2. Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur
dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu
entitas
Tujuan laporan keuangan adalah memberikan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi
sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam
pembuatan keputusan ekonomi.
Laporan keuangan juga menunjukkan hasil
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumber daya yang dipercayakan kepada mereka
3. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan
keuangan menyajikan informasi mengenai entitas
yang meliputi:
(a) aset;
(b) laibilitas;
(c) ekuitas;
(d) pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan
kerugian;
(e) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam
kapasitasnya sebagai pemilik;dan
(f) arus kas
4. Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen komponen
berikut ini:
(a) laporan posisi keuangan pada akhir periode;
(b) laporan laba rugi komprehensif selama periode
(c) laporan perubahan ekuitas selama periode;
(d) laporan arus kas selama periode;
(e) catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan
akuntansi penting dan informasi penjelasan lainnya; dan
(f) laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang
disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi
secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos
laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos
dalam laporan keuangannya.
5. Setiap wajib pajak badan dalam negeri wajib untuk
menyelenggarakan pembukuan yang bertujuan untuk
menghitung penghasilan netto ataupun rugi secara fiskal.
(Pasal 28(1) UU No. 28/2007)
Pembukuan yang dilakukan dapat didasarkan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK).
Untuk tujuan perhitungan pajak terhutang, dilakukanlah
koreksi fiskal atas laporan keuangan komersial.
Rekonsiliasi dapat dilakukan sendiri oleh wajib pajak. Hal ini
sesuai dengan azas self assessment
7. 1. Beda Tetap Penghasilan
Penerimaan menurut STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
(SAK) merupakan penghasilan tetapi menurut UU PPh bukan
merupakan penghasilan.
Penerimaan yang menurut SAK bukan merupakan
penghasilan tetapi menurut UU PPh merupakan penghasilan.
Menurut SAK, penghasilan yang dikenakan pemungutan
pajak bersifat final diperhitungkan dalam laporan penghasilan
sedangkan menurut UU PPh tidak masuk dalam laporan
penghasilan.
8. 2. Beda Tetap Biaya
Pengeluaran yang menurut SAK merupakan
beban tetapi menurut PPh tidak boleh dikurangi
dari penghasilan bruto
Beda Tetap Murni, Beda Tetap yang disebabkan
tidak dipenuhi syarat-syarat khusus
Beda Tetap yang disebabkan praktek-praktek
akuntansi yang tidak sehat
9. Beda Waktu merupakan perbedaan biaya tiap
tahun atau tahun buku karena perbedaan metode
yang digunakan atau perbedaan penilaian
persediaan yang digunakan, tetapi secara
keseluruhan jumlah yang dibebankan sebagai
biaya adalah sama
10. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan:
SPT lebih bayar dan / atau rugi.
SPT tidak disampaikan atau terlambat.
SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Dirjen Pajak untuk
diperiksa.
Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain
kewajiban pada huruf b.
Tujuan lain, dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan
11. Pemberian NPWP secara jabatan atau pencabutan NPWP.
Pemberian NPKP secara jabatan dan pengukuhan atau pencabutan
NPPKP
Penentuan jumlah angsuran, bagi WP baru.
Wajib Pajak mengajukan keberatan atau banding.
Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Penghitungan.
Pencocokan data dan / atau alat keterangan. Penentuan Wajib
Pajak berlokasi di daerah tertentu.
Penentuan tempat terutang PPN dan / atau PPh. Pasal 21.
Tujuan lainnya
12. SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 96/PJ/2009 tanggal 05 Oktober 2013
Dalam rangka meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap
Wajib Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak telah menyusun rasio total benchmarking. Rasio
total benchmarking tersebut dapat digunakan sebagai alat bantu
untuk menilai kewajaran kinerja keuangan dan pemenuhan
kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak.
13. Rasio Total Benchmarking memiliki karakteristik
sebagai berikut :
◦ Rasio Total Benchmarking disusun berdasarkan kelompok usaha;
◦ Benchmarking dilakukan atas rasio-rasio yang berkaitan dengan
tingkat laba dan input-input perusahaan;
◦ Ada keterkaitan antar rasio benchmark;
◦ Fokus pada penilaian kewajaran kinerja keuangan dan
pemenuhan kewajiban perpajakan
14. Total benchmarking hanya merupakan suatu alat bantu (supporting
tools) yang dapat digunakan oleh aparat pajak dalam membina
wajib pajak dan menilai kepatuhan perpajakannya serta tidak dapat
digunakan secara langsung sebagai dasar penerbitan surat
ketetapan pajak.
15. Wajib Pajak yang memiliki kinerja keuangan yang lebih rendah
daripada benchmark, tidak selalu berarti bahwa wajib pajak tersebut
tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar. Perlu
diagnosa lebih mendalam untuk dapat menentukan apakah wajib
pajak tersebut benar-benar tidak patuh atau terdapat faktor-faktor
lain yang menyebabkan wajib pajak memiliki kinerja yang berbeda
dengan benchmark.
16. Rasio-rasio yang berkaitan dengan tingkat laba dan
input-input perusahaan yang dilakukan
benchmarking terdiri dari :
◦ Gross Profit Margin (GPM), yaitu rasio antara laba kotor terhadap
penjualan;
◦ Operating Profit Margin (OPM), yaitu rasio antara laba bersih dari
operasi terhadap penjualan;
◦ Pretax Profit Margin (PPM), yaitu rasio antara laba bersih
sebelum dikenakan pajak penghasilan terhadap penjualan;
◦ Corporate Tax to Turn Over Ratio (CTTOR), yaitu rasio antara
pajak penghasilan terutang terhadap penjualan;
◦ Net Profit Margin (NPM), yaitu rasio antara laba bersih setelah
pajak penghasilan terhadap penjualan;
17. ◦ Dividend Payout Ratio (DPR), yaitu rasio antara jumlah dividen
tunai yang dibayarkan terhadap laba bersih setelah pajak;
◦ Rasio PPN Masukan, yaitu rasio antara jumlah PPN Masukan
yang dikreditkan dalam satu tahun pajak terhadap Penjualan,
tidak termasuk pajak masukan yang dikreditkan dari transaksi
antar cabang;
◦ Rasio biaya gaji terhadap penjualan;
◦ Rasio biaya bunga terhadap penjualan;
◦ Rasio biaya sewa terhadap penjualan;
◦ Rasio biaya penyusutan terhadap penjualan;
◦ Rasio “input antara” lainnya terhadap penjualan;
◦ Rasio penghasilan luar usaha terhadap penjualan; dan
◦ Rasio biaya luar usaha terhadap penjualan.
18. Untuk lebih memudahkan dalam penggunaan dan pemanfaatannya,
nilai rasio-rasio benchmark akan dimuat dalam Aplikasi Profile
Wajib Pajak Berbasis Web (Approweb).
Segera setelah nilai-nilai rasio benchmark termuat dalam
Approweb, para Account Representative agar memanfaatkannya
dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Wajib
Pajak yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam hal nilai-nilai rasio benchmark belum dapat dimuat dalam
Approweb, para Account Representative agar memanfaatkannya
secara manual.
Tindak lanjut hasil pemanfaatan Total Benchmarking yang berupa
himbauan, konseling, atau pemeriksaan mengikuti ketentuan dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-170/PJ/2007.