Chapter II "Hubungan Supervisi Kepala Ruangan dengan Kinerja Perawat dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin Tahun 2014"
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
113063 a10082 _chapter ii__mariakartinydr
1. 13
STIKES Suaka Insan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Konsep Persepsi
a. Pengertian
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberikan makna kepada stimulus, tentang bagaimana seseorang memberi arti terhadap stimulus tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Persepsi merupakan sesuatu yang berkenaan dengan fenomena dimana hubungan antara stimulus dan pengalaman yang lebih kompleks daripada fenomena yang ada pada sensasi. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Titchener yang mengatakan bahwa persepsi adalah satu kelompok pengindraan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu. Selanjutnya Chaplin mengatakan bahwa persepsi adalah proses untuk mengetahui atau mengenal objek atau kejadian objektif yang menggunakan indra dan kesadaran dari proses-proses organis. Menurut pandangan kontemporer, persepsi secara umum diperlakukan sebagai satu variabel campur tangan (variabel interviewing) yang tergantung pada faktor-faktor motivasional (Pieter dan Lubis, 2010). Secara umum, persepsi adalah proses mengamati dunia luar yang mencakup
13
2. 14
STIKES Suaka Insan
perhatian, pemahaman dan pengenalan objek-objek atau peristiwa. Biasanya persepsi diorganisasikan ke dalam bentuk (figure), dasar (ground), garis bentuk (garis luar, kontur) dan kejelasan.
b. Faktor yang mempengaruhi persepsi
Pieter dan Lubis (2010) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah:
1) Minat, artinya semakin tinggi minat seseorang terhadap suatu objek atau peristiwa, maka semakin tinggi juga minatnya dalam mempersepsikan suatu objek atau peristiwa.
2) Kepentingan, artinya semakin dirasakan penting terhadap suatu objek atau peristiwa tersebut bagi diri seseorang, maka semakin peka dia terhadap objek-objek persepsinya.
3) Kebiasaan, artinya objek atau peristiwa semakin sering dirasakan seseorang maka semakin terbiasa dirinya di dalam membentuk persepsi.
4) Konstansi, artinya adanya kecendrungan seseorang untuk selalu melihat objek atau kejadian secara konstan sekalipun sebenaryna ini bervariasi dalam bentuk, ukuran, warna dan kecemerlangan.
Anjaryani (2009) menambahkan bahwa persepsi juga bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
1) Faktor Pelaku Pemersepsi
Bila seseorang mamandang suatu objek dan mencoba, maka penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari orang yang berpersepsi yang mencakup sikap,
3. 15
STIKES Suaka Insan
motif, kepentingan, pengalaman dan pengharapan. Faktor tersebut berkaitan dengan faktor yang mengubah persepsi individu yaitu variabel demografik. Variabel demografik meliputi usia, jenis kelamin dan ras/etnik. Faktor usia dapat dikaitkan dengan tumbuh kembang seseorang. Seorang bayi, misalnya tidak merasakan pentingnya diet sehat, seorang remaja mungkin merasa pengakuan teman sebaya lebih penting daripada pengakuan keluarga dan akibatnya dapat terlibat dalam tindakan yang membahayakan dan mengadopsi pola makan dan pola tidur yang tidak sehat.
Faktor persepsi dari segi usia juga bergantung pada perkembangan kognitif dari seseorang. Bagaimana belajar berpikir, bernalar dan menggunakan bahasa. Perkembangan tersebut melibatkan kecerdasan, kemampuan pemersepsi dan kemampuan untuk memproses informasi yang dimiliki individu, sehingga dalam melihat persepsi dari segi usia perlu dilihat teori kognitif saat mengembangkan persepsi seseorang.
Faktor pemersepsi dari segi jenis kelamin sejak dulu pria dan wanita memiliki cara pandang yang berbeda. Setiap orang memiliki karakteristik kepribadian, nilai-nilai dan pengalaman hidup yang unik sehingga mempersepsikan dan menginterpretasikan pesan dan pengalaman secara berbeda. Anak perempuan cenderung mempersepsikan bahasa untuk mengonfirmasi, meminimalkan perbedaan dan membangun
4. 16
STIKES Suaka Insan
kedekatan. Anak laki-laki cenderung mempersepsikan bahasa untuk membentuk kemandirian dan merundingkan status dalam suatu kelompok. Perbedaan tersebut dapat berlanjut hingga dewasa sehingga komunikasi yang sama dapat diinterpretasikan secara berbeda oleh pria dan wanita.
2) Faktor Objek
Karakteristik dari target yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan karena target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, namun objek yang berdekatan akan cenderung dipersepsikan bersama-sama. Faktor target mencakup hal-hal baru yakni gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang dan kedekatan.
3) Faktor Situasi
Faktor situasi ini mencakup waktu, keadaan/tempat kerja dan keadaan sosial.
c. Bentuk-bentuk Persepsi
Pieter dan Lubis membagi persepsi dalam 3 bentuk, yaitu:
1) Persepsi Jarak
Persepsi jarak sebelumnya merupakan teka-teki bagi teoritis persepsi karena cenderung dianggap sebagai apa yang dihayati oleh indra perorangan yang berkaitan dengan bayangan dua dimensi. Akhirnya ditemukan stimulus visual memiliki ciri- ciri yang berhubungan dengan jarak pengamatan, atau lebih dikenal dengan istilah isyarat jarak (distance cues). Sebagian
5. 17
STIKES Suaka Insan
faktor ini hanya ada bila suatu penglihatan dipandang dengan kedua mata (isyarat binokuler) dan sebagian lagi ada dalam stimulus luas pada tiap mata (isyarat monokuler). Persepsi jarak menjadi lebih sulit karena sangat tergantung pada sejumlah besar faktor.
2) Persepsi Gerakan
Isyarat persepsi gerakan ada di lingkungan sekitar manusia. Kita melihat sebuah benda bergerak, sebagian menutupi dan sebagian lagi tidak menutupi latar belakangnya yang tidak bergerak. Kita juga akan melihat benda-benda bergerak ketika berubah jarak, dan kita melihat bagian baru ketika bagian lain hilang dari pandangan. Jadi tidak peduli apakah pandangan mata kita mengikuti benda yang bergerak atau pada latar belakangnya. Suatu hal akan menjadi menarik jika meninggalkan suatu isyarat yang ambigius sehingga dapat memungkinkan terjadinya kekeliruan dalam mempersepsi.
3) Persepsi Kedalaman
Persepsi kedalaman dimungkinkan akan muncul melalui penggunaan isyarat-isyarat fisik, seperti akomodasi, konvergensi dan disparitas selaput jala dari mata dan juga disebabkan oleh isyarat-isyarat yang dipelajari dari perspektif linier dan udara interposisi atau meletakkannya di tengah-tengah, di mana ukuran relatif dari objek dalam penjajaran, bayangan, ketinggian tekstur atau susunan.
6. 18
STIKES Suaka Insan
2. Konsep Manajemen Keperawatan
Manajemen keperawatan adalah suatu rangkaian kegiatan pelayanan keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat yang menerapkan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian dalam mencapai pelayanan keperawatan yang profesional dengan berprinsip efektif dan efisien. Manajemen keperawatan juga merupakan pola kerja yang menerapkan tahapan pendekatan yang sistematik dimana pekerjaan itu dimulai dengan membuat perencanaan, melakukan pengorganisasian dan pengarahan diikuti pengendalian dan diakhiri evaluasi termasuk tahapan umpan balik (Kurniadi, 2013).
Simamora (2012) berpendapat bahwa manajemen keperawatan mempunyai lingkup manajemen operasional yang merencanakan, mengatur dan menggerakkan para perawat untuk memberikan pelayanan keperawatan dengan sebaik-baiknya kepada pasien, diperlukan suatu standar yang akan digunakan baik sebagai target maupun alat pengontrol pelayanan tersebut. Manajemen keperawatan merupakan tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh pengelola keperawatan untuk merencanakan, mengorganisasikan, mengarahkan serta mengawasi sumber-sumber yang ada baik sumber daya maupun dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif kepada pasien, keluarga dan masyarakat berdasarkan kerangka pikir keperawatan.
Depkes RI (2001) dalam Kurniadi (2013) mendefinisikan manajemen keperawatan sebagai suatu proses perubahan atau
7. 19
STIKES Suaka Insan
transformasi dari sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan melalui pelaksanaan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengaturan ketenagaan, pengarahan, evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan.
3. Konsep Supervisi
a. Pengertian Supervisi
Supervisi berasal dari bahasa latin yaitu super dan videre. Super yang berarti di atas dan videre berarti melihat. Jadi supervisi berarti melihat dari atas. Pengertian supervisi secara umum adalah melakukan pengamatan secara langsung dan berkala oleh “atasan” terhadap “bawahan” untuk kemudian bila ditemukan masalah, segera diberikan bantuan yang bersifat langsung untuk mengatasinya. Supervisi dalam konteks keperawatan diartikan sebagai suatu proses kegiatan pemberian dukungan sumber-sumber yang dibutuhkan perawat dalam rangka menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Triwibowo, 2013).
Supervisi adalah proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Siagian dan Gillies dalam Kurniadi 2013). Supervisi manajemen keperawatan merupakan salah satu jenis kegiatan pengamatan secara seksama sebagai sarana mengetahui kesalahan awal di semua lini untuk langsung diperbaiki atau dimodifikasi agar
8. 20
STIKES Suaka Insan
berjalan sesuai dengan ketentuan/pedoman pekerjaan yang telah disepakati bersama.
Suyanto (2009) menjelaskan bahwa supervisi mempunyai pengertian lebih demokratis. Supervisi, dalam pelaksanaannya bukan hanya mengawasi apakah seluruh staf keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan instruksi atau ketentuan yang telah digariskan tetapi juga bagaimana memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung. Jadi dalam kegiatan supervisi seluruh staf keperawatan bukan sebagai objek tetapi juga sebagai subjek.
