SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
BAB I
PENDAHULUAN
“Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi dibawah umur
45 tahun dan merupakan penyebab kematian no. 4 pada seluruh populasi. Lebih dari
50% kematian disebabkan oleh cidera kepala. Kecelakaan kendaraan bermotor
menrupakan penyebab cedera kepala pada lebih dari 2 juta orang setiap tahunnya,
75.000 orang meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan
mengalami disabilitas permanent” (York, 2000).
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Secara
anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, tulang, dan tentorium
(helm) yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali
terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapt
diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.
Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera dan banyak lainnya timbul
sekunder dari cedera.

1
BAB II
KONSEP MEDIS

A. Definisi

Trauma capitis adalah merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami
memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Sedangkan menurut Brunner
& Suddarth (2000), trauma capitis adalah “gangguan traumatic yang menyebabkan
gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan in testina dan tidak
mengganggu jaringan otak tanpa disertai pendarahan in testina dan tidak mengganggu
jaringan otak”
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
dengan perdarahan intertisial dalam substansi otak tanpa terputusnya kontinuitas dari
otak (Hudak & Gallo, 1996). Cedera kepala juga merupakan trauma pada otak yang
diakibatkan kekuatan fisik eksternal yang menyebabkan gangguan kesadaran tanpa
terputusnya kontinuitas otak.
Cedera otak / kepala yang disebabkan trauma, iskemik dan atau kimiawi
menjadi fokus kesehatan internasional.
Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Secara
anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, tulang, dan tentorium
(helm) yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali
terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Berdasarkan GCS, cedera kepala/otak dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Cedera kepal ringan, bila GCS 13-15
2. Cedera kepala sedang, bila GCS 9-12
3. Cedera kepala berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8.
Tipe-Tipe Trauma :
1. Trauma Kepala Terbuka: Faktur linear daerah temporal menyebabkan pendarahan
epidural, Faktur Fosa anterior dan hidung dan hematom faktur lonsitudinal.
Menyebabkan kerusakan meatus auditorius internal dan eustachius.
2
2. Trauma Kepala Tertutup
Comosio Cerebri, yaitu trauma Kapitis ringan, pingsan + 10 menit, pusing
dapat menyebabkan kerusakan struktur otak.
Contusio / memar, yaitu pendarahan kecil di jaringan otak akibat pecahnya
pembuluh darah kapiler dapat menyebabkan edema otak dan peningkatan TIK.
Pendarahan

Intrakranial,

dapat

menyebabkan

penurunan

kesadaran,

Hematoma yang berkembang dalam kubah tengkorak akibat dari cedera otak.
Hematoma disebut sebagai epidural, Subdural, atau Intra serebral tergantung
pada lokasinya.
Ada berbagai klasifikasi yang di pakai dalam penentuan derajat kepala.
The Traumatic Coma Data Bank mendefinisakan berdasarkan skor Skala Koma
Glasgow (cited in Mansjoer, dkk, 2000: 4):
1. Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)
Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)
Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)
Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala
Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
2. Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
Konkusi
Amnesia pasca trauma
Muntah
Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata
rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).

3
3. Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)
Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)
Penurunan derajat kesadaran secara progresif
Tanda neurologis fokal
Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.
Menurut Keperawatan Klinis dengan pendekatan holistik (1995: 226):
1. Cidera kepala ringan /minor
SKG 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.Tidak
ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio cerebral,dan hematoma.
2. Cidera kepala sedang
SKG 9-12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam.Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Cidera kepala berat
SKG 3-8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam,juga meliputi
kontusio serebral,laserasi atau hematoma intrakranial.
Annegers ( 1998 ) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan lama amnesia
pasca trauma yang di bagi menjadi :
1. Cidera kepala ringan,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia berlangsung kurang
dari 30 menit
2. Cidera kepala sedang,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit
sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak
3. Cidera kepala berat,apabiula kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24
jam,perdarahan subdural dan kontusio serebri.

