SlideShare a Scribd company logo
1 of 52
1
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
AKTUALITAS BIROKRASI DALAM MENJAWAB TANTANGAN
REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA.
Oleh : Muskamal.S.Sos, M.Si
( PKP2A II LAN MAKASSAR)
A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan berbagai negara di berbagai belahan dunia, birokrasi merupakan
wahana utama dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan
dalam hubungan antar bangsa. Di samping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga
bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan
berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara
operasional. Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan
keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan reformasi birokrasi
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government) dalam keseluruhan skenario
perwujudan kepemerintahan yang baik (good governce). Namun pengalaman bangsa kita dan
bangsa-bangsa lain menunjukan bahwa birokrasi, tidak senantiasa dapat menyelenggarakan
tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang
signifikan.
Keberhasilan birokrasi dalam pemberantasan KKN juga ditentukan oleh banyak faktor
lainnya. Di antara faktor-faktor tersebut yang perlu diperhitungkan dalam kebijakan “reformasi
birokrasi” adalah koplitmen, kompetensi, dan konsistensi semua pihak yang berperan dalam
penyelenggaraan negara - baik unsur aparatur negara maupun warga negara dalam mewujudkan
clean government dan good governance, serta dalam mengaktualisasikan dan membumikan
berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi negara kita, sesuai posisi dan peran
masing-masing dalam negara dan bermasyarakat bangsa yang perlu diingat adalah bahwa
semuanya itu berada dan berlangsung dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan, Republik
Indonesia (SANKRI), dan masing-masing memiliki tanggung jawab dalam mengemban
perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan NKRl. Dapatkah kita memikul tanggung jawab
tersebut?.
2
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
Topik yang dibahas dalam makalah ini adalah aktualitas Konsep Birokrasi weber dalam
menjawab tantangan reformasi Birokrasi di Indonesia. Topik tersebut rasanya memiliki konotasi
bahwa birokrasi merupakan faktor atau pun aktor utama baik dalam terjadinya reformasi KKN
maupun dalam upaya pencegahan ataupun pemberantasan KKN; meskipun kita mengetahui
bahwa masalah KKN bukan hanya terjadi dan terdapat di lingkungan birokrasi, tetapi juga
berjangkit dan terjadi pula pada sektor swasta, dunia usaha, dan lembaga-Iembaga dalam
masyarakat pada umumnya. Dalam hubungan “reformasi birokrasi” ini sekalipun secara
konseptual kita dapat membatasi masalah KKN dalam lingkup “urusan-urusan publik yang
ditangani birokrasi”; namun secara aktual, interaksi birokrasi dengan lembaga-lembaga yang ada
dalam masyarakat dan dunia usaha merupakan suatu keniscayaan.
Dalam hubungan “interaksi dengan publik utamanya dalam pelayanan publik” itulah KKN
bisa berkembang pada kedua pihak, dalam dan antar birokrasi, dunia usaha, dan masyarakat,
dengan jenjang yang panjang dan menyeluruh. Sebab itu, usaha pemberantasan KKN perlu dilihat
dalam konteks “reformasi birokrasi”, bahkan dalam rangka “reformasi sistem administrasi
negara” secara keseluruhan. Dalam hubungan itu, agenda utama yang perlu ditempuh adalah
terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) yang sasaran pokoknya adalah :
terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang profesional, berkepastian hukum, transparan,
partisipatif, akuntabel, memiliki kredibilitas, bersih dan bebas KKN; peka dan tanggap terhadap
segenap kepentingan dan aspirasi rakyat di seluruh wilayah negara; berkembangnya budaya dan
perilaku birokrasi yang didasari etika, semangat pelayanan dan pertanggung jawaban publik,
serta integritas pengabdian dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita
dan tujuan bernegara. Dalam hubungan itu, dari sudut disiplin dan sistem administrasi Negara
good governance dapat dipandang merupakan paradigma yang antara lain berisikan konsep yang
mencakup 3 (tiga) aktor utama, yaitu pemerintahan negara dimana birokrasi termasuk di
dalamnya, dunia usaha (swasta, dan usaha-usaha negara), dan masyarakat. Ketiga aktor yang
berperan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa tersebut memiliki posisi,
peran, tanggung jawab, dan kemampuan yang diperlukan untuk suatu proses pembangunan yang
3
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
dinamis dan berkelanjutan.Dalam konsep good governance ketiga aktor dalam sistem
administrasi negara tersebut ditempatkan sebagai mitra yang setara.
Hasil penelitian PERC (Political and Economic Risk Consultancy, 2007) yang menempatkan
Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi tertinggi dan sarat kronisme dengan skor 9,91
untuk korupsi dan 9,09 untuk kronisme diantara negara-negara Asia; dengan skala penilaian
yang sama antara nol yang terbaik hingga sepuluh yang terburuk. Hasil penelitian tersebut,
menempatkan Indonesia pada peringkat bawah atau tergolong pada negara dengan tingkat
korupsi yang sangat parah. Selain itu, menurut penelitian tersebut, masalah korupsi juga terkait
erat dengan birokrasi.
Dalam hubungan ini birokrasi Indonesia dinilai termasuk terburuk. Di tahun 2007
Indonesia memperoleh skor 8 (yaitu kisaran skor nol untuk terbaik dan 10 untuk yang terburuk)
yang berarti jauh dibawah rata-rata kualitas birokrasi di negara-negara Asia. Terpuruknya
Indonesia dalam kategori korupsi dan birokrasi, juga dilengkapi dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh PERC (2007) dan Price Water House Cooper (2007) tentang ranking negara-
negara Asia dalam implementasi good governance. Indonesia menempati ranking/urutan ke 89
dari 91 negara yang disurvei; dan dari sisi competitiveness Indonesia menempati urutan ke-49
dari 49 negara yang diteliti. Terlepas dari berbagai paramater yang mungkin bisa diperdebatkan,
hasil-hasil penelitian tersebut harus kita perhatikan untuk mengantisipasi pembesaran
dampaknya. Berbagai fenomena dan sejarah perkembangan korupsi di Indonesia tersebut
menunjukkan adanya kaitan erat antara KKN dengan perilaku kekuasaan dan birokrasi yang
melakukan penyimpangan.
Mencermati eskalasi korupsi yang semakin tinggi intensitasnya dalam tubuh birokrasi,
ibarat gunung es yang misterius, semakin kuatlah anggapan masyarakat yang selama ini
berkembang dan diyakini bahwa korupsi telah menjadi kebiasaan perilaku para birokrat. Budaya
itu sulit diberantas, bersifat kolektif, bahkan menjadi gaya hidup dan napas kaum birokrat.
Sungguh korupsi merupakan suatu penyakit sosial yang epidemis dan sulit dicari solusinya,
apalagi jika "sapu" pembersihnya masih kotor.
4
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
Eforia korupsi bak drama berseri sehingga muncul kepusingan dan kebuntuan ilmiah,
hukum, dan nurani dalam menyelesaikannya. Cermin sejarah bangsa dari waktu ke waktu, dari
satu orde ke orde berikutnya, dan dari satu rezim ke rezim lainnya betapa sulit dipahami dan
dipelajari oleh generasi berikutnya, seakan tak berkesudahan. Pesimisme dan ketidakpercayaan
pada elite penyelenggara negara dan birokrasi mewabah sedemikian rupa dari pusat sampai ke
pelosok pedesaan. Membangun optimisme dan idealisme generasi muda kini seakan bertarung
menegakkan benang basah karena banyaknya perilaku pragmatis yang konsumtif, kemaruk, dan
lupa diri. Terkikisnya nilai-nilai idealisme, kejujuran nurani, moral, dan sosial begitu parah
menjalar dalam dunia birokrasi dan kehidupan sosial.
Banyak "hantu" birokrasi telah menurunkan derajat kepercayaan rakyat pada elite
birokrasi dan wakil rakyat, bahkan pada hukum yang mengatur tertibnya kehidupan sosial.
Lemahnya kontrol penggunaan dana APBD dan ketidakjelasan penggunaannya pada sejumlah
kabupaten/kota di Jawa Barat menjadi bukti betapa birokrasi rawan akan korupsi.Fenomena
korupsi, jika meminjam pemikiran para teoretikus pertukaran sosial (Blau, 1964; Burgess &
Huston, 1979; Kelley & Thibaut, 1978) yang telah menganalisis keuntungan dan kerugian yang
saling diterima dan diberikan oleh orang-orang yang terlibat dalam suatu hubungan, seseorang
akan cenderung memilih relasi yang dapat memberikan ganjaran sebesar-besarnya. Menurut
teori ini juga, kita akan selalu berusaha menciptakan interaksi yang dapat memperbesar porsi
ganjaran itu. Artinya, penentuan dan penggunaan dana APBD suatu daerah (kabupaten/kota)
bukanlah produk lembaga eksekutif semata, tetapi juga melibatkan anggota legislatif dan
yudikatif.
Sosiolog dramaturgis, Irving Goffman (Mulyana, 2001), melihat korupsi laksana
kehidupan panggung di mana di atasnya sang aktor memainkan perannya sesuai dengan
keinginan yang diharapkan sebelumnya. Untuk memainkan peran sosialnya, pemain atau aktor
menggunakan pesan verbal sekaligus berbagai atribut lainnya. Panggung depan adalah bagian
dari penampilan individu yang secara teratur berfungsi dalam mode yang umum dan tetap untuk
mendefinisikan situasi bagi mereka yang menyaksikan penampilan itu. Di dalamnya termasuk
5
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
setting dan personal front, yang selanjutnya dapat dibagi menjadi appearance (penampilan) dan
manner (gaya). Ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola kesan yang ia
harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Maka, korupsi di sini menjadi produk kolektif
sejumlah pemain/aktor birokrasi yang memiliki kewenangan penuh tanpa adanya kontrol.
Dalam konteks kehidupan sosial seperti ini, kaum Hegelian menawarkan solusi dengan
menghadirkan asas keseimbangan hidup berpola tesis-antitesis dan sintesis. Korupsi tidak akan
terjadi jika ada kekuatan yang mengontrol dengan tegas dan seimbang sehingga akan lahir suatu
sintesis atau realitas baru. Sayangnya, kehidupan politik negeri ini belum menyadari pentingnya
kelompok pengontrol yang seimbang. Alih-alih, elite kita terjebak dalam "pertarungan"
perebutan kekuasaan dan kekuatan pragmatis yang secara ekonomis sangat menguntungkan
kendati harus mengorbankan dan menghalalkan segala cara. Dalam konteks dan situasi serba
sulit ini, yang muncul ke permukaan adalah sejenis vicious circle (lingkaran setan) dalam segala
dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai alternatif solusi dalam mereduksi korupsi di tengah kepusingan nurani, ilmiah,
norma sosial, dan hukum, kiranya perlu dibangun gerakan sosial secara silmultan tentang
pentingnya kesadaran subyektif (individu) atau proses mental yang tidak langsung tunduk pada
pengukuran empiris yang obyektif-mempersempit ruang gerak dan membangun serta
memperbaiki mental dasar yang menyebabkan korupsi terjadi, termasuk menggalakkan budaya
malu dan risi. Sebab, kesadaran muncul seiring dengan proses tindakan. Jika tidak, tidak tertutup
kemungkinan bahwa selain menjadi "drama berseri" yang sangat tidak layak tayang dan
ditonton, fenomena korupsi juga tentu sangat potensial menjadi bom waktu yang siap meledak
kapan saja. Kapan "sandiwara" nasional yang tidak menarik ini berakhir tentu tergantung pada
political will (itikad politik) dan tindakan nyata elite birokrasi dan elite masyarakat secara
menyeluruh.
Rakyat adalah penonton setia yang siap mengikuti teladan elitenya. Untuk mereduksi
secara bertahap reputasi negatif elite penyelenggara birokrasi dari fenomena korupsi, strategi
6
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
yang tepat ialah mengembalikan kepercayaan dan kedaulatan rakyat kepada pemimpin yang
memiliki keberpihakan pada kemajuan, kesejahteraan, serta keadilan. Pemimpin yang berpihak
pada mayoritas rakyat dengan sungguh-sungguh dapat dipegang dan dirasakan janjinya, tidak
hanya berakhir pada tataran retorika politik semata.
B. LANDASAN TEORI
Birokrasi memiliki asal kata dari Bureau, digunakan pada awal abad ke 18 di Eropa Barat
bukan hanya untuk menunjuk pada meja tulis saja, akan tetapi lebih pada kantor, semisal tempat
kerja dimana pegawai bekerja. Makna asli dari birokrasi berasal dari bahasa perancis berarti
pelapis meja. Kata birokrasi sendiri kemudian digunakan segera setelah Revolusi Perancis tahun
1789, dan kemudian tersebar ke negara lain. Kata imbuhan -kratia berasal dari bahasa Yunani
atau kratos yang berarti kekuasaan atau kepemimpinan. Birokrasi secara mendasar berarti
kekuasaan perkantoran ataupun kepemimpinan dari strata kepegawaian. Di Cina, dinasti Song
(960 AD) sebagai contoh membentuk birokrasi sentralistis dengan staf berasal dari rakyat jelata
yang terdidik. Sistem kepemimpinan ini kemudian mendorong konsentrasi kekuasaan di dalam
tangan kaisar dan birokrasi istana daripada yang diperoleh oleh dinasti sebelumnya.
Teori Karl Marx tentang birokrasi berasal dari teori mengenai historical materialisme, asal
muasal birokrasi dapat ditemukan dalam empat sumber: agama, pembentukan negara,
perdagangan, dan teknologi. Kemudian, bentuk birokrasi paling awal terdiri dari tingkatan kasta
rohaniawan/tokoh agama, pegawai pemerintah dan pekerja yang mengoperasikan aneka ritual,
dan tentara yang ditugaskan untuk mentaati perintah. Di dalam transisi sejarah dari komunitas
egaliter primitif ke dalam civil society terbagi kelas-kelas sosial dan wilayah, muncul sekitar
10.000 tahun yang lalu, dimana kewenangan terpustad, dan dipaksakan oleh pegawai
pemerintah yang keberadaannya terpisah dari masyarakat.
Negara memformulasikan, memaksakan dan menegakkan peraturan, dan memungut
pajak, memberikan kenaikan kepada sekelompok pegawai yang bertindak untuk
menyelenggarakan fungsi tersebut. Kemudian, negara melakukan mediasi bila terjadi konflik di
7
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
antara masyarakat dan menjaga konflik agar masih dalam batas kewajaran; negara juga
mengatur pertahanan wilayah. Terutama, hak umum perorangan untuk membawa dan
menggunakan senjata untuk mempertahankan diri sedikit demi sedikit dibatasi; memaksakan
orang lain untu berbuat sesuatu menjadi hak legal negara dan aparat pemerintah untuk
melakukannya.
Teori Birokrasi Max Weber
Birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang disusun secara ideal. irokrasi
dicapai melalui formalisasi aturan, struktur, dan proses di dalam organisasi. Para teoritikus
klasik seperti Fayol (1949), Taylor (1911), dan Weber (1948), selama bertahun-tahun telah
mendukung model birokrasi guna meningkatkan efektivitas administrasi organisasi. Max Weber
adalah sosok yang dikenal sebagai bapak birokrasi. Menurut Weber (1948), organisasi birokrasi
yang ideal menyertakan delapan karakteristik struktural.
Pertama, aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan
arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi. Weber menggambarkan
pengembangan rangkaian kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas
organisasi.
Kedua, spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja
untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit. Dengan
memecah tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, maka produktivitas pekerja
dapat ditingkatkan.
Ketiga, hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota
organisasi didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu, membantu mengarahkan
hubungan intra personal di antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas
organisasi.
8
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
Keempat, pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang
mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.
Para manajer harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang
berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya demi perusahaan.
Kelima, mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab
memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda. Mampu
tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan
anggota organisasi tertentu yang melaksanakan tugasnya-tugasnya.
Keenam, impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara
anggota organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi. Menurut prinsipnya,
anggota organisasi harus berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan
kebutuhan sendiri. Sekali lagi, ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di
dalam perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari anggota organisasi individu.
Ketujuh, uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi
sebagai garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai
pemahaman yang jelas tentang keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan.
Kedelapan, rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian
tujuan organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan. Menurut prinsip dasarnya,
organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa
diprediksikan.
Model birokrasi telah menerima image publik yang buruk dalam beberapa tahun
belakangan ini karena formalitas yang ekstrim dan kakunya organisasi birokrasi tersebut. Akan
tetapi, dalam penerapannya di jaman modern seperti sekarang ini, “birokrasi dunia seringkali
dijadikan untuk mengkritik kegagalan mengalokasikan kewenangan dan tanggung jawab , kaidah
dan rutinitas yang kaku, kesalahan resmi, kinerja yang lamban, buck-passing, prosedur yang
bertentangan dan arahan, duplikasi usaha, membangun kerajaan, terlalu banyak kekuasaan yang
9
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
pegang oleh orang yang salah, pemborosan sumber daya, dan inertia” (Hick dan Gullett,
1975:128). Birokrasi dunia, seringkali menjadi sinonim dengan ketidakefisienan organisasi,
formalitas, dan lemahnya kepekaan. Bradley dan Baird (1980) menyatakan bahwa “keluhan
terhadap birokrasi begitu banyak: ia telah disalahgunakan karena kreativitas individu yang
bersemangat, mendukung kesesuaian dan modifikasi kepribadian (hal.10).
Jelasnya, sejumlah perguruan tinggi ternama telah memperlihatkan kritikannya terhadap
masalah birokrasi. Universitas dipandang tidak adil ketika mereka menerapkan birokrasinya
sendiri. Cerita tentang sejumlah mahasiswa yang dikeluarkan dari perguruan tinggi karena
melakukan kesalahan dalam nilai mereka, pendaftar baru yang harus menunggu lama dalam
baris antrian hanya untuk bisa mendengarkan pernyataan bahwa mereka tidak diterima
meskipun telah mendaftarkan diri, atau pengguna perpustakaan yang menerima denda karena
keterlambatan mereka mengembalikan buku yang dipinjamnya ke perpustakaan. Cerita-cerita
seperti itu muncul tidak saja dalam birokrasi dan tidak pekanya birokrasi, tetapi juga pada hal-
hal di mana belum berkembangnya struktur organisasi bisa menjadi bentuk menjatuhkan diri
terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Akan tetapi, birokrasi menawarkan banyak keuntungan yang besar terhadap organisasi-
organisasi yang rumit seperti universitas. Presisi, kecepatan, kejelasan, kontinuitas, ketelitian,
kesatuan, dan bawahan langsung dinyatakan sebagai keuntungan dari struktur organisasi
(Tortoriello, Blatt, dan DeWine, 1978). Struktur birokrasi mengikutsertakan kemampuan
memprediksi perilaku organisasi melalui penjabaran kaidah, panduan dan prosedur spesifik
dalam rangka menyelesaikan tugas. kaidah-kaidah tersebut membantu organisasi untuk
mengatasi input kesulitan tingkat rendah, yang menunjukkan bahwa birokrasi adalah sesuatu
yang berguna bagi rutinitas penanganan tugas-tugas organisasi yang bisa diprediksikan.
Sebelumnya kaidah tidak berguna untuk merespon input dengan tingkat kesulitan tinggi,
menunjukkan bahwa model birokrasi dianggap tidak pas untuk menangani masalah organisasi
yang rumit. Birokrasi tidak melahirkan kreativitas dan fleksibilitas, meskipun ada banyak situasi
di mana anggota organisasi harus bereaksi secara aktif terhadap masalah yang rumit dan sulit
10
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
diprediksikan. Singkatnya, birokrasi menawarkan banyak kelebihan yang kuat dalam
menerapkan standar praktek organisasi, selain ia juga bisa membatasi anggota organisasi dan
individu yang bekerja di dalamnya.
Max Weber mungkin menjadi salah seorang yang paling berpengaruh di dunia karena
pengaruh ajarannya pada ilmu pengetahuan sosial. Ia terkenal oleh karena studinya mengenai
pembirokrasian masyarakat; banyak aspek dari administrasi publik moderen berpaling
kepadanya; pendekatan klasik, pegawai pemerintah yang secara organisasi hirarkhis selanjutnya
disebut “Weberian civil service.” akan tetapi, bertolak belakang dengan pendapat masyarakat
umum, “bureaucracy” merupakan kata yang berasal dari inggris jauh sebelum Weber; Kamus
Bahasa Inggris terbitan Oxford menyebutkan kata ini beberapa kali dalam edisi tahunan yang
berbeda antara tahun 1818 dan 1860, sebelum tahun kelahiran Weber pada 1864.
Weber menggambarkan tipe birokrasi ideal dalam nada positif, membuatnya lebih
berbentuk organisasi rasional dan efisien daripada alternatif yang terdapat sebelumnya, yang
dikarakterisasikan sebagai dominasi karismatik dan tradisional. Menurut terminologinya,
birokrasi merupakan bagian dari dominasi legal. Akan tetapi, ia juga menekankan bahwa
birokrasi menjadi inefisien ketika keputusan harus diadopsi kepada kasus individual. Menurut
Weber, atribut birokrasi moderen termasuk kepribadiannya, konsentrasi dari arti administrasi,
efekn daya peningkatan terhadap perbedaan sosial dan ekonomi dan implementasi sistem
kewenangan yang praktis tidak bisa dihancurkan. Birokrasi ala Weber dikenal juga dengan
sebutan “Birokrasi Weberian”.
Sampai saat ini, teori Max Weber masih sangat berpengaruh hampir disemua organisasi,
terutama dalam organisasi birokrasi dan bisnis. Pada organisasi birokrasi dan bisnis, birokrat
selalu melekat dalam struktur organisasi yang merupakan ukuran pada setiap organisasi.
Selanjutnya, Max Weber (Thoha, 1996) menyebutkan tiga bentuk otoritas yang dilakukan
birokrat dalam organisasi birokrasi. Ketiga otoritas dalam sebuah organisasi tersebut sebagai
berikut.
11
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
1. Otoritas yang rasional dan sah, hal ini didasarkan pada posisi yang dipegang seorang pejabat
dalam suatu hierarki.
2. Otoritas tradisional, hal ini diciptakan oleh kelas-kelas dalam masyarakat dan juga adat
istiadat.
3. Otoritas kharismatik, hal ini timbul dari potensi kepribadian seorang pejabat.
Definisi birokrasi menurut Peter M. Blau (2000:4), birokrasi adalah “tipe organisasi yang
dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas administratif dalam skala besar dengan cara
mengkoordinasi pekerjaan banyak orang secara sistematis.” Poin pikiran penting dari definisi di
atas adalah bahwa birokrasi merupakan alat untuk memuluskan atau mempermudah jalannya
penerapan kebijakan pemerintah dalam upaya melayanimasyarakat. Kenyataan yang terjadi
hingga detik ini, birokrasi hanya sebagai “perpanjangan tangan” pemerintah untuk dilayani
masyarakat. Atau dengan birokrasi pejabat pemerintahan ingin mencari keuntungan lewat
birokrasi. Sebuah logika yang terbalik, memang! Seharusnya birokrasi adalah alat untuk
melayani masyarakat dengan berbagai macam bentuk kebijakan yang dihasilkan pemerintah.
Birokrasi menjadi sarang penyamun bagi beberapa oknum yang berupaya memanfaatkan
sistem ini. Birokrasi telah menjadi “terali besi” (iron cage) yang membuat pengap kondisi bangsa
kita saat sekarang ini akibat ulah dari para “penjahat berbaju birokrat “Berbicara soal birokrasi,
kita pasti teriangat konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama asal Jerman, yang dikenal
melalui ideal type (tipe ideal) birokrasi modern. Model itulah yang sering diadopsi dalam
berbagai rujukan birokrasi negara kita –walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa
dilakukan. Tipe ideal itu melekat dalam struktur organisasi rasional dengan prinsip
“rasionalitas”, yang bercirikan: pembagian kerja, pelimpahan wewenang, impersonalitas,
kualifikasi teknis, dan efisiensi.
Pada dasarnya, tipe ideal birokrasi yang diusung oleh Weber bertujuan ingin
menghasilkan efisiensi dalam pengaturan negara. Tapi, kenyataan dalam praktek konsep Weber
sudah tidak lagi sepenuhnya tepat disesuaikan dengan keadaan saat ini, apalagi dalam konteks
12
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
Indonesia. Perlu ada pembaharuan makna dan kandungan birokrasi Secara filosofis dalam
paradigma Weberian, birokrasi merupakan organisasi yang rasional dengan mengedepankan
mekanisme sosial yang “memaksimumkan efisiensi”. Pengertian efisiensi digunakan secara netral
untuk mengacu pada aspek-aspek administrasi dan organisasi. Dalam pandangan ini, birokrasi
dimaknai sebagai institusi formal yang memerankan fungsi pengaturan, pelayanan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Jadi, birokrasi dalam pengertian Weberian
adalah fungsi dari biro untuk menjawab secara rasional terhadap serangkaian tujuan yang
ditetapkan pemerintah
Kalau boleh dibilang, birokrasi Weber berparadigma netral dan bebas nilai. Tidak ada
unsur subyektivitas yang masuk dalam pelaksanaan birokrasi karena sifatnya impersonalitas:
melepaskan baju individu dengan ragam kepentingan yang ada di dalamnya. Berbeda dengan
konsep birokrasi yang digagas oleh Hegel dan Karl Marx. Keduanya mengartikan birokrasi
sebagai instrumen untuk melakukan pembebasan dan transformasi sosial. Hanya saja Marx
pesimis dengan birokrasi karena instrumen negara ini hanya dijadikan alat untuk meneguhkan
kekuatan kapitalisme dan akhirnya jauh dari harapan dan keinginan masyarakat Sebagai sebuah
konsep pemerintahan yang paling penting, birokrasi sering dikritik karena ternyata dalam
prakteknya banyak menimbulkan problem “inefisiensi”. Menjadi sebuah paradoks, seharusnya
dengan adanya birokrasi segala urusan menjadi beres dan efisien tapi ternyata setelah
diterapkan menjadi “batu penghalang” yang tidak lagi menjadi efisien. Ada yang mengkritik
bahwa birokrasi hanya menjadi ajang politisasi yang dilakukan oleh oknum partai yang ingin
meraih kekuasaan dan jabatan politis. Term “efisiensi” layak “ digugat “ Rasionalitas dan efisiensi
adalah dua hal yang sangat ditekankan oleh Weber. Rasionalitas harus melekat dalam tindakan
birokratik, dan bertujuan ingin menghasilkan efisiensi yang tinggi. Menurut Miftah Thoha
(2003:19), kaitan keduanya bisa dilacak dari kondisi sosial budaya ketika Weber masih hidup
dan mengembangkan pemikirannya.
Kata kunci dalam rasionalisasi birokrasi ialah menciptakan efisiensi dan produktifitas
yang tinggi tidak hanya melalui rasio yang seimbang antara volume pekerjaan dengan jumlah
13
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
pegawai yang profesional tetapi juga melalui pengunaan anggaran, pengunaan sarana,
pengawasan, dan pelayanan kepada masyarakat. Kalau ditelisik, konsep rasionalitas dan efisiensi
yang membingkai dalam ramuan birokrasi adalah susunan hirarki, di mana ukurannya
tergantung kebutuhan pada masing-masing zaman. Zaman kita sangat berbeda dengan zaman
yang tengah terjadi pada saat Weber masih hidup
Weber memaksudkan rasionalitas agar segala tindakan manusia didasarkan atas ukuran
dan kualifikasi rasional sehingga tidak ada unsur subyektif dan politis yang masuk dalam proses
penyelenggaraan sistem administrasi negara. Karakteristik dan ciri-ciri yang melekat dalam
birokrasi sangat bermuatan rasional. Kita tidak bisa menampik bahwa apa yang dikemukakan
oleh Weber sangatlah rasional. Tapi, ada banyak hal yang justru dilakukan tanpa melalui jalur
formal-rasional. Ada intervensi manusia secara subyektif dalam memperlakukan sebuah sistem.
Tentu, hal demikian dilihat menurut Ukuran kebutuhan dan kepentingan yang mendesak.
Rasionalitas yang kemudian dikaitkan dengan efisiensi tidak lagi menjadi dua ukuran sebab-
akibat yang pasti. Bisa saja, efisiensi itu melepaskan dari ukuran rasional dan formal. Dan
ternyata kerangka konseptual rasionalitas birokratik yang disebutkan Weber membuat kita kaku
dalam memperlakukan birokrasi, dan akhirnya terjebak pada rutinitas yang berjarak dengan
fenomena sosial. Hal ini sangat mengkhawatirkan bagi kondisi birokrasi di negara kita Dan
apalagi, penggunaan konsep Weberian dalam menerapkan konsep birokrasi akan terjebak pada
kondisi di mana konsep ini menjadi “rasionalitas instrumental”, yaitu konsep yang sakral dan
menjadi ukuran serba pasti dalam proses penerapananya di waktu dan tempat manapun.
Reintepretasi atas gagasan Weber mengenai birokrasi menjadi urgen untuk dilakukan karena
perlu dihubungkan dengan konteks pada saat ini
Hal yang sangat menarik adalah kritik yang disampaikan Warren Bennis melalui
tulisannya “Organizational Developments and the Fate of Bureucracy” dalam Industrial
Management Review 7 (1966). Bennis mencoba melakukan prediksi masa depan tentang
berbagai macam perubahan yang pada gilirannya akan mempengerahui eksistensi birokrasi.
Menurut Bennis, birokrasi merupakan penemuan sosial yang sangat elegan, suatu bentuk
14
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
kemampuan yang luar biasa untuk mengorganisasikan, mengkoordinasikan proses-proses
kegiatan yang produktif pada masa Revolusi Industri. Birokrasi dikembangkan untuk menjawab
berbagai persoalan yang hangat pada waktu itu, misalnya persoalan pengurangan peran-peran
persobal, persoalan subyektivitas yang keterlaluan, dan tidak dihargainya hubungan kerja
kemanusiaan. Singkatnya, dalam pandangan Bennis, birokrasi adalah produk kultural dan sangat
terikat oleh proses zaman pada saat kemunculannya
Reformasi birokrasi
Salah satu faktor dan aktor utama yang turut berperan dalam perwujudan pemerintahan
yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance) adalah
birokrasi. Dalam posisi dan perannya yang demikian penting dalam pengelolaan kebijakan dan
pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan efesiensi dan kualitas pelayanan kepada
masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Undang – undang telah ditetapkan oleh DPR dan diundangkan oleh pemerintah, dan berbagai
kebijakan publik yang dituangkan dalam berbagai bentuk aturan perundang-undangan yang
dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan, akan dapat dikelola
secara efektif oleh pemerintah apabila terdapat “birokrasi yang sehat dan kuat”, yaitu “birokrasi
yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara,
dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara” .
Birokrasi sesuai dengan kedudukannya dalam sistem administrasi Negara (baca: dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pembangunan bangsa), dan sesuai pula dengan
sifat dan lingkup pekerjaannya, akan menguasai pengetahuan dan informasi serta dukungan
sumber daya yang tidak dimiliki pihak lain. Dengan posisi dan kmnampuan sangat besar yang
dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan
yang tepat secara teknis, tetapi juga yang mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat dan
dunia usaha. Birokrasi memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanakan, dan
15
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dalam posisi yang
stratejik seperti itu, adalah logis apabila pada setiap perkembangan politik, selalu terdapat
kemungkinan dan upaya menarik birokrasi pada partai tertentu; birokrasi dimanfaatkan untuk
mencapai, mempertahankan, atau pun memperkuat kekuasaan oleh partai tertentu atau pihak
penguasa.
Kalau perilaku birokrasi berkembang dalam pengaruh politik seperti itu dan menjadi
tidak netral, maka birokrasi yang seharusnya mengemban misi menegakkan “kualitas, efisiensi,
dan efektivitas pelayanan secara netral dan optimal kepada masyarakat”, besar kemungkinan
akan berorientasi pada kepentingan partai atau partai-partai; sehingga terjadi pergeseran
keberpihakan dari “kepentingan publik” ke pada “pengabdian pada pihak penguasa atau partai-
partai yang berkuasa”. Dalam kondisi seperti itu, KKN akan tumbuh dan birokrasi akan
kehilangan jati dirinya, dari pengemban misi perjuangan negara bangsa, menjadi partisan
kelompok kepentingan yang sempit. “Birokrasi yang sakit” seperti itu akan menjadi corong dan
memberikan kontribusi pada penguasa.
Semangat keberpihakannya banyak diarahkan pada kepentingan segelintir orang atau pun
kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat; bekerja dengan lamban, tidak akurat, berbelit-
belit, berkecenderungan pada motif uud (bukan UUD), dan sudah barang tentu tidak efisien serta
memberatkan masyarakat. Sebaliknya, birokrasi yang terlalu kuat dengan kemampuan
profesional yang tinggi tapi tanpa etika dan integritas pengabdian, akan cendrung menjadi tidak
konsisten, bahkan arogan, sulit dikontrol, masyarakat menjadi serba tergantung pada birokrasi.
Dalam perkembangan birokrasi seperti ini, juga akan memberikan dampak negatif bagi
pengembangan inisiatif masyarakat, dan sudah barang tentu tidak efisien serta sangat
memberatkan masyarakat.
Dengan demikian, tuntutan akan reformasi birokrasi mengandung makna perlunya
langkah-Iangkah pendayagunaan bukan saja (a) terhadap system birokrasi dan birokrat, tetapi
juga (b) langkah-Iangkah serupa pada berbagai institusi dan individu di luar birokrasi, baik
publik maupun private, termasuk lembaga-lembaga negara dan berbagai lembaga, yang
