1. Kerangka pembentkan partai politik islam
I. Kondisi umat sebelum PD I (hal. 8-9)
1.Daulah mundur sebagai akibat dari:
•Kelemahan pemikiran politik Islam
•Buruknya penerapan Islam
2.Tsaqofah asing masuk dan terjadi pengiriman pelajar ke Prancis untuk belajar tsaqofah
asing (Sekularisme, Pluralisme, Nasionalisme, Demokrasi, dll) sebagai akibat dari point 1
Jenis-jenis Harakah yang muncul untuk memperbaiki Daulah:
1)Harakah Kaumiyah (Nasionalisme dan Kebangsaan)
Aktivitas: membangkitkan umat agar bisa lepas dari Daulah dengan mengatasnamakan
kemuliaan Arab, Turki, dll, membawa pada Revolusi Arab
2)Harakah Islamiyah
Aktivitas: membangkitkan umat dengan seruan yang umum agar kembali kepada Allah, dll,
membawa mereka menakwilkan Islam agar sejalan dengan sikon dan aturan asing
3)Harokah Wathoniyah (Patriotisme)
Aktivitas: membangkitkan umat dengan melawan kezaliman penjajah di wilayah Daulah,
membawa mereka pada perjuangan murahan
= ketiga jenis harakah ini semakin menguatkan kekuasaan kafir penjajah atasnegeri-negeri
Islam
II. Kondisi umat setelah PD II (hal. 10-15)
1.Daulah runtuh 1924
2.Penguasaan Barat secara langsung terhadap Daulah lewat agen-agen, pemikiran dan dana
sehingga:
•Tsaqofah asing masuk dalam kurikulum dan menjadi kepribadian serta menjadi kiblat
pemikiran umat
•Peracunan pemikiran dan pendapat politik disertai falsafah yang merusak cara pandang,
suasana keislaman dan pemikiran kaum muslim dalam seluruh aspek kehidupan
Kondisi ini mendorong kaum muslim untuk kembali menegakkan Daulah, namun karena
kondisi poin 2, kutlah yang berdiri untuk menegakkan kembali Daulah akhirnya banyak
mengadopsi konsep pemikiran politik dan kebangkitan yang keliru.
Jenis-jenis harakah yang muncul:
1)Harakah Syuyu’i: Sosialisme-Komunisme
2)Harakah Jama’iyyah:
•Khairiyyah; bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan karena memahami umat akan
bangkit jika mereka cerdas dan memiliki ekonomi yang kuat dan didasarkan pada QS al
Maidah:2.
2. Membahayakan karena umat teralihkan dari upaya menegakkan Daulah disebabkan mereka
merasa puas dan tentram dengan kegiatan-kegiatan sosial dan merasa keperluan mereka telah
dipenuhi meski bukan oleh Daulah
•Akhlaqiyyah; bergerak untuk memperbaiki akhlak umat karena memahami umat akan
bangkit jika akhlaqnya baik sebagaimana Rasulullah saw, hal ini disebabkan mereka keliru
memahami definisi dan faktor-faktor pembentuk masyarakat
= harakah-harakah yang ada gagal memperbaiki Daulah
III.Kegagalan Harakah membangkitkan umat (hal. 26)
1.Gagal;
•Daulah runtuh dan terpecah-belah
•Arah perjuangan Islam berubah (bukan lagi untuk menegakkan kembali Daulah)
2.Faktor-faktor kegagalan (hal.1-7)
1)Berdiri diatas pemikiran yang:
•Umum (fikrul ’amah) tanpa batasan yang jelas, kabur (ghomidah) atau samar (syibh
ghamidah)
•Tidak mengkristal (at tabalwar) atau menjasad/terinternalisasi (tajassud) pada diri
pengemnbannya, sehingga mereka tidak mampu memberikan batasan yang jelas
•Kehilangan kebersihan (an niqa’)-nya, mereka tidak menyadari masuknya pengaruh tsaqofah
asing pada pemikiran Islam yang mereka ambil, seperti kaidah-kaidah syara yang berasal dari
hukum Barat
2)Tidak mengetahui metode untuk menerapkan pemikirannya, disebabkan oleh:
•Tidak memahami fase dakwah dan hukum apa saja yang dilakukan Rasulullah saw sebagai
amir hizb rasul
•Tidak membedakan antara fikrah, thoriqoh, uslub, dan wasilah
3)Bertumpu pada orang-orang yang kesadarannya tidak shohih dan tidak sempurna
disebabkan oleh:
•Tidak memiliki kesadaran terhadap fikrah dan thoriqoh perjuangan
•Para anggota hanya berakal semangat (rughbah) saja. Mereka tidak memiliki kehendak