Simamora (2012) mendefinisikan supervisi adalah suatu aktivitas pengawasan yang biasa dilakukan untuk memastikan bahwa suatu proses pekerjaan dilakukan sesuai dengan yang seharusnya. Pihak yang melakukan aktivitas supervisi ini disebut supervisor.
b. Unsur-unsur dalam Supervisi
Triwibowo (2013) mengemukakan unsur-unsur dalam supervisi adalah sebagai berikut :
1) Pelaksana
Pihak yang bertanggung jawab melaksanakan supervisi adalah atasan (supervisor) yang memiliki kelebihan dalam organisasi, karena fungsi supervisi memang lebih dimiliki oleh atasan. Namun, untuk keberhasilan supervisi, yang lebih diutamakan adalah kelebihan dalam pengetahuan dan keterampilan.
9. 21
STIKES Suaka Insan
2) Sasaran
Sasaran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta bawahan yang melakukan pekerjaan. Sasaran pekerjaan yang dilakukan bawahan disebut supervisi langsung, sedangkan sasaran bawahan yang melakukan pekerjaan disebut supervisi tidak langsung.
3) Frekuensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berkala. Supervisi yang dilakukan hanya sekali, bisa dikatakan bukan supervisi yang baik, dikarenakan organisasi/lingkungan selalu berkembang.
4) Tujuan
Tujuan dari supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan secara langsung sehingga dengan bantuan tersebut, bawahan akan memiliki bekal yang cukup untuk dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik.
5) Teknik
Kegiatan teknik pokok supervisi, pada dasarnya mencakup 4 hal yaitu menetapkan masalah dan prioritasnya, menentukan penyebab masalah, prioritas dan jalan keluarnya, melaksanakan jalan keluar, menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut.
c. Supervisor Keperawatan di Rumah Sakit
Supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertanggung jawab (Triwibowo, 2013), antara lain:
10. 22
STIKES Suaka Insan
1) Kepala Ruangan
Kepala ruangan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung maupun tidak langsung disesuaikan dengan metode penugasan yang diterapkan di ruang perawatan tersebut.
2) Pengawas Perawatan (Supervisor)
Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan.
3) Kepala Bidang Keperawatan
Sebagai top manajer dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi baik secara langsung maupun tidak langsung melalui para pengawas perawatan.
d. Peran dan Tugas Supervisor
Seorang supervisor harus mengetahui peran dengan baik. Adapun peran supervisor menurut Kurniadi (2013) adalah sebagai berikut:
1) Melakukan koordinasi tugas dengan unit terkait dengan atasan.
2) Membuat keputusan tentang kegiatan perencanaan dan pengorganisasian serta evaluasi yang akan dipakai.
11. 23
STIKES Suaka Insan
3) Memberikan pengarahan langsung dan tidak langsung dan melakukan penilaian kinerja staf.
4) Mempelajari dokumen laporan, catatan perkembangan organisasi dan penggunaan sumber daya.
5) Melakukan pemantauan kegiatan keperawatan dan nonkeperawatan bawahan.
6) Melakukan evaluasi dan koreksi terhadap penyimpangan.
Adapun tugas seorang supervisor adalah mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang nyaman dan aman, efektif dan efisien. Beberapa tugas supervisor menurut Suyanto (2009) adalah sebagai berikut:
1) Mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan terutama pegawai baru.
2) Melatih staf dan pelaksana keperawatan
3) Memberikan pengarahan dalam pelaksanaan tugas agar menyadari, mengerti terhadap peran, fungsi sebagai staf dan pelaksana asuhan keperawatan.
4) Memberikan pelayanan bimbingan kepada pelaksanaan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan.
e. Kompetensi Supervisor
Triwibowo (2013) mengemukakan bahwa seorang supervisor keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari harus memiliki kemampuan dalam:
12. 24
STIKES Suaka Insan
1) Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksanan keperawatan.
2) Memberikan saran, nasehat, dan bantuan kepada staf dan pelaksana keperawatan.
3) Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dalam pelaksanaan keperawatan.
4) Mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok).
5) Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan.
f. Sasaran Supervisi
Sasaran yang harus dicapai dalam supervisi (Suyanto, 2009) adalah sebagai berikut:
1) Pelaksanaan tugas keperawatan.
2) Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis.
3) Sistem dan prosedur tidak menyimpang.
4) Pembagian tugas dan wewenang.
5) Penyimpangan/penyelewengan kedudukan, kekuasaan, dan keuangan.
g. Tujuan Supervisi
Tujuan pelaksanaan supervisi secara umum adalah memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada perawat dan staf agar personil tersebut mampu meningkatkan kualitas kinerjanya dalam melaksanakan tugas dan melaksanakan proses pelayanan asuhan keperawatan. Sedangkan tujuan khususnya adalah
13. 25
STIKES Suaka Insan
meningkatkan kinerja perawat dalam perannya sebagai pemberi asuhan keperawatan sehingga berhasil membantu pasien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, meningkatkan efektifitas sistem pelayanan sehingga berdaya guna, berhasil guna dan keefektifan sarana dan efisiensi prasarana untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, meningkatkan kualitas pengelolaan pelayanaan situasi secara umum (Simamora, 2012).
Adapun tujuan pelaksanaan supervisi keperawatan menurut Kurniadi (2013) yaitu:
1) Agar pelaksanaan tugas sesuai rencana.
2) Seseorang bisa ditempatkan sesuai kualifikasinya.
3) Efisiensi fasilitas.
4) Prosedur kerja yang diikuti tidak menyimpang.
5) Pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya masing-masing.
h. Model-Model Supervisi
Ada 4 model supervisi (Suyanto, 2009), yaitu:
1) Model Konvensional
Supervisi dilakukan melalui inspeksi langsung untuk menemukan masalah dan kesalahan dalam pemberian asuhan keperawatan. Supervisi dilakukan untuk mengoreksi kesalahan dan memata-matai staf dalam menjalankan tugas. Model ini sering tidak adil karena hanya melihat sisi negatif dari pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan para perawat pelaksana
14. 26
STIKES Suaka Insan
sehingga sulit terungkap sisi positif, hal-hal yang lain ataupun keberhasilan yang telah dilakukan.
2) Model Ilmiah
Supervisi dilakukan dengan pendekatan yang sudah direncanakan sehingga tidak hanya mencari kesalahan atau masalah saja. Supervisi model ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Dilakukan dengan cara berkesinambungan.
b) Dilakukan dengan prosedur, instrumen dan standar supervisi yang baku.
c) Menggunakan data yang objektif sehingga dapat diberikan umpan balik dan bimbingan.
3) Model Klinis
Supervisi model klinis ini bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan.
4) Model Artistik
Supervisi ini dilakukan dengan pendekatan personal untuk menciptakan rasa aman sehingga supervisor dapat diterima oleh perawat pelaksana yang akan disupervisi.
15. 27
STIKES Suaka Insan
i. Prinsip-prinsip Supervisi
Agar supervisi dapat dijalankan dengan baik maka seorang supervisor harus mengetahui prinsip-prinsip supervisi dalam keperawatan (Suyanto, 2009) yaitu:
1) Didasarkan atas hubungan profesional dan bukan hubungan pribadi.
2) Kegiatan direncanakan secara matang.
3) Bersifat edukatif, suporting dan informal.
4) Memberikan perasaan aman pada staf dan pelaksana keperawatan.
5) Membentuk hubungan kerja sama yang demokratis antara supervisor dan staf.
6) Harus objektif dan sanggup mengadakan “self evaluation”.
7) Harus progresif, inovatif, fleksibel dan dapat mengembangkan kelebihan masing-masing perawat yang disupervisi.
8) Konstruktif dan kreatif dalam mengembangkan diri disesuaikan dengan kebutuhan.
9) Dapat meningkatkan kinerja bawahan dalam upaya meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
6) Melakukan penilaian terhadap penampilan kinerja perawat.
7) Mengadakan pengawasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik.
16. 28
STIKES Suaka Insan
j. Syarat-syarat Supervisi
Sebelum melaksanakan kegiatan supervisi maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sehingga hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Syarat-syarat dalam supervisi menurut Kurniadi (2013) adalah:
1) Mencerminkan sifat dan kebutuhan organisasi berdasarkan fakta yang terjadi (fact fanding), bukan persepsi atau kesimpulan supervisor.
2) Segera disampaikan laporan penyimpangan (prevention) agar segera diberikan jalan keluar dan penyelesaian terbaik.
3) Orientasi sekarang dan yang akan datang, artinya kesalahan itu bisa diperbaiki sekarang dan juga bisa dilaksanakan untuk yang akan datang.
4) Objektif, artinya berdasarkan besar atau kecilnya yang ada, bukan penilaian pribadi seorang supervisor yang kadang bisa bersifat subjektif.
5) Fleksibel, artinya semua kesalahan bisa merubah perencanaan awal karena dipengaruhi oleh situasi/kondisi, waktu dan anggaran.
6) Ekonomis, artinya semua kegiatan supervisi ke arah efisiensi organisasi tapi tidak mengurangi pencapaian tujuan yang optimal.
7) Mudah dipahami, artinya mudah untuk diikuti oleh bawahan termasuk kegiatan membimbing.
17. 29
STIKES Suaka Insan
8) Mengarah ke tindakan perbaikan, artinya bukan untuk mencari siapa yang membuat kesalahan tapi bagaimana cara mencari solusi terbaik akan kesalahannya agar bekerja secara efisien di masa mendatang.
k. Teknik-teknik Supervisi
Teknik-teknik atau cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh pembuktian dalam membandingkan keadaan yang ada dengan yang seharusnya dalam kegiatan supervisi (Kurniadi, 2013) antara lain:
1) Menelaah dan menganalisa laporan baik secara berkala maupun temporer. Secara berkala karena sudah ada jadwal yang tetap, sedangkan secara temporer bila ada kejadian luar biasa.
2) Membicarakan laporan perkembangan dalam rapat staf terhadap hal-hal yang belum dapat diselesaikan di lapangan.
3) Menelaah hasil kegiatan pemantauan. Apakah masih kurang efektif sehingga masih ada kesalahan/kekurangan dari kinerja perawat yang ada di semua level.
4) Inspeksi mendadak dilakukan bila dirasakan urgen dan perlu.
5) Observasi bisa dilakukan secara langsung turun ke lapangan maupun tidak secara langsung lewat orang lain.
6) Tanya jawab, dilakukan apabila apa yang dilakukan bawahan tidak dipahami, agar maksud baik bawahan bisa dimengerti.
7) Melakukan konfirmasi bila ada beberapa informasi yang kurang jelas sehingga memerlukan pemahaman dari sumber yang asli.
