan dengan luas
sebesar 4.016 ha; dan
e. Suaka Margasatwa Lambusango di Kabupaten Buton dengan luas sebesar 28.510
ha.
(4) Taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :

32
a. Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai tersebar di Kabupaten Bombana,
Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan dengan
luas seluruhnya 105.194 ha; dan
b. Taman Nasional Laut Kepulauan Wakatobi di Kabupaten Wakatobi dengan luas
1.390.000 ha.
(5) Taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi :
a. Taman Wisata Alam Mangolo di Kabupaten Kolaka dengan luas 5.200 ha; dan
b. Taman Wisata Alam Tirta Rimba di Kota Baubau dengan luas 488 ha.
(6) Taman wisata alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi :
a. Taman Wisata Alam Laut Kepulauan Padamarang di Kabupaten Kolaka dengan
luas 36.000 ha;
b. Taman Wisata Alam Laut Selat Tiworo di Kabupaten Muna seluas 27.936 Ha;
c. Taman Wisata Alam Laut Liwutongkidi di Kabupaten Buton seluas 3.000 Ha;
dan
d. Taman Wisata Alam Laut Teluk Lasolo di Kabupaten Konawe Utara dengan luas
81.800 ha.
(7) Taman hutan raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f yaitu Taman Hutan
Raya (Tahura) Murhum seluas 7.877 ha yang tersebar di Kota Kendari dan
Kabupaten Konawe.
Paragraf 4
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Pasal 30
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) huruf d terletak di :
a. Kota Baubau meliputi kawasan Keraton Buton, Benteng Sorawolio, Kamali Malige,
Benteng di Kalampa, Istana Ilmiah dan Benteng Palagimata;
b.

Kabupaten Muna meliputi situs Benteng Loji, Gua (Kumapo) Kobori, Gua (Kumapo)
Metanduno, Ceruk Lasabo, Ceruk Latanggara, Kumapo Wabose, Kumapo Toko,
Kumapo Lokolombu, Metadunu dan Mesjid Tua Muna;

c.

Kabupaten Buton Utara meliputi Benteng Bangkudu, Benteng Lipu (Benteng
Keraton Kulisusu) dan Benteng Pangilia;

d.

Kota Kendari meliputi situs Makam Raja Sao-sao, situs Bunker dan Terowongan
Jepang, situs Kota Lama Kendari;

e. Kabupaten Buton meliputi Benteng Takimpo, Makam Oputa Yii Koo, Benteng
Bombonawulu, Benteng Lapandewa, Makam/Benteng Sangia Wambulu dan
Perkampungan Tua Kapontori;
f.

Kabupaten Wakatobi meliputi Benteng Liya Togo, Benteng Tindoi, Benteng WabueBue, Benteng Koba, Benteng Watinti, Benteng Mandati Tonga, Benteng Togo
Molengo (Kapota), Benteng Baluara (Kapota) dan Kuburan Tua Tindoi di Pulau
33
Wangi-Wangi; Benteng Pangilia, Benteng Ollo, Benteng La Donda, Benteng Horuo,
Benteng La Manungkira, Benteng La Bohasi, Benteng Tapa’a, Masjid Tua Kampung
Bente, Rumah Adat Bontona Kaledupa dan Makam Bontona Kaledupa di Pulau
Kaledupa; Benteng Patua, Benteng Suo-Suo, Benteng Rambi Randa, Makam Ince
Sulaiman dan Masjid Tua di Pulau Tomia; dan Benteng Fatiwa, Benteng Oihu,
Benteng Wali, Benteng Palahidu, Benteng Baluara, Benteng Haka, Benteng Tadu
Taipabu dan Kapal Vatampina (Batu Menyerupai Kapal) di Pulau Binongko;
g.

Kabupaten Kolaka meliputi situs kompleks Makam Sangia Nibandera, tambang nikel
peninggalan Jepang, Gua Istana Porabua, Gua Watu Wulaa Silea dan Batu Tapak
Mowewe;

h.

Kabupaten Konawe yaitu situs Makam Raja Lakidende;

i.

Kabupaten Bombana meliputi situs Pajongang, Goa Watuburi dan situs Makam
Sangia Dowo; dan

j.

Kabupaten Konawe Utara yaitu Goa Solooti.
Paragraf 5
Kawasan Rawan Bencana
Pasal 31

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf
e terdiri atas:
a.

kawasan rawan tanah longsor; dan

b.

kawasan rawan banjir.

(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak
di Kecamatan Puwatu Kota Kendari, Kecamatan Asera di Kabupaten Konawe Utara,
Kabupaten Konawe Selatan (Kecamatan Konda, Laonti, Tinanggea dan Palangga),
Kabupaten Konawe (Kecamatan Abuki, Mowewe dan Wawotobi), Kecamatan
Wakorumba di Kabupaten Buton Utara, Kecamatan Kapontori dan Lasalimu di
Kabupaten Buton, Kecamatan Lasusua dan Ngapa di Kabupaten Kolaka Utara dan
Kabupaten Kolaka (Kecamatan Tirawuta, Latambaga, Kolaka, Ranteangin dan
Samaturu).
(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di
Kecamatan Puwatu Kota Kendari, Kabupaten Konawe Utara (Kecamatan Sawa,
Asera dan Lasolo), Kabupaten Konawe (Kecamatan Wawotobi, Abuki, Sanggena,
Lambuya dan Soropia), Kabupaten Konawe Selatan (Kecamatan Tinanggea, Angata,
Konda dan Laonti), Kabupaten Kolaka (Kecamatan Tirawuta, Mowewe, Samaturu,
Baula dan Kolaka), Kabupaten Kolaka Utara (Kecamatan Ranteangin, Pakue dan
Batuputih), Kabupaten Bombana (Kecamatan Kasipute dan Angata), Kabupaten
Buton Utara (Wakorumba dan Kulisusu), Kabupaten Muna (Kecamatan Kabawo,
Tikep dan Kabangka) dan Kabupaten Buton (Kecamatan Lasalimu dan Kapontori).

34
Paragraf 6
Kawasan Lindung Geologi
Pasal 32
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf f
terdiri atas :
a.

kawasan rawan bencana alam geologi;

b.

kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah; dan

c.

kawasan Karst.

(2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
terdiri :
a. kawasan rawan gempa bumi terletak di Pulau Wawonii Kabupaten Konawe,
Kecamatan Laonti dan Kolono di Kabupaten Konawe Selatan, Kota Kendari,
Kabupaten Kolaka Utara (Kecamatan Batuputih, Pakue dan Lasusua), Kecamaan
Kapontori dan Batauga di Kabupaten Buton, Kecamatan Wakorumba dan
Kambowa di Kabupaten Buton Utara;
b. kawasan rawan gerakan tanah terletak di Kabupaten Konawe (Pulau Wawonii dan
Kecamatan Lambuya), Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan (Kecamatan
Laonti, Kolono, Konda, Landono dan Angata), Kecamatan Asera di Kabupaten
Konawe Utara, Kecamatan Batuputih di Kabupaten Kolaka Utara, Kecamatan
Rarowatu di Kabupaten Bombana, Kecamatan Wakorumba di Kabupaten Buton
Utara, Kabupaten Kolaka (Kecamatan Baula, Watubangga dan Mowewe) dan
Kabupaten Buton (Kecamatan Kapontori dan Pasarwajo);
c. kawasan rawan tsunami terletak di Kabupaten Muna (Kecamatan Tikep, Parigi
dan Kabangka), Kabupaten Buton (Kecamatan Lapandewa, Lakudo dan
Mawasangka) dan Kabupaten Wakatobi; dan
d. kawasan rawan erosi terletak di Kecamatan Lasalimu dan Sampolawa Kabupaten
Buton, Kabupaten Kolaka (Kecamatan Watubangga, Baula, Tirawuta, Latambaga,
Samaturu dan Ranteangin), Kecamatan Pakue dan Batuputih di Kabupaten Kolaka
Utara dan Kabupaten Konawe Selatan (Kecamatan Landono, Tinanggea dan
Palangga).
(3) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b yaitu sempadan mata air dengan radius 200 meter di sekitar
mata air yang menyebar pada seluruh lokasi mata air di kabupaten/kota Provinsi
Sulawesi Tenggara.
(4) Kawasan Karst sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tersebar pada
Kecamatan Tongkuno di Kabupaten Muna, Kecamatan Latambaga di Kabupaten
Kolaka, Kecamatan Kulisusu di Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Konawe Utara,
Kecamatan Sorawolio, Batauga, Pasarwajo dan Gu di Kabupaten Buton, Kecamatan
Wawo, Ranteangin dan Batuputih di Kabupaten Kolaka Utara.

35
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 33
Rencana pengembangan kawasan budidaya wilayah provinsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b meliputi :
a.

kawasan budidaya yang ditetapkan dalam RTRW Nasional yang terkait dengan
wilayah provinsi; dan

b.

rencana pengembangan kawasan budidaya provinsi.
Pasal 34

Kawasan budidaya yang ditetapkan dalam RTRW Nasional yang terkait dengan wilayah
provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a meliputi :
a.

Kawasan Andalan Asesolo meliputi kecamatan Asera dan Lasolo di Kabupaten
Konawe Utara dengan sektor unggulan agroindustri, pertambangan, perikanan,
perkebunan, pertanian, industri dan pariwisata;

b.

Kawasan Andalan Kapolimu – Patikala meliputi kecamatan Kapontori dan Lasalimu
di Kabupaten Buton – kecamatan Parigi, Tiworo Kepulauan, Kabawo dan Lawa di
Kabupaten Muna, dengan sektor unggulan agroindustri, pertambangan, perikanan,
pertanian, perkebunan, kehutanan dan pariwisata;

c.

Kawasan Andalan Mowedong meliputi kecamatan Mowewe dan Ladongi di
Kabupaten Kolaka dengan sektor unggulan agroindustri, pertambangan, perikanan,
perkebunan dan pertanian;

d.

Kawasan Andalan Laut Asera - Lasolo di Kabupaten Konawe Utara dengan sektor
unggulan perikanan dan pariwisata;

e.

Kawasan Andalan Laut Kapontori - Lasalimu dan sekitarnya di Kabupaten Buton
dengan sektor unggulan perikanan, pertambangan dan pariwisata; dan

f.

Kawasan Andalan Laut Tiworo dan sekitarnya di Kabupaten Muna dengan sektor
unggulan perikanan, pertambangan dan pariwisata.
Pasal 35

(1) Rencana pengembangan kawasan budidaya provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 huruf b terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan pertanian;
c. kawasan peruntukan perikanan;
d. kawasan peruntukan pertambangan;
e. kawasan peruntukan industri;
f. kawasan peruntukan pariwisata;
g. kawasan peruntukan permukiman; dan
36
h. kawasan peruntukan lainnya.
(2) Rincian rencana pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tercantum sebagai Lampiran XVII, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 36
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) huruf a
terdiri atas :
a.

kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT);

b.

kawasan Hutan Produksi (HP); dan

c.

kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK).

(2) Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a seluas 466.854 ha dan tersebar pada seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi
Tenggara kecuali Kota Kendari dan Kabupaten Wakatobi.
(3) Kawasan Hutan Produksi (HP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas
401.581 ha dan tersebar pada seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara
kecuali Kabupaten Kolaka Utara dan Kabupaten Wakatobi.
(4) Kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c seluas 93.571 ha dan tersebar pada seluruh kabupaten/kota di Provinsi
Sulawesi Tenggara kecuali Kota Kendari, Kota Baubau, Kabupaten Kolaka Utara,
Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Wakatobi.
Paragraf 2
Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 37
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf
b terdiri atas :
a.

kawasan peruntukan tanaman pangan;

b.

kawasan peruntukan hortikultura;

c.

kawasan peruntukan perkebunan; dan

d.

kawasan peruntukan peternakan.

(2) Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
seluas 431.853 dan tersebar di Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan,
Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten
Kolaka Utara, Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, Kota Baubau dan Kota Kendari.
(3) Kawasan peruntukan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
seluas 450.596,10 ha dan tersebar di Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten

37
Bombana, Kabupaten Muna, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Buton dan
Kabupaten Wakatobi.
(4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas
658.186 ha dan tersebar hampir pada seluruh kabupaten di Provinsi Sulawesi
Tenggara.
(5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
tersebar hampir pada seluruh kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara.
(6) Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan akan dipertahankan sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan pada
lahan-lahan Daerah Irigasi (DI).
Paragraf 3
Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 38
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf
c terdiri atas:
a.

kawasan peruntukan perikanan tangkap;

b.

kawasan peruntukan perikanan perairan darat; dan

c.

kawasan Minapolitan.

(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
seluas 2.087.400 ha yang tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi
Sulawesi Tenggara sepanjang garis pantai 4.199,18 km dengan kewenangan
pengelolaan wilayah laut provinsi dari 4 mil sampai dengan 12 mil dan kawasan
budidaya laut seluas 396.915 ha yang tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di
Provinsi Sulawesi Tenggara.
(3) Kawasan peruntukan perikanan perairan darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri dari budidaya air tawar seluas 26.189 ha dan budidaya air payau seluas
58.930 ha tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.
(4) Kawasan Minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tersebar di
Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka Utara,
Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Muna, Kota Kendari dan
Kota Baubau.
Paragraf 4
Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 39
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
huruf d merupakan Wilayah Pertambangan (WP) yang terdiri atas:
a.

Wilayah Usaha Pertambangan (WUP); dan

b.

Wilayah Pencadangan Negara (WPN).

(2) Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
38
seluas 1.624.87 Ha terletak di:
a. Kabupaten Bombana seluas 186.251,79 Ha dengan potensi tambang Emas Placer,
Nikel Laterit dan Tromit Placer;
b. Kabupaten Buton seluas 157.675,99 Ha dengan potensi tambang Mangan, Nikel
Laterit, Aspal dan Batu Gamping;
c. Kabupaten Buton Utara seluas 37.643,44 Ha dengan potensi tambang Pasir
Kromit, Biji Besi atau Pasir Besi, Aspal dan Batu Gamping;
d. Kabupaten Kolaka seluas 115.992,57 Ha dengan potensi tambang Nikel Laterit,
Besi Laterit atau Biji Besi, Marmer dan Batu Gamping;
e. Kabupaten Kolaka Utara seluas 233.115,46 Ha dengan potensi tambang Nikel
Laterit, Pasir Krom (Kromit Placer), Marmer dan Batu Gamping;
f. Kabupaten Konawe seluas 458.623,41 Ha dengan potensi tambang Nikel Laterit,
Batu Gamping dan Marmer;
g. Kabupaten Konawe Selatan seluas 132.852,29 Ha dengan potensi tambang Nikel
Laterit, Marmer dan Batu Gamping;
h. Kabupaten Konawe Utara seluas 278.297,91 Ha dengan potensi tambang Nikel
Laterit, Biji Besi, Batu Gamping dan Marmer;
i. Kabupaten Muna seluas 4.057,37 Ha dengan potensi tambang Batu Gamping,
Aspal;
j. Kota Baubau seluas 13.546,14 Ha dengan potensi tambang Nikel, Aspal dan Batu
Gamping; dan
k. Kota Kendari seluas 6.818,9 Ha dengan potensi tambang Batu Gamping.
(3) Wilayah Pencadangan Negara (WPN) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
seluas 18.087 Ha terletak di:
a. Kabupaten Buton Utara seluas 7.418,67 Ha dengan cadangan tambang Aspal;
b. Kabupaten Konawe seluas 6.923,87 Ha dengan cadangan tambang Nikel;
c. Kabupaten Konawe Selatan seluas 1.631,51 Ha dengan cadangan tambang Nikel
Laterit; dan
d. Kabupaten Muna seluas 2.113,28 Ha dengan cadangan tambang Aspal.
Paragraf 5
Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 40
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf e
terdiri atas:
a.

kawasan industri kecil dan menengah; dan

b.

kawasan aglomerasi industri skala besar.

(2) Kawasan industri kecil dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
39
tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.
(3) Kawasan aglomerasi industri skala besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b tersebar pada Pusat Kawasan Industri Pertambangan (PKIP) di Kabupaten Konawe
Utara, Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka dan
Kabupaten Kolaka Utara.
Paragraf 6
Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pasal 41
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
huruf e terdiri atas:
a.

kawasan peruntukan pariwisata berskala nasional; dan

b.

kawasan peruntukan pariwisata berskala provinsi.

(2) Kawasan peruntukan pariwisata berskala nasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a terdiri atas :
a. kawasan wisata alam meliputi Taman Wisata Alam (TWA) Mangolo di
Kabupaten Kolaka, TWA Tirta Rimba di Kota Baubau, TWA Laut Kepulauan
Padamarang di Kabupaten Kolaka, TWA Laut Selat Tiworo di Kabupaten Muna,
TWA Laut Liwutongkidi di Kabupaten Buton, TWA Laut Teluk Lasolo di
Kabupaten Konawe Utara, Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai tersebar di
Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe dan Kabupaten
Konawe Selatan, Taman Nasional Laut Kepulauan Wakatobi di Kabupaten
Wakatobi, Cagar Alam Lamedai di Kabupaten Kolaka, Cagar Alam Napabalano
di Kabupaten Muna, Cagar Alam Kakenauwe di Kabupaten Buton, Suaka
Margasatwa Buton Utara tersebar di Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton
Utara, Suaka Margasatwa Tanjung Amelengo di Kabupaten Konawe Selatan,
Suaka Margasatwa Tanjung Peropa di Kabupaten Konawe Selatan, Suaka
Margasatwa Tanjung Batikolo di Kabupaten Konawe Selatan, Suaka Margasatwa
Lambusango di Kabupaten Buton dan Tahura Murhum tersebar di Kota Kendari
dan Kabupaten Konawe; dan
b. kawasan wisata sejarah meliputi rencana Kawasan Khusus Nasional Kompleks
Keraton Kesultanan Buton di Kota Baubau yang didalam terdapat situs-situs
bersejarah seperti Malige (rumah adat), Benteng Ba’adia, Benteng Sorawolio,
Mesjid Agung Keraton Buton, Batu Popaua (batu pelantikan raja/sultan), Sulana
Tombi (tiang bendera) dan Makam-makam Sultan Buton; situs Benteng Loji, Gua
(Kumapo) Kobori, Gua (Kumapo) Metanduno, Ceruk Lasabo, Ceruk Latanggara,
Kumapo Wabose, Kumapo Toko, Kumapo Lokolombu di Kabupaten Muna dan
Benteng Bangkudu di Kabupaten Buton Utara.
(3) Kawasan peruntukan pariwisata berskala provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b terdiri atas :
a.

