1. DOSEN : NS, SANTY, S.Kep
TUGAS : KMB 1
OLEH
KELOMPOK 2:
SAMNIAH
WAODE JALIA
ANDREADIN SURADIN
LA SARI
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya hingga penulis dapat merampungkan pembuatan makalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN YANG
MENGALAMI GANGGUAN HIPOPITUITARI”
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah mendukung
dan memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa
dalam penulisan askep ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan karena faktor
batasan pengetahuan penyusun, maka penyusun dengan senang hati menerima kritikan serta
saran – saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini ini.
Semoga hasil dari penyusunan makalah ini dapat dimanfaatkan bagi generasi
mendatang, khususnya mahasiswa D-III Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten
Muna.
Akhir kata, melalui kesempatan ini penyusun makalah mengucapkan banyak terima
kasih.
Raha,
februari 2012
Penyusun
3. DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR ...................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .............................................................
A. Latar Belakang ............................................................
B. Rumusan Masalah .........................................................
C. Tujuan ..........................................................................
D. Manfaat ........................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...............................................................
A. Konsep Penyakit ..........................................................
1. Pengertian ..............................................................
2. Anatomi Fsiologi ........................................................
3. Etiologi ..................................................................
4. Patofisilogi ....................................................................
2
5. Manifestasi klinis ..........................................................
2
6. Komplikasi ...................................................................
2
7. Pemeriksaan diagnostik .................................................
8. Penatalaksanaan medis ............................................
B. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................
4
1. Pengkajian Keperawatan ..............................................
4
2. Diagnose Keperawatan .................................................
5
3. Rencana Tindakan ........................................................
6
4. Implementasi ................................................................
7
BAB III PENUTUP .........................................................................
10
A. Kesimpulan .........................................................................
10
B. Saran ...................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Homeostatis seluler diatur oleh sistem saraf dan sistem endokrin. Kedua ini
berhubungan erat, khususnya di hipotalamus, yang mengatur fungsi hipofisis dan selsel neuro endokrin di tempat-tempat lain (sebelumnya dikenal dengan sistem Amine
Precursor Uptakeang Dekarboxylation, APUD).
Aktifitas beberapa organ endokrin, misalnya hipofisis diatur oleh adanya
hormon- hormon stimulator atau inhibitor yang dihasilkan di hipotalamus. Di tempattempat lain, seperti korteks adrenal, hormon-hormon yang diproduksi kelenjar
tersebut menghambat sintesis hormon-hormon topik yang dilepas oleh hipotalamus
dan hipofisis, suatu proses dikenal sebagai hambatan umpan balik (feedback
inhibition). Secara umum, penyakit-penyakit sistem endokrin (endokrinopati) ditandai
dengan kelebihan atau kekurangan produksi hormon, yang klinisnya berupa keadaan
hipofungsi atau hiperfungsi. Gangguan-gangguan semacam ini sering kali berkaitan
dengan gangguan mekanis umpan balik.
Kelainan-kelainan endokrin Hipopituitary merupakan salah satu ganjaran yang
tersering dalam dunia kedokteran. Penyakit-penyakit tersebut sering memberikan
tanda-tanda dan gejala yang membingungkan, dimana bila dipahami secara benar,
bersama-sama dapat dijadikan patokan sebagai diagnosa yang meyakinkan. Sama
lebih pentingnya, penyakit-penyakit tersebut yang sebagian cukup letal tetapi sering
dapat diperbaiki dan disembuhkan.
B. Rumusan Masalah
1. apakah defenisi Hipopituitari ?
2. bagaimanakah konsep penyakit pada klien dengan gangguan sistem endokrin
yang mengalami gejala Hipopituitari?
3. bagaimanakah konsep askep pada klien dengan gangguan sistem endokrin yang
mengalami gejala hipopituitari ?