18. 30
STIKES Suaka Insan
8) Pengujian dan tes dilakukan bila digunakan untuk promosi atau penempatan jabatan tertentu. Gunanya lebih meyakinkan pejabat di atas bahwa promosi seseorang sesuai dengan kompetensinya.
9) Melakukan verifikasi/menilai ketelitian dari semua kegiatan supervisi yang telah dilakukan.
10) Penelitian bukti tertulis, artinya semua kegiatan supervisi harus didokumentasikan dan ditelaah kelebihan dan kekurangannya untuk dipakai sebagai bahan supervisi berikutnya.
a. Uraian Tugas Kepala Ruangan (Head Nurse) Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin yang Berkaitan dengan Fungsi Pengawasan
Sebagai manajer tingkat pemula, kepala ruangan menjalankan tugas pokok yaitu melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, pengawasan dan pelaporan di bagian unit pelayanan keperawatan yang menjadi tanggung jawabnya. Pengawasan yang dilakukan oleh kepala ruangan meliputi:
1) Mengawasi dan menilai pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah ditentukan.
2) Melaksanakan penilaian terhadap upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan di bidang perawatan.
3) Mengawasi peserta didik dari institusi pendidikan yang praktik lapangan untuk memperoleh pengalaman belajar sesuai tujuan program pendidikan yang telah ditentukan oleh institusi pendidikan.
19. 31
STIKES Suaka Insan
4) Melaksanakan penilaian dan menuliskannya dalam daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai, bagi pelaksana perawatan dan tenaga lain di ruang rawat yang berada di bawah tanggung jawabnya untuk berbagai kepentingan (kenaikan pangkat/golongan).
5) Mengawasi dan mengendalikan pendayagunaan peralatan perawatan secara efektif dan efisien.
b. Kegiatan Supervisi
Kegiatan supervisi adalah kegiatan yang mengkoodinasikan pekerjaan yang dilakukan orang lain. Supervisor yang efektif menekankan kegiatan supervisi. Kegiatan dalam supervisi adalah sebagai berikut (Wiyana, 2008 cit Nainggolan, 2010) :
1) Persiapan
Kegiatan Kepala Ruangan (supervisor) meliputi:
a) Menyusun jadwal supervisi.
b) Menyiapkan materi supervisi (format supervisi, pedoman pendokumentasian).
c) Mensosialisasikan rencana supervisi kepada perawat pelaksana.
2) Pelaksanaan supervisi
Kegiatan kepala ruangan (supervisor) pada tahap pelaksanaan supervisi meliputi :
a) Mengucapkan salam pada perawat yang disupervisi.
20. 32
STIKES Suaka Insan
b) Membuat kontrak waktu supervisi pendokumentasian dilaksanakan.
c) Bersama perawat mengidentifikasi kelengkapan pendokumentasian untuk masing-masing tahap.
d) Mendiskusikan pencapaian yang telah diperoleh perawat dalam pedokumentasian asuhan keperawatan.
e) Memberikan bimbingan / arahan pendokumentasian asuhan keperawatan.
f) Mencatat hasil supervisi.
3) Evaluasi
Kegiatan kepala ruangan (supervisor) pada tahap evaluasi meliputi:
a) Menilai respon perawat terhadap pendokumentasian yang baru saja diarahkan.
b) Memberikan reinforcement pada perawat.
c) Menyampaikan rencana tindak lanjut supervisi.
4. Konsep Kepala Ruangan
a. Pengertian Kepala Ruangan
Kepala ruangan adalah manajer tingkat pemula yang fokus utama kegiatannya berada di unit kerja. Kepala ruangan, dalam melakukan kegiatannya dibantu oleh orang-orang yang bekerja di tingkat manajer pemula antara lain wakil kepala ruangan dan ketua tim serta perawat pelaksana. Depkes (2000) dalam Kurniadi (2013)
21. 33
STIKES Suaka Insan
mendefinisikan kepala ruangan adalah seorang tenaga keperawatan yang diberi tanggung jawab dan wewenang dalam mengatur dan mengendalikan kegiatan pelayanan keperawatan di ruang rawat. Sedangkan Kurniadi (2013) mendefinisikan kepala ruangann atau seorang perawat manajer pemula adalah seorang perawat yang bertugas sebagai kepala di unit pelayanan perawatan terdepan yang langsung berhadapan dengan pasien, dimana dalam melaksanakan tugasnya menggunakan gaya kepemimpinan dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen keperawatan agar menghasilkan mutu pelayanan keperawatan yang tinggi.
b. Tugas dan Tanggung Jawab Kepala Ruangan
Burgess dalam Kurniadi (2013) menjabarkan tanggung jawab kepala ruangan sebagai berikut:
1) Ketenagaan, yaitu mengidentifikasi dan mengusulkan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan dan nonkeperawatan di unitnya kepada atasan dan memberdayakan tenaga yang sudah ada.
2) Manajemen operasional, yaitu melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai manajer pemula dalam berhubungan dengan atasan dan bawahan guna mendukung tugas pokoknya.
3) Manajemen kualitas pelayanan, yaitu melaksanakan asuhan keperawatan profesional berdasarkan kaidah ilmiah dan etika profesi agar bisa dirasakan langsung oleh pasien, keluarga dan masyarakat serta manjamin mutu pelayanan keperawatan yang memuaskan semua pihak.
22. 34
STIKES Suaka Insan
4) Manajemen finansial, yaitu melaksanakan tugas perhitungan keuaangan dan logistik keperawatan (pengadaan dan pemanfaatan alat kesehatan dan material kesehatan).
Depkes RI (2000) dalam Kurniadi (2013) menyatakan bahwa seorang kepala ruangan memiliki tanggung jawab sebagai berikut:
1) Merencanakan kebutuhan tenaga perawat.
2) Mengembangkan pelayanan keperawatan.
3) Melaksanakan penilaian kinerja perawat.
4) Memberikan orientasi kepada perawat baru.
5) Melaksanakan SAK (Standar Asuhan Keperawatan) dan SOP (Standard Operational Procedur) yang ditetapkan pimpinan bidang keperawatan.
6) Melaksanakan pembimbingan mahasiswa keperawatan.
7) Memberikan laporan berkala tentang pelayanan keperawatan.
Adapun tugas kepala ruangan dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen keperawatan (Kurniadi, 2013) yaitu:
1) Fungsi perencanaan yaitu tentang rencana kerja, menyusun falsafah dan tujuan ruang rawatnya dan merencanakan tenaga keperawatan.
2) Fungsi penggerakkan yaitu koordinasi tugas dengan perawat atau petugas kesehatan lain, membuat jadwal dinas, melakukan orientasi tenaga baru atau mahasiswa atau pasien beserta keluarganya, membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, memberi kesempatan perawat mengikuti pendidikan atau
23. 35
STIKES Suaka Insan
latihan, memelihara dan menggunakan alat kesehatan yang optimal, melakukan rapat rutin, membuat pencatatan dan pelaporan yang telah ditetapkan, mengikuti visite dokter dan memberikan pendidikan kesehatan.
3) Fungsi pengawasan/pengendalian dan penilaian meliputi mengendalikan dan menilai asuhan keperawatan, mengawasi dan menilai mahasiswa praktik keperawatan, melakukan penilaian kinerja perawat, mengawasi dan mengendalikan pendayagunaan alat kesehatan dan tenaga keperawatan, mengawasi dan menilai mutu asuhan keperawatan
5. Konsep Perawat
a. Pengertian perawat
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan suatu bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Kusnanto, 2003). Pengertian perawat menurut The New Lexion Webster’s Dictionary adalah seseorang biasanya perempuan yang mendapatkan pelatihan untuk merawat orang sakit (Potter dan Perry, 2009).
Di sepanjang sejarahnya yang istimewah, keperawatan dapat dikatakan berakar dari “rumah” dan didominasi oleh kaum
24. 36
STIKES Suaka Insan
perempuan. Namun seiringperkembangan zaman yang pesat yang berpengaruh juga pada dunia keperawatandan sistem layanan kesehatan, kini perawat memiliki lebih banyak kesempatan untuk mempengaruhi kesejahteraan manusia. Perawat dapat menerapkan pengetahuan, kepemimpinan, semangat dan keahlian yang vital bagi perluasan perannya yang mampu meningkatkan partisipasi, tanggung jawab dan penghargaan (Kozier, dkk, 2010).
Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam situasi yang menyangkut hubungan antar manusia, terjadi proses interaksi yang saling mempengaruhi dan dapat memberikan dampak terhadap tiap-tiap individu yang bersangkutan. Keperawatan sebagai suatu pelayanan profesional yang bertujuan untuk membantu tercapainya kesejahteraan manusia (Suhaemi, 2004).
b. Peran perawat
Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukan dalam sistem di mana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi keperawatan maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan. Adapun peran perawat adalah sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan dan pembaharu (Hidayat, 2009).
1) Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan
25. 37
STIKES Suaka Insan
dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini diberikan mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks.
2) Peran sebagai advokat pasien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
3) Peran edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
26. 38
STIKES Suaka Insan
4) Peran koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.
5) Peran kolaborator
Peran perawat di sini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
6) Peran konsultan
Peran di sini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7) Peran pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.
c. Fungsi Perawat
Fungsi perawat merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi tersebut dapat berubah sesuai
27. 39
STIKES Suaka Insan
keadaan yang ada. Perawat, dalam menjalankan perannya akan melaksanakan beberapa fungsi (Hidayat, 2009) diantaranya:
1) Fungsi Independen
Fungsi independen merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, di mana perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, cairan dan elektrolit, kebutuhan nutrisi, kebutuhan aktivitas dan lain- lain), pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.
2) Fungsi Dependen
Fungsi dependen merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain, sehingga sebagai tugas pelimpahan yang diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat umum, atau dari perawat primer kepada perawat pelaksana.
3) Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan diantara satu tim dengan tim lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam
28. 40
STIKES Suaka Insan
memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mempunyai penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja melainkan juga dari tim dokter ataupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi obat yang telah diberikan.
6. Konsep Kinerja
a. Pengertian Kinerja
Kinerja adalah penampilan kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Hafizurrachman, 2009).