berkembang dalam masyarakat, beserta segenap personnelnya; dan (c) semuanya itu dilakukan
16
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
secara sinergis dengan semangat “mengemban perjuangan yang diamanatkan konstitusi”, dan
mengindahkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik.
Reformasi birokrasi dalam skim “pembangunan sistem administrasi negara” seperti di
atas, memerlukan strategi dan program aksi yang terarah pada proses perubahan dan
pencapaian sasaran yang pada pokoknya meliputi, (a) aktualisasi tata nilai, yang melandasi dan
menjadi acuan perilaku sistem dan proses adminsitrasi negara dan birokrasi, yang terarah secara
pada pencapaian tujuan bangsa dalam bernegara, (b) struktur (tatanan kelembagaan negara dan
masyarakat pada setiap satuan wilayah), (c) proses [manajemen dalam keseluruhan fungsinya,
dalam dinamika kegiatan dan entitas publik dan private (business and society)], dan (d) sumber
daya aparatur yang berada pada struktur dengan posisi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab
tertentu. Semua itu dikembangkan dalam rangka mengemban perjuangan bangsa mewujudkan
citacita dan tujuan NKRI, terwujudnya kepemerintahan yang baik, berdaya guna, berhasil guna,
bersih, bertanggung jawab, dan bebas KKN.
(a) Transformasi nilai.
Tata nilai dalam suatu sistem berperan melandasi, memberikan acuan, menjadi
pedoman perilaku, dan menghikmati eksistensi dan dinamika unsur-unsur lainnya dalam
sistem administrasi Negara termasuk birokrasi. Reformasi birokrasi yang hendak dilakukan
pertama-tama harus menjaga konsistensinya dengan berbagai dimensi nilai yang terkandung
dalam konstitusi negara yang menjadi dasar eksistensi dan acuan perilaku sistem dan proses
administrasi negara bangsa ini. Reformasi birokrasi harus merefleksikan transformasi nilai.
Dasar kegitimasi eksistensi setiap individu dan institusi di negeri ini adalah kompetensi dan
kontribusinya masing-masing dalam mengaktualisasikan dan mewujudkan berbagai dimensi
nilai yang terkandung dalam konstitusi kita.
Dalam pembukaan UUD 1945 terkandung dimensi-dimensi nilai, yang secara
keseluruhan terdiri dari dimensi spiritual, berupa pengakuan terhadap eksistensi,
kemahakekuasaan, dan curahan rahmat Allah SWT dalam perjuangan bangsa pada aline
17
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
tiga); dimensi kultural, berupa landasan falsafah negara yaitu Pancasila.; dan dimensi
institusional, berupa cita-cita (alinea dua) dan tujuan bernegara, serta nilai-nilai yang
terkandung dalam bentuk negara dan system penyelenggaraan pemerintahan negara (alinea
empat).4 Penempatannya dalam konstitusi, menjadikannya sebagai nilai-nilai kebangsaan
dan perjuangan bangsa, yang harus diwujudkan dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, dan dalam hubungan antar bangsa;, sebagai acuan pokok dalam
pengembangan “visi, misi, dan strategi” bagi setiap individu dan institusi dalam
penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dewasa ini dan di masa datang. Dimensi-
dimensi nilai itu pulalah yang harus kita aktualisasikan dalam dan melalui reformasi birokrasi
dalam berbagai aspeknya, dengan penyusunan visi,misi, dan strategi yang tepat dan efektif
dalam pencapaian kinerja yang terarah pada pencapaian tujuan bernegara.
(2) Penataan Organisasi dan Tata Kerja.
Penataan organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah didasarkan pada visi, misi,
sasaran, strategi, agenda kebijakan, program, dan kinerja kegiatan yang terencana; dan
diarahkan pada terbangunnya sosok birokrasi dengan tugas dan tanggung jawab yang jelas,
ramping, desentralistik, efisien, efektif, berpertanggung jawaban, terbuka, dan aksesif; serta
terjalin dengan jelas satu, sama lain sebagai satu kesatuan birokrasi nasional dalam SANKRI.
Seiring dengan itu, penyederhanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur,
serta antara aparatur dengan masyarakat dan dunia usaha berorientasi pada kriteria dan
mekanisme yang impersonal terarah pada penerapan pelayanan prima (peningkatan efisiensi
dan mutu pelayanan); peningkatan kesejahteraan sosial dalam arti luas; serta peningkatan
kreativitas, otoaktivitas, dan produktivitas nasional.
(3) Pemantapan Sistem Manajemen.
Dengan makin meningkatnya dinamika masyarakat dalam penyelenggaraan negara
dan kegiatan pembangunan, pengembangan sistem manajemen pemerintahan perlu 4
Konstitusi negara kita menegaskan bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang
18
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
demokratis, berbentuk negara kesatuan dengan sistem dan proses kebijakan yang
mengakomodasikan peran masyarakat yang luas (terbuka, partisipatif, dan akuntabel).
Pengambilan keputusan politik yang strategis dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan, itu dilakukan bersama secara musyawarah dan mufakat
melalui lembaga-lembaga perwakilan [MPR; DPR(D)] sebagai representasi rakyat bangsa dari
dan di seluruh wilayah negara yang terbagi atas daerah besar (provinsi) dan kecil
(Kabupaten/Kota, dan Desa) dengan kewenangan-kewenangan otonomi tertentu. Berbagai
kebijakan pemerintahan tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan perundangan
tertentu (Ketetapan MPR, UU, PP, Perpu, Keppres, dan Perda). Undang-Undang, PP dan Perda
tentang substansi masalah publik tertentu ditetapkan pemerintah setelah mendapatkan
persetujuan DPR(D) dan pelaksanaannya harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan
kepada publik. Sebagai kebijakan yang dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan negara
dan pembangunan bangsa untuk mencapai tujuan bernegara, keseluruhannya harus terjaga
keserasian dan keterpaduanya satu sama lain.
Dari sini kita melihat dimensi penting lainnya yang terkandung dalam dimensi-
dimensi nilai SANKRl yaitu “kepastian hukum, demokrasi, kebersamaan, partisipasi,
keterbukaan, desentralisasi kewenangan serta pengawasan dan pertanggungjawaban”.
(Mustopadidjaja AR, 2001). diprioritaskan pada revitalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi
pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik yang berkepastian hukum, kondusif, transparan,
dan akuntabel, disertai dukungan sistem informatika yang terarah pada pengembangan e-
administration atau e-government. Peran birokrasi lebih difokuskan sebagai agen
pembaharuan, sebagai motivator dan fasilitator bagi tumbuh dan berkembangnya swakarsa
dan swadaya serta meningkatnya kompetensi dan produktivitas masyarakat dan dunia usaha
di seluruh wilayah negara. Dengan demikian, dunia usaha dan masyarakat dapat menjadi
bagian dari masyarakat yang terus belajar (learning community), mengacu pada terwujudnya
masyarakat maju, mandiri, sejahtera, dan berdaya saing tinggi.
19
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
(4) Peningkatan Kompetensi SDM, Aparatur.
Sosok birokrat – ataupun SDM aparatur (pegawai negeri) pada umumnya -
penampilannya harus profesional sekaligus taat hukum, netral, rasional, demokratik, inovatif,
mandiri, memiliki integritas yang tinggi serta menjunjung tinggi etika administrasi public
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan profesionalisme aparatur
harus ditunjang dengan integritas yang tinggi, dengan mengupayakan terlembagakannya
karakteristik sebagai berikut: (a) mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perjuangan
mencapai cita-cita dan tujuan bernegara, (b) memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam
mengemban tugas pengelolaan pelayanan dan kebijakan publik, (c) berkemampuan
melaksanakan tugas dengan terampil, kreatif dan inovatif, (d) taat asas, dan disiplin dalam
bekerja berdasarkan sifat dan etika profesional, (e) memiliiki daya tanggap dan sikap
bertanggung gugat (akuntabilitas), (f) memiliki jati diri sebagai abdi negara dan abdi
masyarakat, serta bangga terhadap profesinya sebagai pegawai negeri, (g) memiliki derajat
otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan berbagai
keputusan sesuai kewenangan, dan (h) memaksimalkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas.
Selain itu perlu pula diperhatikan reward system yang kondusi (baik dalam bentuk gaji
maupun perkembangan karier yang didasarkan atas sistem merit; serta finalty system yang
bersifat preventif dan repressif. Mengantisipasi tantangan global, pembinaan sumber daya
manusia aparatur negara juga perlu mengacu pada standar kompetensi internasional (world
class).Selanjutnya, reformasi birokrasi dalam konsteks pembangunan system administrasi
negara tersebut, baik di pusat maupun di daerah-daerah, perlu memperhatikan aktualisasi
nilai dan prinsip-prinsip berikut.
Pertama, demokrasi dan pemberdayaan. Hidupnya demokrasi dalam suatu Negara
bangsa, dicerminkan oleh adanya pengakuan dan penghormatan negara dan seluruh unsur
aparatur negara atas hak dan kewajiban warga negara, termasuk kebebasan untuk
menentukan pilihan dan mengekspresikan diri secara rasional sebagai wujud rasa tanggung
jawabnya dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, dan pemberdayaan bagi
mereka yang dalam posisi lemah secara rasional dan berkeadilan. Demokrasi tidak hanya
20
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
mempunyai makna dan berisikan kebebasan, tetapi juga tanggung jawab; demokrasi juga
mengandung tuntutan kompetensi dan bermakna kearifan dalam memikul tanggung jawab
dalam mewujudkan tujuan bersama, yang dilakukan berkeadaban, disertai komitmen tinggi
untuk menegakan kepentingan publik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
keadilan, dan kebenaran.Dalam hubungan itu, birokrasi dalam mengemban tugas
pemerintahan dan pembangunan, tidak harus berupaya melakukan sendiri, tetapi
mengarahkan (“steering rather than rowing”), atau memilih kombinasi yang optimal antara
steering dan rowing apabila langkah tersebut merupakan cara terbaik untuk mencapai
kesejahteraan sosial yang maksimal. Yang jelas sesuatu yang sudah bisa dilakukan oleh
masyarakat, tidak perlu dilakukan lagi oleh pemerintah.
Apabila masyarakat atau sebagian dari mereka belum mampu atau tidak berdaya,
maka harus dimampukan atau diberdayakan (empowered). Pemberdayaan berarti pula
memberi peran kepada masyarakat lapisan bawah di dalam keikutsertaannya dalam berbagai
kegiatan pembangunan. Dalam rangka memberdayakan masyarakat dalam memikul tanggung
jawab pembangunan, peran pemerintah dapat direinveting antara lain melalui (a)
pengurangan hambatan dan kendala-kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat, (b)
perluasan akses pelayanan untuk menunjang berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat,
dan (e) pengembangan program untuk lebih meningkatkan keamampuan dan memberikan
kesempatan kepada masyarakat berperan aktif dalam memanfaatkan dan mendayagunakan
sumber daya produktif yang tersedia sehingga memiliki nilai tambah tinggi guna
meningkatkan kesejahteraan mereka.
Kedua, pelayanan. Upaya pemberdayaan memerlukan semangat untuk melayani
masyarakat (“a spirit of public services”), dan menjadi mitra masyarakat (“partner of society”);
atau melakukan kerja sama dengan masyarakat (“coproduction atau partnership”). Hal
tersebut memerlukam perubahan perilaku yang antara lain dapat dilakukan melalui
pembudayaan kode etik (“code of ethical conducts”) yang didasarkan pada dukungan
lingkungan (“enabling strategy”) yang diterjemahkan ke dalam standar tingkah laku yang
dapat diterima umum, dan dijadikan acuan perilaku aparatur pemerintah baik di pusat
21
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
maupun di daerah-daerah. Pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan
efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain
dalam perilaku “melayani, bukan dilayani”, “mendorong, bukan menghambat”,
“mempermudah, bukan mempersulit”, “sederhana, bukan berbelitbelit”, “terbuka untuk
setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang”. Makna administrasi publik sebagai
wahana penyelenggaraan pemerintahan negara, yang esensinya “melayani publik”, harus
benar-benar dihayati para penyelenggara pemerintahan negara.
Ketiga, transparansi. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, di samping mematuhi
kode etik, aparatur dan sistem manajemen publik harus mengembangkan keterbukaaan dan
sistem akuntabilitas, bersikap terbuka dan bertanggung jawab untuk mendorong para
pimpinan dan seluruh sumber daya manusia di dalamnya berperan dalam mengamalkan dan
melembagakan kode etik dimaksud, sehingga dapat menjadikan diri mereka sebagai panutan
masyarakat; dan itu dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan tanggung jawab dan
pertanggungjawaban kepada masyarakat dan negara. Upaya pemberdayaan masyarakat dan
dunia usaha, peningkatan partisipasi dan kemitraan, selain (1) memerlukan keterbukaan
birokrasi pemerintah, juga (2) memerlukan langkah-Iangkah yang tegas dalam mengurangi
peraturan dan prosedur yang menghambat kreativitas dan otoaktivitas mereka. serta (3)
memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berperan serta dalam proses
penyusunan peraturan kebijaksanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan.
Pemberdayaan dan keterbukaan akan lebih mendorong akuntabilitas dalam pemanfaatan
sumber daya, dan adanya keputusan-keputusan pembangunan yang benar-benar diarahkan
sesuai prioritas dan kebutuhan masyarakat, serta dilakukan secara riil dan adil sesuai aspirasi
dan kepentingan masyarakat.
Keempat, partisipasi. Masyarakat diikutsertakan dalam proses menghasilkan public
good and services dengan mengembangkan pola kemitraan dan kebersamaan, dan bukan
semata-mata dilayani. Untuk itulah kemampuan masyarakat harus diperkuat (“empowering
rather than serving”), kepercayaan masyarakat harus meningkat, dan kesempatan masyarakat
untuk berpartisipasi ditingkatkan. Konsep pemberdayaan (“empowerment”) juga selalu
22
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
dikaitkan dengan pendekatan partisipasi dan kemitraan dalam manajemen pembangunan,
dan memberikan penekanan pada desentralisasi dalam proses pengambilan keputusan agar
diperoleh hasil yang diharapkan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam
pelaksanaan pembangunan. Dalam hubungan itu perlu dicatat pentingnya peranan
keswadayaan masyarakat, dan menekankan bahwa focus pembangunan yang hakiki adalah
peningkatan kapasitas perorangan dan kelembagaan (“capacity building”). Jangan diabaikan
pula penyebaran informasi mengenai berbagai potensi dan peluang pembangunan nasional,
regional, dan global yang terbuka bagi daerah; serta privatisasi dalam pengelolaan
usahausaha negara.
Kelima, kemitraan. Dalam membangun masyarakat yang modern dimana dunia usaha
menjadi ujung tombaknya, terwujudnya kemitraan, dan modernisasi dunia usaha terutama
usaha kecil dan menengah yang terarah pada peningkatan mutu dan efisiensi serta
produktivitas usaha amat penting, khususnya dalam pengembangan dan penguasaan
teknologi dan manajemen produksi, pemasaran, dan informasi. Dalam upaya
mengembangkan kemitraan dunia usaha yang saling menguntungkan antara usaha besar,
menengah, dan kecil, peranan pemerintah ditujukan kearah pertumbuhan yang serasi.
Pemerintah berperan dalam menciptakan iklim usaha dan kondisi lingkungan bisnis, melalui
berbagai kebijaksanaan dan perangkat perundang-undangan yang mendorong terjadinya
kemitraan antarskala usaha besar, menengah, dan kecil dalam produksi dan pemasaran
barang dan jasa, dan dalam berbagai kegiatan ekonomi dan pembangunan lainnya, serta
pengintegrasian usaha kecil ke dalam sector modern dalam ekonomi nasional, serta
mendorong proses pertumbuhannya. Dalam proses tersebut adanya kepastian hukum sangat
diperlukan.
Keenam, desentralisasi. Desentralisasi merupakan wujud nyata dari otonomi daerah,
merupakan amanat konstitusi, dan respons atas tuntutan demokratisasi dan globalisasi.
Peningkatan kompetensi dan Penguatan kelembagaan sangat diperlukan dalam mewujudkan
format otonomi daerah tersebut, termasuk kemampuan dalam proses pengambilan
keputusan dan pemberian perizinan, yang tetap terarah pada keterikatan dan pada
23
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
perwujudan cita-cita dan tujuan NKRI. Perubahan-perubahan yang cepat di segala bidang
pembangunan menuntut pengambilan keputusan dan pelayanan yang tidak terpusat, tetapi
tersebar sesuai dengan fungsi, kewenangan, dan tangungjawab yang ada di daerah. Karena
pembangunan pada hakekatnya dilaksanakan di daerah-daerah, berbagai kewenangan yang
selama ini ditangani oleh pemerintah pusat telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah.
Langkah-Iangkah serupa perIu diikuti pula oleh organisasi-organisasi dunia usaha,
khususnya perusahaan-peusahaan besar yang berkantor pusat di Jakarta, sehingga
pengambilan keputusan bisnis bisa pula secara cepat dilakukan di daerah. Perbedaan
perkembangan antar daerah mempunyai implikasi yang berbeda pada macam dan intensitas
peranan pemerintah, namun pada umumnya masyarakat dan dunia usaha memerIukan (a)
desentralisasi dalam pemberian perizinan, dan efisiensi pelayanan birokrasi bagi kegiatan-
kegiatan dunia usaha di bidang sosial ekonomi, (b) penyesuaian kebijakan pajak dan
perkreditan yang lebih nyata bagi pembangunan di kawasan-kawasan tertinggal, dan sistem
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang sesuai dengan kontribusi dan potensi
pembangunan daerah, serta (c) ketersediaan dan kemudahan mendapatkan informasi
mengenai potensi dan peluang bisnis di daerah dan di wilayah lainnya kepada daerah di
dalam upaya peningkatan pembangunan daerah.
Ketujuh, konsistensi kebijakan, dan kepastian hukum. Tegaknya hukum yang
berkeadilan secara efektif merupakan jasa pemerintahan yang terasa teramat sulit
diwujudkan, namun mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pernerintahan yang baik dan
bersih, justru di tengah kemajemukan, merajalelanya KKN termasuk money politics, berbagai
ketidakpastian perkembangan lingkungan, dan menajamnya persaingan. Peningkatan dan
efisiensi nasional membutuhkan penyesuaian kebijakan dan perangkat perundang-undangan,
namun tidak berarti harus mengabaikan kepastian hukum. Adanya kepastian hukum
merupakan indikator professionalisme dan syarat bagi kredibilitas pemerintahan, sebab
bersifat vital dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta dalam
pengembangan hubungan internasional.
24
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
Tegaknya kepastian hukum juga mensyaratkan kecermatan dalam penyusunan
berbagai kebijakan pembangunan. Sebab berbagai kebijakan public tersebut pada akhirnya
harus dituangkan dalam sistem perundang-undangan untuk memiliki kekuatan hukum dan
harus mengandung kepastian hukum. Wujud dari cita-cita reformasi birokrasi adalah berupa
sistem dan proses pemerintahan negara berdasarkan hukum yang merupakan perwujudan
atas nilai peradaban dan kemanusiaan yang luhur, dilaksanakan dengan penuh kearifan,
ketaatan, atau kepatuhan sebagai aparatur negara, warga negara, dan warga masyarakat
dunia. Dengan demikian hukum dapat ditempatkan pada tingkat yang paling tinggi, yang pada
akhirnya tidak boleh lagi menjadi subordinasi dari bidang-bidang lain, tapi menghikmati
bidang-bidang lain. Pembangunan hukum harus ditujukan untuk mencapai tegaknya
supremasi hukum, sehingga kepentingan ekonomi dan politik tidak dapat lagi memanipulasi
hukum sebagaimana lazimnya terjadi.
Pembangunan hukum sebagai sarana mewujudkan supremasi hukum, harus diartikan
bahwa hukum termasuk penegakan hukum, harus diberikan tempat yang strategis sebagai
instrument utama yang akan mengarahkan, menjaga dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Hukum juga harus bersifat netral dalam menyelesaikan potensi konflik dalam hidup dan
kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Penegakan hukum harus dilakukan secara
sistematis, terarah dan dilandasi oleh konsep yang jelas, dan integritas yang tinggi. Selain itu
penegakan hukum harus benar-benar ditujukan untuk meningkatkan jaminan dan kepastian
hukum dalam masyarakat, baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga keadilan dan
perlindungan hukum terhadap HAM benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat.
Untuk menjamin adanya pemerintah yang bersih (clean government) serta
kepemerintahan yang baik (good governance), maka pelaksanaan pembangunan hukum harus
memenuhi asas-asas kewajiban prosedural (fairness), pertanggungjawaban publik
(acqountability) dan dapat dipenuhi kewajiban untuk peka terhadap aspirasi masyarakat
(responsibility). Akuntabilitas secara filosofik timbul karena adanya kekuasaan yang berupa
amanah yang diberikan kepada orang atau pihak tertentu untuk menjalankan tugasnya dalam
rangka mencapai tujuan yang ditetapkan, serta berdasarkan visi, misi, dan strategi. Dari
25
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
pengertian di atas tersirat bahwa pihak yang diberikan amanah harus memberikan laporan
atas tugas yang telah dipercayakan kepadanya, dengan mengungkapkan segala sesuatu yang
dilakukan, dilihat, ataupun dirasakan, yang mencerminkan keberhasilan dan kegagalan.
Dengan kata lain laporan akuntabilitas bukan sekedar laporan kepatuhan dan kewajajaran
pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi juga termasuk berbagai
indikator kinerja yang dicapai, di samping kewajiban untuk menjawab pertanyaan mendasar
tentang apa yang harus dipertanggungjawabkan.
Dalam hal ini si penerima amanah harus dapat dan berani mengungkapkan dalam
laporannya semua kegagalan yang terjadi berkenaan dengan kebijakan yang teIah
dikeluarkan oleh pihak yang lebih tinggi. Secara analitik, akuntabilitas dapat pula dilihat dari
segi internal dan eksternal. Secara internal, dapat pula diidentifikasi akuntabilitas spiritual
seseorang. Dalam hubungan ini akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang seorang
kepada Tuhannya. Hal ini adalah sesuai dengan tata nilai yang terkandung dalam konstitusi.
Akuntabilitas ini meliputi pertanggungjawaban sendiri mengenai segala sesuatu yang
dijalankannya, hanya diketahui dan difahami yang bersangkutan. Semua tindakan
akuntabilitas spiritual didasarkan pada hubungan orang bersangkutan dengan Tuhan. Namun
apabila betul-betul dilaksanakan dengan penuh iman dan taqwa, kesadaran akan
akuntabilitas spiritual ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pencapaian
kinerja kelembagaan. Itulah sebabnya mengapa seseorang dapat melaksanakan pekerjaan
dengan hasil yang berbeda dengan orang lain, atau mengapa suatu instansi menghasilkan
kuantitas dan kualitas yang berbeda terhadap suatu pekerjaan yang sama-sama dikerjakan
oleh instansi lainnya walaupun uraian tugas pokok dan fungsinya telah nyata-nyata
dijelaskan secara rinci.
Akuntabilitas dapat pula dilihat dari sisi eksternal, yaitu akuntabilitas orang tersebut
kepada lingkungannya baik lingkungan formal (atasan bawahan) maupun lingkungan
masyarakat. Kegagalan seseorang memenuhi akuntabilitas eksternal mencakup pemborosan
waktu, pemborosan sumber dana dan sumber-sumber daya pemerintah yang lain,
kewenangan, dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Akuntabilitas eksternal lebih
26
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
mudah diukur mengingat norma dan standar yang tersedia rnemang sudah jelas. Kontrol dan
penilaian dari factor ekternal sudah ada dalam mekanisme yang terbentuk dalum suatu
sistem dan prosedur kerja.
Seorang atasan akan memantau pekerjaan bawahanya dan akan memberikan teguran
apabila terjadi penyimpangan. Rekan kerja akan saling mengingatkan dalam pencapaian
akuntabilitas masing-masing. Hal ini dapat terwujud dikarenakan ada saling ketergantungan
di antara mereka. Masyarakat dan lembaga-Iembaga pengontrol dan penyeimbang akan
bersuara dengan lantang apabila pelayanan yang diterimanya dari birokrasi tidak seperti
yang diharapkannya. Dengan penerapan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah maka
keberpihakan birokrasi pada kepentingan masyarakat akan menjadi lebih besar serta dapat
mempertahankan posisi netralnya. Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah ini juga akan
menjadi semacam sistem pengendalian internal bagi birokrasi.
C. TEORI BIROKRASI WEBER DALAM PRAKTEK
Mencermati tahun 1997 awal krisis ekonomi yang melanda Indonesia hingga sekarang ini,
maka dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia tidak memiliki dasar yang kuat untuk dapat tegar
menghadapi perubahan-perubahan global. Berbagai tekanan yang datang dari dalam dan luar
negeri selalu menghasilkan perubahan ke arah yang lebih buruk dalam kinerja ekonomi, struktur
sosial masyarakat, dan struktur politik bangsa. Pemerintah selalu mengalami kesulitan dalam
upayanya mengentaskan bangsa ini bangkit dari keterpurukan ekonomi, sosial, dan politik. Krisis
demi krisis akhirnya menghancurkan modal sosial bangsa. Pada sisi lain terdapat penurunan
kemampuan kinerja birokrasi, yang dalam konteks negara berkembang, akan sangat
berpengaruh terhadap kinerja bangsa secara menyeluruh. Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 di beberapa daerah menghasilkan pemahaman
yang tidak tepat. Pemahaman yang keliru ini meningkatkan ketidakpastian ekonomi, sosial, dan
politik, sementara biaya penyelenggaraan Pemerintah juga meningkat.
Apa yang perlu dilakukan oleh birokrasi Indonesia dalam suasana yang tidak menentu?
Birokrasi dalam pengertian di sini adalah organisasi besar dengan staf yang bekerja penuh waktu
27
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
yang memiliki sistem penilaian standar, dan hasil kerjanya tidak dinilai secara langsung di pasar
eksternal. Perubaban dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1979 menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1999 tidak menghasilkan output yang menguntungkan masyarakat luas. Bahkan terkesan,
masyarakat semakin sulit memperoleh hak pelayanan publik.
Dunia usahapun konon semakin terperosok. Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka
birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya
harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan
masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan
pembangunan politik yang sating terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian, reformasi
birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi kita saat
ini. Namun, kita harus akui bahwa peralihan dari sistem otoritarian ke system demokratik
dewasa ini merupakan periode yang amat sulit bagi proses reformasi birokrasi. Apalagi, kalau
dikaitkan dengan kualitas birokrasi pemerintahan maupun realisasi otonomi daerah, serta
maraknya penyalahgunaan wewenang pada birokrasi pemerintahan yangdiperkirakan semakin
sistemik dan bahkan merata ke daerah-daerah.
Globalisasi tak hanya menuntut peningkatan peran sektor swasta, tetapi juga menuntut
sektor publik untuk memperbaiki kinerjanya dalam rangka melayani kebutuhan pasar global. Hal
ini telah berlangsung di Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina. Di Singapura, misalnya,
munculnya pasar global ditanggapi perrnerintah dengan meningkatkan kompetensi civil service
agar mereka mampu menjawab tantangan zaman dan lebih kompetitif di dunia internasional.
Birokrasi di Malaysia lebih diorientasikan ke bisnis untuk menggantikan peran aktif birokrasi
dalam pembangunan dan meredefinisi perannya sebagai fasilitator dalam aktivitas sektor
swasta. Dalam kasus di Thailand, munculnya peran birokrasi publik adalah untuk memfasilitasi
kebijakan pro-pasar seperti privatisasi dan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan sektor
swasta seperti business licensing, perdagangan internasional, dan pengawasan fiskal.
Perubahan birokrasi di Thailand belakangan ini juga lebih menempatkan dirinya sebagai
katalisator untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi yang civil service-nya berperan sebagai
28
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
pendukung dan bukannya pemimpin. Hal yang sama juga dilakukan Filipina. Hal ini dengan jelas
menunjukkan bahwa perubahan birokrasi itu menekankan perlunya keterbukaan struktural
untuk memungkinkan terjadinya pertukaran gagasan dan perubahan inovasi. Meski demikian,
tidak semua negara berhasil melakukan perubahan birokrasi. Singapura dan Malaysia tergolong
cukup efektif mewujudkan beberapa reformasi administrasi, antara lain karena stabilitas politik
dan kerja sama yang baik antara birokrasi dan pemimpin politik. Sementara itu, Indonesia,
Thailand, dan Filipina kurang efektif dalam mewujudkan perubahan administrasi karena
dominannya aparat birokrasi dan adanya konflik atau kolusi antara birokrasi dan elite politik.
Berkenaan dengan orientasi baru birokrasi yang lebih melihat ke pasar, kelak diharapkan
keputusan didasarkan pada analisis Iogis dan melihat secara jeli implikasi dari kebijakan pro-
pasar untuk legitimasi birokrasi publik, moralitas, dan motivasi pegawai negeri, serta
mempertimbangkan manfaat dan kerugiannya bagi penduduk. Untuk itu, pembuat kebijakan
perlu mempertimbangkan perbedaan mendasar antara sektor public dan sektor swasta dalam
hal tujuan, struktur, norma-norma, meneliti secara kritis pelaksanaan ekonomi, sosial, dan
keuntungan serta kerugian administrasi dalam transisi birokrasi, mengidentifikasi siapa saja
yang diuntungkan dan siapa yang tidak diuntungkan dari perubahan birokrasi.
Pola birokrasi yang cenderung sentralisitik, dan kurang peka terhadap perkembangan
ekonomi, sosial dan politjk masyarakat harus ditinggalkan, dan diarahkan seiring dengan
tuntutan masyarakat. Harus diciptakan Birokrasi yang terbuka, professional dan akuntabel.
Birokrasi yang dapat memicu pemberdayaan masyarakat, dan mengutamakan pelayanan kepada
masyarakat tanpa diskriminasi. Birokrasi demikian dapat terwujud apabila terbentuk suatu
sistem di mana terjadi mekanisme Birokrasi yang efisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang
konstiruktif di antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Saat ini posisi, wewenang dan
peranan Birokrasi masih sangat kuat, baik dalam mobilisasi sumber daya pembangunan,
perencanaan, maupun pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan yang masih terkesan
sentralistik. Di samping itu, kepekaan Birokrasi untuk mengantisipasi tuntutan perkembangan
masyarakat mengenai perkembangan ekonomi, sosial dan politik sangat kurang sehingga
kedudukan birokrasi yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat cenderung bersifat vertical
29
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
top down daripada horizontal partisipative. Birokrasi masih belum efisien, yang antara lain
ditandai dengan adanya tumpang tindih kegiatan antar instansi dan masih banyak fungsi-fungsi
yang sudah seharusnya dapat diserahkan kepada masyarakat masih ditangani pemerintah.
Dengan makin besarnya peran yang dijalankan oleh masyarakat, maka seharusnya peran
Birokrasi lebih cenderung sebagai agen pembaharuan, pelayanan dan pemberdayaan
masyarakat. Oleh karena itu, fungsi pengaturan dan pengendalian yang dilakukan oleh Negara
adalah perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang berfungsi sebagai motivator dan
fasilitator guna tercapainya swakarsa dan swadaya masyarakat termasuk dunia usaha. Peran lain
yang seharusnya dijalankan oleb birokrasi adalah sebagai consensus building, yaitu membangun
pemufakatan antara negara, sektor swasta dan masyarakat.
Peran ini harus dijalankan oleh birokrasi mengingat fungsinya sebagai agen pembaharuan
dan faslitator. Sebagai agen perubahan, birokrasi harus mengambil inisiatif dan memelopori
suatu kebijakan atau tindakan. Sedangkan sebagai fasilitator, Birokrasi harus dapat memfasilitasi
kepentingankepentingan yang muncul dari masyarakat, sektor swasta maupun kepentingan
negara. Selain itu, pemisahan peran yang melekat pada aparatur pemerintah menjadi suatu
keharusan. Aparatur pemerintah adalah pelayan publik yang harus melayani masyarakat apapun
latar belakangnya. Perbedaan ideologi maupun pilihan potitik tidak boleh menghalangi perannya
sebagai pelayan masyarakat. Dalam rangka optimasi peran birokrasi sebagaimana dikemukakan
diatas, kebijaksanaan debirokratisasi, deregulasi, dan desentralisasi perlu dilanjutkan dan
dikawal pelaksanaannya, peningkatan pelayanan kepada masyarakat harus terusmenerus
ditingkatkan dan diusahakan.
Reformasi birokrasi menjadi usaha mendesak mengingat implikasinya yang begitu luas
bagi masyarakat dan negara. Perlu usaha-usaha serius agar pembaharuan birokrasi menjadi
lancar dan berkelanjutan. Beberapa poin berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu ditempuh
untuk menuju reformasi birokrasi.
Langkah internal :
30
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
1. Meluruskan orientasi
Reformasi birokrasi harus berorientasi pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaan.
Perubahan birokrasi harus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi birokrasi harus
bermuara pada pelayanan masyarakat.
2. Memperkuat komitmen
Tekad birokrat untuk berubah harus ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa
disertai tekad yang kuat dari birokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akan
menghadapi banyak kendala. Untuk memperkuat tekad perubahan di kalangan birokrat
