1. III-i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN i
Kegiatan Belajar ke-3; Sistem Jaringan Drainase
3.1 Maksud dan Tujuan Drainase III-1
3.2 Macam – macam Pekerjaan Drainase III-2
3.3 Pola Umum Sistem Jaringan Drainase III-4
3.4 Debit Saluran Drainase III-5
3.5 Periode Ulang Banjir III-6
3.6 Penampang Saluran Drainase III-9
RANGKUMAN III-18
DAFTAR PUSTAKA III-19
2. III-ii
PENDAHULUAN
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Mampu mengaplikasikan pembelajaran terkini terkait peranan irigasi dalam
bidang Irigasi dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran inovatif dan
kreatif
Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
a. Mengerti dan memahami tentang maksud dan tujuan drainase
b. Mengetahui dan memahami Pola sistem jaringan drainase
c. Mengetahui dan memahami Perhitungan Debit Saluran
d. Mengetahui dan memahami Periode Ulang Banjir
e. Mengetahui dan memahami Penampang Saluran Drainase
-. Penampang Segi Empat
-. Penampang trapezium
-. Penampang Lingkaran
Petunjuk Penggunaan Modul :
1. Bacalah dan pahamilah modul ini secara berurutan
2. Pelajari materi modul ini untuk setiap uraian materi, dari deskripsi
sampai sampai test formatif. Untuk urutannya bisa dikonsultasikan
dengan pembimbing. Apabila ada materi yang belum bisa dipahami,
Anda bisa menanyakan kepada pembimbing.
3. Jawablah Tes Formatif
4. Bersama dengan pembimbing dan teman sejawat, lakukan penilaian
kompetensi Anda.
3. I-3
URAIAN MATERI
1.1 Maksud dan Tujuan Drainase
Air berlebih dapat berupa air hujan yang tidak meresap ke dalam tanah dan tak
tertampung di sungai atau saluran sehingga menimbulkan banjir/genangan. Air tanah yang ke
luar ke permukaan menggenangi dan merusak bangunan (misalnya menggenangi jalan raya),
atau air tanah dangkal yang permukaannya relatif tinggi, sehingga mengganggu lingkungan
(sanitasi terganggu, pertumbuhan tanaman terganggu) dan menghambat pekerjaan konstruksi
bangunan. Dampak pada lingkungan yang ditimbulkan oleh sistem drainase yang buruk :
1. Air limbah yang tertahan di saluran atau di tempat-tempat yang rendah menimbulkan bau
busuk, warna yang tidak sedap dipandang, mengandung bibit penyakit dan zat-zat
berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
2. Genangan, selain menjadi sarang nyamuk, merusak estetika lingkungan, sarana penyebaran
penyakit (karena sanitasi terganggu), mengganggu pertumbuhan tanaman, merangsang
tumbuhnya tanaman pengganggu di saluran atau di rawa-rawa. Genangan menimbulkan
kerugian materiil, menghambat kegiatan ekonomi dan sosial, menghambat kelancaran lalu
lintas dan merusak sarana dan prasarana perkotaan (bangunan, jalan dan sebagainya).
3. Air berlebih yang tertahan dalam badan jalan, yaitu dalam konstruksi perkerasan jalan atau
lapangan terbang dapat menurunkan stabilitas jalan.
4. I-4
Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, maka maksud dan tujuan pembuangan air
limbah dan air berlebih (selanjutnya disebut pekerjaan drainase) adalah :
1. Mengalirkan air limbah dan/atau air berlebih secara cepat dan aman ke tempat
pengolahan air limbah (bagi air limbah) dan pembuangan akhir atau badan air
penerima bagi air berlebih (limpasan hujan) untuk menghindarkan terjadinya :
banjir
genangan air pada permukiman atau lahan produktif
erosi lapisan tanah dan endapan-endapan
kerusakan dan gangguan fisik, kimiawi dan biologi terhadap lahan atau
lingkungan aktif dan produktif, agar kesehatan lingkungan tetap terjaga,
estetika terpelihara baik, komunikasi dan lalu lintas ekonomi dan sosial tidak
terhambat
2. Mengeringkan lahan yang tergenang atau yang jenuh air dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya agar sanitasi dapat berjalan dengan baik, dan tanaman dapat tumbuh tak
terganggu.