Simamora (2012) mendefinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan Irawan (2003) dalam Nursalam (2013) berpendapat bahwa kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi atau indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Kinerja dalam organisasi diartikan sebagai keberhasilan menyelesaikan tugas atau memenuhi target yang ditetapkan. Kinerja adalah prestasi atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai selama periode waktu tertentu dalam menjalankan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
29. 41
STIKES Suaka Insan
b. Komponen Kinerja
Nursalam (2013) mengemukakan 2 komponen penting dari kinerja, yaitu:
1) Kompetensi yaitu individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi tingkat kinerjanya.
2) Produktifitas yaitu kompetensi tersebut dapat diterjemahkan dalam tindakan atau kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kerja (outcome).
Kurniadi (2013) mengatakan bahwa ada 3 komponen dari kinerja yaitu:
1) Tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap personil.
2) Ukuran yang dibutuhkan untuk mengukur apakah seorang personil telah mencapai kinerja yang diharapkan secara kuantitatif dan kualitatif.
3) Penilaian kinerja secara reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja personil. Tindakan ini akan membawa personil untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan dan berperilaku kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang hendak dicapai.
30. 42
STIKES Suaka Insan
c. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Simamora (2012) mengemukakan faktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi. Rumusan ini menyatakan bahwa : Human Performance = Ability + Performance; Motivation = Attitude + Situation; Ability = Knowledge + Skill.
Ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja (Kurniadi, 2013) yaitu:
1) Faktor individu : kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik), latar belakang (keluarga, tingkat sosial, pengalaman), demografis (umur, etnis). Wijayanti (2009) cit Putra (2013) menyebutkan bahwa lama kerja juga mempengaruhi kinerja. Orang yang telah lama bekerja dalam suatu pekerjaan akan lebih produktif dibandi ngkan mereka yang belum lama bekerja.
2) Faktor psikologis:persepsi, sikap, kepribadian, belajar, motivasi.
3) Faktor organisasi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, supervisi, struktur, desain pekerjaan.
d. Kriteria Penilaian Kinerja
John dan Russel dalam Nursalam (2013) mengemukakan 6 kriteria primer dapat digunakan untuk mengukur kinerja pekerja, sebagai berikut:
1) Quality merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan yang mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
31. 43
STIKES Suaka Insan
2) Quantity merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, jumlah unit atau jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.
3) Timeliness merupakan lamanya kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan jumlah output lain serta waktu yang tersedia untuk pekerjaan yang lain.
4) Cost effectiveness merupakan besarnya penggunaan sumber daya organisasi guna mencapai hasil yang maksimal atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.
5) Need for supervision merupakan kemampuan seorang pekerja untuk melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
6) Interpersonal impact merupakan kemampuan seorang pegawai untuk memelihara harga diri, nama baik dan kemampuan bekerjasama diantara rekan kerja dan bawahan.
e. Prinsip-prinsip Penilaian Kinerja
Gillies dalam Nursalam (2013) mengemukakan prinsip-prinsip dalam mengevaluasi kinerja:
1) Evaluasi pekerja sebaiknya didasarkan pada standar pelaksanaan kerja dan orientasi tingkah laku untuk posisi yang ditempati. Deskripsi dan standar pelaksanaan kerja diberikan ke pegawai selama masa orientasi sebagai tujuan yang harus diusahakan.
32. 44
STIKES Suaka Insan
Pelaksanaan kerja sebaiknya dievaluasi berkenaan dengan sasaran-sasaran yang sama.
2) Sampel tingkah laku perawat yang cukup representatif sebaiknya diamati dalam rangka evaluasi pelaksanaan kerja. Perhatian harus diberikan untuk mengevaluasi tingkah laku umum atau tingkah laku konsistennya untuk menghindari hal- hal yang tidak diinginkan.
3) Perawat sebaiknya diberi salinan deskripsi kerja, standar pelaksanaan kerja dan bentuk evaluasi untuk peninjauan ulang sebelum evaluasi. Dengan demikian baik perawat maupun supervisor dapat mendiskusikan evaluasi dari kerangka kerja yang sama.
4) Penilaian pelaksanaan kerja pegawai sebaiknya menunjukan hal- hal yang sudah memuaskan dan menunjukan hal yang perlu diperbaiki oleh pegawai. Supervisor sebaiknya sebaiknya merujuk pada contoh-contoh khusus mengenai tingkah laku yang memuaskan maupun yang tidak memuaskan supaya dapat menjelaskan dasar-dasar komentar yang bersifat evaluatif.
5) Jika diperlukan, manajer sebaiknya menjelaskan area mana yang akan diprioritaskan seiring dengan usaha perawat untuk meningkatkan pelaksanaan kerja.
6) Pertemuan evaluasi sebaiknya dilakukan pada waktu yang cocok bagi perawat dan manajer sehingga diskusi evaluasi terjadi dalam waktu yang cukup bagi keduanya.
33. 45
STIKES Suaka Insan
7) Laporan evaluasi maupun pertemuan sebaiknya disusun secara terencana, sehingga perawat tidak menyadari bahwa pelaksanaan kerjanya sedang dianalisis. Seorang pegawai dapat bertahan dari kecaman seorang manajer yang menunjukkan empati atas perasaannya serta menawarkan bantuan untuk meningkatkan pelaksanaan kerjanya.
f. Manfaat yang dapat dicapai dalam penilaian kinerja
Manfaat penilaian kinerja perawat dijabarkan menjadi 6 (Nursalam, 2013) yaitu:
1) Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu maupun kelompok dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit.
2) Peningkatan yang terjadi pada staf secara perorangan yang pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong SDM secara keseluruhan.
3) Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi, yaitu melalui pemberian umpan balik terhadap prestasi mereka.
4) Membantu rumah sakit untuk menyusun program pengembangan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Rumah sakit akan mempunyai tenaga yang terampil untuk pengembangan pelayanan keperawatan di masa depan.
34. 46
STIKES Suaka Insan
5) Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja melalui peningkatan gaji atau sistem imbalan yang baik.
6) Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk menyampaikan perasaan tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.
g. Alat Ukur Penilaian Kinerja
Alat ukur yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja perawat harus dirancang untuk mengurangi bias dan meningkatkan objektivitas (kemampuan untuk mengalihkan diri secara emosional dari suatu keadaan untuk mempertimbangkan fakta, tanpa adanya penyimpangan oleh perasaan pribadi (Nursalam, 2013). Alat ukur yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
1) Laporan tanggapan bebas yaitu pemimpin atau atasan diminta memberikan komentar tentang kualitas pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu tertentu. Karena tidak adanya petunjuk yang harus dievaluasi, sehingga penilaian cenderung menjadi tidak sah. Alat ini kurang obyektif karena mengabaikan satu atau lebih aspek penting, dimana penilai hanya berfokus pada salah satu aspek.
2) Chek-list pelaksanaan kerja terdiri dari daftar kriteria pelaksanaan kerja untuk tugas yang penting dalam deskripsi kerja karyawan, dengan lampiran formulir dimana penilai dapat
35. 47
STIKES Suaka Insan
menyatakan apakah bawahan dapat memperlihatkan tingkah laku yang dinginkan atau tidak.
h. Indikator Penilaian Kinerja Perawat
Karakteristik suatu indikator (Nursalam, 2013) adalah:
1) Sahih (valid), artinya indikator dapat dipakai untuk mengukur aspek yang akan dinilai.
2) Dapat dipercaya (reliable), artinya mampu menunjukan hasil yang sama pada saat yang berulang kali, untuk waktu sekarang maupun yang akan datang.
3) Peka (sensitive), artinya cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu banyak.
4) Spesifik (specific), artinya memberikan gambaran perubahan yang jelas dan tidak tumpang tindih.
5) Relevan, artinya sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal.
Indikator yang dapat digunakan dalam menilai kinerja (Hafizurachman, 2009), adalah sebagai berikut:
1) Produktivitas
2) Kualitas Kerja
3) Inisiatif
4) Kerja Tim
5) Pemecahan Masalah
6) Tanggapan Adanya Stres dan Konflik di Tempat Kerja
7) Motivasi Kerja
36. 48
STIKES Suaka Insan
i. Penilaian Kinerja Perawat dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan.
Setiap organisasi mempunyai metode tersendiri atau format standar untuk dokumentasi keperawatan dalam catatan klinis. Semua catatan keperawatan adalah dokumentasi keperawatan tanpa memperhatikan tipe atau lokasi dalam catatan. Apapun jenis sistem pendokumentasian harus mengkomunikasikan status pasien, pemberian perawatan spesifik dan respon pasien terhadap perawatan (Marrelli, 2008).
Evaluasi dokumentasi penerapan standar asuhan keperawatan yang digunakan di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin adalah:
1) Pengkajian Keperawatan
Aspek yang yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada tahap pengkajian adalah:
a) Data dikaji dan diisi pada semua kolom dalam lembar pengkajian dengan lengkap.
b) Data dikaji sejak pasien masuk sampai pasien pulang.
c) Masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan.
2) Diagnosa Keperawatan
Aspek yang yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada tahap perumusan diagnosa keperawatan adalah:
37. 49
STIKES Suaka Insan
a) Diagnosa keperawatan yang diambil berdasarkan masalah pasien.
b) Diagnosa keperawatan yang diambil berupa diagnosa aktual dan potensial.
3) Perencanaan Keperawatan
Aspek yang yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada tahap perencanaan adalah:
a) Perawat mencheck-list daftar perencanaan keperawatan sesuai dengan masalah yang dialami pasien .
b) Rumusan tujuan mengandung komponen pasien/subjek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan kriteria waktu.
c) Rencana tindakan yang dicheck-list mengacu pada tujuan/kriteria hasil.
d) Rencana tindakan yang dicheck-list menggambarkan keterlibatan pasien/keluarga.
e) Rencana tindakan yang dicheck-list menggambarkan kerja sama dengan tim kesehatan lain.
4) Tindakan Keperawatan
Aspek yang yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada tahap tindakan keperawatan adalah:
a) Tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana perawatan.
38. 50
STIKES Suaka Insan
b) Perawat mengobservasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan.
c) Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi.
d) Semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat ringkas dan jelas.
5) Evaluasi
Aspek yang yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada tahap evaluasi adalah:
a) Evaluasi mengacu pada tujuan.
b) Hasil evaluasi dicatat di lembar evaluasi yang telah disediakan.
