Hukum pidana adalah seluruh peraturan dan larangan yang ditetapkan negara yang diancam dengan sanksi pidana bagi pelanggar, serta mengatur cara pelaksanaan pidana tersebut.
2. Berpakaian rapi / sopan sesuai peraturan USN
Datang terlambat dari 25 Menit dilarang masuk
kelas baik dosen / mahasiswa
Dilarang titip presensi, jika dilanggar dikenai sanksi
oleh dosen
Jumlah Tatap Muka Kelas : 14 kali
Metode Pengajaran: Ceramah, Tanya
jawab/Diskusi, Penugasan
Sistem Evaluasi: UTS 40 %, UAS 40 %,
Penugasan & keaktifan 20 %,
Syarat Mendapatkan Nilai A – B : Presensi minimal
mahasiswa 70% dari jumlah pertemuan riil di kelas
3. Adami Chazami : Pelajaran Hukum Pidana 1, 2, 3
Zainal Abidin Farid : Hukum Pidana 1
Sudarto : Hukum Pidana 1
Mahrus Ali : Dasar-dasar Hukum Pidana
Andi Hamzah : Asas-Asas Hukum Pidana
S.R. Sianturi: Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia
dan Penerapannya
Teguh Prasetyo : Hukum Pidana
Moeljatno : Asas-asas Hukum Pidana
P.A. F. Lamintang : Dasar-dasar Hukum Pidana
Indonesia
JAN REMMELINK: Hukum Pidana
PRINSIP-PRINSIP HUKUM PIDANA “EDDY O.S. HIARIEJ
Fakultas Hukum Universitas Sembilanbelas November Kolaka
4. Mahasiswa dapat mempelajari
Hukum pidana dan mampu
memahami secara umum
bangunan sistem hukum pidana
Indonesia
Fakultas Hukum Universitas Sembilanbelas November Kolaka
5. Mahasiswa dapat menguasai
asas-asas hukum pidana dan
sistem hukum pidana Indonesia
Fakultas Hukum Universitas Sembilanbelas November Kolaka
6. Adagium yang berbunyi “Ad recte docendum
oportet primum inquirere nomina, quia rerum
cognitio a nominimus rerum dependet”
Artinya: Agar dapat memahami sesuatu, perlu
diketahui terlebih dahulu namanya,agar
mendapatkan pengetahunan yang benar
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
8. Suatu penderitaan menurut UU Pidana yg berkaitan
dengan pelanggaran norma berdasarkan putusan
hakim yg dijatuhkan terhadap orang yang bersalah.
(Simons)
Pidana adalah suatu penderitaan yang bersifat
khusus yg di jatuhkan oleh kekuasaan yg
berwenang sebagai penanggung jawab ketertiban
hukum umum terhadap seorang pelanggar karena
telah melanggar peraturan hukum yg harus
ditegakkan oleh negara (Van Hamel)
Pidana adalah penderitaan yg sengaja dibebankan
kepada orang yg melakukan perbuatan dan
memenuhi syarat tertentu ( Sudarto)
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
9. Pidana adalah penderitaan yg sengaja
diberikan oleh negara kepada seseorang
Pidana diberikan sebagai reaksi atas
perbuatan seseorang yg melanggar hukum
pidana
Sanksi pidana yg diberikan oleh negara diatur
dan ditetapkan secara rinci
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
10. Tujuan pidana terbagi menjadi 4 yakni Teori
Absolut, Teori Relatif, Teori Gabungan, Teori
Kontemporer
Teori Absolut : Menitik beratkan pada
pembalasan adalah legitimasi pemidanaan.