3. Mengusahakan agar air tidak tertahan di dalam badan jalan/perkerasan agar kestabilan
konstruksi jalan tetap terjaga
3.2 Macam-macam Pekerjaan Drainase
Jenis pekerjaan drainase yang dibahas meliputi :
1. Drainase permukiman/perkotaan : Lingkup pekerjaannya adalah mengatur
pembuangan air limbah dan air hujan di daerah permukiman/perkotaan. Berkenaan
dengan macam air yang perlu dibuang, ada dua alternatif sistem yang dapat dipilih,
yaitu :
Sistem terpisah, di mana air limbah (domestik, industri) dialirkan dalam suatu
jaringan saluran menuju tempat pengolahan air limbah sebelum dibuang ke perairan
Gambar 3.1 Genangan Banjir yang merugikan
masyarakat
5. I-5
umum (sungai, danau, laut), sedang air hujan dialirkan dalam jaringan saluran lain
yang terpisah dan dapat dibuang secara langsung ke perairan umum.
Sistem tercampur, di mana air limbah dan air hujan dialirkan bersama-sama dalam
suatu jaringan saluran drainase, dan langsung dibuang ke perairan umum.
2. Drainase lahan : Drainase lahan, mengatur pembuangan air berlebih pada suatu
lahan, baik yang berada di atas permukaan lahan, maupun yang berada di dalam
tanah, termasuk mengatur kedalaman muka air tanah. Drainase lahan pertanian
termasuk dalam kelompok ini, namun tidak dibahas dalam materi kuliah drainase ini.
Penjelasan mengenai drainase lahan pertanian dapat diperoleh di matakuliah Irigasi.
Dalam materi perkuliahan Drainase, lahan yang didrain/dipatus berupa lahan di mana
tidak dikehendaki adanya saluran-saluran terbuka di permukaan tanah karena dapat
mengganggu aktivitas di atasnya, seperti lapangan sepak bola, lapangan golf dan
sebagainya.
3. Drainase jalan raya : Lingkup pekerjaannya adalah mengupayakan agar air hujan
atau air tanah tidak menggenang di atas permukaan jalan dan tidak bertahan dalam
lapisan perkerasan jalankarena dapat menurunkan kestabilan konstruksi jalan.
4. Drainase lapangan terbang : Maksud dan tujuannya serupa dengan drainase jalan
raya. Ada dua cara untuk mematus lahan lapngan terbang; yang pertama dengan
membuat saluran-saluran dan pembuangan seperti drainase permukiman, yang kedua
dalam hal pembuangan tidak dapat dilakukan secara langsung, air hujan ditampung
sementara dalam kolam penampung, untuk selanjutnya dibuang apabila kondisi muka
air di saluran pembuangan akhir sudah cukup rendah. Menurut cara pengalirannya
sistem drainase dapat dibedakan atas :
a. Sistem gravitasi, aliran mengandalkan perbedaan tinggi muka air di hulu dan di
hilir. Hal ini terkait dengan kemiringan medan yang menentukan kemiringan
saluran serta ketinggian muka air di pembuangan akhir.
b. Sistem pompa, dilakukan apabila pengaliran secara gravitasi tidak dapat dilakukan
sehubungan muka air di hilir (di pembuangan) lebih tinggi daripada muka air di
hulu (di saluran).