5. C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana gangguan sistem endokrin pada klien yang
mengalami gejala hipopituitari, serta mengetahui apa yang yang menjadi konsep
penyakit yang terjadi pada klien yang mengalami gangguan sistem endokrin pada klien
yang mengalami gejala hipopituitari , serta dapat mengaplikasakanya dalam bentuk
asuhan keperawatan yang di alami klien dengn gangguan sistem endokrin pada klien
yang mengalami gejala hipopituitari
D. Manfaat
Semoga dapat Membantu meningkatkan pengetahuan kami tentangKMB (
konsep medikal bedah), khususnya yang berhubungan dengan proses asuhan
keperawatan dalam bentuk KMB yang mengulas tentang gangguan sistem endokrin
pada klien yang mengalami gejala hipopituitari. Sehingga kami dapat
mengaplikasikanya dalam masyarakat yang berhubungan dengan keperawatan.
6. BAB II
PEMBAHASAN
TUJUAN TEORITIS
A. Pengertian
1. Hipopituitari dapat terjadi pada kerusakan lobus anterior kelenjar hipofisis.
(brunner & suddarth).
2. Hipopituitari adalah sekresi beberapa hormone hipofisis anterior yang rendah. (
elizabeth. J. Korwin).
3. Hipopituitarisme merupakan keadaan tidak adanya seluruh sekresi hipofisis
(sylvia A. Price & Lorrena M. Wilson).
4. Hipopituitari adalah penurunan / adanya sekresi hormon kelenjar hipofisis
interior. Hipopituitari sering di sebut juga hipofungsi kelenjar hipofisis.
(http://www.google.co.id).
Jadi, dari ke empat pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa Hipopituitari
adalah suatu keadaan yang timbul akibat penurunan, atau tidak adanya sekresi
hormone kelenjar hipofisis anterior atau hipofunggsi.
B. Anatomi Fisiologis
Kelenjar Hipofisis atau Hipofisis serbi berperan dalam mengintrol fungsi
seksual dan tiroid, pertumbuhan dan metabolisme air, protein , lemak, dan
karbonhidrat.
Kelenjar ini mempunyai diameter sekitar 1 cm dan menempati suatu celah di
dalam tulang sfeniod yang di sebut sella tursica. Tulang kecil ini terletak pada dasar
tulang tengkorak, di belakang hidung, di atas sinus udara sfenoid.
Kelenjar tersebut menggantung dari
Hipotalamus yaitu suatu masa jaringan saraf yangmembentuk lantai ventrikel ketiga.
Pada manusia, kelenjar hipofisis mempunyai bagian utama yang mempunayi fungsi
yang berbeda :
Hipofisis Anterior (mengontrol kelenjar endokrin lain mempunyai asal dari
pertumbuhan keluar lapisan faring primitif pada embrio).
Hipofisis Posterior ( pertumbuhan ke bawah dari otak depan forebrain)
Secara Anatomi, Hypofisis cerebri atau glandula pituitari adalah struktur
lonjong kecil yang melekat pada permukaan bawah otak melalui infundibulum.
Lokasinya sangat terlindungi baik yaitu terletak pada sella turcica ossis sphenoidalis.
Disebut master endocrine gland karena hormon yang dihasilkan kelenjar ini banyak
mempengaruhi kelenjar endokrin lainnya.
7. Dibagi menjadi 2 (dua) lobus, yaitu:
1. Lobus anterior ( adenohypofisis),
dibagi lagi menjadi:
a. Pars anterior ( pars distalis )
b.
Pars intermedia
Dipisahkan oleh suatu celah, sisa kantong embrional. Juluran dari pars anterior
yaitu pars tuberalis meluas keatas sepanjang permukaan anterioar dan lateral
tangkai hypofisis.
2. Lobus posterior (neurohypofisis)
Dibagi menjadi 2 (dua) lobus, yaitu:
Dengan Vaskularisasi Arteri carotis interna bercabang Arteri Hypophysialis
superior dan inferior. Vena bermuara ke dalam sinus intercavernosus.