Ajaran ini mengajarkan bahwa negara berhak
menjatuhkan pidana karena penjahat telah
melakukan penyerangan dan perkosaan pada
hak dan kepentingan hukum yg telah
dilindungi
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
11. Teori Relatif : Pemidanaan adalah penegakan
ketertiban masyarakat dan tujuan pidana untuk
mencegah kejahatan. Tujuan yg hendak dicapai
pidana, yaitu perlindungan kebendaan hukum dan
penangkal ketidakadilan
Teori Gabungan : Penderitaan memang sesuatu yg
sewajarnya ditanggung pelaku kejahatan, namun
dalam batasan apa yg layak ditanggung pelaku
tersebut kemanfatan sosial akan menetapkan
berat-ringannya derita yg layak dijatuhkan
Teori Kontemporer: Tujuan pidana adalah efek jera
agar pelaku kejahatan tidak lagi mengulangi
perbuatannya, Tujuan pidana juga sebagai edukasi
kepada masyarakat mengenai mana perbuatan yg
baik dan mana perbuatan yg buruk
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
12. Ilmu : sebagai hasil pemikiran yg memberikan
perhatian khusus terhadap ide-ide pokok dan
pengetahuan daar mengenai sesuatu
Ilmu Hukum : Studi yg meliputi karakteristik
esensial pada hukum dan kebiasaan yg sifatnya
umum pada suatu sistem hukum yg bertujuan
menganalisis unsur-unsur dasar yg membuatnya
menjadi hukum dan membedakannya dari
peraturan-peraturan lain
Ilmu Hukum Pidana : Ilmu pengetahuan yg
menerangkan dan menjelaskan hukum pidana,
Pidana yg berlaku atau hukum pidana positif
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
13. KUHP
KUHAP
UU Pidana di Luar Kodifikasi atau KUHP
Ketentuan Pidana yg terdapat dalam UU
lainnya
Ketentuan Pidana yg terdapat dalam
Peraturan Daerah
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
15. Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan
hukum yang berlaku di Suatu negara yang
mengadakan dasar-dasar dan mengatur
ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh
dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana
bagi barang siapa yang melakukan
Kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang
telah melanggar larangan itu dapat dikenakan
sanksi pidana dan dengan cara bagaimana
pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
16. Hukum Pidana sebagai aturan hukum dari
suatu negara yang berdaulat, berisi
perbuatan yang dilarang atau perbuatan yang
diperintahkan, disertai dengan sanksi pidana
bagi yang melanggar atau yang tidak
mematuhi, kapan dan dalam hal apa sanksi
pidana itu dijatuhkan dan bagaimana
pelaksanaan pidana tersebut yang
pemberlakuannya dipaksakan oleh negara,
(baik hukum pidana materiil maupun formil)
Fakultas Hukum Universitas Sembilanbelas November Kolaka
17. Hukum Pidana itu dapat diberikan arti baik secara
obyektif maupun secara subyektif
1. Dalam arti obyektif (yang sering pula disebut
dengan istilah Ius Poenale), hukum pidana dapat
diartikan sebagai sejumlah peraturan hukum yang
mengandung larangan dan perintah atau keharusan
dimana terhadap pelanggarannya diancam dengan
sanksi hukum berupa pidana tertentu bagi barang
siapa yang membuatnya.
2. Sedangkan dalam arti Subyektif (yang lazim pula
disebut dengan istilah Ius Puniendi), hukum pidana
itu ialah peraturan hukum yang menetapkan
tentang penyidikan, penyidikan lanjutan,
penuntutan, penjatuhan dan pelaksanaan pidana
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
18. Hukum Pidana sebagai hukum yang memuat
aturan-aturan hukum yang mengikatkan
kepada perbuatan-perbuatan yang memenuhi
syarat tertentu suatu akibat pidana
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
19. Hukum Pidana Materil
Terdiri atas tindak pidana yang disebut
berturut-turut peraturan umum yang dapat
diterapkan terhadap perbuatan itu, dan
pidana yang diancamkan terhadap perbuatan
itu
Hukum Pidana Formil
Mengatur cara bagaimana acara pidana
seharusnya dilakukan dan menentukan tata
tertib yang harus diperhatikan pada
kesempatan itu
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
20. Hukum Pidana suatu keseluruhan dari asas-
asas dan aturan-aturan yang ditaati negara
(atau masyarakat hukum umum lainnya) yang
mana mereka adalah pemelihara ketertiban
hukum umum telah melarang perbuatan-
perbuatan yang bersifat melanggar hukum
dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap
aturan-aturan dengan suatu penderitaan
yang bersifat khusus berupa pidana
Fakultas Hukum Universitas Sembilanbelas November Kolaka
21. Mengemukakan bahwa hukum pidana adalah:
a) Seluruh perintah dan larangan yang diadakan oleh
negara dan yang diancam dengan suatu pidana atau
nestapa yang diadakan oleh negara dan diancam dengan
suatu pidana atau nestapa bagi barang siapa yang tidak
mentaatinya
b) Seluruh aturan yang ditentukan oleh negara yang berisi
syarat-syarat untuk menjalankan pidana tersebut.