6) Catatan Perkembangan
Aspek yang yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada catatan perkembangan adalah:
1) Mendokumentasikan perkembangan pasien pada tiap pergantian shift.
2) Catatan dengan menggunakan format dan istilah-istilah yang baku.
39. 51
STIKES Suaka Insan
7. Konsep Dokumentasi Asuhan Keperawatan
a. Pengertian
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang diandalkan sebagai rekaman atau bukti bagi pihak berwenang. Dokumentasi rekam medis pasien merupakan aspek yang penting dalam praktik keperawatan. Dokumentasi keperawatan harus akurat, komprehensif, dan fleksibel untuk memperoleh data penting, mempertahankan kesinambungan pelayanan, melacak hasil pasien dan menggambarkan standar praktik (Potter dan Perry, 2010).
Dokumentasi dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari kegiatan yang dikerjakan oleh perawat setelah memberi asuhan keperawatan kepada pasien. Dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan dilaksanakan (Setiadi, 2012). Dokumentasi dapat dijadikan alat komunikasi antarprofesi yang berhubungan dengan pasien yang dimaksud.
b. Tujuan dan Manfaat Pendokumentasian
Dokumentasi keperawatan dilakukan dengan beberapa tujuan menurut Kozier et all (2010):
1) Komunikasi
Dokumentasi berfungsi sebagai sarana komunikasi bagi semua profesi kesehatan yang berinteraksi dengan pasien.
40. 52
STIKES Suaka Insan
2) Merencanakan asuhan pasien
Setiap profesional kesehatan data dari catatan pasien untuk merencanakan asuhan bagi klien tersebut. Perawat menggunakan data dasar dan data yang berkelanjutan untuk mengevaluasi keefektifan rencana asuhan keperawatan.
3) Mengaudit institusi kesehatan
Audit adalah tinjauan catatan klien untuk tujuan jaminan mutu. Lembaga akreditasi dapat meninjau catatan pasien untuk menentukan apakah institusi kesehatan tersebut sudah memenuhi standar yang ditetapkan.
4) Penelitian
Informasi yang tercantum dalam dokumentasi dapat menjadi sumber data yang berharga untuk penelitian. Rencana terapi untuk sejumlah pasien dengan masalah kesehatan yang sama dapat memberikan informasi yang bermanfaat dalam menangani klien lain.
5) Pendidikan
Mahasiswa dalam disiplin kesehatan dapat menggunakan dokumen pasien sebagai instrumen pembelajaran.
6) Penggantian pembayaran
Dokumentasi juga membantu fasilitas menerima penggantian pembayaran dari pemerintah federal.
41. 53
STIKES Suaka Insan
7) Dokumentasi sah
Catatan pasien adalahh dokumen sah dan biasanya dapat diterima di pengadilan sebagai bukti. Namun, pada beberapa yuridiksi, catatan dianggap tidak dapat diterima sebagai bukti ketika klien keberatan, karena pasien beranggapan informasi yang diberikan kepada tenaga kesehatan bersifat rahasia.
8) Analisis layanan kesehatan
Informasi dari catatan dapat membantu pembuatan rencana perawatan kesehatan untuk mengidentifikasi kebutuhan institusi, seperti layanan rumah sakit yang pemanfaatannya berlebihan dan pemanfaatannya kurang. Catatan dapat digunakan untuk menetapkan biaya berbagai layanan dan mengidentifikasi layanan yang menghabiskan dana institusi dan layanan yang menghasilkan pendapatan.
Nursalam (2009) menambahkan bahwa tujuan utama dari pendokumentasian adalah:
1) Mengidentifikasi status kesehatan pasien dalam rangka mencatat kebutuhan pasien, merencanakan, melaksanakan tindakan keperawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan.
2) Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum dan etik.
3) Bukti kualitas asuhan keperawatan.
4) Bukti legal dokumentasi sebagai pertanggungjawaban kepada pasien.
42. 54
STIKES Suaka Insan
5) Informasi terhadap perlindungan individu.
6) Bukti aplikasi standar praktek keperawatan.
7) Sumber informasi statistik untuk standar dan riset keperawatan.
8) Pengurangan biaya informasi.
9) Sumber informasi untuk data yang harus dimasukkan.
10) Komunikasi konsep risiko tindakan keperawatan.
11) Informasi untuk siswa/mahasiswa.
12) Persepsi hak pasien.
13) Dokumentasi untuk tenaga profesional, tanggung jawab etik dan memjaga kerahasiaan informasi pasien.
14) Suatu data keuangan yang sesuai.
15) Data perencanaan pelayanan kesehatan di masa yang akan datang.
Manfaat dan pentingnya dokumentasi bila dilihat dari berbagai aspek (Nursalam, 2009) :
1) Hukum
Semua catatan informasi tentang pasien merupakan dokumentasi resmi dan bernilai hukum. Bila terjadi suatu masalah (misconduct) yang berhubungan dengan profesi keperawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan pasien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi dapat dipergunakan sewaktu-waktu. Dokumentasi tersebut dapat digunakan sebagai barang bukti di pengadilan. Oleh karena itu data-data harus diidentifikasi secara lengkap, jelas, objektif dan ditandatangani
43. 55
STIKES Suaka Insan
oleh tenaga kesehatan (perawat), cantumkan tanggal dan perlu dihindari adanya penulisan yang dapat menimbulkan interpretasi yang salah.
2) Jaminan Mutu (kualitas pelayanan)
Pendokumentasian data pasien yang akurat dan lengkap akan memberikan kemudahan bagi perawat dalam membantu menyelesaikan masalah pasien dan untuk mengetahui sejauh mana masalah pasien teratasi dan seberapa jauh masalah dapat diidentifikasi dan dimonitor melalui dokumentasi yang akurat. Hal ini juga akan meningkatkan kualitas (mutu) pelayanan keperawatan.
3) Komunikasi
Dokumentasi keadaan pasien merupakan alat “perekam” terhadap masalah yang berkaitan dengan pasien. Perawat atau profesi kesehatan lain dapat melihat dokumentasi yang ada dan sebagai alat komunikasi yang dijadikan pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan.
4) Keuangan
Dokumentasi dapat bernilai keuangan. Semua asuhan keperawatan yang belum, sedang dan telah diberikan didokumentasikan dengan lengkap dan dapat dipergunakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya keperawatan bagi pasien.
44. 56
STIKES Suaka Insan
5) Pendidikan
Dokumentasi keperawatan mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pembelajaran bagi peserta didik atau profesi keperawatan.
6) Penelitian
Dokumentasi keperawatan mempunyai nilai penelitian. Data yang didokumentasi mengandung informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan atau objek riset dan pengembangan profesi keperawatan.
7) Akreditasi
Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan mengenai tingkat keberhasilan pemberian asuhan keperawatan yang diberikan guna pembinaan dan pengembangan lebih lanjut. Hal ini selain bermanfaat bagi peningkatan kualitas pelayanan, juga bagi individu perawat dalam mencapai tingkat kepangkatan yang lebih tinggi.
45. 57
STIKES Suaka Insan
c. Prinsip-prinsip Pendokumentasian
Prinsip dokumentasi ditinjau dari 2 segi (Setiadi, 2012) yaitu:
1) Isi Pencatatan:
a) Mengandung nilai administratif
Rangkaian pendokumentasian kegiatan pelayanan keperawatan dapat digunakan sebagai alat pembelaan yang sah apabila terjadi adanya gugatan.
b) Mengandung nilai hukum
Catatan medis kesehatan keperawatan dapat dijadikan sebagai pegangan hukum bagi rumah sakit, petugas kesehatan maupun pasien.
c) Mengandung nilai keuangan
Catatan kegiatan pelayanan medis keperawatan akan menggambarkan tinggi rendahnya biaya perawatan yang merupakan sumber perencanaan keuangan rumah sakit.
d) Mengandung nilai riset
Catatan mengandung data atau informasi atau bahan yang dapat digunakan sebagai objek penelitian karena dokumentasi merupakan informasi yang terjadi di masa lalu.
e) Mengandung nilai edukasi
Catatan medis keperawatan dapat digunakan sebagai referensi atau bahan pengajaran di bidang profesi.
46. 58
STIKES Suaka Insan
2) Teknik Pencatatan:
a) Menulis nama pasien di setiap halaman catatan perawat.
b) Mudah dibaca, sebaiknya menggunakan tinta warna biru atau hitam.
c) Ringkas, singkatan yang biasa digunakan dan dapat diterima dan dipakai.
d) Pencatatan mencakup keadaan sekarang dan waktu lampau.
e) Jika terjadi kesalahan pada saat pencatatan, jangan dihapus tetapi dicoret satu kali kemudian tulis kata “salah” diatasnya serta paraf dengan jelas. Dilanjutkan dengan menuliskan informasi yang benar. Validitas pencatatan akan rusak bila ada penghapusan.
f) Tulis nama jelas pada setiap hal yang telah dilakukan dan bubuhi tanda tangan.
g) Jika pencatatan bersambung di halaman yang baru, tanda tangani dan dan tulis kembali waktu dan tanggal pada bagian halaman tersebut.
h) Jelaskan temuan pengkajian fisik dengan cukup terperinci. Hindari penggunaan kata “sedikit” atau “banyak” yang mempunyai tafsiran dan harus dijelaskan agar bisa dimengerti.
i) Jelaskan apa yang terlihat, terdengar, terasa dan tercium pada saat pengkajian. Jangan menafsirkan perilaku pasien, kecuali jika kesimpulan tersebut dapat divalidasi, misalnya
47. 59
STIKES Suaka Insan
lebih baik menuliskan “pasien menangis saat wawancara” daripada menuliskan “pasien menangis karena depresi”. Kecuali jika kesimpulan tersebut dapat dibuktikan.
j) Jika pasien tidak dapat memberikan informasi saat pengkajian awal, coba untuk mendapatkan informasi dari anggota keluarga atau teman dekat yang ada atau jika tidak ada maka catat alasannya, misalnya “pasien mengalami kebingungan dan tidak mampu memberikan informasi riwayat kesehatannya”.
d. Teknik Dokumentasian Asuhan Keperawatan
Teknik pendokumentasian yang sering digunakan dalam asuhan keperawatan (Rosyidi, 2013):
1) POR (Problem Oriented Record)
POR Dapat diartikan sebagai pencatatan orientasi masalah, fokus dari sistem pendokumentasian sistem POR adalah masalah aktual yang dialami pasien. Teknik ini ditemukan oleh Dr. Lawrence Weed pada tahun 1960 sehingga beliau disebut sebagai father of the Problem Oriented Medical Record.
