PSAK 46 mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan dengan menerapkan pendekatan neraca yang mengakui kewajiban dan aset pajak tangguhan atas konsekuensi fiskal masa depan akibat perbedaan waktu dan sisa kerugian belum dikompensasi. PSAK ini mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan pajak penghasilan serta aset dan kewajiban pajak tangguhan terkait.
2. PSAK 46
PSAK 46 mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan dalam:
- Mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan periode
mendatang untuk hal-hal sebagai berikut: (a) Pemulihan nilai tercatat aktiva dan
pelunasan nilai tercatat kewajiban yang disajikan di dalam neraca, (b) Transaksi atau
kejadian lain dalam periode berjalan yang diakui dan disajikan didalam laporan
Komersial perusahaan.
- Pengakuan aktiva pajak tangguhan yang berasal dari sisa kerugian yang belum
dikompesasikan, penyajian pajak penghasilan di dalam laporan keuangan komersial
dan pengungkapan informasi yang berhubungan dengan pajak penghasilan Prinsip
Dasar Akuntansi Pajak Penghasilan.
Prinsip Dasar Akuntansi Pajak Penghasilan
Akuntansi pajak penghasilan seperti diatur dalam PSAK 46 menggunakan dasar akrual,
yang mengharuskan untuk diakuinya pajak penghasilan yang kurang dibayar atau
terutang dan pajak yang lebih bayar dalam tahun berjalan.
Tujuan PSAK 46
adalah untuk mengatur akuntansi pajak penghasilan. Dalam mempertanggungjawabkan
konsekuensi pajak pada periode berjalan dan mendatang yaitu
pemulihan(penyelesaian) jumlah tercatat aset (liabilitas) di masa depan yang diakui
pada laporan posisi keuangan entitas. Transaksi-transaksi lain pada periode kini yang
diakui pada laporan keuangan entitas. Pernyataan ini juga mengatur aset pajak
tangguhan yang berasal dari rugi yang dapat dikompensasi ke tahun berikut.
Ruang Lingkup PSAK 46 yaitu, PSAK ini diterapkan untuk akuntansi pajak
penghasilan termasuk semua pajak luar negeri yang didasarkan pada laba kena pajak.
Pajak penghasilan termasuk pemotongan pajak yang terutang oleh entitas anak, entitas
asosiasi atau ventura bersama atas distribusi kepada entitas pelapor. Pajak
penghasilan tidak berlaku pada hibah pemerintah, tetapi berlaku atas perbedaan
temporer yang dapat ditimbulkan dari hibah tersebut atau kredit pajak investasi.
Dalam PSAK 46 dikenal istilah-istilah mengenai beban pajak (penghasilan pajak), laba
akuntansi, laba kena pajak, pajak penghasilan, pajak penghasilan final, pajak kini,
perbedaantemporer.
Dasar pengenaan pajak aset adalah jumlah yang dapat dikurangkan. Dasar pengenaan
pajak liabilitas adalah jumlah tercatat liabilitas dikurangi dengan setiap jumlah yang
dapat dikurangkan untuk tujuan pajak berkenaan denganliabilitas tersebut pada periode
masa depan.
Dalam laporan keuangan konsolidasi, perbedaan temporer ditentukan dengan
membandingkan nilai tercatat aset liabilitas pada laporan keuangan konsolidasi.
3. Entitas menentukan dasar pengenaan pajak merujuk pada SPT masing-masing entitas,
jika entitas tidak diizinkan oleh peraturan yang berlaku untuk membuat SPT konsolidasi.
Jumlah pajak yang telah dibayar untuk periode sebelumnya melebihi jumlah pajak yang
terutang, maka selisihnya diakui sebagai aset.
Semua perbedaan temporer kena pajak diakui sebagai liabilitas pajak tanggugan,
kecuali jika timbul perbedaan temporer kena pajak berasal dari pengakuan awal
goodwill atau pada saat pengakuan awal aset atau liabilitas dari suatu transaksi yang
bukan transaksi kombinasi bisnis dan tidak mempengaruhi laba akuntansi dan laba
kena pajak. Pajak kini dan pajak tangguhan diakui sebagai penghasilan atau beban
pada laporan laba rugi, kecuali bila penghasilan berasal dari kombinasi bisnis dan
transaski yang diakui periode yang sama atau berbeda di luar laporan laba rugi.
Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dengan Surat Ketetapan
Pajak (SKP) harus dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada Laporan
Laba Rugi periode berjalan, kecuali apabila diajukan keberatan dan atau banding.
Jumlah tambahan pokok pajak dan denda yang ditetapkan dengan SKP ditangguhkan
pembebanannya sepanjang memenuhi kriteria pengakuan aset. Apabila terdapat
kesalahan maka perlakuan akuntansinya mengacu pada PSAK 25. Jumlah tambahan
pokok dan denda pajak yang ditetapkan dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) harus
dibebankan sebagai pendapatan atau beban lain-lain pada Laporan Laba Rugi periode
berjalan, kecuali apabila diajukan keberatan dan atau banding.
Atas perbedaan antara nilai tercatat menurut akuntansi dan DPP menurut pajak atas
aset dan liabilitas yang dikenai pajak final, tidak dilakukan pengakuan aset atau liabilitas
pajak tangguhan. Selisih antara jumlah PPh final yang terutang dengan jumlah yang
dibebankan sebagai pajak kini pada perhitungan laba.
Untuk menentukan laba atau pajak kena penghasilan dalam pelaporan akuntansi, wajib
pajak sering mengalami permasalahan akibat perbedaan peraturan perpajakan dengan
pernyataan standar keuangan akuntansi. Perbedaan tersebut terdiri dari perbedaan
sementara (temporary different) dan perbedaan tetap (permanent different). Perbedaan
tetap tidak boleh dimasukkan ke dalam laporan laba rugi karena berdasar aturan
perpajakan bukan merupakan penghasilan. Sedangkan perbedaan sementara boleh
diakui, sehingga harus dilakukan rekonsiliasi fiskal untuk mengetahui laba fiskal
perusahan.
Pajak Penghasilan -
Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam pernyataan ini:
Pajak sebagai iuran wajib kepada kas negara merupakan hal yang harus dijunjung
tinggi keberlangsungannya, baik ketaatan masyarakat dalam menyetor pajak, ataupun
keakuratan perhitungan pajak itu sendiri.
4. Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan
pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan.
Pajak Penghasilan Final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa
setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan
pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena
pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap
jenis penghasilan, transaksi, atau usaha tertentu.
Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi
beban pajak.
Penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable profit) atau rugi pajak (tax loss)
adalah laba atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan
perpajakan dan yang menjadi dasar penghitungan pajak penghasilan.
Pembayaran pajak di Indonesia masuk dalam kas negara sekitar 75% dari jumlah kas
yang ada. Sehingga pajak dominan berpengaruh terhadap penyusunan anggaran
belanja negara. Tetapi masih banyak masyarakat di lapisan bumi pertiwi ini yang tidak
sadar akan pajak dan bahkan memanfaatkan uang pajak untuk memperkaya diri
sendiri, kelompok, dll.
Untuk menentukan laba atau pajak kena penghasilan dalam pelaporan akuntansi, wajib
pajak sering mengalami permasalahan akibat perbedaan peraturan perpajakan dengan
pernyataan standar keuangan akuntansi. Perbedaan tersebut terdiri dari perbedaan
sementara (temporary different) dan perbedaan tetap (permanent different). Perbedaan
tetap tidak boleh dimasukkan ke dalam laporan laba rugi karena berdasar aturan
perpajakan bukan merupakan penghasilan. Sedangkan perbedaan sementara boleh
diakui, sehingga harus dilakukan rekonsiliasi fiskal untuk mengetahui laba fiskal
perusahan.
PSAK 46 mengatur perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan dalam:
Mempertanggungjawabkan konsekuensi pajak pada periode berjalan dan
periode mendatang untuk hal-hal sebagai berikut: (a) Pemulihan nilai tercatat
aktiva dan pelunasan nilai tercatat kewajiban yang disajikan di dalam neraca, (b)
Transaksi atau kejadian lain dalam periode berjalan yang diakui dan disajikan
didalam laporan komersial perusahaan.
