1. I
MAKALAH TATA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK
Pembimbing : Drs. Iwayan Surad, M.Pd
Kelompok 3
1) Uzlifah Asrining Ummah (125500109)
2) Widya Sudarwati (145500151)
3) Moch Dicky Febriansyah (145500047)
4) Septia Nur Jannah (125500057)
5) Danny Indriyanto Hartono (145500126)
6) Mujahidah At-tamima (145500052)
7) Tutik Setyo Undari (145500023)
8) Habibatul Ulumiyyah (145500175)
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN PROGRAM PENDIDIKAN
MATEMATIKA
2015
2. II
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT, yang mana telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya, Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul “Tata Kepemerintahan
yang Baik”, bisa tepat waktu yang mana teleh ditentukan oleh :
Drs. Iwayan Surad, M.Pd.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas pada Program Study Pendidikan
Matematika mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pengetahuan.
Demikian makalah ini kami tunjukan kepada Bapak Dosen Program Study
FKIP, Drs. Iwayan Surad, M.Pd. Kami menyadari bahwa kami memiliki
keterbatasan dan kemampuan sehingga bnanyak pihak yang membimbing kami
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari walaupun
berusaha dengan segenap kemempuan kami, Namun Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karna itu segala kritik yang sifatnya membangun ataupun
memperbaiki dari kekuragan kami akan kami trima dengan kelapangan dada. Akhir
kata kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Surabaya, 14 November 2015
3. III
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................II
DAFTAR ISI............................................................................................................... III
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................4
A. Latar Belakang ...................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................4
C. Tujuan Masalah..................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................6
D. Pengertian dan Unsur Utama Kepemerintahan Yang Baik ................................6
E. Masalah-masalah yang mendasari pelaksanaan good governance.....................9
F. Pilar-pilar good governance ...............................................................................9
G. Prinsip-Prinsip Kepemerintahan Yang Baik ......................................................9
H. Strategi Penataan Aparatur dan langkah-langkah dalam Pelaksanaan Good
Governance Menuju Pemerintahan Yang Bersih ....................................................14
BAB III PENUTUP.....................................................................................................19
I. Kesimpulan.......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................20
4. 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terselenggaranya tata kelola pemerintahan yang baik atau “good governance” merupakan
‘impian’sekaligus harapan semua bangsa di dunia. Pandangan tersebut dapat dimengerti karena
melalui pelaksanaan good governance, upaya penciptaan aparatur pemerintah yang bersih, bebas
dari tindakan yang tidak terpuji serta tidak berpihak pada kepentingan masyarakat diharapkan
dapat diwujudkan secaranyata.
Selain itu, pelaksanaan good governance juga akan bersentuhan atau berkaitan dengan upaya
untuk meningkatkan kinerja birokrasipemerintah yang kemudian berujung pada peningkatan
kualitas pelayanan publik. Oleh sebab itu, pelaksanaan good governance sudah selayaknya
menjadi komitmen semua untuk mewujudkannya. Sudah tidak pada tempatnya jika masih ada
sebagian pihak yang ‘berhasrat’ untuk menunda-nundapelaksanaan good governance tersebut,
baik di tingkat pusat maupun daerah (lokal). Penundaan atau keterlambatan dalam
menterjemahkan konsep good governance secara nyata dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, khususnya di lingkungan birokrasi pemerintah, hanya akan menambah beban dan
penderitaan bagi masyarakat.
Istilah ‘good governance’ di Indonesia kembali mengemuka atau sejalan dengan merebaknya
arus reformasi yang di motori oleh kalangan mahasiswa dan kaum intelektual. Konsep tersebut
kemudian merambah keberbagai dimensikehidupan, termasuk di kalangan aparatur negara yang
dianggap sebagai ujung tombak dari pelaksanaan pemerintah
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan unsur utama kepemerintahan yang baik ?
2. Apa saja prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik ?
3. Apa saja strategi penataan aparatur dalam pelaksanaan good governance menuju
pemerintahan yang bersih ?
5. 5
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dan unsur kepemerintahan yang baik.
2. Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip kepemeintahan yang baik.
3. Untuk mengetahui dan memahami strategi apa saja yang cocok untuk pelaksanaan good
governance.