Catatan:
Simons terkesan memberi tekanan (accent) kepada negara sebagai satu-
satunya pihak yang berwenang membuat hukum tersebut, tentu kurang
realistis. Sebab dalam kenyataan, di indonesia juga berlaku (hidup)
hukum pidana adat yang legitimasi keberadaanya tidak diberikan oleh
negara dalam artian negara kesatuan RI akan tetapi oleh masyarakat
hukum adat bersangkutan dengan justifikasi melalui keputusan-
keputusan para pemuka adat
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
22. Hukum pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-
asas dan peraturan-peraturan yang diikuti dan
ditetapkan oleh negara atau suatu masyarakat hukum
umum lainya dimana mereka itu sebagai pemelihara
dari ketertiban hukum umum telah melarang
dilakukanya tindakan-tindakan yang bersifat
melanggar hukum dan telah mengkaitkan pelanggaran
terhadap peraturan-peraturanya dengan suatu
penderitaan yang bersifat khusus yaitu berupa pidana
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
23. a. Masalah Tindak
Pidana/perbuatan pidana
b. Masalah Pertanggungjawaban
Pidana
c. Masalah Sanksi Pidana
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
24. Hukum pidana digolongkan dalam golongan
hukum publik, yaitu mengatur hubungan
antara negara dan perseorangan atau
mengatur kepentingan umum
Hukum Pidana mengatur hubungan antara
para individu sebagai anggota masyarakat
dgn warga negara, sehingga merupakan
bagian dari hukum publik
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
25. Sebagaian besar kaidah-kaidah dalam hukum
pidana bersifat (hukum ) publik, sebagian lagi
bercampur dengan hukum publik dan hukum
privat, memiliki sanksi istimewa karena
sifatnya yang keras yang melebihi sanksi di
bidang hukum lain, berdiri sendiri, dan
kadangkala menciptakan kaidah baru yang
bersifat dan tujuannya berbeda dengan
kaidah hukum yang telah ada
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
26. Pidana adalah suatu penderitaan yang
bersifat khusus yang dijatuhkan oleh
kekuasaan yang berwenang sebagai
penanggung jawab ketertiban hukum umum
terhadap seorang pelanggar karena telah
melanggar peraturan hukum yg harus di
tegakkan oleh negara
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
27. Pada Prinsipnya, sesuai dengan sifat hukum pidana
sebagai hukum publik tujuan pokok diadakannya
hukum pidana ialah untuk melindungi kepentingan-
kepentingan masyarakat sebagai suatu kolektiv dari
perbuatan-perbuatan yang mengancamnya atau
bahkan merugikanya baik itu datang dari
perseorangan maupun sekelompok orang (suatu
organisasi). Berbagai kepentingan bersifat
kemasyarakatan tersebut antara lain ialah
ketentraman, ketenangan dan ketertiban dalam
kehidupan bersama.