4
Arif mansjoer, dkk (2000) mengklasifikasikan cidera kepala berdasarakan mekanisme,
keparahan dan morfologi cidera.
Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter:
a. Trauma tumpul

: Kecepatan tinggi(tabrakan mobil).
: Kecepatan rendah(terjatuh,di pukul).

b. Trauma tembus(luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya.
Keparahan cidera
v

Ringan

: Skala koma glasgow(GCS) 14-15.

v

Sedang

: GCS 9-13.

v

Berat

: GCS 3-8.

B. Etilogi
Adanya benturan sesuatu benda tumpul, atau berasal dari trauma langsung atau tidak
langsung pada kepala.

5
C. Klasifikasi
Struktur
Otak

Mekanisme yang

Gejala yang

lazim

Tipe cedera

menyertai

Konkusio/cedera

Akselerasi/deselerasi

difus

(gaya merobek pada kebingungan,
tanpa formasio retikularis)

Ringan

Mual

dan

muntah,

pusing/pening,
kehilangan daya ingat.

kehilangan
kesadaran
Klasik

dengan

kehinlangan
kesadaran

dan

daya ingat
Benturan

Kontusio

dan akibat

Memar
kerusakan
suatu

langsung Perilaku
tepat

pada akselerasi/deselerasi,
daerah biasanya

yang terlokalisasi

yang
dan

kognitif.

terdapat dapat

tidak
deficit

Kontusio
menyebabkan

pada tempat ketika edema sekunder dan
otak

membentur peningkatan TIK.

tonjolan tulang pada
tengkorak
Struktur

Benturan langsung

Epidural:

Pasien secara klasik

pembungkus pengumpulan darah

akan

(intrakanial)

kesadarannya,

anatara

tulang

tengkorak

kemudian

dan

mengalami

interval

duramater
Berkaitan

kehilangan

selanjutnya mengalami

dengan

fraktur

lusida,

kemunduran

os

yang

temporalis

atau

cepat_tanda-tanda

parietalis

yang

pupil (ipsilateral)

merobek

arteri

Lebih sering terlihat
pada anak-anak

meningea media

Subdural : terjadi Akselerasi/deselerasi: Peningkatan
robekan

pada dapat
6

akut

atau setempat

edema
yang
“jembatan” vena

kronis

sesudah menyebabkan kenaikan

trauma

intrakanial

dan

penurunan

kesadaran

yang

terjadi

secara

berangsur-angsur
Kerap
Perdarahan
subaraknoid

kali

menunjukkan
atau

intensitas

intraventrikuler

trauma;

peningkatan TIK, kaku
kuduk

dan

dilatasi

pupil ipsilateral
Hematoma

Akselerasi/deselerasi

Keadaan tidak sadar

intraselebral:

pada awitan

pengumpulan darah

perdarahan, sakit

yang lebih luas dari

kepala, penurunan

5

tingkat kesadaran dan

ml;

cenderung

terjadi pada lobus

hemiplegia pada sisi

frontalis

kontralateral

dan

temporalis
Tengkorak

Fraktur

Benturan

Nyeri, perdarahan,
pembengkakan

Sel-sel saraf

Cedera akson dan Gaya

Kehilangan kesadaran

difus

yang segera,

akselerasi/deselerasi
yang

menimbulkan hipertensi, dekortikasi

robekan

dan atau deserebrasi, dan

regangan

TIK yang pada
awalnya rendah.

D. Patofisiologi
Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan
berat-ringannya konsekuensi patofisiologi dari trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat benda tumpul, atau karena terkena lemparan benda tumpul.
7
Cedar perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara
relative tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin
terjadi secara bersaman bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung,
seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan mungkin karena memar pada
permukan otak, laserasi substansia alba, cedara robekan atau hemoragi. Sebagai
akibat, cedaea sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hyperemia
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan intracranial (TIK). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia,
dan hipotensi.
E. Manifestasi
1. Denyut nadi lemah
2. Pernafasan dangkal
3. Kulit dingin dan pucat
4. Defekasi dan berkeimih tanpa disadari
5. Fungsi motorik abnormal misalnya gerakan mata
6. Peningkatan TIK
7. Sakit kepala
8. Vertigo
9. Gangguan fungsi mental
10. Kejang