Secara Histologi, kelenjar hipofise terbagi menjadi dua bagian yaitu:
adenohipofise, dan neurohipofise.
a. Adenohipofise
1. Pars distalis
Bagian ini merupakan bagian utama dari kelenjar hypofisis krn meliputi
75% dari seluruh kelenjar. Dengan sedian yang diberi pewarnaan HE dapat
dibedakan menjadi 2 macam sel :
a. Sel Chromophobe (Sel utama)
Sitoplasma tidak menyerap bahan warna sehingga tampak intinya saja,
ukuran selnya kecil. Sel ini biasanya berkelompok dibagian tengah dari
lempengan sel chromofil sehingga ada dugaan bahwa sel ini merupakan sel
yang sedang tidak aktif dan nantinya dapat berubah menjadi sel acidofil atau
sel basofil pada saat diperlukan.
b. Sel Kromofil
Bagian ini terdiri dari :
1. Sel Acidophil
Ukurannya lebih besar dengan batas yang jelas dan dengan pewarnaan
HE rutin sitoplasmanya berwarna merah muda. Berdasakan reaksinya terhadap
bahan cat, dapat dibedakan menjadi 2 sel:
a. Sel orangeophil (alpha acidophil = sel somatrotope) Sel ini dapat dicat
dengan orange-G, menghasilkan hormon GH
8. b. Sel carminophil (epsilon acidhophil = sel mammotrope)Sel ini bereaksi
baik terhapat cat azocarmin. Jumlah sel ini meningkat selama dan setelah
kehamilan. Hormon yang dihasilkan hormon prolaktin
2. Sel Basophil
Sel ini memiliki inti lebih besar dari sel acidiphil dan dengan
pewarnaan HE sitoplasmanya tampak berwarna merah ungu atau biru. Bila
memakai pengecatan khusus aldehyde fuchsin, dapat dibedakan 2 macam sel
a. Sel beta basophil (sel thyrotrophic) Sel ini tercat baik dengan aldehyde –
fuchsin dan menghsilkan hormon thyrotropic hormone
b. Sel delta basophilSel ini tercat baik dengan aldehyde – fuchsin dan
menghsilkan hormon thyrotropic hormone.
Dengan perwarnaan aldehyde – fuchsin tidak tercat dengan baik. Berdasarkan
hormon yang dibentuk, diduga sel ini ada 3 macam:
1. Sel Gonadotropin tipe I menghasilkan FSH
2. Sel Gonadotropin tipe II menghasilkan LH
3. Sel Corticotrophic menghasilkan hormon ACTH, pada manusia sel ini
membentuk melanocyte stimulating hormone ( MSH)
2. Pars intermedia
Bagian hypophysis ini pada manusia mengalami rudimenter, dan
tersusun dari suatu lapisan sel tipis yang berupa lempengan – lempengan yang
tidak teratur dan gelembung yang berisi koloid. Pada manusia diduga
membentuk melanocyte stimulating hormon ( MSH ) yang akan merangsang
kerja sel melanocyte untuk membentuk pigmen lebih banyak. Tetapi hal ini
masih dalam penelitian lebih lanjut.
b. Neurohipofise
Terdiri dari dua macam struktur:
1. Pars Nervousa: infundibular processus
2. Infundibulum: neural stalk (merupakan tangkai yang menghubungkan
neurohipofise dengan hipotalamus)
Bagian ini tersusun dari:
a. Serabut syaraf tak bermyelin yang berasal dari neuro secretory cell
hypotalamus yang dihubungkan melalui hypotalamo – hypophyseal tract.
9. b. Sel Pituicyte: sel ini menyerupai neuroglia yaitu selnya kecil dan
mempunyai pelanjutan- pelanjutan sitoplasma yang pendek.
Ciri khas yang terdapat dalam neuro – hipophyse ini adalah adanya suatu
struktur yang disebut herring’s bodies yang merupakan neurosekret dari neurosecretory cell dari hypotalamus yang kemudian dialirkan melalui axon dan ditimbun
dalam neuro hypophyse sebagai granul. Hormon – hormon yang dihasilkan oleh
bagian ini adalah : ADH (vasopressin ), oxytocin.