Dalam perspektif teori tentang aliran-aliran pemikiran
hukum pidana, tiga konsep mengenai tujuan
diadakannya hukum pidana diatas sebenarnya
termanifestasi (tercermin) dalam tiga aliran pokok
yang pernah berkembang dalam hukum pidana. Tiga
aliran pokok itu ialah:
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
28. Menitik beratkan pada perbuatan pelaku
kejahatan (Daad/perbuatan)
Sepanjang dalam realitas terdapat orang
yang melakukan tindak pidana, maka orang
tersebut harus dijatuhi sanksi pidana tanpa
melihat latar belakang dan motivasi yang
mendorongnya melakukan tindak pidana
Bukan orang yang melakukan tindak
pidana, tetapi pada perbuatannya
Menitik Beratkan kepada Kepastian hukum
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
29. Perbuatan seseorang tidak dapat dilihat
secara abstrak dari sudut yuridis semata-
mata terlepas dari orang yang melakukannya,
perbuatan seseorang juga dipengaruhi oleh
watak pribadinya, faktor biologis, faktor
lingkungan masyarakat
Bertitik tolak pada paham determinisme
(dipengaruhi oleh faktor), titik sentral
pemikiran aliran modern adalah pada diri
pelaku kejahatan (daader/pelaku)
30. Ketika terjadi suatu tindak pidana, maka
tidaklah otomatis pelakunya harus dijatuhi
sanksi pidana tertentu sesuai dengan
ketentuan hukum (pidana), yang pertama kali
harus dilakukan adalah pembuktian terlebih
dahulu apa yang sesungguhnya menjadi latar
belakang dan motivasi dari pelaku saat
melakukan tindak pidana
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
31. Aliran Neo – Klasik merupakan modifikasi dari
aliran klasik dan dipengaruhi juga oleh aliran
modern, tema sentral pemikirannya adalah
pada aspek perbuatan pidana dan pelaku dari
perbuatan pidana secara seimbang (Daad-
Daader/Perbuatan dan pelakunya)
Aliran tersebut merupakan penjabaran dari
tujuan hukum pidana, yaitu melindungi
kepentingan masyarakat dan individu
perseorangan
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
32. Pada prinsipnya, muara akhir dari keseluruhan proses
hukum pidana dan penegakanya adalah berujung pada
tindakan penjatuhan sanksi pidana terhadap pelanggar
hukum (Pemidanaan).
Idealnya fungsionalisasi (Penggunaan) Hukum Pidana
haruslah ditematkan sebagai upaya terakhir atau
biasa disebut “Ultimum Remidium”
Fungsi hukum pidana yang Ultimum Remidium
tersebut, seringkali pula dikatakan sebagai fungsi
Subsidiaritas. Artinya, Penggunaan hukum pidana itu
haruslah berhati-hati serta penuh dengan berbagai
pertimbangan secara Komprehensif
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
33. Dapat dibedakan 2 fungsi dari hukum pidana, ialah
1. Fungsi Umum, Oleh karena hukum pidana itu merupakan
sebagian dari keseluruhan lapangan hukum, maka fungsi
hukum pidana juga sama dengan fungsi hukum pada
umumnya, ialah mengatur hidup kemasyarakatan atau
menyelenggarakan tata dalam masyarakat.
2. Fungsi yang khusus bagi hukum pidana ialah melindungi
kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak
memperkosa (Rechtsguterschutz) dengan sanksi yang
terdapat pada cabang hukum lainya. Kepentingan-
kepentingan hukum (benda-benda hukum) ini boleh dari
orang seorang dari badan atau dari kolektiva, misalnya
masyarakat, Negara dsb. Saksi yang tajam itu dpat
mengenai harta benda, kehormatan, badan dan kadang-
kadang nyawa seseorang yang memperkosa benda-benda
hukum itu. Dapat dikatakan bahwa hukum pidanaitu
memberi aturan-aturan untuk menanggulangi perbuatan
jahat.
