1. Scenario Asma
Ners,,, saya sulit bernafas.
Ny. A umur 35 tahun datang ke Igd RS Fort De Kock dengan keluhan sulit bernafas
semenjak 3 hari terakhir dan semakin parah 3 jam yang lalu sebelum dibawa kerumah sakit.
Setelah dilakukan pengkajian didapatkan pasien merasa sesak, batuk pasien berdahak dan pasien
mengatakan ia mempunyai riwayat asma dan pernah dirawat di RS saat remaja dan ia juga alergi
terhadap debu pasien mengatakan ibu pasien juga menderita asma dan pasien biasanya
menggunakan obat salbutamol untuk menghilangkan/ mengurangi sesak nafasnya. Dari hasil
pemeriksaan fisik dan observasi didapatkan suara nafas pasien terdengar wheezing dan warna
sputum pasien putih kental. Hasil TTV: TD: 140/100 MmHg, RR: 38X/menit, HR: 79X/menit
dan Suhu: 36,50C.
2. LAPORAN ANALISA SINTESA TINDAKAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Nama Pasien : Ny. A Tanggal : 16 Oktober 2014
Umur : 35 tahun Ruangan :
Diagnosaa Medis : Asma
Tindakan Keperawatan yang dilakukan: pemasangan O2.
Primary Survey
A: adanya secret sehingga menghalangi jalan nafas pasien.
B: peningkatan sekresi mucus
C:peningkatan tekanan darah dan nadi cepat
D:GCS: 13 dan respon pupil terhadap cahaya bagus
E: berikan ruangan yang nyaman dan yang cukup hangat kepada pasien.
Web of caution
Data penting :
Subjektif:
o Pasien mengatakan dadanya nyeri hebat
o Pasien mengatakan sulit bernafas
o Pasien mengatakan mempunyai riwayat asma
o Pasien mengatakan ia alergi debu
Objektif:
o suara nafas pasien terdengar wheezing
o warna sputum pasien terlihat putih kental.
o Hasil pengukuran TTV: TD: 140/100 MmHg, RR: 38X/menit, HR:
79X/menit dan Suhu: 36,50C.
o Pasien terlihat sulit bernafas
3. Diagnose Keperawatan
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan
suplai oksigen (bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 Jam diharapkan:
o jalan napas paten dengan bunyi napas bersih atau jelas.
o Menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi Keperawatan
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, contoh: mengi
Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan
obat bantu.
Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh: meninggikan kepala
tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur.
Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dan lain-
lain.
Prinsip-prinsip tindakan rasional
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas advertisius.
Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut.
Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses
akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit.
Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
4. Pencetus tipe alergi pernafasan dapat mentriger episode akut.
Bahaya-bahaya yang mungkin muncul terjadi akibat tindakan tersebut dan cara
pencegahannya
Bahaya yang mungkin muncul henti nafas pencegahannya pantau selalu
respirasi pasien
Hasil yang didapat
Subjektif:
o Pasien mengatakan nyeri dadanya berkurang
o Pasien mengatakan sekarang lebih mudah bernafas
Objektif:
o Pasien terlihat rileks
o Sputum pasien telah berkurang
o Hasil pengukuran TTV: TD: 130/90 MmHg, RR: 26X/menit, HR:
70X/menit dan Suhu: 35,50C.
Identifikasi tindakan keperawatan lainnya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah/diagnose tersebut secara mandiri dan kolaborasi
Mandiri: mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi: pemberian obat
Evaluasi diri
5. TEORI ASMA
1. DEFENISI ASMA
Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran napas-saluran kecil
yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma adalah penyakit inflamasi
(peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah dan meradang. Asma
sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat memperparah asma. Namun demikian, tidak semua
penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua orang yang mempunyai alergi
menyandang asma (Bull & Price, 2007).
Sedangkan menurut PDPI asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak
napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik
tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali
bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Jadi asma merupakan penyakit akibat inflamasi atau peradangan pada saluran nafas yang
bias desebabkan oleh berbagai factor seperti reaksi alergi dengan gejala nafas dangkal dan
cepat, sertadada terasa nyeri.
