Guru yang baik dapat didefinisikan berbeda oleh siswa, orang tua, kepala sekolah, dan rekan guru. Untuk dunia pendidikan secara umum, guru yang baik adalah guru yang menghargai siswa sebagai manusia, menguasai materi pelajaran, dan memotivasi siswa belajar secara sukarela. Guru perlu menjadi teladan yang baik bagi siswa dan selalu meningkatkan pengetahuan serta metode mengaj
1. GURU YANG BAIK
Ketika ada yang menyebut saya sebagai guru yang baik, saya merasa senang sekali,
walaupun saya sendiri tidak pernah langsung mendengarnya. Ternyata banyak pula
orang yang merasa senang jika disebut 'yang baik', seperti misalnya jika disebut
orang tua yang baik, anak yang baik, bapak polisi yang baik, ibu dokter yang
baik dan lain sebagainya.
Masalahnya sekarang adalah ungkapan kata 'yang baik' itu sebenarnya baik buat
siapa? Guru yang baik dalam pandangan siswa, belum tentu baik bagi para orang
tuanya. Baik bagi orang tua, belum tentu baik bagi kepala sekolah. Demikian
seterusnya yang baik bagi kepala sekolah belum tentu baik pula bagi rekan-rekan
guru dan bapak ibu pengawas, dan sebagainya. Kiranya benarlah kata orang bijak,
bahwa tidak ada yang baik di dunia ini dalam arti yang sesungguhnya.
Kalau selanjutnya masih dipakai kata 'yang baik', khususnya pada 'guru yang
baik' mungkin itu berarti baik bagi dunia pendidikan dan pengajaran pada umumnya
dan lebih khusus lagi mungkin bagi penyampaian pelajaran kepada anak-anak kita.
Sebagai seorang guru yang selalu ingin memberikan yang terbaik bagi anak,
seyogyanya kita mengawalinya dengan:
1. Pengakuan yang tulus, bahwa anak-anak itu pada dasarnya seorang manusia juga,
yang memiliki segala sesuatu seperti kita, misalnya keinginan, cita-cita,
pendapat, perasaan, pemikiran dan lain sebagainya. Atas dasar itu kita tidak
mungkin bisa menganggap anak-anak itu sebagai sebuah wadah kosong yang siap
untuk diisi atau dijejali ilmu sesuka kita. Malah sebaliknya kita bisa mengajak
mereka ikut memikirkan misalnya bagaimana menangguulangi beban pelajaran yang
demikian banyak atau memilih bagian pelajaran mana yang ingin didahulukan dan
sebagainya.
2. Sebagai seorang guru kita juga harus selalu ingat, bahwa kita ini banyak yang
'mengawasi' atau 'memperhatikan'. Siswa memperhatikan guru dari ujung kaki
sampai ujung rambut. Sedikit saja ada 'kelainan' atau kebiasaan yang tak lazim,
pasti diketahuinya dan tidak jarang juga dijadikan bahan tertawaan atau
panggilan, sebutan bagi guru itu sendiri. Orang tua juga memperhatikan guru
dengan cermat. Seringkali malah dijadikan contoh yang baik, maupun yang tidak.
Rekan guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, yayasan juga turut mengawasi guru,
walaupun umumnya terfokus pada bidang pekerjaan guru.
3. Walau demikian kita tidak perlu salah tingkah atau kaku, yang penting kita
harus selalu 'correct' dalam setiap kata dan perbuatan. Dan jangan lupa kita
juga punya nama korp Guru. Di sana yang berbuat, guru di sini juga ikut malu,
demikian juga sebaliknya. Juga perlu diingat, bukankah anak-anak lebih menurut
pada apa yang kita perbuat daripada yang kita katakan?
4. Menguasai bahan pengajaran mutlak perlu. Apa jadinya jika pengetahuan kita
setengah-setengah? Yang jelas pengetahuan anak jadi samar-samar, pikirannya jadi
kacau. Yang fatal akan tumbuh dalam dirinya sifat negatif. Mereka tidak akan
lagi menyukai pelajaran untuk selamanya. Menguasai bahan pengajaran, tidak
berarti harus hafal di luar kepala. Tetapi lebih pada tujuan yang harus dicapai
baik secara umum terlebih lagi secara khusus. Dan untuk lebih memotivasi anak-
anak, selain mereka harus tahu tujuan, juga keterkaitan bahan tersebut dengan
keseharian hidup mereka atau dengan kehidupan mereka kelak. Penyajian secara
sistematik dalam urutan yang benar, pemberian rangkuman, apalagi jika
disampaikan dengan metode yang tepat, akan lebih meyakinkan hasilnya.
5. Istilah pengajaran diganti pembelajaran, karena pada pengajaran lebih terasa
keaktifan guru daripada keaktifan belajar siswa. Kita harus yakin bahwa belajar
hanya mungkin bila ada aktifitas belajar. Adalah tugas kita semua guru dan orang
tua mencari dan memikirkan bagaimana mengaktifkan mereka belajar. Bagaimana
caranya agar mereka mau belajar, karena memang ingin belajar dan bukan karena
paksaan atau mengharapkan sesuatu? Anak sudah mau membaca buku kesehatan, itu
memang bagus. Akan lebih bagus lagi jika mereka mau memahaminya dengan
2. membicarakan atau mendiskusikannya, tetapi yang paling baik lagi, jika mereka
mau melaksanakannya. Bukankah begitu?
Sekarang bagaimana? Sulitkah? Sebenarnya tergantung pada diri kita sendiri. Kita
sendiri jugalah yang menentukan syarat-syarat bagi kita agar dapat disebut guru
yang baik. Dan sekali lagi semuanya tergantung dari seberapa besar kecintaan
kita terhadap anak-anak pada khususnya?
Semoga kita layak disebut guru yang baik....