Pengakuan aktiva pajak tangguhan yang berasal dari sisa kerugian yang belum
dikompesasikan, penyajian pajak penghasilan di dalam laporan keuangan
komersial dan pengungkapan informasi yang berhubungan dengan pajak
penghasilan Prinsip Dasar Akunansi Pajak Penghasilan.
5. Kesimpulan
PSAK No.46 merupakan standar yang mengatur perlakuan akuntansi pajak
penghasilan dengan menerapkan pendekatan neraca. Pendekatan neraca mengakui
adanya kewajiban dan aktiva pajak tangguhan terhadap konsekuensi fiskal masa depan
sebagai akibat adanya perbedaan waktu dan sisa kerugian yang belum
dikompensasikan.
Apabila ada perusahaan belum menerapkan PSAK No.46 sehingga perubahan
penerapan kebijakan yang baru menyebabkan laporan keuangan harus disajikan
kembali. Dari hasil penyajian kembali tersebut diketahui bahwa penerapan PSAK No.46
mengakibatkan munculnya akun baru yaitu aktiva pajak tangguhan yang menambah
jumlah aktiva perusahaan sebagai akibat dari adanya manfaat pajak tangguhan yang
mengurangi beban pajak perusahaan.
Adanya manfaat pajak tangguhan juga mengakibatkan bertambahnya laba perusahaan
sehingga meningkatkan ekuitas perusahaan.
Mengenal dan Memahami Pajak Tangguhan:
Konsep, Makna, dan Implikasi
Secara mendasar ada tiga pertanyaan penting yang harus dapat dijawab oleh Wajib
Pajak untuk dapat memahami Pajak Tangguhan (Deffered Tax). Pertanyaan itu antara
lain: Apa yang dimaksud dengan Pajak Tangguhan? Mengapa harus ada Pajak
Tangguhan? Dan terakhir, apa dampak Pajak Tangguhan terhadap pemenuhan
kewajiban perpajakannya? Pemahaman yang memadai tentang konsep, makna, dan
implikasi mengenai Pajak Tangguhan akan sangat membantu menjawab ketiga
pertanyaan ini. Pajak Tangguhan sendiri dapat dipahami dari sudut pandang Akuntansi
sebagai akun Aset atau Liabilitas. Aset Pajak Tangguhan merupakan elemen Laporan
Neraca sedangkan Liabilitas Pajak Tangguhan merupakan elemen Laporan Rugi Laba.
Dari sudut pandang Perpajakan, Pajak Tangguhan adalah nilai pajaknya dapat
memberi pengaruh menambah atau mengurangi beban pajak tahun yang
bersangkutan. Uraian dibawah ini mencoba untuk memberikan jawaban atas tiga
pertanyaan mendasar diatas.
Apa yang dimaksud dengan Pajak Tangguhan?
Definisi resmi dari istilah Pajak Tangguhan (aset dan liabilitas) dapat ditelusuri pada
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 46 tentang Akuntansi atas Pajak
Penghasilan (PPh) yang merupakan adopsi dari International Accounting Standar (IAS)
12. Aset Pajak Tangguhan, sebagaimana disebutkan didalam definisi nomor 04 PSAK
46 adalah jumlah pajak penghasilan (PPh) yang dapat dipulihkan pada periode masa
depan sebagai akibat adanya: perbedaan temporer yang boleh dikurangkan; akumulasi
rugi pajak belum dikompensasi; dan akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam
hal peraturan perpajakan mengizinkan. Sementara itu, Liabilitas Pajak Tangguhan
6. adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat
adanya perbedaan temporer kena pajak. Dari definisi ini yang harus dipahami adalah
konsep tentang “pemulihan pada periode mendatang” untuk Aset Pajak Tangguhan
dan “terutang pada periode mendatang” untuk Liabilitas Pajak Tangguhan.
Pemahaman tentang kedua konsep ini dapat diperoleh dari jawaban atas pertanyaan
berikutnya sebagaimana diuraikan oleh subbahasan selanjutnya.
Mengapa harus ada Pajak Tangguhan?
