SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
CEDERA KEPALA
(TRAUMATIC BRAIN INJURY)
Nurrahmi Aisyah,dr
I.1 Pendahuluan
Dalam cedera otak traumatis penyebab utama kematian bagi orang-orang di bawah usia
45. terjadi setiap 15 detik . Sekitar 5 juta orang Amerika saat ini menderita beberapa
bentuk cacat TBI (Trauma Brain Injury) . Penyebab utama TBI adalah kecelakaan lalu
lintas, jatuh , dan cedera olahraga .
Coup - Contrecoup Injury
Two image illustration showing coup caused by the primary impact
and the secondary impact or contrecoup injury.
Hampir selalu ditemukan riwayat trauma oleh karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
kerja atau trauma lainnya. Pada orang tua dengan kecelakaan yang terjadi di rumah perlu
dipikirkan kemungkinan gangguan pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga kadang-
kadang tak mengetahui pasti urutan kejadiannya, apakah jatuh kemudian tidak sadar
atau kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum jatuh. Anamnesis yang lebih terperinci
meliputi sifat kecelakaan atau sebab-sebab trauma untuk estimasi berat ringannya
benturan, saat terjadi beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit, ada tidaknya
benturan kepala langsung dan keadaan penderita saat kecelakaan misalnya kejang,
kelemahan motorik, gangguan bicara dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa
serta adanya nyeri kepala, mual muntah.
I.2 Pembahasan
Anatomi Kepala dan Otak
Kulit Kepala (SCALP)
Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu:
1. Skin atau kulit
2. Connective Tissue atau jaringan penyambung
3. Aponeurosis atau galea aponeurotika jaringan ikat berhubungan langsung dengan
tengkorak
4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar à Merupakan tempat
terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal).
5. Perikranium
Karena SCALP mempunyai suplay aliran darah yang banyak, maka perlikaan scalp bisa
mengakibatkan banyak kehilangan darah, syok hemoragic, dan bahkan kematian. Hal ini
bisa terjadi pada penderita dnegan waktu transport yang lama.
Tulang Kepala
Dasar tulang tengkorak tidak rata , yang dapat menyebabkan cedera ketika otak bergerak
terhadap tengkorak pada saat akselerasi dan deselerasi. Fossa anterior menjadi tempat
lobus frontal, fossa media menjadi tempat lobus temporal, dan fossa posterior menjadi
tempat bagi brainstem bagian bawah dan serebellum.
Otak
Serebrum  Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu
lipatan durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer kiri terdapat
pusat bicara.
Serebelum  Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa
posterior berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.
Batang otak  Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran
dan kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai medulla spinalis.
Sistem Ventrikel
Ventrikel adalah suatu sistem yang terdiri dari ruangan yang berisi LCS dan aquaduktus di
dalam otak. LCS secara terus menerus diproduksi dalam ventrikel dan diserap di
permukaan otak. Adanya darah dalam LCS dapat mengganggu reabrsorbsi LCS,
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, Edema dan Lesi massa (mis, hematoma)
dapat menyebabkan pendorongan ventrikel yang seharusnya simetris, dan dapat secara
mudah terlihat pada gambaran CT scan otak.
Kompartemen Intrakranial
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang :
1. Supratentorial à terdiri fosa kranii anterior dan media
2. Infratentorial à berisi fosa kranii posterior
Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak (pons dan
medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli disebut insisura
tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang tentorium, bila tertekan oleh
masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi. Serabut2 parasimpatik untuk
kontraksi pupil mata berada pada permukaan n. okulomotorius. Paralisis serabut ini
disebabkan penekanan mengakibatkan dilatasi pupil. Bila penekanan berlanjut
menimbulkan deviasi bola mata kelateral dan bawah. Bagian otak yang biasanya
mengalami herniasi melalui hiatus tentorium adalah bagian medial dari lobus temporal,
disebut dengan uncus.
Hipotesa Monro-Kellie
Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah
satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus
mengkompensasi dengan mengurangi volumenya ( bila TIK masih konstan ).
Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural
dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya
aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap
peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang
berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan
pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua
mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan
TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan
tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal (Lombardo, 2003).
CEDERA KEPALA KHUSUS
Fraktur Tulang Tengkorak
Fraktur tulang tengkorak merupakan keadaan dimana tulang tengkorak mengalami retak
atau patah. Fraktur tulang tengkorak bisa mencederai arteri dan vena, sehingga
menyebabkan perdarahan di sekeliling jaringan otak. Fraktur di dasar tengkorak bisa
menyebabkan robekan pada meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang
terdapat diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga. Bakteri
terkadang dapat memasuki tulang tengkorak melalui patahan tulang tersebut, dan
menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak.
Sebagian besar patah tulang tengkorak yang ringan tidak memerlukan pembedahan,
kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.
Konkusio
Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya
cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio
bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan
yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa menimbulkan berbagai
gejala seperti :
 Kebingungan,
 Sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal;
 Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam
atau hari.
 Beberapa penderita merasa pusing, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, depresi,
emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan.
Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu,
tetapi jarang sampai lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan
dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca
konkusio.
Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita
sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah
gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang
beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa
mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera mencari pertolongan medis.
Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak
diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu
mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejala-gejala yang ada tidak
semakin berat, biasanya untuk meredakan nyeri dapat diberikan asetaminofen.
Gegar Otak & Robekan Otak
Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang biasanya disebabkan
oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala. Robekan otak adalah robekan pada
jaringan otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah tulang
tengkorak.