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Scan CT (tanpa/ dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak
2. MRI (tanpa/ dengan menggunakan kontras)
3. Angiografi serebral
8
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, spt pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan, trauma
4. EEG
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
5. BAER (Brain Auditori Evoked Respons)
Menentukan fungsi korteks dan batang otak
6. PET ( Positron Emission Tomografi )
Menunjukkan perubahan aktifitas metabolisme pada otak
7. Fungsi lumbal,CSS
Mengetahui kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
8. GDA ( Gas Darah Arteri )
Mengetahui masalah ventilasi atau oksigenisasi yang dapat menyebabkan TIK
9. Kimia/ elektrolot darah
Mengetahui keseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK/perubahan
mental
10. Pemeriksaan toksikologis
Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran
11. Kadar antikonvulsan darah
Mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang
G. Komplikasi
1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal
atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal.
2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama dini,
minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis
meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik.

9
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya
cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti
hipotesis

atau

hipoksia

atau

oleh

karena

kompresi

jaringan

otak

(Tunner,

2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera
kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :
 Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.
 Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.
 Berikan oksigenasi.
 Awasi tekanan darah
 Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik.
 Atasi shock
 Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40
% atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.
7. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa
5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8
jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui
ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea N.

10
Tindakan terhadap peningktatan TIK
1. Pemantauan TIK dengan ketat.
2. Oksigenisasi adekuat.
3. Pemberian manitol.
4. Penggunaan steroid.
5. Peningkatan kepala tempat tidur.
6. Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain
1. dukungan ventilasi.
2. Pencegahan kejang.
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
4. Terapi anti konvulsan.
5. Klorpromazin untuk menenangkan pasien.
6. Pemasangan selang nasogastrik.
I. Prognosis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada
pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai
prognostik yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap
dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan
meninggal atau vegetatif hanya 5 – 10%. Sindrom pascakonkusi berhubungan dengan
sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi,
iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang berkembang pada banyak pasien setelah
cedera kepala. Sering kali berturnpang-tindih dengan gejala depresi.

11
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin diperlukan oleh
cedera tambahan pada organ-organ vital.
Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesehatan, letargi
Hemiparase, quadrepelgia
Ataksia cara berjalan tak tegap
Masalah dalam keseimbangan
Cedera (trauma) ortopedi
Kehilangan tonus otot, otot spastik
Sirkulasi
Gejala : Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
bradikardia disritmia).
Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda

: Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan
impulsif.

Eliminasi
Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi.
Makanan/ cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil)
Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
Neurosensoris
Gejala

: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada ekstremitas.

Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma
Perubahan status mental
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
Wajah tidak simetri
12
Genggaman lemah, tidak seimbang
Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah
Apraksia, hemiparese, Quadreplegia
Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma.
Tanda

: Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang hebat,
gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.

Pernapasan
Tanda : Perubahan pola nafas (dispnea).
Nafas berbunyi stridor, terdesak
Ronki, mengi positif
Keamanan
Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/ dislokasi
Gangguan penglihatan
Gangguan kognitif
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum
mengalami paralisis
Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik.
B. Diagnosa
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan terjadinya herniasi batang otak
ditandai dengan dispnea.
2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penekanan vaskuler
serebral ditandai dengan hipoksia dan iskemia jaringan.
3. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakanial ditandai dengan
wajah menyeringai dan merintih kesakitan.
4. Resiko obstruksi jalan napas berhubungan dengan immobilisasi, penumpukan
secret.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan fraktur mandibula, anoreksia ditandai
dengan penurunan berat badan.

13
6. Gangguan keseimbangan cairan & elektrolit berhubungan dengan terjadinya
herniasi batang otak, perangsangan saraf mual muntah ditandai dengan mual
muntah.
7. Gangguan persepsi sensori : penglihatan, berhubungan dengan penekanan pada nervus II
dan III ditandai dengan penglihatan terganggu (kabur ketika melihat).