6. I-6
3.3 Pola Umum Sistem Jaringan Drainase
Pada dasarnya prinsip drainase mengikuti pola drainase alam, yaitu sungai. Saluran-
saluran kecil yang menerima air hujan dari luasan kecil, bersama-sama dengan saluran kecil
lainnya bergabung dalam saluran yang lebih besar, demikian seterusnya, dan selanjutnya dibuang
ke pembuangan akhir (outfall). Pembuangan akhir dapat berupa saluran drainase dari sistem
yang lebih besar, sungai, danau, rawa, atau laut. Perbedaan dengan sungai alam, saluran drainase
buatan tidak memiliki sifat yang kompleks seperti halnya dengan sungai. Pola yang umum
jaringan saluran drainase adalah sebagai berikut :
Gambar 3.2. Macam - Macam Pekerjaan Drainase
7. I-7
1. Saluran Pembawa
Saluran ini dimulai dari bangunan penangkap air atau intake pada bangunan
bendung yang mengalirkan air untuk diberikan kedaerah pertanian. Pada awal saluran,
dimensi saluran masih besar karena harus membawa seluruh air untuk kebutuhan seluruh
daerah irigasi, kemudian saluran ini
Perencanaan drainase dibuat dengan mempertimbangkan komponen alam di tempat yang
bersangkutan :
1. Tanah dan air tanah : Jenis tanah berkaitan dengan kemampuan peresapan air
(menentukan koefisien pengaliran), ketahanan terhadap gerusan air (menentukan
koefisien kekasaran saluran), dan kedalaman muka air tanah (tampungan dalam tanah,
rembesan saluran).
2. Topografi : dari garis kontur pada peta topografi daerah, dapat diketahui relief
permukaan medan dan kemiringan medan. Pada perencanaan drainase
perkotaan/permukiman, drainase lahan dan drainase jalan raya/lapangan terbang, dengan
bantuan peta tersebut dapat ditentukan batas daerah pematusan suatu saluran, dan dapat
dibuat jaringan saluran drainase, dan lokasi bangunan-bangunan pelengkap. Dengan peta
topografi dapat dilihat daerah yang tergenang banjir. Dengan bantuan garis kontur dapat
diperkirakan kemiringan saluran yang memenuhi syarat pengaliran air buangan yang
aman.
3. Hidrologi : Kondisi hidrologi suatu daerah dapat berbeda dengan daerah yang lain
tergantung karakteristik iklim masing-masing. Tersedia banyak metode untuk
menghitung besarnya debit saluran berdasarkan curah hujan pada suatu periode ulang
tertentu sebagai dasar perencanaan dimensi saluran.
1. Penggunaan lahan
Penggunaan lahan atau penutupan lahan menentukan banyaknya air yang mampu
diserap tanah. Dalam perhitungan hidrologi kondisi ini digambarkan dalam koefisien
pengaliran, C.
2. Kondisi pembuangan akhir
Gambar 3.3. Pola Sistem Jaringan Drainase
8. I-8
Pembuangan akhir merupakan faktor penting yang menentukan sistem pembuangan
air dari saluran. Muka air di sungai dipengaruhi oleh fluktuasi debit sepanjang waktu,
saat musim hujan muka air tinggi dan saat musim kemarau muka air rendah. Muka air
laut dipengaruhi oleh pola pasang surut. Saat pasang ada kemungkinan sulit
melakukan pengaliran secara gravitasi (di dataran yang landai). Muka air di danau
atau rawa relatif tidak banyak berubah.
3.4 Debit Saluran Drainase
Pada perhitungan air hujan yang perlu dibuang, metode yang digunakan adalah Rumus
Rasional :
Q = 0,278 C i A m³/detik (1)
dimana :
Q = debit (m³/detik)
C = koefisien pengaliran
i = intensitas hujan untuk periode ulang tertentu (mm/jam)
A = area yang akan didrain (km²)
Pada prakteknya kehilangan air dihitung secara total, dengan kata lain koefisien C
mencakup semua cara kehilangan air. Diasumsikan, koefisien C tidak bervariasi dengan durasi
hujan. Koefisien C pada Tabel 1 dapat diaplikasikan untuk hujan dengan periode ulang 5 – 10
tahun. Intensitas hujan tinggi menyebabkan koefisien C tinggi, sebab infiltrasi dan kehilangan air
lainnya hanya berpengaruh kecil pada limpasan. Koefisien C untuk suatu wilayah permukiman
(blok, kelompok) dimana jenis permukaannya lebih dari satu macam, diambil harga rata-ratanya
dengan rumus seperti dibawah ini :
C rata-rata = A
CiAi
(2)
dimana :
Ci = Koefisien pengaliran untuk bagian daerah
yang ditinjau dengan satu jenis permukaan
Ai = Luas bagian daerah
Tabel 1 menyajikan harga-harga koefisien C untuk periode ulang T :
T = 5 s/d 10 tahun
9. I-9
Tabel 1 Koefisien pengaliran C.