(iradah) yang sempurna karena mereka tidak memahami fikrah dan thoriqoh yang dapat
menguatkan keinginan untuk merealisasikan tujuan
4) Tidak memiliki ikatan partai yang shohih diantara para anggotanya, disebabkan oleh:
•Aqidah Islam tidak menjadi asas saat merekrut kader, yakni hanya berdasarkan kedudukan,
hubungan pertemanan dan kemaslahatan tertentu saja
•Aqidah Islam tidak menjadi asas pemikiran partai sehingga tidak ada pemikiran yang
menyatukan para anggota
IV.Penjelasan partai yang shohih untuk membangkitkan umat
1.Asas pemikiran (fikrah): Mabda Islam (hal 26)
•Pemikiran yang menyeluruh (fikrul kulliyah) yang bersifat fundamental (berasaskan pada
satu aqidah tertentu) dan integral (mencakup segala aspek kehidupan)
3. •Terintegrasi pada diri anggota yang sekaligus menjadi ikatan diantara mereka
•Mengalami pembersihan (an-niqa’) dari masukan pengaruh selain Islam baik ushul maupun
furu-n sehingga kebersihan dan kejernihan pemikiran Islam tetap terjaga
•Pemikiran yang suci, maksudnya gamblang (wudhuh ar-ru’yah) yakni keterkaitan antara
pemikiran dasar maupun cabang dapat dipahami dengan jelas. Dengan kata lain pemikiran
tersebut berdasarkan pada dalil-dalil yang terpancar dari aqidahnya
(Entry point penjelasan dimulai dari definisi, sumber, karakteristik mabda’ secara umum,
baru dilanjutkan menjelaskan mabda’ Islam untuk merefresh qiyadah fikriyah Islam dan
mengaitkan ke poin asas pemikiran partai)
2.Proses munculnya partai yang shohih
•Adanya seorang yang berjiwa bersih yang tertunjuki kepada mabda’ dan memahami
fikrahnya yang mendalam dan thoriqahnya dengan jelas sebagai sel ula
•Sel ula menawarkan mabda’ yang dipahaminya kepada orang-orang yang dipandang akan
dapat menerima, kemudian terbentuk halqah ula lil hizb sekaligus sebagai pimpinan (qiyadah
hizb) yang memiliki karakter;
1.Berjumlah sedikit
2.Bergerak lamban
3.Lafadz-lafadz ungkapan asing didengar masyarakat
4.Pemikiran mendalam dan thoriqah kebangkitan mendasar, mereka seperti ”terbang di atas
awan”
5.Pemikiran bertumpu pada kaidah:
•Pemikiran harus berkaitan dengan aktivitas/amal
•Pemikiran dan amal harus mempunyai suatu tujuan yang hendak dicapai
•Bersandar pada mabda’ sehingga tetap tercipta suasana keimanan pada saat mencapai tujuan
tersebut
6.Ikatan aqidah dan tsaqofah partai harus sudah ada dan mengikat anggota halqoh ula
•Halqoh ula berkewajiban menciptakan gerak-gerak terarah serta suasana keimanan (tercipta
karena telah terinternalisasinya mabda’ Islam dalam diri para kader partai yakni kesadaran
akan tujuan, motivasi, nilai, tolak ukur, dan dalil-dalil yang berkaitan dengan aktivitas
pencapaian tujuan partai) dalam kaderisasi partai sehingga dapat berubah secara cepat
menjadi kelompok kepartaian (kutlah hizbiyyah)
•Gerak tararah halqoh ula dapat diserupakan dengan motor pabrik;
1.Kesamannya:
•Komponennya: fikrah partai/mabda’ (percikan api dari busi), perasaan kader partai yang
penuh kesadaran (bensin), manusia/para kader partai yang perasaannya terpengaruh oleh
fikrah partai (gerakan motor)
•Proses bergeraknya:
√ Motor yang digerakan gas/distarter (kader partai yang terpengaruh perasaannya oleh fikrah)
4. mempunyai energi panas yang dihasilkan dari percikan api (fikrah partai) dan bensin
(perasaan kader partai yang penuh kesadaran) akan menghasilkan tekanan gas yang
mendorong piston untuk menggerakkan seluruh peralatan motor (kesadaran akan mabda’
memanaskan dan mendorong kader partai dalam hal ini qiyadah hizb untuk bergerak dan
gerakan qiyadah hizb ini menggerakkan bagian-bagian lain dari partai baik para
hizbiyyin/hizbiyyahnya, halqoh-halqoh, lajnah-lajnah mahalliyahnya, dll. Gerakan semua
komponen partai membuat hizb berkembang dalam pembentukan dirinya.
