Konferensi Paris membahas isu-isu teknis dan operasional pesawat udara, navigasi, pendaftaran, sertifikasi, dan peraturan penerbangan. Tidak ada kesepakatan karena perbedaan pendapat Inggris, Jerman, dan Prancis soal kedaulatan udara dan hak milik pribadi. Konvensi Paris 1919 kemudian menetapkan kedaulatan negara atas ruang udara, ketentuan penerbangan lintas damai, dan zona larangan terbang.
3. Agenda Konferensi Paris
Membahas mengenai:
•masalah-masalah teknis dan operasional pesawat udara yang
digunakan oleh pemerintah (public aircraft) dan pesawat udara
sipil (private aircraft)
•Navigasi penerbangan
•Pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara
•Sertifikat kelaikudaraan
•Sertifikat kecakapan awak pesawat udara
•Peraturan mengenai keberangkatan dan kedatangan pesawat
udara
•Dokumen yang harus dibawa dalam penerbangan, dll.
4. Ada 3 (tiga) kubu yang berbeda dalam
Konferensi Paris:
5. Pendirian Paris
1.Dilarang melakukan penerbangan dengan pesawat udara di
dalam suatu zona di bawah ketinggian yang telah ditetapkan
oleh konvensi;
2.Dilarang melakukan penerbangan atas pertimbangan
pertahanan keamanan keamanan, di atas tempat-tempat yang
telah ditentukan seperti atas benteng pertahanan kemananan
dan lokasi militer;
3.Tanpa izin, dilarang mengangkat dengan pesawat udara
benda-benda berbahaya seperti bahan peledak, peluru, alat
potret dari udara, peralatan komunikasi serta barang-barang
dagangan yang menurut peraturan bea cukai dianggap
membahayakan;
7. Pendirian Inggris
“It is desirable that no regulation be instituted which implies in
any manner whatsoever the right of an aircraft to fly over or
land on private property or which excludes or limits the right of
every state to prescribe the condition under which excludes or
limits the right of every state to prescribe the condition under
which one may navigate in the air above its territory.”
---
8. Kegagalan mencapai kesepakatan pengesahan konvensi
internasional tersebut disebabkan oleh:
•Keberatan Inggris menerima usul perubahan undang-undang perdatanya,
khususnya mengenai status hukum hak-hak milik perorangan dari si
pemilik tanah di ruang udara (legal status of private property rights in flight
space);
•Tidak terdapat kata sepakat memasukkan di dalam konvensi untuk
mengadakan perlakuan yang sama kepada pesawat udara asing dan
pesawat udara nasional;
•Sebab-sebab lain yang lebih penting tersebut karena bersifat politis.
Kegagalan Konferensi Paris 1910
9.
10. Kedaulatan Wilayah Udara
Diatur dalam Pasal 1:
Para Pengagung anggota konvensi mengakui bahwa setiap
penguasa mempunyai kedaulatan yang utuh dan penuh atas
ruang udara di atas wilayahnya.
(The High Contracting Parties recognise that every power has complete
and exclusive souvereignty over the airspace above its territory. For the
purpose of the present convention, the territory of a state shall be
understood as including the national territory, both that of the mother
country and of the colonies and the territorial waters adjacent thereto).
11. Penerbangan Lintas Damai
Diatur dalam Pasal 2:
Dalam waktu damai, setiap negara peseta Konvensi Paris
1919 menyetujui penerbangan lintas damai (innocent
passage) di atas wilayahnya pesawat udara yang didaftarkan
di negara anggota lainnya dengan ketentuan bahwa
persyaratan yang ditentukan dalam Konvensi Paris 1919
betul-betul ditaati oleh pesawat udara tersebut.
12. Zona Larangan Terbang
Diatur dalam Pasal 3 dan 4:
Setiap negara berhak untuk menentukan zona larangan
terbang atas pertimbangan kepentingan pertahanan dan
keamanan nasional dengan ancaman hukuman bilamana
terdapat pelanggaran.
13. Pendaftaran dan Kebangsaan Pesawat Udara
Diatur dalam Pasal 5, 6, 7, 8 dan 10:
Tidak ada pesawat udara (kecuali atas ijin khusus atau
sementara) yang terbang di atas wilayah negara anggota yang
tidak terdaftar di negara anggota Konvensi Paris 1919.
Pesawat udara mempunyai tanda pendaftaran dan
kebangsaan dari negara tempat pesawat udara didaftarkan.