Fokus data pada model ini, pencatatan atau pendokumentasian pasien disusun menurut masalah pasien dan mengintegrasikan semua data mengenai masalah yang dikumpulkan oleh semua disiplin ilmu yang ada di rumah sakit
48. 60
STIKES Suaka Insan
tersebut antara lain dokter, perawat, atau tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam pemberian layanan kepada pasien.
Komponen dalam model ini antara lain:
a) Data dasar : proses indentifikasi masalah pasien dengan cara data yang diperoleh pada saat pasien masuk rumah sakit meliputi pengkajian (analisa data, pemeriksaan fisik, anamnese) hasil laboratorium dan pengkajian ahli gizi.
b) Daftar masalah: hasil identifikasi masalah pasien memunculkan masalah yang disusun berdasarkan kronologis, sosial dan spiritual. Daftar masalah ditulis oleh petugas yang yang menerima pasien pertama kali dan daftar tersebut diiberikan nama, tanggal dan nama petugas yang menemukan masalah tersebut.
Daftar masalah merupakan hasil penafsiran dari data dasar atau hasil analisis dari perubahan data. Daftar ini mencerminkan keadaan atau nilai yang tidak normal dengan menggunakan urutan prioritas yang dituliskan ke dalam daftar masalah yang diberikan pada setiap shift (Hidayat, 2002).
c) Daftar awal rencana asuhan : rencana asuhan ditulis oleh petugas yang menyusun daftar masalah. Dokter menulis instruksinya, sedangkan perawat menulis insruksi keperawatan atau rencana asuhan keperawatan.
49. 61
STIKES Suaka Insan
Rencana awal merupakan rencana yang dapat dikembangkan secara spesifik untuk setiap masalah yang meliputi 3 komponen yaitu diagnostik, manajemen kasus dan pendidikan kesehatan (Hidayat, 2002).
d) Catatan perkembangan (progres notes)
Berisikan perkembangan yang telah dicatat dan dokumentasikan setelah dilakukan tindakan. Beberapa acuan progres notes adalah:
(1) SOAP (data Subjektif, data Objektif, Analisis/Assesment dan Plan).
(2) SOAPIER (SOAP ditambah Intervensi, Evaluasi dan Revisi).
(3) PIE (Problem, Intervensi, Evaluasi).
2) SOR (Source Oriented Record)
Source Oriented Record (SOR) merupakan teknik dokumentasi yang dibuat oleh setiap anggota tim kesehatan. Dalam melaksanakan tindakan, mereka tidak bergantung pada tim lainnya (Hidayat, 2002). Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau sumber yang mengelola pencatatan. Bagian dari penerimaan pasien mempunyai lembar isian sendiri, dokter menggunakan lembar untuk mencatat instruksi, lembaran riwayat penyakit dan perkembangan penyakit, perawat menggunakan catatan keperawatan, begitu pula disiplin lain mempunyai catatan masing-masing.
50. 62
STIKES Suaka Insan
Catatan berorientasi pada sumber terdiri dari 5 komponen, yaitu:
a) Lembar penerimaan berisi biodata.
b) Lembar order dokter.
c) Riwayat medik/penyakit.
d) Catatan perawat.
e) Catatan dan laporan khusus.
3) CBE (Charting By Exeption)
Merupakan model pendokumentasian bersifat narasi yang mengacu pada keadaan menyimpang dari keadaan normal pasien. Model ini lebih menekankan pada permasalahan penting saja. Ada 3 komponen penting dalam pendokumentasian ini adalah:
a) Lembar alur (flowsheet).
b) Dokumentasi dilakukan berdasarkan standar praktik.
c) Formulir diletakkan di tempat tidur pasien sehingga dapat segera digunakan untuk pencatatan dan tidak perlu memindahkan data.
Dalam pelaksanaan model ini perawat memiliki banyak waktu untuk melakukan tindakan pada pasien.
4) Kardeks
Penerapan model ini menggunakan kartu sebagai alat pendokumentasian. Kartu kardeks berisi tentang: data demografi dasar, diagnosa medis utama, instruksi atau advis dokter terakhir
51. 63
STIKES Suaka Insan
yang harus dilaksanakan perawat, rencana asuhan keperawatan dituliskan apabila rencana formal (keseharian) tidak ditemukan dalam catatan pasien, instruksi keperawatan, jadwal pemeriksaan dan prosedur tindakan, tindakan pencegahan yang dilakukan dalam asuhan keperawatan serta faktor yang berhubngan dengan kegiatan hidup sehari-hari.
e. Format Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Format dokumentasi yang lazim digunakan (Dalami, dkk, 2011) adalah:
1) Format Naratif
Format naratif merupakan format yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien dari hari ke hari dalam bentuk narasi.
2) Format SOAPIER
Format ini dapat digunakan pada catatan medik yang berorientasi pada masalah (problem oriented medical record) yang mencerminkan masalah yang diidentifikasi oleh semua anggota tim perawat.
Format SOAPIER terdiri dari:
S (Data Subjektif) :masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri oleh pasien.
O (Data Objektif) :tanda-tanda klinis dan fakta yang berhubungan dengan diagnosa keperawatan meliputi data fisiologis dan
52. 64
STIKES Suaka Insan
informasi dari pemeriksaan. Data informasi dapat diperoleh melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik laboratorium.
A (Assesment) : analisa data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.
P (Perencanaan) : pengembangan rencana segera atau untuk yang akan datang dari intervensi tindakan untuk mencapai status kesehatan optimal.
I (Intervensi) : tindakan yang dilakukan oleh perawat
E (Evaluasi) : analisis respon pasien terhadap intervensi yang diberikan.
R (Revisi) : data pasien yang mengalami perubahan berdasarkan adanya respon pasien terhadap tindakan keperawatan merupakan acuan perawat dalam melakukan revisi atau modifikasi rencana asuhan keperawatan.
3) Format Fokus/DAR
Semua masalah pasien diidentifikasi dalam catatan keperawatan dan terlihat pada rencana keperawatan. Kolom fokus dapat berisi masalah pasien (D= data), tindakan (A=action), respon (R= respon).
53. 65
STIKES Suaka Insan
Format dokumentasi DAR membantu perawat untuk mengatur pemikirannya dan memberikan struktur yang dapat meningkatkan pemecahan masalah yang kreatif. Komunikasi yang terstruktur akan mempermudah konsistensi penyelesaian masalah diantara tim kesehatan (Dinarti, dkk, 2009).
D (Data) : data objektif dan subjektif yang mendukung masalah.
A (Action) : tindakan yang segera harus dilakukan untuk mengatasi masalah.
R (Respons) : respon pasien terhadap tindakan perawat sekaligus melihat tindakan yang telah dilakukan berhasil/tidak.
4) Format DAE
Format ini merupakan sistem dokumentasi dengan konstruksi data tindakan dan evaluasi dimana setiap diagnosa keperawatan atau setiap daftar masalah dari setiap catatan perawat sesuai dengan diagnosa keperawatan.
5) Catatan Perkembangan Ringkas
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menuliskan catatan perkembangan yaitu:
a) Adanya perubahan kondisi pasien.
b) Berkembangnya masalah baru.
c) Pemecahan masalah lama.
d) Respon pasien terhadap tindakan.
54. 66
STIKES Suaka Insan
e) Kesediaan pasien untuk belajar.
f) Perubahan rencana keperawatan.
g) Adanya abnormalitas atau kejadian yang tidak diharapkan.
Carpenito (2000) dalam Rosyidi (2013) mengurutan format untuk dokumentasi asuhan keperawatan sebagai berikut:
1) Pengkajian
Pencatatan data pengkajian mengikuti prinsip tahapan pengkajian. Format sistematis, akurat dan valid sangat penting untuk membandingkan perubahan kesehatan pasien.
2) Perencanaan
Sesuai dengan standar perencanaan: identifikasi masalah, merumuskan diagnosa, menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan.
3) Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan terhadap pasien, baik tindakan keperawatan mandiri maupun tindakan kolaborasi.
4) Evaluasi
Dapat dilakukan pada setiap tahapan proses keperawatan seperti pengkajian, perencanaan dan implementasi.
5) Catatan perkembangan
Format bervariasi dan disesuaikan dengan sistem yang ada. Prinsipnya adalah untuk menilai perkembangan status
55. 67
STIKES Suaka Insan
kesehatan pasien, apakah sesuai dengan tujuan dan hasil yang diharapkan.
6) Informasi kesehatan pasien
Berbentuk dalam tabel dan grafik selama 24 jam antara lain kurva tanda-tanda vital, daftar pemberian obat, intake- output cairan.
7) Ringkasan perpindahan pasien
Ringkasan tentang legalitas perpindahan pasien antar institusi rumah sakit, ringkasan format pelaporan lembar data dasar demografi, orientasi ruangan dan laporan klinis.
8) Perencanaan pulang
Format mencakup personal data pasien, data kesehatan secara umum dan khusus, surat diizinkan pulang oleh dokter yang merawat, berikut ringkasan klinis sesuai kondisi pasien, penyuluhan kesehatan.
9) Perawatan di rumah
Format pendokumentasian yang akan melanjutkan perawatan di rumah pasien bertujuan untuk memberikan ringkasan/ informasi perkembangan kesehatan pasien selama di rumah sakit, agar dokter/perawat/tim profesional lainnya yang terlibat melanjutkan pengobatan/perawatan pasien di rumah.
f. Pendokumentasian Tahap-tahap Proses Asuhan Keperawatan
Hidayat (2002) menjabarkan tahapan pendokumentasian proses asuhan keperawatan sebagai berikut:
56. 68
STIKES Suaka Insan
1) Dokumentasi pengkajian
Dokumentasi pengkajian merupakan catatan penting tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang respon kesehatan pasien.
Pengkajian adalah langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam mengkaji harus memperhatikan data dasr pasien. Informasi yang didapat dari pasien (sumber data primer), data yang didapat dari orang lain (data sekunder), catatan kesehatan pasien, informasi kesehatan atau laporan laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan orang terdekat, atau anggota tim kesehatan merupakan data dasar. Data dapat dikumpulkan dengan cara wawancara, observasi, konsultasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan tambahan lainnya.