6. 6
BAB II
PEMBAHASAN
D. Pengertian dan Unsur Utama Kepemerintahan Yang Baik
Menurut Ganie & Rochman (2000 : 142) governance diterjemahkan sebagai “mekanisme
pengelolaan sumber daya ekonomi da sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor
non pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif”. Sedangakn Pinto dalam Nisjar (1997 : 119)
mengartikangovernance sebagai “praktek penyelengaraan kekuasaan dan kewenangan oleh
pemerintah dalam penelolaan urusan pemerintah secara umum dan pembangunan ekonomi pada
khususnya”. Sejalan dengan pengertian tersebut, LAN RI (2000 ; 5) mengartikan governance
sebagai “proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good
and servise).Pengertian yang lebih spesifik dikemukakan oleh UNDP (1996) yang
menterjemahkan good governance sebagai berikut : “governance can be seen as the exercise of
outhority to manage all aspects of a country’s affair at all levels in all spheres (public, private,
civil) … it comprisee the mechanisms, proces.
Berbagai pengertian di atas mengisyaratkan bahwa konsep good governance sesungguhnya
sangat berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan negara baik dalam sektor
ekonomi, sosial, pelayanan publik, maupun layanan privar (pribadi). Kemudian secara fungsional
pelaksanaan good governance tidak hanya melibatkan sektor pemerintah semata, tetapi juga
melibatkan masyarakat dan swasta. Oleh sebab itu, munculnya konsep tersebut sebenarnya
dibangun atas dasar faktasebagai berikut : pertama, adanya korelasi positif antara dinamika dan
kinerja pembangunan sumber daya manusia dengan kualitas governance, seperti yang
ditunjukkan oleh suksesnya negara-negara maju. Kualitas governance yang baik ternyata
menghasilkan kinerja pembangunan yang baik dan sustainable. Kedua, kebijakan dan instrumen
yang dikembangkan untuk mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan sosial belakangan ini
pada kenyataan belum mampu menunjukkkan hasil yang maksimal. Menguatnya fenomena
kemiskinan dan ketimpangan sosial, terpuruknya perekonomian dan krisis politik yang
berkepanjangan, menunjukkkan rendahnya kinerja dan buruknya perilaku aparatur dalam
menerjemahkan pelayanan yang diberikan pada masyarakat.
Dengan demikian, mengembangkan kapasitas dan mewujudkan good governance merupakan
instrumen utama untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.
7. 7
Tantangan bagi semua masyarakat dewaa ini adalah bagaimana mewujudkan
sistem governanceyang mampu merealisasikan terwujudnya kemakmuran semua orang serta
mengantisipasi dampak negatif dari perbuatan korupsi yang diduga kuat melibatkan sejumlah
pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun daerah. Urgensi untuk mewujudkan good
governance bukan hanya dipandang cocok untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan, tetapi
juga sangat relevan dengan kebutuhan untuk proses pemulihan, stabilitas ekonomi dan krisis
politik yang kia memburuk serta rendahnya kinerja dan pelayanan publik. Itulah sebabnya, dalam
pelaksanaan good governance pemerintah tidak dapat berjalan sendiri, tetapi harus melibatkan
berbagai pihak, baik masyarakat maupun kalangan swasta. Pendapat tersebut sejalan dengan
pandangan Taschereau dan Compos (UNDP), 1997) juga menyatakan bahwa “Tata
kepemerintahan yang baik merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran,
kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran, serta adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh
tiga komponen, yaitu Government, Civil Society, dan Business”.
Jadi tiga unsur istilah (Government, Pivate Sector dan Civil Society) yang menjadi komponen
pelaku dalam negara, untuk menciptakan suatu sinergi sehingga tercipta suatu kesejahteraan
dalam masyarakat. Negara berfungsimenciptakan lingkungan politikdan hukum yang kondusif,
sektor swasta mendorong terciptanya lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, sedangkan
masyarakat sendiri mewadahi interaksi sosial politik dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas
ekonomi, sosial dan politik. Itulah sebabnya Miftah Thoha (2000) mengaris bawahi bahwa
prinsip demokratis yang melekat pada good governance meletakkan urgensi untuk menempatkan
kekuasaan ditangan rakyat bukan ditangan penguasa. Kemudian, tidak adanya rasa takut untuk
memasuki suatu perkumpulan atau serikat sesuai dengan kebutuhan hati nurani, dan terakhir
dihargainya moral perbedaan pendapat.