Kawasan wisata alam terletak di :

40
1.

Kota Kendari meliputi air terjun Lahundape, agrowisata dan/atau agroforestry
Nanga-nanga;

2. Kota Baubau meliputi TWA Laut Pantai Nirwana, TWA Laut Pulau Makasar,
Air Terjun Tirta Rimba, Air Terjun Samparona, Air Terjun Lagaguna,
Permandian Alam Bungi, Gua Lakasa, Gua Ntiti, Gua Kaisabu, Bukit
Palatiga dan Kali Baubau;
3.

Kabupaten Konawe Selatan meliputi Air Terjun Moramo dan Air Panas
Kaeendi;

4.

Kabupaten Konawe Utara meliputi Air Panas Wawolesea, Danau Tiga Warna
Linomoio, Air Terjun Lawali dan Gua Kelelawar Tanjung Taipa;

5.

Kabupaten Kolaka yaitu kawasan permandian sungai Tamborasi;

6. Kabupaten Kolaka Utara meliputi Danau Biru, Air Terjun Ponggi, Gua
Tappereng Pasonggi dan Gua Lelewawo;
7.

Kabupaten Muna meliputi Danau Napabale, Gua Liang Kobori, Mata Air
Jompi, Air Terjun Kalima-Lima dan Batu Berbunga Danau Motonuno;

8. Kabupaten Buton Utara meliputi Air Panas Karede dan Taman Wisata Laut di
Teluk Kulisusu; dan
9.

Kabupaten Bombana meliputi Gua Watutuburi, Air Panas Tahite dan Air
Panas Dongkala.

b. kawasan wisata alam pantai tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi
Sulawesi Tenggara;
c. kawasan wisata sejarah terletak di :
1.

Kota Kendari meliputi situs Makam Raja Sao-sao, situs Bunker dan
Terowongan Jepang dan situs kota lama Kendari;

2.

Kota Baubau meliputi Kamali Malige, situs benteng Kalampa, Istana Ilmiah
dan Benteng Palagimata;

3.

Kabupaten Buton meliputi Benteng Takimpo, Makam Oputa Yii Koo,
Benteng Bombonawulu, Benteng Lapandewa, Makam/Benteng Sangia
Wambulu dan Perkampungan Tua Kapontori;

4.

Kabupaten Wakatobi meliputi Benteng Liya Togo, Benteng Tindoi, Benteng
Mandati Tonga di Pulau Wangi-wangi, Benteng Pangilia dan Benteng Ollo di
Pulau Kaledupa, Benteng Patua, Benteng Suo-Suo dan Benteng Rambi Randa
di Pulau Tomia, Benteng Fatiwa, Benteng Oihu dan Benteng Wali di Pulau
Binongko;

5.

Kabupaten Kolaka meliputi situs kompleks Makam Sangia Nibandera,
tambang nikel peninggalan Jepang, Gua Istana Porabua, Gua Watu Wulaa
Silea dan Batu Tapak Mowewe;

6.

Kabupaten Buton Utara meliputi Benteng Lipu (Benteng Keraton Kulisusu)
dan Benteng Pangilia;

7.

Kabupaten Konawe yaitu situs Makam Raja Lakidende;

41
8.

Kabupaten Bombana meliputi situs Pajongang, Goa Watuburi dan situs
Makam Sangia Dowo;

9.

Kabupaten Muna meliputi Metadunu dan Mesjid Tua Muna; dan

10. Kabupaten Konawe Utara yaitu Goa Solooti.

d. kawasan wisata budaya tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi
Sulawesi Tenggara berupa perkampungan tradisional, pengembangan atraksi seni
budaya tari, upacara adat, atraksi musik dan kerajinan tradisional.
e. kawasan wisata buatan tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi
Sulawesi Tenggara.
Paragraf 7
Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 42
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1)
huruf f terdiri atas:
a.

kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan

b.

kawasan peruntukan permukiman perdesaan.

(2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi pengembangan permukiman di kawasan perkotaan yang tersebar
pada seluruh ibukota kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dan
pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) yang terletak di :
a. Kota Kendari meliputi Rusunawa Kota Kendari dan Rusunawa di Universitas
Haluoleo;
b. Kota Baubau meliputi Rusunawa Wameo dan Rusunawa Sulaa; dan
c. Kabupaten Kolaka yaitu Rusunawa Kolaka.
(3) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
berada diluar kawasan perkotaan yang tersebar pada seluruh kabupaten di Provinsi
Sulawesi Tenggara.
Paragraf 8
Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 43
(1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf g
yaitu kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan yang diperuntukan bagi basis
militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan
lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan dan/atau kawasan
sistem pertahanan.
(2) Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:

42
a. kawasan latihan militer di Anggotoa Kabupaten Konawe;
b. kawasan latihan militer di Boro-boro Kabupaten Konawe Selatan; dan
c. kawasan latihan militer di Kota Baubau.

43
BAB V
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS PROVINSI
Pasal 44
(1) Kawasan strategis di wilayah provinsi meliputi :
a. kawasan strategis yang ditetapkan dalam RTRW Nasional sebagai Kawasan
Strategis Nasional (KSN) dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, serta
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan
b. Kawasan Strategis Provinsi (KSP) dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi.
(2) Kawasan strategis di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan dalam peta penetapan kawasan strategis provinsi dengan skala
ketelitian minimal 1:250.000 yang tercantum dalam Lampiran XVIII, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 45
(1) KSN di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf a
meliputi :
a. KSN dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, yaitu Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET Bank Sejahtera) pada koridor
Kendari Kolaka meliputi beberapa kecamatan di Kota Kendari, Kabupaten
Konawe, Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Kolaka; dan
b. KSN dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, yaitu
Taman Nasional Rawa Aopa-Watumohai dan Rawa Tinondo yang tersebar di
Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe dan Kabupaten
Konawe Selatan;
(2) KSP dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (1) huruf b yaitu Kawasan Ekonomi Khusus Pertambangan Nasional
yang memiliki Pusat Kawasan Industri Pertambangan (PKIP) terdiri atas :
a. PKIP Asera-Wiwirano-Langgikima (AWILA) dengan pusat kawasan Konawe
Utara yang meliputi Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Konawe bagian
selatan;
b. PKIP Kapontori-Lasalimu (KAPOLIMU) dengan pusat kawasan Lasalimu
Kabupaten Buton yang meliputi Pulau Buton dan Pulau Muna;
c. PKIP Kabaena-Torobulu-Wawonii (KARONI) dengan pusat kawasan Torobulu
Kabupaten Konawe Selatan yang meliputi Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten
Bombana dan Pulau Wawonii;
d. PKIP Pomalaa dengan pusat kawasan Kolaka yang meliputi Kabupaten Kolaka
dan Kabupaten Kolaka Utara bagian selatan; dan
e. PKIP Laiwoi dengan pusat kawasan Kolaka Utara yang meliputi Kabupaten
Kolaka Utara dan Kabupaten Konawe bagian utara.
(3) Rincian rencana pengembangan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat

44
(1) dan ayat (2) tercantum sebagai Lampiran XIX, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 46
(1) Untuk operasionalisasi RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara disusun Rencana Rinci
Tata Ruang berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi.
(2) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
BAB VI
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG PROVINSI
Pasal 47
(1) Pemanfaatan ruang wilayah provinsi berpedoman pada rencana struktur ruang,
pola ruang dan kawasan strategis.
(2) Pemanfaatan ruang wilayah provinsi dilaksanakan melalui penyusunan dan
pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta sumber pendanaannya.
Pasal 48
(1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) disusun
berdasarkan indikasi program utama lima tahunan.
(2)

Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi
swasta dan/atau kerjasama pendanaan.

(3)

Kerjasama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(4)

Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilaksanakan dalam bentuk kerjasama antar pemerintah yaitu pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan kerjasama dengan pihak swasta
dan/atau asing (luar negeri).

(5)

Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang disusun dalam
indikasi program utama lima tahunan tercantum sebagai Lampiran XX, yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

45
BAB VII
ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG PROVINSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 49
(1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi digunakan sebagai
acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
(2) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas :
a. indikasi arahan peraturan zonasi;
b. arahan perizinan;
c. arahan insentif dan disinsentif; dan
d. arahan sanksi.
Bagian Kedua
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Sistem Provinsi
Pasal 50
(1) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 ayat (2) huruf a berfungsi :
a. sebagai dasar pelaksanaan pengawasan pemanfaatan ruang;
b. untuk menyeragamkan arahan peraturan zonasi di seluruh wilayah provinsi untuk
peruntukan ruang yang sama; dan
c. sebagai arahan peruntukan fungsi yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan
syarat dan dilarang serta intensitas ruang pada wilayah provinsi.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.

indikasi arahan peraturan zonasi untuk rencana struktur ruang;

b.

indikasi arahan peraturan zonasi untuk rencana pola ruang; dan

c.

indikasi arahan peraturan zonasi untuk kawasan strategis.
Paragraf 1
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Rencana Struktur Ruang

Pasal 51
Indikasi arahan peraturan zonasi untuk rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a meliputi :
a. indikasi arahan peraturan zonasi sistem perkotaan;
b. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi;
c. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan energi;
d. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi; dan
e. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan sumberdaya air.

46
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem Perkotaan
Pasal 52
(1) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 huruf a meliputi :
a.

indikasi arahan peraturan zonasi Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan
PKNp;

b.
c.

indikasi arahan peraturan zonasi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan
PKWp; dan
indikasi arahan peraturan zonasi Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

(2) Indikasi arahan peraturan zonasi Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan PKNp
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan memperhatikan :
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala internasional dan
nasional untuk menunjang kegiatan ekspor impor yang didukung dengan fasilitas
dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang
dilayaninya;
b. pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman dengan
tingkat intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi dan kecenderungan
pengembangan ruangnya ke arah vertikal, memperhatikan koefisien dasar
bangunan maksimum, koefisien lantai minimum, ketinggian bangunan maksimum
dan koefisien dasar hijau minimum;
c. penyediaan prasarana dan sarana transportasi yang berstandar internasional
maupun nasional yang mampu melayani kegiatan ekspor impor dan untuk
menunjang pergerakan ke kawasan internasional serta kawasan lain di sekitarnya;
d. pengembangan serta peningkatan fungsi kawasan industri dan jasa yang melayani
skala regional dan nasional;
e. pengembangan serta peningkatan fungsi kawasan investasi internasional; dan
f. pengembangan jaringan telekomunikasi berbasis teknologi tinggi, prasarana
sumberdaya air, transmisi tenaga listrik dan pembangkit tenaga listrik untuk
mendukung fungsi pelayanan kawasan perkotaan yang berskala nasional dan
antarprovinsi.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk PKW dan PKWp sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b disusun dengan memperhatikan :
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala provinsi yang
didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan
kegiatan ekonomi yang dilayaninya;
b. pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman dengan
tingkat intensitas pemanfaatan ruang menengah yang kecenderungan
pengembangan ruangnya ke arah horizontal dikendalikan;

47
c. penyediaan prasarana dan sarana perekonomian untuk menunjang kegiatan
industri dan ekspor impor yang mendukung PKN Kota Kendari dan PKNp Kota
Baubau;
d. pengembangan sarana dan prasarana pusat pelayanan pemerintahan yang
melayani PKL dan kawasan sekitarnya;
e. pengembangan prasarana transportasi untuk menunjang mobilitas baik di dalam
maupun ke luar provinsi dan mendukung kegiatan ekspor impor;
f. pengembangan serta peningkatan fungsi kawasan industri dan jasa yang melayani
skala provinsi;
g. pengembangan jaringan akses dari pusat-pusat produksi yang berorientasi ekspor
ke pusat distribusi barang (hasil produksi); dan
h. pengembangan jaringan telekomunikasi, prasarana sumberdaya air, transmisi
tenaga listrik dan pembangkit tenaga listrik yang mendukung fungsi pelayanan
kawasan perkotaan yang berskala provinsi.
(4) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk PKL disusun dengan memperhatikan:
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala kabupaten/kota yang
didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan
kegiatan ekonomi yang dilayaninya;
b. pengembangan prasarana dan sarana perekonomian untuk menunjang kegiatan
industri dan ekspor impor yang mendukung PKW dan PKWp;
c. pengembangan prasarana transportasi untuk menunjang mobilitas baik skala lokal
maupun regional;
d. pengembangan pusat jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani kabupaten
atau beberapa kecamatan;
e. pengembangan jaringan akses dari pusat-pusat industri dan jasa menuju pusat
distribusi (baik pelabuhan maupun bandar udara);
f. pengembangan dan peningkatkan fungsi kawasan industri dan jasa yang mampu
melayani skala kabupaten dan kecamatan;
g. pengembangan pusat jasa pemerintahan yang melayani satu kabupaten atau
meliputi beberapa kecamatan; dan
h. pengembangan jaringan telekomunikasi, prasarana sumberdaya air, transmisi
tenaga listrik dan pembangkit tenaga listrik yang mendukung fungsi pelayanan
kawasan perkotaan yang berskala kabupaten/kota.
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Transportasi
Pasal 53
(1) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 huruf b meliputi:
a. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi darat dan
perkeretaapian;

48
b. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut; dan
c. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi udara.
(2) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi darat dan perkeretaapian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan memperhatikan:
a. ruang milik jalan hanya boleh dimanfaatkan untuk jaringan jalan raya dan simpul
(node) transportasi guna kepentingan lalu lintas dan tidak diperkenankan untuk
dialihfungsikan untuk kegiatan lain;
b. agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas, maka kepentingan selain
kepentingan lalu lintas berupa reklame, penempatan jaringan listrik, air, telepon,
drainase dan lain-lain diletakkan pada lokasi yang tidak mengganggu kegiatan dan
kepentingan lalu lintas yang berada di wilayah tersebut;
c. pengembangan jaringan jalan yang ada dan pembukaan jaringan jalan untuk
wilayah desa yang masih terisolir sehingga meningkatkan aksesibilitas yang dapat
mempercepat pengembangkan wilayah desa tersebut;
d. harus dipertegas batasan ruang milik jalan dengan ukuran dan batasan yang jelas
termasuk daerah simpul transportasi;
e. ruang milik jaringan jalur kereta api, terminal, stasiun kereta api dan pelabuhan
penyeberangan tidak diperkenankan dialihfungsikan untuk kegiatan lain;
f. kawasan pelabuhan penyeberangan tidak diperkenankan dialihfungsikan untuk
kegiatan lain; dan
g. pemanfaatan ruang di sekitar badan air sepanjang lintas penyeberangan dilakukan
dengan tidak mengganggu aktivitas penyeberangan.
(3) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan memperhatikan:
a. pelabuhan laut diarahkan untuk memiliki kelengkapan fasilitas pendukung sesuai
dengan fungsi dari pelabuhan tersebut;
b. pelabuhan laut diarahkan untuk memiliki akses ke jalan arteri primer guna
memudahkan aksesibilitas masyarakat;
c. pemanfaatan ruang di dalam dan sekitar pelabuhan laut untuk kebutuhan
operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan;
d. daerah lingkungan kerja pelabuhan dan daerah kepentingan pelabuhan baik
perairan maupun daratan serta alur pelayaran tidak diperkenankan untuk
dialihfungsikan;
e. daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan baik
perairan dan daratan dan alur pelayaran harus dipertegas batasannya;
f. penetapan luas daerah lingkungan kerja pelabuhan dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan dengan menggunakan pedoman teknis kebutuhan lahan
daratan dan perairan untuk rencana induk pelabuhan;
g. daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan baik
perairan dan daratan dan alur pelayaran harus bebas dan hanya dapat dibangun

49
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi
RTRW Sulawesi

More Related Content

What's hot

Peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang.
Peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang.Peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang.
Peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang.Rizki Fitrianto
 
Perda rtrw kab tangerang 2002
Perda  rtrw kab tangerang 2002Perda  rtrw kab tangerang 2002
Perda rtrw kab tangerang 2002Virza Arizal
 
PP No 14 tahun 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
PP No 14 tahun 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukimanPP No 14 tahun 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
PP No 14 tahun 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukimanazhari sofyan
 
Pp no 14 tahun 2016 (penjelasan pp nomor 14 tahun 2016)
Pp no 14 tahun 2016 (penjelasan pp nomor 14 tahun 2016)Pp no 14 tahun 2016 (penjelasan pp nomor 14 tahun 2016)
Pp no 14 tahun 2016 (penjelasan pp nomor 14 tahun 2016)azhari sofyan
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SerangRencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SerangPenataan Ruang
 
Peraturan Daerah Provinsi Jambi Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jamb
Peraturan Daerah Provinsi Jambi Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi JambPeraturan Daerah Provinsi Jambi Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jamb
Peraturan Daerah Provinsi Jambi Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi JambS. Pandu Hartadita
 
Pp no.26 tahun 2008 rtrwn
Pp no.26 tahun 2008   rtrwnPp no.26 tahun 2008   rtrwn
Pp no.26 tahun 2008 rtrwnRizki Fitrianto
 
Paparan blhd banten ketua komisi iv
Paparan blhd banten ketua komisi ivPaparan blhd banten ketua komisi iv
Paparan blhd banten ketua komisi ivUjang Sukarna
 
Keppres No, 04 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang
Keppres No, 04 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan RuangKeppres No, 04 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang
Keppres No, 04 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan RuangPenataan Ruang
 
Uu No26 2007
Uu No26 2007Uu No26 2007
Uu No26 2007cuttank
 
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...Penataan Ruang
 
Row kota tangerang
Row kota tangerangRow kota tangerang
Row kota tangerangKikik kikuk
 
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.Penataan Ruang
 

What's hot (15)

Peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang.
Peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang.Peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang.
Peraturan pemerintah nomor 15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang.
 