Dipandang dari sudut fisiologi, kelenjar hipofisis dibagi menjadi:
1. Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)
Hormon yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior berperan utama dalam
pengaturan fungsi metabolisme di seluruh tubuh. Hormon-hormonnya yaitu:
a. Hormon Pertumbuhan
Meningkatkan pertumbuhan seluruh tubuh dengan cara mempengaruhi
pembentukan protein, pembelahan sel, dan deferensiasi sel.
b. Adrenokortikotropin (Kortikotropin)
Mengatur sekresi beberapa hormon adrenokortikal, yang selanjutnya akan
mempengaruhi metabolism glukosa, protein dan lemak.
c. Hormon perangsang Tiroid (Tirotropin)
Mengatur kecepatan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid, dan
selanjutnya mengatur kecepatan sebagian besar reaksi kimia diseluruh tubuh.
d. Prolaktin
Meningkatkan pertunbuhan kelenjar payudara dan produksi air susu.
e. Hormon Perangsang Folikel dan Hormon Lutein
Mengatur pertumbuhan gonad sesuai dengan aktivitas reproduksinya.
2.
Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)
Ada 2 jenis hormon:
a. Hormon Antideuretik (disebit juga vasopresin)
Mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini akan
membantu mengatur konsentrasi air dalam cairan tubuh.
10. b. Oksitosis.
Membantu menyalurkan air susu dari kelenjar payudara ke putting susu
selama pengisapan dan mungkin membantu melahirkan bayi pada saat akhir
masa kehamilan.
3. Pars Intermedia
Daerah kecil diantara hipofisis anterior dan posterior yang relative avaskular,
yang pada manusia hamper tidak ada sedangkan pada bebrapa jenis binatang rendah
ukurannya jauh lebih besar dan lebih berfungsi.
Pembuluh darah yang menghubungkan hipotalamus dengan sel- sel kelenjar
hipofisis anterior. Pembuluh darah ini berkhir sebagai kapiler pada kedua ujungnya,
dan makanya disebut system portal.dalam hal ini system yang menghubungkan
hipotalamus dengan kelenjar hipofisis disebut juga system portal hipotalamus –
hipofisis. System portal merupakan saluran vascular yang penting karena
memungkinkan pergerakan hormone pelepasan dari hypothalamus ke kelenjar
hipofisis, sehingga memungkinkan hypothalamus mengatur fungsi hipofisis.
Rangsangan yang berasal dari tak mengaktifkan neuron dalam nucleus
hypothalamus yang menyintesis dan menyekresi protein degan berat molekul yang
rendah. Protein atau neuro hormone ini dikenal sebagai hormone pelepas dan
penghambat. Hormon –hormon ini dilepaskan ke dalam pembuluh darah system
portal dan akhirnya mencapai sel – sel dalam kelenjar hipofisis.
Dalam rangkaian kejadian tersebut hormon- hormon yang dilepaskan oleh
kelenjar hipofisis diangkt bersama darah dan merangsang kelenjar-kelenjar lain
,menyebabkan pelepasan hormon – hormon kelenjar sasaran. Akhirnya hormon –
hormon kelenjar sasaran bekerja pada hipothalamus dan sel – sel hipofisis yang
memodifikasi sekresi hormon.