= oleh karena itu energi panas dari qiyadah hizb harus disalurkan ke seluruh bagian partai
sehingga seluruh bagian bergerak, sebagaimana gerakan mesin yang menggerakkan seluruh
bagian motor
2.Perbedaannya:
•Gerakan motor sebagai motor pabrik bergerak secara otomatis dan selalu harus digerakkan
oleh piston
•Gerakan partai sebagai motor sosial tidak selalu harus digerakkan oleh qiyadah hizb, karena
seluruh bagian partai telah terpengaruh perasaan oleh memahami fikrah partai dan jika hal ini
bersentuhan dengan panasnya pimpinan partai maka kondisi ini akan menggerakkan partai
terus menerus
•Kutlah hizbiyyah terus berinteraksi dengan umat untuk kemudian menjadi hizb mabdai yang
dinamis dan berpengaruh
3.Metode (Thoriqoh), jika mengkaji aktivitas dakwah Rasul maka metode dakwah partai
bersifat pemikiran dan tanpa kekerasan dengan metode operasionalnya sbb:
a. Marhalah I (poin 9-12) halaman 47-56
Aktivitas yang dilakukan:
1.Pembinaan (hal. 48-50) bersifat amaliah yakni bahwa tsaqofah dipelajari untuk diamalkan
dalam kehidupan.
Tahapan pembinaan ditempuh dengan asumsi:
•Seluruh individu umat kosong dari pemikiran yang shohih, sehingga mereka perlu dibina
dengan Islam
•Masyarakat adalah madrasah bagi hizb yang berarti bahwa hizb akan membina mereka dan
dicetak dari mereka orang-orang yang siap menjadi kader dakwah
•Idiologi Islam adalah guru yakni bahwa ilmu dan tsaqofah yang diajarkan, didapat dan
diamalkan dalam kancah kehidupan hanya terbatas dari idiologi Islam saja.
2.Perbedaan madrasah dengan hizb (hal. 50-56)
•Madrasah bersifat rutin, meski kurikulumnya benar, madrasah tidak dapat menjamin
kebangkitan umat. Sementara partai bersifat dinamis yang mengontrol dan membentuk
masyarakat dengan suasana keimanannya.
5. •Madrasah mendidik individu agar berpengaruh terhadap jamaah (umat), maka hasilnya
bersifat individual artinya kebaikan dan kebangkitan hanya terbatas pada individunya tertentu
saja, contoh: menghasilkan dokter, ahli mesin, dll sesuai bidang pendidikan. Sementara partai
membina individu untuk mempengaruhi jamaah (umat) maka hasilnya bersifat jamaah.
Karena individu tsb dibina oleh partai untuk menjadi kader dakwah di tengah-tengah umat
atau jamaah.
•Madrasah mempersiapkan perasaan secara parsial pada individu-individu untuk
mempengaruhi perasaan jamaah (umat). Karenanya madrasah tidak mampu mempengaruhi
perasaan dan merangsang pemikiran umat. Sementara partai mempersiapkan secara
menyeluruh dalam jamaah (umat) untuk mempengaruhi perasaan individu-individunya.
Karenanya partai mampu mempengaruhi perasaan dan merangsang pemikiran umat secara
sempurna.