Perda rtrw kab tangerang 2002
Perda  rtrw kab tangerang 2002Perda  rtrw kab tangerang 2002
Perda rtrw kab tangerang 2002
 
PP No 14 tahun 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
PP No 14 tahun 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukimanPP No 14 tahun 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
PP No 14 tahun 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman
 
Pp no 14 tahun 2016 (penjelasan pp nomor 14 tahun 2016)
Pp no 14 tahun 2016 (penjelasan pp nomor 14 tahun 2016)Pp no 14 tahun 2016 (penjelasan pp nomor 14 tahun 2016)
Pp no 14 tahun 2016 (penjelasan pp nomor 14 tahun 2016)
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota SerangRencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang
 
Peraturan Daerah Provinsi Jambi Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jamb
Peraturan Daerah Provinsi Jambi Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi JambPeraturan Daerah Provinsi Jambi Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jamb
Peraturan Daerah Provinsi Jambi Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jamb
 
Pp no.26 tahun 2008 rtrwn
Pp no.26 tahun 2008   rtrwnPp no.26 tahun 2008   rtrwn
Pp no.26 tahun 2008 rtrwn
 
Paparan blhd banten ketua komisi iv
Paparan blhd banten ketua komisi ivPaparan blhd banten ketua komisi iv
Paparan blhd banten ketua komisi iv
 
Keppres No, 04 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang
Keppres No, 04 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan RuangKeppres No, 04 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang
Keppres No, 04 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi Penataan Ruang
 
Bab 6 rev 02
Bab 6 rev 02Bab 6 rev 02
Bab 6 rev 02
 
Uu No26 2007
Uu No26 2007Uu No26 2007
Uu No26 2007
 
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
 
Row kota tangerang
Row kota tangerangRow kota tangerang
Row kota tangerang
 
PP 26 2008 rtrwn
PP 26 2008 rtrwnPP 26 2008 rtrwn
PP 26 2008 rtrwn
 
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
 

Similar to RTRW Sulawesi

Rtrw Kab sigi 21_2012
Rtrw Kab sigi 21_2012Rtrw Kab sigi 21_2012
Rtrw Kab sigi 21_2012Aidil Fitrah
 
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WI...
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WI...PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WI...
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WI...Kota Serang
 
Perda no 12 th 2014 ttg rtrw kota surabaya
Perda no 12 th 2014 ttg rtrw kota surabayaPerda no 12 th 2014 ttg rtrw kota surabaya
Perda no 12 th 2014 ttg rtrw kota surabayaRoritaCarolina
 
Salinan PP Nomor 21 Tahun 2021.pdf
Salinan PP Nomor 21 Tahun 2021.pdfSalinan PP Nomor 21 Tahun 2021.pdf
Salinan PP Nomor 21 Tahun 2021.pdfAnonymousSMDZgs
 
PP Nomor 21 Tahun 2021.pdf
PP Nomor 21 Tahun 2021.pdfPP Nomor 21 Tahun 2021.pdf
PP Nomor 21 Tahun 2021.pdfPanjiIndara
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BojonegoroRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BojonegoroPenataan Ruang
 
dokumen.tips_perda-rtrw-kabupaten-muaro-jambi.pdf
dokumen.tips_perda-rtrw-kabupaten-muaro-jambi.pdfdokumen.tips_perda-rtrw-kabupaten-muaro-jambi.pdf
dokumen.tips_perda-rtrw-kabupaten-muaro-jambi.pdfEndrikusno1
 
Perda RTRWP Sulsel No 3 tahun 2022.pdf
Perda RTRWP Sulsel No 3 tahun 2022.pdfPerda RTRWP Sulsel No 3 tahun 2022.pdf
Perda RTRWP Sulsel No 3 tahun 2022.pdfsinkronisasikalsul
 
PERDA RTRW 2021-2041 KOTA PALU.pdf
PERDA RTRW 2021-2041 KOTA PALU.pdfPERDA RTRW 2021-2041 KOTA PALU.pdf
PERDA RTRW 2021-2041 KOTA PALU.pdffadelhasyim
 
Rtrw nasional 2008 2028
Rtrw nasional 2008 2028Rtrw nasional 2008 2028
Rtrw nasional 2008 2028pamboedi
 
PERMEN-ATR-BPN-13-2021.pdf
PERMEN-ATR-BPN-13-2021.pdfPERMEN-ATR-BPN-13-2021.pdf
PERMEN-ATR-BPN-13-2021.pdfIsmailAja2
 
Rencana Tata Ruang Wilayah
Rencana Tata Ruang WilayahRencana Tata Ruang Wilayah
Rencana Tata Ruang Wilayahmanafhsb
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonosobo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten WonosoboRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonosobo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten WonosoboPenataan Ruang
 
Pp no 26 tahun 2008
Pp no 26 tahun 2008Pp no 26 tahun 2008
Pp no 26 tahun 2008farah5
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukoharjo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten SukoharjoRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukoharjo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten SukoharjoPenataan Ruang
 
Uu 26 2007 penataan ruang
Uu 26 2007 penataan ruangUu 26 2007 penataan ruang
Uu 26 2007 penataan ruanglilikwbs
 
Undang-undang No. 26 tahun 2007
Undang-undang No. 26 tahun 2007Undang-undang No. 26 tahun 2007
Undang-undang No. 26 tahun 2007Denny Helard
 
Uu no.26 th.2007 penataan ruang
Uu no.26 th.2007 penataan ruangUu no.26 th.2007 penataan ruang
Uu no.26 th.2007 penataan ruangmuhfidzilla
 
Uu 26 2007 penataan ruang
Uu 26 2007 penataan ruangUu 26 2007 penataan ruang
Uu 26 2007 penataan ruangRizki Fitrianto
 

Similar to RTRW Sulawesi (20)

Rtrw Kab sigi 21_2012
Rtrw Kab sigi 21_2012Rtrw Kab sigi 21_2012
Rtrw Kab sigi 21_2012
 
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WI...
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WI...PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WI...
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WI...
 
Perda no 12 th 2014 ttg rtrw kota surabaya
Perda no 12 th 2014 ttg rtrw kota surabayaPerda no 12 th 2014 ttg rtrw kota surabaya
Perda no 12 th 2014 ttg rtrw kota surabaya
 
Salinan PP Nomor 21 Tahun 2021.pdf
Salinan PP Nomor 21 Tahun 2021.pdfSalinan PP Nomor 21 Tahun 2021.pdf
Salinan PP Nomor 21 Tahun 2021.pdf
 
PP Nomor 21 Tahun 2021.pdf
PP Nomor 21 Tahun 2021.pdfPP Nomor 21 Tahun 2021.pdf
PP Nomor 21 Tahun 2021.pdf
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten BojonegoroRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bojonegoro
 
dokumen.tips_perda-rtrw-kabupaten-muaro-jambi.pdf
dokumen.tips_perda-rtrw-kabupaten-muaro-jambi.pdfdokumen.tips_perda-rtrw-kabupaten-muaro-jambi.pdf
dokumen.tips_perda-rtrw-kabupaten-muaro-jambi.pdf
 
Perda RTRWP Sulsel No 3 tahun 2022.pdf
Perda RTRWP Sulsel No 3 tahun 2022.pdfPerda RTRWP Sulsel No 3 tahun 2022.pdf
Perda RTRWP Sulsel No 3 tahun 2022.pdf
 
PERDA RTRW 2021-2041 KOTA PALU.pdf
PERDA RTRW 2021-2041 KOTA PALU.pdfPERDA RTRW 2021-2041 KOTA PALU.pdf
PERDA RTRW 2021-2041 KOTA PALU.pdf
 
Rtrw nasional 2008 2028
Rtrw nasional 2008 2028Rtrw nasional 2008 2028
Rtrw nasional 2008 2028
 
PERMEN-ATR-BPN-13-2021.pdf
PERMEN-ATR-BPN-13-2021.pdfPERMEN-ATR-BPN-13-2021.pdf
PERMEN-ATR-BPN-13-2021.pdf
 
Rencana Tata Ruang Wilayah
Rencana Tata Ruang WilayahRencana Tata Ruang Wilayah
Rencana Tata Ruang Wilayah
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonosobo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten WonosoboRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonosobo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wonosobo
 
Pp no 26 tahun 2008
Pp no 26 tahun 2008Pp no 26 tahun 2008
Pp no 26 tahun 2008
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukoharjo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten SukoharjoRencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukoharjo
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sukoharjo
 
Uu 26 2007 penataan ruang
Uu 26 2007 penataan ruangUu 26 2007 penataan ruang
Uu 26 2007 penataan ruang
 
Undang-undang No. 26 tahun 2007
Undang-undang No. 26 tahun 2007Undang-undang No. 26 tahun 2007
Undang-undang No. 26 tahun 2007
 
Uu no.26 th.2007 penataan ruang
Uu no.26 th.2007 penataan ruangUu no.26 th.2007 penataan ruang
Uu no.26 th.2007 penataan ruang
 
Uu 26 2007 penataan ruang
Uu 26 2007 penataan ruangUu 26 2007 penataan ruang
Uu 26 2007 penataan ruang
 
uu no26-2007
uu no26-2007uu no26-2007
uu no26-2007
 

More from kamushal142

More from kamushal142 (12)

Bab2
Bab2Bab2
Bab2
 
Bab3
Bab3Bab3
Bab3
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Bab4 rencana kerja
Bab4 rencana kerjaBab4 rencana kerja
Bab4 rencana kerja
 
Bab5
Bab5Bab5
Bab5
 
Bab2
Bab2Bab2
Bab2
 
Jurnal Pelabuhan Murhum Baubau
Jurnal Pelabuhan Murhum BaubauJurnal Pelabuhan Murhum Baubau
Jurnal Pelabuhan Murhum Baubau
 
2. daftar isi
2. daftar isi2. daftar isi
2. daftar isi
 
3. tesis pelabuhan murhum
3. tesis pelabuhan murhum3. tesis pelabuhan murhum
3. tesis pelabuhan murhum
 
Jurnal
JurnalJurnal
Jurnal
 
Kata pengantar ii
Kata pengantar iiKata pengantar ii
Kata pengantar ii
 
Persentase pra raker dan swakelola1
Persentase pra raker dan swakelola1Persentase pra raker dan swakelola1
Persentase pra raker dan swakelola1
 

Recently uploaded

implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 

Recently uploaded (20)

implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 

RTRW Sulawesi

  • 1. RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOMOR ……… TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGGARA Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu disusun rencana tata ruang wilayah; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat dan/atau dunia usaha; c bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu penjabaran ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dengan Peraturan Daerah. 1
  • 2. Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara – Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan – Tenggara (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2687); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160). 2
  • 3. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA dan GUBERNUR SULAWESI TENGGARA MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2011-2031 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Provinsi Sulawesi Tenggara. 2. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Tenggara. 4. Kepala Daerah adalah Gubernur Sulawesi Tenggara yang dibantu oleh seorang Wakil Gubernur. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD adalah DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara. 6. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 7. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota dalam lingkup Provinsi Sulawesi Tenggara. 8. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di lingkup Provinsi Sulawesi Tenggara. 9. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat RTRWP adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah Nasional dan Pulau Sulawesi ke dalam struktur dan pola ruang wilayah Provinsi. 3
  • 4. 10. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. 11. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 12. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 13. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 14. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 15. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. 16. Pola ruang adalah adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. 17. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. 18. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. 19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. 20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. 21. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. 22. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. 23. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budidaya, baik di ruang darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan di sekitarnya. 24. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 25. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 4
  • 5. 26. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 27. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa. 28. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. 29. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan. 30. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah kawasan strategis kabupaten/kota se Sulawesi Tenggara. 31. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. 32. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa dan/atau kegiatan pendukung lainnya. 33. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional atau beberapa provinsi. 34. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. 35. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. 36. Pusat Pelayanan Lokal yang selanjutnya disebut PPL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa kelurahan/desa. 37. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. 38. Zonasi adalah blok tertentu yang ditetapkan penataan ruangnya untuk fungsi tertentu. 39. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5
  • 6. 40. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 41. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 42. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan. 43. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel. 44. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis. 45. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. 46. Wilayah sungai yang selanjutnya disingkat WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2. 47. Daerah aliran sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 48. Sumberdaya air adalah air, sumber air dan daya air yang terkandung di dalamnya. 49. Daerah Irigasi selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi. 50. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam 51. Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program. 52. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penataan ruang. 6
  • 7. 53. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 54. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat adhoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Sulawesi Tenggara dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Gubernur dalam koordinasi penataan ruang di daerah. BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI Bagian Kesatu Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi Pasal 2 Tujuan penataan ruang wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara adalah untuk mewujudkan tatanan ruang wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara yang berbasis pada sektor pertanian dalam arti luas, pertambangan serta kelautan dan perikanan terkait pariwisata guna mendukung peningkatan taraf hidup masyarakat dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh wilayah provinsi serta menjaga kelestarian dan daya dukung lingkungan hidup dalam rangka mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Bagian Kedua Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Provinsi Pasal 3 Kebijakan yang ditempuh untuk mewujudkan penataan ruang wilayah provinsi adalah : a. menata dan mengalokasikan sumberdaya lahan secara proporsional melalui berbagai pertimbangan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan di sektor unggulan pertanian, pertambangan serta kelautan dan perikanan; b. meningkatkan aksesibilitas dan pengembangan pusat-pusat kegiatan sektor terhadap pusat-pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal melalui pengembangan struktur ruang secara terpadu; c. menetapkan pola ruang secara proporsional untuk mendukung pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, seimbang dan berkesinambungan; d. menetapkan kawasan strategis dalam rangka pengembangan sektor unggulan dan pengembangan sosial ekonomi secara terintegrasi dengan wilayah sekitar; dan e. pengembangan sumberdaya manusia yang mampu mengelola sektor unggulan secara profesional dan berkelanjutan. 7
  • 8. Pasal 4 Strategi dalam mewujudkan pengembangan sektor pertanian dalam arti luas terdiri atas : a. menata dan mengalokasikan sumberdaya lahan untuk pengembangan pertanian tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura serta pengembangan lahan peternakan secara proporsional; b. mengembangkan sarana dan prasarana guna mendukung aksesibilitas dan pusat-pusat pertumbuhan pertanian tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura serta pengembangan lahan peternakan terhadap pusat-pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal; c. mengintegrasikan kawasan unggulan pertanian tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura serta pengembangan lahan peternakan dengan wilayah sekitar dan kawasan unggulan lain; dan d. peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang mampu mengelola sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura serta peternakan secara profesional dan berkelanjutan melalui penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Pasal 5 Strategi dalam mewujudkan pengembangan sektor pertambangan terdiri atas : a. menata dan menetapkan kawasan pertambangan; b. mengembangkan pusat industri pertambangan nasional sebagai suatu kawasan pertambangan dan pengolahan bahan tambang secara terpadu; c. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung guna menunjang aksesibilitas pusat kawasan industri pertambangan dengan usaha ekonomi pada wilayah sekitar; d. mengembangkan sarana dan prasarana pendukung untuk menunjang aksesibilitas perdagangan antar pulau dan ekspor; e. mengintegrasikan usaha-usaha untuk mendukung pengembangan pusat industri pertambangan nasional dengan usaha-usaha ekonomi masyarakat sekitar; f. mengembangkan sistem pengelolaan lingkungan secara preventif maupun kuratif sebelum dan sesudah eksplorasi bahan tambang dan limbah pabrik pengolahan; dan g. pengembangan sumberdaya manusia secara komprehensif untuk mengelola industri pertambangan nasional secara menyeluruh dengan melaksanakan pelatihan teknis dan membangun sekolah kejuruan dan pendidikan keahlian (sarjana dan pascasarjana). Pasal 6 Strategi dalam mewujudkan pengembangan sektor kelautan dan perikanan terdiri atas : a. menata dan mengalokasikan sumberdaya lahan secara proporsional melalui berbagai pertimbangan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan di sektor kelautan dan perikanan; 8
  • 9. b. meningkatkan aksesibilitas dan pengembangan pusat-pusat kegiatan sektor kelautan dan perikanan terhadap pusat-pusat kegiatan nasional, wilayah dan lokal melalui pengembangan struktur ruang secara terpadu; c. menetapkan pusat kawasan pengembangan sektor perikanan dan kelautan berupa kawasan pengembangan budidaya perairan dan kawasan perikanan tangkap secara terintegrasi dengan usaha-usaha ekonomi wilayah sekitar; d. melindungi dan mengelola sumberdaya kelautan untuk kebutuhan perlindungan plasma nutfah, terumbu karang, dan sumberdaya hayati untuk kelangsungan produksi dan pengembangan ekowisata; dan e. mengembangkan fasilitas pelayanan pendidikan dan latihan secara profesional dan berkelanjutan. BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PROVINSI Bagian Kesatu Umum Pasal 7 (1) Rencana struktur ruang wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara meliputi: a. pusat-pusat kegiatan; b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya. (2) Rencana struktur ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan skala ketelitian minimal 1:250.000, yang tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Pusat-Pusat Kegiatan Pasal 8 (1) Pusat-pusat kegiatan di Provinsi Sulawesi Tenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a meliputi : a. PKN di Kota Kendari sebagai Ibukota Provinsi; b. PKNp di Kota Baubau; c. PKW di Unaaha, Lasolo, Raha dan Kolaka; d. PKWp di Pasarwajo, Wangi-Wangi dan Latao; dan e. PKL di Lasusua, Andoolo, Torobulu, Kasipute, Buranga, Kulisusu, Lakudo, Asera dan Wanggudu. 9
  • 10. (2) Rencana pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan sebagai Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Ketiga Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 9 Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b meliputi: a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan perkeretaapian; c. sistem jaringan transportasi laut; dan d. sistem jaringan transportasi udara. Paragraf 1 Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 10 (1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a terdiri atas: a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan terdiri atas : 1. jaringan jalan; 2. jaringan prasarana lalu lintas; dan 3. jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan. b. jaringan penyeberangan. (2) Rincian sistem jaringan lalu lintas angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum sebagai Lampiran III – Lampiran V, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 11 (1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 1 terdiri atas: a. jaringan jalan nasional yang terkait dengan wilayah provinsi; dan b. jaringan jalan provinsi. (2) Jaringan jalan nasional yang terkait dengan wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang merupakan jalan kewenangan pemerintah terdiri atas : a. jaringan jalan arteri primer terdiri atas: 1. Jalan lintas tengah Sulawesi meliputi Bts. Prov. Sulsel - Tolala - Lelewawo sepanjang 40,071 Km, Lelewawo - Batu Putih - Lapai sepanjang 50,969 Km, 10
  • 11. Lapai - Lasusua sepanjang 41,180 Km, Lasusua – Bts. Kab. Kolaka Utara dengan Kab. Kolaka sepanjang 54,541 Km, Bts. Kab. Kolaka Utara/Kab. Kolaka – Wolo sepanjang 24,070 Km, Wolo – Bts. Kab. Kolaka sepanjang 53,150 Km, Jln. Abadi (Kolaka) sepanjang 6,285 Km, Jln. HKSN (Kolaka) sepanjang 0,310 Km, Jln. TPI (Kolaka) sepanjang 0,653 Km dan Jln. Kartini (Kolaka) sepanjang 1,071 Km; 2. jalan lintas timur Sulawesi yaitu Kendari – Simpang Pohara meliputi Pohara – Bts. Kota Kendari sepanjang 8 Km, Jln. W.R. Supratman (Kendari) sepanjang 0,565 Km, Jln. Soekarno (Kendari) sepanjang 0,424 Km, Jln. M. Hatta (Kendari) sepanjang 0,809 Km, Jln. Diponegoro (Kendari) sepanjang 0,728 Km, Jln.Sultan Hasanuddin (Kendari) sepanjang 1,621 Km, Jln. Sutoyo (Kendari) sepanjang 1,110 Km, Jln. S. Parman (Kendari) sepanjang 1,076 Km, Jln. Sam Ratulangi (Kendari) sepanjang 1,421 Km, Jln. Suprapto (Kendari) sepanjang 5,555 Km dan Jln. Pattimura (Kendari) sepanjang 2,705 Km; 3. jalan pengumpan antar jalan lintas Sulawesi yaitu Kolaka – Unaaha – Simpang Pohara/jalan penghubung lintas meliputi Jln. Pramuka (Kolaka) sepanjang 1,610 Km, Jln. Pemuda (Kolaka) sepanjang 5,886 Km, Kolaka (Simpang Kampung Baru) – Rate-rate (Bts. Kab. Kolaka/Konawe) sepanjang 58,848 Km, Rate-rate (Bts. Kab. Kolaka) – Bts. Unaaha sepanjang 31,322 Km, Jln. Inowa (Unaaha) sepanjang 2,452 Km, Jln. Sapati (Unaaha) sepanjang 1,160 Km, Jln. Jend. Sudirman (Unaaha) sepanjang 1,831 Km, Jln. Diponegoro (Unaaha) sepanjang 2,210 Km, Jln. A. Yani (Unaaha) sepanjang 3,317 Km, Jln. Monginsidi (Unaaha) sepanjang 4,274 Km dan Wawotobi/Bts. Unaaha – Simpang Pohara sepanjang 37,317 Km; 4. jalan lintas pulau Buton yaitu Labuan – Maligano – Wakangka – Baubau meliputi Labuan – Maligano sepanjang 39,650 Km, Maligano – Pure sepanjang 25,410 Km, Pure – Labundao – Todanga/Bts. Kab. Muna – Wakangka – Mataompana sepanjang 40,137 Km, Mataompana – Sp.3 Bure Km 1,40/SP. 3 Jln. Hasanudin – Jln. Pahlawan (Baubau) sepanjang 48,028 Km, Jln. RA. Kartini (Baubau) sepanjang 0,707 Km, Jln. Murhum (Baubau) sepanjang 1,690 Km dan Jln. Gajahmada (Baubau) sepanjang 2,530 Km; 5. jalan pulau Buton meliputi Bts. Kota Baubau – Pasarwajo – Banabungi sepanjang 41,631 Km, Jln. KS. Tubun (Baubau) sepanjang 0,108 Km, Jln. Jend. Sudirman (Baubau) sepanjang 0,462 Km dan Jln. Sultan Hasanuddin (Baubau) sepanjang 0,925 Km; dan 6. jalan lainnya meliputi Bts. Kota (Ranomeeto) – Bandar Udara Haluoleo sepanjang 11,110 Km, Jln. P. Tendean (Kendari) sepanjang 2,887 Km, Jln. D.I. Panjaitan (Kendari) sepanjang 3,593 Km, Jln. A. Yani (Kendari) sepanjang 4,700 Km, Jln. Drs. A. Silondae sepanjang 1,635 Km dan Awunio – Amolengu sepanjang 24,660 Km. 11
  • 12. b. jaringan jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi (K-1) terdiri atas : 1. jalan lintas tengah Sulawesi Tenggara meliputi Simpang Kampung Baru – Pomalaa sepanjang 22,816 Km, Pomalaa – Wolulu sepanjang 32,878 Km, Wolulu – Batas Kab. Kolaka/ Kab. Bombana sepanjang 20,057 Km, Bts. Kab. Kolaka/Kab. Bombana – Boepinang sepanjang 29,552 Km, Boepinang – Bambaea sepanjang 36,291 Km, Bambaea – Simpang Kasipute sepanjang 49,221 Km, Bts. Kab. Konawe Selatan/Kab. Bombana – Tinanggea sepanjang 21,387 Km, Tinanggea – Simpang 3 Torobulu sepanjang 32,296 Km, Torobulu (Dermaga) – Ambesea sepanjang 15,317 Km, Ambesea – Lainea sepanjang 16,560 Km, Lainea – Awunio sepanjang 22,803 Km, Awunio – Lapuko sepanjang 19,026 Km, Lapuko – Tobimeita sepanjang 38,985 Km dan Tobimeita – Lapulu - Wua-wua (Kendari) sepanjang 11,274 Km; 2. jalan lintas timur Sulawesi meliputi Bts. Prov. Sulteng (Buleleng) – Lamonae – Landawe sepanjang 55,769 Km, Landawe – Kota Maju – Asera sepanjang 31,033 Km, Asera (Jembatan Lasolo) – Andowia sepanjang 12,210 Km, Andowia – Belalo/Lasolo sepanjang 23,484 Km, Belalo/Lasolo – Taipa sepanjang 25,704 Km, Taipa – Bts. Kab. Konawe Utara/Kab. Konawe sepanjang 26,334 Km dan Bts. Kab. Konawe Utara/Kab. Konawe – Pohara sepanjang 21,628 Km; dan 3. jalan lainnya meliputi Jln. Bumi Praja/Boulevard (Kendari) sepanjang 5,100 Km, Jln. Haluoleo (Kendari) sepanjang 0,700 Km, Jln. Martandu (Kendari) sepanjang 1,700 Km, Jln. Pahlawan (Baubau) sepanjang 6,565 Km, Pasarwajo/Wakoko – Tanamaeta – Matanauwe sepanjang 19,936 Km dan Matanauwe – Lasalimu (Dermaga Ferry) sepanjang 38,222. (3) Jaringan jalan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas : a. jaringan jalan kolektor primer yang menghubungkan antara ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota (K-2) terdiri atas : 1. jalan Pulau Muna yaitu Tampo – Raha – Lakapera – Wara meliputi Tampo – Raha sepanjang 24,10 Km, Jln. A. Yani (Raha) sepanjang 1,00 Km, Jln. M. H. Thamrin (Raha) sepanjang 0,50 Km, Jln. Gatot Subroto (Raha) sepanjang 4,10 Km, Raha - Lakapera sepanjang 62,30 Km, Jln. Jend.Sudirman (Raha) sepanjang 0,30 Km, Jln. Dr. Sutomo (Raha) sepanjang 0,30 Km, Jln. Basuki Rahmat (Raha) sepanjang 1,10 Km dan Lakapera - Wara - Wamengkoli sepanjang 38,60 Km; 2. jalan Pulau Buton meliputi Lasalimu – Kamaru sepanjang 23,20 Km, Kamaru – Lawele sepanjang 28,50 Km, Lawele – Bubu sepanjang 32,00 Km, Bubu – Ronta sepanjang 30,50 Km, Ronta – Lambale sepanjang 15,00 Km dan Lambale – Ereke sepanjang 31,70 Km; dan 3. jalan lainnya meliputi Ambesea – Lepo-lepo – Punggaluku sepanjang 8,30 Km, Punggaluku – Alangga sepanjang 28,90 Km, Alangga – Tinanggea 12