C. Etiologi
Hipopituitarisme dapat menjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau
hipotalamus, penyebabnya menyangkut :
1. Faktor penyebab belum di ketahui,
2. Infeksi atau peradangan oleh : jamur, bakteri piognik, tubercolosis, pasca
meningitis,
3. Penyakit granulastomata infiltrative yang merusak hipofisis,
4. Trombosit vasculer yang menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis normal,
11. 5. Tumor, misalnya dari jenis sel penghasil hormon yang dapat mengganggu
pembentukan salah satu atau semua hormon lain, sekunder dari tumor-tumor jinak
atau ganas metastasik desak ruang atau tumor hipofisis yang merusak sel-sel
hipofisis normal,
6. Sindrom sela turusika yang kosong. Primer atau sekunder dari infrak tumor
hipofisis,
7. Umpan balik dari organ sasaran yang mengalami malfungsi, misalnya, akan terjadi
penurunan sekresi TSH dan hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit
mengeluarkan HT dalam jumlah yang berlebihan,
8. Nekrotik Hipoksik (kematian akibat kekuranga O2) hopofisis atau oksigenasi dapat
merusak sebagian atau semua sel penghasil hormon, salah satunya sindrom
sheccan, yang terjadi setelah pendarahan maternal,
9. Traumati setelah cederah kepala.
D. Patofisiologis
Penyebab hipofungsi hipofisis dapat bersifat primer dan sekunder. Primer bila
gangguannya terdapat pada kelenjar hipofisis itu sendiri dan sekunder bila gangguan
terdapat pada hipotalamus, penyebab tersebut diantaranya:
1. Efek perkembangan kongenital, seperti pada dwarfisme pituitari.
2. Tumor yang merusak hipofise atau merusak hipotalamus.
3. Iskemia, seperti pada nekrosis post parfum.
Hipopituitary pada orang dewasa dikenal sebagai penyakit simmods yang ditandai
dengan kelemahan umum: intolesansi terhadap dingin, nafsu makan buruk, penurunan
BB dan hipotensi. Wanita yang mengalami penyakit ini tidak akan mengalami
menstruasi dan pada pria akan menderita impotensi dan kehilangan libido. Pada masa
kanak-kanak akan menyebabkan dwafirasme (kerdil).
Trauma, tumor, radiasi pada kepala dan leher
Merusak Sel-Sel Hipofisis Normal
Mal Fungsi Kelenjar Hipofisis
Hipopituitary (penurunan sekresi hormon hipofisis)
Hormon Somatotrofik
Hormon Trotropik
Hormone Andrenokortikotropik
12. Hormone Gonadrotopik
Leteinizing Hormone
E. Manifestasi Klinis
Kelemahan, disfungsi seksual, kerontokan rambut ketiak dan pubis, hipertensi,
perubahan lapang pandang dan sakit kepala (apabila di sebabkan oleh tumor pituitary
non fungsional yang besar dan trauma).
1. Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda – tanda tekanan intara
kranial yang meningkat. Mungkin merupakan gambaran penyakit bila tumor
menyita ruangan yang cukup besar.
2. Gambaran dari produksi hormon pertumbuhan yang berlebih termasuk
akromegali (tangan dan kaki besar demikian pula lidah dan rahang), berkeringat
banyak, hipertensi dan artralgia (nyeri sendi).
3. Hiperprolaktinemia: amenore atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada
wanita, impotensi pada pria.
4. Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetes
mellitus, osteoporosis.
5. Defisiensi hormon pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan
pertumbuhan pada anak – anak.
6.
Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada
pria, amenore pada wanita.
7. Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran laboratorium dari
hipertiroidism.
8. Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala
– gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa,
gambaran laboratorium dari penurunan fungsi adrenal.
9. Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia, dehidrasi, tidak mampu memekatkan
urin.
F. Komplikasi
1. Kardiovaskuler .
Hipertensi
Tromboflebitis
13. Tromboembolisme
Percepatan uterosklerosi
2. Perubahan Mata
Glukoma Lensi Kornea
3. Gangguan hipotalamus.
4. Penyakit organ ’target’ seperti gagal tiroid primer, penyakit addison atau gagal
gonadal primer.
5. Penyebab sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrome ACTH
ektopik.
6. Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik.