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
34. Hukum Pidana Umum Ialah hukum Pidana yang dapat
diperlakukan terhadap setiap orang pada umumnya
Hukum Pidana Khusus diperuntukan bagi orang-orang
tertentu, (Misalnya Anggota TNI), atau pun merupakan
hukum pidana yang mengatur tentang delik-delik
tertentu, (Misalnya Hukum fiskal (pajak), Hukum
Pidana ekonomi
Sudarto, Mengemukakan sedikitnya ada tiga kelompok
yang dapat dikualifikasikan sebagai UU pidana
Khusus:
1) UU yang tidak dikodifikasikan
2) Peraturan-peraturan hukum administratif yang
mengandung sanksi pidana, misalnya UU tentang
enyelesaian perburuhan
3) UU yang mengandung hukum pidana khusus, Yang
mengatur orang tertentu
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
35. Hukum pidana Khusus dalam arti luas (yang
meliputi ketentuan-ketentuan hukum
administasi) memunyai tujuan dan fungsi
yang berlainan dengan tujuan fungsi hukum
pidana umum, dan oleh karena itu ketentuan-
ketentuan umumnya sebagiaan menyimpang
dari ketentuan umum dan asas-asas hukum
pidana umum dan hukum acara pidana umum
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
36. Hukum pidana materiil memuat aturan yang menetapkan dan
merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana,
aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk dapat
menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai pidana (Contoh
: KUHP memuat aturan –aturan hukum pidana materiil)
Hukum pidana formil mengatur bagaimana Negara dengan
perantaraan alat-alat perlengkapannya melaksanakan
haknya untuk mengenakan pidana. (Hukum pidana formil
bisa juga disebut hukum acara pidana KUHAP).
Berdasarkan Tempat Berlakunya:
Hukum pidana umum yang dibentuk oleh pembentuk Undang-
undang pusat dan berlaku untuk seluruh Negara
Hukum pidana lokal yang dibentuk oleh pembentuk Undang-
undang daerah
Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis
(hukum pidana adat)
Hukum pidana internasional dan hukum pidana nasional
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
37. Sesuai dengan hakekat dan tujuan diadakannya hukum
pidana yakni untuk menanggulangi tindak kriminal
(kejahatan) guna memberikan perlindungan dan pengayoman
kepada masyarakat luas maupun individu-individu
didalamnya, maka keberhasilan untuk mencapai tujuan perlu
mendapat dukungan dari aplikasi beberapa bidang ilmu lain
yang berkaitan dengaan hukum pidana:
1. Ilmu Kriminologi
secara etimologis, “krimino” atau “crime” yang berarti
“kejahatan” dan “logi” atau “logos” yang berarti Ilmu
Pengetahuan secara sederhana dapat diartikan sebagai
ilmu pengetahuan tentang kejahatan.
Secara Terminologis, kriminologi adalah suatu bidang ilmu
yang mengkaji permasalahn kejahatan yang garis besar
substansinya terdiri dari dua bidang pokok, yaitu:
Etiology of Crime, yakni bagian dari krinologi yang membahas
mengenai sebab-sebab terjadinya kejahatan
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
38. Hukum pidana itu menunjukan adanya
suatu perbedaan dari hukum-hukum yang
lain, karena di dalamnya orang mengenal
adanya suatu kesegajaan untuk
memberikan suatu akibat hukum yang
berupa penderitaan secara khusus
Penderitaan tersebut adalah dalam bentuk
suatu hukuman kepada mereka yang telah
melakukan suatu pelanggaran terhadap
keharusan-keharusan maupun larangan-
larangan yang telah ditentukan didalamnya
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
39. Pengenaan penderitaan terhadap orang-
orang yang secara nyata melanggar norma-
norma yang terdapat dalam hukum pidana
hendaknya dilakukan sebagai sarana terakhir
(ultimum remidium), karena penderitaan
tersebut mengarah pada stigmatisasi
terhadap orang yang bersangkutan
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
40. Hukum pidana hakikatnya merupakan kode
moral suatu bangsa, di situ kita dapat melihat
apa sebenarnya yang dilarang, tidak
diperbolehkan dan yang harus dilakukan
dalam suatu masyarakat atau negara. Apa
yang baik dan apa yang tidak baik menurut
pandangan suatu bangsa dapat tercermin di
dalam hukum pidananya
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
41. Criminal Policy, yaitu bagian dari kriminologi yang membahas
kebijakan-kebijakan yang dianggap paling tepat untuk
menanggulangi kejahatan setelah diadakan pengamatan
secara mendalam terhadap sebab-sebab terjadinya
kejahatan.