  • 13. sepanjang 16,78 Km, Jalan Lingkar Kendari sepanjang 46,00 Km, Nangananga/Bumi Praja - Tobimeita sepanjang 10,80 Km, Lepo-Lepo – Punggaluku sepanjang 40,80 Km, Motaha – Alangga sepanjang 36,55 Km, Lambuya – Motaha sepanjang 29,20 Km, Ambaipua – Motaha sepanjang 39,80 Km, Kendari – Toronipa sepanjang 16,40 Km, Toronipa – Batu Gong sepanjang 19,50 Km, Mandonga – Batu Gong sepanjang 15,00 Km, Wawotobi – Belalo sepanjang 39,30 Km, Rate Rate – Poli-polia sepanjang 20,20 Km, Poli-polia – Lapoa sepanjang 53,60 Km dan Batu Putih – Porehu – Tolala sepanjang 50,80 Km. b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten/kota (K-3) meliputi Tetewatu - Pondoa (S. Wataraki) sepanjang 25,50 Km, Pondoa (S. Wataraki) – Routa sepanjang 48,93 Km, Lagadi – Tondasi sepanjang 35,50 Km, Wangi-Wangi – Tapanuanda – Jalan Masuk Bandara Matahora sepanjang 21,53 Km dan Usuku – Lapter – Onemay sepanjang 9,50 Km. c. jalan strategis provinsi meliputi Langara – Lampeapi sepanjang 13,95 Km, Lampeapi – Munse sepanjang 21,81 Km, Simpang 3 Lombe – Mawasangka sepanjang 37,50 Km, Routa – Bts. Kab. Konawe/Kolaka Utara sepanjang 46,42 Km, Bts. Kab. Konawe/Kab. Kolaka Utara – Porehu sepanjang 23,21 Km, Ereke – Waode Buri sepanjang 12,50 Km, Waode Buri – Labuan sepanjang 67,10 Km, Sikeli – Teomokole – Dongkala sepanjang 38,60 Km. Pasal 12 Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b angka 2 terdiri atas: a. terminal penumpang tipe A eksisting di Kota Kendari dan rencana terminal penumpang tipe A di Kota Baubau. Terminal penumpang tipe B di Kota Kendari, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe, Kabupaten Muna, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton dan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi; b. terminal barang berupa terminal truk angkutan barang yang lokasinya dekat pergudangan, pelabuhan laut dan pelabuhan penyeberangan yaitu direncanakan di Kota Kendari, Kota Baubau dan Kabupaten Kolaka; c. rencana jembatan Bahteramas Teluk Kendari di Kota Kendari, rencana jembatan yang menghubungkan Kota Baubau dengan Pulau Makassar dan rencana jembatan yang menghubungkan Pulau Muna dengan Pulau Buton; dan d. jembatan timbang Simpang Tiga Kolaka-Kendari di Kabupaten Kolaka, jembatan timbang Poros Kendari-Kolaka di Kota Kendari, jembatan timbang di Lasusua Kabupaten Kolaka Utara dan rencana jembatan timbang di setiap kabupaten dan kota selain Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara dan Kota Kendari. 13
  • 14. Pasal 13 Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c angka 3 meliputi: (1) trayek Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) meliputi : a. Makassar – Bajoe – Kolaka – Kendari; b. Toraja – Malili – Kolaka Utara – Kolaka – Konawe - Kendari; c. Pinrang – Kolaka – Kendari; d. Pare-Pare – Pinrang – Bone – Kolaka - Kendari; e. Rantepao – Palopo – Malili – Kolaka Utara – Kolaka – Konawe - Kendari; f. Makassar – Pare-Pare – Toraja – Palopo – Malili – Kolaka – Konawe - Kendari; dan g. Raha – Bira – Makassar. (2) trayek Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) meliputi : a. Kendari – Konawe; b. Kendari – Konawe Selatan; c. Kendari – Konawe Utara; d. Kendari – Kolaka Utara; e. Kendari – Bombana; f. Kendari – Baubau; g. Kendari – Raha; h. Kendari – Buton Utara; i. Kendari – Buton; dan j. Raha – Waara – Baubau. (3) trayek angkutan perintis meliputi : a. Kendari – Benua (101 km); b. Kendari – Lamonae (240 km); c. Teomokole Dongkala (60 km); d. Kendari Mawasangka km); e. Kendari – Tondasi (170 km); dan f. Kendari – (400 km). 14 – – (215 Bungku
  • 15. Pasal 14 (1) Jaringan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b terdiri atas : a. pelabuhan penyeberangan; dan b. lintas penyeberangan. (2) Pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. pelabuhan penyeberangan yang berfungsi untuk pelayanan kapal penyeberangan antar provinsi meliputi Pelabuhan Penyeberangan Tondasi di Kabupaten Muna, Pelabuhan Penyeberangan Kolaka di Kabupaten Kolaka dan Pelabuhan Penyeberangan Lasusua di Kabupaten Kolaka Utara; b. rencana pelabuhan penyeberangan yang berfungsi untuk pelayanan kapal penyeberangan antar provinsi yaitu pelabuhan penyeberangan di Kabupaten Konawe Utara; c. pelabuhan penyeberangan yang berfungsi untuk pelayanan kapal penyeberangan dalam provinsi terletak di : 1. Kabupaten Buton meliputi Pelabuhan Penyeberangan Waara, Pelabuhan Penyeberangan Mawasangka dan Pelabuhan Penyeberangan Kamaru; 2. Kota Kendari yaitu Pelabuhan Penyeberangan Kendari; 3. Kabupaten Konawe yaitu Pelabuhan Penyeberangan Langara; 4. Kabupaten Konawe Selatan yaitu Pelabuhan Penyeberangan Torobulu; 5. Kabupaten Muna yaitu Pelabuhan Penyeberangan Tampo; 6. Kota Baubau yaitu Pelabuhan Penyeberangan Bau-bau; 7. Kabupaten Bombana yaitu Pelabuhan Penyeberangan Dongkala; dan 8. Kabupaten Wakatobi yaitu Pelabuhan Penyeberangan Wanci. d. rencana pelabuhan penyeberangan yang berfungsi untuk pelayanan kapal penyeberangan dalam provinsi terletak di: 1. Kabupaten Konawe Selatan meliputi Pelabuhan Penyeberangan Amolengu dan Pelabuhan Penyeberangan Matabubu; 2. Kabupaten Buton Utara yaitu Pelabuhan Penyeberangan Labuan; 3. Kabupaten Muna meliputi Pelabuhan Penyeberangan Raha, Pelabuhan Penyeberangan Pure dan Pelabuhan Penyeberangan Pajala; 4. Kabupaten Bombana meliputi Pelabuhan Penyeberangan Bambaea, Pelabuhan Penyeberangan Sikeli, Pelabuhan Penyeberangan Puulemo dan Pelabuhan Penyeberangan Tanjung Pising; dan 5. Kabupaten Wakatobi meliputi Pelabuhan Penyeberangan Liya Togo (Pulau Wangi-Wangi), Ambeua (Pulau Kaledupa), Bontu-bontu (Pulau Tomia) dan Palahidu (Pulau Binongko). (3) Lintas penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : 15
  • 16. a. lintas penyeberangan antar provinsi pada perairan Teluk Bone antara Pelabuhan Penyeberangan Tondasi dengan Pelabuhan Penyeberangan Bira (Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan), Pelabuhan Penyeberangan Kolaka dengan Pelabuhan Penyeberangan Bajoe (Bone, Provinsi Sulawesi Selatan) dan antara Pelabuhan Penyeberangan Lasusua dengan Pelabuhan Penyeberangan Siwa (Sengkang, Provinsi Sulawesi Selatan); b. rencana lintas penyeberangan antar provinsi pada perairan Selat Salabangka (Provinsi Sulawesi Tenggara – Provinsi Sulawesi Tengah) antara rencana pelabuhan penyeberangan di Kabupaten Konawe Utara dengan Pelabuhan Penyeberangan di Provinsi Sulawesi Tengah; c. lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Wawonii antara Pelabuhan Penyeberangan Kendari dengan Pelabuhan Penyeberangan Langara; d. lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Tiworo antara Pelabuhan Penyeberangan Torobulu dengan Pelabuhan Penyeberangan Tampo; e. rencana lintas penyeberangan dalam provinsi pada pada perairan Selat Tiworo antara rencana Pelabuhan Penyeberangan Amolengu dengan Pelabuhan Penyeberangan Labuan dan antara rencana Pelabuhan Penyeberangan Matabubu dengan Pelabuhan Penyeberangan Raha; f. lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Buton antara Pelabuhan Penyeberangan Bau-Bau dengan Pelabuhan Penyeberangan Waara; g. rencana lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Buton antara rencana Pelabuhan Penyeberangan Raha dengan Pelabuhan Penyeberangan Pure; h. lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Muna antara Pelabuhan Penyeberangan Mawasangka dengan Pelabuhan Penyeberangan Dongkala; i. lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Laut Banda antara Pelabuhan Penyeberangan Kamaru dengan Pelabuhan Penyeberangan Wanci; j. rencana lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Kabaena antara rencana Pelabuhan Penyeberangan Bambaea dengan Pelabuhan Penyeberangan Sikeli, antara rencana Pelabuhan Penyeberangan Dongkala dengan Pelabuhan Penyeberangan Bambaea, antara rencana Pelabuhan Penyeberangan Puulemo dengan Pelabuhan Penyeberangan Tanjung Pising; k. rencana lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Kabaena dan Selat Muna antara rencana Pelabuhan Penyeberangan Puulemo dengan Pelabuhan Penyeberangan Pajala; dan l. rencana lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Kaledupa, Selat Tomia dan Selat Binongko diantara rencana Pelabuhan Penyeberangan Liya Togo di Pulau Wangi-Wangi – Pelabuhan Penyeberangan Ambeua di Pulau Kaledupa – Pelabuhan Penyeberangan Bontu-bontu di Pulau Tomia – Pelabuhan Penyeberangan Palahidu di Pulau Binongko. (4) Rincian sistem jaringan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum sebagai Lampiran VI dan VII, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. 16
  • 17. Paragraf 2 Sistem Jaringan Perkeretaapian Pasal 15 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b yaitu jaringan jalur kereta api lintas cabang. (2) Jaringan jalur kereta api lintas cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. sistem jaringan jalur kereta api lintas cabang meliputi jalur kereta api Kendari Kolaka (prioritas sedang) dan jalur kereta api Kolaka – Poso (prioritas rendah); dan b. simpul jaringan jalur kereta api barang di Provinsi Sulawesi Tenggara meliputi stasiun Kendari di Kota Kendari dan stasiun Kolaka di Kabupaten Kolaka. (3) Pengembangan jaringan kereta api di Provinsi Sulawesi Tenggara dititikberatkan pada angkutan barang. Paragraf 3 Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 16 (1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c terdiri atas: a. tatanan kepelabuhanan; dan b. trayek angkutan laut. (2) Tatanan kepelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari : a. pelabuhan pengumpul terletak di : 1. Kota Baubau yaitu Pelabuhan Murhum; 2. Kota Kendari meliputi Pelabuhan Laut Nusantara Kendari dan rencana Pelabuhan Kontainer Bungkutoko; 3. Kabupaten Kolaka meliputi Pelabuhan Kolaka dan Pelabuhan Pomalaa; 4. Kabupaten Kolaka Utara meliputi Pelabuhan Ranteangin dan Pelabuhan Watunohu; 5. Kabupaten Muna yaitu Pelabuhan Laut Nusantara Raha; dan 6. Kabupaten Wakatobi yaitu Pelabuhan Pangulubelo Wangi-Wangi. b. pelabuhan pengumpan terletak di : 1. Kabupaten Muna meliputi Pelabuhan Pajala, Pelabuhan Tampo dan Pelabuhan Maligano; 2. Kabupaten Buton meliputi Pelabuhan Lasalimu, Pelabuhan Banabungi dan Pelabuhan Labuhan Belanda; 17
  • 18. 3. Kabupaten Wakatobi meliputi Pelabuhan Usuku, Pelabuhan Kaledupa dan Pelabuhan Popalia-Binongko; 4. Kabupaten Bombana meliputi Pelabuhan Kasipute, Pelabuhan Sikeli, Pelabuhan Boepinang dan Pelabuhan Dongkala; 5. Kabupaten Buton Utara meliputi Pelabuhan Buranga dan Pelabuhan Waode Buri; 6. Kabupaten Konawe meliputi Pelabuhan Langara dan Pelabuhan Munse; 7. Kabupaten Konawe Utara meliputi Pelabuhan Molawe, Pelabuhan Mandiodo dan Pelabuhan Lameruru; 8. Kabupaten Konawe Selatan meliputi Pelabuhan Torobulu, Pelabuhan Lakara, Pelabuhan Lapuko dan Pelabuhan Lainea; 9. Kabupaten Kolaka meliputi Pelabuhan Dawi-dawi di Pomalaa, Pelabuhan Tangketada, Pelabuhan Toari dan Pelabuhan Wollo; 10. Kabupaten Kolaka Utara meliputi Pelabuhan Lasusua, Pelabuhan Malombo dan Pelabuhan Olooloho; dan 11. Pelabuhan khusus yang tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. (3) Trayek angkutan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas : a. trayek angkutan pelayaran nasional meliputi : 1. Makassar – Pelabuhan Murhum – Pelabuhan Laut Nusantara RahaPelabuhan Laut Nusantara Kendari – Kolonodale – Luwuk – Gorontalo – Bitung; 2. Pelabuhan Laut Nusantara Kendari – Pelabuhan Laut Nusantara Raha – Pelabuhan Murhum – Makassar – Pelabuhan Labuan Bajo (NTT) – Pelabuhan Bima (NTB) – Pelabuhan Lembar (NTB) – Pelabuhan Benoa (Denpasar); 3. Makassar – Pelabuhan Murhum – Ambon – Namlea – Ternate – Bitung; 4. Ambon – Pelabuhan Murhum – Makassar – Surabaya – Pelabuhan Tanjung Priok – Pelabuhan Kijang; 5. Makassar – Pelabuhan Murhum – Ambon – Banda – Tual – Dobo – Kaimana – Fak-fak; 6. Pelabuhan Murhum – Makassar – Balikpapan; 7. Makassar – Pelabuhan Murhum – Pelabuhan Pangulubelo – Ambon – Banda – Saumlaki – Tual – Dobo – Timika – Agast – Merauke; 8. Pelabuhan Pangulubelo – Pelabuhan Murhum – Makassar – Pelabuhan Bima (NTB) – Pelabuhan Benoa (Denpasar) – Surabaya; 9. Ambon – Pelabuhan Murhum – Makassar – Surabaya – Pelabuhan Tanjung Priok; 10. Makassar – Pelabuhan Murhum – Bitung – Sorong – Manokwari – Pelabuhan Jayapura; 18
  • 19. 11. Makassar – Pelabuhan Murhum – Banggai – Bitung – Ternate – Sorong – Manokwari – Biak – Serui – Pelabuhan Jayapura; 12. Banggai – Pelabuhan Murhum – Makassar – Pelabuhan Tanjung Priok – Semarang; 13. Pelabuhan Kontainer Bungkutoko – Pelabuhan Soekarno Hatta (Makassar) – Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya) dan Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta); 14. Pelabuhan Watunohu - Pelabuhan Siwa, Prov. Sulawesi Selatan; 19
  • 20. b. trayek angkutan laut pelayaran regional meliputi : 1. Pelabuhan Laut Nusantara Kendari – Pelabuhan Laut Nusantara Raha – Pelabuhan Murhum; 2. Pelabuhan Laut Nusantara Kendari – Pelabuhan Waode Buri – Pelabuhan Pangulubelo; 3. Pelabuhan Murhum – Pelabuhan Pangulubelo; 4. Pelabuhan Lasalimu – Pelabuhan Pangulubelo; 5. Pelabuhan Banabungi - Pelabuhan Pangulubelo – Pelabuhan Kaledupa – Pelabuhan Usuku - Pelabuhan Popalia; 6. Pelabuhan Kaledupa – Pelabuhan Murhum; 7. Pelabuhan Kaledupa – Pelabuhan Laut Nusantara Kendari; 8. Pelabuhan Usuku – Pelabuhan Murhum; 9. Pelabuhan Usuku – Pelabuhan Laut Nusantara Kendari; 10. Pelabuhan Waode Buri – Pelabuhan Laut Nusantara Kendari; 11. Pelabuhan Pajala – Pelabuhan Kasipute; 12. Pelabuhan Mandiodo - Pelabuhan di Bungku, Prov. Sulawesi Tengah; 13. Pelabuhan Lameruru - Pelabuhan di Bungku, Prov. Sulawesi Tengah; 14. Pelabuhan Lainea - Pelabuhan Tampo; 15. Pelabuhan Sikeli - Pelabuhan Murhum; 16. Pelabuhan Sikeli – Tanjung Bira, Prov. Sulawesi Selatan; 17. Pelabuhan Sikeli – Pelabuhan Kasipute; 18. Pelabuhan Kasipute – Pelabuhan Murhum; 19. Pelabuhan Boepinang – Pelabuhan Murhum; 20. Pelabuhan Boepinang – Tanjung Bira, Prov. Sulawesi Selatan; dan 21. Pelabuhan Laut Nusantara Raha – Pelabuhan Maligano (Rencana). (4) Rincian rencana pengembangan sistem transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum sebagai Lampiran VIII dan VIX, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 4 Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 17 (1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d meliputi : a. bandar udara pengumpul skala sekunder di Bandar Udara Haluoleo Kabupaten Konawe Selatan. b. bandar udara pengumpan meliputi : 1. Bandar Udara Betoambari di Kota Baubau; 20
  • 21. 2. Bandar Udara Matahora di Kabupaten Wakatobi; 3. Bandar Udara Sangia Nibandera di Kabupaten Kolaka; 4. Bandar Udara Sugimanuru di Kabupaten Muna; 5. Bandar Udara Maranggo sebagai bandar udara khusus pariwisata di Kecamatan Tomia Kabupaten Wakatobi; 6. Bandar Udara Khusus Aneka Tambang Pomalaa di Kabupaten Kolaka; 7. Rencana Bandar Udara Lantaki di Kabupaten Buton Utara; 8. Rencana Bandar Udara Pajongai di Kabupaten Bombana; dan 9. Rencana Bandar Udara di Kabupaten Kolaka Utara. (2) Rincian rencana pengembangan sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum sebagai Lampiran X, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Keempat Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 18 Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c meliputi : a. sistem jaringan energi; b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan pengelolaan sumberdaya air; d. sistem jaringan prasarana persampahan; dan e. sistem jaringan prasarana sanitasi. Paragraf 1 Sistem Jaringan Energi Pasal 19 (1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a terdiri atas : a. pembangkit tenaga listrik; b. sistem interkoneksitas dan jaringan transmisi tenaga listrik; c. Gardu Induk (GI); d. jaringan pipa gas; dan e. Terminal Transit Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Depo BBM. (2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas : a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) meliputi PLTD Kendari di Kota Kendari, PLTD Baubau di Kota Baubau, PLTD Kolaka di Kabupaten Kolaka, PLTD Raha di Kabupaten Muna, PLTD Konawe-Konawe Utara di Kabupaten Konawe, PLTD Kolaka Utara di Kabupaten Kolaka Utara, PLTD Buton di 21
  • 22. Kabupaten Buton, PLTD Bombana di Kabupaten Bombana, PLTD Wangi-wangi di Kabupaten Wakatobi dan pembangunan PLTD Batuatas di Kabupaten Buton; b. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) meliputi pembangunan PLTU Perpres Kolaka di Kabupaten Kolaka, rencana PLTU Perpres Kendari di Kota Kendari, PLTU Nii Tanasa di Kabupaten Konawe Utara, rencana PLTU Bau-bau di Kota Baubau, pembangunan PLTU Lasunapa di Kabupaten Muna, rencana PLTU Raha di Raha dan rencana PLTU Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi; c. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) meliputi rencana PLTA Lasolo di Kabupaten Konawe Utara, rencana PLTA Konaweha di Kabupaten Konawe; PLTA Tamboli di Kabupaten Kolaka, PLTA Rantelimbong, Puutau, Lapai dan Toahe di Kabupaten Kolaka Utara; d. Pembangkit Listrik Tenaga Minihidro (PLTM) meliputi rencana PLTM Rongi Bau-bau di Kota Baubau, rencana PLTM Mikuasi di Kabupaten Kolaka Utara, rencana PLTM Rantelimbong di Kabupaten Kolaka Utara, PLTM Wining dan Todanga di Kabupaten Buton; e. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) meliputi pembangunan PLTMH di Kabupaten Muna, pembangunan PLTMH Kolaka di Kabupaten Kolaka dan rencana PLTMH di Kabupaten Konawe Utara; f. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat direncanakan di Pulau Kapota Kabupaten Wakatobi dan Pulau Kabaena Kabupaten Bombana; dan g. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) meliputi rencana PLTP Mangolo di Kabupaten Kolaka dan rencana PLTP Lainea di Kabupaten Konawe Selatan. (3) Sumber-sumber panas bumi yang berpotensi dijadikan sumberdaya energi terdapat satu titik di Kabupaten Bombana dengan kapasitas 1 MWe, empat titik di Kabupaten Konawe Selatan dengan kapasitas masing-masing 1 MWe, dua titik di Kabupaten Konawe Selatan dengan kapasitas 2 MWe, satu titik di Kecamatan Lainea Bawah Kabupaten Konawe Selatan dengan kapasitas 10 MWe, satu titik di Kecamatan Ranteangin Kabupaten Kolaka dengan kapasitas 1 MWe, satu titik di Kecamatan Mangolo Kabupaten Kolaka dengan kapasitas 10 MWe dan tiga titik di Kabupaten Buton dengan kapasitas masing-masing 1 MWe. (4) Pembangunan sistem interkoneksitas dan jaringan transmisi tegangan listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Kendari – Kolaka – Woimenda; b. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Kendari – Tinobu (Kabupaten Konawe Utara); c. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Kendari – Lapuko (Kabupaten Konawe Selatan); d. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Tangketada; 22 Kolaka –
