Dokumen tersebut membahas tentang permukiman dan ketahanan pangan di Indonesia, termasuk masalah konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian, faktor penyebabnya, dan solusi untuk mengatasinya seperti komitmen pemerintah, pembenahan data, penegakan hukum, insentif, penataan ruang, dan konsep bank tanah dan konsolidasi tanah."
1. Urun Rembug
Permukiman dan Ketahanan Pangan
Oswar Mungkasa
Perencana Ahli Utama Bappenas
.
Seri Webinar Perkim #27
Yayasan Caritra
14 Oktober 2021
10/31/2021 0
2. 10/31/2021 1
then we might not solve every problem,
but we can get some thing meaningful
done
(dikutip dari Investing Democracy. Engaging Citizens
in Collaborative Governance – Carmen Sirianni)
3. ISU
10/31/2021 2
Konversi lahan pertanian ke non pertanian
Luas lahan baku sawah di Indonesia mengalami penurunan menjadi 7,1 juta (BPS,
2018) berkurang dari 7,75 juta ha (BPS, 2013). Dalam 5 tahun berkurang 650 ribu
ha atau setahun 150 ribu ha.
Kecenderungan konversi lahan tetap meningkat
Diperkirakan sampai dengan tahun 2045, Indonesia membutuhkan tambahan
lahan pertanian sekitar 14 juta hektar yang terdiri dari 5 juta ha lahan sawah, 8
juta ha lahan kering, dan 1 juta ha lahan rawa. Perhitungan tersebut
mempertimbangkan pertambahan penduduk 1,3 persen, alih fungsi lahan 60-90
ribu hektar per tahun, dan asumsi produktivitas 5,3 ton per tahun (Kementerian
Pertanian, 2019).
Kebutuhan rumah Indonesia sekitar 1 juta per tahun.
Pada 2025, penduduk perkotaan diproyeksikan 170,4 juta jiwa atau 59,3% dari
total penduduk Indonesia yang sebesar 287 juta jiwa
4. Faktor Pendorong
10/31/2021 3
• Kependudukan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan
kesejahteraan
• kebutuhan lahan kegiatan non pertanian permukiman, industri.
• Proses alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non sawah pada prinsipnya
bermuara pada motif ekonomi, yaitu penggunaan non sawah memiliki land
rent lebih tinggi
• Sosial budaya hokum waris yang menyebabkan lauasan kepemilikan lahan
pertanian menjadi semakin kecil sehingga tidak memenuhi skala ekonomi
• Degradasi lingkungan pencemaran air irigasi, penggundulan hutan
mengakibatkan kekurangan air, penggunaan pupuk berlebihan
5. Faktor Pendorong
10/31/2021 4
• Pembiaran dan kurangnya ketegasan terutama dipicu oleh kurangnya
komitmen pemerintah daerah
• Lemahnya penegakan hukum aturan sudah sangat lengkap
• Perencanaan tata ruang masih bias pemanfaatan ruang horisontal, belum
vertikal.
6. SOLUSI
10/31/2021 5
• Komitmen pengambil keputusan/pimpinan daerah. Langkah advokasi
perlu dilakukan secara berjenjang nasional, provinsi, kabupaten/kota
• Pembenahan Data BPS merupakan satu-satunya sumber data yang
valid dilengkapi dengan peta skala yang memadai oleh BIG. Proses ini
dikoordinasikan oleh Bappenas sebagai penanggungjawab program Satu
Data.
• Penegakan aturan proses perijinan, pelaksanaan aturan contoh pasal
73 UU 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan: sanksi pidana 1-5 tahun atau Rp.1-5 miliar.
7. SOLUSI
10/31/2021 6
• Insentif/Disinsentif
Undang-Undang No. 41 Tahun 2009, bahwa kepada petani yang lahannya
ditetapkan sebagai LP2B akan mendapat insentif dan perlindungan serta
pemberdayaan petani seperti pada Pasal 38, 67, dan 68.
Bentuk-bentuk insentif yang diberikan meliputi pengembangan infrastruktur
pertanian, pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul,
kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi, penyediaan sarana dan
prasarana pertanian, jaminan penerbitan sertifikat hak atas tanah pada LP2B dan
penghargaan bagi petani berprestasi tinggi. Bentuk insentif lain berupa
keringanan PBB
Disinsentif terhadap perubahan penggunaan lahan sawah berupa pengenaan
retribusi yang digunakan untuk insentif bagi petani yang termasuk dalam lahjan
sawah yang dilindungi.