Sejalan dengan pemikiran, Riyaas Rasid dan Mostopadidjaja (2002) menempatkan aparatur
pemerintah sebagai ujung tombak penyelenggaraan good governance yang bersih dari KKN
tampaknya perlu juga ditelusuri sampai sejauh mana bahaya perbuatan kolusi, korupsi dan
nepotisme bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini sangat penting untuk dikaji
mengingat perbuatan tersebut sangat inheren dengan perilaku aparatur itu sendiri.
Sejalan dengan pandangan di atas, UNDP (1996) mengemukakan tiga unsure utama
(domains) yang perlu dilibatkan dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good
8. 8
governance), yakni the state (Negara), the private sector (sektor swasta), dan civil society
organizations (organisasi kemasyarakatan).
Secara fungsional tugas terpenting negara di masa yang akan datangadalah bagaimana
mewujudkan masyarakat yang sejahtera, melalui peningkatan kinerja birokrasi pemerintahan dan
peningkatan kualitas pelayanan publik. Selain itu, negara harus mampu mewujudkan
pembangunan manusia yang berkelanjutan seraya melakukan penataan ulang terhadap berbagai
sektor yang mendukung terhadap pembangunan kualitas sumber daya manusia. Berbagai sektor
yang dimaksud antara lain ; sektor ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, pertahanan,
insfrastruktur, penguatan demokrasi, desentralisasi, dan lain-lain.
Pemerintah (Negara) memiliki posisi dan peran yang sangat strategis dalam melakukan
penataan dan mengintegrasikan berbagai sektor sebagaimana dijelaskan di atas, selain itu,
pemerintah juga harus mampu mengupayakan perlindungan terhadap masalah lingkungan
terhadap masalah lingkungan, yang selama ini masih terabaikan.
Dalam konteks pelaksanaan good governance, sektor swasta jelas memiliki peran yang sangat
besar dan strategis, karena tanpa adanya keterlibatan pihak swasta, agaknya sulit bagi pemerintah
bahkan tidak mungkin untuk dapat melaksanakan konsep good governance secara optimal. Salah
satu peran penting sektor swasta dalam mendukung terwujudnya konsep good governance adalah
keterlibatan dalam sektor ekonomi, tentu saja dengan tidak mengabaikan sektor-sektor lainnya,
seperti lingkungan hidup, sektor sosial, budaya dan lain-laain. Namun, pendekatan ekonomi ini
tampaknya merupakan salah satu pilar penting bagi pemerintah (Negara) dalam mendorong
pembangunan ekonomi bangsa, baik menyangkut investasi, pemasaran, maupun produksi,
sehingga pada akhirnya diharapkan mampu mendorong pembangunan ekonomisecara nasional.
Seperti halnya sektor Negara dan swasta organisasi kemasyarakatan (civil society
organizations) pun tampaknya tidak boleh dipandang sebelah mata dalam mendukung
terwujudnya good governance. Secara fungsional, organisasi kemasyarakatan berperan dalam
memfasilitasi insteraksi sosial, politik, ekonomi, hukum, lingkungan hidup maupun sektor
lainnya. Selain itu, organisasi kemasyarakatan juga berperan dalam melakukan “check and
balance” terhadap kewenangan dan kekuasaan pemerintah (Negara) dalam menjalankan tugasnya
serta aktifitas sektor swasta yang berkaitan dengan masalah kepentingan public. Peran lain yang
juga bisa dimainkan oleh organisasi kemasyarakatan dalam konteks pelaksanaan good
9. 9
governance adalah menyalurkan partisipasi masyarakat trkait dengan aktivitas sosial, ekonomi,
politik, hukum, lingkungan hidup, ketenagakerjaan dan lain-lain. Intinya, organisasi
kemasyarakatan juga dapat berperan dalam memberikan kontribusi pemikiran dan penekan dalam
mempengaruhi kebijakan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah.