2. Etiologi Asma
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma
(Hadibroto & Alam, 2006):
6. 1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran
pernapasan (bronkokonstriksi). Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi
termasuk stimulus sehari-hari seperti perubahan cuaca dan suhu udara dimana cuaca lembab
dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. (Bull & Price, 2007).
2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran
pernapasan. Umumnya penyebab (inducer) asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk
ingestan dimana alergen masuk ke tubuh melalui mulut (dimakan/diminum) terutama
makanan dan obat-obatan. Selain itu, bisa juga dalam bentuk inhalan yaitu alergen yang
masuk ke tubuh melalui hidung atau mulut. seperti tepung sari (serbuk) bunga, tanaman,
pohon, tungau, serpihan dan kotoran binatang, serta jamur.
Sedangkan menurut PDPI factor yang mempercepat resiko berkembangnya asma
merupakan interaksi antara factor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu
disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma,
yaitu genetik asma, alergik (atopi) , hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor
lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan/ predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan
gejala-gejala asma menetap. Termasuk dalam factor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi
lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan (virus), diet, status
sosioekonomi dan besarnya keluarga.
3. Patofisiologi Asma
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor
7. lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi
saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada
asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk
asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
a. Inflamasi akut
1) Reaksi tipe cepat
Allergen masuk ketubuh melalui mulut, hidung dan lain-lain => allergen terikat
pada IgE => menempel pada sel mast => terjadi degranulasi sel mast =>
menghasilkan preformed mediator (histamine, protease) dan newly generated
mediator ( leukotrin, prostaglandin dan PAF) => terjadi kontraksi otot polos bronkus
=> sekresi mucus => vasodilatasi saluran nafas => sesak nafas => asma.
2) Reaksi tipe lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
b. Inflamasi Kronik
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah limfosit
T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos bronkus.
8.
9. 4. Klasifikasi Asma
Asma dapat di klasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola keterbatasan
udara. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:
a. Derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
b. Derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan
5. Manifestasi klinis asma
Batuk kering yang intermitten dan mengi merupakan gejala kronis yang sering
dikeluhkan pasien. Pada anak yang lebih tua dan dewasa mengeluhkan sukar bernafas
dan terasa sesak di dada. Pada anak yang lebih kecil sering merasakan nyeri yang
nonfokal di bagian dada. Simptom respiratori ini bisa lebih parah pada waktu malam
terutamanya apabila terpapar lebih lama dengan alergen. Orang tua sering mengeluhkan
anak mereka yang asma mudah letih dan membatasi aktivitas fisik mereka (Nelson,
2007). Manakala menurut Boguniewicz (2007), mengi merupakan karakteristik yang
utama pada pasien asma. Jika bronkokonstriksi bertambah parah, suara mengi akan lebih
jelas kedengaran dan suara pernafasan menghilang. Menurutnya lagi, sianosis pada bibir
dan nail beds akan terlihat disebabkan oleh hipoksia. Takikardia dan pulsus paradoxus
juga bisa terjadi. Agitasi dan letargi merupakan tanda-tanda permasalahan pada
pernafasan. Menurut Abbas et al (2007), pada pasien asma terjadi peningkatan produksi
mukus. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi bronkus dan pasien mengeluhkan sukar
bernafas. Kebanyakan dari penderita asma juga mengalami alergi rinitis dan eksema
(Sheffer, 2004). Alergi rinitis merupakan inflamasi pada mukosa nasal yang ditandai
dengan nasal kongesti, rinorea, bersin dan iritasi konjuntiva. Rinorea, nasal kongesti,
bersin paroxysmal dan pruritus pada mata, hidung, telinga dan palatum merupakan tanda
10. yang sering dikeluhkan oleh pasien alergi rinitis. Anak yang alergi rinitis bisa juga terjadi
gangguan tidur, aktivitas yang terbatas, irritabilitas dan gangguan mood dan kognitif
yang bisa menggangu prestasi anak di sekolah. Hidung yang terasa gatal akan
menyebabkan anak sering terlihat menggosok hidung dengan tangan (Nelson, 2007).
Beberapa kajian telah menyatakan bahwa alergi rinitis merupakan salah satu faktor
pemicu terjadinya asma. Prevalensi alergi rinitis pada pasien asma diperkirakan sebanyak
80 % hingga 90% (B Leynaert, 2000).