Curah hujan jangka pendek dinyatakan dalam intensitas per jam yang disebut intensitas
curah hujan (mm/jam). Intensitas curah hujan rata-rata dalam t jam dinyatakan dengan rumus
sebagai berikut :
Ii = t
R t
(3)
Di mana Rt = curah hujan selama t jam
Besarnya intensitas curah hujan itu berbeda-beda yang disebabkan oleh lamanya curah
hujan atau frekwensi kejadiannya Ada berbagai metode perhitungan intensitas hujan untuk
perencanaan drainase, namun pada pokoknya perhitungan Intensitas hujan terdiri dari :
a. Perhitungan tinggi hujan rencana
b. Perhitungan untuk mendapatkan hubungan antara intensitas hujan dan durasi hujan.
Metode perhitungan tergantung pula pada data hujan yang tersedia. Yang pertama, data
hujan yang diukur dengan alat pencatat otomatis, sehingga kita dapat mengetahui data hujan
berjangka waktu pendek atau distribusi hujan hariannya. Yang kedua, data hujan yang diukur
10. I-10
dengan alat penakar hujan, dimana pengambilan data dilakukan setiap 24 jam, sehingga yang
diperoleh adalah curah hujan dalam sehari dimana distribusi hujan diabaikan. Hubungan antara
intensitas hujan dan durasi hujan dapat dihitung dengan beberapa perumusan, antara lain adalah
dengan rumus Mononobe yang menggunakan data hujan harian. Satuan waktu t dalam jam dan
mm/jam untuk I (intensitas) hujan. Besarnya intensitas curah hujan itu berbeda-beda yang
disebabkan oleh lamanya curah hujan atau frekwensi kejadiannya.
Rumus Mononobe
m
24
t
24
24
R
I
di mana untuk rumus-rumus di atas :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (menit)
m = tetapan (2/3)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).
3.5 Periode Ulang Banjir
Pada dasarnya besarnya hujan rencana dipilih berdasar pada pertimbangan nilai urgensi
dan nilai social ekonomi daerah yang diamankan. Untuk daerah permukiman umumnya dipilih
hujan rencana dengan periode ulang 5 – 15 tahun. Sedang untuk daerah pusat pemerintahan yang
penting, daerah komersial dan daerah padat dengan nilai ekonomi tinggi dapat dipertimbangkan
periode ulang antara 10 –50 tahun. Perencanaan gorong-gorong jalan raya, lapangan terbang
antara 3 – 15 tahun. Perencanaan pengendalian banjir yang berkaitan dengan sungai antara 25 –
50 tahun. Perencanaan saluran didasarkan atas perhitungan debit periode ulang pada tabel
berikut :
Tabel 2 Periode Ulang Hujan (PUH) untuk perencanaa saluran kota dan bangunan
No Distribusi Puh (tahun)
1 Saluran Mikro Pada Daerah :
- Lahan rumah, taman, kebun, kuburan,
lahan tak terbangun
2
- Kesibukan dan perkantoran 5
- Perindustrian :
11. I-11
* Ringan 5
* Menengah 10
* Berat 25
* Super berat/proteksi negara 50
2 Saluran Tersier :
- Resiko kecil 2
- Resiko besar 5
3 Saluran Sekunder :
- Tanda resiko 2
- Resiko kecil 5
- Resiko besar 10
4 Saluran Primer (Induk) :
- Tanda resiko 5
- Resiko kecil 10
- Resiko besar 25
Atau :
- Luas DAS (25 A 50) Ha 5
- Luas DAS (50 A 100) Ha (5-10)
- Luas DAS (100 A 1300) Ha (10-25)
- Luas DAS (1300 A 6500) Ha (25-50)
5 Pengendali Banjir Makro 100
6 Gorong-gorong :
- Jalan raya biasa 10
- Jalan by pass 25
- Jalan ways 50
7 Saluran Tepian :
- Jalan raya biasa (5-10)
- Jalan by pass (10-25)
- Jalan ways (25-50)
Waktu konsentrasi dihitung dengan rumus di bawah ini :
tc = to + tf (5)
Dimana :
to = waktu yang dibutuhkan untuk mengalir di permukaan
untuk mencapai inlet (overland flow time, inlet time)
tf = waktu yang diperlukan untuk mengalir di sepanjang saluran
Perhitungan to :
a. Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya to :
- intensitas hujan
- jarak aliran
- kemiringan medan
- kapasitas infiltrasi
- adanya cerukan di atas permukaan tanah (depression storage)
12. I-12
b. Diusahakan agar aliran secepatnya dapat masuk ke inlet sistem pembuangan.