8. Gangguan pola eliminasi urin berhubungan dengan penurunan system saraf
otonom (perkemihan) ditandai dengan inkontinensia urin.
9. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan pemsangan kateter.
11. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi, penekanan
pada daerah yang menonjol.
12. Ansietas berhubungan hopitalisasi ditandai dengan klien merasa cemas.
13. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan tonus otot ditandai dengan
kelemahan.

14

More Related Content

What's hot (17)

Cedera kepala
Cedera kepala Cedera kepala
Cedera kepala
 
Askep cedera kepala
Askep cedera kepalaAskep cedera kepala
Askep cedera kepala
 
makalah
makalahmakalah
makalah
 
Askep strok non hemoragi AKPER PEMKAB MUNA
Askep strok non hemoragi AKPER PEMKAB MUNAAskep strok non hemoragi AKPER PEMKAB MUNA
Askep strok non hemoragi AKPER PEMKAB MUNA
 
lp Trauma kepala 1
lp Trauma kepala 1lp Trauma kepala 1
lp Trauma kepala 1
 
Cidera kepala
Cidera kepalaCidera kepala
Cidera kepala
 
Lp ckr
Lp ckrLp ckr
Lp ckr
 
Trauma kapitis rin gan m usriani AKPER PEMKAB MUNA
Trauma kapitis rin gan m usriani AKPER PEMKAB MUNATrauma kapitis rin gan m usriani AKPER PEMKAB MUNA
Trauma kapitis rin gan m usriani AKPER PEMKAB MUNA
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
05 193penatalaksanaan kedaruratan
05 193penatalaksanaan kedaruratan05 193penatalaksanaan kedaruratan
05 193penatalaksanaan kedaruratan
 
Hemiparesis
HemiparesisHemiparesis
Hemiparesis
 
Asuhan Keperawatan Trauma Medulla Spinalis
Asuhan Keperawatan Trauma Medulla SpinalisAsuhan Keperawatan Trauma Medulla Spinalis
Asuhan Keperawatan Trauma Medulla Spinalis
 
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODOASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
 
Asuhan keperawatan trauma
Asuhan keperawatan traumaAsuhan keperawatan trauma
Asuhan keperawatan trauma
 
Referat bang guruh revisi 1
Referat bang guruh revisi 1Referat bang guruh revisi 1
Referat bang guruh revisi 1
 
Trauma kapitis indry
Trauma kapitis indryTrauma kapitis indry
Trauma kapitis indry
 
Laporan Pendahuluan Tentang Stroke Iskemik.pdf
Laporan Pendahuluan Tentang Stroke Iskemik.pdfLaporan Pendahuluan Tentang Stroke Iskemik.pdf
Laporan Pendahuluan Tentang Stroke Iskemik.pdf
 

Viewers also liked

Makalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenMakalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomen
Noveldy Pitna
 

Viewers also liked (8)

Makalah trauma kapitis
Makalah  trauma kapitisMakalah  trauma kapitis
Makalah trauma kapitis
 
Kti ita ariani
Kti  ita arianiKti  ita ariani
Kti ita ariani
 
Trauma kapitis AKPER PEMKAB MUNA
Trauma kapitis  AKPER PEMKAB MUNA Trauma kapitis  AKPER PEMKAB MUNA
Trauma kapitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Trauma kepala
Trauma kepalaTrauma kepala
Trauma kepala
 
Gangguan mobilitas fisik
Gangguan mobilitas fisikGangguan mobilitas fisik
Gangguan mobilitas fisik
 
Makalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomenMakalah trauma abdomen
Makalah trauma abdomen
 
Kumpulan nanda nic noc r cl
Kumpulan nanda nic noc r clKumpulan nanda nic noc r cl
Kumpulan nanda nic noc r cl
 
Cidera Kepala Berat (CKB)
Cidera Kepala Berat (CKB)Cidera Kepala Berat (CKB)
Cidera Kepala Berat (CKB)
 

Similar to Askep gadar trauma kapitis

Askep cidera kepala n cidera tulang belakang
Askep cidera kepala n cidera tulang belakangAskep cidera kepala n cidera tulang belakang
Askep cidera kepala n cidera tulang belakang
Alvian P Windiramadhan
 