Dengan demikian, good governance merupakan sistem yang memungkinkan terjadinya
mekanisme penyelenggaraan pemerintah negara yang evisien dan efektif dengan menjaga sinergi
yang konstruktif diantara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
E. Masalah-masalah yang mendasari pelaksanaan good governance
Ada 3 permasalahan yang mendasari harus terlaksananya good governance, yaitu :
1. Rekrutmen pegawai yang diwakili oleh pihak kedua, sehingga marak terjadinya PHK terhadap
pegawai.
2. Rendahnya kinerja pegawai negeri
3. Orang-orang yang belum berkompeten duduk dibangku pemerintahan atau belum
terlaksananya reformasi biokrasi.
F. Pilar-pilar good governance
Konsep good governance adalah seluruh rangkaian proses pembuatan yang mensinergikan
pencapaian tujuan tiga pilar good governance, yaitu pemerintah sebagai good public governance,
masyarakat dan dunia usaha swasta sebagai good corporate governance.
Tiga pilar good governance adalah
1. pertama, pemerintah berperan dalam mengarahkan, memfasilitasi kegiatan
pembangunan. Selanjutnya pemerintah juga memiliki peran memberikan peluang lebih
banyak kepada masyarakat dan swasta dalam pelaksanaan pembangunan.
2. Kedua, sektor swasta berperan sebagai pelaku utama dalam pembangunan, menjadikan
saha sektor non pertanian sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah, pelaku
utama dalam menciptakan lapangan kerja, dan kontributor utama penerimaan pemerintah
dan daerah.
3. Ketiga, masyarakat berperan sebagai pemeran utama (bukan berpartisipasi) dalam proses
pembangunan, perlu pengembangan dan penguatan kelembagaan agar mampu mandiri
dan membangun jaringan dengan berbagai pihak dalam melakukan fungsi produksi dan
10. 10
fungsi konsumsinya, serta perlunya pemberdayaan untuk meningkatkan efisiensi,
produktivitas dan kualitas produksinya.
Good Governance hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang
melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut :
1. Negara (pemerintah)
a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil
b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable
d. Menegakkan HAM
e. Melindungi lingkungan hidup
f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan public
2. Sektor Swasta
a. Menjalankan industri
b. Menciptakan lapangan kerja
c. Menyediakan insentif bagi karyawan
d. Meningkatkan standar hidup masyarakat
e. Memelihara lingkungan hidup
f. Menaati peraturan
g. Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat
h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM
3. Masyarakat Madani
a. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
b. Mempengaruhi kebijakan publik
c. Sebagai sarana cheks and balances pemerintah
d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
e. Mengembangkan SDM
f. Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat
11. 11
G. Prinsip-Prinsip Kepemerintahan Yang Baik
Good governance, esensinya adalah pemerintahan yang mengikutsertakan semua lapisan
masyarakat dalam rancang bangun pembangunan, transparan, dan bertanggung jawab, efektif dan
adil, serta menjamin terlaksananya supremasi hukum. Good Governance juga harus dapat
menjamin bahwa prioritas di bidang politik, sosial, ekonomi, serta pertahanan dan keamanan
didasarkan pada konsensus masyarakat ; memperhatikan kepentingan rakyat banyak; mendukung
visi strategis pemimpin; dan masyarakat yang mampu melihat jauh ke depan dari suatu
pemerintahan yang baik dan berorientasi pada pembangunan untuk semua (kelayakan sosial)
Pelaksanaan Good Governance bukanlah suatu proses yang sederhana, tetapi membutuhkan
adanya komitmen dan sejumlah ketentuan yang dapat dijadikan sebagai pedomanatau landasan
bagi semua pihak yang terlibat (stakeholders), khususnya pemerintah. Untuk itu, pemahaman
yang komprehensif terhadap karakteristik good governance tampaknya tidak bisa di tawar-tawar
lagi. Sejalan dengan hal tersebut, UNDP (1997) telah mengisyaratkan bahwa sebuah governance
disebut ‘good’ jika mempunyai karakteristik sebagai berikut; Partisipatif, Rule of law,
Transparan, Renponsif, Berorientasi pada konsensus, Equity, Efektif, dan Efisien, Akuntable,
bervisi strategis, Legitimasi, Resources prudence, Empowering dan Enabling, Kemitraan dan
Berorientasi pada masyarakat.