  • 23. e. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Baubau – Lawele (Kabupaten Buton); f. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Baubau – Mambulu (Kabupaten Buton); g. Pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV Tampo (Kabupaten Muna) – Lombe (Kabupaten Buton); h. Rencana pembangunan Jaringan Transmisi Tegangan Menengah 150 KV menghubungkan Watu – Kolaka Utara – Kolaka – Konawe – Kendari; dan i. Rencana pembangunan sistem interkoneksi dan jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 275 KV yang interkoneksi dengan jaringan transmisi di Provinsi Sulawesi Selatan. (5) Gardu Induk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi pembangunan Gardu Induk di Kota Kendari, Kota Baubau, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton. (6) Pembangunan jaringan pipa gas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan bagian dari rencana jaringan transmisi gas bumi nasional Pulau Sulawesi dengan sumber gas Pertamina dan Exspan di jalur Donggi – Pomalaa – Sengkang (Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah). (7) Terminal Transit Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Depo BBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas : a. Terminal Transit BBM di Kota Baubau dengan jaringan suplai BBM diperoleh dari Kota Balikpapan dan didistribusikan ke Kota Kendari, Kabupaten Raha, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Palopo (Provinsi Sulawesi Selatan), Kolonodale, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Luwuk (Provinsi Sulawesi Tengah); b. Depo BBM Kendari di Kota Kendari; c. Depo BBM Bau-Bau di Kota Baubau; d. Depo BBM Raha di Kabupaten Muna; e. Depo BBM Kolaka di Kabupaten Kolaka; f. Rencana Depo BBM di Kabupaten Kolaka Utara; g. Rencana Depo BBM Lasalimu di Kabupaten Buton; dan h. Rencana Depo BBM di Kabupaten Buton Utara. (8) Rincian rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum sebagai Lampiran XI, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 2 Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 20 (1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b, 23
  • 24. terdiri atas : a. sistem jaringan mikro digital; b. sistem jaringan telekomunikasi tetap; c. sistem jaringan terestrial; d. sistem jaringan satelit; e. sistem jaringan stasiun radio lokal; dan f. sistem jaringan stasiun televisi lokal. (2) Sistem jaringan mikro digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas : a. jaringan mikro digital di wilayah Kota Kendari; b. jaringan mikro digital di wilayah Kabupaten Konawe; c. jaringan mikro digital yang melintasi wilayah Kabupaten Konawe Selatan; d. jaringan mikro digital di wilayah Kabupaten Kolaka; e. jaringan mikro digital di wilayah Kabupaten Muna; dan f. jaringan mikro digital di wilayah Kota Baubau. (3) Sistem jaringan telekomunikasi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu sistem jaringan tetap lokal menggunakan kabel (wireline) cakupan provinsi yang terdiri atas : a. sistem jaringan Stasiun Telepon Otomat (STO) meliputi : 1. STO Unaaha di Kabupaten Konawe; 2. STO Andoolo di Kabupaten Konawe Selatan; 3. STO Kendari di Kota Kendari; 4. STO Raha di Kabupaten Muna; 5. STO Kolaka di Kabupaten Kolaka; 6. STO Pasarwajo di Kabupaten Buton; 7. STO Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi; 8. STO Kasipute di Kabupaten Bombana; 9. STO Lasusua di Kabupaten Kolaka Utara; dan 10. STO Wanggudu di Kabupaten Konawe Utara. b. sistem jaringan Fiber Optic (serat optik) yang terhubung antara STO 1 Kemaraya dan STO 2 Wua-wua yang lokasinya di Kota Kendari. (4) Sistem jaringan terestrial dalam provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c teraplikasi dalam bentuk jaringan teknologi seluler yang tersebar pada seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. (5) Sistem jaringan satelit dalam provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d teraplikasi dalam bentuk pengembangan jaringan internet yang ada. (6) Sistem jaringan stasiun radio lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, direncanakan menjangkau ke seluruh pelosok perdesaan dengan stasiun pemancar 24
  • 25. terdapat di Kota Kendari, Kota Baubau, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Bombana, Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton. (7) Sistem jaringan stasiun televisi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f direncanakan siarannya menjangkau ke seluruh wilayah provinsi dengan stasiun terdapat di Kota Kendari dan Kota Baubau. (8) Rincian rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum sebagai Lampiran XII, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 3 Sistem Jaringan Pengelolaan Sumberdaya Air Pasal 21 Sistem jaringan prasarana sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 huruf c terdiri atas : a. Wilayah Sungai (WS); b. Cekungan Air Tanah (CAT); c. jaringan irigasi; d. prasarana/jaringan air baku; e. prasarana air baku untuk air minum; f. sistem pengendalian banjir; dan g. sistem pengamanan pantai. Pasal 22 (1) Wilayah Sungai (WS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a terdiri atas : a. WS Lintas Provinsi meliputi : 1. WS Pompengan - Larona dengan lintas Provinsi Sulawesi Selatan – Provinsi Sulawesi Tenggara meliputi DAS Pompengan, DAS Larona, DAS Kalaena, DAS Latuppa, DAS Bua, DAS Lamasi, DAS Makawa, DAS Bungadidi, DAS Kebo, DAS Rongkong dan DAS Baleasa; dan 2. WS Lasolo – Sampara dengan lintas Provinsi Sulawesi Tenggara – Provinsi Sulawesi Selatan – Provinsi Sulawesi Tengah meliputi DAS Lasolo, DAS Sampara, DAS Lalindu, DAS Aopa, DAS Tinobu, DAS Lahumbuti, DAS Landawe dan DAS Amesiu. b. WS Lintas Kabupaten/Kota meliputi : 1. WS Poleang-Roraya meliputi DAS Poleang, DAS Roraya, DAS Langkowala, DAS Asole, DAS Bogora, DAS Muna, DAS Lausu, DAS Kasipute, DAS Toburi, DAS Laeya, DAS Wolasi, DAS Baito dan DAS Benua; 2. WS Towari-Lasusua meliputi DAS Towari, DAS Lasusua, DAS Welulu, DAS Oko-oko, DAS Mekongga, DAS Tamboli, DAS Woimenda dan DAS Simbune; 25
  • 26. 3. WS Pulau Buton meliputi DAS Bungi, DAS Ambe, DAS Wonco, DAS Baubau, DAS Kabongka dan DAS Winto; dan 4. WS Pulau Muna meliputi DAS Tiworo, DAS Kancintala, DAS Bone, DAS Ronta, DAS Jompi dan DAS Kontu. (2) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b meliputi: a. CAT dalam satu kabupaten/kota meliputi CAT Kolaka, CAT Andoolo, CAT Ambesia, CAT Weputang, CAT Labuan Tobelo, CAT Bangbong, CAT Lambale, CAT Ereke, CAT Kaliwinto, CAT Lasalimu dan CAT Lelewowo; dan b. CAT lintas kabupaten meliputi CAT Ranomeeto, CAT Rawua, CAT Tangketada, CAT Ewolangka, CAT Tinanggea, CAT Muna, CAT Lebo, CAT Konde, CAT Baubau dan CAT Bungku. (3) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c merupakan Daerah Irigasi (DI) meliputi: a. DI utuh kabupaten/kota yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat meliputi DI Wundulako di Kabupaten Kolaka dengan luas pelayanan 3.113 ha dan DI Wawotobi di Kabupaten Konawe dengan luas pelayanan 16.358 ha; b. DI yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi: 1. DI lintas kabupaten/kota terletak di Kota Baubau meliputi DI Wonco I dengan luas pelayanan 834 ha, DI Wonco II dengan luas pelayanan 278 ha dan DI Wonco III dengan luas pelayanan 294 ha. 2. DI utuh kabupaten/kota terletak di : a) Kabupaten Konawe Selatan meliputi DI Laeya dengan luas pelayanan 1.391 ha, DI Roraya I dengan luas pelayanan 1.393 ha dan DI Roraya III dengan luas pelayanan 1.833 ha; b) Kabupaten Muna yaitu DI Kambara dengan luas pelayanan 2.038 ha; c) Kabupaten Kolaka meliputi DI Ladongi dengan luas pelayanan 2.212 ha dan DI Tamboli dengan luas pelayanan 1.395 ha; d) Kabupaten Konawe meliputi DI Asolu dengan luas pelayanan 1.089 ha, DI Walay dengan luas pelayanan 2.300 ha dan DI Ameroro dengan luas pelayanan 1.903 ha; dan e) Kabupaten Bombana yaitu DI Poleang dengan luas pelayanan 2.531 ha. c. DI yang pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten terletak di : 1. Kabupaten Kolaka Utara meliputi DI Batu Putih dengan luas pelayanan 280 ha, DI Rante Angin dengan luas pelayanan 265 ha dan DI Pakue Tengah dengan luas pelayanan 430 ha; 2. Kabupaten Buton meliputi DI Bonetiro dengan luas pelayanan 250 ha, DI Kapontori dengan luas pelayanan 486 ha, DI Kinapani dengan luas pelayanan 605 ha, DI Lawele dengan luas pelayanan 409 ha, dan DI Wakalambe dengan 26
  • 27. luas pelayanan 260 ha, DI Pasarwajo (Desa Wining) dengan luas pelayanan 100 ha dan DI Mawasangka (Desa Terapung) dengan luas pelayanan 300 ha ; 3. Kabupaten Konawe Selatan meliputi DI Aepodu dengan luas pelayanan 350 ha, DI Alangga dengan luas pelayanan 215 ha, DI Amoito dengan luas pelayanan 664 ha, DI Amotowo dengan luas pelayanan 265 ha, DI Atari Lama dengan luas pelayanan 208 ha, DI Baito dengan luas pelayanan 324 ha, DI Danamulya dengan luas pelayanan 229 ha, DI Kolono dengan luas pelayanan 250 ha, DI Konda dengan luas pelayanan 121 ha, DI Landono dengan luas pelayanan 574 ha, DI Lapoa dengan luas pelayanan 645 ha, DI Lapulu dengan luas pelayanan 273 ha, DI Moramo I dengan luas pelayanan 506 ha, DI Moramo II dengan luas pelayanan 145 ha, DI Mowila I dengan luas pelayanan 433 ha, DI Mowila II dengan luas pelayanan 461 ha, DI Pamandati dengan luas pelayanan 230 ha, DI Ranomeeto dengan luas pelayanan 358 ha, DI Tanea Baru dengan luas pelayanan 569 ha, DI Tanea Lama dengan luas pelayanan 195 ha, DI Teteasa dengan luas pelayanan 664 ha dan DI Wolasi dengan luas pelayanan 384 ha; 4. Kabupaten Muna meliputi DI Benbe 1 dengan luas pelayanan 95 ha, DI Katangana dengan luas pelayanan 433 ha, DI Kolasa dengan luas pelayanan 468 ha, DI Langkolome dengan luas pelayanan 350 ha, DI Lupia dengan luas pelayanan 100 ha, DI Marobea dengan luas pelayanan 125 ha, DI Pure dengan luas pelayanan 200 ha dan DI Tambak Maligano dengan luas pelayanan 250 ha; 5. Kabupaten Kolaka meliputi DI Andowengga dengan luas pelayanan 366 ha, DI Balandete dengan luas pelayanan 564 ha, DI Hukohuko dengan luas pelayanan 606 ha, DI Konaweha dengan luas pelayanan 415 ha, DI Lapaopao dengan luas pelayanan 325 ha, DI Loeya dengan luas pelayanan 322 ha, DI Mowewe I dengan luas pelayanan 354 ha, DI Mowewe II dengan luas pelayanan 351 ha, DI Penanggo dengan luas pelayanan 200 ha, DI Simbune Atas dengan luas pelayanan 332 ha, DI Simbune Bawah dengan luas pelayanan 629 ha, DI Tokay dengan luas pelayanan 680 ha, DI Tonggauna dengan luas pelayanan 215 ha, DI Waitombo dengan luas pelayanan 278 ha, DI Watubangga dengan luas pelayanan 238 ha, DI Wolo dengan luas pelayanan 575 ha dan DI Wolulu dengan luas pelayanan 351 ha; 6. Kabupaten Konawe meliputi DI Aleute dengan luas pelayanan 195 ha, DI Alosika dengan luas pelayanan 600 ha, DI Amonggedo dengan luas pelayanan 825 ha, DI Benua dengan luas pelayanan 670 ha, DI Lasada dengan luas pelayanan 347 ha, DI Meluhu dengan luas pelayanan 541 ha, DI Paku Jaya dengan luas pelayanan 227 ha, DI Sambaosu dengan luas pelayanan 500 ha, DI Sonay dengan luas pelayanan 256 ha dan DI Tukambopo dengan luas pelayanan 499 ha; 7. Kabupaten Bombana meliputi DI Batulasa dengan luas pelayanan 250 ha, DI Kasipute dengan luas pelayanan 673 ha, DI Langkowala dengan luas 27
  • 28. pelayanan 639 ha, DI Taubonto dengan luas pelayanan 296 ha dan DI Toburi dengan luas pelayanan 379 ha; 8. Kota Kendari yaitu DI Amohalo dengan luas pelayanan 550 ha; 9. Kota Baubau yaitu DI Liabuku dengan luas pelayanan 550 ha; 10. Kabupaten Wakatobi yaitu DI Sombano di Pulau Kaledupa dengan luas pelayanan 120 ha; dan 11. Kabupaten Buton Utara yaitu DI Soloy Agung dengan luas pelayanan 300 ha. (4) Prasarana/jaringan air baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf d merupakan pengembangan bendung/bendungan dan waduk dalam rangka penyediaan air baku meliputi : a. bendung nasional meliputi Bendung Wawotobi di Kabupaten Konawe, Bendung Wundulako di Kabupaten Kolaka, Bendungan Benua Aporo di Kabupaten Konawe Selatan dan rencana Bendungan Pelosika di Kabupaten Konawe; b. bendung provinsi terletak di : 1. Kabupaten Konawe meliputi Bendung Asolu, Bendung Walay, Bendung Laeya, Bendung Roraya I dan Bendung Roraya II; 2. Kabupaten Muna yaitu Bendung Kambara; 3. Kabupaten Bombana yaitu Bendung Poleang; dan 4. Kabupaten Kolaka meliputi Bendung Ladongi dan Bendung Tamboli. c. waduk terletak di : 1. Kabupaten Konawe meliputi waduk di Lambuya, Ameroro dan Unaaha; 2. Kabupaten Konawe Selatan meliputi waduk di Padambulo, Lanowulu, Lamopala; dan 3. Kabupaten Kolaka yaitu waduk di Wolo. (5) Prasarana air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf e merupakan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) terdiri atas: a. Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA) meliputi : 1. IPA Punggolaka di Kota Kendari bersumber dari Sungai Konaweha; 2. IPA Anggoeya di Kota Kendari bersumber dari Sungai Anggoeya; 3. IPA Wanggu di Kota Kendari bersumber dari Sungai Wanggu; 4. IPA Matabondu Kecamatan Bondoala Kabupaten Konawe; 5. IPA Andonohu Kecamatan Poasai Kota Kendari; 6. IPA Gunung Kecamatan Kendari Kota Kendari; 7. IPA Raha di Kabupaten Muna bersumber dari mata air Jompi dan Laende; 8. IPA Unaaha di Kabupaten Konawe bersumber dari Sungai Meroro; 9. IPA Aepodu di Kabupaten Konawe Selatan bersumber dari sumur dalam; 10. IPA Kasipute di Kabupaten Bombana bersumber dari Sungai Sangkona; 28
  • 29. 11. IPA Pasarwajo di Kabupaten Buton bersumber dari mata air Bungi dan Pasarwajo; 12. IPA Mawasangka di Kabupaten Buton bersumber dari mata air Lantongau; 13. IPA Kolaka di Kabupaten Kolaka bersumber dari Sungai Kolaka dan Sungai Mangolo; 14. IPA Lasusua di Kabupaten Kolaka Utara bersumber dari Sungai Watuliwu; 15. IPA Wangi-Wangi di Pulau Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi bersumber dari mata air Wa Gehe-Gehe, Longa, Te’e Bete, Te’e Liya, Hu’u, Kampa, Balande dan mata air Te’e Fo’ou; 16. IPA Kaledupa di Pulau Kaledupa bersumber dari mata air Batambawi dan Lenteaoge; 17. IPA di Pulau Tomia Kabupaten Wakatobi bersumber dari mata air He’ulu; 18. IPA Binongko di Pulau Binongko Kabupaten Wakatobi bersumber dari mata air Lia Meangi; 19. IPA Buranga dan IPA Engkoruru di Kabupaten Buton Utara bersumber dari mata air Eengkapala, Eenunu dan Mata Owola; dan 20. IPA Baadia dan IPA Bukit Wolio Indah di Kota Baubau yang bersumber dari Sungai Bau-bau. b. sumber mata air yang tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara; dan c. sumber sumur dalam yang tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. (6) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf f meliputi pengembangan prasarana pengendali banjir terdiri atas : a. Cek Dam meliputi Cek Dam Lalonggasu di Kabupaten Konawe Selatan, Cek Dam Manggadua di Kota Kendari, rencana Cek Dam pada muara Sungai Wanggu dan Sungai Kadia di Kota Kendari dan Cek Dam Surawolio di Kota Baubau; b. perlindungan tangkapan air berupa normalisasi sungai yang terletak di : 1. sungai Lasusua di Kabupaten Kolaka Utara; 2. sungai Wanggu di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan; 3. sungai Lakambula di Kabupaten Bombana; 4. sungai Balandete di Kabupaten Kolaka; dan 5. sungai Kabangka di Kabupaten Buton. c. pembangunan tanggul pada sungai-sungai rawan banjir yang terletak di sungai Lahundapi di Kota Kendari dan sungai Konaweha di Kabupaten Konawe; d. pembangunan drainase primer sepanjang jalan nasional dan jalan provinsi yang tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. (7) Sistem pengaman pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf g terdiri atas kegiatan pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana pengaman pantai sepanjang 4.199,18 kilometer yang tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. 29
  • 30. (8) Rincian rencana pengembangan sistem jaringan pengelolaan sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum sebagai Lampiran XIII, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 4 Sistem Jaringan Prasarana Persampahan Pasal 23 Sistem prasarana persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d yaitu Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang tersebar di seluruh kabupaten/kota dengan sistem sanitary landfill. Paragraf 5 Sistem Jaringan Prasarana Sanitasi Pasal 24 Sistem prasarana sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf e yaitu Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang direncanakan di Kota Kendari dan Kota Baubau. BAB IV RENCANA POLA RUANG WILAYAH PROVINSI Bagian Kesatu Umum Pasal 25 (1) Rencana pola ruang wilayah provinsi terdiri atas : a. kawasan lindung; dan b. kawasan budidaya. (2) Rencana pola ruang provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digambarkan dalam peta rencana pola ruang dengan skala ketelitian minimal 1 : 250.000 sebagai Lampiran XIV, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Kawasan Lindung Pasal 26 (1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a terdiri atas: a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; b. kawasan perlindungan setempat; c. kawasan suaka alam dan pelestarian alam; d. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; e. kawasan rawan bencana alam; dan 30