2. Ilmu Viktimologi
Secara etimologis, istilah viktimologi adalah terdiri atas
kata viktimo atau “victim” yang berarti “korban” dan “logi”
atau “logos” yang berarti” “ilmu pengetahuan”. Jadi secara
sederhana bisa diartikan bahwa viktimologi adalah ilmu
pengetahuan yang mengkaji hal-hal yang berhubungan
dengan korban (korban kejahatan)
Secara Terminologi, hal-hal yang berhubungan dengan
korban kejahatan yang menjadi kajian viktimologi tersebut
adalah terdiri atas dua hal pokok:
Masalah keterlibatan korban dalam proses terjadinya
kejahatan
Masalah perhatian hukum terhadap korban kejahatan
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
42. 3. Ilmu Forensik
4. Psikiatri Kehakiman
5. Sosiologi Hukum
6. Kedokteran Kehakiman
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
43. Masa Sebelum Penjajahan Belanda
Sebelum kedatangan bangsa Belanda yang dimulai oleh Vasco da
Gamma pada tahun 1596, orang Indonesia telah mengenal dan
memberlakukan hukum pidana adat. Hukum pidana adat yang
mayoritas tidak tertulis ini bersifat lokal, dalam arti hanya
diberlakukan di wilayah adat tertentu. Hukum adat tidak mengenal
adanya pemisahan yang tajam antara hukum pidana dengan hukum
perdata (privaat). Pemisahan yang tegas antara hukum perdata yang
bersifat privat dan hukum pidana yang bersifat publik bersumber dari
sistem Eropa yang kemudian berkembang di Indonesia. Dalam
ketentuannya, persoalan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
adat ditentukan oleh aturan-aturan yang diwariskan secara turun-
temurun dan bercampur menjadi satu.
Dalam Perspektif Periodesasi, perkembangan peng - kodifikasi-an
hukum pidana Indonesia oleh Belanda Tersebut kurang lebih dapat
dijelaskan tahap-tahap waktunya sebagai Berikut:
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
44. Pada tahun 1866, melalui Staatblad 1866/No 55,
Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia mulai
mengenalkan bentuk dan sistem hukum pidana
kodifikatif kepada bangsa Indonesia yakni dengan
diberlakukannya W.v. S.E (Wetboek van Strafrect voor
Europeanen).
Sesuai dengan namanya, W.v.S.E atau KUHP Eropa,
maka dalam kenyataanya pada periode ini KUHP
tersebut memang baru dikhususkan untuk penduduk
golongan eropa yang ada di Indonesia. Sedangkan
untuk golongan penduduk yang lain (Timur Asing dan
Pribumi), dalam periode ini masih berlaku hukum
pidana adat dan masing-masing golongan
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
45. Pada Tahun 187, Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia membuat
satu lagi Undang-undang hukum pidana baru yang diperuntukkan
secara khusus bagi penduduk golongan Timur Asing dan Pribumi.
Undang-udang tersebut ialah W.v.S.I (Wetboek van Strafrecht voor
Inlanders en Daamede gelijkgestelden) yang ditetapkan berdasarkan
Staatsblad 1872/No. 85. Secara formal yuridis, sejak W.v.S.I berlaku,
maka tidak ada lagi Pluralisme Hukum Pidana di Indonesia yang
bersumber dari hukum pidana adat (tidak tertulis) karena sejak saat
itu, penilaian dan penanganan terhadap semua jenis pelanggaran
hukum pidana baik oleh penduduk golongan Timur Asing maupun
oleh warga Pribumi, adalah mengacu kepada aturan hukum pidana
tertulis dalam W.v.S.I tersebut.
Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan periode pertama. Maka
sejak tahun 1872 atau sejak berlakunya W.v.S.I ini, di bumi
Nusantara Indonesia telah terjadi dualisme hukum pidana kodifikasi.
Yaitu yang pertama karena berlaku W.v.S.E untuk penduduk
Indonesia golongan Eropa , dan yang kedua saat itu juga berlaku
W.v.S.I untuk penduduk Indonesia Golongan Timur Asing dan
Pribumi.
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
46. Kondisi dualisme dalam hal berlakunya KUHP di Indonesia sejak tahun 187
sebagaimana dijelaskan diatas, masih terus berlangsung dan baru berakhir
pada tahun 1915, yaitu saat pemerintah kerajaan Belanda yang
membawahi langsung pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia
memberlakukan Staatsblad 1915/No. 732. Staatsblad ini berlaku di
Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Ratu Belanda (Wilhelmina) yang
diberi nama “Koninklijk Besluit Van Strafrecht Voor Nederlandsch Indie”.