perlu ada stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan, tetapi pada saat yang sama tidak
memberikan ampun bagi mereka yang membuat kesalahan atau bekerja tidak benar.
3. Membangun kultur baru
Kultur birokrasi kita begitu buruk, konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur
kerja berbelit -belit dan penyalahgunaan status perlu diubah. Sebagai gantinya, dilakukan
pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara
terbuka, serta jelas kode etiknya.
4. Rasionalisasi
Struktur kelembagaan birokrasi cenderung gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi
kelembagaan dan personalia menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi ramping dan
lincah dalam menyelesaikan permasalahan serta dalam menyesuaikan dengan perubahan-
perubahan yang terjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi informasi.
5. Memperkuat payung hukum
Upaya reformasi birokrasi perlu dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan
hukum yang jelas bisa menjadi koridor dalam menjalankan perubahan- perubahan .
6. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
31
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
Semua upaya reformasi birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa
disertai sumber daya manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu untuk
mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai diperlukan penataan dan sistem
rekrutmen kepegawaian, sistem penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan peningkatan
kesejahteraan.
7. Reformasi birokrasi dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah perlu dilakukan:
a) Pelaksanaan otonomi daerah menuntut pembagian sumber daya yang memadai. Karena
selama ini pendapatan keuangan negara ditarik ke pusat, sekarang sudah dimulai dan
harus terus dilakukan distribusi lokal. Karena terdapat kesenjangan dalam sumber daya
lokal, maka power sharing mudah dilakukan tapi reventte sharing lebih sulit dilakukan.
b) Untuk memenuhi otonomi, perlu kesiapan daerah untuk diberdayakan, karena banyak
urusan negara yang perlu diserahkan ke daerah. Kecenderungan swasta berperan sebagai
pemain utama, tentu memberi dampak kompetisi berdasarkan profesionalitas.
Langkah eksternal :
1. Komitmen dan keteladanan elit politik
Reformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar
negara yang mengalami tradisi buruk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisi
lama dan menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang
patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpinpemimpin yang berani
dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan adalah keberanian
memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat.
2. Pengawasan masyarakat
32
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
Reformasi birokrasi akan berdampak langsung pada masyarakat, karena peran
birokrasi yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada tataran ini
masyarakat dapat dilibatkan untuk mengawasi kinerja birokrasi. Patut rnenjadi perhatian
semua pihak bahwa birokrasi merupakan kekuatan yang besar sekali. Kegiatannya
menyentuh hampir setiap kehidupan warga negara. Maka kebijakan yang dibuat oleh
birokrasi sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Karena warga yang hidup dalam suatu negara terpaksa menerima kebijaksanaan yang telah
dibuat oleh birokrasi, selain itu memang birokrasi merupakan garis terdepan yang
berhubungan dengan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Berkenaan dengan
hal tersebut, tidak berlebihan bila dikatakan, gagalnya upaya untuk membenahi birokrasi
akan berdampak luas pada nasib rakyat, dan tentu saja berdampak pada proses
demokratisasi. Nasib rakyat akan semakin terpuruk karena kualitas pelayan publik dan tidak
berfungsinya pelayanan publik karena akan cenderung mendistorsi proses menuju keadilan
dan kesejahteraan rakyat.
Pemilu 2004 merupakan momentum penting untuk melanjutkan proses reformasi
birokrasi. Pergantian kepemimpinan sejak masa reformasi tidak berpengaruh pada kinerja
birokrasi. Reformasi birokrasi sebenarnya sudah dilakukan secara internal. Perubahan
struktur organisasi dan program kerja sudah dijalankan. Walaupun demikian, kinerjanya
tetap tidak berubah bahkan cenderung semakin buruk. Kasus-kasus penyalahgunaan
wewenang semakin meningkat tidak hanya terjadi di lembaga eksekutif melainkan meluas
kelembaga legislatif dan yudikatif. Kecenderungan meluasnya kasus-kasus tidak hanya terjadi
di tingkat pusat, tetapi juga meluas ke daerah. Hal itu bisa dimaklumi karena perubahan-
perubahan internal itu dilakukan semata-mata hanya berdasarkan keinginan sesaat ketika
eforia reformasi berlangsung.
Pergantian kepemimpinan pasca reformasi tidak mengubah perilaku ini, bahkan
terjadi hal yang sebaliknya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya adalah tidak adanya
komitmen dan keteladanan dari para pemimpin. Perencanaan dan program reformasi sebaik
apapun tidak akan bisa dijalankan kalau tidak ada komitmen dan keteladanan dari para
33
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
pemimpin. Oleh karena itu, mau tidak mau pada Pemilu 2004 kita harus mendapatkan
pemimpin-pemimpin yang mempunyai komitmen dan keteladanan tidak hanya pada proses
reformasi birokrasi melainkan pemimpin yang mempunyai komitmen dan keteladanan untuk
mengubah masa depan bangsa menuju keadaan yang lebih baik.Hanya para pemimpin
berkomitmen dan mampu memberi teladan serta benar- benar meluhurkan nilai-nilai moral
dan akhlak, yang mampu menegakkan supremasi hukum dalam era pembangunan nasional
berkelanjutan, dalam kerangka dasar membangun kembali Indonesia.
Analisis kelebihan dan kekurangan Teori Birokrasi Weber
1. Agar Fokus, Birokrasi harus dicerna sebagai satu fenomena sosiologis. Dan birokrasi
sebaiknya dipandang sebagai buah dari proses rasionalisasi.
2. Konotasi atau anggapan negatif terhadap birokrasi sebenarnya tidak mencerminkan birokrasi
dalam sosoknya yang utuh. Birokrasi adalah salah satu bentuk dari organisasi, yang diangkat
atas dasar alasan keunggulan teknis, di mana organisasi tersebut memerlukan koordinasi
yang ketat, karena melibatkan begitu banyak orang dengan keahlian-keahlian yang sangat
bercorak ragam.
3. Ada tiga kecenderungan dalam merumuskan atau mendefinisikan birokrasi, yakni:
pendekatan struktural, pendekatan behavioral (perilaku) dan pendekatan pencapaian tujuan
dari Max Weber
a. Apa yang telah dikerjakan oleh Max Weber adalah melakukan konseptualisasi sejarah
dan menyajikan teori-teori umum dalam bidang sosiologi. Di antaranya yang paling
menonjol adalah teorinya mengenai birokrasi.
b. Cacat-cacat yang seringkali diungkapkan sebenarnya lebih tepat dicerna sebagai disfungsi
birokrasi. Dan lebih jauh lagi, birokrasi itu sendiri merupakan kebutuhan pokok
peradaban modern. Masyarakat modern membutuhkan satu bentuk organisasi birokratik.
Pembahasan mengenai birokrasi mempunyai kemiripan dengan apa yang diamati oleh
teori organisasi klasik.
34
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
c. Dalam membahas mengenai otorita. Weber mengajukan 3 tipe idealnya yang terdiri dari:
otorita tradisional, kharismatik dan legal rasional. Otorita tradisional mendasarkan diri
pada pola pengawasan di mana legimitasi diletakkan pada loyalitas bawahan kepada
atasan. Sedang otorita kharismatik menunjukkan legimitasi yang didasarkan atas sifat-
sifat pribadi yang luar biasa. Adapun otorita legal rasional kepatuhan bawahan di
dasarkan atas legalitas formal dan dalam yurisdiksi resmi.
d. Kelemahan dari teori Weber terletak pada keengganan untuk mengakui adanya konflik di
antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses birokratisasi
dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang.
4. Ada tujuh hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan organisasi birokratik
Pentingnya Birokrasi
a. Teori yang lama memandang birokrasi sebagai instrumen politik. Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya, teori tersebut ditolak, dengan menyatakan pentingnya
peranan birokrasi dalam seluruh tahapan atau proses kebijakan publik.
b. Menurut Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam peranan-nya sebagai
"delegated legislation", "initiating policy" dan"internal drive for power, security and
loyalty".
c. Dalam membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus diperhati-kan, (1)
bagaimana para birokrat dipilih, (2) apakah peranan birokrat dalam pembuatan
keputusan, dan (3) bagaimana para birokrat diperintah. Dalam hubungannya dengan
pertanyaan kedua, hal pertama yang perlu disadari adalah ada perbedaan antara proses
pembuatan keputusan yang aktual dengan yang formal. Dalam kenyataan birokrat
merupakan bagian dari para pembuat keputusan.
5. Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang berkembang
dimana mereka semuanya telah memberikan prioritas kegiatannya pada penyelenggaraan
pembangunan nasional. Di negara-negara ini kelemahan dan Problema dalam teori Birokrasi
weber
35
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
a. Kelemahan - kelemahan yang ada pada birokrasi terletak dalam hal:
1. Penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional
2. Terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki
3. Kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi
4. Berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi
b. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa
birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan oleh K.
Merton lebih merupakan "bureaucratic dysfunction" dengan ciri utamanya "trained
incapacity''.
c. Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi
sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh
pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Pada gilirannya aktivitas
administrasi diorientasikan pada kepen-tingan kelompok sosialnya. Sementara itu,
kontrol internal tidak dapat dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan
diharapkan dapat diterapkan mekanisme kantrol internal. Teori birokrasi sistem
perwakilan secara konseptual amat merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan.
Karena teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional dan
mengabaikan peranan pendidikan.
D. ANALISIS
Birokrasi di Indonesia tercipta sebagai warisan dari sejarah masa penjajahan dan
pasca penjajahan kolonial. Pola kekuasaan dalam budaya Indonesia ( Ketimuran ) bercampur
dengan budaya administrasi pemerintahan Barat menempatkan pencitraan birokrasi
sebelum masa reformasi sebagai raja-raja kecil.
Belum lagi, di masa pemerintahan Orde Baru, birokrasi mendapatkan tempat paling
tinggi dalam tatanan masyarakat, bukan sebagai pelayan (pamong) rakyat, namun lebih
sebagai dilayani rakyat. Penguatan jajaran birokrasi terutama setelah dilegitimasikannya
36
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
PNS untuk masuk dalam arena politik, sebagai kendaraan partai Soeharto, Golkar,
memenangkan pemilihan umum sampai ke 7 kalinya.
Setelah memahami birokrasi, maka hubungan insitusi pusat dan daerah dapat kita
rumuskan. Pola hubungan sentralistis di masa Soeharto, fokus pada pemerintah pusat.
Birokrasi di daerah merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat, sehingga sangat
jarang terdengar putra daerah menduduki jabatan strategis pemerintahan daerah, seperti
gubernur dan bupati. Namun, perubahan terjadi di era otonomi daerah tahun 1999, ketika
desentralisasi membuat kekuasaan tidak lagi berada di tangan pusat, namun di daerah.
Birokrasi di Indonesia pada dasarnya sulit untuk dirubah. Penolakan terhadap
perubahan oleh birokrat dikarenakan adanyan dominasi sistem birokrasi kerajaan yang
hingga saat ini masih melekat pada birokrat, sistem dimana para pejabat berhak melakukan
sesuka apa yang dinginkannya. Sebagai contoh banyak sekali para pejabat diberbagai
lingkungan departemen ataupun lembaga setingkat yang melakukan penyelewengan
anggaran yang tertangkap basah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ataupun setelah
bertahun tahun lamanya baru diketahui.
Kecenderungan birokrasi dan birokratisasi pada masyarakat modern benar-benar
dipandang memprihatinkan, sehingga digambarkan adanya ramalan mengenai makin
menggejalanya dan berkembangnya praktek-praktek birokrasi yang paling rasionalpun,
tidak bisa lagi dianggap sebagai kabar menggembirakan, melainkan justru merupakan
pertanda malapetaka dan bencana baru yang menakutkan yakni munculnya patologi
birokrasi. Hal itu dicirikan oleh kecenderungan patologi karena persepsi, perilaku dan gaya
manajerial, masalah pengetahuan dan ketrampilan, tindakan melanggar
hukum,keperilakuan, dan adanya situasi internal. bahwa birokrasi memiliki kecenderungan
mengutamakan kepentingan sendiri (self serving), mempertahankan statusquo dan resisten
terhadap perubahan, dan memusatkan kekuasaan. Hal inilah yang kemudian memunculkan
kesan bahwa birokrasi cenderung lebih mementingkan prosedur daripada substansi, lamban
dan menghambat kemajuan.
37
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
Birokrasi di kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia cenderung bersifat
patrimonialistik : tidak efesien, tidak efektif (over consuming and under producing), tidak
obyektif, menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik, tidak mengabdi
kepada kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen
penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif dan represif. Birokrasi di
Indonesia ada kecenderungan berkembang kearah “parkinsonian”, dimana terjadinya
proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran struktur dalam birokrasi secara tidak
terkendali. Pemekaran yang terjadi bukan karena tuntutan fungsi, tetapi semata-mata untuk
memenuhi tuntutan struktur. Disamping itu, terdapat pula kecenderungan terjadinya
birokrasi “orwellian” yakni proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat,
sehingga kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrasi. Akibatnya, birokrasi
Indonesia semakin membesar (big bureaucracy) dan cenderung tidak efektif dan tidak
efesien. Pada kondisi yang demikian, sangat sulit diharapkan birokrasi siap dan mampu
melaksanakan kewenangan – kewenangan barunya secara optimal.
Seperi dibahas sebelumnya sistem birokrasi yang berlaku di Indonesia sekarang tidak
dapat dilepaskan dari sejarah masa lalu dalam pemerintahan kerajaan, pemerintahan
kolonial dan pemerintahan Orde Lama. masing-masing tahap tersebut membawa corak
birokrasi sendiri. Dalam zaman kerajaan dimana feodalisme menjadi landasan birokrasi
maka dituntut kesetiaan dan kepatuhan sepenuhnya terhadap raja dan para punggawa
kerajaan, sebagai kelompok elit pemerintahan. Kepatuhan harus diwujudkan dengan
melaksanakan segala peraturan dan perintah kerajaan dan tidak untuk mempertimbangkan
untung rugi dan dampaknya. Sikap atau perilaku yang demikian dibarengi dengan timbulnya
perasaan dan kepercayaan rakyat bahwa pihak kerajaan akan melindungi para kawula dari
segala macam gangguan dan ancaman. Timbullah hubungan ketergantungan pelindung dan
yang dilindungi. Hubungan demikian dikategorikan sebagai “patron-client relationship”
Dalam birokrasi timbul hubungan “bapak-anak buah” secara khusus sebagaimana berlaku di
Indonesia setelah kemerdekaan
38
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
Demikian juga “patrimonial of leadership” timbul dalam kondisi yang demikian.
Didalamnya terdapat “traditional authority” dimana kepatuhan dan kesetiaan terhadap
pemimpin karena ditopang oleh kewenangan yang bersumber pada tradisi. Birokrasi dalam
kerajaan-kerajaan khususnya di Jawa atau birokrasi patrimonial dalam banyak hal masih
terasa sampai kini
Pada jaman kolonial kedaaan birokrasi kerajaan yang demikian itu tidak mengalami
perubahan yang berarti tetapi justru dimanfaatkan dan dimodifikasi sedemikian rupa
sehingga lebih efisien demi kepentingan penjajah. Dibuat peratuan-peraturan yang memaksa
dan dalam pelaksanaannya memperalat elit pribumi (para bangsawan) dengan keuntungan
sebesar-besamya. Pembentukan elit birokrasi yang demikian itu sangat menonjol di Jawa .
Oleh karena itu birokrasi patrimonial yang berakar pada budaya Jawa tidak diubah tetapi
ditambah bebannya oleh penjajah. Kemudian setelah Indonesia merdeka sampai dengan
runtuhnya Orde Lama birokrasi patrimonial masih tetap melekat erat pada pemerintahan
dan pembangunan. Pengaruh feodalisme dan kolonialisme masih terus berlanjut dan pola
hubungan “patron-client ” menjadi referensi utama dalam birokrasi. Dalam Orde Lama
orientasi keatas sangat kuat dan menentukan semua “Bapak” harus dihormati, ditaati dan
pantang ditentang. Berbeda pendapatpun sebaiknya jangan. Oleh karena itu pada jaman
Orde lama sang pemimpin atau birokrat menjadi tumpuan segala-galanya. Benih-benih tirani
hidup subur dan puncak penyelewengannya menimbulkan segala macam kesengsaraan yang
mendorong lahimya Orde baru.
Babak baru dalam pemerintahan dan pembangunan dimulai dengan tekad
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun demikian corak
“birokrasi patrimonial” masih tetap menjadi warna yang dominant. Hubungan “Bapak-
Anak buah” mempengaruhi hampir setiap segi penting kehidupan politik di Indonesia
(termasuk strategi pembangunan ekonomi.
39
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
Adanya patrionalisme dalam birokrasi merupakan peninggalan sejarah politik dan
ekonomi di Indonesia yang sampai sekarang tidak lekang panas dan tidak lapuk karena
hujan. Hanya penerapannya yang berbeda sesuai dengan jamannya, prinsip dasarnya tetap
sama. “Bagaimanapun juga munculnya birokrasi patrimonial dalam sistem administrasi
negara dan sistem politik tidak dikarenakan masih kuatnya ikatan kultur tradisional yang
paternalistik.” Masalahnya adalah bagaimana kita mampu memanfaatkannya dalam birokrasi
pembangunan dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif yang ditimbulkannya.
Meskipun sudah menjadi gejala yang sangat umum, ternyata pada setiap konteks
sistem budaya masyarakat Indonesia, secara empirik birokrasi dan birokratisasi terlihat
dalam pola perilaku yang beragam. Gejala demikian menunjukkan bahwa birokrasi dan
birokratisasi tidak pernah tampil dalam bentuk idealnya. Beberapa alasan, mengapa bentuk
ideal birokrasi tidak nampak dalam praktek kerjanya antara lain: Pertama, manusia
birokrasi tidak selalu berada (exist) hanya untuk organisasi. Kedua, birokrasi sendiri tidak
kebal terhadap perubahan sosial. Ketiga, birokrasi dirancang untuk semua orang. Keempat,
dalam kehidupan keseharian manusia birokrasi berbeda-beda dalam kecerdasan, kekuatan,
pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk peran
dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi.
Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator birokrasi lebih Berjaya hidup di dunia
barat daripada di dunia timur. Hal ini dapat dipahami, karena di dunia barat birokrasi telah
berkembang selama beberapa abad misal pada abad pertengahan dan seterusnya,
perkembangan birokrasi semakin dipacu dan di dukung oleh masyarakat industri. Oleh
karena rasionalitas birokrasi cenderung berhubungan dengan gejala industrialisasi, maka
banyak negara yang bercita-cita menjadi masyarakatnya menjadi masyarakat industri dan
mengadopsi model birokrasi rasional di dalamnya. Namun demikian, bagi masyarakat yang
sedang berkembang termasuk Indonesia tidak semua kemanfaatan birokrasi rasional dapat
dipetik dan dirasakan.
40
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
Apalagi birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat, maka kecaman
dan pesimisme semakin muncul karena banyak anggota masyarakat merasakan bahwa
berbagai pola tingkah laku yang telah merupakan kebiasaan dalam birokrasi tidak dapat
mengikuti dan memenuhi tuntutan pembangunan dan perkembangan masyarakatnya.
Sebagai contoh, di Indonesia adanya keadaan birokrasi publik di sektor pemerintahan,
pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang dikenal dengan
istilah organizational slack yang ditandai dengan menurunnya kualitas pelayanan yang
diberikannya.
Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan akan lambannya penanganan
pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam
public alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling berwenang, responsif terhadap
semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat segera mengambil inisiatif
yang cepat dan tepat untuk menanggulanginya. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan
birokrasi publik mengalami organizational slack yaitu antara lain pendekatan atau orientasi
pelayanan yang kaku, visi pelayanan yang sempit, penguasaan terhadap administrative
engineering yang tidak memadai, dan semakin bertambah gemuknya unit-unit birokrasi
publik yang tidak difasilitasi dengan 3P (personalia, peralatan dan penganggaran) yang
cukup dan handal (viable bureaucraticinfrastructure). Akibatnya, aparat birokrasi publik di
Indonesia menjadi lamban dan sering terjebak ke dalam kegiatan rutin, tidak responsif
terhadap aspirasi dan kepentingan publik serta lemah beradaptasi terhadap perubahan yang
terjadi di lingkungannya. Sebagai konsekuensinya, perlu dipertanyakan mengenai posisi
aparat pelayanan ketika berhadapan dengan masyarakat atau kliennya.
Apakah birokrasi publik itu alat rakyat? Alat penguasa? Ataukah penguasa itu
sendiri? Guna merespon kesan buruk birokrasi seperti itu, birokrasi di Indonesia perlu
melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain : (a) birokrasi harus lebih
mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan
masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan; (b)
birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern,
41
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu
ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat
diserahkan kepada masyarakat); (c) birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan
system dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni :
pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi
biaya dan ketepatan waktu; (d) birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan
publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan; (e) birokrasi harus mampu dan
mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi
organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.
Dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang mampu
memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya
jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada tersentralisasi. Sebab, dengan struktur yang
terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan
yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi dapat menyediakan
pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya. Sedangkan dalam kontek
persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan tenaga kerja atau aparat yang
benar-benar memiliki kemampuan (capabelity), memiliki loyalitas kepentingan (competency),
dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistencyatau coherency).Oleh karena itu, untuk
merealisasikan kriteria ini Pemerintah Indonesia sudah seharusnya segera menyediakan dan
mempersiapkan tenaga kerja birokrasi professional yang mampu menguasai teknik-teknik
manajemen pemerintahan yang tidak hanya berorientasi pada peraturan (rule oriented)
tetapi juga pada pencapaian tujuan (goal oriented).
Istilah professional dan professionalisasi, Pertama, dipergunakan untuk menunjuk
pada perubahan besar dalam struktur pekerjaan, dengan jumlah pekerjaan-pekerjaan
professional, atau bahkan pekerjaan-pekerjaan halus (white collar jobs) yang meningkat
secara relative dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya,baik sebagai akibat
perluasan kelompok pekerjaan yang sudah ada ataupun sebagai akibat munculnya
pekerjaanpekerjaan baru di bidang jasa. Kedua, dipergunakan dalam arti yang hampir sama
42
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
dengan peningkatan jumlah asosiasi pekerjaan yang mengupayakan adanya pengaturan
rekrutmen dan praktek dalam bidang pekerjaan tertentu. Ketiga, memandang
professionalisasi sebagai suatu proses yang jauh lebih rumit yang menunjuk pada suatu
pekerjaan dengan sejumlah atribut prinsip-prinsip professional yang merupakan unsur-unsur
pokok profesionalisme. Keempat, menunjuk pada suatu proses dengan urutan yang tetap,
yaitu suatu pekerjaan dengan tahap-tahap perubahan organisatoris yang dapat diramalkan
menuju bentuk akhir profesionalisme.
Dengan demikian, manajemen strategi pelayanan publik yang professional harus lebih
berorientasi pada paradigma goal governance yang didasarkan pada pendekatan manajemen
baru baik secara teoritis maupun praktis. Sekaligus, paradigma goal governance ini
diharapkan mampu menghilangkan praktek- praktek birokrasi Weberian yang negative
seperti struktur birokrasi yang hierarkhikal yang menghasilkan biaya operasional lebih
mahal (high cost economy) daripada keuntungan yang diperolehnya, merajalelanya red tape,
rendahnya inisiatif dan kreativitas aparat, tumbuhnya budaya mediokratis (sebagai lawan
dari budaya meritokratis) dan in-efesiensi.Substansi pelayanan publik selalu dikaitkan
dengan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi
tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Pelayanan publik ini menjadi semakin penting karena senantiasa
berhubungan dengan khalayak masyarakat ramai yang memiliki keaneka ragaman
kepentingan dan tujuan.
Oleh karena itu institusi pelayanan publik dapat dilakukan oleh pemerintah maupun
non-pemerintah. Jika pemerintah, maka organisasi birokrasi pemerintahan merupakan
organisasi garis terdepan (street level bureaucracy) yang berhubungan dengan pelayanan
publik. Dan jika nonpemerintah, maka dapat berbentuk organisasi partai politik, organisasi
keagamaan, lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan
yang lain. Siapapun bentuk institusi pelayanananya, maka yang terpenting adalah bagaimana
memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka memenuhi
kebutuhan dan kepentingannya. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan,
43
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai program-
program pembangunan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Tetapi dalam
kenyataannya, birokrasi yang dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas umum
pemerintahan dan pembangunan tersebut, seringkali diartikulasikan berbeda oleh
masyarakat.
Birokrasi di dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan
(termasuk di dalamnya penyelenggaraan pelayanan publik) diberi kesan adanya proses
panjang dan berbelit-belit apabila masyarakat menyelesaikan urusannya berkaitan dengan
pelayanan aparatur pemerintahan. Akibatnya, birokrasi selalu mendapatkan citra negatif
yang tidak menguntungkan bagi perkembangan birokrasi itu sendiri (khususnya dalam hal
pelayanan publik).
Strategi manajemen birokrasi profesional dalam pelayanan publik ini ditandai dengan
beberapa karakteristik antara lain: Pertama, perubahan yang besar pada orientasi
administrasi negara tradisional menuju ke perhatian yang lebih besar pada pencapaian hasil
dan pertanggung jawaban pribadi pimpinan. Kedua, keinginan untuk keluar dari birokrasi
klasik dan menjadikan organisasi,pegawai, masa pengabdian dan kondisi pekerjaan yang
lebih luwes. Ketiga, tujuan organisasi dan individu pegawai disusun secara jelas sehingga
memungkinkan dibuatkannya tolok ukur prestasi lewat indikator kinerjanya masing-masing,
termasuk pula sistem evaluasi program-programnya. Keempat, staf pimpinan yang senior
dapat memiliki komitmen politik kepada pemerintah yang ada, dan dapat pula bersikap non
partisan dan netral. Kelima, fungsi-fungsi pemerintah bias dinilai lewat uji pasar (market test)
seperti misalnya dikontrakkan pada pihak ketiga tanpa harus disediakan atau ditangani
sendiri oleh pemerintah. Keenam, mengurangi peran-peran pemerintah misalnya lewat
kegiatan privatisasi. Ketujuh,birokrasi harus steril dari akomodasi politik yang menghambat
efektivitas pemerintahan. Kedelapan, rekruitmen dan penempatan pejabat birokrasi yang
bebas dari kolusi, korupsi dan nepotism.
Penerapan pendekatan manajemen profesional pada sektor publik ini telah banyak
disuarakan oleh para pakar dengan berbagai label, misalnya dengan nama “managerialism”
44
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
“new public management” dan “ entrepreneurial government, Reinventing Government”
.Apapun label yang dipergunakan, yang jelas pendekatan manajemen profesional ini telah
merubah orientasi fokus peran dan fungsi birokrasi dalam pemerintahan yang semula lebih
mementingkan “process” menuju ke “product”, atau dari “ rule governance” menuju ke “goal
governance”. Tetapi perlu diingat, bahwa dalam perdebatan teoritis dari kedua kutub
orientasi ini, baik rule governance maupun goal governance memiliki segi kelemahan dan
kelebihannya masing-masing.
Kelemahan rule governance, misalnya, dianggap mempunyai penerapan peraturan
yang kaku, bercirikan struktural hierarkhikal, pengawasan yang ketat, bersifat
impersonal,dan sebagainya, sehingga menjadikan birokrasi sebagai “mesin rasional” yang
menciptakan perilaku aparat yang formal dan robotic yang kurang peka terhadap terhadap
nilai-nilai kemanusiaan dan lingkungan sosialnya. Akibat dari struktur birokrasi yang terlalu
rasional bisa menimbulkan hal-hal yang sifatnya disfungsional, in-efesiensi dan bahkan
konflik dengan masyarakat yang dilayani karena sifat impersonal aparat birokrasi dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakatnya. Demikian pula, aturan-aturan (rules) sebagai
sarana untuk mencapai tujuan seringkali berubah menjadi tujuan itu sendiri. Segi
kelebihannya, menunjukkan semakin tingginya tertib administrasi yang dicapai oleh
birokrasi publik.
Adapun kelebihan goal governance yaitu meletakkan fokus utamanya pada “the
achievement of result and taking individual responsibility for their achievement”.Tetapi ia juga
memiliki kelemahan apabila prinsip-prinsip manajemen baru itu hendak diterapkan di sektor
publik. Misalnya, sampai sekarang masih terjadi diskursus yang seru terhadap 10 prinsip
dalam entrepreneurial government-nya Osborn dan Gaebler (1992) yang mereka kemukakan
dalam uraian yang sangat provokatif yaitu Reinventing Government. Konsep pemerintahan
entrepreneur Osborn dan Gaebler yang mencoba menemukan nilai-nilai baru (re-inventing) di
bidang pemerintahan yang ternyata empunyai kekuatan dan sekaligus kelemahan. Kritik
terhadap konsep pemerintahan entrepreneur adalah bahwa ia terlalu bias pada “ new
administrative values” yang lebih banyak menitik beratkan pada orientasi goal governance
45
Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar|
dengan meminggirkan nilai-nilai administrasi klasik yang sebenarnya masih potensial yang
berbasis pada rule governance. Oleh karena itu, bukannya reinventing government melainkan
pemerintahan yang sudah dalam keadaan tertinggal (abandoning government), karena
Osborn dan Gaebler sebenarnya telah menghapuskan atau setidak-tidaknya telah
membelotkan nilai-nilai pemerintahan. Padahal kedua nilai tersebut (lama dan baru) bisa
disatu padukan.
Tampaknya, hubungan antara struktur dengan tindakan cenderung digambarkan
sebagai bersifat antagonistik. Struktur sering digambarkan sebagai suatu ketentuan, kekuatan
penghambat, dan kestabilan. Sedangkan tindakan cenderung menampakkan daya cipta,
otonomi, dan ketidak stabilan. Karena itu,penting untuk diajukan pertanyaan. Manakah yang
lebih mendasar, struktur atau tindakan? Benarkan bila penekanan diberikan kepada struktur
berarti menghilangkan atau meminggirkan tindakan? Sebaliknya, benarkan bila penekanan
diberikan kepada tindakan berarti membuang struktur begitu saja? Benarkah bahwa tertib
yang berlangsung dalam birokrasi selalu bersifat impersonal? Benarkan bahwa para pejabat
birokrasi hanya tunduk kepada suatu tatanan yang menjadi kiblat bagi segala tindakannya?
Mengapa birokrasi cenderung bertindak berbeda pada setting ruang dan waktu yang
berbeda? Apakah perubahan yang dilakukan oleh birokrasi sesuai dengan fungsi reformasi
yang dikehendaki oleh masyarakat banyak, ataukah sekedar formalitas sebagai kewajiban
struktural yang cenderung statusquo; atau hanya sebagai mesin alat penggerak untuk
memanipulasi dan memobilisasi rakyat agar tunduk pada kekuasaan birokrasi (machine
bureaucracy)? Perlu diahami bahwa kekuasaan (birokrasi) adalah sebagai fasilitas atau
sumber sosial yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan bersama.
Fungsi sosial dari kekuasaan adalah untuk memelihara ketertiban dan keseimbangan
dalam masyarakat. Kekuasaan sebagai atribut utama dalam sistem sosial berwujud
kepemimpinan yang bertanggung jawab, tetapi juga berbentuk keputusan-keputusan yang
mengikat bagi semua golongan masyarakat. Jadi kekuasaan adalah sarana bagi tercapainya
tujuan-tujuan masyarakat secara keseluruhan. Atas dasar itulah, konsentrasi kekuasaan
adalah syah selama masyarakat memang menghendakinya.
REFORMASI BIOKRASI
REFORMASI BIOKRASI
REFORMASI BIOKRASI
REFORMASI BIOKRASI
REFORMASI BIOKRASI
REFORMASI BIOKRASI
REFORMASI BIOKRASI