Partisipatif mengandung arti bahwa, kepentingan laki-laki dan perempuan dapat
diartikulasikan dalam setiap proses pengambilan keputusan, secara langsung atau melalui institusi
intermidier yang sah. Partisipasi itu hendaknya dibangun atas dasar kebebasan berorganisasi
berbicara.
Dari segi hukum maka harus ada rule of law yang jelas, artinya negara mesti membangun
kerangka hukum yang adil dan tidak memihak terutamamenayangkut Hak Asasi Manusia
(HAM), Undang-undang keamanan dan keselamatan publik. Selain itu, sebuah entitas pemerintah
yang baik harus mempunyai basis legitimasi yang kuat. Artinya baik produk hukum maupun
kerangka kelembagaan dan keputusan-keputusan tertentu yang dihasilkan harus sesuai dengan
prosedur, proses dan kriteria kelembagaan yang bisa diterima dan syah.
Prinsip transparasi menurut adanya kebebasan arus informasi dimana proses, institusi dan
informasi secara langsung bisa diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Informasi yang
12. 12
memadai harus tersedia sehingga bisa dipahami dan dimonitoring oleh masyarakat dan pihak
yang berkepentingan.
Dalam hal akuntabilitas, maka setiap pengambil keputusan baik dilingkungan pemerintah,
sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil harus akuntabel terhadap masyarakat luas,
konstituen khusus dan kelembagaan stakeholder. Sedangkan, Empowering dan Enabling artinya
semua sektor dalam masyarakat kita harus diberdayakan sehingga upaya mewujudkan
kesejahteraan bagi semua orang bisa tercapi secara optimal. Karena governance merupakan
sistem pertanggungjawaban yang menyeluruh maka ia tidak bisa dieksekusi secara efektif hanya
oleh pemerintah saja, maka ia harus melibatkan semua pihak – dalam hal ini publik, aktor swasta,
dan masyarakat luas. Sedangkan prinsip berbasis pada masyarakat artinya governance itu
diarahkan pada pengembangan kemandirian dan otonomi masyarakat lokal.
Dari perspektif pelayanan maka sebuah entitas governance yang baik, dilihat dari segi
kelembagaan dan proses mestinya bisa melayani semua stakeholder. Dilihat dari aspek alokasi
dan penggunaan sumber daya, maka ada tiga karakteristik yang sangat penting, yaitu; equity,
efektifitas, dan efisiensi, ramah lingkungan dan resaurces prudence. Meskipun keempatnya
menyangkut sumber daya manusia akan tetapi secara konseptual memang berbeda. Equity,
terutama berkaitan dengan kesamaan peluang semua laki-laki, perempuan kelompk rawan untuk
mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan. Karakteristik ramah lingkungan merujuk pada
kondisi bahwa upaya memproteksi dan memproduksi lingkungan yang bisa menjamin
sustainabilitas kemandirian.
Dalam resources prudence ada upaya yang jelas bahwa sumber daya dikelola dan
didayagunakan untuk mengoptimalkan kesejahteraan semua orang selama beberapa generasi
kedepan, idealnya seabadi mungkin, tanpa menggadaikan masa depan. Sedangkan soal
efektivitasdan efisiensi menghendaki supaya berbagai keputusan publik didasarkan pada
penggunaan sumberdaya terbaik.
Ciri berorientasi pada konsensus artinya, semua perbedaan yang ada hendaknya diselesaikan
melalui konsensus umum, malah kalau bisa konsensus itu juga menyangkut kebijakan dan
prosedur, yang bisa memuaskan kepentingan kelompok, organisasi, masyarakat dan negara.
Untuk mempunyai berbagai karakteristik tersebut jelaslah bahwa pemimpin dan masyarakatnya
harus mempunyai visi strategis yang luas dan berjangkapanjang baik mengenai good
13. 13
society maupun god governance.Tentu bervisi saja belum cukup, ia harus dibarengi dengan
kemampuan mengeksekusi visi tersebut kedalam langkah-langkah nyata. Itulah mengapa
kemudian good governance harus mempunyai ciri bervisi strategis.