  • 31. f. kawasan lindung geologi. (2) Rincian kawasan lindung provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum sebagai Lampiran XV dan XVI, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 1 Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya Pasal 27 Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a terdiri atas : a. kawasan hutan lindung seluas 1.081.489 ha yang tersebar di seluruh kabupaten/kota; b. kawasan gambut terdapat pada Rawa Tinondo di Mowewe Kabupaten Kolaka dan Rawa Aopa Watumohai di Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan; dan c. kawasan resapan air yaitu di kawasan hutan konservasi seluas 282.924 ha yang tersebar di seluruh kabupaten/kota kecuali Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Wakatobi. Paragraf 2 Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 28 (1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf b terdiri atas : a. sempadan pantai; b. sempadan sungai; c. kawasan sekitar danau; dan d. kawasan sekitar waduk. (2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yaitu kawasan pantai sepanjang 4.199,18 kilometer yang ditetapkan dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai antara 100 meter sampai dengan 200 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat. (3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menyebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan ketentuan : a. sempadan sungai yang melewati kawasan permukiman yang sudah ada hendaknya berjarak minimal 15 meter dari tepi sungai; b. sempadan sungai yang melewati kawasan permukiman terencana hendaknya berjarak antara 15 meter sampai dengan 25 meter dari tepi sungai; dan c. sempadan sungai di luar kawasan permukiman dan kawasan rawan banjir hendaknya berjarak 50 meter dari tepi sungai. 31
  • 32. (2) Kawasan sekitar danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi Danau Biru di Kabupaten Kolaka Utara, Danau Tiga Warna Linomoio di Kabupaten Konawe Utara dan Danau Napabale di Kabupaten Muna, dengan ketentuan kawasan tepian danau yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau antara 50 meter sampai dengan 100 meter dari titik pasang air danau tertinggi. (3) Kawasan sekitar waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tersebar di Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Kolaka, dengan ketentuan kawasan sekitar waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik waduk antara 50 meter sampai dengan 100 meter dari titik pasang air waduk tertinggi. Paragraf 3 Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam Pasal 29 (1) Kawasan suaka alam dan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf c merupakan kawasan lindung nasional yang ditetapkan dalam RTRW Nasional yang terkait dengan wilayah provinsi meliputi : a. cagar alam; b. suaka margasatwa; c. taman nasional; d. taman wisata alam; e. taman wisata alam laut; dan f. taman hutan raya. (2) Cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. Cagar Alam Lamedai di Kabupaten Kolaka dengan luas sebesar 635,16 ha; b. Cagar Alam Napabalano di Kabupaten Muna dengan luas sebesar 9,20 ha; dan c. Cagar Alam Kakenauwe di Kabupaten Buton dengan luas sebesar 810 ha. (3) Suaka margasatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a. Suaka Margasatwa Buton Utara di Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton Utara dengan luas 82.000 ha; b. Suaka Margasatwa Tanjung Amelengo di Kabupaten Konawe Selatan dengan luas 850 ha; c. Suaka Margasatwa Tanjung Peropa di Kabupaten Konawe Selatan dengan luas 38.000 ha; d. Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo di Kabupaten Konawe Selatan dengan luas sebesar 4.016 ha; dan e. Suaka Margasatwa Lambusango di Kabupaten Buton dengan luas sebesar 28.510 ha. (4) Taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : 32
  • 33. a. Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai tersebar di Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan dengan luas seluruhnya 105.194 ha; dan b. Taman Nasional Laut Kepulauan Wakatobi di Kabupaten Wakatobi dengan luas 1.390.000 ha. (5) Taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi : a. Taman Wisata Alam Mangolo di Kabupaten Kolaka dengan luas 5.200 ha; dan b. Taman Wisata Alam Tirta Rimba di Kota Baubau dengan luas 488 ha. (6) Taman wisata alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi : a. Taman Wisata Alam Laut Kepulauan Padamarang di Kabupaten Kolaka dengan luas 36.000 ha; b. Taman Wisata Alam Laut Selat Tiworo di Kabupaten Muna seluas 27.936 Ha; c. Taman Wisata Alam Laut Liwutongkidi di Kabupaten Buton seluas 3.000 Ha; dan d. Taman Wisata Alam Laut Teluk Lasolo di Kabupaten Konawe Utara dengan luas 81.800 ha. (7) Taman hutan raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f yaitu Taman Hutan Raya (Tahura) Murhum seluas 7.877 ha yang tersebar di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe. Paragraf 4 Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan Pasal 30 Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf d terletak di : a. Kota Baubau meliputi kawasan Keraton Buton, Benteng Sorawolio, Kamali Malige, Benteng di Kalampa, Istana Ilmiah dan Benteng Palagimata; b. Kabupaten Muna meliputi situs Benteng Loji, Gua (Kumapo) Kobori, Gua (Kumapo) Metanduno, Ceruk Lasabo, Ceruk Latanggara, Kumapo Wabose, Kumapo Toko, Kumapo Lokolombu, Metadunu dan Mesjid Tua Muna; c. Kabupaten Buton Utara meliputi Benteng Bangkudu, Benteng Lipu (Benteng Keraton Kulisusu) dan Benteng Pangilia; d. Kota Kendari meliputi situs Makam Raja Sao-sao, situs Bunker dan Terowongan Jepang, situs Kota Lama Kendari; e. Kabupaten Buton meliputi Benteng Takimpo, Makam Oputa Yii Koo, Benteng Bombonawulu, Benteng Lapandewa, Makam/Benteng Sangia Wambulu dan Perkampungan Tua Kapontori; f. Kabupaten Wakatobi meliputi Benteng Liya Togo, Benteng Tindoi, Benteng WabueBue, Benteng Koba, Benteng Watinti, Benteng Mandati Tonga, Benteng Togo Molengo (Kapota), Benteng Baluara (Kapota) dan Kuburan Tua Tindoi di Pulau 33
  • 34. Wangi-Wangi; Benteng Pangilia, Benteng Ollo, Benteng La Donda, Benteng Horuo, Benteng La Manungkira, Benteng La Bohasi, Benteng Tapa’a, Masjid Tua Kampung Bente, Rumah Adat Bontona Kaledupa dan Makam Bontona Kaledupa di Pulau Kaledupa; Benteng Patua, Benteng Suo-Suo, Benteng Rambi Randa, Makam Ince Sulaiman dan Masjid Tua di Pulau Tomia; dan Benteng Fatiwa, Benteng Oihu, Benteng Wali, Benteng Palahidu, Benteng Baluara, Benteng Haka, Benteng Tadu Taipabu dan Kapal Vatampina (Batu Menyerupai Kapal) di Pulau Binongko; g. Kabupaten Kolaka meliputi situs kompleks Makam Sangia Nibandera, tambang nikel peninggalan Jepang, Gua Istana Porabua, Gua Watu Wulaa Silea dan Batu Tapak Mowewe; h. Kabupaten Konawe yaitu situs Makam Raja Lakidende; i. Kabupaten Bombana meliputi situs Pajongang, Goa Watuburi dan situs Makam Sangia Dowo; dan j. Kabupaten Konawe Utara yaitu Goa Solooti. Paragraf 5 Kawasan Rawan Bencana Pasal 31 (1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf e terdiri atas: a. kawasan rawan tanah longsor; dan b. kawasan rawan banjir. (2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terletak di Kecamatan Puwatu Kota Kendari, Kecamatan Asera di Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Konawe Selatan (Kecamatan Konda, Laonti, Tinanggea dan Palangga), Kabupaten Konawe (Kecamatan Abuki, Mowewe dan Wawotobi), Kecamatan Wakorumba di Kabupaten Buton Utara, Kecamatan Kapontori dan Lasalimu di Kabupaten Buton, Kecamatan Lasusua dan Ngapa di Kabupaten Kolaka Utara dan Kabupaten Kolaka (Kecamatan Tirawuta, Latambaga, Kolaka, Ranteangin dan Samaturu). (3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak di Kecamatan Puwatu Kota Kendari, Kabupaten Konawe Utara (Kecamatan Sawa, Asera dan Lasolo), Kabupaten Konawe (Kecamatan Wawotobi, Abuki, Sanggena, Lambuya dan Soropia), Kabupaten Konawe Selatan (Kecamatan Tinanggea, Angata, Konda dan Laonti), Kabupaten Kolaka (Kecamatan Tirawuta, Mowewe, Samaturu, Baula dan Kolaka), Kabupaten Kolaka Utara (Kecamatan Ranteangin, Pakue dan Batuputih), Kabupaten Bombana (Kecamatan Kasipute dan Angata), Kabupaten Buton Utara (Wakorumba dan Kulisusu), Kabupaten Muna (Kecamatan Kabawo, Tikep dan Kabangka) dan Kabupaten Buton (Kecamatan Lasalimu dan Kapontori). 34
  • 35. Paragraf 6 Kawasan Lindung Geologi Pasal 32 (1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf f terdiri atas : a. kawasan rawan bencana alam geologi; b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah; dan c. kawasan Karst. (2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri : a. kawasan rawan gempa bumi terletak di Pulau Wawonii Kabupaten Konawe, Kecamatan Laonti dan Kolono di Kabupaten Konawe Selatan, Kota Kendari, Kabupaten Kolaka Utara (Kecamatan Batuputih, Pakue dan Lasusua), Kecamaan Kapontori dan Batauga di Kabupaten Buton, Kecamatan Wakorumba dan Kambowa di Kabupaten Buton Utara; b. kawasan rawan gerakan tanah terletak di Kabupaten Konawe (Pulau Wawonii dan Kecamatan Lambuya), Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan (Kecamatan Laonti, Kolono, Konda, Landono dan Angata), Kecamatan Asera di Kabupaten Konawe Utara, Kecamatan Batuputih di Kabupaten Kolaka Utara, Kecamatan Rarowatu di Kabupaten Bombana, Kecamatan Wakorumba di Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Kolaka (Kecamatan Baula, Watubangga dan Mowewe) dan Kabupaten Buton (Kecamatan Kapontori dan Pasarwajo); c. kawasan rawan tsunami terletak di Kabupaten Muna (Kecamatan Tikep, Parigi dan Kabangka), Kabupaten Buton (Kecamatan Lapandewa, Lakudo dan Mawasangka) dan Kabupaten Wakatobi; dan d. kawasan rawan erosi terletak di Kecamatan Lasalimu dan Sampolawa Kabupaten Buton, Kabupaten Kolaka (Kecamatan Watubangga, Baula, Tirawuta, Latambaga, Samaturu dan Ranteangin), Kecamatan Pakue dan Batuputih di Kabupaten Kolaka Utara dan Kabupaten Konawe Selatan (Kecamatan Landono, Tinanggea dan Palangga). (3) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu sempadan mata air dengan radius 200 meter di sekitar mata air yang menyebar pada seluruh lokasi mata air di kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Tenggara. (4) Kawasan Karst sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tersebar pada Kecamatan Tongkuno di Kabupaten Muna, Kecamatan Latambaga di Kabupaten Kolaka, Kecamatan Kulisusu di Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Konawe Utara, Kecamatan Sorawolio, Batauga, Pasarwajo dan Gu di Kabupaten Buton, Kecamatan Wawo, Ranteangin dan Batuputih di Kabupaten Kolaka Utara. 35
  • 36. Bagian Ketiga Kawasan Budidaya Pasal 33 Rencana pengembangan kawasan budidaya wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b meliputi : a. kawasan budidaya yang ditetapkan dalam RTRW Nasional yang terkait dengan wilayah provinsi; dan b. rencana pengembangan kawasan budidaya provinsi. Pasal 34 Kawasan budidaya yang ditetapkan dalam RTRW Nasional yang terkait dengan wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a meliputi : a. Kawasan Andalan Asesolo meliputi kecamatan Asera dan Lasolo di Kabupaten Konawe Utara dengan sektor unggulan agroindustri, pertambangan, perikanan, perkebunan, pertanian, industri dan pariwisata; b. Kawasan Andalan Kapolimu – Patikala meliputi kecamatan Kapontori dan Lasalimu di Kabupaten Buton – kecamatan Parigi, Tiworo Kepulauan, Kabawo dan Lawa di Kabupaten Muna, dengan sektor unggulan agroindustri, pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan dan pariwisata; c. Kawasan Andalan Mowedong meliputi kecamatan Mowewe dan Ladongi di Kabupaten Kolaka dengan sektor unggulan agroindustri, pertambangan, perikanan, perkebunan dan pertanian; d. Kawasan Andalan Laut Asera - Lasolo di Kabupaten Konawe Utara dengan sektor unggulan perikanan dan pariwisata; e. Kawasan Andalan Laut Kapontori - Lasalimu dan sekitarnya di Kabupaten Buton dengan sektor unggulan perikanan, pertambangan dan pariwisata; dan f. Kawasan Andalan Laut Tiworo dan sekitarnya di Kabupaten Muna dengan sektor unggulan perikanan, pertambangan dan pariwisata. Pasal 35 (1) Rencana pengembangan kawasan budidaya provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b terdiri atas : a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan peruntukan pertambangan; e. kawasan peruntukan industri; f. kawasan peruntukan pariwisata; g. kawasan peruntukan permukiman; dan 36
  • 37. h. kawasan peruntukan lainnya. (2) Rincian rencana pengembangan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum sebagai Lampiran XVII, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 1 Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Pasal 36 (1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) huruf a terdiri atas : a. kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT); b. kawasan Hutan Produksi (HP); dan c. kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK). (2) Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas 466.854 ha dan tersebar pada seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara kecuali Kota Kendari dan Kabupaten Wakatobi. (3) Kawasan Hutan Produksi (HP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 401.581 ha dan tersebar pada seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara kecuali Kabupaten Kolaka Utara dan Kabupaten Wakatobi. (4) Kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas 93.571 ha dan tersebar pada seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara kecuali Kota Kendari, Kota Baubau, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Wakatobi. Paragraf 2 Kawasan Peruntukan Pertanian Pasal 37 (1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b terdiri atas : a. kawasan peruntukan tanaman pangan; b. kawasan peruntukan hortikultura; c. kawasan peruntukan perkebunan; dan d. kawasan peruntukan peternakan. (2) Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas 431.853 dan tersebar di Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, Kota Baubau dan Kota Kendari. (3) Kawasan peruntukan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 450.596,10 ha dan tersebar di Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten 37
  • 38. Bombana, Kabupaten Muna, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Buton dan Kabupaten Wakatobi. (4) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c seluas 658.186 ha dan tersebar hampir pada seluruh kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. (5) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tersebar hampir pada seluruh kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. (6) Kawasan peruntukan tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan akan dipertahankan sebagai kawasan pertanian pangan berkelanjutan pada lahan-lahan Daerah Irigasi (DI). Paragraf 3 Kawasan Peruntukan Perikanan Pasal 38 (1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf c terdiri atas: a. kawasan peruntukan perikanan tangkap; b. kawasan peruntukan perikanan perairan darat; dan c. kawasan Minapolitan. (2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a seluas 2.087.400 ha yang tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara sepanjang garis pantai 4.199,18 km dengan kewenangan pengelolaan wilayah laut provinsi dari 4 mil sampai dengan 12 mil dan kawasan budidaya laut seluas 396.915 ha yang tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. (3) Kawasan peruntukan perikanan perairan darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari budidaya air tawar seluas 26.189 ha dan budidaya air payau seluas 58.930 ha tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. (4) Kawasan Minapolitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tersebar di Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Muna, Kota Kendari dan Kota Baubau. Paragraf 4 Kawasan Peruntukan Pertambangan Pasal 39 (1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf d merupakan Wilayah Pertambangan (WP) yang terdiri atas: a. Wilayah Usaha Pertambangan (WUP); dan b. Wilayah Pencadangan Negara (WPN). (2) Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a 38
  • 39. seluas 1.624.87 Ha terletak di: a. Kabupaten Bombana seluas 186.251,79 Ha dengan potensi tambang Emas Placer, Nikel Laterit dan Tromit Placer; b. Kabupaten Buton seluas 157.675,99 Ha dengan potensi tambang Mangan, Nikel Laterit, Aspal dan Batu Gamping; c. Kabupaten Buton Utara seluas 37.643,44 Ha dengan potensi tambang Pasir Kromit, Biji Besi atau Pasir Besi, Aspal dan Batu Gamping; d. Kabupaten Kolaka seluas 115.992,57 Ha dengan potensi tambang Nikel Laterit, Besi Laterit atau Biji Besi, Marmer dan Batu Gamping; e. Kabupaten Kolaka Utara seluas 233.115,46 Ha dengan potensi tambang Nikel Laterit, Pasir Krom (Kromit Placer), Marmer dan Batu Gamping; f. Kabupaten Konawe seluas 458.623,41 Ha dengan potensi tambang Nikel Laterit, Batu Gamping dan Marmer; g. Kabupaten Konawe Selatan seluas 132.852,29 Ha dengan potensi tambang Nikel Laterit, Marmer dan Batu Gamping; h. Kabupaten Konawe Utara seluas 278.297,91 Ha dengan potensi tambang Nikel Laterit, Biji Besi, Batu Gamping dan Marmer; i. Kabupaten Muna seluas 4.057,37 Ha dengan potensi tambang Batu Gamping, Aspal; j. Kota Baubau seluas 13.546,14 Ha dengan potensi tambang Nikel, Aspal dan Batu Gamping; dan k. Kota Kendari seluas 6.818,9 Ha dengan potensi tambang Batu Gamping. (3) Wilayah Pencadangan Negara (WPN) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b seluas 18.087 Ha terletak di: a. Kabupaten Buton Utara seluas 7.418,67 Ha dengan cadangan tambang Aspal; b. Kabupaten Konawe seluas 6.923,87 Ha dengan cadangan tambang Nikel; c. Kabupaten Konawe Selatan seluas 1.631,51 Ha dengan cadangan tambang Nikel Laterit; dan d. Kabupaten Muna seluas 2.113,28 Ha dengan cadangan tambang Aspal. Paragraf 5 Kawasan Peruntukan Industri Pasal 40 (1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf e terdiri atas: a. kawasan industri kecil dan menengah; dan b. kawasan aglomerasi industri skala besar. (2) Kawasan industri kecil dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a 39