3.Peralihan ke marhalah 2 (hal. 56-59)
•Syarat peralihan tahap 1 ke tahapan 2:
1.Masyarakat menyadari ada aktivitas dakwah dan mengetahui ada para kader partai di
tengah-tengah mereka yang menyerukan dakwah kepada mereka
2.Sudah terbentuk dan terjalin ruh jamaah diantara para kader partai
3.Para kader dakwah telah menguasai tsaqofah partai secara mendalam dan telah terbentuk
kepribadian Islam (Idiologi Islam terinternalisasi pada diri pengembannya)
= jika syarat di atas terpenuhi, partai telah melewati nuqthoh ibtida’ (titik awal dakwah) dan
partai harus berpindah ke nuqthatul intilaq (titik tolak dakwah)
4.Untuk menjalani nuqthatul intilaq partai harus mulai menyeru umat (mukhatobatul
ummah), untuk memulai seruannya, partai harus memulai dengan mencoba menyeru umat
(muhawalatul mukhatabah), jika berhasil maka partai harus menyeru secara langsung
(mukhatabah mubasyarah), seruan-seruan ini dilakukan dengan:
•Tsaqofah murakkazah (pembinaan dan pengkaderan intensif dalam halqoh-halqoh)
•Tsaqofah jama’iyah (pembinaan masyarakat umum)
•Kifahus Siyasi dan Shira’ul Fikr (perjuangan politik dan pergulatan pemikiran)
•Tabhani mashalihul ummah (mengadopsi kemaslahatan-kemaslahatan umat)
= jika partai berhasil dalam 4 aktivitas di atas maka partai telah berpindah ke nuqthah intilaq
secara alami. Perpindahan ke titik tolak ini yang mengantarkan peralihan partai dari tahap
pertama memasuki tahap ke 2 pada saat yang tepat secara alami
b. Marhalah II berinteraksi dengan umat (poin 13-17/hal. 60-73)
•Pengertian berinteraksi dengan umat adalah memahamkan mereka akan idiologi partai agar
menjadi mabda’ umat, agar umat mengambil kaidah dalam beraktivitas yakni berpikir dan
beraktivitas untuk mencapai suatu tujuan, dengan berinteraksi dan memahamkan idiologi
dengan jelas dan cara yang tepat maka umat akan bergerak bersama-sama partai untuk
menerapkan idiologi Islam dalam kehidupan dan membawa partai memasuki tahapan ke III
6. (nuqhtah irtikaz) dimana tercipta opini dan kesadaran umum di tengah-tengah umat. Maka
tholabun nushrah penting untuk dilakukan.
•Kesulitan yang akan dihadapi saat partai berinteraksi dengan umat:
1.Mabda vs sistem yang diterapkan dimana penguasa menganggap mabda, dan para kader
dakwah sebagai ancaman bagi kekuasaan mereka maka solusi atas kesulitan ini; pandai-
pandai menjaga diri dengan tetap menyerukan mabda secara gamblang dan bersiap sedia
menanggung segala penderitaan
2.Perbedaan tsaqofah di tengah-tengah umat, solusi; tetap memahamkan mabda kepada umat
3.Faktais/waqi’iyin baik faktais sejati maupun faktais yang jumud, enggan berfikir dan
menerima keadaan baru, solusi; tetap memahamkan mabda kepada umat
4.Keterikatan manusia pada kemaslahatan-kemaslahatannya, solusi; mengingatkan kader
partai untuk menjadikan dakwah dan partai sebagai titik sentral kepentingannya
5.Lemahnya pengorbanan di jalan Islam dan dakwah Islam, solusi; mengingatkan orang-
orang beriman bahwa Allah telah membeli harta dan jiwa mereka dengan surga
6.Perbedaan sarana fisik dan kultur masyarakat, solusi; tetap membina umat dengan mabda
dengan satu metode, karena mereka adalah umat yang memiliki pemikiran, perasaan dan
mabda yang satu
•Bahaya yang akan dihadapi:
1.Bahaya mabda yakni umat menuntut kebutuhannya dipenuhi, cara mengatasinya; partai
harus tetap berpegang teguh kepada mabda
2.Bahaya kelas yakni para kader dakwah merasa lebih tinggi derajatnya daripada umat, cara
mengatasinya adalah menyadarkan para kader dakwah bahwa mereka tidak boleh memiliki
perasaan kecuali bahwa mereka adalah pelayan umat yang harus melayani mereka, hal ini
agar kepercayaan umat tetap terpelihara pada partai dan agar pada tahap ke tiga dimana partai
berhasil meraih kekuasaan, para kader dakwah tetap menjadi pelayan umat
c. Marhalah ke III pengambilalihan kekuasaan
Penerapan mabda secara inqilaby dengan thoriqah ummat. Inilah fase terakhir yang akan
ditempuh oleh partai, dimana umat akan menyerahkan kekuasaan kepada partai demi
menerapkan Islam secara menyeluruh dan menyebarkan Islam ke seluruh dunia dalam sebuah
Daulah Khilafah Islamiyah.