Ways the brain is injured (autosaved)
Ways the brain is injured (autosaved)Ways the brain is injured (autosaved)
Ways the brain is injured (autosaved)
ami223
 
Konsep dasar penyakit
Konsep dasar penyakitKonsep dasar penyakit
Konsep dasar penyakit
aniiyuliani
 
Askep trauma kapitis sedang AKPER PEMKAB MUNA
Askep trauma kapitis sedang  AKPER PEMKAB MUNA Askep trauma kapitis sedang  AKPER PEMKAB MUNA
Askep trauma kapitis sedang AKPER PEMKAB MUNA
Operator Warnet Vast Raha
 
Askep trauma kapitis sedang akbid paramata muna
Askep trauma kapitis sedang akbid paramata muna Askep trauma kapitis sedang akbid paramata muna
Askep trauma kapitis sedang akbid paramata muna
Operator Warnet Vast Raha
 
PBLS5_1102021009_Afif Aziz Firdausy.pdfwww
PBLS5_1102021009_Afif Aziz Firdausy.pdfwwwPBLS5_1102021009_Afif Aziz Firdausy.pdfwww
PBLS5_1102021009_Afif Aziz Firdausy.pdfwww
AfifAziz15
 
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala & cedera
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala & cederaKegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala & cedera
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala & cedera
Ferrayulinda
 

Similar to Askep gadar trauma kapitis (20)

Trauma kepala
Trauma kepala Trauma kepala
Trauma kepala
 
Askep cidera kepala n cidera tulang belakang
Askep cidera kepala n cidera tulang belakangAskep cidera kepala n cidera tulang belakang
Askep cidera kepala n cidera tulang belakang
 
Ways the brain is injured (autosaved)
Ways the brain is injured (autosaved)Ways the brain is injured (autosaved)
Ways the brain is injured (autosaved)
 
Konsep dasar penyakit
Konsep dasar penyakitKonsep dasar penyakit
Konsep dasar penyakit
 
Trauma Kepala .pptx
Trauma Kepala .pptxTrauma Kepala .pptx
Trauma Kepala .pptx
 
Emergancy Concept Of Cerebral Injury
Emergancy Concept Of Cerebral InjuryEmergancy Concept Of Cerebral Injury
Emergancy Concept Of Cerebral Injury
 
Askep trauma kapitis sedang AKPER PEMKAB MUNA
Askep trauma kapitis sedang  AKPER PEMKAB MUNA Askep trauma kapitis sedang  AKPER PEMKAB MUNA
Askep trauma kapitis sedang AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep trauma kapitis sedang akbid paramata muna
Askep trauma kapitis sedang akbid paramata muna Askep trauma kapitis sedang akbid paramata muna
Askep trauma kapitis sedang akbid paramata muna
 
askep cidera kepala.pptx
askep cidera kepala.pptxaskep cidera kepala.pptx
askep cidera kepala.pptx
 
TRAUMA_KEPALA.ppt
TRAUMA_KEPALA.pptTRAUMA_KEPALA.ppt
TRAUMA_KEPALA.ppt
 
Leflet kapitis
Leflet kapitisLeflet kapitis
Leflet kapitis
 
Bab v
Bab vBab v
Bab v
 
Bab v
Bab vBab v
Bab v
 
Makalah trauma kapitis
Makalah  trauma kapitisMakalah  trauma kapitis
Makalah trauma kapitis
 
Cidera Kepala
Cidera KepalaCidera Kepala
Cidera Kepala
 
PBLS5_1102021009_Afif Aziz Firdausy.pdfwww
PBLS5_1102021009_Afif Aziz Firdausy.pdfwwwPBLS5_1102021009_Afif Aziz Firdausy.pdfwww
PBLS5_1102021009_Afif Aziz Firdausy.pdfwww
 
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala & cedera
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala & cederaKegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala & cedera
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala & cedera
 