8. Solusi
10/31/2021 7
Tata Ruang
• Pengendalian Lahan yaitu Penetapan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B)
nasional yang diatur dalam PP RTRWN, provinsi dan kabupaten/kota seharusnya
diatur dalam RDTR. Sewajarnya jika percepatan penyusunan RDTR menjadi prioritas.
• Momentum UU Cipta Kerja yang ditindaklanjuti dengan PP No. 21/2021 tentang
penyelenggaraan penataan ruang. Proses perijinan menjadi lebih transparan dan
didukung data serta peta yang lebih rinci.
• Transformasi konsep perencanaan ruang yang berorientasi intensifikasi ruang
(vertikal) dan tidak lagi mendorong pemanfaatan ruang secara horisontal
• Penerapan tata kelola kolaboratif Proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi sewajarnya melibatkan Forum Penataan Ruang baik provinsi maupun
kabupaten/kota.
9. Solusi
10/31/2021 8
Tata Ruang
• Penerapan skema Bank Tanah termasuk ‘land freezing’ yaitu mempertahankan
fungsi sebuah kawasan dengan mengendalikan transaksi perpindahan
kepemilikan.
• RTRW dan RDTR sewajarnya didukung oleh keberadaan Bank Tanah yang
menjamin bahwa seluruh kebutuhan lahan untuk kebutuhan publik dapat
terjamin. Selain itu, juga sebagai alat mengendalikan fungsi lahan sesuai dengan
kepentingan publik.
• Intensifikasi lahan perkotaan melalui penerapan konsolidasi lahan vertikal. Langkah
ini bisa mengurangi secara nyata kebutuhan lahan khususnya di perkotaan.
• Pengembangan Pertanian Perkotaan. Upaya mewujudkan ketahanan pangan ditengah
kondisi keterbatasan lahan.
10. Pemahaman Bank Tanah /1
• Bank Tanah adalah suatu lembaga yang menyediakan tanah untuk
keperluan pembangunan, sekaligus bertindak selaku pengendali harga
tanah. Bank Tanah adalah Badan Usaha yang tidak semata-mata
mencari untung tetapi lebih bersifat pengelola pertanahan dari segi
pengendalian harga tanah dan mendukung pelaksanaan Rencana Tata
Ruang.
• Bank Tanah mendukung tugas pemerintah dalam pengelolaan,
penyediaan dan pengendalian harga tanah
11. Pemahaman Bank Tanah/2
• Bank Tanah memungkinkan pemerintah memiliki tanah jauh hari sebelum
dibutuhkan. Manfaatnya adalah harga tanah yang murah dan memungkinkan
sebagai alat mempengaruhi pola pengembangan suatu daerah UNESCAP.
1993)
• Bank Tanah setidaknya mempunyai beberapa kegiatan utama yaitu (i)
membeli tanah, (ii) mematangkan tanah baik secara fisik maupun
administrasi; (iii) menjual kapling tanah siap bangun kepada yang
membutuhkan; (iv) mengadministrasi-kan jual beli tanah sesuai dengan
ketentuan..
12. Pemahaman Bank Tanah /3
• Dalam konteks Indonesia, tujuan umum Bank Tanah setidaknya mencakup (i)
menjamin terwujudnya rumusan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 yaitu bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat ; (ii) sebagai instrumen
pelaksanaan berbagai kebijakan pertanahan dan mendukung pengembangan
wilayah; (iii) mengendalikan pengadaan, penguasaan dan pemanfaatan tanah
secara adil dan wajar dalam melaksanakan pembangunan. Bank Tanah
mendukung tugas pemerintah dalam pengelolaan, penyediaan dan
pengendalian harga tanah
13. Pemahaman Bank Tanah /4
• Fungsi Bank Tanah meliputi (i) penghimpun tanah (land keeper) berupa inventarisasi
dan pengembangan basis data tanah, administrasi dan sistem informasi pertanahan; (ii)
pengaman tanah (land warrantee) berupa mengamankan penyediaan, peruntukan,
pemanfaatan tanah sesuai rencana tata ruang dan menjamin efisiensi pasar tanah; (iii)
pengendali tanah (land purchaser) berupa pengendalian penguasaan dan penggunaan
tanah sesuai aturan yang berlaku; (iv) penilai tanah (land valuer) berupa menunjang
penetapan nilai tanah yang baku, adil dan wajib untuk berbagai keperluan; (v)
penyalur tanah (land distributor) berupa menjamin distribusi tanah yang wajar dan
adil berdasarkan kesatuan nilai tanah, mengamankan perencanaan, penyediaan dan
distribusi tanah; (vi) pengelola tanah (land manager) berupa melakukan manajemen
pertanahan, melakukan analisis, penetapan strategi dan pengelolaan implementasi
berkaitan pertanahan.