Untuk daerah urban normal disarankan untuk memakai to : 4 menit dan kurang dari
5 menit untuk daerah permukiman yang luas, dimana aliran dari atap, jalan,
lapangan, jalan beraspal untuk mencapai inlet.
c. Perumusan yang umum untuk menghitung to :
* Rumus Kerby (1959)
467.0
44,1
s
l
nt do
(6)
I < 400 m
di mana :
l = jarak dari titik terjauh ke inlet (m)
nd = koefisien setara koefisien kekasaran
s = kemiringan medan
Nilai kekasaran (Nd) ditentukan oleh permukaan lahan yang dialiri, dapat dilihat dari
tabel berikut.
Tabel 3 Harga koefisien hambatan, nd
Jenis Permukaan nd
Permukaan impervious dan licin 0.02
Tanah padat terbuka dan licin 0.10
Permukaan sedikit berumput, tanah dengan tanaman
berjajar, tanah terbuka kekasaran sedang
0.20
Padang rumput 0.40
Lahan dengan pohon-pohon musim gugur 0.60
Lahan dengan pohon-pohon berdaun, hutan lebat,
lahan berumput tebal
0.80
Sedangkan untuk perhitungan debit suatu sungai yang melalui daerah perkotaan /
13. I-13
permukiman, dapat digunakan berbagai metode perhitungan. Diantaranya metode :
Gabungan Rasional-Weduwen untuk luas daerah aliran ≥ 100 km2
Weduwen untuk luas daerah aliran < 100 km2
Rasional untuk luas daerah aliran < 1 km2
Dalam materi kuliah Drainase digunakan rumus Bayern untuk mengestimasi waktu
konsentrasi aliran dari suatu daerah aliran sebagai berikut :
km/jam (7)
di mana :
W = kecepatan aliran
H = beda tinggi/elevasi antara titik terjauh di daerah pengaliran
dengan titik yang ditinjau (m)
L = panjang sungai
W
L
tc
jam
3.6 Penampang Saluran Drainase
Beberapa bentuk saluran yang biasa digunakan dalam sistem jaringan draianse adalah
a) Penampang trapesium.
Penampang ini banyak dipakai terutama saluran yang dibuat di tanah asli.
b) Penampang trapesium ganda.
Digunakan bila perbedaan Qmax/Qmin cukup besar
6,0
72
L
H
W
14. I-14
c). Segiempat
d). Lingkaran
Selain bentuk-bentuk penampang di atas masih banyak lagi bentuk saluran yang
merupakan kombinasi dari bentuk-bentuk dasar tersebut dan dibuat sesuai dengan
kebutuhannya. Saluran yang terbuka dipermukaan tanah rawan terhadap pencemaran dari luar,
namun pekerjaan pemeliharaannya lebih mudah. Saluran yang tertutup (di bawah permukaan)
dapat berfungsi mengalirkan air buangan yang belum tercemar atau yang sudah tercemar, tetapi
sulit dikontrol. Saluran yang khusus mengalirkan limbah rumah tangga, rumah sakit atau
industri, dan yang disalurkan ke instalasi pengolahan limbah, hendaknya tertutup agar tidak
membahayakan lingkungan.
Saluran tanah hendaknya mempertimbangkan sudut lereng alamnya agar tidak mudah
longsor. Selain dari pada itu saluran tanah tidak tahan kecepatan aliran yang tinggi, karena dasar
atau dindingnya mudah tergerus. Untuk mengatasi medan yang kemiringannya besar, diperlukan
bangunan pertolongan, misalnya bangunan terjun. Banyak rumus-rumus yang dipakai untuk
merencanakan saluran drainase yaitu :
Untuk lahan terbatas, dibuat dari
beton prefab atau pasangan batu.