4. cidera kepala
4. cidera kepala4. cidera kepala
4. cidera kepala
 
Askep chefalgia
Askep chefalgiaAskep chefalgia
Askep chefalgia
 
Kelainan pada sistem saraf
Kelainan pada sistem sarafKelainan pada sistem saraf
Kelainan pada sistem saraf
 

More from Operator Warnet Vast Raha

More from Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

Askep gadar trauma kapitis

  • 1. BAB I PENDAHULUAN “Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi dibawah umur 45 tahun dan merupakan penyebab kematian no. 4 pada seluruh populasi. Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cidera kepala. Kecelakaan kendaraan bermotor menrupakan penyebab cedera kepala pada lebih dari 2 juta orang setiap tahunnya, 75.000 orang meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanent” (York, 2000). Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, tulang, dan tentorium (helm) yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapt diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera dan banyak lainnya timbul sekunder dari cedera. 1
  • 2. BAB II KONSEP MEDIS A. Definisi Trauma capitis adalah merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2000), trauma capitis adalah “gangguan traumatic yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak tanpa disertai pendarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak” Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai dengan perdarahan intertisial dalam substansi otak tanpa terputusnya kontinuitas dari otak (Hudak & Gallo, 1996). Cedera kepala juga merupakan trauma pada otak yang diakibatkan kekuatan fisik eksternal yang menyebabkan gangguan kesadaran tanpa terputusnya kontinuitas otak. Cedera otak / kepala yang disebabkan trauma, iskemik dan atau kimiawi menjadi fokus kesehatan internasional. Cedera kepala meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, tulang, dan tentorium (helm) yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Berdasarkan GCS, cedera kepala/otak dapat dibagi menjadi 3, yaitu : 1. Cedera kepal ringan, bila GCS 13-15 2. Cedera kepala sedang, bila GCS 9-12 3. Cedera kepala berat, bila GCS kurang atau sama dengan 8. Tipe-Tipe Trauma : 1. Trauma Kepala Terbuka: Faktur linear daerah temporal menyebabkan pendarahan epidural, Faktur Fosa anterior dan hidung dan hematom faktur lonsitudinal. Menyebabkan kerusakan meatus auditorius internal dan eustachius. 2
  • 3. 2. Trauma Kepala Tertutup Comosio Cerebri, yaitu trauma Kapitis ringan, pingsan + 10 menit, pusing dapat menyebabkan kerusakan struktur otak. Contusio / memar, yaitu pendarahan kecil di jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler dapat menyebabkan edema otak dan peningkatan TIK. Pendarahan Intrakranial, dapat menyebabkan penurunan kesadaran, Hematoma yang berkembang dalam kubah tengkorak akibat dari cedera otak. Hematoma disebut sebagai epidural, Subdural, atau Intra serebral tergantung pada lokasinya. Ada berbagai klasifikasi yang di pakai dalam penentuan derajat kepala. The Traumatic Coma Data Bank mendefinisakan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow (cited in Mansjoer, dkk, 2000: 4): 1. Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah) Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif) Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi) Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat. 2. Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang) Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor) Konkusi Amnesia pasca trauma Muntah Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal). 3
  • 4. 3. Cidera kepala berat (kelompok resiko berat) Skor skala koma glasglow 3-8 (koma) Penurunan derajat kesadaran secara progresif Tanda neurologis fokal Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium. Menurut Keperawatan Klinis dengan pendekatan holistik (1995: 226): 1. Cidera kepala ringan /minor SKG 13-15 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.Tidak ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio cerebral,dan hematoma. 2. Cidera kepala sedang SKG 9-12 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.Dapat mengalami fraktur tengkorak. 3. Cidera kepala berat SKG 3-8 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam,juga meliputi kontusio serebral,laserasi atau hematoma intrakranial. Annegers ( 1998 ) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan lama amnesia pasca trauma yang di bagi menjadi : 1. Cidera kepala ringan,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia berlangsung kurang dari 30 menit 2. Cidera kepala sedang,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak 3. Cidera kepala berat,apabiula kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam,perdarahan subdural dan kontusio serebri. 4