Untuk mempertajam pemahaman tentang karakteristik good governance, Mustopadidjadja
AR (1999) dan Riyas Rasyid (2000) merekomendasikan 6 (enam) karakteristik good
governance yang harus menjadi acuan dalam mengarahkan kebijakan sistem pemerintahan
yaitu pertama, adanya kepastian hukum, keterbukaan, profesional dan memiliki
akuntabilitas. Kedua, menghormati hak asasi manusia. Ketiga, dapat meningkatkan
pemberdayaan masyarakat dan mengutamakan pelayanan primakepada masyarakat tanpa
diskriminasi. Keempat, mampu mengakomodasi kontrol sosial masyarakat. Kelima, partisipasi,
otoaktivitas dan desentralisasi dan keenam,berkembangnyasistem checks and balance.
Pertama, prinsip kepastian hukum yang dimaksud adalah prinsip kepastian hukum yang
meliputi penciptaan sistem hukum yang benar dan adil dalam lingkup hukum nasional (dalam
keseluruhan tatanan administrasi pemerintahan), hukum adat dan hukum kemasyarakatan,
pemberdayaan pranata hukum, desentralisasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan
serta pengawasan masyarakat yang dilakukan oleh DPR.
Kedua, prinsip keterbukaan yang meliputi penumbuhan iklim yang kondusif bagi
terlaksananya pengakuan terhadap hak asasi manusia, transparasi informasi secara benar, jujur
dan adil.
Ketiga, prinsip akuntabilitas, yang meliputi kejelasan rencana kerja prosedur dan mekanisme
kerja, dengan sistem pertanggung jawaban yang jelas serta pemberlakuan sistem pemberian
ganjaran dan sanksi yang konsisten.
Keempat, prinsip profesionalitas yang meliputi kapabilitas, kompetensi dan integritas.
Kelima, partisipasi, otoaktifitas dan desentralisasi sebagai wujud komitmen terhadap nilai-
nilai kemanusiaan dan demokrasi.
Keenam, berkembangya sistem check and balance, pada akhirnya terwujud good
governacememerlukan terlaksananya sistem checks and balance yang berkembangdari dan dalam
keseluruhan unsur penyelenggaraan negara.
14. 14
Sementara itu, menurut United Nation Development Project (UNDP) terdapat beberapa
prinsipgood governance yang amat penting sebagai berikut:
1. Partisipasi : setiap warga negara berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, baik secara
langsung maupun melalui institusi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini
dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartipasi secara konstruktif.
2. Taat hukum (rule of law) kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa diskriminasi,
terutama hukum yang berlaku untuk perlindungan hak asasi manusia.
3. Tranparasi : dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Informasi mengenai proses
pengambilan keputusan dan pelaksanaan kerja lembaga-lembaga dapat diterimaoleh mereka
yang membutuhkan, informasi tersebut harus dapt dipahami dan dapat di pantau.
4. Responsif : lembaga-lembaga negara/badan usaha harus berusaha untuk melayani
stakeholdernya. Responsif terhadap aspirasi masyarakat.
5. Berorientasi Kesepakatan (consensus orientation); good governance menjadi perantara
kepentingan yang lebih luas, dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur krja.
6. Kesetaraan (equity): semua warga negara, baik laki-laki maupun wanita, mempunyai
kesempatan yang sama untuk meningkatkan atau mempertahankankesejahteraan mereka.
7. Efektif dan efisien : proses-prose dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa
yang telah digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia hasilnya sebaik
mungkin.
8. Akuntabilitas (accountability): para pembuat keputusan dalam pemerintah, sektor swasta dan
masyarakat (civil society) bertanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga
stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat,
apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
9. Visi Stratejik (strategic vision) : para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good
governance dan pengembangan sumber daya manusia yang luas dan jauh kedepan sejalan
dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan.
H. Strategi Penataan Aparatur dalam Pelaksanaan Good Governance Menuju
Pemerintahan Yang Bersih
Untuk mewujudkan pelaksanaan good governance secara konsisten dan sustainable
(berkelanjutan) bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi good governance tersebut diarahkan
pada upaya penciptaan aparatur yang bersih dan berwibawa. Untuk itu, jajaran birokrasi
15. 15
pemerintahan harus memahami esensi birokrasi itu sendiri dikatkan dengan penciptaan good
governance yang dimaksud.