Untuk drainase air limbah/ campuran/air
hujan.
15. I-15
a. Rumus Manning : (8)
b. Rumus Chezy : (9)
Hubungan antara koefisien Chezy dan Manning :
(10)
C = (11)
Maka kapasitas debit aliran dapat dirumuskan
Q = A x V
Dimana :
V = kecepatan aliran
n = koefisien kekasaran Manning
C = koefisien kekasaran Chezy, dan C untuk Hazen & Williams.
A = Luas penampang saluran
R = jari-jari hidrolik
S = kemiringan saluran
m = koefisien Bazin (0.11-3.17)
Tabel 4 Dimensi Hidrolis Saluran Drainase
R
m
1
6.157
6/11
R
n
C
2/13/21
SR
n
V
RSCV
16. I-16
Koefisien kekasaran ditentukan oleh bahan/material saluran, jenis sambungan, material
padat yang terangkut dan yang terendap dalam saluran, akar tumbuhan, alinyemen, lapisan
penutup (pipa), umur saluran dan aliran lateral yang menganggu aliran. Koefisien kekasaran
pada kenyataannya bervariasi dengan kedalaman. Untuk saluran yang terlalu besar
kedalamannya umumnya diasumsikan harga koefisien kekasarannya tetap. Tabel 5 berikut ini
memuat harga koefisien kekasaran.
Tabel 5 Angka Kekasaran Manning
Material saluran Manning n
Saluran tanpa pasangan
Tanah 0.020-0.025
Pasir dan kerikil 0.025-0.040
Dasar saluran batuan 0.025-0.035
Saluran dengan pasangan 0.015-0.017
Semen mortar 0.011-0.015
Beton
Pasangan batu adukan basah 0.022-0.026
Pasangan batu adukan kering 0.018-0.022
Saluran pipa 0.011-0.015
Pipa beton sentrifugal 0.011-0.015
Pipa beton
Pipa beton bergelombang 0.011-0.015
Liner plates 0.013-0.017
Saluran terbuka
Saluran dengan plengsengan
a. Aspal 0.013-0.017
b. Pasangan bata 0.012-0.018
0.011-0.020
c. Beton 0.020-0.035
d. Riprap 0.030-0.40*
e. Tumbuhan
Saluran galian 0.020-0.030
Earth, straight and uniform 0.025-0.010
Tanah, lurus dan seragam 0.030-0.015
Tanah cadas 0.050-0.14
Saluran tak terpelihara
Saluran alam (sungai kecil,
lebar atas saat banjir < 3 m)
0.03-0.070
Penampang agak teratur 0.010-0.100
Penampang tak teratur dengan
palung sungai
Angka kekasaran ini berpengaruh terhadap kecepatan yang dihasilkan oleh aliran di
dalam saluran tersebut. Kecepatan aliran dalam saluran hendaknya tidak menyebabkan
terjadinya pengendapan dan tumbuhnya tanaman pengganggu. Kecepatan minimum yang
17. I-17
disarankan :
- saluran tanah kecil : 0.45 m/dt
- saluran tanah sedang s/d besar : 0.60 – 0.90 m/dt
- pipa : 0.60 – 0.75 m/dt
Untuk saluran drainase rumah tangga (sanitary sewer) pembatasan kecepatan minimum
selain dimaksudkan untuk mencegah pengendapan, juga untuk memperlambat pembentukan
sulfida dalam saluran.
Kecepatan maksimum yang dizinkan.
Kecepatan maksimum dalam pipa ditentukan berkaitan dengan material saluran.
Kecepatan aliran hendaknya tidak menyebabkan erosi pada dinding dan dasar saluran,
disamping pertimbangan keamanan Untuk saluran dari beton kecepatan maksimum 4 m/dt. Pada
Tabel 6. Fortier dan Scoby memberikan batasan kecepatan menurut jenis material saluran, pada
saluran lurus dan kedalaman kurang dari 0.9 m.
Tabel 6 Kecepatan Minimum yang Diijinkan
Material Saluran
.