7. Syndrom parkinson
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologik/ rentgenologis Sella Tursika
a. Foto Polos Kepala
b. Poliomografi berbagai arah (multi deroksional )
c. Pneumoensefalografi
d. CT scan
e. Agiografi Serebral
2. Pemeriksaan Lapang pandang
a. Adanya kelainan lapang pandang mencurigakan
b. Adanya tumor hipofisis yang menekan kiosma optik
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testoteron
b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH
c. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supreson hormon, dan
dengan pengukuran efeknya terhadap kadar hormon serum
d. Tes provokatif
H. Penatalaksanaan Medis
1. Kausal
Bila di sebabkan oleh tumor, umumnya di lakuka radiasi. Bila gejala-gejala
tekanan oleh tumor progresif di lakukan operasi.
2. Terapi Supstitusi
a. Hidrokortison, antara 20-30 mg sehari di berikan per-os, umumnya di
sesuaikan dengan siklus harian sekresi steroid yaitu 10-15 mg waktu pagi,
dan 10 mg waktu malam. Predison dan deksametason tidak di berikan
karena kurang menyebabkan retensi garam dan air, bila terdapat stress
(ifeksi, operasi dan lain-lain). Dosis oral di naikan atau di berikan
prainteral. Bila terjadi krisis adrenal atasi syok segera dengan pemberian
cairan per-infus NACL-glukosa, steroid, dan vasopreses.
14. b. Puluis Teroid/ tiroksin di berikan setelah terapi dengan hidrokortison.
c. Testosteron pada penderita laki-laki berikan suntikan testosteron enantot
atau testosteron siprionot 200 mg intramuskuler tiap 2 minggu. Dapat juga
di berikan fluexymestron 10 mg per-os tiap hari.
d. Esterogen di berikan pada wanita secara siklis untuk mempertahankan
siklus haid. Berikanga androgen dosis stenga dosis pada laki-laki hentikan
bila ada gejala virillisasi” growth hormone” bila terdapat dwarfisme.
3. Tumor hipofisis, di obati dengan pembedahan radioterapi atau obat (misal :
akromegali dan hiperprolaktemia dengan hymocriptina).
4. Defenisi hormon hos di obati sebagai berikut: penggantian GH untuk defesiensi
GH pada anak-anak, toksin dan kortison untuk defesiensi TSH dan ACTH,
penggantian androgen atau estrogen untuk defesiensi gonadotropin sendiri
(isoleted) dapat di obati dengan penyuntikan FSH atau HCG.
5. Desmopressin dengan insuflusi masal dalam dosis terukur.
15. BAB III
KONSEP ASKEP PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
ENDOKRIN
“ HIPOPITUITARI”
A. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas klien
Nama
Umur
Jenis kelamin
Status Perkawinan
Agama
Suku/Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
b. Identitas Penanggung
Nama
Umur
Jenis kelamin
Status Perkawinan
Agama
Suku/Bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Hubungan dengan klien
2. Data Demograf
: Ny. s
: 30 thn
: Perempuan
: Nikah
: Islam
: Muna
: Sarjana
: PNS/ guru
: Jln. S. Goldaria
: Tn. s
: 35 thn
: Laki-Laki
: Nikah
: Islam
: Muna
: Sarjana
: PNS/ guru
: Jln. S. Goldaria
: Suami Pasien
Pada pasien ini di derita di mana saj, tidak berpengaruh pada tempat berdomisili
wilayah tertentu.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
1. Keluhan utama : nyeri
2. Riwayat Keluhan Utama
P
: Nyeri
Q
: Hilang Timbul
R
: Kepala
S
: 3 (0-5)
16. T
4.
: pada saat beraktifitas
Pemerksaan Fisik
pasca kecelakaan klien mengalami cidera di bagian kepala
hasil foto ronsen menunjukan kepala klien mengalami gangguan khususnya
bagian hipofisis anterior akibat benturan tersebut.