More Related Content

What's hot

AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYAAKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYAFajar Dolly
 
Transparansi akuntabilitas pelayanan publik
Transparansi akuntabilitas pelayanan publikTransparansi akuntabilitas pelayanan publik
Transparansi akuntabilitas pelayanan publikMuslimin B. Putra
 
Peran Core Value ASN Dalam Reformasi Birokrasi
Peran Core Value ASN Dalam Reformasi BirokrasiPeran Core Value ASN Dalam Reformasi Birokrasi
Peran Core Value ASN Dalam Reformasi BirokrasiTri Widodo W. UTOMO
 
Kajian Evaluasi Kewenangan dan Peningkatan Hubungan Kerja Antara Eksekutif da...
Kajian Evaluasi Kewenangan dan Peningkatan Hubungan Kerja Antara Eksekutif da...Kajian Evaluasi Kewenangan dan Peningkatan Hubungan Kerja Antara Eksekutif da...
Kajian Evaluasi Kewenangan dan Peningkatan Hubungan Kerja Antara Eksekutif da...Tri Widodo W. UTOMO
 
Penguatan Demokrasi Lokal dan Akselerasi Pembangunan Daerah: Konvergen atau D...
Penguatan Demokrasi Lokal dan Akselerasi Pembangunan Daerah: Konvergen atau D...Penguatan Demokrasi Lokal dan Akselerasi Pembangunan Daerah: Konvergen atau D...
Penguatan Demokrasi Lokal dan Akselerasi Pembangunan Daerah: Konvergen atau D...Tri Widodo W. UTOMO
 
Makalah jadi
Makalah jadiMakalah jadi
Makalah jadiMea Meong
 
Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen
Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjenPatologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen
Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjenRahayu Yuri
 
Makalah good governance
Makalah good governanceMakalah good governance
Makalah good governanceKhuzain Achmed
 
Tgas pkn good governance
Tgas pkn good governanceTgas pkn good governance
Tgas pkn good governanceUkhty Shèýza
 
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governanceAdimarsi
 
Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi
Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi
Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi Septyarini Emppink
 
Etika Pelayanan Publik
Etika Pelayanan PublikEtika Pelayanan Publik
Etika Pelayanan PublikDian Herdiana
 

What's hot (19)

AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYAAKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
AKTOR DALAM GOOD GOVERNANCE SERTA PERANNYA
 
Makalah revormasi birokrasi STIP WUNA
Makalah revormasi birokrasi STIP WUNA Makalah revormasi birokrasi STIP WUNA
Makalah revormasi birokrasi STIP WUNA
 
Rekonstruksi kultural birokrasi
Rekonstruksi kultural birokrasiRekonstruksi kultural birokrasi
Rekonstruksi kultural birokrasi
 
Transparansi akuntabilitas pelayanan publik
Transparansi akuntabilitas pelayanan publikTransparansi akuntabilitas pelayanan publik
Transparansi akuntabilitas pelayanan publik
 
Peran Core Value ASN Dalam Reformasi Birokrasi
Peran Core Value ASN Dalam Reformasi BirokrasiPeran Core Value ASN Dalam Reformasi Birokrasi
Peran Core Value ASN Dalam Reformasi Birokrasi
 
Good clean governance-libre
Good clean governance-libreGood clean governance-libre
Good clean governance-libre
 
Kajian Evaluasi Kewenangan dan Peningkatan Hubungan Kerja Antara Eksekutif da...
Kajian Evaluasi Kewenangan dan Peningkatan Hubungan Kerja Antara Eksekutif da...Kajian Evaluasi Kewenangan dan Peningkatan Hubungan Kerja Antara Eksekutif da...
Kajian Evaluasi Kewenangan dan Peningkatan Hubungan Kerja Antara Eksekutif da...
 
Penguatan Demokrasi Lokal dan Akselerasi Pembangunan Daerah: Konvergen atau D...
Penguatan Demokrasi Lokal dan Akselerasi Pembangunan Daerah: Konvergen atau D...Penguatan Demokrasi Lokal dan Akselerasi Pembangunan Daerah: Konvergen atau D...
Penguatan Demokrasi Lokal dan Akselerasi Pembangunan Daerah: Konvergen atau D...
 
Makalah jadi
Makalah jadiMakalah jadi
Makalah jadi
 
Good governance
Good governanceGood governance
Good governance
 
Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen
Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjenPatologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen
Patologi birokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan okjen
 
Makalah good governance
Makalah good governanceMakalah good governance
Makalah good governance
 
Tgas pkn good governance
Tgas pkn good governanceTgas pkn good governance
Tgas pkn good governance
 
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
21947378 manajemen-strategi-sektor-publik-langkah-tepat-menuju-good-governance
 
New public Service
New public ServiceNew public Service
New public Service
 
Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi
Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi
Wewenang Birokrasi dan Reformasi Birokrasi
 
Fix
FixFix
Fix
 
Etika Pelayanan Publik
Etika Pelayanan PublikEtika Pelayanan Publik
Etika Pelayanan Publik
 
Andrew kresna ekautra
Andrew kresna ekautraAndrew kresna ekautra
Andrew kresna ekautra
 

Viewers also liked

Makalah birokrasi
Makalah birokrasiMakalah birokrasi
Makalah birokrasiWarnet Raha
 
Penguatan Substansi Kajian Reformasi Birokrasi utk Mewujudkan Pemerintahan Ke...
Penguatan Substansi Kajian Reformasi Birokrasi utk Mewujudkan Pemerintahan Ke...Penguatan Substansi Kajian Reformasi Birokrasi utk Mewujudkan Pemerintahan Ke...
Penguatan Substansi Kajian Reformasi Birokrasi utk Mewujudkan Pemerintahan Ke...Tri Widodo W. UTOMO
 
Entrepeneur_Aang anwar 1 an_a_tugas_ti
Entrepeneur_Aang anwar 1 an_a_tugas_tiEntrepeneur_Aang anwar 1 an_a_tugas_ti
Entrepeneur_Aang anwar 1 an_a_tugas_tiAang Anwar
 
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negaraPertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negaratondy lbh
 
Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia
Penyebab kegagalan birokrasi di indonesiaPenyebab kegagalan birokrasi di indonesia
Penyebab kegagalan birokrasi di indonesiaMendeko Jo
 
Manajemen Perubahan dan Inovasi
Manajemen Perubahan dan InovasiManajemen Perubahan dan Inovasi
Manajemen Perubahan dan InovasiPT Lion Air
 
Pertanyaan umum dalam wawancara
Pertanyaan umum dalam wawancaraPertanyaan umum dalam wawancara
Pertanyaan umum dalam wawancaraukimsukiman
 

Viewers also liked (10)

118276795 etika-pemerintahan-1
118276795 etika-pemerintahan-1118276795 etika-pemerintahan-1
118276795 etika-pemerintahan-1
 
Makalah birokrasi
Makalah birokrasiMakalah birokrasi
Makalah birokrasi
 
Penguatan Substansi Kajian Reformasi Birokrasi utk Mewujudkan Pemerintahan Ke...
Penguatan Substansi Kajian Reformasi Birokrasi utk Mewujudkan Pemerintahan Ke...Penguatan Substansi Kajian Reformasi Birokrasi utk Mewujudkan Pemerintahan Ke...
Penguatan Substansi Kajian Reformasi Birokrasi utk Mewujudkan Pemerintahan Ke...
 