Dalam menghitung beban pajak yang harus dibayar pada akhir tahun (yang dikenal
dengan istilah beban pajak kini), Wajib Pajak menggunakan pendekatan Akuntansi
Komersial (berdasarkan PSAK) mulai dari pengakuan unsur pendapatan, pengakuan
beban yang dijadikan pengurang, metode peyusutan untuk menentukan beban
penyusutan aset, pengakuan nilai sisa aset dan penerapan jangka waktu untuk
penyusutan, hingga penetapan besaran penyisihan/biaya cadangan. Hasil penerapan
ini tertuang didalam Laporan Keuangan yang oleh Wajib Pajak dijadikan dasar untuk
menghitung beban PPh terutang secara komersial. Namun demikian, untuk
kepentingan pelaporan SPT Tahunan, hasil perhitungan yang sudah dijabarkan didalam
Laporan Keuangan komersial tidak bisa dijadikan dasar penentuan beban pajak kini.
Artinya PPh yang dhitung Wajib Pajak atas dasar laba komersial tidak bisa langsung
ditetapkan sebagai beban pajak kini. Hal ini dikarenakan untuk dapat digunakan
sebagai dasar pelaporan SPT Tahunan, pendekatan yang digunakan adalah ketentuan
perpajakan (berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan beserta
aturan pelaksanaan dibawahnya). Pendekatan ini kerap kali berbeda dengan ketentuan
yang digunakan dalam pendekatan menurut Akuntansi Komersial. Perbedaan ini ada
yang bersifat mutlak (tetap) ada juga yang sifatnya relatif (sementara).
Perbedaan mutlak ini terjadi misalnya karena perbedaan pengakuan unsur pendapatan
seperti misalnya pada penghasilan yang bersifat final dan telah dikenakan PPh Final
tidak boleh lagi diperhitungkan sebagai unsur pendapatan atau pengakuan biaya yang
boleh dikurangkan, beberapa item biaya mutlak dilarang dijadikan sebagai pengurang
menurut ketentuan perpajakan. Sementara itu laba yang sifatnya relatif ini dikarenakan
perbedaan pengakuan nilai sisa atau penentuan jangka waktu masa manfaat dalam
menghitung beban penyusutan. Perbedaan semacam ini menyebabkan perbedaan
yang sifatnya tidak mutlak selamanya, melainkan hannya sementara saja karena
sifatnya hanya perbedaaan waktu dan angka tahun pembagi, dan pada titik tertentu
akan beban pajak yang ditimbulkan akan tiba pada besaran nominal yang sama. Laba
bersih yang dihasilkan melalui proses rekonsiliasi fiskal, yakni penghitungan
sebagaimana diatur menurut ketentuan perpajakan, diistilahkan sebagai Penghasilan
Kena Pajak. Sehingga pada titik ini, jelas dapat dibedakan makna dari istilah laba
komersial sebelum pajak (komersial) dengan Penghasilan Kena Pajak (fiskal).
Jika tarif pajak diterapkan pada laba pada Laba Komersial (Laba Akuntansi) dengan
Penghasilan Kena Pajak (Laba Pajak), maka hasilnya besar kemungkinan akan
berbeda. Perbedaan ini yang disebut dengan istilah Pajak Tangguhan. Jika Laba
Akuntansi lebih besar daripada Laba Pajak maka akan terbentuk Kewajiban Pajak
7. Tangguhan, sebaliknya bila Laba Akuntansi lebih kecil daripada Laba Pajak maka
akan terbentuk Aset Pajak Tangguhan. Singkatnya, Pajak Tangguhan tidak bisa
dihindari dan dapat muncul sebagai akibat adanya dua pendekatan yang harus
dijalani dalam menghitung beban pajak kini. Pajak Tangguhan dalam bentuk
aset/manfaat membuat Wajib Pajak mengetahui bahwa seharusnya nilai beban pajak
yang harus dibayar dapat dipulihkan pada masa mendatang sedangkan Pajak
Tangguhan dalam bentuk kewajiban menimbulkan adanya beban pajak yang akan
terutang pada masa yang akan datang. Ini berkaitan dengan konsep definisi Pajak
Tangguhan sebagaimana dijelaskan pada subbahasan pertama dalam artikel ini.