  • 40. tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. (3) Kawasan aglomerasi industri skala besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebar pada Pusat Kawasan Industri Pertambangan (PKIP) di Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Buton, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Kolaka Utara. Paragraf 6 Kawasan Peruntukan Pariwisata Pasal 41 (1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf e terdiri atas: a. kawasan peruntukan pariwisata berskala nasional; dan b. kawasan peruntukan pariwisata berskala provinsi. (2) Kawasan peruntukan pariwisata berskala nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas : a. kawasan wisata alam meliputi Taman Wisata Alam (TWA) Mangolo di Kabupaten Kolaka, TWA Tirta Rimba di Kota Baubau, TWA Laut Kepulauan Padamarang di Kabupaten Kolaka, TWA Laut Selat Tiworo di Kabupaten Muna, TWA Laut Liwutongkidi di Kabupaten Buton, TWA Laut Teluk Lasolo di Kabupaten Konawe Utara, Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai tersebar di Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan, Taman Nasional Laut Kepulauan Wakatobi di Kabupaten Wakatobi, Cagar Alam Lamedai di Kabupaten Kolaka, Cagar Alam Napabalano di Kabupaten Muna, Cagar Alam Kakenauwe di Kabupaten Buton, Suaka Margasatwa Buton Utara tersebar di Kabupaten Muna dan Kabupaten Buton Utara, Suaka Margasatwa Tanjung Amelengo di Kabupaten Konawe Selatan, Suaka Margasatwa Tanjung Peropa di Kabupaten Konawe Selatan, Suaka Margasatwa Tanjung Batikolo di Kabupaten Konawe Selatan, Suaka Margasatwa Lambusango di Kabupaten Buton dan Tahura Murhum tersebar di Kota Kendari dan Kabupaten Konawe; dan b. kawasan wisata sejarah meliputi rencana Kawasan Khusus Nasional Kompleks Keraton Kesultanan Buton di Kota Baubau yang didalam terdapat situs-situs bersejarah seperti Malige (rumah adat), Benteng Ba’adia, Benteng Sorawolio, Mesjid Agung Keraton Buton, Batu Popaua (batu pelantikan raja/sultan), Sulana Tombi (tiang bendera) dan Makam-makam Sultan Buton; situs Benteng Loji, Gua (Kumapo) Kobori, Gua (Kumapo) Metanduno, Ceruk Lasabo, Ceruk Latanggara, Kumapo Wabose, Kumapo Toko, Kumapo Lokolombu di Kabupaten Muna dan Benteng Bangkudu di Kabupaten Buton Utara. (3) Kawasan peruntukan pariwisata berskala provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas : a. Kawasan wisata alam terletak di : 40
  • 41. 1. Kota Kendari meliputi air terjun Lahundape, agrowisata dan/atau agroforestry Nanga-nanga; 2. Kota Baubau meliputi TWA Laut Pantai Nirwana, TWA Laut Pulau Makasar, Air Terjun Tirta Rimba, Air Terjun Samparona, Air Terjun Lagaguna, Permandian Alam Bungi, Gua Lakasa, Gua Ntiti, Gua Kaisabu, Bukit Palatiga dan Kali Baubau; 3. Kabupaten Konawe Selatan meliputi Air Terjun Moramo dan Air Panas Kaeendi; 4. Kabupaten Konawe Utara meliputi Air Panas Wawolesea, Danau Tiga Warna Linomoio, Air Terjun Lawali dan Gua Kelelawar Tanjung Taipa; 5. Kabupaten Kolaka yaitu kawasan permandian sungai Tamborasi; 6. Kabupaten Kolaka Utara meliputi Danau Biru, Air Terjun Ponggi, Gua Tappereng Pasonggi dan Gua Lelewawo; 7. Kabupaten Muna meliputi Danau Napabale, Gua Liang Kobori, Mata Air Jompi, Air Terjun Kalima-Lima dan Batu Berbunga Danau Motonuno; 8. Kabupaten Buton Utara meliputi Air Panas Karede dan Taman Wisata Laut di Teluk Kulisusu; dan 9. Kabupaten Bombana meliputi Gua Watutuburi, Air Panas Tahite dan Air Panas Dongkala. b. kawasan wisata alam pantai tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara; c. kawasan wisata sejarah terletak di : 1. Kota Kendari meliputi situs Makam Raja Sao-sao, situs Bunker dan Terowongan Jepang dan situs kota lama Kendari; 2. Kota Baubau meliputi Kamali Malige, situs benteng Kalampa, Istana Ilmiah dan Benteng Palagimata; 3. Kabupaten Buton meliputi Benteng Takimpo, Makam Oputa Yii Koo, Benteng Bombonawulu, Benteng Lapandewa, Makam/Benteng Sangia Wambulu dan Perkampungan Tua Kapontori; 4. Kabupaten Wakatobi meliputi Benteng Liya Togo, Benteng Tindoi, Benteng Mandati Tonga di Pulau Wangi-wangi, Benteng Pangilia dan Benteng Ollo di Pulau Kaledupa, Benteng Patua, Benteng Suo-Suo dan Benteng Rambi Randa di Pulau Tomia, Benteng Fatiwa, Benteng Oihu dan Benteng Wali di Pulau Binongko; 5. Kabupaten Kolaka meliputi situs kompleks Makam Sangia Nibandera, tambang nikel peninggalan Jepang, Gua Istana Porabua, Gua Watu Wulaa Silea dan Batu Tapak Mowewe; 6. Kabupaten Buton Utara meliputi Benteng Lipu (Benteng Keraton Kulisusu) dan Benteng Pangilia; 7. Kabupaten Konawe yaitu situs Makam Raja Lakidende; 41
  • 42. 8. Kabupaten Bombana meliputi situs Pajongang, Goa Watuburi dan situs Makam Sangia Dowo; 9. Kabupaten Muna meliputi Metadunu dan Mesjid Tua Muna; dan 10. Kabupaten Konawe Utara yaitu Goa Solooti. d. kawasan wisata budaya tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara berupa perkampungan tradisional, pengembangan atraksi seni budaya tari, upacara adat, atraksi musik dan kerajinan tradisional. e. kawasan wisata buatan tersebar pada seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara. Paragraf 7 Kawasan Peruntukan Permukiman Pasal 42 (1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf f terdiri atas: a. kawasan peruntukan permukiman perkotaan; dan b. kawasan peruntukan permukiman perdesaan. (2) Kawasan peruntukan permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi pengembangan permukiman di kawasan perkotaan yang tersebar pada seluruh ibukota kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tenggara dan pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) yang terletak di : a. Kota Kendari meliputi Rusunawa Kota Kendari dan Rusunawa di Universitas Haluoleo; b. Kota Baubau meliputi Rusunawa Wameo dan Rusunawa Sulaa; dan c. Kabupaten Kolaka yaitu Rusunawa Kolaka. (3) Kawasan permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berada diluar kawasan perkotaan yang tersebar pada seluruh kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara. Paragraf 8 Kawasan Peruntukan Lainnya Pasal 43 (1) Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf g yaitu kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan yang diperuntukan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan dan/atau kawasan sistem pertahanan. (2) Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: 42
  • 43. a. kawasan latihan militer di Anggotoa Kabupaten Konawe; b. kawasan latihan militer di Boro-boro Kabupaten Konawe Selatan; dan c. kawasan latihan militer di Kota Baubau. 43
  • 44. BAB V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS PROVINSI Pasal 44 (1) Kawasan strategis di wilayah provinsi meliputi : a. kawasan strategis yang ditetapkan dalam RTRW Nasional sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan b. Kawasan Strategis Provinsi (KSP) dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi. (2) Kawasan strategis di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta penetapan kawasan strategis provinsi dengan skala ketelitian minimal 1:250.000 yang tercantum dalam Lampiran XVIII, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 45 (1) KSN di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf a meliputi : a. KSN dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, yaitu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET Bank Sejahtera) pada koridor Kendari Kolaka meliputi beberapa kecamatan di Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Kolaka; dan b. KSN dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, yaitu Taman Nasional Rawa Aopa-Watumohai dan Rawa Tinondo yang tersebar di Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan; (2) KSP dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b yaitu Kawasan Ekonomi Khusus Pertambangan Nasional yang memiliki Pusat Kawasan Industri Pertambangan (PKIP) terdiri atas : a. PKIP Asera-Wiwirano-Langgikima (AWILA) dengan pusat kawasan Konawe Utara yang meliputi Kabupaten Konawe Utara dan Kabupaten Konawe bagian selatan; b. PKIP Kapontori-Lasalimu (KAPOLIMU) dengan pusat kawasan Lasalimu Kabupaten Buton yang meliputi Pulau Buton dan Pulau Muna; c. PKIP Kabaena-Torobulu-Wawonii (KARONI) dengan pusat kawasan Torobulu Kabupaten Konawe Selatan yang meliputi Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana dan Pulau Wawonii; d. PKIP Pomalaa dengan pusat kawasan Kolaka yang meliputi Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Kolaka Utara bagian selatan; dan e. PKIP Laiwoi dengan pusat kawasan Kolaka Utara yang meliputi Kabupaten Kolaka Utara dan Kabupaten Konawe bagian utara. (3) Rincian rencana pengembangan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat 44
  • 45. (1) dan ayat (2) tercantum sebagai Lampiran XIX, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 46 (1) Untuk operasionalisasi RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara disusun Rencana Rinci Tata Ruang berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi. (2) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah. BAB VI ARAHAN PEMANFAATAN RUANG PROVINSI Pasal 47 (1) Pemanfaatan ruang wilayah provinsi berpedoman pada rencana struktur ruang, pola ruang dan kawasan strategis. (2) Pemanfaatan ruang wilayah provinsi dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta sumber pendanaannya. Pasal 48 (1) Program pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan. (2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, investasi swasta dan/atau kerjasama pendanaan. (3) Kerjasama pendanaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan dalam bentuk kerjasama antar pemerintah yaitu pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan kerjasama dengan pihak swasta dan/atau asing (luar negeri). (5) Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang disusun dalam indikasi program utama lima tahunan tercantum sebagai Lampiran XX, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. 45
  • 46. BAB VII ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG PROVINSI Bagian Kesatu Umum Pasal 49 (1) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi. (2) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas : a. indikasi arahan peraturan zonasi; b. arahan perizinan; c. arahan insentif dan disinsentif; dan d. arahan sanksi. Bagian Kedua Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Sistem Provinsi Pasal 50 (1) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a berfungsi : a. sebagai dasar pelaksanaan pengawasan pemanfaatan ruang; b. untuk menyeragamkan arahan peraturan zonasi di seluruh wilayah provinsi untuk peruntukan ruang yang sama; dan c. sebagai arahan peruntukan fungsi yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat dan dilarang serta intensitas ruang pada wilayah provinsi. (2) Indikasi arahan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. indikasi arahan peraturan zonasi untuk rencana struktur ruang; b. indikasi arahan peraturan zonasi untuk rencana pola ruang; dan c. indikasi arahan peraturan zonasi untuk kawasan strategis. Paragraf 1 Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Rencana Struktur Ruang Pasal 51 Indikasi arahan peraturan zonasi untuk rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a meliputi : a. indikasi arahan peraturan zonasi sistem perkotaan; b. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi; c. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan energi; d. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan telekomunikasi; dan e. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan sumberdaya air. 46
  • 47. Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Sistem Perkotaan Pasal 52 (1) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a meliputi : a. indikasi arahan peraturan zonasi Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan PKNp; b. c. indikasi arahan peraturan zonasi Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan PKWp; dan indikasi arahan peraturan zonasi Pusat Kegiatan Lokal (PKL). (2) Indikasi arahan peraturan zonasi Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan PKNp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan memperhatikan : a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala internasional dan nasional untuk menunjang kegiatan ekspor impor yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; b. pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman dengan tingkat intensitas pemanfaatan ruang menengah hingga tinggi dan kecenderungan pengembangan ruangnya ke arah vertikal, memperhatikan koefisien dasar bangunan maksimum, koefisien lantai minimum, ketinggian bangunan maksimum dan koefisien dasar hijau minimum; c. penyediaan prasarana dan sarana transportasi yang berstandar internasional maupun nasional yang mampu melayani kegiatan ekspor impor dan untuk menunjang pergerakan ke kawasan internasional serta kawasan lain di sekitarnya; d. pengembangan serta peningkatan fungsi kawasan industri dan jasa yang melayani skala regional dan nasional; e. pengembangan serta peningkatan fungsi kawasan investasi internasional; dan f. pengembangan jaringan telekomunikasi berbasis teknologi tinggi, prasarana sumberdaya air, transmisi tenaga listrik dan pembangkit tenaga listrik untuk mendukung fungsi pelayanan kawasan perkotaan yang berskala nasional dan antarprovinsi. (3) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk PKW dan PKWp sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan memperhatikan : a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala provinsi yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; b. pengembangan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman dengan tingkat intensitas pemanfaatan ruang menengah yang kecenderungan pengembangan ruangnya ke arah horizontal dikendalikan; 47
  • 48. c. penyediaan prasarana dan sarana perekonomian untuk menunjang kegiatan industri dan ekspor impor yang mendukung PKN Kota Kendari dan PKNp Kota Baubau; d. pengembangan sarana dan prasarana pusat pelayanan pemerintahan yang melayani PKL dan kawasan sekitarnya; e. pengembangan prasarana transportasi untuk menunjang mobilitas baik di dalam maupun ke luar provinsi dan mendukung kegiatan ekspor impor; f. pengembangan serta peningkatan fungsi kawasan industri dan jasa yang melayani skala provinsi; g. pengembangan jaringan akses dari pusat-pusat produksi yang berorientasi ekspor ke pusat distribusi barang (hasil produksi); dan h. pengembangan jaringan telekomunikasi, prasarana sumberdaya air, transmisi tenaga listrik dan pembangkit tenaga listrik yang mendukung fungsi pelayanan kawasan perkotaan yang berskala provinsi. (4) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk PKL disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala kabupaten/kota yang didukung dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; b. pengembangan prasarana dan sarana perekonomian untuk menunjang kegiatan industri dan ekspor impor yang mendukung PKW dan PKWp; c. pengembangan prasarana transportasi untuk menunjang mobilitas baik skala lokal maupun regional; d. pengembangan pusat jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani kabupaten atau beberapa kecamatan; e. pengembangan jaringan akses dari pusat-pusat industri dan jasa menuju pusat distribusi (baik pelabuhan maupun bandar udara); f. pengembangan dan peningkatkan fungsi kawasan industri dan jasa yang mampu melayani skala kabupaten dan kecamatan; g. pengembangan pusat jasa pemerintahan yang melayani satu kabupaten atau meliputi beberapa kecamatan; dan h. pengembangan jaringan telekomunikasi, prasarana sumberdaya air, transmisi tenaga listrik dan pembangkit tenaga listrik yang mendukung fungsi pelayanan kawasan perkotaan yang berskala kabupaten/kota. Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Sistem Jaringan Transportasi Pasal 53 (1) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b meliputi: a. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi darat dan perkeretaapian; 48
  • 49. b. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi laut; dan c. indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi udara. (2) Indikasi arahan peraturan zonasi sistem jaringan transportasi darat dan perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disusun dengan memperhatikan: a. ruang milik jalan hanya boleh dimanfaatkan untuk jaringan jalan raya dan simpul (node) transportasi guna kepentingan lalu lintas dan tidak diperkenankan untuk dialihfungsikan untuk kegiatan lain; b. agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas, maka kepentingan selain kepentingan lalu lintas berupa reklame, penempatan jaringan listrik, air, telepon, drainase dan lain-lain diletakkan pada lokasi yang tidak mengganggu kegiatan dan kepentingan lalu lintas yang berada di wilayah tersebut; c. pengembangan jaringan jalan yang ada dan pembukaan jaringan jalan untuk wilayah desa yang masih terisolir sehingga meningkatkan aksesibilitas yang dapat mempercepat pengembangkan wilayah desa tersebut; d. harus dipertegas batasan ruang milik jalan dengan ukuran dan batasan yang jelas termasuk daerah simpul transportasi; e. ruang milik jaringan jalur kereta api, terminal, stasiun kereta api dan pelabuhan penyeberangan tidak diperkenankan dialihfungsikan untuk kegiatan lain; f. kawasan pelabuhan penyeberangan tidak diperkenankan dialihfungsikan untuk kegiatan lain; dan g. pemanfaatan ruang di sekitar badan air sepanjang lintas penyeberangan dilakukan dengan tidak mengganggu aktivitas penyeberangan. (3) Indikasi arahan peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disusun dengan memperhatikan: a. pelabuhan laut diarahkan untuk memiliki kelengkapan fasilitas pendukung sesuai dengan fungsi dari pelabuhan tersebut; b. pelabuhan laut diarahkan untuk memiliki akses ke jalan arteri primer guna memudahkan aksesibilitas masyarakat; c. pemanfaatan ruang di dalam dan sekitar pelabuhan laut untuk kebutuhan operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan; d. daerah lingkungan kerja pelabuhan dan daerah kepentingan pelabuhan baik perairan maupun daratan serta alur pelayaran tidak diperkenankan untuk dialihfungsikan; e. daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan baik perairan dan daratan dan alur pelayaran harus dipertegas batasannya; f. penetapan luas daerah lingkungan kerja pelabuhan dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan dengan menggunakan pedoman teknis kebutuhan lahan daratan dan perairan untuk rencana induk pelabuhan; g. daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan baik perairan dan daratan dan alur pelayaran harus bebas dan hanya dapat dibangun 49