Dalam konteks ini David Obsorn dan Gaebler (1992) menyampaikan 10 konsep birokrasi
sebagai berikut :
1. Catalytic Government : Steering rather than rowing. Aparatur dan birokrasi berperan sebagai
katalisator, yang tidak harus melaksanakan sendiri pembangunan tapi cukup mengendalikan
sumber-sumber yang ada di masyarakat. Dengan demikian aparatur dan birokrasi harus
mampu mengoptimalkan penggunaan dana dan daya sesuai dengan kepentingan publik.
2. Community-owned government : empower communities to solve their own problems, rather
than marely deliver service. Aparatur dan birokrasi harus memberdayakan masyarakat dalam
pemberian dalam pelayanannya. Organisasi-organisasi kemasyarakatan sepeti koperasi, LSM
dan sebagainya, perlu diajak untuk memecahkan permasalahannya sendiri, seperti masalah
keamanan, kebersihan, kebutuhan sekolah, pemukiman murah dan lain-lain.
3. Competitive government : promote and encourrage competition, rather than
monopolies”.Aparatur dan birokrasi harus menciptakan persaingan dalam setiap pelayanan.
Dengan adanya persaingan maka sektor usaha swasta dan pemerintah bersaing dan terpaksa
bekerja secara lebih profesional dan efisien.
4. Mission-driven government : be driven by mission rather than rules”. Aparatur dan birokrasi
harus melakukan aktivitas yang menekankan kepada pencapaianapa yang merupakan
“misinya” dari pada menekankan pada peraturan-peraturan. Setiap organisasi diberi
kelonggaran untuk menghasilkan sesuatu sesuai dengan misinya.
5. Result-oriented government : result oriented by funding outcomes rather than
inputs. Aparatur dan birokrasihendaknya berorientasi kepada kinerja yang baik. Instansi yang
demikian harus diberi kesempatan yang lebih besar dibanding instansi yang kinerjanya
kurang.
6. Cuntomer-driver government : meet the needs of the customer rather than the
bureaucracy.Aparatur dan birokrasi harus mengutamakan pemenuhan kebutuhan mayarakat
bukan kebutuhan dirinya sendiri.
7. “ente prising government : concretrate on earning money rather than just speding
it. Aparatur birokrasi harus memiliki aparat yang tahu cara yang tepat dengan menghasilkan
16. 16
uang untuk organisainya, disamping pandai menghemat biaya. Dengan demikian para
pegawai akan terbiasa hidup hemat.
8. Anticipatory government : invest in preventing problems rather than curing crises. Aparatur
dan birokrasi yang antisipasif. Lebih baik mencegah dari pada memadamkan kebakaran.
Lebih baik mencegah epidemi daripada mengobati penyakit. Dengan demikian akan terjadi
“mental swich” dalam aparat daerah.
9. Decentralilazed government : decentralized authority rahter than build hierarcy. Diperlukan
desentralisasi dalam pengelolaan pemerintahan, dari berorientasi hirarki menjadi partisipasif
dengan pengembangan kerjasama tim. Dengan demikian organisasi bawahan akan lebih
leluasa untuk berkreasi dan mengambil inisiatif yang diperlukan.
10. Market-oriented government : solve problemby influencing market forces rather than by
treating public programs. Aparatur dan birokrasi harus memperhatikan kekuatan pasar.
Pasokan didasarkan pada kebutuhan atau permintaan pasar dan bukan sebaliknya. Untuk itu
kebijakan harus berdasarkan pada kebutuhan pasar.
Melengkapi konsep diatas, Obsorn dan Peter Plastrik (1996) menyampaikan lima (5) strategi
untuk pengembangan konsep Reinventing Government yang dikenal dengan istilah “The Five
C’S”,sebagai berikut :
1. Strategi inti (Core Strategi) yaitu strategi merumuskan kembali tujuan-tujuan
penyelenggaraan pemerintahan, termasuk otonomi daerah melalui penetapan visi, misi,
tujuan, dan sasaran, arah kebijakan serta peran-peran kelembagaan serta individu aparatur
penyelenggara pemerintaha.
