7. Apa saja yang memenuhi unsur-unsur Pertanggungjawaban Negara atas pelanggaran Hukum Internasional dalam kasus penyerangan Korea Utara terhadap Korea Selatan?
11. Pertanggungjawaban negara dapat timbul karena pelanggaran Perjanjian Internasional (Treaty). Dalam hal ini berlaku asas bahwa setiap pelanggaran suatu perjanjian internasional menimbulkan kewajiban untuk mengganti kerugian.
13. Pelanggaran atas suatu kontrak tidak selalu menimbulkan pertanggungjawaban negara menurut hukum internasional. Kalaupun timbul pertanggungjawaban negara menurut hukum internasional, pertanggungjawaban itu tidak timbul karena kontrak tersebut, tetapi adanya pelanggaran kewajiban di luar perjanjian tersebut. Misalnya adalah denial of justice.
15. Perjanjian Konsesi dikenal Klausula Calvo. Klausula Calvo menetapkan bahwa penerima konsesi melepaskan perlindungan pemerintahnya dalam sengketa yang timbul dari perjanjian tersebut dan bahwa sengketa yang timbul dari perjanjian tersebut harus diajukan ke peradilan nasional negara pemberi konsesi.
17. Ekspropriasi adalah pencabutan hak milik perorangan untuk kepentingan umum yang disertai pemberian ganti rugi. Ekspropriasi yang melanggar hukum internasional mewajibkan negara yang melakukan ekspropriasi itu membayar ganti rugi sebagaimana mestinya.
24. Negara kreditur tidak berhak menggunakan kekerasan. Teori yang diterima umum menyatakan bahwa dalam hal tersebut kewajiban negara debitur adalah sama dengan kewajiban negara menurut hukum perjanjian.
33. Ajaran ini menyatakan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh petugas negara atau orang yang bertindak atas nama negara dapat dibebankan kepada negara.
38. Dalam perkembangan hukum internasional, kewajiban negara juga terkait dalam pertanggungjawaban terhadap lingkungan. Terdapat kewajiban umum yang dimiliki oleh negara-negara untuk menjaga agar segala aktifitasnya yang berada dalam jurisdiksinya dan dituntut untuk melakukan kontrol terhadap wilayah yang terkait perlindungan terhadap lingkungan.
39.
40. persetujuan yang sah dari suatu negara atas perbuatan yang dilakukan oleh negara lain yang jika tidak ada persetujuan tersebut perbuatan tadi adalah perbuatan yang dapat dipersalahkan.
42. Suatu negara diijinkan bertindak dalam cara yang bertentangan dengan kewajiban internasional yang diembannya dengan tujuan untuk membel diri sebagimana dinyatakan dalam Piagam PBB.
44. Dalam hukum internasional dikenal alasan akibat dari keadaan yang berada diluar kemampuan, menekankan pengecualian pengenaan tanggungjawab internasional terhadap situasi yang benar-benar diluar kemampuan.
47. Sebuah situasi dimana negara tidak mempunyai cara lain yang lebih baik dalam hal penyelamatan diri dan orang-orang yang ada dalam tanggung jawabnya.
51. Untuk bisa meminta pertanggungjawaban inetrnasional dari suatu negara terhadap tindakan atau pembiaran yang dilakukan harus bisa ditunjukkan bahwa kegiatan tersebut dilakukan oleh lembaga-lembaga negara, badan dan perwakilan yang dapat dikaitkan dengan negara tersebut.
53. Tindakan yang dilakukan oleh eksekutif, legislatif dan yudikatif sebagai pilar utama pemerintahan.
54. Segala tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan lokal dan dinas-dinas yang ada di wilayahnya masing-masing.
55. Segala tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintahan atau agen-agen pemerintahan lainnya sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.
56. Sebuah tindakan yang sah menurut hukum nasional tetapi bertentangan dengan hukum internasional tetap bisa membuat negara tersebut dimintai pertanggungjawaban.
58. Negara juga bertanggungjawab terhadap tindakan individu atau kelompok. yang bisa membuktikan bahwa tindakannya tersebut dilakukan atas nama negara atau sedang melakukan kewenangan negara tanpa ada tindakan negara untuk mencegahnya.
63. Objective responsibility, pertanggungjawaban mutlak dan langsung dilakukan terhadap negara yang melakukan delik internasioanal. Dalam hal ini tidak lagi diperlukan adanya bukti dari kesalahan atau itikad buruk dari aparat atau pelakunya.
64. Subjective responsibility, menurut teori ini tanggung jawab negara ditentukan oleh adanya unsur keinginan atau maksud untuk melakukan suatu perbuatan (kesengajaan atau dolus) atau kelalaian (culpa) pada pejabat atau agen negara yang bersangkutan.
72. Dalam kasus diatas telah terjadi pelanggaran atas kedaulatan wilayah negara lain dhal ini ditandai dengan penyerangan Korea Utara terhadap sebuah pulau yang notabene masiah dalam lingkup kekuasaan wilayah negara Republik Korea Selatan.