Secara Inti, Staatblad ini adalah berisi mengenai berlakunya satu KUHP
yang bernama asli W.v.S.N.I : Wetboek van Strafrecht voor Nederlands
Indie, untuk semua golongan penduduk Indonesia.
Namun karena beberapa pertimbangan dan penyempurnaan yang terus
masih diupayakan, maka efektifnya, W.v.S.N.I ini baru diberlakukan di
Indonesia pada tahun 1918. Sejak itu (1918), W.v.S.E dan W.v.S.I (dua
KUHP yang sebelumnya dikhususkan berlakunya masing-masing untuk
golongan Eropa dan Golongan Timur Asing Pribumi) akhirnya menjadi
terhapus (tidak berlaku lagi)
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
47. Dengan demikian, sejak berlakunya W.v.S.N.I pada tahun 1918 tersebut
dapat dikatakan bahwa di Indonesia telah terjadi suatu Unifikasi Hukum
Pidana. Artinya, ketentuan-ketentuan dalam Hukum Pidana KUHP sudah
berlaku untuk semua penduduk di Indonesia (tidak dibedakan lagi menurut
golongannya).
KUHP negara Belanda itu sendiri sesungguhnya adalah merupakan copy
(turunan) yang dipaksakan dari Code Penal (Hukum Pidana) Prancis. Hal
ini karena sejak Tahun 180 negara Belanda dijadikan bagian dari Perancis
oleh Kaisar Napoleon Bonaparte.
Selanjutnya. W.v.S.N.I 1915 yang berlakunya di Indonesia baru efektif sejak
tahun 1918 ini, terus berlangsung sebagai KUHP (hukum Pidana Kodifikasi
dan Sekaligus unifikasi)
Indonesia hingga Indonesia merdeka, kemudian setelah Indonesia merdeka
pun bahkan hingga sekarang saat ini, W.v.S.N.I tersebut juga masih
menjadi satu-satunya KUHP sah Indonesia atas dasar ketentuan Pasal 11
Aturan Peralihan UUD 1945 jo. UU No. 1/1946. Hal demikian karena Pasal
11 Aturan Peralihan UUD 1945 menyatakan:
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
48. “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih
langsung berlaku selama belum di adakan yang baru
menurut Undang-undang Dasar ini”
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
50. Sumber hukum adalah tempat di mana
hukum itu ditemukan atau digali
Sumber Hukum itu di bagi dalam 2 sumber ,
sumber Hukum Formil dan Sumber Hukum
Materiil
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
51. Sumber hukum formil adalah tempat atau
sumber darimana suatu peraturan
memperoleh kekuatan hukum, ini berkaitan
dengan bentuk atau cara yang menyebabkan
peraturan hukum itu formal berlaku
Sumber hukum Materiil adalah tempat dari
mana materi hukum itu diambil. Sumber
hukum Materiil ini merupakan faktor yg
membantu pembetukan hukum, misalnya
hubungan sosial, politik, agama, budaya
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
52. KUHP (beserta UU yang merubah & menambahnya)
UU Pidana di luar KUHP
Ketentuan Pidana dalam Peraturan perundang-
undangan non-pidana
YURISPRUDENSI
HUKUM PIDANA INTERNASIONAL
HUKUM PIDANA ADAT
DOKTRIN
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka
53. Buku Kesatu ialah berisi tentang ketentuan-
ketentuan Umum yang berupa asas-asas atau
prinsip-prinsip dasar hukum Pidana Indonesia
(Pasal 1 - Pasal 103)
Buku Kedua ialah berisi tentang Ketentuan
Tindak Pidana yang disebut dengan
Kejahatan (Pasal 104 - Pasal 488)
Buku Ketiga ialah berisi tentang Ketentuan
Tindak Pidan yang disebut Pelanggaran
(Pasal 488 – 509).
Fakultas Hukum 19 Nopember
Kolaka