Apa dampak Pajak Tangguhan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya?
Jawaban atas pertanyaan ini akan menunjukkan contoh nyata dari sejumlah konsep
yang sudah diperkenalkan pada dua subbahasan diatas. Untuk dapat memberikan
jawaban pertanyaan ini maka akan disajikan dalam bentuk contoh soal agar bentuk
nyata mengenai konsep pemulihan atau pembebanan beban pajak pada masa
mendatang dapat tergambar dengan lebih jelas.
Contoh soal I:
PT Runsoed Ultimate Challenge (RUC) memperoleh laba sebelum pajak tahun 2015
Rp1.200.000.000,- dengan catatan koreksi fiskal atas laba tersebut adalah sebagai
berikut:
Beda Permanen
1. Pendapatan bunga deposito Rp40.000.000,-
2. Beban jamuan tanpa daftar nominatif Rp30.000.000,-
3. Pendapatan sewa bangunan Rp60.000.000,-
4. Beban bunga pajak Rp20.000.000,-
5. Beban pemberian fasilitas dalam bentuk natura Rp50.000.000,-
6. Pendapatan Jasa Giro Rp50.000.000,-
7. Beban Pajak Penghasilan Rp15.000.000,-
Beda Temporer
1. Penyusutan komersial Rp60.000.000 lebih rendah dari penyusutan fiskal
2. Amortisasi fiskal Rp30.000.000 lebih rendah dari amortisasi komersial
Kredit Pajak yang sudah dibayar selama tahun 2015 adalah sebagai berikut:
1. PPh Pasal 22 Rp20.000.000,-
2. PPh Pasal 23 Rp10.000.000,-
3. PPh Pasal 24 Rp15.000.000,-
4. PPh Pasal 25 Rp45.000.000,-
8. Pertanyaan: a) Berapa Penghasilan Kena Pajak untuk tahun 2015? b) Berapa PPh
Kurang/ Lebih bayar untuk tahun 2014? c) Tentukan apakah aset atau kewajiban pajak
tangguhan yang timbul? d) Buat jurnal dan penyajian laba bersih dalam laporan laba
rugi PT RUC!
Jawab:
Perhitungan Penghasilan Kena Pajak
Laba sebelum pajak (komersial) Rp1.200.000.000,-
Koreksi Beda Tetap
Koreksi Fiskal
(+)
Koreksi Fiskal
(–)
Pendapatan bunga
deposito
Rp40.000.000,- – Rp40.000.000,- (Rp40.000.000,-)
Pendapatan sewa
bangunan
Rp60.000.000,- – Rp60.000.000,- (Rp60.000.000,-)
Pendapatan Jasa
Giro
Rp50.000.000,- – Rp50.000.000,- (Rp50.000.000,-)
Laba Sebelum Pajak (Fiskal) Rp1.050.000.000,-
Beban Jamuan
tanpa Daftar
Nominatif
Rp30.000.000,- Rp30.000.000,- – Rp30.000.000,-
Beban Bunga
Pajak
Rp20.000.000,- Rp20.000.000,- – Rp20.000.000,-
Beban pemberian
fasilitas dalam
bentuk natura
Rp50.000.000,- Rp50.000.000,- – Rp50.000.000,-
Beban PPh Rp15.000.000,- Rp15.000.000,- – Rp15.000.000,-
Total Koreksi Beda Tetap Pada Beban Rp115.000.000,-
Total Penghasilan Kena Pajak (Setelah Koreksi Beda Tetap) Rp1.165.000.000,-
Koreksi Beda Waktu
Koreksi Fiskal
(+)
Koreksi Fiskal
(–)
Penyusutan Komersil < Fiskal
(Rp60.000.000,-
)
(Rp60.000.000,-)
Amortisasi Fiskal < Komersial Rp30.000.000,- Rp30.000.000,-
Total Penghasilan Kena Pajak (Setelah Koreksi Beda Tetap dan
Beda Waktu)
Rp1.135.000.000,-
1. Dari rekonsiliasi fiskal diatas diketahui bahwa Penghasilan Kena Pajak adalah
Rp1.135.000.000,- atau lebih kecil dari Laba Sebelum Pajak Rp1.200.000.000,-.