Kecepatan maksimum (m/dt)
Air bersih Air
Mengandung
Silt
Air dengan pasir,
kerikil, atau pecahan
Cadas
Find sand (non-colloidal) 0.45 0.75 0.45
Sandy loam (non colloidal) 0.50 0.75 0.60
Silt loam (non-collodial) 0.60 0.90 0.60
Alluvial silt (non-collodial) 0.60 1.00 0.60
Firm loam 0.75 1.00 0.65
Volcanic ash 0.75 1.00 0.60
Fine gravel 0.75 1.50 1.10
Stiff clay (very colloidal) 1.10 1.50 0.90
Graded, loam to cobble
(non-colloidal) 1.10 1.50 1.50
Alluvial silt (colloidal)
Graded, silt to cobbles (colloidal) 1.10 1.50 0.90
Coarse gravel (non-collodial) 1.20 1.65 1.50
Cobbles and shingles 1.20 1.80 1.90
Shales and hardpans 1.52 1.68 1.90
18. I-18
RANGKUMAN
1. Tujuan utama dari sistem drainase adalah mengalirkan air limbah dan/atau air berlebih
secara cepat dan aman ke tempat pengolahan air limbah (bagi air limbah) dan pembuangan
akhir atau badan air penerima bagi air berlebih (limpasan hujan) untuk menghindarkan
terjadinya banjir atau genangan.
2. Macam-macam pekerjaan draianse adalah drainase permukiman/ perkotaan, drainase
lahan, drainase jalan raya dan drainase lapangan terbang.
3. Menurut sistem pengalirannya, drainase dibedakan menjadi sistem drainase gravitasi dan
sistem drainase pompa.
4. Pola umum sistem jaringan drainase dimulai dari bagian hulu adalah saluran tersier –
saluran sekunder – saluran primer.
5. Parameter alam yang mempengaruhi perencanaan drainase adalah tanah dan air tanah,
topografi dan data hidrologi.
6. Intensitas hujan adalah curah hujan jangka pendek dinyatakan per jam.
7. Pada dasarnya besarnya hujan rencana dipilih berdasar pada pertimbangan nilai urgensi
dan nilai social ekonomi daerah yang diamankan.
8. Waktu konsentrasi aliran (tc) adalah penambahan waktu aliran permukaan (to) ditambah
dengan waktu aliran di saluran (tf)
9. Faktor yang mempengaruhi waktu aliran permukaan adalah intensitas hujan, jarak aliran,
kemiringan lahan, kapasitas infiltrasi dan potensi cekungan di area permukaan lahan.
10. Bentuk penampang saluran drainase dapat menyesuaikan kondisi lahan. Untuk lahan
yang sempit dianjurkan menggunakan dimensi segi empat, sedangkan kan aliran
campuran air hujan dan air limbah dianjurkan untuk menggunakan dimensi penampang
saluran dimensi lingkaran.
19. I-19
DAFTAR PUSTAKA
Asdak Chay (1995). Hidrologi dan Pengeloaan daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah
Mada Press.
Chow, V. T. 1992. Hidrolika saluran Terbuka. Jakarta, Erlangga, Jakarta.
Fair, M. Gordon, Geyer, John c., Okun, Daniel A, Water and Wasterwater Engineering,
Volume 1, John Wiley and Sons Inc, New York, 1966.
Geyer, John C., Okun, Daniel A, Water and Wastewater Engineering, Volume 1, John Wiley
and Sons, Inc, New York, 1966.
Hardjosuprapto, Masduki Moh., Drainase Perkotaan, DPU Kanwil Propinsi Jawa Barat,
Proyek Peningkatan Prasarana Permukiman Jawa Barat, 1999.
Jansen, Bendegon, Berg, Vries dan Zanen. 1979. Principle of River Engineering The Non-Tidal
Aluvial River, Delft Uitgevers Maatsschappij.
Linsley, Ray K, Franzini, Joseph B. 1991. Teknik Sumber Daya Air Jilid II, CV. Citra Media,
Surabaya
Sastrodarsono Suyono dan Kensaku Takeda, (1999), Hidrologi untuk Pengairan. Penerbit
Erlangga Jakarta