5. Analisis Data
No
Sympton
1 Ds :
-Klien mengatakan
nyeri kepala
-ekspresi wajah
meringis
-skala nyeri 3 (0-5)
P : nyeri
Q : Hilang timbul
R : Kepala
S : 3 (0-5)
T : pada saat
beraktivitas
Etiologi
Adanya faktor penyebab ( adanya
trauma pada kepala)
Problem
nyeri
Terjadi gangguan pada jaringan
dan kelenjar di sekitar
Produksi hormon terganggu
Hipopituitari (penurunan sekresi
hormon hipofisis)
nyeri
2
Ds :
-klien mengatakan
tidak biasa
beraktivitas
Do :
-klien nampak lemah
-klien nampak dalam
pemenuhan ADL-nya
Adnya trauma pada klien
Intoleransi
aktivitas
Keterbatasan rentang gerak pasca
cedera
kelemahan
intoleransi
intoleransi aktivitas
3
Ds :
-klien mengatakan
tidak tau dengan
penyakitnya
Do :
-klien nampak sering
bertanya tentang
penyakitnya
-klien nampak cemas
Perubahan status kesetahan
Kurang terpaparnya informasi
Koping indifidu tidak efektif
Ansietas
ansietas
17. B. Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma kepala yang di tandai dengan:
Ds :
- klien mengatakan nyeri kepala
Do :
- Ekspresi wajah meringis
- Skala nyeri 3 (0-5)
- P : nyeri
- Q : hilang timbul
- S : 3 (0-5)
- T : pada saat beraktivitas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan di tandai dengan :
Ds :
- Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas
Do :
- Klien nampak lemah
- Klien nampak di bantu dalam pemenuhan ADL-nya
3. Ansietas berhubungan dengan koping indifidu tidak efektif di tandai dengan:
Ds :
- Klien mengatakan tidak tau tentang penyakitnya
Do :
- Klien nampak sering bertanya tentang penyakitnya
- Klien nampak cemas
C. Perencanaan
Tujuan
Tupen : setelah di lakukan
tindakan keperawatan
selama 7 hari nyeri teratasi
Tupen : setelah di lakukan
tindakan keperawatan
selama tiga hari nyeri
perencanaan
Intervensi
1. Kaji tingkat nyeri klien
2. Beri posis klien
senyaman munkin
3. Ajarkan klien tehnik
distrasi dan relaksasi
rasional
1. Menentukan
intervensi selanjutnya
2. Posisi yang nyaman
mengurangi nyeri
3. Untuk mengalihkan
rasa nyeri
18. Berangsur-angsur teratasi .
dengan kriteria hasil :
Ekspresi klien meringis
Tupen : setelah di lakukan
tindakan keperawatan
selama 7 hari
intoleransiteratasi.
Tupen : setelah di lakukan
tindakan keperawatan
selama tiga hari intoleransi
aktifitas berangsur-angsur
teratasi. Dengan kriteria
hasil :
Klien beraktifitas secara
mandari.
Tupen : setelah di lakukan
tindakan selama 7 ahri
ansietas teratasi.
Tupen : setelah di lakukan
tindakan keperawatan
selama 3 hari aniestas
selama berangsur-angsur
teratasi. Dengan criteria
hasil :
Klien tidak cemas lagi
4. Kolaborasi dalam
pemberian obat
analgetik
1. Kaji tingkat toleransi
aktivitas klien
2. Bantu klien dalam
merawat diri
3. Bantu klien dalam
pemenuhan ADL klien
4. Anjurkan klien untuk
beristirahat bila pasien
merasa lelah dan nyeri
1. Kaji sejauh mana klien
mengetahui tentang
penyakitnya
2. Beri kesempatan klien
untuk mengekspresikan
perasaanya
3. Jelaskan pada klien
tentang penyakitnya
dan prosedur
pengobatanya
4. mengurangi rasa nyeri
yang di rasakan klien
1. Untuk melakukan
intervensi selanjutnya
2. Membantu klien
merawat diri
3. Membantu klien
memnuhi ADL-nya
4. Mengurangi rasa
nyeri yang di rasakan
klien
1. Untuk menentukan
intervensi selanjutnya
2. Di harapkan dapat
memberikan
gambaran sejauh
mana klien
mengetahui tentang
penyakitnya
3. Agar klien
mengetahui
penyakitnya dan
prosedur
pengobatanya
D. Implementasi dan Evaluasi
No. DX
Emplementasi
1
1. Mengobservasi skala nyeri
dengan cara melihat ekspresi
wajah klien dan respon klien
terhadap nyeri.