73. Penyerangan Korea Utara terhadap Korea selatan termasuk dalam pelanggaran yang bersifat diplomatik sehingga tidak membutuhkan exhaustion of local remedies sehingga kasus tersebut dapat diatribusikan langsung pada negara. Dalam hal ini Korea Selatan dapat meminta pertanggungjawaban langsung kepada Korea Utara.
77. Dalam isi pertanggungjawaban negara menyangkut hal-hal yang berhubungan dengan tuntutan dan bentuk-bentuk pertanggungjawaban, Korea Selatan selaku negara yang dirugikan, melalui perwakilannya berhak menutut pertanggungjawaban Korea Utara. Bentuk bentuk pertanggungjawaban tersebut dapat berupa:
79. Berkaitan dengan upaya yamg dilakukan oleh suatu negara untuk mendapatkan sebuah putusan dari pengadilan yang mendukungnya. Dalam hal ini juga dapat ditempuh melalui perundingan diplomatik, pernyataan maaf secara resmi dari negara yang bersangkutan, mengakhiri perbuatan itu serta menawarkan jaminan yang memadai atau jaminan tidak akan mengulangi perbuatan itu.
81. Perbaikan dan pemberian kompensasi atas kerugian yang ditimbulkan, baik materiil maupun immaterial. Kompensasi dapat diberikan terhadap pelanggaran-pelanggaran oleh suatu neagara walaupun pelanggaran tersebut tiak berupa kerugian financial, misalnya pelanggaran atas kekebalan diplomatik dan konsuler. Berupa reparasi politik dan moral.
83. Restitusi adalah tindakan untuk mengembalikan keadaan seperti sebelum terjadinya pelanggaran sepanjang hal itu secara material tidak mustahil atau sepanjang tidak merupakan suatu beban yang tidak proporsional. Restitusi hanya mencakup pengembalian hal-hal sebelum kejadian, sedangkan kerugian lebih lanjut merupakan masalah kompensasi. Adapun kompensasi pengertiannya adalah bahwa suatu negara berkewajiban untuk memberi kompensasi atas kerugian yang disebabkan oleh perbuatannya yang dipersalahkan menurut hukum internasional sepanjang hal itu tidak menyangkut hal-hal yang telah dilakukan secara baik melalui restitusi. Sementara itu, menyangkut soal pemenuhan (satisfaction), Artikel menentukan bahwa hal itu dilakukan sepanjang restitusi atau kompensasi tidak berlangsung baik atau tidak memuaskan. Ia dapat berupa pengakuan telah melakukan pelanggaran, pernyataan menyesal, atau permohonan maaf secara formal atau sarana-sarana lain yang dipandang tepat.
85. Korea Selatan sebagai negara yang dirugikan dapat membawa kasus penyerangan atas negaranya untuk dibawa ke Mahkamah International. Hal ini disebabkan ketentuan exhaustion of local remedies tidak diperlukan karena Korea Utara telah melakukan pelanggaran langsung hukum internasional yang menyebabkan kerugian terhadap negara lainnya. Selain itu semua unsur-unsur pelanggarab hukum internasional telah terpenuhi.
88. Korea Utara telah terbukti melanggar kedaulatan wilayah negara lain dengan cara menyerang wilayah Korea Selatan.
89. Penyerangan tersebut telah mengakibatkan kematian militer Korea Selatan dan menyebabkan kerugian materiil dengan rusaknya pemukiman penduduk.
90. Dalam hal ini Korea Selatan dapat menuntut pertanggungjawaban Korea Utara karena telah melanggar kedaulatan wilayah negaranya dan pelanggaran kejahatan internasional dengan melakukan serangkaian serangan yang ditujukan kepada sipil.
91. Korea Selatan dapat menuntut Korea Utara ke mahkamah Internasioanal Mahkamah pidana Internasional.DAFTAR PUSTAKA<br />http://www.dostoc.com/ppt/hukum/tanggungjawabnegara 11/28/2010/8.29 <br />Ellectronica Sicula Spa (ELSI), Judgement, ICI Reports 1989, h. 15.<br />http://www.detik.com/dunia/perangkorea 11/27/2010/6.39<br />http://www.rheinaldyy.blogspot.com/pengantarilmufilsafat/tanggungjawabnegara 11/23/2010/ 8.28 <br />Ian Brownlie, Principles of Public International, Oxford: Clarendon Press, 1992. H. 458.<br />James Crawford, The International Law Commission’s Articles on State Responsibility, Cambridge University Press, 2002.<br />Malcolm N. Shaw, International Law, Cambridge:Cambridge University Press, 1997. H. 541.<br />Martin Dixon dan Robert McCorquodale, Cases and Materials on Internasional <br />Law , New York:Oxford University Press, 2003. H. 403.<br />Thantowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: PT Refika Aditama, 2006.<br /> <br />