Entrepeneur_Aang anwar 1 an_a_tugas_ti
Entrepeneur_Aang anwar 1 an_a_tugas_tiEntrepeneur_Aang anwar 1 an_a_tugas_ti
Entrepeneur_Aang anwar 1 an_a_tugas_ti
 
Model, alat analisa
Model, alat analisaModel, alat analisa
Model, alat analisa
 
Spia 02
Spia 02Spia 02
Spia 02
 
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negaraPertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
Pertanggungjawaban kewenangan pejabat administrasi negara
 
Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia
Penyebab kegagalan birokrasi di indonesiaPenyebab kegagalan birokrasi di indonesia
Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia
 
Manajemen Perubahan dan Inovasi
Manajemen Perubahan dan InovasiManajemen Perubahan dan Inovasi
Manajemen Perubahan dan Inovasi
 
Pertanyaan umum dalam wawancara
Pertanyaan umum dalam wawancaraPertanyaan umum dalam wawancara
Pertanyaan umum dalam wawancara
 

Similar to REFORMASI BIOKRASI

Hukum dan Administrasi Perncanaan, Konsep dan Kritik Good Governance
Hukum dan Administrasi Perncanaan, Konsep dan Kritik Good GovernanceHukum dan Administrasi Perncanaan, Konsep dan Kritik Good Governance
Hukum dan Administrasi Perncanaan, Konsep dan Kritik Good GovernanceMuhammad Iqbal Dhanarto
 
Good governance sebagai agenda reformasi
Good governance sebagai agenda reformasiGood governance sebagai agenda reformasi
Good governance sebagai agenda reformasiEly Goro Leba
 
Materi Lengkap Pendidikan Anti Korupsi.pdf
Materi Lengkap Pendidikan Anti Korupsi.pdfMateri Lengkap Pendidikan Anti Korupsi.pdf
Materi Lengkap Pendidikan Anti Korupsi.pdfFerraEkaRamadhani1
 
GOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21 (2).ppt
GOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21 (2).pptGOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21 (2).ppt
GOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21 (2).pptNovySetiaYunas
 
BAB 5 SOSIOLOGI PEMERINTAHAN-REVISI-1.pptx
BAB 5 SOSIOLOGI PEMERINTAHAN-REVISI-1.pptxBAB 5 SOSIOLOGI PEMERINTAHAN-REVISI-1.pptx
BAB 5 SOSIOLOGI PEMERINTAHAN-REVISI-1.pptxReizkanoeMaulana
 
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdfBE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdfIntan Wachyuni
 
MAKALAH UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI.docx
MAKALAH UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI.docxMAKALAH UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI.docx
MAKALAH UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI.docxRahmat Hidayat
 
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...Operator Warnet Vast Raha
 
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...murianda
 
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...Operator Warnet Vast Raha
 
Konsep good governance
Konsep good governanceKonsep good governance
Konsep good governanceNaniisrina A
 
GOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21.ppt
GOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21.pptGOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21.ppt
GOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21.pptBayuSapto
 
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional.doc
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional.docStrategi Pemberantasan Korupsi Nasional.doc
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional.docperi heriyanto
 
Negara pengkader koruptor
Negara pengkader koruptorNegara pengkader koruptor
Negara pengkader koruptorRosim Nyerupa
 
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerahKontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerahRustan Amarullah
 

Similar to REFORMASI BIOKRASI (20)

Hukum dan Administrasi Perncanaan, Konsep dan Kritik Good Governance
Hukum dan Administrasi Perncanaan, Konsep dan Kritik Good GovernanceHukum dan Administrasi Perncanaan, Konsep dan Kritik Good Governance
Hukum dan Administrasi Perncanaan, Konsep dan Kritik Good Governance
 
Good governance sebagai agenda reformasi
Good governance sebagai agenda reformasiGood governance sebagai agenda reformasi
Good governance sebagai agenda reformasi
 
Materi Lengkap Pendidikan Anti Korupsi.pdf
Materi Lengkap Pendidikan Anti Korupsi.pdfMateri Lengkap Pendidikan Anti Korupsi.pdf
Materi Lengkap Pendidikan Anti Korupsi.pdf
 
Makalah pemerintahan yang baik
Makalah pemerintahan yang baikMakalah pemerintahan yang baik
Makalah pemerintahan yang baik
 
GOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21 (2).ppt
GOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21 (2).pptGOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21 (2).ppt
GOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21 (2).ppt
 
BAB 5 SOSIOLOGI PEMERINTAHAN-REVISI-1.pptx
BAB 5 SOSIOLOGI PEMERINTAHAN-REVISI-1.pptxBAB 5 SOSIOLOGI PEMERINTAHAN-REVISI-1.pptx
BAB 5 SOSIOLOGI PEMERINTAHAN-REVISI-1.pptx
 
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdfBE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
 
MAKALAH UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI.docx
MAKALAH UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI.docxMAKALAH UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI.docx
MAKALAH UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI.docx
 
Makalah korupsi
Makalah korupsiMakalah korupsi
Makalah korupsi
 
BAB II.docx
BAB II.docxBAB II.docx
BAB II.docx
 
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
 
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
 
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
Prinsip prinsip-good-governance-dalam-tata-kelola-kepemerintahan-desa-studi-d...
 
Konsep good governance
Konsep good governanceKonsep good governance
Konsep good governance
 
GOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21.ppt
GOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21.pptGOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21.ppt
GOOD_GOVERNANCE-SESI-IV-IPD-UGJ-21.ppt
 
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional.doc
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional.docStrategi Pemberantasan Korupsi Nasional.doc
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional.doc
 
Negara pengkader koruptor
Negara pengkader koruptorNegara pengkader koruptor
Negara pengkader koruptor
 
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerahKontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
Kontrol masyarakat terhadap pemerintahan daerah
 
Makalah sosiologi korupsi
Makalah sosiologi korupsiMakalah sosiologi korupsi
Makalah sosiologi korupsi
 
Ppkn artikel ii
Ppkn artikel iiPpkn artikel ii
Ppkn artikel ii
 

More from Mus kamal

Pedoman indikator penilaian kinerja unit penyelengaraa pelayanan publik
Pedoman indikator penilaian kinerja unit penyelengaraa pelayanan publikPedoman indikator penilaian kinerja unit penyelengaraa pelayanan publik
Pedoman indikator penilaian kinerja unit penyelengaraa pelayanan publikMus kamal
 
Sosialisasi jabatan fungsional analis kebijakan di pemerintah provinsi Sulawe...
Sosialisasi jabatan fungsional analis kebijakan di pemerintah provinsi Sulawe...Sosialisasi jabatan fungsional analis kebijakan di pemerintah provinsi Sulawe...
Sosialisasi jabatan fungsional analis kebijakan di pemerintah provinsi Sulawe...Mus kamal
 
PKP2A II LAN SOSIALISASI JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KEBIJAKAN
PKP2A II LAN SOSIALISASI JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KEBIJAKAN PKP2A II LAN SOSIALISASI JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KEBIJAKAN
PKP2A II LAN SOSIALISASI JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KEBIJAKAN Mus kamal
 
Penataan sistem-inovasi-daerah pemerintah Kota Makassar
Penataan sistem-inovasi-daerah pemerintah Kota MakassarPenataan sistem-inovasi-daerah pemerintah Kota Makassar
Penataan sistem-inovasi-daerah pemerintah Kota MakassarMus kamal
 
POKOK PENJELASAN MODEL ASSESMEN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAH ...
POKOK PENJELASAN MODEL ASSESMEN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS  PEMERINTAH ...POKOK PENJELASAN MODEL ASSESMEN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS  PEMERINTAH ...
POKOK PENJELASAN MODEL ASSESMEN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAH ...Mus kamal
 
Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi Selata...
Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi  Selata...Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi  Selata...
Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi Selata...Mus kamal
 
Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi Selata...
Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi  Selata...Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi  Selata...
Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi Selata...Mus kamal
 
Creative Collaboration Solusi Dalam Berpikir dan Bertindak
Creative Collaboration Solusi Dalam Berpikir dan Bertindak Creative Collaboration Solusi Dalam Berpikir dan Bertindak
Creative Collaboration Solusi Dalam Berpikir dan Bertindak Mus kamal
 
Analisis Beban Kerja
Analisis Beban Kerja Analisis Beban Kerja
Analisis Beban Kerja Mus kamal
 
Electronic government ( muskamal, s.sos, m.si )
Electronic government ( muskamal, s.sos, m.si )Electronic government ( muskamal, s.sos, m.si )
Electronic government ( muskamal, s.sos, m.si )Mus kamal
 
RAKER PKP2A II LAN RI 2011
RAKER PKP2A II LAN RI 2011RAKER PKP2A II LAN RI 2011
RAKER PKP2A II LAN RI 2011Mus kamal
 
RAKER PKP2A II LAN RI 2011 ( Muskamal, .S.Sos, M.Si
RAKER PKP2A II LAN RI 2011 ( Muskamal, .S.Sos, M.SiRAKER PKP2A II LAN RI 2011 ( Muskamal, .S.Sos, M.Si
RAKER PKP2A II LAN RI 2011 ( Muskamal, .S.Sos, M.SiMus kamal
 
RAKER PKP2A II LAN 2013 Oleh : Muskamal
RAKER PKP2A II LAN 2013 Oleh : MuskamalRAKER PKP2A II LAN 2013 Oleh : Muskamal
RAKER PKP2A II LAN 2013 Oleh : MuskamalMus kamal
 

More from Mus kamal (13)

Pedoman indikator penilaian kinerja unit penyelengaraa pelayanan publik
Pedoman indikator penilaian kinerja unit penyelengaraa pelayanan publikPedoman indikator penilaian kinerja unit penyelengaraa pelayanan publik
Pedoman indikator penilaian kinerja unit penyelengaraa pelayanan publik
 
Sosialisasi jabatan fungsional analis kebijakan di pemerintah provinsi Sulawe...
Sosialisasi jabatan fungsional analis kebijakan di pemerintah provinsi Sulawe...Sosialisasi jabatan fungsional analis kebijakan di pemerintah provinsi Sulawe...
Sosialisasi jabatan fungsional analis kebijakan di pemerintah provinsi Sulawe...
 
PKP2A II LAN SOSIALISASI JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KEBIJAKAN
PKP2A II LAN SOSIALISASI JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KEBIJAKAN PKP2A II LAN SOSIALISASI JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KEBIJAKAN
PKP2A II LAN SOSIALISASI JABATAN FUNGSIONAL ANALIS KEBIJAKAN
 
Penataan sistem-inovasi-daerah pemerintah Kota Makassar
Penataan sistem-inovasi-daerah pemerintah Kota MakassarPenataan sistem-inovasi-daerah pemerintah Kota Makassar
Penataan sistem-inovasi-daerah pemerintah Kota Makassar
 
POKOK PENJELASAN MODEL ASSESMEN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAH ...
POKOK PENJELASAN MODEL ASSESMEN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS  PEMERINTAH ...POKOK PENJELASAN MODEL ASSESMEN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS  PEMERINTAH ...
POKOK PENJELASAN MODEL ASSESMEN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAH ...
 
Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi Selata...
Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi  Selata...Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi  Selata...
Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi Selata...
 
Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi Selata...
Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi  Selata...Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi  Selata...
Kerangka Acuan Kerja Monitoring dan Evaluasi Diklat Provinsi Sulawesi Selata...
 
Creative Collaboration Solusi Dalam Berpikir dan Bertindak
Creative Collaboration Solusi Dalam Berpikir dan Bertindak Creative Collaboration Solusi Dalam Berpikir dan Bertindak
Creative Collaboration Solusi Dalam Berpikir dan Bertindak
 
Analisis Beban Kerja
Analisis Beban Kerja Analisis Beban Kerja
Analisis Beban Kerja
 
Electronic government ( muskamal, s.sos, m.si )
Electronic government ( muskamal, s.sos, m.si )Electronic government ( muskamal, s.sos, m.si )
Electronic government ( muskamal, s.sos, m.si )
 
RAKER PKP2A II LAN RI 2011
RAKER PKP2A II LAN RI 2011RAKER PKP2A II LAN RI 2011
RAKER PKP2A II LAN RI 2011
 
RAKER PKP2A II LAN RI 2011 ( Muskamal, .S.Sos, M.Si
RAKER PKP2A II LAN RI 2011 ( Muskamal, .S.Sos, M.SiRAKER PKP2A II LAN RI 2011 ( Muskamal, .S.Sos, M.Si
RAKER PKP2A II LAN RI 2011 ( Muskamal, .S.Sos, M.Si
 
RAKER PKP2A II LAN 2013 Oleh : Muskamal
RAKER PKP2A II LAN 2013 Oleh : MuskamalRAKER PKP2A II LAN 2013 Oleh : Muskamal
RAKER PKP2A II LAN 2013 Oleh : Muskamal
 

Recently uploaded

Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxBudyHermawan3
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfdrmdbriarren
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxBudyHermawan3
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxBudyHermawan3
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxrohiwanto
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxBudyHermawan3
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxBudyHermawan3
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxBudyHermawan3
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasiasaliaraudhatii
 
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxSusatyoTriwilopo
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxBudyHermawan3
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxBudyHermawan3
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdfHarisKunaifi2
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxBudyHermawan3
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxBudyHermawan3
 

Recently uploaded (16)

Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
 
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
 

REFORMASI BIOKRASI

  • 1. 1 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| AKTUALITAS BIROKRASI DALAM MENJAWAB TANTANGAN REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA. Oleh : Muskamal.S.Sos, M.Si ( PKP2A II LAN MAKASSAR) A. PENDAHULUAN Dalam kehidupan berbagai negara di berbagai belahan dunia, birokrasi merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan dalam hubungan antar bangsa. Di samping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional. Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan reformasi birokrasi pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government) dalam keseluruhan skenario perwujudan kepemerintahan yang baik (good governce). Namun pengalaman bangsa kita dan bangsa-bangsa lain menunjukan bahwa birokrasi, tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang signifikan. Keberhasilan birokrasi dalam pemberantasan KKN juga ditentukan oleh banyak faktor lainnya. Di antara faktor-faktor tersebut yang perlu diperhitungkan dalam kebijakan “reformasi birokrasi” adalah koplitmen, kompetensi, dan konsistensi semua pihak yang berperan dalam penyelenggaraan negara - baik unsur aparatur negara maupun warga negara dalam mewujudkan clean government dan good governance, serta dalam mengaktualisasikan dan membumikan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi negara kita, sesuai posisi dan peran masing-masing dalam negara dan bermasyarakat bangsa yang perlu diingat adalah bahwa semuanya itu berada dan berlangsung dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan, Republik Indonesia (SANKRI), dan masing-masing memiliki tanggung jawab dalam mengemban perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan NKRl. Dapatkah kita memikul tanggung jawab tersebut?.
  • 2. 2 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| Topik yang dibahas dalam makalah ini adalah aktualitas Konsep Birokrasi weber dalam menjawab tantangan reformasi Birokrasi di Indonesia. Topik tersebut rasanya memiliki konotasi bahwa birokrasi merupakan faktor atau pun aktor utama baik dalam terjadinya reformasi KKN maupun dalam upaya pencegahan ataupun pemberantasan KKN; meskipun kita mengetahui bahwa masalah KKN bukan hanya terjadi dan terdapat di lingkungan birokrasi, tetapi juga berjangkit dan terjadi pula pada sektor swasta, dunia usaha, dan lembaga-Iembaga dalam masyarakat pada umumnya. Dalam hubungan “reformasi birokrasi” ini sekalipun secara konseptual kita dapat membatasi masalah KKN dalam lingkup “urusan-urusan publik yang ditangani birokrasi”; namun secara aktual, interaksi birokrasi dengan lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat dan dunia usaha merupakan suatu keniscayaan. Dalam hubungan “interaksi dengan publik utamanya dalam pelayanan publik” itulah KKN bisa berkembang pada kedua pihak, dalam dan antar birokrasi, dunia usaha, dan masyarakat, dengan jenjang yang panjang dan menyeluruh. Sebab itu, usaha pemberantasan KKN perlu dilihat dalam konteks “reformasi birokrasi”, bahkan dalam rangka “reformasi sistem administrasi negara” secara keseluruhan. Dalam hubungan itu, agenda utama yang perlu ditempuh adalah terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) yang sasaran pokoknya adalah : terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang profesional, berkepastian hukum, transparan, partisipatif, akuntabel, memiliki kredibilitas, bersih dan bebas KKN; peka dan tanggap terhadap segenap kepentingan dan aspirasi rakyat di seluruh wilayah negara; berkembangnya budaya dan perilaku birokrasi yang didasari etika, semangat pelayanan dan pertanggung jawaban publik, serta integritas pengabdian dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara. Dalam hubungan itu, dari sudut disiplin dan sistem administrasi Negara good governance dapat dipandang merupakan paradigma yang antara lain berisikan konsep yang mencakup 3 (tiga) aktor utama, yaitu pemerintahan negara dimana birokrasi termasuk di dalamnya, dunia usaha (swasta, dan usaha-usaha negara), dan masyarakat. Ketiga aktor yang berperan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa tersebut memiliki posisi, peran, tanggung jawab, dan kemampuan yang diperlukan untuk suatu proses pembangunan yang
  • 3. 3 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| dinamis dan berkelanjutan.Dalam konsep good governance ketiga aktor dalam sistem administrasi negara tersebut ditempatkan sebagai mitra yang setara. Hasil penelitian PERC (Political and Economic Risk Consultancy, 2007) yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi tertinggi dan sarat kronisme dengan skor 9,91 untuk korupsi dan 9,09 untuk kronisme diantara negara-negara Asia; dengan skala penilaian yang sama antara nol yang terbaik hingga sepuluh yang terburuk. Hasil penelitian tersebut, menempatkan Indonesia pada peringkat bawah atau tergolong pada negara dengan tingkat korupsi yang sangat parah. Selain itu, menurut penelitian tersebut, masalah korupsi juga terkait erat dengan birokrasi. Dalam hubungan ini birokrasi Indonesia dinilai termasuk terburuk. Di tahun 2007 Indonesia memperoleh skor 8 (yaitu kisaran skor nol untuk terbaik dan 10 untuk yang terburuk) yang berarti jauh dibawah rata-rata kualitas birokrasi di negara-negara Asia. Terpuruknya Indonesia dalam kategori korupsi dan birokrasi, juga dilengkapi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh PERC (2007) dan Price Water House Cooper (2007) tentang ranking negara- negara Asia dalam implementasi good governance. Indonesia menempati ranking/urutan ke 89 dari 91 negara yang disurvei; dan dari sisi competitiveness Indonesia menempati urutan ke-49 dari 49 negara yang diteliti. Terlepas dari berbagai paramater yang mungkin bisa diperdebatkan, hasil-hasil penelitian tersebut harus kita perhatikan untuk mengantisipasi pembesaran dampaknya. Berbagai fenomena dan sejarah perkembangan korupsi di Indonesia tersebut menunjukkan adanya kaitan erat antara KKN dengan perilaku kekuasaan dan birokrasi yang melakukan penyimpangan. Mencermati eskalasi korupsi yang semakin tinggi intensitasnya dalam tubuh birokrasi, ibarat gunung es yang misterius, semakin kuatlah anggapan masyarakat yang selama ini berkembang dan diyakini bahwa korupsi telah menjadi kebiasaan perilaku para birokrat. Budaya itu sulit diberantas, bersifat kolektif, bahkan menjadi gaya hidup dan napas kaum birokrat. Sungguh korupsi merupakan suatu penyakit sosial yang epidemis dan sulit dicari solusinya, apalagi jika "sapu" pembersihnya masih kotor.
  • 4. 4 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| Eforia korupsi bak drama berseri sehingga muncul kepusingan dan kebuntuan ilmiah, hukum, dan nurani dalam menyelesaikannya. Cermin sejarah bangsa dari waktu ke waktu, dari satu orde ke orde berikutnya, dan dari satu rezim ke rezim lainnya betapa sulit dipahami dan dipelajari oleh generasi berikutnya, seakan tak berkesudahan. Pesimisme dan ketidakpercayaan pada elite penyelenggara negara dan birokrasi mewabah sedemikian rupa dari pusat sampai ke pelosok pedesaan. Membangun optimisme dan idealisme generasi muda kini seakan bertarung menegakkan benang basah karena banyaknya perilaku pragmatis yang konsumtif, kemaruk, dan lupa diri. Terkikisnya nilai-nilai idealisme, kejujuran nurani, moral, dan sosial begitu parah menjalar dalam dunia birokrasi dan kehidupan sosial. Banyak "hantu" birokrasi telah menurunkan derajat kepercayaan rakyat pada elite birokrasi dan wakil rakyat, bahkan pada hukum yang mengatur tertibnya kehidupan sosial. Lemahnya kontrol penggunaan dana APBD dan ketidakjelasan penggunaannya pada sejumlah kabupaten/kota di Jawa Barat menjadi bukti betapa birokrasi rawan akan korupsi.Fenomena korupsi, jika meminjam pemikiran para teoretikus pertukaran sosial (Blau, 1964; Burgess & Huston, 1979; Kelley & Thibaut, 1978) yang telah menganalisis keuntungan dan kerugian yang saling diterima dan diberikan oleh orang-orang yang terlibat dalam suatu hubungan, seseorang akan cenderung memilih relasi yang dapat memberikan ganjaran sebesar-besarnya. Menurut teori ini juga, kita akan selalu berusaha menciptakan interaksi yang dapat memperbesar porsi ganjaran itu. Artinya, penentuan dan penggunaan dana APBD suatu daerah (kabupaten/kota) bukanlah produk lembaga eksekutif semata, tetapi juga melibatkan anggota legislatif dan yudikatif. Sosiolog dramaturgis, Irving Goffman (Mulyana, 2001), melihat korupsi laksana kehidupan panggung di mana di atasnya sang aktor memainkan perannya sesuai dengan keinginan yang diharapkan sebelumnya. Untuk memainkan peran sosialnya, pemain atau aktor menggunakan pesan verbal sekaligus berbagai atribut lainnya. Panggung depan adalah bagian dari penampilan individu yang secara teratur berfungsi dalam mode yang umum dan tetap untuk mendefinisikan situasi bagi mereka yang menyaksikan penampilan itu. Di dalamnya termasuk
  • 5. 5 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| setting dan personal front, yang selanjutnya dapat dibagi menjadi appearance (penampilan) dan manner (gaya). Ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya. Maka, korupsi di sini menjadi produk kolektif sejumlah pemain/aktor birokrasi yang memiliki kewenangan penuh tanpa adanya kontrol. Dalam konteks kehidupan sosial seperti ini, kaum Hegelian menawarkan solusi dengan menghadirkan asas keseimbangan hidup berpola tesis-antitesis dan sintesis. Korupsi tidak akan terjadi jika ada kekuatan yang mengontrol dengan tegas dan seimbang sehingga akan lahir suatu sintesis atau realitas baru. Sayangnya, kehidupan politik negeri ini belum menyadari pentingnya kelompok pengontrol yang seimbang. Alih-alih, elite kita terjebak dalam "pertarungan" perebutan kekuasaan dan kekuatan pragmatis yang secara ekonomis sangat menguntungkan kendati harus mengorbankan dan menghalalkan segala cara. Dalam konteks dan situasi serba sulit ini, yang muncul ke permukaan adalah sejenis vicious circle (lingkaran setan) dalam segala dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai alternatif solusi dalam mereduksi korupsi di tengah kepusingan nurani, ilmiah, norma sosial, dan hukum, kiranya perlu dibangun gerakan sosial secara silmultan tentang pentingnya kesadaran subyektif (individu) atau proses mental yang tidak langsung tunduk pada pengukuran empiris yang obyektif-mempersempit ruang gerak dan membangun serta memperbaiki mental dasar yang menyebabkan korupsi terjadi, termasuk menggalakkan budaya malu dan risi. Sebab, kesadaran muncul seiring dengan proses tindakan. Jika tidak, tidak tertutup kemungkinan bahwa selain menjadi "drama berseri" yang sangat tidak layak tayang dan ditonton, fenomena korupsi juga tentu sangat potensial menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja. Kapan "sandiwara" nasional yang tidak menarik ini berakhir tentu tergantung pada political will (itikad politik) dan tindakan nyata elite birokrasi dan elite masyarakat secara menyeluruh. Rakyat adalah penonton setia yang siap mengikuti teladan elitenya. Untuk mereduksi secara bertahap reputasi negatif elite penyelenggara birokrasi dari fenomena korupsi, strategi
  • 6. 6 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| yang tepat ialah mengembalikan kepercayaan dan kedaulatan rakyat kepada pemimpin yang memiliki keberpihakan pada kemajuan, kesejahteraan, serta keadilan. Pemimpin yang berpihak pada mayoritas rakyat dengan sungguh-sungguh dapat dipegang dan dirasakan janjinya, tidak hanya berakhir pada tataran retorika politik semata. B. LANDASAN TEORI Birokrasi memiliki asal kata dari Bureau, digunakan pada awal abad ke 18 di Eropa Barat bukan hanya untuk menunjuk pada meja tulis saja, akan tetapi lebih pada kantor, semisal tempat kerja dimana pegawai bekerja. Makna asli dari birokrasi berasal dari bahasa perancis berarti pelapis meja. Kata birokrasi sendiri kemudian digunakan segera setelah Revolusi Perancis tahun 1789, dan kemudian tersebar ke negara lain. Kata imbuhan -kratia berasal dari bahasa Yunani atau kratos yang berarti kekuasaan atau kepemimpinan. Birokrasi secara mendasar berarti kekuasaan perkantoran ataupun kepemimpinan dari strata kepegawaian. Di Cina, dinasti Song (960 AD) sebagai contoh membentuk birokrasi sentralistis dengan staf berasal dari rakyat jelata yang terdidik. Sistem kepemimpinan ini kemudian mendorong konsentrasi kekuasaan di dalam tangan kaisar dan birokrasi istana daripada yang diperoleh oleh dinasti sebelumnya. Teori Karl Marx tentang birokrasi berasal dari teori mengenai historical materialisme, asal muasal birokrasi dapat ditemukan dalam empat sumber: agama, pembentukan negara, perdagangan, dan teknologi. Kemudian, bentuk birokrasi paling awal terdiri dari tingkatan kasta rohaniawan/tokoh agama, pegawai pemerintah dan pekerja yang mengoperasikan aneka ritual, dan tentara yang ditugaskan untuk mentaati perintah. Di dalam transisi sejarah dari komunitas egaliter primitif ke dalam civil society terbagi kelas-kelas sosial dan wilayah, muncul sekitar 10.000 tahun yang lalu, dimana kewenangan terpustad, dan dipaksakan oleh pegawai pemerintah yang keberadaannya terpisah dari masyarakat. Negara memformulasikan, memaksakan dan menegakkan peraturan, dan memungut pajak, memberikan kenaikan kepada sekelompok pegawai yang bertindak untuk menyelenggarakan fungsi tersebut. Kemudian, negara melakukan mediasi bila terjadi konflik di
  • 7. 7 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| antara masyarakat dan menjaga konflik agar masih dalam batas kewajaran; negara juga mengatur pertahanan wilayah. Terutama, hak umum perorangan untuk membawa dan menggunakan senjata untuk mempertahankan diri sedikit demi sedikit dibatasi; memaksakan orang lain untu berbuat sesuatu menjadi hak legal negara dan aparat pemerintah untuk melakukannya. Teori Birokrasi Max Weber Birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang disusun secara ideal. irokrasi dicapai melalui formalisasi aturan, struktur, dan proses di dalam organisasi. Para teoritikus klasik seperti Fayol (1949), Taylor (1911), dan Weber (1948), selama bertahun-tahun telah mendukung model birokrasi guna meningkatkan efektivitas administrasi organisasi. Max Weber adalah sosok yang dikenal sebagai bapak birokrasi. Menurut Weber (1948), organisasi birokrasi yang ideal menyertakan delapan karakteristik struktural. Pertama, aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi. Weber menggambarkan pengembangan rangkaian kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas organisasi. Kedua, spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit. Dengan memecah tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, maka produktivitas pekerja dapat ditingkatkan. Ketiga, hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota organisasi didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu, membantu mengarahkan hubungan intra personal di antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas organisasi.
  • 8. 8 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| Keempat, pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka. Para manajer harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya demi perusahaan. Kelima, mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda. Mampu tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan anggota organisasi tertentu yang melaksanakan tugasnya-tugasnya. Keenam, impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara anggota organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi. Menurut prinsipnya, anggota organisasi harus berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan kebutuhan sendiri. Sekali lagi, ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di dalam perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari anggota organisasi individu. Ketujuh, uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi sebagai garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan. Kedelapan, rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian tujuan organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan. Menurut prinsip dasarnya, organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa diprediksikan. Model birokrasi telah menerima image publik yang buruk dalam beberapa tahun belakangan ini karena formalitas yang ekstrim dan kakunya organisasi birokrasi tersebut. Akan tetapi, dalam penerapannya di jaman modern seperti sekarang ini, “birokrasi dunia seringkali dijadikan untuk mengkritik kegagalan mengalokasikan kewenangan dan tanggung jawab , kaidah dan rutinitas yang kaku, kesalahan resmi, kinerja yang lamban, buck-passing, prosedur yang bertentangan dan arahan, duplikasi usaha, membangun kerajaan, terlalu banyak kekuasaan yang
  • 9. 9 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| pegang oleh orang yang salah, pemborosan sumber daya, dan inertia” (Hick dan Gullett, 1975:128). Birokrasi dunia, seringkali menjadi sinonim dengan ketidakefisienan organisasi, formalitas, dan lemahnya kepekaan. Bradley dan Baird (1980) menyatakan bahwa “keluhan terhadap birokrasi begitu banyak: ia telah disalahgunakan karena kreativitas individu yang bersemangat, mendukung kesesuaian dan modifikasi kepribadian (hal.10). Jelasnya, sejumlah perguruan tinggi ternama telah memperlihatkan kritikannya terhadap masalah birokrasi. Universitas dipandang tidak adil ketika mereka menerapkan birokrasinya sendiri. Cerita tentang sejumlah mahasiswa yang dikeluarkan dari perguruan tinggi karena melakukan kesalahan dalam nilai mereka, pendaftar baru yang harus menunggu lama dalam baris antrian hanya untuk bisa mendengarkan pernyataan bahwa mereka tidak diterima meskipun telah mendaftarkan diri, atau pengguna perpustakaan yang menerima denda karena keterlambatan mereka mengembalikan buku yang dipinjamnya ke perpustakaan. Cerita-cerita seperti itu muncul tidak saja dalam birokrasi dan tidak pekanya birokrasi, tetapi juga pada hal- hal di mana belum berkembangnya struktur organisasi bisa menjadi bentuk menjatuhkan diri terhadap pencapaian tujuan organisasi. Akan tetapi, birokrasi menawarkan banyak keuntungan yang besar terhadap organisasi- organisasi yang rumit seperti universitas. Presisi, kecepatan, kejelasan, kontinuitas, ketelitian, kesatuan, dan bawahan langsung dinyatakan sebagai keuntungan dari struktur organisasi (Tortoriello, Blatt, dan DeWine, 1978). Struktur birokrasi mengikutsertakan kemampuan memprediksi perilaku organisasi melalui penjabaran kaidah, panduan dan prosedur spesifik dalam rangka menyelesaikan tugas. kaidah-kaidah tersebut membantu organisasi untuk mengatasi input kesulitan tingkat rendah, yang menunjukkan bahwa birokrasi adalah sesuatu yang berguna bagi rutinitas penanganan tugas-tugas organisasi yang bisa diprediksikan. Sebelumnya kaidah tidak berguna untuk merespon input dengan tingkat kesulitan tinggi, menunjukkan bahwa model birokrasi dianggap tidak pas untuk menangani masalah organisasi yang rumit. Birokrasi tidak melahirkan kreativitas dan fleksibilitas, meskipun ada banyak situasi di mana anggota organisasi harus bereaksi secara aktif terhadap masalah yang rumit dan sulit
  • 10. 10 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| diprediksikan. Singkatnya, birokrasi menawarkan banyak kelebihan yang kuat dalam menerapkan standar praktek organisasi, selain ia juga bisa membatasi anggota organisasi dan individu yang bekerja di dalamnya. Max Weber mungkin menjadi salah seorang yang paling berpengaruh di dunia karena pengaruh ajarannya pada ilmu pengetahuan sosial. Ia terkenal oleh karena studinya mengenai pembirokrasian masyarakat; banyak aspek dari administrasi publik moderen berpaling kepadanya; pendekatan klasik, pegawai pemerintah yang secara organisasi hirarkhis selanjutnya disebut “Weberian civil service.” akan tetapi, bertolak belakang dengan pendapat masyarakat umum, “bureaucracy” merupakan kata yang berasal dari inggris jauh sebelum Weber; Kamus Bahasa Inggris terbitan Oxford menyebutkan kata ini beberapa kali dalam edisi tahunan yang berbeda antara tahun 1818 dan 1860, sebelum tahun kelahiran Weber pada 1864. Weber menggambarkan tipe birokrasi ideal dalam nada positif, membuatnya lebih berbentuk organisasi rasional dan efisien daripada alternatif yang terdapat sebelumnya, yang dikarakterisasikan sebagai dominasi karismatik dan tradisional. Menurut terminologinya, birokrasi merupakan bagian dari dominasi legal. Akan tetapi, ia juga menekankan bahwa birokrasi menjadi inefisien ketika keputusan harus diadopsi kepada kasus individual. Menurut Weber, atribut birokrasi moderen termasuk kepribadiannya, konsentrasi dari arti administrasi, efekn daya peningkatan terhadap perbedaan sosial dan ekonomi dan implementasi sistem kewenangan yang praktis tidak bisa dihancurkan. Birokrasi ala Weber dikenal juga dengan sebutan “Birokrasi Weberian”. Sampai saat ini, teori Max Weber masih sangat berpengaruh hampir disemua organisasi, terutama dalam organisasi birokrasi dan bisnis. Pada organisasi birokrasi dan bisnis, birokrat selalu melekat dalam struktur organisasi yang merupakan ukuran pada setiap organisasi. Selanjutnya, Max Weber (Thoha, 1996) menyebutkan tiga bentuk otoritas yang dilakukan birokrat dalam organisasi birokrasi. Ketiga otoritas dalam sebuah organisasi tersebut sebagai berikut.
  • 11. 11 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| 1. Otoritas yang rasional dan sah, hal ini didasarkan pada posisi yang dipegang seorang pejabat dalam suatu hierarki. 2. Otoritas tradisional, hal ini diciptakan oleh kelas-kelas dalam masyarakat dan juga adat istiadat. 3. Otoritas kharismatik, hal ini timbul dari potensi kepribadian seorang pejabat. Definisi birokrasi menurut Peter M. Blau (2000:4), birokrasi adalah “tipe organisasi yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas administratif dalam skala besar dengan cara mengkoordinasi pekerjaan banyak orang secara sistematis.” Poin pikiran penting dari definisi di atas adalah bahwa birokrasi merupakan alat untuk memuluskan atau mempermudah jalannya penerapan kebijakan pemerintah dalam upaya melayanimasyarakat. Kenyataan yang terjadi hingga detik ini, birokrasi hanya sebagai “perpanjangan tangan” pemerintah untuk dilayani masyarakat. Atau dengan birokrasi pejabat pemerintahan ingin mencari keuntungan lewat birokrasi. Sebuah logika yang terbalik, memang! Seharusnya birokrasi adalah alat untuk melayani masyarakat dengan berbagai macam bentuk kebijakan yang dihasilkan pemerintah. Birokrasi menjadi sarang penyamun bagi beberapa oknum yang berupaya memanfaatkan sistem ini. Birokrasi telah menjadi “terali besi” (iron cage) yang membuat pengap kondisi bangsa kita saat sekarang ini akibat ulah dari para “penjahat berbaju birokrat “Berbicara soal birokrasi, kita pasti teriangat konsep yang digagas Max Weber, sosiolog ternama asal Jerman, yang dikenal melalui ideal type (tipe ideal) birokrasi modern. Model itulah yang sering diadopsi dalam berbagai rujukan birokrasi negara kita –walaupun dalam penerapan tidak sepenuhnya bisa dilakukan. Tipe ideal itu melekat dalam struktur organisasi rasional dengan prinsip “rasionalitas”, yang bercirikan: pembagian kerja, pelimpahan wewenang, impersonalitas, kualifikasi teknis, dan efisiensi. Pada dasarnya, tipe ideal birokrasi yang diusung oleh Weber bertujuan ingin menghasilkan efisiensi dalam pengaturan negara. Tapi, kenyataan dalam praktek konsep Weber sudah tidak lagi sepenuhnya tepat disesuaikan dengan keadaan saat ini, apalagi dalam konteks
  • 12. 12 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| Indonesia. Perlu ada pembaharuan makna dan kandungan birokrasi Secara filosofis dalam paradigma Weberian, birokrasi merupakan organisasi yang rasional dengan mengedepankan mekanisme sosial yang “memaksimumkan efisiensi”. Pengertian efisiensi digunakan secara netral untuk mengacu pada aspek-aspek administrasi dan organisasi. Dalam pandangan ini, birokrasi dimaknai sebagai institusi formal yang memerankan fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat. Jadi, birokrasi dalam pengertian Weberian adalah fungsi dari biro untuk menjawab secara rasional terhadap serangkaian tujuan yang ditetapkan pemerintah Kalau boleh dibilang, birokrasi Weber berparadigma netral dan bebas nilai. Tidak ada unsur subyektivitas yang masuk dalam pelaksanaan birokrasi karena sifatnya impersonalitas: melepaskan baju individu dengan ragam kepentingan yang ada di dalamnya. Berbeda dengan konsep birokrasi yang digagas oleh Hegel dan Karl Marx. Keduanya mengartikan birokrasi sebagai instrumen untuk melakukan pembebasan dan transformasi sosial. Hanya saja Marx pesimis dengan birokrasi karena instrumen negara ini hanya dijadikan alat untuk meneguhkan kekuatan kapitalisme dan akhirnya jauh dari harapan dan keinginan masyarakat Sebagai sebuah konsep pemerintahan yang paling penting, birokrasi sering dikritik karena ternyata dalam prakteknya banyak menimbulkan problem “inefisiensi”. Menjadi sebuah paradoks, seharusnya dengan adanya birokrasi segala urusan menjadi beres dan efisien tapi ternyata setelah diterapkan menjadi “batu penghalang” yang tidak lagi menjadi efisien. Ada yang mengkritik bahwa birokrasi hanya menjadi ajang politisasi yang dilakukan oleh oknum partai yang ingin meraih kekuasaan dan jabatan politis. Term “efisiensi” layak “ digugat “ Rasionalitas dan efisiensi adalah dua hal yang sangat ditekankan oleh Weber. Rasionalitas harus melekat dalam tindakan birokratik, dan bertujuan ingin menghasilkan efisiensi yang tinggi. Menurut Miftah Thoha (2003:19), kaitan keduanya bisa dilacak dari kondisi sosial budaya ketika Weber masih hidup dan mengembangkan pemikirannya. Kata kunci dalam rasionalisasi birokrasi ialah menciptakan efisiensi dan produktifitas yang tinggi tidak hanya melalui rasio yang seimbang antara volume pekerjaan dengan jumlah
  • 13. 13 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| pegawai yang profesional tetapi juga melalui pengunaan anggaran, pengunaan sarana, pengawasan, dan pelayanan kepada masyarakat. Kalau ditelisik, konsep rasionalitas dan efisiensi yang membingkai dalam ramuan birokrasi adalah susunan hirarki, di mana ukurannya tergantung kebutuhan pada masing-masing zaman. Zaman kita sangat berbeda dengan zaman yang tengah terjadi pada saat Weber masih hidup Weber memaksudkan rasionalitas agar segala tindakan manusia didasarkan atas ukuran dan kualifikasi rasional sehingga tidak ada unsur subyektif dan politis yang masuk dalam proses penyelenggaraan sistem administrasi negara. Karakteristik dan ciri-ciri yang melekat dalam birokrasi sangat bermuatan rasional. Kita tidak bisa menampik bahwa apa yang dikemukakan oleh Weber sangatlah rasional. Tapi, ada banyak hal yang justru dilakukan tanpa melalui jalur formal-rasional. Ada intervensi manusia secara subyektif dalam memperlakukan sebuah sistem. Tentu, hal demikian dilihat menurut Ukuran kebutuhan dan kepentingan yang mendesak. Rasionalitas yang kemudian dikaitkan dengan efisiensi tidak lagi menjadi dua ukuran sebab- akibat yang pasti. Bisa saja, efisiensi itu melepaskan dari ukuran rasional dan formal. Dan ternyata kerangka konseptual rasionalitas birokratik yang disebutkan Weber membuat kita kaku dalam memperlakukan birokrasi, dan akhirnya terjebak pada rutinitas yang berjarak dengan fenomena sosial. Hal ini sangat mengkhawatirkan bagi kondisi birokrasi di negara kita Dan apalagi, penggunaan konsep Weberian dalam menerapkan konsep birokrasi akan terjebak pada kondisi di mana konsep ini menjadi “rasionalitas instrumental”, yaitu konsep yang sakral dan menjadi ukuran serba pasti dalam proses penerapananya di waktu dan tempat manapun. Reintepretasi atas gagasan Weber mengenai birokrasi menjadi urgen untuk dilakukan karena perlu dihubungkan dengan konteks pada saat ini Hal yang sangat menarik adalah kritik yang disampaikan Warren Bennis melalui tulisannya “Organizational Developments and the Fate of Bureucracy” dalam Industrial Management Review 7 (1966). Bennis mencoba melakukan prediksi masa depan tentang berbagai macam perubahan yang pada gilirannya akan mempengerahui eksistensi birokrasi. Menurut Bennis, birokrasi merupakan penemuan sosial yang sangat elegan, suatu bentuk
  • 14. 14 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| kemampuan yang luar biasa untuk mengorganisasikan, mengkoordinasikan proses-proses kegiatan yang produktif pada masa Revolusi Industri. Birokrasi dikembangkan untuk menjawab berbagai persoalan yang hangat pada waktu itu, misalnya persoalan pengurangan peran-peran persobal, persoalan subyektivitas yang keterlaluan, dan tidak dihargainya hubungan kerja kemanusiaan. Singkatnya, dalam pandangan Bennis, birokrasi adalah produk kultural dan sangat terikat oleh proses zaman pada saat kemunculannya Reformasi birokrasi Salah satu faktor dan aktor utama yang turut berperan dalam perwujudan pemerintahan yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance) adalah birokrasi. Dalam posisi dan perannya yang demikian penting dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan efesiensi dan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Undang – undang telah ditetapkan oleh DPR dan diundangkan oleh pemerintah, dan berbagai kebijakan publik yang dituangkan dalam berbagai bentuk aturan perundang-undangan yang dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan, akan dapat dikelola secara efektif oleh pemerintah apabila terdapat “birokrasi yang sehat dan kuat”, yaitu “birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara, dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara” . Birokrasi sesuai dengan kedudukannya dalam sistem administrasi Negara (baca: dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pembangunan bangsa), dan sesuai pula dengan sifat dan lingkup pekerjaannya, akan menguasai pengetahuan dan informasi serta dukungan sumber daya yang tidak dimiliki pihak lain. Dengan posisi dan kmnampuan sangat besar yang dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara teknis, tetapi juga yang mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha. Birokrasi memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanakan, dan
  • 15. 15 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dalam posisi yang stratejik seperti itu, adalah logis apabila pada setiap perkembangan politik, selalu terdapat kemungkinan dan upaya menarik birokrasi pada partai tertentu; birokrasi dimanfaatkan untuk mencapai, mempertahankan, atau pun memperkuat kekuasaan oleh partai tertentu atau pihak penguasa. Kalau perilaku birokrasi berkembang dalam pengaruh politik seperti itu dan menjadi tidak netral, maka birokrasi yang seharusnya mengemban misi menegakkan “kualitas, efisiensi, dan efektivitas pelayanan secara netral dan optimal kepada masyarakat”, besar kemungkinan akan berorientasi pada kepentingan partai atau partai-partai; sehingga terjadi pergeseran keberpihakan dari “kepentingan publik” ke pada “pengabdian pada pihak penguasa atau partai- partai yang berkuasa”. Dalam kondisi seperti itu, KKN akan tumbuh dan birokrasi akan kehilangan jati dirinya, dari pengemban misi perjuangan negara bangsa, menjadi partisan kelompok kepentingan yang sempit. “Birokrasi yang sakit” seperti itu akan menjadi corong dan memberikan kontribusi pada penguasa. Semangat keberpihakannya banyak diarahkan pada kepentingan segelintir orang atau pun kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat; bekerja dengan lamban, tidak akurat, berbelit- belit, berkecenderungan pada motif uud (bukan UUD), dan sudah barang tentu tidak efisien serta memberatkan masyarakat. Sebaliknya, birokrasi yang terlalu kuat dengan kemampuan profesional yang tinggi tapi tanpa etika dan integritas pengabdian, akan cendrung menjadi tidak konsisten, bahkan arogan, sulit dikontrol, masyarakat menjadi serba tergantung pada birokrasi. Dalam perkembangan birokrasi seperti ini, juga akan memberikan dampak negatif bagi pengembangan inisiatif masyarakat, dan sudah barang tentu tidak efisien serta sangat memberatkan masyarakat. Dengan demikian, tuntutan akan reformasi birokrasi mengandung makna perlunya langkah-Iangkah pendayagunaan bukan saja (a) terhadap system birokrasi dan birokrat, tetapi juga (b) langkah-Iangkah serupa pada berbagai institusi dan individu di luar birokrasi, baik publik maupun private, termasuk lembaga-lembaga negara dan berbagai lembaga, yang berkembang dalam masyarakat, beserta segenap personnelnya; dan (c) semuanya itu dilakukan