Hasil :
Skala nyeri 3 (0-5)
2. Mengajarkan tehnik relaksasi
dengan cara menarik napas
secara perlahan-lahan
S : - Klien mengatakan nyeri pada
area kepala
O : - skala nyeri 3 (0-5)
- Ekspresi wajah nampak
meringis
A : - tujuan telah tercapai
P : - Hentikan intervensi
19. 3.
2
1.
2.
3
1.
Melalui hidung, tahan
beberapa detik kemudian di
hembuskan secara perlahan
melalui bibir yang mencucu
Hasil :
Klien paham dengan cara
yang di ajarkan perawat
Memberikan alternatif tehnik
relaksasi dan tarik nafas
dengan cara menyuru klien
menarik nafas dalam-dalam
kemudian hembuskan
perlahan-lahan melalui mulut.
Hasil :
Nyeri yang di rasakan klien
berkurang
Mengobservasi tingkat
intoleransi klien dengan cara
melakukan gerakan atau
mengobservasi tingkat
kemampuan mobilitas
Hasil :
Klien bisa melakukan aktivitas
dengan mandiri dengan hanya
baring di atas tempat tidur.
Membantu klien dalam
memenuhi ADL-nya.
Hasil : klien melakukan
kegiatan harian di bantu oleh
perawat dan keluarganya
Mengobservasi tingkat
pengetahuan klien mengenai
penyakit yang di alaminya
Hasil :
Klien mulai dapat mengetahui
penyakit atau gangguan apa
yang terjadi pada dirinya.
S : -klien mengatakan aktifitasnya
tidak di bantu oleh keluarga dan
perawat
- Klien mengatakan dapat
bergerak secara bebas
O : - klien nampak bergerak dan
istirahat di atas tempat tidur
A : - tujuan tercapai
P :- intervensi di hentikan
S : - klien mengatakan mengetahui
gambaran penyakitnya
O : - klien menjelaskan sendiri
tentang penyakitnya
A : - tujuan tercapai
P : intervensi di berhentikan
20. BAB IV
PENUTUP
A.
B.
Kesimpulan
Hipopituitari adalah suatu keadaan yang timbul akibat penurunan, atau tidak
adanya sekresi hormone kelenjar hipofisis anterior atau hipofunggsi.
Kelenjar Hipofisis atau Hipofisis serbi berperan dalam mengintrol fungsi
seksual dan tiroid, pertumbuhan dan metabolisme air, protein , lemak, dan
karbonhidrat.
Kelenjar ini mempunyai diameter sekitar 1 cm dan menempati suatu celah di
dalam tulang sfeniod yang di sebut sella tursica. Tulang kecil ini terletak pada dasar
tulang tengkorak, di belakang hidung, di atas sinus udara sfenoid.
Kelenjar tersebut menggantung dari
Hipotalamus yaitu suatu masa jaringan saraf yangmembentuk lantai ventrikel ketiga.
Kesimpulan
Dalam penulisan askep ini masih kurang dari kesempurnaan karena kurangnya
referensi yang kami dapatkan. Jadi, kritik dan saran yang sifatnya membangun
khususnya dari dosen pembimbing maupun dari rekan-rekan pembaca sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan askep ini kedepannya.
21. DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.EGC
: Jakarta.
http://ilmukeperawatan.net/index.php/artikel/2-dalam/3-klien-hipertirodisme.html
Baradero, Mary, SPC, MN, dkk. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Endokrin.
Jakarta:EGC.
Rumahorbo, Hotma, SKp. 2003. Asuhan Keperawatan Klien denga Gangguan Sistem
Endokrin. Jakarta:EGC.
Tambayong, Jan, dr. 2001. Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta:EGC.
http://www.google.com