15. REPUBLIK
INDONESIA
Definisi Konsolidasi Tanah
KT PERTANIAN
Konsolidasi Tanah yang dilakukan pada tanah-
tanah pertanian yang berada di kawasan
perdesaan
KT VERTIKAL
Konsolidasi Tanah yang diselenggarakan untuk
pengembangan kawasan dan bangunan yang
berorientasi vertikal
KT NON PERTANIAN
Konsolidasi Tanah yang dilakukan pada
tanah non-pertanian, termasuk penyediaan
tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum di kawasan perkotaan
dan semi perkotaan
Kebijakan penataan kembali penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah dan ruang sesuai rencana tata ruang
serta usaha penyediaan tanah untuk
kepentingan umum dalam rangka
meningkatkan kualitas lingkungan dan
pemeliharaan sumber daya alam dengan
melibatkan partisipasi aktif masyarakat
Konsolidasi Tanah
Sumber: Peraturan Menteri ATR/BPN No. 12 Tahun 2019
KONSOLIDASI TANAH DI PERKOTAAN
16. REPUBLIK
INDONESIA
15
Subjek dan Objek Konsolidasi Tanah
Sumber: Peraturan Menteri ATR/BPN No. 12 Tahun 2019
Subjek (Pasal 10)
• Perorangan Warga
Negara Indonesia
dan/atau Badan Hukum,
yang berkedudukan
selaku:
• Pemegang hak;
• Penggarap tanah
Negara
• Disepakati paling sedikit
60% dari Peserta KT
Objek (Pasal 9)
• Objek KT dapat berasal
dari:
• tanah yang sudah
terdaftar;
• tanah hak yang belum
terdaftar;
• tanah negara yang
sudah
• dikuasai/digarap;
dan/atau
• tanah aset
BUMN/BUMD/Badan
Hukum lainnya yang
sudah dilepaskan
dan/atau dikuasai
masyarakat
• Kewajiban TP (PSU dan
TUB)
• “Penyelenggaraan Konsolidasi Tanah dapat
menjadi wajib dalam hal penataan kawasan
pasca bencana, konflik, kawasan kumuh, dan
program strategis.” (Pasal 4, ayat 2)
• “Kawasan kumuh adalah kawasan yang
ditetapkan oleh Pemerintah/Pemerintah
Daerah untuk dilakukan penataan kembali
dalam upaya meningkatkan kualitas
permukiman baik secara horizontal maupun
vertikal, baik di kawasan perdesaan maupun
kawasan perkotaan.” (Pasal 4, ayat 5)
17. REPUBLIK
INDONESIA
16
Manfaat Konsolidasi Tanah
Masyarakat
• Masyarakat tidak tergusur, ikut
berperan serta dalam pembangunan
sekaligus menikmati hasil
pembangunan.
• Meningkatkan kualitas lingkungan
menjadi teratur dan tertata serta
meningkatkan nilai tanah.
• Menata kawasan permukiman
kumuh.
• Jaminan kepastian hukum atas
pemilikan tanah dengan bukti
sertifikat tanah.
Pemerintah Daerah
• Mendukung Rencana Tata Ruang
Wilayah.
• Mempercepat pemerataan
pembangunan.
• Mengurangi pengeluaran/anggaran
pemerintah untuk pembebasan
tanah.
• Tersedianya tanah untuk
infrastruktur lingkungan seperti
jalan, drainase, taman dan
fasos/fasum lainnya.