  • 16. 16 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| secara sinergis dengan semangat “mengemban perjuangan yang diamanatkan konstitusi”, dan mengindahkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik. Reformasi birokrasi dalam skim “pembangunan sistem administrasi negara” seperti di atas, memerlukan strategi dan program aksi yang terarah pada proses perubahan dan pencapaian sasaran yang pada pokoknya meliputi, (a) aktualisasi tata nilai, yang melandasi dan menjadi acuan perilaku sistem dan proses adminsitrasi negara dan birokrasi, yang terarah secara pada pencapaian tujuan bangsa dalam bernegara, (b) struktur (tatanan kelembagaan negara dan masyarakat pada setiap satuan wilayah), (c) proses [manajemen dalam keseluruhan fungsinya, dalam dinamika kegiatan dan entitas publik dan private (business and society)], dan (d) sumber daya aparatur yang berada pada struktur dengan posisi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu. Semua itu dikembangkan dalam rangka mengemban perjuangan bangsa mewujudkan citacita dan tujuan NKRI, terwujudnya kepemerintahan yang baik, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bertanggung jawab, dan bebas KKN. (a) Transformasi nilai. Tata nilai dalam suatu sistem berperan melandasi, memberikan acuan, menjadi pedoman perilaku, dan menghikmati eksistensi dan dinamika unsur-unsur lainnya dalam sistem administrasi Negara termasuk birokrasi. Reformasi birokrasi yang hendak dilakukan pertama-tama harus menjaga konsistensinya dengan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi negara yang menjadi dasar eksistensi dan acuan perilaku sistem dan proses administrasi negara bangsa ini. Reformasi birokrasi harus merefleksikan transformasi nilai. Dasar kegitimasi eksistensi setiap individu dan institusi di negeri ini adalah kompetensi dan kontribusinya masing-masing dalam mengaktualisasikan dan mewujudkan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi kita. Dalam pembukaan UUD 1945 terkandung dimensi-dimensi nilai, yang secara keseluruhan terdiri dari dimensi spiritual, berupa pengakuan terhadap eksistensi, kemahakekuasaan, dan curahan rahmat Allah SWT dalam perjuangan bangsa pada aline
  • 17. 17 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| tiga); dimensi kultural, berupa landasan falsafah negara yaitu Pancasila.; dan dimensi institusional, berupa cita-cita (alinea dua) dan tujuan bernegara, serta nilai-nilai yang terkandung dalam bentuk negara dan system penyelenggaraan pemerintahan negara (alinea empat).4 Penempatannya dalam konstitusi, menjadikannya sebagai nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan bangsa, yang harus diwujudkan dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan dalam hubungan antar bangsa;, sebagai acuan pokok dalam pengembangan “visi, misi, dan strategi” bagi setiap individu dan institusi dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dewasa ini dan di masa datang. Dimensi- dimensi nilai itu pulalah yang harus kita aktualisasikan dalam dan melalui reformasi birokrasi dalam berbagai aspeknya, dengan penyusunan visi,misi, dan strategi yang tepat dan efektif dalam pencapaian kinerja yang terarah pada pencapaian tujuan bernegara. (2) Penataan Organisasi dan Tata Kerja. Penataan organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah didasarkan pada visi, misi, sasaran, strategi, agenda kebijakan, program, dan kinerja kegiatan yang terencana; dan diarahkan pada terbangunnya sosok birokrasi dengan tugas dan tanggung jawab yang jelas, ramping, desentralistik, efisien, efektif, berpertanggung jawaban, terbuka, dan aksesif; serta terjalin dengan jelas satu, sama lain sebagai satu kesatuan birokrasi nasional dalam SANKRI. Seiring dengan itu, penyederhanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur, serta antara aparatur dengan masyarakat dan dunia usaha berorientasi pada kriteria dan mekanisme yang impersonal terarah pada penerapan pelayanan prima (peningkatan efisiensi dan mutu pelayanan); peningkatan kesejahteraan sosial dalam arti luas; serta peningkatan kreativitas, otoaktivitas, dan produktivitas nasional. (3) Pemantapan Sistem Manajemen. Dengan makin meningkatnya dinamika masyarakat dalam penyelenggaraan negara dan kegiatan pembangunan, pengembangan sistem manajemen pemerintahan perlu 4 Konstitusi negara kita menegaskan bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang
  • 18. 18 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| demokratis, berbentuk negara kesatuan dengan sistem dan proses kebijakan yang mengakomodasikan peran masyarakat yang luas (terbuka, partisipatif, dan akuntabel). Pengambilan keputusan politik yang strategis dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, itu dilakukan bersama secara musyawarah dan mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan [MPR; DPR(D)] sebagai representasi rakyat bangsa dari dan di seluruh wilayah negara yang terbagi atas daerah besar (provinsi) dan kecil (Kabupaten/Kota, dan Desa) dengan kewenangan-kewenangan otonomi tertentu. Berbagai kebijakan pemerintahan tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan perundangan tertentu (Ketetapan MPR, UU, PP, Perpu, Keppres, dan Perda). Undang-Undang, PP dan Perda tentang substansi masalah publik tertentu ditetapkan pemerintah setelah mendapatkan persetujuan DPR(D) dan pelaksanaannya harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada publik. Sebagai kebijakan yang dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa untuk mencapai tujuan bernegara, keseluruhannya harus terjaga keserasian dan keterpaduanya satu sama lain. Dari sini kita melihat dimensi penting lainnya yang terkandung dalam dimensi- dimensi nilai SANKRl yaitu “kepastian hukum, demokrasi, kebersamaan, partisipasi, keterbukaan, desentralisasi kewenangan serta pengawasan dan pertanggungjawaban”. (Mustopadidjaja AR, 2001). diprioritaskan pada revitalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik yang berkepastian hukum, kondusif, transparan, dan akuntabel, disertai dukungan sistem informatika yang terarah pada pengembangan e- administration atau e-government. Peran birokrasi lebih difokuskan sebagai agen pembaharuan, sebagai motivator dan fasilitator bagi tumbuh dan berkembangnya swakarsa dan swadaya serta meningkatnya kompetensi dan produktivitas masyarakat dan dunia usaha di seluruh wilayah negara. Dengan demikian, dunia usaha dan masyarakat dapat menjadi bagian dari masyarakat yang terus belajar (learning community), mengacu pada terwujudnya masyarakat maju, mandiri, sejahtera, dan berdaya saing tinggi.
  • 19. 19 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| (4) Peningkatan Kompetensi SDM, Aparatur. Sosok birokrat – ataupun SDM aparatur (pegawai negeri) pada umumnya - penampilannya harus profesional sekaligus taat hukum, netral, rasional, demokratik, inovatif, mandiri, memiliki integritas yang tinggi serta menjunjung tinggi etika administrasi public dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan profesionalisme aparatur harus ditunjang dengan integritas yang tinggi, dengan mengupayakan terlembagakannya karakteristik sebagai berikut: (a) mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan bernegara, (b) memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam mengemban tugas pengelolaan pelayanan dan kebijakan publik, (c) berkemampuan melaksanakan tugas dengan terampil, kreatif dan inovatif, (d) taat asas, dan disiplin dalam bekerja berdasarkan sifat dan etika profesional, (e) memiliiki daya tanggap dan sikap bertanggung gugat (akuntabilitas), (f) memiliki jati diri sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, serta bangga terhadap profesinya sebagai pegawai negeri, (g) memiliki derajat otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan berbagai keputusan sesuai kewenangan, dan (h) memaksimalkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas. Selain itu perlu pula diperhatikan reward system yang kondusi (baik dalam bentuk gaji maupun perkembangan karier yang didasarkan atas sistem merit; serta finalty system yang bersifat preventif dan repressif. Mengantisipasi tantangan global, pembinaan sumber daya manusia aparatur negara juga perlu mengacu pada standar kompetensi internasional (world class).Selanjutnya, reformasi birokrasi dalam konsteks pembangunan system administrasi negara tersebut, baik di pusat maupun di daerah-daerah, perlu memperhatikan aktualisasi nilai dan prinsip-prinsip berikut. Pertama, demokrasi dan pemberdayaan. Hidupnya demokrasi dalam suatu Negara bangsa, dicerminkan oleh adanya pengakuan dan penghormatan negara dan seluruh unsur aparatur negara atas hak dan kewajiban warga negara, termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan dan mengekspresikan diri secara rasional sebagai wujud rasa tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, dan pemberdayaan bagi mereka yang dalam posisi lemah secara rasional dan berkeadilan. Demokrasi tidak hanya
  • 20. 20 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| mempunyai makna dan berisikan kebebasan, tetapi juga tanggung jawab; demokrasi juga mengandung tuntutan kompetensi dan bermakna kearifan dalam memikul tanggung jawab dalam mewujudkan tujuan bersama, yang dilakukan berkeadaban, disertai komitmen tinggi untuk menegakan kepentingan publik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kebenaran.Dalam hubungan itu, birokrasi dalam mengemban tugas pemerintahan dan pembangunan, tidak harus berupaya melakukan sendiri, tetapi mengarahkan (“steering rather than rowing”), atau memilih kombinasi yang optimal antara steering dan rowing apabila langkah tersebut merupakan cara terbaik untuk mencapai kesejahteraan sosial yang maksimal. Yang jelas sesuatu yang sudah bisa dilakukan oleh masyarakat, tidak perlu dilakukan lagi oleh pemerintah. Apabila masyarakat atau sebagian dari mereka belum mampu atau tidak berdaya, maka harus dimampukan atau diberdayakan (empowered). Pemberdayaan berarti pula memberi peran kepada masyarakat lapisan bawah di dalam keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan pembangunan. Dalam rangka memberdayakan masyarakat dalam memikul tanggung jawab pembangunan, peran pemerintah dapat direinveting antara lain melalui (a) pengurangan hambatan dan kendala-kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat, (b) perluasan akses pelayanan untuk menunjang berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat, dan (e) pengembangan program untuk lebih meningkatkan keamampuan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat berperan aktif dalam memanfaatkan dan mendayagunakan sumber daya produktif yang tersedia sehingga memiliki nilai tambah tinggi guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Kedua, pelayanan. Upaya pemberdayaan memerlukan semangat untuk melayani masyarakat (“a spirit of public services”), dan menjadi mitra masyarakat (“partner of society”); atau melakukan kerja sama dengan masyarakat (“coproduction atau partnership”). Hal tersebut memerlukam perubahan perilaku yang antara lain dapat dilakukan melalui pembudayaan kode etik (“code of ethical conducts”) yang didasarkan pada dukungan lingkungan (“enabling strategy”) yang diterjemahkan ke dalam standar tingkah laku yang dapat diterima umum, dan dijadikan acuan perilaku aparatur pemerintah baik di pusat
  • 21. 21 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| maupun di daerah-daerah. Pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku “melayani, bukan dilayani”, “mendorong, bukan menghambat”, “mempermudah, bukan mempersulit”, “sederhana, bukan berbelitbelit”, “terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang”. Makna administrasi publik sebagai wahana penyelenggaraan pemerintahan negara, yang esensinya “melayani publik”, harus benar-benar dihayati para penyelenggara pemerintahan negara. Ketiga, transparansi. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, di samping mematuhi kode etik, aparatur dan sistem manajemen publik harus mengembangkan keterbukaaan dan sistem akuntabilitas, bersikap terbuka dan bertanggung jawab untuk mendorong para pimpinan dan seluruh sumber daya manusia di dalamnya berperan dalam mengamalkan dan melembagakan kode etik dimaksud, sehingga dapat menjadikan diri mereka sebagai panutan masyarakat; dan itu dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan tanggung jawab dan pertanggungjawaban kepada masyarakat dan negara. Upaya pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha, peningkatan partisipasi dan kemitraan, selain (1) memerlukan keterbukaan birokrasi pemerintah, juga (2) memerlukan langkah-Iangkah yang tegas dalam mengurangi peraturan dan prosedur yang menghambat kreativitas dan otoaktivitas mereka. serta (3) memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berperan serta dalam proses penyusunan peraturan kebijaksanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. Pemberdayaan dan keterbukaan akan lebih mendorong akuntabilitas dalam pemanfaatan sumber daya, dan adanya keputusan-keputusan pembangunan yang benar-benar diarahkan sesuai prioritas dan kebutuhan masyarakat, serta dilakukan secara riil dan adil sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat. Keempat, partisipasi. Masyarakat diikutsertakan dalam proses menghasilkan public good and services dengan mengembangkan pola kemitraan dan kebersamaan, dan bukan semata-mata dilayani. Untuk itulah kemampuan masyarakat harus diperkuat (“empowering rather than serving”), kepercayaan masyarakat harus meningkat, dan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi ditingkatkan. Konsep pemberdayaan (“empowerment”) juga selalu
  • 22. 22 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| dikaitkan dengan pendekatan partisipasi dan kemitraan dalam manajemen pembangunan, dan memberikan penekanan pada desentralisasi dalam proses pengambilan keputusan agar diperoleh hasil yang diharapkan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam pelaksanaan pembangunan. Dalam hubungan itu perlu dicatat pentingnya peranan keswadayaan masyarakat, dan menekankan bahwa focus pembangunan yang hakiki adalah peningkatan kapasitas perorangan dan kelembagaan (“capacity building”). Jangan diabaikan pula penyebaran informasi mengenai berbagai potensi dan peluang pembangunan nasional, regional, dan global yang terbuka bagi daerah; serta privatisasi dalam pengelolaan usahausaha negara. Kelima, kemitraan. Dalam membangun masyarakat yang modern dimana dunia usaha menjadi ujung tombaknya, terwujudnya kemitraan, dan modernisasi dunia usaha terutama usaha kecil dan menengah yang terarah pada peningkatan mutu dan efisiensi serta produktivitas usaha amat penting, khususnya dalam pengembangan dan penguasaan teknologi dan manajemen produksi, pemasaran, dan informasi. Dalam upaya mengembangkan kemitraan dunia usaha yang saling menguntungkan antara usaha besar, menengah, dan kecil, peranan pemerintah ditujukan kearah pertumbuhan yang serasi. Pemerintah berperan dalam menciptakan iklim usaha dan kondisi lingkungan bisnis, melalui berbagai kebijaksanaan dan perangkat perundang-undangan yang mendorong terjadinya kemitraan antarskala usaha besar, menengah, dan kecil dalam produksi dan pemasaran barang dan jasa, dan dalam berbagai kegiatan ekonomi dan pembangunan lainnya, serta pengintegrasian usaha kecil ke dalam sector modern dalam ekonomi nasional, serta mendorong proses pertumbuhannya. Dalam proses tersebut adanya kepastian hukum sangat diperlukan. Keenam, desentralisasi. Desentralisasi merupakan wujud nyata dari otonomi daerah, merupakan amanat konstitusi, dan respons atas tuntutan demokratisasi dan globalisasi. Peningkatan kompetensi dan Penguatan kelembagaan sangat diperlukan dalam mewujudkan format otonomi daerah tersebut, termasuk kemampuan dalam proses pengambilan keputusan dan pemberian perizinan, yang tetap terarah pada keterikatan dan pada
  • 23. 23 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| perwujudan cita-cita dan tujuan NKRI. Perubahan-perubahan yang cepat di segala bidang pembangunan menuntut pengambilan keputusan dan pelayanan yang tidak terpusat, tetapi tersebar sesuai dengan fungsi, kewenangan, dan tangungjawab yang ada di daerah. Karena pembangunan pada hakekatnya dilaksanakan di daerah-daerah, berbagai kewenangan yang selama ini ditangani oleh pemerintah pusat telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Langkah-Iangkah serupa perIu diikuti pula oleh organisasi-organisasi dunia usaha, khususnya perusahaan-peusahaan besar yang berkantor pusat di Jakarta, sehingga pengambilan keputusan bisnis bisa pula secara cepat dilakukan di daerah. Perbedaan perkembangan antar daerah mempunyai implikasi yang berbeda pada macam dan intensitas peranan pemerintah, namun pada umumnya masyarakat dan dunia usaha memerIukan (a) desentralisasi dalam pemberian perizinan, dan efisiensi pelayanan birokrasi bagi kegiatan- kegiatan dunia usaha di bidang sosial ekonomi, (b) penyesuaian kebijakan pajak dan perkreditan yang lebih nyata bagi pembangunan di kawasan-kawasan tertinggal, dan sistem perimbangan keuangan pusat dan daerah yang sesuai dengan kontribusi dan potensi pembangunan daerah, serta (c) ketersediaan dan kemudahan mendapatkan informasi mengenai potensi dan peluang bisnis di daerah dan di wilayah lainnya kepada daerah di dalam upaya peningkatan pembangunan daerah. Ketujuh, konsistensi kebijakan, dan kepastian hukum. Tegaknya hukum yang berkeadilan secara efektif merupakan jasa pemerintahan yang terasa teramat sulit diwujudkan, namun mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pernerintahan yang baik dan bersih, justru di tengah kemajemukan, merajalelanya KKN termasuk money politics, berbagai ketidakpastian perkembangan lingkungan, dan menajamnya persaingan. Peningkatan dan efisiensi nasional membutuhkan penyesuaian kebijakan dan perangkat perundang-undangan, namun tidak berarti harus mengabaikan kepastian hukum. Adanya kepastian hukum merupakan indikator professionalisme dan syarat bagi kredibilitas pemerintahan, sebab bersifat vital dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta dalam pengembangan hubungan internasional.
  • 24. 24 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| Tegaknya kepastian hukum juga mensyaratkan kecermatan dalam penyusunan berbagai kebijakan pembangunan. Sebab berbagai kebijakan public tersebut pada akhirnya harus dituangkan dalam sistem perundang-undangan untuk memiliki kekuatan hukum dan harus mengandung kepastian hukum. Wujud dari cita-cita reformasi birokrasi adalah berupa sistem dan proses pemerintahan negara berdasarkan hukum yang merupakan perwujudan atas nilai peradaban dan kemanusiaan yang luhur, dilaksanakan dengan penuh kearifan, ketaatan, atau kepatuhan sebagai aparatur negara, warga negara, dan warga masyarakat dunia. Dengan demikian hukum dapat ditempatkan pada tingkat yang paling tinggi, yang pada akhirnya tidak boleh lagi menjadi subordinasi dari bidang-bidang lain, tapi menghikmati bidang-bidang lain. Pembangunan hukum harus ditujukan untuk mencapai tegaknya supremasi hukum, sehingga kepentingan ekonomi dan politik tidak dapat lagi memanipulasi hukum sebagaimana lazimnya terjadi. Pembangunan hukum sebagai sarana mewujudkan supremasi hukum, harus diartikan bahwa hukum termasuk penegakan hukum, harus diberikan tempat yang strategis sebagai instrument utama yang akan mengarahkan, menjaga dan mengawasi jalannya pemerintahan. Hukum juga harus bersifat netral dalam menyelesaikan potensi konflik dalam hidup dan kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Penegakan hukum harus dilakukan secara sistematis, terarah dan dilandasi oleh konsep yang jelas, dan integritas yang tinggi. Selain itu penegakan hukum harus benar-benar ditujukan untuk meningkatkan jaminan dan kepastian hukum dalam masyarakat, baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga keadilan dan perlindungan hukum terhadap HAM benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat. Untuk menjamin adanya pemerintah yang bersih (clean government) serta kepemerintahan yang baik (good governance), maka pelaksanaan pembangunan hukum harus memenuhi asas-asas kewajiban prosedural (fairness), pertanggungjawaban publik (acqountability) dan dapat dipenuhi kewajiban untuk peka terhadap aspirasi masyarakat (responsibility). Akuntabilitas secara filosofik timbul karena adanya kekuasaan yang berupa amanah yang diberikan kepada orang atau pihak tertentu untuk menjalankan tugasnya dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan, serta berdasarkan visi, misi, dan strategi. Dari
  • 25. 25 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| pengertian di atas tersirat bahwa pihak yang diberikan amanah harus memberikan laporan atas tugas yang telah dipercayakan kepadanya, dengan mengungkapkan segala sesuatu yang dilakukan, dilihat, ataupun dirasakan, yang mencerminkan keberhasilan dan kegagalan. Dengan kata lain laporan akuntabilitas bukan sekedar laporan kepatuhan dan kewajajaran pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi juga termasuk berbagai indikator kinerja yang dicapai, di samping kewajiban untuk menjawab pertanyaan mendasar tentang apa yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini si penerima amanah harus dapat dan berani mengungkapkan dalam laporannya semua kegagalan yang terjadi berkenaan dengan kebijakan yang teIah dikeluarkan oleh pihak yang lebih tinggi. Secara analitik, akuntabilitas dapat pula dilihat dari segi internal dan eksternal. Secara internal, dapat pula diidentifikasi akuntabilitas spiritual seseorang. Dalam hubungan ini akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang seorang kepada Tuhannya. Hal ini adalah sesuai dengan tata nilai yang terkandung dalam konstitusi. Akuntabilitas ini meliputi pertanggungjawaban sendiri mengenai segala sesuatu yang dijalankannya, hanya diketahui dan difahami yang bersangkutan. Semua tindakan akuntabilitas spiritual didasarkan pada hubungan orang bersangkutan dengan Tuhan. Namun apabila betul-betul dilaksanakan dengan penuh iman dan taqwa, kesadaran akan akuntabilitas spiritual ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pencapaian kinerja kelembagaan. Itulah sebabnya mengapa seseorang dapat melaksanakan pekerjaan dengan hasil yang berbeda dengan orang lain, atau mengapa suatu instansi menghasilkan kuantitas dan kualitas yang berbeda terhadap suatu pekerjaan yang sama-sama dikerjakan oleh instansi lainnya walaupun uraian tugas pokok dan fungsinya telah nyata-nyata dijelaskan secara rinci. Akuntabilitas dapat pula dilihat dari sisi eksternal, yaitu akuntabilitas orang tersebut kepada lingkungannya baik lingkungan formal (atasan bawahan) maupun lingkungan masyarakat. Kegagalan seseorang memenuhi akuntabilitas eksternal mencakup pemborosan waktu, pemborosan sumber dana dan sumber-sumber daya pemerintah yang lain, kewenangan, dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Akuntabilitas eksternal lebih
  • 26. 26 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| mudah diukur mengingat norma dan standar yang tersedia rnemang sudah jelas. Kontrol dan penilaian dari factor ekternal sudah ada dalam mekanisme yang terbentuk dalum suatu sistem dan prosedur kerja. Seorang atasan akan memantau pekerjaan bawahanya dan akan memberikan teguran apabila terjadi penyimpangan. Rekan kerja akan saling mengingatkan dalam pencapaian akuntabilitas masing-masing. Hal ini dapat terwujud dikarenakan ada saling ketergantungan di antara mereka. Masyarakat dan lembaga-Iembaga pengontrol dan penyeimbang akan bersuara dengan lantang apabila pelayanan yang diterimanya dari birokrasi tidak seperti yang diharapkannya. Dengan penerapan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah maka keberpihakan birokrasi pada kepentingan masyarakat akan menjadi lebih besar serta dapat mempertahankan posisi netralnya. Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah ini juga akan menjadi semacam sistem pengendalian internal bagi birokrasi. C. TEORI BIROKRASI WEBER DALAM PRAKTEK Mencermati tahun 1997 awal krisis ekonomi yang melanda Indonesia hingga sekarang ini, maka dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia tidak memiliki dasar yang kuat untuk dapat tegar menghadapi perubahan-perubahan global. Berbagai tekanan yang datang dari dalam dan luar negeri selalu menghasilkan perubahan ke arah yang lebih buruk dalam kinerja ekonomi, struktur sosial masyarakat, dan struktur politik bangsa. Pemerintah selalu mengalami kesulitan dalam upayanya mengentaskan bangsa ini bangkit dari keterpurukan ekonomi, sosial, dan politik. Krisis demi krisis akhirnya menghancurkan modal sosial bangsa. Pada sisi lain terdapat penurunan kemampuan kinerja birokrasi, yang dalam konteks negara berkembang, akan sangat berpengaruh terhadap kinerja bangsa secara menyeluruh. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 di beberapa daerah menghasilkan pemahaman yang tidak tepat. Pemahaman yang keliru ini meningkatkan ketidakpastian ekonomi, sosial, dan politik, sementara biaya penyelenggaraan Pemerintah juga meningkat. Apa yang perlu dilakukan oleh birokrasi Indonesia dalam suasana yang tidak menentu? Birokrasi dalam pengertian di sini adalah organisasi besar dengan staf yang bekerja penuh waktu
  • 27. 27 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| yang memiliki sistem penilaian standar, dan hasil kerjanya tidak dinilai secara langsung di pasar eksternal. Perubaban dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tidak menghasilkan output yang menguntungkan masyarakat luas. Bahkan terkesan, masyarakat semakin sulit memperoleh hak pelayanan publik. Dunia usahapun konon semakin terperosok. Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang sating terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi kita saat ini. Namun, kita harus akui bahwa peralihan dari sistem otoritarian ke system demokratik dewasa ini merupakan periode yang amat sulit bagi proses reformasi birokrasi. Apalagi, kalau dikaitkan dengan kualitas birokrasi pemerintahan maupun realisasi otonomi daerah, serta maraknya penyalahgunaan wewenang pada birokrasi pemerintahan yangdiperkirakan semakin sistemik dan bahkan merata ke daerah-daerah. Globalisasi tak hanya menuntut peningkatan peran sektor swasta, tetapi juga menuntut sektor publik untuk memperbaiki kinerjanya dalam rangka melayani kebutuhan pasar global. Hal ini telah berlangsung di Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina. Di Singapura, misalnya, munculnya pasar global ditanggapi perrnerintah dengan meningkatkan kompetensi civil service agar mereka mampu menjawab tantangan zaman dan lebih kompetitif di dunia internasional. Birokrasi di Malaysia lebih diorientasikan ke bisnis untuk menggantikan peran aktif birokrasi dalam pembangunan dan meredefinisi perannya sebagai fasilitator dalam aktivitas sektor swasta. Dalam kasus di Thailand, munculnya peran birokrasi publik adalah untuk memfasilitasi kebijakan pro-pasar seperti privatisasi dan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan sektor swasta seperti business licensing, perdagangan internasional, dan pengawasan fiskal. Perubahan birokrasi di Thailand belakangan ini juga lebih menempatkan dirinya sebagai katalisator untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi yang civil service-nya berperan sebagai
  • 28. 28 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| pendukung dan bukannya pemimpin. Hal yang sama juga dilakukan Filipina. Hal ini dengan jelas menunjukkan bahwa perubahan birokrasi itu menekankan perlunya keterbukaan struktural untuk memungkinkan terjadinya pertukaran gagasan dan perubahan inovasi. Meski demikian, tidak semua negara berhasil melakukan perubahan birokrasi. Singapura dan Malaysia tergolong cukup efektif mewujudkan beberapa reformasi administrasi, antara lain karena stabilitas politik dan kerja sama yang baik antara birokrasi dan pemimpin politik. Sementara itu, Indonesia, Thailand, dan Filipina kurang efektif dalam mewujudkan perubahan administrasi karena dominannya aparat birokrasi dan adanya konflik atau kolusi antara birokrasi dan elite politik. Berkenaan dengan orientasi baru birokrasi yang lebih melihat ke pasar, kelak diharapkan keputusan didasarkan pada analisis Iogis dan melihat secara jeli implikasi dari kebijakan pro- pasar untuk legitimasi birokrasi publik, moralitas, dan motivasi pegawai negeri, serta mempertimbangkan manfaat dan kerugiannya bagi penduduk. Untuk itu, pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan perbedaan mendasar antara sektor public dan sektor swasta dalam hal tujuan, struktur, norma-norma, meneliti secara kritis pelaksanaan ekonomi, sosial, dan keuntungan serta kerugian administrasi dalam transisi birokrasi, mengidentifikasi siapa saja yang diuntungkan dan siapa yang tidak diuntungkan dari perubahan birokrasi. Pola birokrasi yang cenderung sentralisitik, dan kurang peka terhadap perkembangan ekonomi, sosial dan politjk masyarakat harus ditinggalkan, dan diarahkan seiring dengan tuntutan masyarakat. Harus diciptakan Birokrasi yang terbuka, professional dan akuntabel. Birokrasi yang dapat memicu pemberdayaan masyarakat, dan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat tanpa diskriminasi. Birokrasi demikian dapat terwujud apabila terbentuk suatu sistem di mana terjadi mekanisme Birokrasi yang efisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang konstiruktif di antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Saat ini posisi, wewenang dan peranan Birokrasi masih sangat kuat, baik dalam mobilisasi sumber daya pembangunan, perencanaan, maupun pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan yang masih terkesan sentralistik. Di samping itu, kepekaan Birokrasi untuk mengantisipasi tuntutan perkembangan masyarakat mengenai perkembangan ekonomi, sosial dan politik sangat kurang sehingga kedudukan birokrasi yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat cenderung bersifat vertical
  • 29. 29 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| top down daripada horizontal partisipative. Birokrasi masih belum efisien, yang antara lain ditandai dengan adanya tumpang tindih kegiatan antar instansi dan masih banyak fungsi-fungsi yang sudah seharusnya dapat diserahkan kepada masyarakat masih ditangani pemerintah. Dengan makin besarnya peran yang dijalankan oleh masyarakat, maka seharusnya peran Birokrasi lebih cenderung sebagai agen pembaharuan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, fungsi pengaturan dan pengendalian yang dilakukan oleh Negara adalah perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang berfungsi sebagai motivator dan fasilitator guna tercapainya swakarsa dan swadaya masyarakat termasuk dunia usaha. Peran lain yang seharusnya dijalankan oleb birokrasi adalah sebagai consensus building, yaitu membangun pemufakatan antara negara, sektor swasta dan masyarakat. Peran ini harus dijalankan oleh birokrasi mengingat fungsinya sebagai agen pembaharuan dan faslitator. Sebagai agen perubahan, birokrasi harus mengambil inisiatif dan memelopori suatu kebijakan atau tindakan. Sedangkan sebagai fasilitator, Birokrasi harus dapat memfasilitasi kepentingankepentingan yang muncul dari masyarakat, sektor swasta maupun kepentingan negara. Selain itu, pemisahan peran yang melekat pada aparatur pemerintah menjadi suatu keharusan. Aparatur pemerintah adalah pelayan publik yang harus melayani masyarakat apapun latar belakangnya. Perbedaan ideologi maupun pilihan potitik tidak boleh menghalangi perannya sebagai pelayan masyarakat. Dalam rangka optimasi peran birokrasi sebagaimana dikemukakan diatas, kebijaksanaan debirokratisasi, deregulasi, dan desentralisasi perlu dilanjutkan dan dikawal pelaksanaannya, peningkatan pelayanan kepada masyarakat harus terusmenerus ditingkatkan dan diusahakan. Reformasi birokrasi menjadi usaha mendesak mengingat implikasinya yang begitu luas bagi masyarakat dan negara. Perlu usaha-usaha serius agar pembaharuan birokrasi menjadi lancar dan berkelanjutan. Beberapa poin berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menuju reformasi birokrasi. Langkah internal :