  • 5. Arif mansjoer, dkk (2000) mengklasifikasikan cidera kepala berdasarakan mekanisme, keparahan dan morfologi cidera. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter: a. Trauma tumpul : Kecepatan tinggi(tabrakan mobil). : Kecepatan rendah(terjatuh,di pukul). b. Trauma tembus(luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya. Keparahan cidera v Ringan : Skala koma glasgow(GCS) 14-15. v Sedang : GCS 9-13. v Berat : GCS 3-8. B. Etilogi Adanya benturan sesuatu benda tumpul, atau berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada kepala. 5
  • 6. C. Klasifikasi Struktur Otak Mekanisme yang Gejala yang lazim Tipe cedera menyertai Konkusio/cedera Akselerasi/deselerasi difus (gaya merobek pada kebingungan, tanpa formasio retikularis) Ringan Mual dan muntah, pusing/pening, kehilangan daya ingat. kehilangan kesadaran Klasik dengan kehinlangan kesadaran dan daya ingat Benturan Kontusio dan akibat Memar kerusakan suatu langsung Perilaku tepat pada akselerasi/deselerasi, daerah biasanya yang terlokalisasi yang dan kognitif. terdapat dapat tidak deficit Kontusio menyebabkan pada tempat ketika edema sekunder dan otak membentur peningkatan TIK. tonjolan tulang pada tengkorak Struktur Benturan langsung Epidural: Pasien secara klasik pembungkus pengumpulan darah akan (intrakanial) kesadarannya, anatara tulang tengkorak kemudian dan mengalami interval duramater Berkaitan kehilangan selanjutnya mengalami dengan fraktur lusida, kemunduran os yang temporalis atau cepat_tanda-tanda parietalis yang pupil (ipsilateral) merobek arteri Lebih sering terlihat pada anak-anak meningea media Subdural : terjadi Akselerasi/deselerasi: Peningkatan robekan pada dapat 6 akut atau setempat edema yang
  • 7. “jembatan” vena kronis sesudah menyebabkan kenaikan trauma intrakanial dan penurunan kesadaran yang terjadi secara berangsur-angsur Kerap Perdarahan subaraknoid kali menunjukkan atau intensitas intraventrikuler trauma; peningkatan TIK, kaku kuduk dan dilatasi pupil ipsilateral Hematoma Akselerasi/deselerasi Keadaan tidak sadar intraselebral: pada awitan pengumpulan darah perdarahan, sakit yang lebih luas dari kepala, penurunan 5 tingkat kesadaran dan ml; cenderung terjadi pada lobus hemiplegia pada sisi frontalis kontralateral dan temporalis Tengkorak Fraktur Benturan Nyeri, perdarahan, pembengkakan Sel-sel saraf Cedera akson dan Gaya Kehilangan kesadaran difus yang segera, akselerasi/deselerasi yang menimbulkan hipertensi, dekortikasi robekan dan atau deserebrasi, dan regangan TIK yang pada awalnya rendah. D. Patofisiologi Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat-ringannya konsekuensi patofisiologi dari trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat benda tumpul, atau karena terkena lemparan benda tumpul. 7
  • 8. Cedar perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relative tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersaman bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan mungkin karena memar pada permukan otak, laserasi substansia alba, cedara robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedaea sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hyperemia (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan intracranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. E. Manifestasi 1. Denyut nadi lemah 2. Pernafasan dangkal 3. Kulit dingin dan pucat 4. Defekasi dan berkeimih tanpa disadari 5. Fungsi motorik abnormal misalnya gerakan mata 6. Peningkatan TIK 7. Sakit kepala 8. Vertigo 9. Gangguan fungsi mental 10. Kejang F. Pemeriksaan Penunjang 1. Scan CT (tanpa/ dengan kontras) Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak 2. MRI (tanpa/ dengan menggunakan kontras) 3. Angiografi serebral 8
  • 9. Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, spt pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma 4. EEG Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis 5. BAER (Brain Auditori Evoked Respons) Menentukan fungsi korteks dan batang otak 6. PET ( Positron Emission Tomografi ) Menunjukkan perubahan aktifitas metabolisme pada otak 7. Fungsi lumbal,CSS Mengetahui kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid 8. GDA ( Gas Darah Arteri ) Mengetahui masalah ventilasi atau oksigenisasi yang dapat menyebabkan TIK 9. Kimia/ elektrolot darah Mengetahui keseimbangan yang berperan dalam meningkatkan TIK/perubahan mental 10. Pemeriksaan toksikologis Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran 11. Kadar antikonvulsan darah Mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang G. Komplikasi 1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal. 2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama dini, minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). 3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik. 9