Standar dokumentasi pengkajian bersifat sistematis, komprehensif, akurat, terus menerus, dan berlanjut, sehingga didapatkan berbagai masalah pasien yang lengkap dari hasil pengkajian.
Tujuan dokumentasi pengkajian (Hidayat, 2002) adalah:
a) Dokumentasi pengkajian digunakan untuk mengidentifikasi berbagai kebutuhan dan respon pasien terhadap masalah yang dapat mempengaruhi perawatan.
57. 69
STIKES Suaka Insan
b) Dokumentasi pengkajian digunakan untuk konsolidasi dan organisasi informasi yang didapat dari berbagai sumber tentang masalah kesehatan pasien sehingga dapat dianalisis dan diidentifikasi.
c) Dokumentasi pengkajian digunakan untuk dapat dijadikan sebagai ukuran dalam mencapai/mendapatkan informasi. Dengan kata lain, dapat dijadikan sebagai rujukan untuk ukuran dan perubahan kondisi pasien.
d) Dokumentasi pengkajian digunakan untuk mengidentifikasi berbagai karakteristik serta kondisi pasien dan respon yang akan mempengaruhi perencanaan perawatan.
e) Dokumentasi pengkajian digunakan untuk menyediakan data yang cukup pada kebenaran hasil observasi terhadap respon pasien
f) Dokumentasi pengkajian digunakan untuk menyediakan dasar pemikiran pada rencana keperawatan.
Jenis dokumentasi pengkajian (Hidayat, 2002):
a) Pengkajian awal
Pengkajian awal (initial assesment) dilakukan ketika pasien masuk ke rumah sakit. Bentuk dokumentasi biasanya merujuk pada data dasar perawatan. Selama pengkajian umum, perawat mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami pasien dengan mengumpulkan data pengkajian baik
58. 70
STIKES Suaka Insan
umum maupun khusus dapat memudahkan perencanaan perawatan pasien.
b) Pengkajian Kontinu (Ongoing Assesment)
Pengkajian kontinu merupakan pengembangan data dasar. Informasi yang diperoleh dari pasien selama pengkajian awal dan informasi tambahan (berupa tes diagnostik dan sumber lain) diperlukan untuk menegakkan diagnosa.
c) Pengkajian Ulang (Reassesment)
Data pengkajian ulang merupakan pengkajian yang didapat dari informasi selama evaluasi. Pengkajian ulang berarti perawat mengevaluasi kemajuan data dari masalah pasien atau pengembangan dari data dasar sebagai informasi tambahan dari pasien.
Bentuk/format dokumentasi pengkajian
Pada tahap pengkajian, format yang bisa digunakan (Hidayat, 2002) berupa:
a) Tanya jawab
Tanya jawab merupakan salah satu bentuk format dokumentasi yang dapat dicapai melalui berbagai cara. Tanya jawab dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada pasien.
b) Daftar periksa
59. 71
STIKES Suaka Insan
Bentuk daftar periksa berupa daftar yang telah disediakan atau dibuat sedemikian rupa dengan tujuan mengumpulkan data yang digunakan untuk kerangka organisasi. Format daftar periksa dapat mengefisiensikan waktu dalam menulis pengkajian data, dimana pertanyaan yang perlu dijawab berupa “ya” atau “ tidak”.
c) Kuesioner
Format ini paling banyak digunakan di lingkungan rawat jalan untuk mendapatkan informasi tentang riwayat kesehatan.
Metode dokumentasi pengkajian (Hidayat, 2002):
a) Gunakan format terorganisasi untuk mencatat pengkajian seperti riwayat kesehatan awal pada saat masuk rumah sakit, pengkajian pola persepsi kesehatan, riwayat medis dan lain-lain.
b) Gunakan format yang telah ada.
c) Format yang mencakup pengkajian perkembangan, pemeriksaan dari kepala ke seluruh tubuh dapat memperluas informasi.
d) Catat informasi tanpa bias dan nilai-nilai opini pribadi.
e) Masukkan pernyataan yang mendukung pasien.
f) Jabarkan observasi dan hasil yang jelas.
g) Ikuti kebijakan dan prosedur yang telah ada untuk pencatatan pengkajian.
60. 72
STIKES Suaka Insan
h) Tulis data secara luas.
2) Dokumentasi Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan menurut American Nursing Association (ANA) dalam Christensen dan Kenney (2009) adalah diagnosis dan terapi respon manusia terhadap masalah- masalah kesehatan yang aktual dan potensial.
NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan/proses kehidupan yang sifatnya aktual dan potensial.
Kategori diagnosa keperawatan (Hidayat, 2002) adalah:
a) Diagnosa keperawatan aktual
Diagnosa keperawatan aktual menurut NANDA adalah menyajikan keadaan klinis yang telah divalidasikan melalui batasan karakteristik mayor yang diidentifikasi. Diagnosa keperawatan aktual memiliki 4 komponen yaitu: label, definisi, batasan karakteristik, dan faktor yang berhubungan.
Label merupakan deskripsi tentang definisi diagnosa dan batasan karakteristik. Definisi menekankan pada kejelasan, arti yang tepat untuk diagnosa. Batasan karakteristik menetukan karakteristik yang mengacu pada petunjuk klinis, tanda subjektif dan objektif. Faktor yang
61. 73
STIKES Suaka Insan
berhubungan dengan, merupakan etiologi atau faktor penunjang yang terdiri atas 4 komponen yaitu patofisiologis (biologis atau psikologis), tindakan yang berhubungan dengan, situasional (lingkungan personal), maturasional. Penulisan rumusan diagnosa keperawatan adalah PES (Problem+Etiologi+Simtom) (Hidayat, 2002).
b) Diagnosa keperawatan risiko atau risiko tinggi
NANDA mendefinisikan diagnosa keperawatan resiko sebagai keputusan klinis tentang individu, keluarga, atau komunitas yang sangat rentan untuk mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain pada situasi yang sama atau hampir sama. Penulisan rumusan diagnosa keperawatan risiko/risiko tinggi adalah PE (Problem+Etiologi) (Hidayat, 2002).
c) Diagnosa keperawatan kemungkinan
NANDA mendefinisikan diagnosa keperawatan kemungkinan adalah pernyataan tentang masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan dengan harapan masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala utama adanya faktor risiko.
d) Diagnosa keperawatan sejahtera
Diagnosa keperawatan sejahtera menurut NANDA adalah ketentuan klinis mengenai individu, kelompok, atau
62. 74
STIKES Suaka Insan
masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat kesehatan yang lebih baik.
e) Diagnosa keperawatan sindrom
NANDA mendefinisikan diagnosa keperawatan sindrom adalah diagnosa keperawatan yang terdiri dari sekelompok diagnosa keperawatan aktual atau resiko tinggi yang diduga akan muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
Metode Dokumentasi Diagnosa Keperawatan
a) Gunakan format PES untuk semua masalah aktual dan PE untuk masalah potensial.
b) Catat diagnosa keperawatan risiko dan risiko tinggi ke dalam masalah atau format diagnosa keperawatan.
c) Gunakan istilah diagnosa keperawatan dari NANDA atau lainnya.
d) Masukkan pernyataan diagnosa keperawatan ke dalam masalah keperawatan.
e) Hubungkan setiap diagnosa keperawatan ketika menemukan masalah keperawatan.
f) Gunakan diagnosa keperawatan sebagai pedoman untuk pengkajian, perencanaan, tindakan dan evaluasi.
3) Dokumentasi Rencana Keperawatan
Dokumentasi rencana keperawatan merupakan catatan tentang penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
63. 75
STIKES Suaka Insan
dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menanggulangi masalah dengan cara mencegah, mengurangi, dan menghilangkan masalah. Selain itu juga memberi kesempatan pada perawat, pasien, keluarga, serta orang terdekat dalam merumuskan rencana tindakan.
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan, penetapan pemecahan masalah, dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah pasien. Rencana keperawatan memuat tujuan, yaitu:
a) Konsolidasi dan organisasi informasi pasien sebagai sumber dokumentasi.
b) Sebagai alat komunikasi antar perawat dan pasien.
c) Sebagai alat komunikasi antar anggota tim kesehatan.
d) Langkah dari proses keperawatan (pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) yang merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan.
Tipe Dokumentasi Rencana Keperawatan
a) Traditionally designed plans
Tipe dokumentasi rencana keperawatan ini menggunakan tiga pendekatan yaitu diagnosa keperawatan, kriteria hasil, dan intervensi keperawatan atau instruksi perawatan.
b) Standarlized care plans
64. 76
STIKES Suaka Insan
Tipe ini menggunakan standar praktik keperawatan dalam pendokumentasian, yaitu:
(1) Rencana keperawatan dicetak berdasarkan diagnosa medik atau prosedur khusus. Tipe ini mengantisipasi respon terhadap prosedur yang dilakukan.
(2) Rencana perawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan. Hal ini digunakan berdasarkan pengkajian pasien yang mendukung diagnosa keperawatan.
(3) Rencana perawatan dibuat dengan menggunakan standar komputer. Perawat dapat menyeleksi masalah pasien dari menu yang terdapat dalam komputer. Dalam pelaksanaannya, perawat hanya memberikan tanda terhadap tindakan yang dipilih dari daftar masalah yang ada.
4) Dokumentasi pelaksanaan Keperawatan
Dokumentasi pelaksanaan/implementasi keperawatan merupakan catatan tentang tindakan yang diberikan oleh perawat. Dokumentasi implementasi mencatat pelaksanaan rencana perawatan, pemenuhan kriteria hasil dari tindakan keperawatan mandiri dan tindakan kolaboratif.
Tipe implementasi keperawatan:
65. 77
STIKES Suaka Insan
a) Implementasi perawatan terapeutik
Implementasi ini memberikan pengobatan secara langsung pada masalah yang dialami pasien, mencegah komplikasi dan mempertahankan status kesehatan.
b) Implementasi surveilens
Implementasi ini menyatakan tentang survei data dengan melihat kembali data umum dan membuktikan kebenaran data. Dengan kata lain, sifatnya tidak langsung karena menyediakan data lebih dulu.
c) Implementasi khusus lain yang meningkatkan peran perawatan yaitu implementasi yang berhubungan dengan prosedur invasif dan implementasi yang berhubungan dengan pendidikan pada pasien.