2. Strategi konsekuensi (consekquency strategi), dalam hal ini perlu dirumuskan dan ditata
kembali pola-pola insensif kelembagaan maupun individual, baik melalui pendekatan
manajemen kompetitif, manajemen bisnis (komporatisasi dan privatisasi), atau manajemen
kinerja(performance management).
3. Strategi pemakai jasa (customer strategi) aparatur birokrasi dalam hal ini perlu melakukan
reorientasi dari kepentingan politik pemerintahan, serta orientasi pada kepentingan
kelembagaannya, kearah kepentingan pemenuhan kebutuhan berdasarkan pilihan-pilihan
masyarakat (pemakai jasa publik), peningkatan kualitas layanan, serta kompetisi pasar yang
sehat.
17. 17
4. Strategi pengendalian ( control strategy), yaitu adanya perumusan kembali dalam upaya
pengendalian organisasi, mulai dari :
a) Pengendalian Strategi yang merupakan proses perumusan dan penetapan organisasi.
b) Pengendalian mamajemen, yang merupakan pengendalian dalam menjaga agar
pelaksanaan telah ditetapkan.
c) Pengendalian tugas sebagai pengendalian yang sifatnya pelaksana (operasional).
Ketiga pengendalian ini bisa dikembangkan melalui pengembangan struktur organisasi
kelembagaan yang bertumpu pada kekuatan aparatur seperti gugus kendali mutu ( total quality
control).
5. Strategi budaya / kultur (cultur Strategi), yaitu adanya upaya reorientasi perilaku dan budaya
aparatur serta birokrasi yang lebih terbuka dan mampu merevitalisasi dan mengadopsi nilai-
nilai budaya (baik budaya lama maupun baru), yang lebih menyentuh nilai-nilai keadilan dan
hati nurani.
Agar lembaga pemerintah lebih mampu melaksanakan fungsi kepemerintahan yang baik (good
governance), perlu diciptakan suatu sistem borikrasi dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Memiliki struktur yang sederhana, dengan sunber daya manusia yang memiliki kompetensi
melaksanakan tugas-tugas kepemerintahan (pengmebangan kebijakan dan pelayanan) secara
arif, efesien dan efektif.
2. Mengembangkan hubungan kemitraan ( partnership) antara pemerintah dan setiap unsur
dalam masyarakat yang bersangkutan (tidak sekedar kemitraan internal diantara sesama
jajaran instansi pemerintahan saja).
3. Memahami dan komit akan manfaat dan arti pentingnya tanggung jawab bersama dan
kerjasama dalam suatu keterpaduan serta sinergisme dalam pencapaian tujuan.
4. Adanya dukungan dan sistem imbalan yang memadai utuk mendorong terciptanya motivasi,
kemampuan dan keberanian menanggung resiko (risk taking) berinisiatif, partisipatif, yang
telah diperhitungkan secara realistik dan rasional.
5. Adanya kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai-nilai internal (kode etik) administrasi publik,
juga terhadap nilai-nilai etika dan moralitas yang diakui dengan junjungan tinggi secara sama
dengan masyarakat yang dilayabi.
19. 19
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Adanya pelayanan publik yang berorientasi kepada masyarakat yang dilayani (client
centered)insklusif (mencerminkan layanan yang mencakup secara merata seluruh masyarakat
bangsa yang bersangkutan, tanpa ada perkecualian), administrasi pelayanan publik yang mudah
dijangkau (accessible) masyarakat dan bersifat bersahabat( user friendly) berasaskan pemerataan
yang berkeadilan ( equable) dalam setiap tindakan dan layanan yang diberikan kepada
masyarakat.
Semua itu mencerminkan wajah pemerintah yan sebenarnya (tidak bermuka dua) atau tidak
menerapkan standart ganda ( double standarts) dalam menentukan kebijakan dan memberikan
layanan terhadap masyarakat, berfokus pada kepentingan masyarakat dan bukannya kepentingan
internal organisasi pemerintah (outwardly focused) bersifat peofesional dan bersikap tidak
memihak (non-partisan).
20. 20
DAFTAR PUSTAKA
Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia,Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada. (http://adityanovista.blogspot.co.id/2013/12/makalah-pancasila-hubungan-
pembukaan.html)