Sehingga sesuai dengan ketentuan bila Laba Sebelum Pajak (komersial) lebih
besar dari Penghasilan Kena Pajak (fiskal) akan muncul Kewajiban Pajak
9. Tangguhan sebesar tarif PPh Badan dikali dengan perbedaan temporer (beda
waktu) yang terjadi.
1. Perhitungan PPh Kurang/ Lebih Dibayar (Beban Pajak Kini)
Pajak Penghasilan Terutang 25% x Rp1.135.000.000,- Rp283.750.000,-
PPh Dibayar Dimuka (Kredit Pajak)
PPh Pasal 22 Rp20.000.000,-
PPh Pasal 23 Rp10.000.000,-
PPh Pasal 24 Rp15.000.000,-
PPh Pasal 25 Rp45.000.000,-
Total Kredit Pajak Rp90.000.000,-
PPh Kurang Dibayar (Beban Pajak
Kini)
Rp193.750.000,-
1. Perhitungan Kewajiban Pajak Tangguhan
Kewajiban Pajak Tangguhan = Tarif PPh Badan x Jumlah Beda Temporer
= 25% x Rp30.000.000,-
= Rp7.500.000,-
1. Jurnal Pencatatan
Beban Pajak Kini Rp283.750.000,- –
Beban Pajak Tangguhan Rp7.500.000,- –
Kewajiban Pajak Tangguhan – Rp7.500.000,-
PPh Pasal 22 (Kredit Pajak) – Rp20.000.000,-
PPh Pasal 23 (Kredit Pajak) – Rp10.000.000,-
PPh Pasal 24 (Kredit Pajak) – Rp15.000.000,-
PPh Pasal 25 (Kredit Pajak) – Rp45.000.000,-
Kewajiban PPh Pasal 29 – Rp193.750.000,-
Penyajian Pada Laporan Keuangan (Laporan Laba Rugi)
10. Laba Sebelum Pajak Rp1.200.000.000,-
Beban Pajak Kini (Rp283.750.000,-)
Beban Pajak Tangguhan (Rp7.500.000,-)
Total Laba Bersih Rp908.750.000,-
Sehingga setelah diperhitungkan dengan beban pajak kini (PPh Pasal 29 akhir tahun)
dan beban pajak tangguhan, jumlah laba bersih PT RUC adalah Rp908.750.000,-.
Contoh soal II:
Pada tahun 2011 PT Maju Terus membeli komputer seharga Rp10.000.000,-. Menurut
ketentuan PSAK, komputer tersebut disusutkan selama 5 tahun dengan nilai residu
Rp2.000.000,-. Sementara menurut pajak masa manfaatnya seharusnya hanya 4 tahun.
Jika PT Maju Terus memiliki laba kotor belum termasuk biaya penyusutan sebesar
Rp5.000.000,- sama untuk rentang waktu selama 5 tahun dan ternyata pada akhir
tahun ke-7 komputer tersebut dijual dengan harga Rp3.000.000,-. Maka bantulah PT
Maju Terus untuk menganalisis kemungkinan munculnya Pajak Tangguhan dan
bagaimana memperlakukannya dalam pembukuan dan pelaporan keuangan
perusahaan serta jelaskan adanya pemulihan nilai pajak terutang melalui kasus ini.