Menurut Akdis et al (2006) dalam Bieber (2008) dermatitis atopik atau eksema adalah
penyakit kulit yang sering dideritai oleh pasien dengan penyakit atopik yang lain seperti
asma dan alergi rinitis. Lesi kulit dermatitis atopik memperlihatkan adanya edema dan
infiltrasi sel mononuklear dan eosinofil serta penimbunan cairan dalam kulit(membentuk
vesikel yang jelas terlihat secara klinis). Pecahnya vesikel kecil dalam jumlah yang
banyak ini mengakibatkan terbentuknya krusta dan kulit menjadi bersisik. Perubahan ini
dan pruritus berat yang mendahului dan menyertai erupsi, terjadi karena kulit sangat
kering. Pada keadaan ini, terjadi hambatan pengeluaran keringat dan retensi keringat
seringkali menimbulkan gatal-gatal berat yang disebabkan oleh panas. Rasa gatal dan
rasa sakit yang hebat akibat kulit yang pecah-pecah adalah keluhan utama pasien eksema
( Solomon, 2003). Eksema jarang terjadi pada orang dewasa. Eksema dimulai sejak usia 2
bulan sampai 6 bulan, sering terdapat pada wajah dan iritasi ini menyebabkan anak tidak
dapat tidur. Hasil kajian juga menunjukkan 25% penderita eksema alergi terhadap telur,
susu, kacang, tepung, ikan dan kerang (Pitaloka, 2002).
6. Penatalaksanaan Asma
11. Sasaran utama sebagai strategi pertahanan terhadap asma adalah zat – zat iritan
dan alergen. Keduanya bisa merangsang timbulnya reaksi pada salur pernafasan.
Penghindaran terhadap faktor lingkungan adalah saran yang paling ampuh dalam usaha
menghadapi asma. Cara ini sangat alami, tidak perlu mengkonsumsi obat-obatan, tiada
akibat sampingannya serta udara dan lingkungan yang bersih membawa manfaat bagi
seluruh anggota keluarga yang lain (Iwan dan Syamsir, 2006).
Terdapat dua kategori obat untuk penyembuhan asma yaitu obat pelega yang
bekerja dengan cepat (quick-relief) dan obat kontrol untuk jangka panjang (long-term
control). Obat pelega yang digunakan adalah short-acting ß2 agonist (SABA), anti
kolinergik dan kotikosteroid oral. SABA (seperti albuterol, levalbuterol dan pirbuterol)
merupakan antara bronkodilator yang efektif. SABA bekerja dengan memberikan efek
relaksasi pada otot polos bronkus dan mula bekerja 5 hingga 10 menit setelah
administrasi. Ipratropium bromida merupakan antikolinergik bronkodilator yang
mengurangkan hipersekresi mukus dan irritabilitas reseptor batuk dengan mengikat
asetilkolin di reseptor muskarinik yang terdapat pada otot polos bronkus. Anak asma
dengan eksaserbasi akut diberikan kortikosteroid untuk 3 hingga 10 hari. Dosis awal
diberikan 1-2 mg/kg/hari dengan Prednison untuk 2 hingga 5 hari yang berikutnya. Untuk
obat kontrol jangka panjang pula digunakan obat long-acting ß 2 agonist (LABA),
kortikosteroid inhalasi, teofilin dan leukotrien modifiers. LABA (salmeterol, formoterol
dan bambuterol) memberikan efek relaksasi otot polso bronkus dan bekerja selama 12
jam tapi obat ini tidak memberikan efek anti inflamatori yang signifikan. Leukotriene
modifiers dibagi menjadi dua kelompok yaitu cysteinyl leukotriene reseptor
antagonists(zafirlukast dan montelukast) dan leukotriene synthesis inhibitors (zileuton)
12. (Nelson, 2006). Leukotriene modifiers bekerja sebagai anti inflamasi dan bronkodilator.
Manakala teofilin bekerja dengan cara menghambat fosfodiesterase seterusnya
menghambat pemecahan cyclic-AMP. Teofilin merupakan terapi tambahan bagi
kortikosteroid inhalasi (Gwilt et al, 2008).
Sumber:
Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Asma Di
Indonesia . di unduh 15 oktober 2014.