Metode Pencatatan Implementasi Keperawtan:
a) Gunakan deskripsi tindakan untuk menentukan apa yang telah dikerjakan.
b) Identifikasi alat dan bahan yang digunakan dalam bentuk yang tepat.
c) Berikan keamanan, kenyamanan, dan perhatikan faktor lingkungan pasien dalam memberikan implementasi keperawatan. Catat waktu dan orang yang bertanggung jawab dalam memberikan implementasi.
d) Catat prosedur yang tepat.
e) Catat semua informasi tentang pasien.
66. 78
STIKES Suaka Insan
5) Dokumentasi Evaluasi Keperawatan
Dokumentasi evaluasi merupakan catatan tentang indikasi kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk mengomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan. Evaluasi memberikan informasi sehingga memungkinkan untuk melakukan revisi perencanaan perawatan.
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan.
Tipe dokumentasi evaluasi keperawatan:
a) Evaluasi Formatif menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon segera.
b) Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada waktu tertentu.
Metode Pencatatan Evaluasi Keperawatan:
Dalam menuliskan pernyataan evaluasi yang terdiri dari evaluasi formatif dan sumatif, terdapat sistem penulisan yang berbeda. Evaluasi formatif biasanya ditulis dalam catatan perkembangan sedangkan evaluasi sumatif dicatat dalam catatan naratif.
67. 79
STIKES Suaka Insan
Penulisan yang benar dalam evaluasi, yaitu:
a) Awali atau ikuti evaluasi dengan data pendukung.
b) Ikuti dokumentasi intervensi keperawatan dengan evaluasi formatif.
c) Gunakan catatan sumatif ketika pasien dipulangkan atau dipindahkan.
d) Catat evaluasi sumatif melalui pengkajian dan intervensi, catat juga respon pasien. Pernyataan evaluasi formatif dan sumatif dimasukkan ke dalam catatan kesehatan.
e) Korelasikan data khusus yang ditampilkan dengan kesimpulan yang dicapai perawat.
f) Data pengkajian dan hasil yang diharapkan digunakan untuk mengukur perkembangan pasien.
g. Metode Dokumentasi Efisien
Metode ini merupakan cara mendokumentasikan dengan prinsip efisiensi waktu dan dana dalam melaksanakan proses keperawatan, dengan karakteristik (Hidayat, 2002), berikut:
1) Menghemat waktu
Penghematan waktu secara jelas dapat dilaksanakan dengan meningkatkan penggunaan waktu perawatan, mengurangi waktu untuk menulis dokumentasi pada setiap pasien dan menambah waktu untuk merawat pasien secara langsung sehingga dapat menghemat tenaga.
68. 80
STIKES Suaka Insan
2) Ekonomis
Sifat ekonomis ini sangat diperlukan dalam pendokumentasian dengan cara memaksimalkan produktivitas kegiatan perawatan dan menghemat biaya perawatan pasien.
3) Desain bagus
Dokumentasi yang efisien adalah dokumentasi yang desainnya bagus karena memudahkan pencatatan informasi yang relevan untuk situasi pasien secara individu dan sesuai dengan aspek legal, kebijakan setempat, serta dapat mempermudah pencatatan dalam 24 jam.
4) Ringkas
Informasi yang ditulis dapat mengidentifikasi masalah pasien yang penting, dapat memudahkan kebutuhan perawatan, mengevaluasi kesehatan pasien, memutuskan tindakan perawatan dan mengevaluasi hasil yang diharapkan.
5) Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan bertujuan untuk mengomunikasikan informasi yang spesifik kepada orang yang membutuhkan laporan. Pelaporan harus memiliki pedoman sebagai berikut:
a) Mulai dengan nama jelas pasien.
b) Laporkan hanya informasi yang penting dan jelas serta tidak mencakup data yang tidak relevan.
69. 81
STIKES Suaka Insan
c) Jika melaporkan pasien maka informasinya mencakup data pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Pencatatan dan pelaporan dokumentasi proses keperawatan harus tersusun dengan baik dan harus memiliki kriteria serta syarat sebagai berikut:
a) Accurancy (ketepatan)
Informasi yang didapat harus tepat. Perawat tidak boleh mencatat apa ynag dia pikirkan atau apa yang diuraikan oleh perawat lain melainkan hanya hasil observasi. Akhir dari catatan harus ditandatangani dan diberi nama jelas.
b) Concisenes (ringkas)
Komunikasi yang ringkas akan mudah dimengerti untuk semua informasi dan tidak akan membosankan setiap penerima informasi.
c) Thoroughness (kesempurnaan/ketelitian)
Hal in diharuskan untuk memudahkan penginformasian data.
d) Currentness (terbaru)
Data yang ada harus segera dicatat dan dipilih data-data yang penting.
e) Organization.
Data merupakan isi informasi yang terorganisasi dalam pengkajian yang didapat dari keluhan pasien atau instruksi dokter yang merupakan satu kesatuan dalam pengkajian.
70. 82
STIKES Suaka Insan
f) Confidentality (rahasia)
Informasi yang didapat dari pasien akurat dan perawat dapat menjaga/ melindungi rahasia pasien.
71. 83
STIKES Suaka Insan
B. Landasan Teori
Berdasarkan telaah pustaka di atas, teori yang dipakai sebagai landasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Konsep Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberikan makna kepada stimulus, tentang bagaimana seseorang memberi arti terhadap stimulus tersebut (Notoatmodjo, 2010).
2. Konsep Supervisi
Supervisi dalam konteks keperawatan diartikan sebagai suatu proses kegiatan pemberian dukungan sumber-sumber yang dibutuhkan perawat dalam rangka menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Triwibowo, 2013). Supervisi manajemen keperawatan merupakan salah satu jenis kegiatan pengamatan secara seksama sebagai sarana mengetahui kesalahan awal di semua lini untuk langsung diperbaiki atau dimodifikasi agar berjalan sesuai dengan ketentuan/pedoman pekerjaan yang telah disepakati bersama.
Supervisi keperawatan dilaksanankan oleh personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain kepala ruangan, kepala bidang keperawatan dan pengawas perawatan. Ada beberapa kompetensi yang harus dicapai supervisi dalam menjalankan tugasnya sehari-hari yang dikemukakan oleh Triwibowo (2013) yaitu:
72. 84
STIKES Suaka Insan
a. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan.
b. Memberikan saran, nasehat, dan bantuan kepada staf dan pelaksana keperawatan.
c. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dalam pelaksanaan keperawatan.
d. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan.
3. Konsep Kinerja Perawat dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Simamora (2012) mendefinisikan kinerja (prestasi kerja) sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja (Kurniadi, 2013) yaitu:
a. Faktor individu : kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik), latar belakang (keluarga, tingkat sosial dan pengalaman), demografis (umur dan etnis).
b. Faktor psikologis: persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.
c. Faktor organisasi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, supervisi, struktur dan desain pekerjaan.
Untuk menilai kinerja perawat dalam pendokumentasian asuhan keperawatan di Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin, peneliti
73. 85
STIKES Suaka Insan
menggunakan SOP penilaian dokumentasi asuhan keperawatan yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Pengkajian Keperawatan
Aspek yang yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada tahap pengkajian adalah:
1) Data dikaji dan diisi pada semua kolom dalam lembar pengkajian dengan lengkap.
2) Data dikaji sejak pasien masuk sampai pasien pulang.
3) Masalah dirumuskan berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan.
b. Diagnosa Keperawatan
Aspek yang yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada tahap perumusan diagnosa keperawatan adalah:
1) Diagnosa keperawatan yang diambil berdasarkan masalah pasien.
2) Diagnosa keperawatan yang diambil berupa diagnosa aktual dan potensial.
c. Perencanaan Keperawatan
Aspek yang yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada tahap perencanaan adalah:
1) Perawat mencheck-list daftar perencanaan keperawatan sesuai dengan masalah yang dialami pasien.
74. 86
STIKES Suaka Insan
2) Rumusan tujuan mengandung komponen pasien/subjek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan kriteria waktu.
3) Rencana tindakan yang dicheck-list mengacu pada tujuan/kriteria hasil.
4) Rencana tindakan yang dicheck-list menggambarkan keterlibatan pasien/keluarga.
5) Rencana tindakan yang dicheck-list menggambarkan kerja sama dengan tim kesehatan lain.
d. Tindakan Keperawatan
Aspek yang yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada tahap tindakan keperawatan adalah:
1) Tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana perawatan.
2) Perawat mengobservasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan.
3) Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi.
4) Semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat ringkas dan jelas.
e. Evaluasi
Aspek yang yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada tahap evaluasi adalah:
1) Evaluasi mengacu pada tujuan.
2) Hasil evaluasi dicatat di lembar evaluasi yang telah disediakan.
75. 87
STIKES Suaka Insan
f. Catatan Perkembangan
Aspek yang yang perlu diperhatikan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan pada catatan perkembangan adalah:
1) Mendokumentasikan perkembangan status pasien pada tiap pergantian shift.
2) Catatan dengan menggunakan format dan istilah-istilah yang baku.
76. 88
STIKES Suaka Insan
C. Kerangka Teori
Variabel individu:
1. Kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik)
2. Latar belakang
3. Demografis
Variabel organisasi:
1. Sumber daya
2. Kepemimpinan
3. Imbalan
4. Struktur
5. Desain pekerjaan
Variabel Psikologis:
1. Sikap
2. Kepribadian
3. Belajar
4. Motivasi
5. Persepsi
Kinerja
6. Supervisi
Dokumentasi Asuhan Keperawatan :
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi
Kepala Ruangan
Kepala Bidang Keperawatan
Pengawas keperawatan
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Teori
77. 89
STIKES Suaka Insan
D. Kerangka Konsep
E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan persepsi perawat tentang kegiatan supervisi kepala ruangan dengan kinerja perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin tahun 2014”.
Persepsi Perawat tentang Kegiatan Supervisi Kepala Ruangan:
1. Mengarahkan
2. Memberikan saran, nasihat dan bantuan
3. Memberi Motivasi
4. Melatih
5. Membimbing
Variabel Independen
Variabel Dependen
Kinerja Perawat dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan
Gambar 2.2 Kerangka Konsep