3. Pembentukan Jam'iyah Nahdlatul Ulama dilatarbelakangai oleh dua faktor dominan;
pertama, adanya kekhawatiran dari sebagian umat Islam yang berbasis pesanten
terhadap gerakan kaum modernis yang meminggirkan mereka. Kedua, sebagai
respons ulama-ulama berbasis pesantren terhadap pertarungan ideologis yang terjadi
di dunia Islam pasca penghapusan kekhilafahan Turki, munculnya gagasan Pan-
Islamisme yang dipelopori oleh Jamaluddin Al Afghani dan gerakan kaum Wahabi di
Hijaz. Gerakan kaum reformis yang mengusung isu-isu pembaruan dan purifikasi
membuat ulama-ulama yang berbasis pesantren melakukan konsolidasi untuk
melindungi dan memelihara nilai-nilai tradisonal yang telah menjadi karakteristik
kehidupan mereka.
Gerakan ulama yang berbasis pesantren semakin kental dan nyata terlihat mulai
terbentuknya organisasi pendidikan dan dakwah, seperti Nahdlatul Wathan dan
Tashwirul Afkar. Puncaknya adalah munculnya Komite Hijaz. Kemudian pada tanggal 31
Januari 1926 M (16 Rajab 1344 H.) para ulama yang berbasis pesantren memutuskan
untuk membentuk organisasi kemasyarakatan Islam ‘ala Ahlussunnah wal Jama'ah
yang bernama Nahdlotoel Oelama' yang bertujuan untuk mengimbangi gerakan kaum
reformis yang seringkali tidak meperhatikan tradisi-tradisi yang sudah tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan masyarakat.
4. Perjalanan waktu membawa Nahdlatul Ulama
berinteraksi dengan organisasiorganiasai lain yang
memiliki karakter dan cara berpikir berbeda.
Akibatnya, warga NU sendiri banyak yang kehilangan
identitas ke-NU-annya. Banyak orang yang secara
formal masih mengatasnamakan warga Nahdliyyin,
tetapi cara berpikirnya tidak lagi mencerminkan
karakteristik Nahdlatul ‘Ulama. Hal ini salah satunya
disebabkan oleh belum adanya ‘fikrah nahdyiyah’
yang seharusnya menjadi landasan bagi setiap
nahdliyyin di dalam bersikap dan bertindak. Oleh
karena itu, untuk menjaga nilai-nilai historis dan
tetap meneguhkan Nahdlatul Ulama pada garis-garis
perjuangannya (khiththah) serta menjaga konsistensi
warga nahdliyiin berada pada koridor yang telah
ditetapkan, Nahdlatul Ulama perlu membuat ‘fikrah
nahdliyah’.
5. Nahdlatul ‘Ulama memiliki metode berpikir
sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan Fikrah Nahdliyah
adalah kerangka berpikir yang didasarkan
pada ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah yang
dijadikan landasan berpikir Nahdlatul Ulama
(khiththah nahdliyah) untuk menentukan arah
perjuangan dalam rangka islah alummah
(perbaikan umat).
6. Dalam merespon persoalan, baik yang berkenaan
dengan persaoalan keagamaan maupun
kemasyarakatan, Nahdlatul Ulama memiliki manhaj
Ahli sunnah wal Jama’ah sebagai berikut:
1. Dalam bidang Aqidah/teologi, Nahdlatul Ulama
mengikuti manhaj dan pemikiran Abu Hasan Al-
Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi.
2. Dalam Bidang Fiqih/Hukum Islam, Nahdlatul Ulama
bermazhab secaraqaul i dan manhaji kepada salah
satu Al-Madzahib Al-‘Arba’ah (Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hanbali)
3. Dalam bidang Tasawuf, Nahdlatul Ulama mengikuti
Imam al Junaid al Baghdadi (w.297H.) dan Abu
Hamid al Ghazali (450-505 H./1058-1111 M.).
7. Fikrah tawassuthiyyah (pola pikir moderat), artinya Nahdlatul
Ulama senantiasa bersikap tawazun (seimbang) dan i’ti dal
(moderat) dalam menyikapi berbagai persoalan. Nahdlatul
Ulama tidak tafrith atau ifrath.
2.Fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran), artinya Nahdlatul
Ulama dapat hidup berdampingan secara damai dengan pihak
lain walaupun aqidah, cara pikir, dan budayanya berbeda.
3.Fikrah Ishlahiyyah (pola pikir reformatif), artinya Nahdlatul
Ulama senantiasa mengupayakan perbaikan menuju ke arah
yang lebih baik (al-ishlah ila ma huwa al-ashlah).
4.Fikrah Tathowwuriyah (pola pikir dinamis), artinya Nahdlatul
Ulama senantiasa melakukan kontekstualisasi dalam
merespon berbagai persoalan.
5.Fikrah Manhajiyah (pola pikir metodologis), artinya Nahdlatul
Ulama senantiasa menggunakan kerangka berpikir yang
mengacu kepadamanhaj yang telah ditetapkan oleh Nahdlatul
Ulama.
8. Ada 2 tantangan eksternal dan internal.
Eksternal Ada 2 fikrah tatharrufyah yang
menjadi tantangan fikrah nahdlyah:
1. Tatharruf tasyaddudi ( fundamintalis) baik
tataharruf fikri, siyasi atau haraki
2. Tatharruf tasahuli ( liberal ) yang berlandasan
pada ilgha’ al manhaj wa ilgha’ al hukm
9. Tantangan internal warga nahdlyyin, diantaranya:
1. Lemahnya pemahaman terhadap fikrah
nahdlyah
2. Bergesernya orientasi perjuangan sebagian
warga nahdlyiin
3. Kurangnya uswah hasanah dari sebagian
tokoh NU dalam implmentasi fikrah nahdlyah
4. Kurang perduli terhadap ancaman pemahman
firgah lain
5. Lemahnya kaderisasi pembela fikrah nahdliyah
10. 1. Intensifkasi amaliyah nahdliyah di berbagai
tempat dan kesempatan
2. Kaderisasi pembela aswaja dikalangan remaja
3. Peningkatan dari pembiasaan, pemahaman
sampai ke pembelaan dengan wadah aswaja NU
center
4. Koordinasi dengan semua warga nahdliyin
diberbagai profesi baik kultural atau struktural
5. Kerjasama dengan berbagai orgamnisasi yang
se-faham dengan fikrah nahdliyah
12. 1. goegle banyak dari mereka. Caranya?
2. kerjasama dg ormas lain kurang tertarik
_______
1. Kadresasi pembela sawaja di klgn remaja. ?? Bagaimana dg
IPNU/ dimasjid? Maarif?
------
Gunung anyar:
NU gak laku? Cukup dengan nama islam