Jawab:
Perhitungan Penyusutan/ Tahun Menurut Akuntansi = (Rp10.000.000 – Rp2.000.000) :
5 Tahun
= Rp1.600.000,- (2011 s.d. 2015)
Perhitungan Penyusutan/ Tahun Menurut Pajak = (Rp10.000.000) : 4 Tahun
= Rp2.500.000,- (2011 s.d. 2014)
Analisis Penentuan Pajak Tangguhan (Dalam Rp000)
Keterangan
Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
Laba Kotor Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000
Beban Penyusutan (Akuntansi) Rp1.600 Rp1.600 Rp1.600 Rp1.600 Rp1.600
Laba Bersih Sebelum Pajak Rp3.400 Rp3.400 Rp3.400 Rp3.400 Rp3.400
Beban Pajak Kini (PPh 25%) Rp850 Rp850 Rp850 Rp850 Rp850
Laba Kotor Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000
Beban Penyusutan (Pajak) Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 –
Penghasilan Kena Pajak Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 Rp5.000
11. Beban Pajak Kini (PPh 25%) Rp625 Rp625 Rp625 Rp625 Rp1.250
Perbedaan Sementara Rp900 Rp900 Rp900 Rp900 (Rp1.600)
Kewajiban (Manfaat) Pajak
Tangguhan
Rp225 Rp225 Rp225 Rp225 (Rp400)
Kewajiban Pajak Tangguhan Rp225 Rp450 Rp675 Rp900 Rp500
Dari tabel analisis diatas, terlihat bahwa sampai dengan tahun keempat nilai Laba
Sebelum Pajak (Akuntansi) lebih besar daripada Penghasilan Kena Pajak (Rp3.400 >
Rp2.500) sehingga menimbulkan adanya Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar selisih
beda sementara dikali tarif yang berlaku yaitu (Rp2.500-Rp1.600) x 25% = Rp225.
Dengan jurnal yang digunakan pada setiap tahun adalah sebagai berikut:
Beban Pajak Tangguhan Rp225.000,- –
Kewajiban Pajak Tangguhan – Rp225.000
Kewajiban Pajak Tangguhan ini harus dibayar oleh PT Maju Terus pada setiap tahun
sesuai dengan alokasinya sebesar Rp225.000,-
Namun hal ini tidak terjadi pada tahun kelima dimana yang terjadi adalah Laba Sebelum
Pajak lebih kecil daripada Penghasilan Kena Pajak (Rp3.400< Rp5.000) sehingga
menimbulkan adanya Aset Pajak Tangguhan sebesar (Rp1.600- Rp0) x 25%= Rp400.
Hal ini terjadi karena pada tahun ke-5 menurut ketentuan perpajakan tidak
diperbolehlan dilakukan penyusutan atas komputer mengingat masa manfaatnya
menurut pajak hanya selama 4 tahun. Dengan jurnal yang digunakan pada setiap tahun
adalah sebagai berikut:
Kewajiban Pajak Tangguhan Rp400.000,- –
Manfaat Pajak Tangguhan – Rp400.000
Adanya Manfaat Pajak Tangguhan ini juga sekaligus menghapus atau memulihkan
sebesar Rp400.000,- atas Kewajiban Pajak Tangguhan yang muncul dari tahun- tahun
sebelumnya. Pemulihan ini mengakibatkan Kewajiban Pajak Tangguhan PT Maju Terus
mengalami pengurangan menjadi hanya tersisa Rp500.000,-
Ketika pada akhir tahun ke-7 komputer tersebut dijual, maka nilai keuntungan yang
diakui menurut Akuntansi dan menurut Pajak berbeda, secara Pajak laba yang
diperoleh adalah sebesar harga jual yaitu Rp3.000.000,- karena komputer tersebut
12. sudah tidak lagi memiliki nilai namun menurut Akuntansi laba dihitung dengan
mengurangkan terlebih dahulu dengan nilai sisa Rp2.000.000,- sehingga laba yang
didapat hanya Rp1.000.000,-. Akibat perbedaan ini maka menurut pajak, beban PPh
adalah Rp750.000,- (Rp3.000.000,- x 25%) dan menurut Akuntansi, beban pajak adalah
Rp250.000,- (Rp1.000.000,- x 25%). Karena Laba Sebelum Pajak (Akuntansi) lebih
kecil daripada Penghasilan Kena Pajak (dari penjualan komputer) sehingga
menimbulkan adanya Aset/Manfaat Pajak Tangguhan sebesar Rp500.000,-
(Rp3.000.000- Rp1.000.000,-) x 25%. Nilai ini akan menghapus Kewajiban Pajak
Tangguhan yang masih tersisa sehingga tidak ada lagi kewajiban yang harus dibayar
pada masa yang akan datang.