  • 10. H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotesis atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000). Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :  Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.  Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.  Berikan oksigenasi.  Awasi tekanan darah  Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik.  Atasi shock  Awasi kemungkinan munculnya kejang. Penatalaksanaan lainnya: 1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma. 2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi. 3. Pemberian analgetika 4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %. 5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin). 6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak. 7. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea N. 10
  • 11. Tindakan terhadap peningktatan TIK 1. Pemantauan TIK dengan ketat. 2. Oksigenisasi adekuat. 3. Pemberian manitol. 4. Penggunaan steroid. 5. Peningkatan kepala tempat tidur. 6. Bedah neuro. Tindakan pendukung lain 1. dukungan ventilasi. 2. Pencegahan kejang. 3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi. 4. Terapi anti konvulsan. 5. Klorpromazin untuk menenangkan pasien. 6. Pemasangan selang nasogastrik. I. Prognosis Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostik yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5 – 10%. Sindrom pascakonkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali berturnpang-tindih dengan gejala depresi. 11
  • 12. BAB III KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital. Aktivitas/ Istirahat Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : Perubahan kesehatan, letargi Hemiparase, quadrepelgia Ataksia cara berjalan tak tegap Masalah dalam keseimbangan Cedera (trauma) ortopedi Kehilangan tonus otot, otot spastik Sirkulasi Gejala : Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia disritmia). Integritas Ego Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis) Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan impulsif. Eliminasi Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi. Makanan/ cairan Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera. Tanda : Muntah (mungkin proyektil) Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia). Neurosensoris Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada ekstremitas. Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma Perubahan status mental Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri) Wajah tidak simetri 12
  • 13. Genggaman lemah, tidak seimbang Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah Apraksia, hemiparese, Quadreplegia Nyeri/ Kenyamanan Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma. Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih. Pernapasan Tanda : Perubahan pola nafas (dispnea). Nafas berbunyi stridor, terdesak Ronki, mengi positif Keamanan Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan Tanda : Fraktur/ dislokasi Gangguan penglihatan Gangguan kognitif Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum mengalami paralisis Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh Interaksi Sosial Tanda : Afasia motorik atau sensorik. B. Diagnosa 1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan terjadinya herniasi batang otak ditandai dengan dispnea. 2. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penekanan vaskuler serebral ditandai dengan hipoksia dan iskemia jaringan. 3. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakanial ditandai dengan wajah menyeringai dan merintih kesakitan. 4. Resiko obstruksi jalan napas berhubungan dengan immobilisasi, penumpukan secret. 5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan fraktur mandibula, anoreksia ditandai dengan penurunan berat badan. 13
  • 14. 6. Gangguan keseimbangan cairan & elektrolit berhubungan dengan terjadinya herniasi batang otak, perangsangan saraf mual muntah ditandai dengan mual muntah. 7. Gangguan persepsi sensori : penglihatan, berhubungan dengan penekanan pada nervus II dan III ditandai dengan penglihatan terganggu (kabur ketika melihat). 8. Gangguan pola eliminasi urin berhubungan dengan penurunan system saraf otonom (perkemihan) ditandai dengan inkontinensia urin. 9. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi ditandai dengan peningkatan suhu tubuh. 10. Resiko infeksi berhubungan dengan pemsangan kateter. 11. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi, penekanan pada daerah yang menonjol. 12. Ansietas berhubungan hopitalisasi ditandai dengan klien merasa cemas. 13. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan tonus otot ditandai dengan kelemahan. 14