  • 30. 30 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| 1. Meluruskan orientasi Reformasi birokrasi harus berorientasi pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaan. Perubahan birokrasi harus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi birokrasi harus bermuara pada pelayanan masyarakat. 2. Memperkuat komitmen Tekad birokrat untuk berubah harus ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa disertai tekad yang kuat dari birokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akan menghadapi banyak kendala. Untuk memperkuat tekad perubahan di kalangan birokrat perlu ada stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan, tetapi pada saat yang sama tidak memberikan ampun bagi mereka yang membuat kesalahan atau bekerja tidak benar. 3. Membangun kultur baru Kultur birokrasi kita begitu buruk, konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur kerja berbelit -belit dan penyalahgunaan status perlu diubah. Sebagai gantinya, dilakukan pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara terbuka, serta jelas kode etiknya. 4. Rasionalisasi Struktur kelembagaan birokrasi cenderung gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi kelembagaan dan personalia menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi ramping dan lincah dalam menyelesaikan permasalahan serta dalam menyesuaikan dengan perubahan- perubahan yang terjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi informasi. 5. Memperkuat payung hukum Upaya reformasi birokrasi perlu dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan hukum yang jelas bisa menjadi koridor dalam menjalankan perubahan- perubahan . 6. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
  • 31. 31 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| Semua upaya reformasi birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai sumber daya manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai diperlukan penataan dan sistem rekrutmen kepegawaian, sistem penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan peningkatan kesejahteraan. 7. Reformasi birokrasi dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah perlu dilakukan: a) Pelaksanaan otonomi daerah menuntut pembagian sumber daya yang memadai. Karena selama ini pendapatan keuangan negara ditarik ke pusat, sekarang sudah dimulai dan harus terus dilakukan distribusi lokal. Karena terdapat kesenjangan dalam sumber daya lokal, maka power sharing mudah dilakukan tapi reventte sharing lebih sulit dilakukan. b) Untuk memenuhi otonomi, perlu kesiapan daerah untuk diberdayakan, karena banyak urusan negara yang perlu diserahkan ke daerah. Kecenderungan swasta berperan sebagai pemain utama, tentu memberi dampak kompetisi berdasarkan profesionalitas. Langkah eksternal : 1. Komitmen dan keteladanan elit politik Reformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar negara yang mengalami tradisi buruk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisi lama dan menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpinpemimpin yang berani dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan adalah keberanian memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat. 2. Pengawasan masyarakat
  • 32. 32 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| Reformasi birokrasi akan berdampak langsung pada masyarakat, karena peran birokrasi yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada tataran ini masyarakat dapat dilibatkan untuk mengawasi kinerja birokrasi. Patut rnenjadi perhatian semua pihak bahwa birokrasi merupakan kekuatan yang besar sekali. Kegiatannya menyentuh hampir setiap kehidupan warga negara. Maka kebijakan yang dibuat oleh birokrasi sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Karena warga yang hidup dalam suatu negara terpaksa menerima kebijaksanaan yang telah dibuat oleh birokrasi, selain itu memang birokrasi merupakan garis terdepan yang berhubungan dengan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut, tidak berlebihan bila dikatakan, gagalnya upaya untuk membenahi birokrasi akan berdampak luas pada nasib rakyat, dan tentu saja berdampak pada proses demokratisasi. Nasib rakyat akan semakin terpuruk karena kualitas pelayan publik dan tidak berfungsinya pelayanan publik karena akan cenderung mendistorsi proses menuju keadilan dan kesejahteraan rakyat. Pemilu 2004 merupakan momentum penting untuk melanjutkan proses reformasi birokrasi. Pergantian kepemimpinan sejak masa reformasi tidak berpengaruh pada kinerja birokrasi. Reformasi birokrasi sebenarnya sudah dilakukan secara internal. Perubahan struktur organisasi dan program kerja sudah dijalankan. Walaupun demikian, kinerjanya tetap tidak berubah bahkan cenderung semakin buruk. Kasus-kasus penyalahgunaan wewenang semakin meningkat tidak hanya terjadi di lembaga eksekutif melainkan meluas kelembaga legislatif dan yudikatif. Kecenderungan meluasnya kasus-kasus tidak hanya terjadi di tingkat pusat, tetapi juga meluas ke daerah. Hal itu bisa dimaklumi karena perubahan- perubahan internal itu dilakukan semata-mata hanya berdasarkan keinginan sesaat ketika eforia reformasi berlangsung. Pergantian kepemimpinan pasca reformasi tidak mengubah perilaku ini, bahkan terjadi hal yang sebaliknya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabannya adalah tidak adanya komitmen dan keteladanan dari para pemimpin. Perencanaan dan program reformasi sebaik apapun tidak akan bisa dijalankan kalau tidak ada komitmen dan keteladanan dari para
  • 33. 33 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| pemimpin. Oleh karena itu, mau tidak mau pada Pemilu 2004 kita harus mendapatkan pemimpin-pemimpin yang mempunyai komitmen dan keteladanan tidak hanya pada proses reformasi birokrasi melainkan pemimpin yang mempunyai komitmen dan keteladanan untuk mengubah masa depan bangsa menuju keadaan yang lebih baik.Hanya para pemimpin berkomitmen dan mampu memberi teladan serta benar- benar meluhurkan nilai-nilai moral dan akhlak, yang mampu menegakkan supremasi hukum dalam era pembangunan nasional berkelanjutan, dalam kerangka dasar membangun kembali Indonesia. Analisis kelebihan dan kekurangan Teori Birokrasi Weber 1. Agar Fokus, Birokrasi harus dicerna sebagai satu fenomena sosiologis. Dan birokrasi sebaiknya dipandang sebagai buah dari proses rasionalisasi. 2. Konotasi atau anggapan negatif terhadap birokrasi sebenarnya tidak mencerminkan birokrasi dalam sosoknya yang utuh. Birokrasi adalah salah satu bentuk dari organisasi, yang diangkat atas dasar alasan keunggulan teknis, di mana organisasi tersebut memerlukan koordinasi yang ketat, karena melibatkan begitu banyak orang dengan keahlian-keahlian yang sangat bercorak ragam. 3. Ada tiga kecenderungan dalam merumuskan atau mendefinisikan birokrasi, yakni: pendekatan struktural, pendekatan behavioral (perilaku) dan pendekatan pencapaian tujuan dari Max Weber a. Apa yang telah dikerjakan oleh Max Weber adalah melakukan konseptualisasi sejarah dan menyajikan teori-teori umum dalam bidang sosiologi. Di antaranya yang paling menonjol adalah teorinya mengenai birokrasi. b. Cacat-cacat yang seringkali diungkapkan sebenarnya lebih tepat dicerna sebagai disfungsi birokrasi. Dan lebih jauh lagi, birokrasi itu sendiri merupakan kebutuhan pokok peradaban modern. Masyarakat modern membutuhkan satu bentuk organisasi birokratik. Pembahasan mengenai birokrasi mempunyai kemiripan dengan apa yang diamati oleh teori organisasi klasik.
  • 34. 34 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| c. Dalam membahas mengenai otorita. Weber mengajukan 3 tipe idealnya yang terdiri dari: otorita tradisional, kharismatik dan legal rasional. Otorita tradisional mendasarkan diri pada pola pengawasan di mana legimitasi diletakkan pada loyalitas bawahan kepada atasan. Sedang otorita kharismatik menunjukkan legimitasi yang didasarkan atas sifat- sifat pribadi yang luar biasa. Adapun otorita legal rasional kepatuhan bawahan di dasarkan atas legalitas formal dan dalam yurisdiksi resmi. d. Kelemahan dari teori Weber terletak pada keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang. 4. Ada tujuh hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan organisasi birokratik Pentingnya Birokrasi a. Teori yang lama memandang birokrasi sebagai instrumen politik. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, teori tersebut ditolak, dengan menyatakan pentingnya peranan birokrasi dalam seluruh tahapan atau proses kebijakan publik. b. Menurut Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam peranan-nya sebagai "delegated legislation", "initiating policy" dan"internal drive for power, security and loyalty". c. Dalam membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus diperhati-kan, (1) bagaimana para birokrat dipilih, (2) apakah peranan birokrat dalam pembuatan keputusan, dan (3) bagaimana para birokrat diperintah. Dalam hubungannya dengan pertanyaan kedua, hal pertama yang perlu disadari adalah ada perbedaan antara proses pembuatan keputusan yang aktual dengan yang formal. Dalam kenyataan birokrat merupakan bagian dari para pembuat keputusan. 5. Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang berkembang dimana mereka semuanya telah memberikan prioritas kegiatannya pada penyelenggaraan pembangunan nasional. Di negara-negara ini kelemahan dan Problema dalam teori Birokrasi weber
  • 35. 35 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| a. Kelemahan - kelemahan yang ada pada birokrasi terletak dalam hal: 1. Penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional 2. Terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki 3. Kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi 4. Berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi b. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan oleh K. Merton lebih merupakan "bureaucratic dysfunction" dengan ciri utamanya "trained incapacity''. c. Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepen-tingan kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan mekanisme kantrol internal. Teori birokrasi sistem perwakilan secara konseptual amat merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan. Karena teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional dan mengabaikan peranan pendidikan. D. ANALISIS Birokrasi di Indonesia tercipta sebagai warisan dari sejarah masa penjajahan dan pasca penjajahan kolonial. Pola kekuasaan dalam budaya Indonesia ( Ketimuran ) bercampur dengan budaya administrasi pemerintahan Barat menempatkan pencitraan birokrasi sebelum masa reformasi sebagai raja-raja kecil. Belum lagi, di masa pemerintahan Orde Baru, birokrasi mendapatkan tempat paling tinggi dalam tatanan masyarakat, bukan sebagai pelayan (pamong) rakyat, namun lebih sebagai dilayani rakyat. Penguatan jajaran birokrasi terutama setelah dilegitimasikannya
  • 36. 36 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| PNS untuk masuk dalam arena politik, sebagai kendaraan partai Soeharto, Golkar, memenangkan pemilihan umum sampai ke 7 kalinya. Setelah memahami birokrasi, maka hubungan insitusi pusat dan daerah dapat kita rumuskan. Pola hubungan sentralistis di masa Soeharto, fokus pada pemerintah pusat. Birokrasi di daerah merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat, sehingga sangat jarang terdengar putra daerah menduduki jabatan strategis pemerintahan daerah, seperti gubernur dan bupati. Namun, perubahan terjadi di era otonomi daerah tahun 1999, ketika desentralisasi membuat kekuasaan tidak lagi berada di tangan pusat, namun di daerah. Birokrasi di Indonesia pada dasarnya sulit untuk dirubah. Penolakan terhadap perubahan oleh birokrat dikarenakan adanyan dominasi sistem birokrasi kerajaan yang hingga saat ini masih melekat pada birokrat, sistem dimana para pejabat berhak melakukan sesuka apa yang dinginkannya. Sebagai contoh banyak sekali para pejabat diberbagai lingkungan departemen ataupun lembaga setingkat yang melakukan penyelewengan anggaran yang tertangkap basah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ataupun setelah bertahun tahun lamanya baru diketahui. Kecenderungan birokrasi dan birokratisasi pada masyarakat modern benar-benar dipandang memprihatinkan, sehingga digambarkan adanya ramalan mengenai makin menggejalanya dan berkembangnya praktek-praktek birokrasi yang paling rasionalpun, tidak bisa lagi dianggap sebagai kabar menggembirakan, melainkan justru merupakan pertanda malapetaka dan bencana baru yang menakutkan yakni munculnya patologi birokrasi. Hal itu dicirikan oleh kecenderungan patologi karena persepsi, perilaku dan gaya manajerial, masalah pengetahuan dan ketrampilan, tindakan melanggar hukum,keperilakuan, dan adanya situasi internal. bahwa birokrasi memiliki kecenderungan mengutamakan kepentingan sendiri (self serving), mempertahankan statusquo dan resisten terhadap perubahan, dan memusatkan kekuasaan. Hal inilah yang kemudian memunculkan kesan bahwa birokrasi cenderung lebih mementingkan prosedur daripada substansi, lamban dan menghambat kemajuan.
  • 37. 37 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| Birokrasi di kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia cenderung bersifat patrimonialistik : tidak efesien, tidak efektif (over consuming and under producing), tidak obyektif, menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik, tidak mengabdi kepada kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat otoritatif dan represif. Birokrasi di Indonesia ada kecenderungan berkembang kearah “parkinsonian”, dimana terjadinya proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali. Pemekaran yang terjadi bukan karena tuntutan fungsi, tetapi semata-mata untuk memenuhi tuntutan struktur. Disamping itu, terdapat pula kecenderungan terjadinya birokrasi “orwellian” yakni proses pertumbuhan kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi dikendalikan oleh birokrasi. Akibatnya, birokrasi Indonesia semakin membesar (big bureaucracy) dan cenderung tidak efektif dan tidak efesien. Pada kondisi yang demikian, sangat sulit diharapkan birokrasi siap dan mampu melaksanakan kewenangan – kewenangan barunya secara optimal. Seperi dibahas sebelumnya sistem birokrasi yang berlaku di Indonesia sekarang tidak dapat dilepaskan dari sejarah masa lalu dalam pemerintahan kerajaan, pemerintahan kolonial dan pemerintahan Orde Lama. masing-masing tahap tersebut membawa corak birokrasi sendiri. Dalam zaman kerajaan dimana feodalisme menjadi landasan birokrasi maka dituntut kesetiaan dan kepatuhan sepenuhnya terhadap raja dan para punggawa kerajaan, sebagai kelompok elit pemerintahan. Kepatuhan harus diwujudkan dengan melaksanakan segala peraturan dan perintah kerajaan dan tidak untuk mempertimbangkan untung rugi dan dampaknya. Sikap atau perilaku yang demikian dibarengi dengan timbulnya perasaan dan kepercayaan rakyat bahwa pihak kerajaan akan melindungi para kawula dari segala macam gangguan dan ancaman. Timbullah hubungan ketergantungan pelindung dan yang dilindungi. Hubungan demikian dikategorikan sebagai “patron-client relationship” Dalam birokrasi timbul hubungan “bapak-anak buah” secara khusus sebagaimana berlaku di Indonesia setelah kemerdekaan
  • 38. 38 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| Demikian juga “patrimonial of leadership” timbul dalam kondisi yang demikian. Didalamnya terdapat “traditional authority” dimana kepatuhan dan kesetiaan terhadap pemimpin karena ditopang oleh kewenangan yang bersumber pada tradisi. Birokrasi dalam kerajaan-kerajaan khususnya di Jawa atau birokrasi patrimonial dalam banyak hal masih terasa sampai kini Pada jaman kolonial kedaaan birokrasi kerajaan yang demikian itu tidak mengalami perubahan yang berarti tetapi justru dimanfaatkan dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga lebih efisien demi kepentingan penjajah. Dibuat peratuan-peraturan yang memaksa dan dalam pelaksanaannya memperalat elit pribumi (para bangsawan) dengan keuntungan sebesar-besamya. Pembentukan elit birokrasi yang demikian itu sangat menonjol di Jawa . Oleh karena itu birokrasi patrimonial yang berakar pada budaya Jawa tidak diubah tetapi ditambah bebannya oleh penjajah. Kemudian setelah Indonesia merdeka sampai dengan runtuhnya Orde Lama birokrasi patrimonial masih tetap melekat erat pada pemerintahan dan pembangunan. Pengaruh feodalisme dan kolonialisme masih terus berlanjut dan pola hubungan “patron-client ” menjadi referensi utama dalam birokrasi. Dalam Orde Lama orientasi keatas sangat kuat dan menentukan semua “Bapak” harus dihormati, ditaati dan pantang ditentang. Berbeda pendapatpun sebaiknya jangan. Oleh karena itu pada jaman Orde lama sang pemimpin atau birokrat menjadi tumpuan segala-galanya. Benih-benih tirani hidup subur dan puncak penyelewengannya menimbulkan segala macam kesengsaraan yang mendorong lahimya Orde baru. Babak baru dalam pemerintahan dan pembangunan dimulai dengan tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Namun demikian corak “birokrasi patrimonial” masih tetap menjadi warna yang dominant. Hubungan “Bapak- Anak buah” mempengaruhi hampir setiap segi penting kehidupan politik di Indonesia (termasuk strategi pembangunan ekonomi.
  • 39. 39 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| Adanya patrionalisme dalam birokrasi merupakan peninggalan sejarah politik dan ekonomi di Indonesia yang sampai sekarang tidak lekang panas dan tidak lapuk karena hujan. Hanya penerapannya yang berbeda sesuai dengan jamannya, prinsip dasarnya tetap sama. “Bagaimanapun juga munculnya birokrasi patrimonial dalam sistem administrasi negara dan sistem politik tidak dikarenakan masih kuatnya ikatan kultur tradisional yang paternalistik.” Masalahnya adalah bagaimana kita mampu memanfaatkannya dalam birokrasi pembangunan dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif yang ditimbulkannya. Meskipun sudah menjadi gejala yang sangat umum, ternyata pada setiap konteks sistem budaya masyarakat Indonesia, secara empirik birokrasi dan birokratisasi terlihat dalam pola perilaku yang beragam. Gejala demikian menunjukkan bahwa birokrasi dan birokratisasi tidak pernah tampil dalam bentuk idealnya. Beberapa alasan, mengapa bentuk ideal birokrasi tidak nampak dalam praktek kerjanya antara lain: Pertama, manusia birokrasi tidak selalu berada (exist) hanya untuk organisasi. Kedua, birokrasi sendiri tidak kebal terhadap perubahan sosial. Ketiga, birokrasi dirancang untuk semua orang. Keempat, dalam kehidupan keseharian manusia birokrasi berbeda-beda dalam kecerdasan, kekuatan, pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk peran dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi. Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator birokrasi lebih Berjaya hidup di dunia barat daripada di dunia timur. Hal ini dapat dipahami, karena di dunia barat birokrasi telah berkembang selama beberapa abad misal pada abad pertengahan dan seterusnya, perkembangan birokrasi semakin dipacu dan di dukung oleh masyarakat industri. Oleh karena rasionalitas birokrasi cenderung berhubungan dengan gejala industrialisasi, maka banyak negara yang bercita-cita menjadi masyarakatnya menjadi masyarakat industri dan mengadopsi model birokrasi rasional di dalamnya. Namun demikian, bagi masyarakat yang sedang berkembang termasuk Indonesia tidak semua kemanfaatan birokrasi rasional dapat dipetik dan dirasakan.
  • 40. 40 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| Apalagi birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat, maka kecaman dan pesimisme semakin muncul karena banyak anggota masyarakat merasakan bahwa berbagai pola tingkah laku yang telah merupakan kebiasaan dalam birokrasi tidak dapat mengikuti dan memenuhi tuntutan pembangunan dan perkembangan masyarakatnya. Sebagai contoh, di Indonesia adanya keadaan birokrasi publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang dikenal dengan istilah organizational slack yang ditandai dengan menurunnya kualitas pelayanan yang diberikannya. Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan akan lambannya penanganan pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam public alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling berwenang, responsif terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat segera mengambil inisiatif yang cepat dan tepat untuk menanggulanginya. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan birokrasi publik mengalami organizational slack yaitu antara lain pendekatan atau orientasi pelayanan yang kaku, visi pelayanan yang sempit, penguasaan terhadap administrative engineering yang tidak memadai, dan semakin bertambah gemuknya unit-unit birokrasi publik yang tidak difasilitasi dengan 3P (personalia, peralatan dan penganggaran) yang cukup dan handal (viable bureaucraticinfrastructure). Akibatnya, aparat birokrasi publik di Indonesia menjadi lamban dan sering terjebak ke dalam kegiatan rutin, tidak responsif terhadap aspirasi dan kepentingan publik serta lemah beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya. Sebagai konsekuensinya, perlu dipertanyakan mengenai posisi aparat pelayanan ketika berhadapan dengan masyarakat atau kliennya. Apakah birokrasi publik itu alat rakyat? Alat penguasa? Ataukah penguasa itu sendiri? Guna merespon kesan buruk birokrasi seperti itu, birokrasi di Indonesia perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain : (a) birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan; (b) birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern,
  • 41. 41 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat); (c) birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan system dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni : pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu; (d) birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu pembangunan; (e) birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif. Dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada tersentralisasi. Sebab, dengan struktur yang terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi dapat menyediakan pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya. Sedangkan dalam kontek persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan tenaga kerja atau aparat yang benar-benar memiliki kemampuan (capabelity), memiliki loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistencyatau coherency).Oleh karena itu, untuk merealisasikan kriteria ini Pemerintah Indonesia sudah seharusnya segera menyediakan dan mempersiapkan tenaga kerja birokrasi professional yang mampu menguasai teknik-teknik manajemen pemerintahan yang tidak hanya berorientasi pada peraturan (rule oriented) tetapi juga pada pencapaian tujuan (goal oriented). Istilah professional dan professionalisasi, Pertama, dipergunakan untuk menunjuk pada perubahan besar dalam struktur pekerjaan, dengan jumlah pekerjaan-pekerjaan professional, atau bahkan pekerjaan-pekerjaan halus (white collar jobs) yang meningkat secara relative dibandingkan dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya,baik sebagai akibat perluasan kelompok pekerjaan yang sudah ada ataupun sebagai akibat munculnya pekerjaanpekerjaan baru di bidang jasa. Kedua, dipergunakan dalam arti yang hampir sama
  • 42. 42 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| dengan peningkatan jumlah asosiasi pekerjaan yang mengupayakan adanya pengaturan rekrutmen dan praktek dalam bidang pekerjaan tertentu. Ketiga, memandang professionalisasi sebagai suatu proses yang jauh lebih rumit yang menunjuk pada suatu pekerjaan dengan sejumlah atribut prinsip-prinsip professional yang merupakan unsur-unsur pokok profesionalisme. Keempat, menunjuk pada suatu proses dengan urutan yang tetap, yaitu suatu pekerjaan dengan tahap-tahap perubahan organisatoris yang dapat diramalkan menuju bentuk akhir profesionalisme. Dengan demikian, manajemen strategi pelayanan publik yang professional harus lebih berorientasi pada paradigma goal governance yang didasarkan pada pendekatan manajemen baru baik secara teoritis maupun praktis. Sekaligus, paradigma goal governance ini diharapkan mampu menghilangkan praktek- praktek birokrasi Weberian yang negative seperti struktur birokrasi yang hierarkhikal yang menghasilkan biaya operasional lebih mahal (high cost economy) daripada keuntungan yang diperolehnya, merajalelanya red tape, rendahnya inisiatif dan kreativitas aparat, tumbuhnya budaya mediokratis (sebagai lawan dari budaya meritokratis) dan in-efesiensi.Substansi pelayanan publik selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pelayanan publik ini menjadi semakin penting karena senantiasa berhubungan dengan khalayak masyarakat ramai yang memiliki keaneka ragaman kepentingan dan tujuan. Oleh karena itu institusi pelayanan publik dapat dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Jika pemerintah, maka organisasi birokrasi pemerintahan merupakan organisasi garis terdepan (street level bureaucracy) yang berhubungan dengan pelayanan publik. Dan jika nonpemerintah, maka dapat berbentuk organisasi partai politik, organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan yang lain. Siapapun bentuk institusi pelayanananya, maka yang terpenting adalah bagaimana memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan,
  • 43. 43 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| birokrasi sebagai ujung tombak pelaksana pelayanan publik mencakup berbagai program- program pembangunan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah. Tetapi dalam kenyataannya, birokrasi yang dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan tersebut, seringkali diartikulasikan berbeda oleh masyarakat. Birokrasi di dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan (termasuk di dalamnya penyelenggaraan pelayanan publik) diberi kesan adanya proses panjang dan berbelit-belit apabila masyarakat menyelesaikan urusannya berkaitan dengan pelayanan aparatur pemerintahan. Akibatnya, birokrasi selalu mendapatkan citra negatif yang tidak menguntungkan bagi perkembangan birokrasi itu sendiri (khususnya dalam hal pelayanan publik). Strategi manajemen birokrasi profesional dalam pelayanan publik ini ditandai dengan beberapa karakteristik antara lain: Pertama, perubahan yang besar pada orientasi administrasi negara tradisional menuju ke perhatian yang lebih besar pada pencapaian hasil dan pertanggung jawaban pribadi pimpinan. Kedua, keinginan untuk keluar dari birokrasi klasik dan menjadikan organisasi,pegawai, masa pengabdian dan kondisi pekerjaan yang lebih luwes. Ketiga, tujuan organisasi dan individu pegawai disusun secara jelas sehingga memungkinkan dibuatkannya tolok ukur prestasi lewat indikator kinerjanya masing-masing, termasuk pula sistem evaluasi program-programnya. Keempat, staf pimpinan yang senior dapat memiliki komitmen politik kepada pemerintah yang ada, dan dapat pula bersikap non partisan dan netral. Kelima, fungsi-fungsi pemerintah bias dinilai lewat uji pasar (market test) seperti misalnya dikontrakkan pada pihak ketiga tanpa harus disediakan atau ditangani sendiri oleh pemerintah. Keenam, mengurangi peran-peran pemerintah misalnya lewat kegiatan privatisasi. Ketujuh,birokrasi harus steril dari akomodasi politik yang menghambat efektivitas pemerintahan. Kedelapan, rekruitmen dan penempatan pejabat birokrasi yang bebas dari kolusi, korupsi dan nepotism. Penerapan pendekatan manajemen profesional pada sektor publik ini telah banyak disuarakan oleh para pakar dengan berbagai label, misalnya dengan nama “managerialism”
  • 44. 44 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| “new public management” dan “ entrepreneurial government, Reinventing Government” .Apapun label yang dipergunakan, yang jelas pendekatan manajemen profesional ini telah merubah orientasi fokus peran dan fungsi birokrasi dalam pemerintahan yang semula lebih mementingkan “process” menuju ke “product”, atau dari “ rule governance” menuju ke “goal governance”. Tetapi perlu diingat, bahwa dalam perdebatan teoritis dari kedua kutub orientasi ini, baik rule governance maupun goal governance memiliki segi kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Kelemahan rule governance, misalnya, dianggap mempunyai penerapan peraturan yang kaku, bercirikan struktural hierarkhikal, pengawasan yang ketat, bersifat impersonal,dan sebagainya, sehingga menjadikan birokrasi sebagai “mesin rasional” yang menciptakan perilaku aparat yang formal dan robotic yang kurang peka terhadap terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan lingkungan sosialnya. Akibat dari struktur birokrasi yang terlalu rasional bisa menimbulkan hal-hal yang sifatnya disfungsional, in-efesiensi dan bahkan konflik dengan masyarakat yang dilayani karena sifat impersonal aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya. Demikian pula, aturan-aturan (rules) sebagai sarana untuk mencapai tujuan seringkali berubah menjadi tujuan itu sendiri. Segi kelebihannya, menunjukkan semakin tingginya tertib administrasi yang dicapai oleh birokrasi publik. Adapun kelebihan goal governance yaitu meletakkan fokus utamanya pada “the achievement of result and taking individual responsibility for their achievement”.Tetapi ia juga memiliki kelemahan apabila prinsip-prinsip manajemen baru itu hendak diterapkan di sektor publik. Misalnya, sampai sekarang masih terjadi diskursus yang seru terhadap 10 prinsip dalam entrepreneurial government-nya Osborn dan Gaebler (1992) yang mereka kemukakan dalam uraian yang sangat provokatif yaitu Reinventing Government. Konsep pemerintahan entrepreneur Osborn dan Gaebler yang mencoba menemukan nilai-nilai baru (re-inventing) di bidang pemerintahan yang ternyata empunyai kekuatan dan sekaligus kelemahan. Kritik terhadap konsep pemerintahan entrepreneur adalah bahwa ia terlalu bias pada “ new administrative values” yang lebih banyak menitik beratkan pada orientasi goal governance
  • 45. 45 Muskamal.S.Sos, M.Si / Lembaga administrasi Negara RI Makassar| dengan meminggirkan nilai-nilai administrasi klasik yang sebenarnya masih potensial yang berbasis pada rule governance. Oleh karena itu, bukannya reinventing government melainkan pemerintahan yang sudah dalam keadaan tertinggal (abandoning government), karena Osborn dan Gaebler sebenarnya telah menghapuskan atau setidak-tidaknya telah membelotkan nilai-nilai pemerintahan. Padahal kedua nilai tersebut (lama dan baru) bisa disatu padukan. Tampaknya, hubungan antara struktur dengan tindakan cenderung digambarkan sebagai bersifat antagonistik. Struktur sering digambarkan sebagai suatu ketentuan, kekuatan penghambat, dan kestabilan. Sedangkan tindakan cenderung menampakkan daya cipta, otonomi, dan ketidak stabilan. Karena itu,penting untuk diajukan pertanyaan. Manakah yang lebih mendasar, struktur atau tindakan? Benarkan bila penekanan diberikan kepada struktur berarti menghilangkan atau meminggirkan tindakan? Sebaliknya, benarkan bila penekanan diberikan kepada tindakan berarti membuang struktur begitu saja? Benarkah bahwa tertib yang berlangsung dalam birokrasi selalu bersifat impersonal? Benarkan bahwa para pejabat birokrasi hanya tunduk kepada suatu tatanan yang menjadi kiblat bagi segala tindakannya? Mengapa birokrasi cenderung bertindak berbeda pada setting ruang dan waktu yang berbeda? Apakah perubahan yang dilakukan oleh birokrasi sesuai dengan fungsi reformasi yang dikehendaki oleh masyarakat banyak, ataukah sekedar formalitas sebagai kewajiban struktural yang cenderung statusquo; atau hanya sebagai mesin alat penggerak untuk memanipulasi dan memobilisasi rakyat agar tunduk pada kekuasaan birokrasi (machine bureaucracy)? Perlu diahami bahwa kekuasaan (birokrasi) adalah sebagai fasilitas atau sumber sosial yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan bersama. Fungsi sosial dari kekuasaan adalah untuk memelihara ketertiban dan keseimbangan dalam masyarakat. Kekuasaan sebagai atribut utama dalam sistem sosial berwujud kepemimpinan yang bertanggung jawab, tetapi juga berbentuk keputusan-keputusan yang mengikat bagi semua golongan masyarakat. Jadi kekuasaan adalah sarana bagi tercapainya tujuan-tujuan masyarakat secara keseluruhan. Atas dasar itulah, konsentrasi kekuasaan adalah syah selama masyarakat memang menghendakinya.