18. REPUBLIK
INDONESIA
17
Konsep Penyelenggaraan Konsolidasi Tanah
• Setelah KT Bidang Tanah kembali ke
Pemilik Tanah dan sebagian menjadi Tanah
untuk Pembangunan (TP). TP
dimanfaatkan untuk Prasarana, Sarana dan
Utilitas (PSU) dan Tanah Usaha Bersama
(TUB).
• TUB dapat dijual untuk memenuhi biaya
pembangunan / diusahakan bersama para
pemilik tanah / dikerjasamakan dengan
pihak lain.
• Proporsi dan Bentuk tanah untuk Pemilik,
PSU dan TUB bergantung pada Rencana
Pengembangan dan Penataan Kawasan
yang dituangkan dalam Desain Konsolidasi
Tanah yang disepakati oleh para pihak.
Bidang Tanah
Sebelum KT Setelah KT
Pemilik
Tanah
PSU
TUB
= Tanah utk Pembangunan (TP) = PSU + TUB
19. REPUBLIK
INDONESIA
18
Ilustrasi Konsolidasi Tanah Vertikal
4 Pembangunan KTV
Unit untuk
Peserta KTV
(2400 unit)
(1800 unit)
Unit yang dijual
(1800 unit)
Pelaku Pembangunan
Bagian untuk MitraPembangunan
(kompensasi dari biaya
konstruksi) TUB
Biaya konstruksi
Unit yang dijual
Rencana Pembangunan:
• Luas KDB (40%) : 30.000 m2
• KLB : 4,5
• Luas Bangunan : 148.500 m2
• Investasi & Kons : 1,65Triliyun
Peserta baru
Jalan +RTH+ fasos fasum : 45.000 m2
Luas KDB: 30.000 m2
Pembangunan infrastruktur (TP)
oleh Sektor Publik
Kondisi Sebelum KT
• Luas
• Peserta
• Jumlah Bidang
• Jenis hak
• Kondisi Sebelum KT
• Nilai Tanah dan Bangunan
• Nilai Aset Total
: 75.000 m2
: 4000 orang (jiwa) 800 KK
: 796 bidang
: Akte (50%), HM (27%), Petuk (23%)
: Kumuh
: ±Rp. 14,67 juta/m2
: Rp 1,1 Triliyun
Kondisi Setelah KT
• Luas bangunan
• Peserta
• Jumlah Bidang/Unit
• Jenis hak
• Kondisi Setelah KT
• Nilai Tanah dan Bangunan
• Nilai Aset Total
• Pembagian Unit
: 148.500 m2
: 800 KK (lama) + 3600 KK (peserta baru)
: 6000 unit
: Hak Milik Satuan Rumah Susun (Strata Title)
: Rumah Susun, RTH, dan Fasum Fasos
: ±Rp. 500 juta/unit
: Rp. 1,1 Triliyun
: Masyarakat 40% 2400 unit 3 unit per KK (1,5 M)
Investor 60% 3600 unit 1,8 Triliyun
Konversi HAT ke strata unit
Pilihan Peserta KT:
1. Sebagai peserta di unit KTV
2. Sebagai peserta dengan
menambah biaya untuk
memperoleh unit
3. Tidak bersedia ikut dan
mengalihkan ke orang lain
2 3 5
1
20. Rujukan
10/31/2021 19
Direktur Tata Ruang dan Penanganan Bencana Bappenas (2021). Strategi Penyediaan Lahan
dalam Kawasan Kumuh Perkotaan. Diskusi internal Bappenas.
Ashari (2003). Tinjauan tentang Alih Fungsi Lahan Sawah ke Non Sawah dan Dampaknya di
Pulau Jawa. Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume 21 Nomor 2.
Isa. Iwan (tanpa tahun). Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Badan
Pertanahan Nasional.
Mungkasa, Oswar (2018). Penataan Ruang dan Pertanahan. Pengantar. Materi Kuliah
Magister Teknik Perencanaan Universitas Tarumanegara
Mungkasa, Oswar (2017). Penyediaan Tanah Bagi Perumahan Masayarakat Berpendapatan
Rendah melalui Bank Tanah Berbasis Tata Ruang . Kasus DKI Jakarta. Diskusi Terbatas
“Penyediaan Tanah bagi Perumahan MBR di Tangerang Selatan”. Diselenggarakan HUD
Institute.