Gegar otak dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. Pemeriksaan MRI
menunjukkan adanya kerusakan fisik pada otak yang bisa bersifat ringan atau bisa juga
sampai menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang disertai dengan penurunan
kesadaran atau bahkan koma.
Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak;
pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak. Pengobatan akan
lebih rumit jika cedera otak disertai oleh cedera lainnya, terutama cedera dada.
Perdarahan Intrakranial
Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah penimbunan darah di dalam
otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi
karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam
pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak
sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural).
Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian
besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala adalam beberapa
menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut
dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau
hari. Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan
pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan
menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada
perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan
pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung,
atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama
pada usia lanjut.
Hematoma
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara
meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah
merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih
cepat memancar. Sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul
beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam
kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya. Kemudian bisa terjadi
kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat
penting dan biasanya tergantung pada hasil CT scan. Hematoma epidural diatasi
sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk
mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber
perdarahan.
Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan
bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat
kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural
yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena
rapuhnya vena) dan pada orang alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya
ringan; selama beberapa minggu gejala tidak dihiraukan. Pada hasil pemeriksaan CT
scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.
Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan.
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis, biasanya
dikeluarkan melalui pembedahan. Indikasi dilakukannya pembedahan ini adalah
adanya sakit kepala yang menetap, rasa mengantuk yang hilang-timbul, linglung,
perubahan ingatan, dan kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
Klasifikasi Trauma Kapitis
Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek.
Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan;
mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi.
1. Mekanisme Cedera Kepala
Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan
benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
2. Beratnya Cedera Kepala
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara
spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total
sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya
flaksid dan tidak membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya
minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan
sebagai koma atau cedera otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita
cedera otak dengan nilai GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang,
dan penderita dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan sebagai cedera otak ringan.
Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari
Traumatic Brain Injury yaitu
Tabel 2.1. Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury
Ringan Kehilangan kesadaran < 20 menit
Amnesia post traumatik < 24 jam
GCS = 13 – 15
Sedang Kehilangan kesadaran≥ 20 menit dan ≤ 36 jam
Amnesia post traumatik ≥ 24 jam dan ≤ 7 hari
GCS = 9 - 12
Berat Kehilangan kesadaran > 36 jam
Amnesia post traumatik > 7 hari
GCS = 3 – 8
( Sumber : Brain Injury Association of Michigan , 2005)
Pemeriksaan Awal pada Trauma Kapitis
Pemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Johnson (2002) antara
lain:
1. Pemeriksaan kesadaran
Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang didasari pada tiga
pengukuran, yaitu : pembukaan mata, respon motorik, dan respon verbal. Skor
dari masing-masing komponen dijumlahkan dan memberikan total nilai GCS. Nilai
terendah adalah 3 sedangkan nilai tertinggi adalah 15.
Menurut Japardi (2004), GCS bisa digunakan untuk mengkategorikan pasien
menjadi :
• GCS < 9 : pasien koma dan cedera kepala berat
• GCS 9 – 13 : cedera kepala sedang
• GCS > 13 : cedera kepala ringan
Fungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada satu kali
pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif terhadap tingkat
kesadaran dan dengan melakukan pengulangan dalam penilaian dapat dinilai
apakah terjadi perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk.
Tabel 2.2 Glasgow Coma Scale
Eye Opening
Spontaneous Opens eyes on own E 4
Speech Opens eyes when
asked to in a loud
voice
3
Pain Opens eyes upon
pressure
2
Pain Does not open eyes 1
Best Motor Response
Commands Follows simple
commands
M 6
Pain Pulls examiner’s
hand away upon
pressure
5
Pain Pulls a part of body 4
away upon pressure
Pain Flexes body
inappropriately to
pain (decorticate
posturing)
3
Pain Body becomes rigid
in an extended
position upon
pressure
(decerebrate
posturing)
2
Pain Has no motor
response
1
Verbal Response (Talking)
Speech Carries on a
conversation
correctly and tells
examiner where
he/she is, who
he/she is and the
month and year
V 5
Speech Seems confused or
disoriented
4
Speech Talks so examiner
can understand
victim but makes no
sense
3
Speech Makes sounds that 2
examiner cannot
understand
Speech Makes no noise 1
( Sumber : Brain Injury Association of Michigan, 2005 )
2. Pemeriksaan Pupil
Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap
cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah
abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan
terhadap saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya
bisa merupakan akibat dari cedera kepala.
3. Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer.
Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua
hasilnya harus dicatat .
( sumber ; Greaves dan Johnson, 2002 )
4. Pemeriksaan Scalp dan Tengkorak
Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar.
Kedalaman leaserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat. Pemeriksaan
tengkorak dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa diduga dengan nyeri,
pembengkakan, dan memar.
Glasgow Coma Scale sebagai Indikator Dini dalam Cedera Kepala
Glasgow Coma Scale (GCS) diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada tahun
1974 (Jennet dan Teasdale, 1974 dalam Sastrodiningrat, 2007 ). Sejak itu GCS
merupakan tolak ukur klinis yang digunakan untuk menilai beratnya cedera kepala.
GCS seharusnya telah diperiksa pada penderita-penderita awal cedera terutama
sebelum mendapat obat-obat paralitik dan sebelum intubasi. Derajat kesadaran
tampaknya mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesempatan hidup dan
penyembuhan. GCS juga merupakan faktor prediksi yang kuat dalam
menentukan prognosa ( Alberico dkk, 1987 dalam Sastrodiningrat, 2007).
Terdapat beberapa kontroversi saat menentukan GCS. Penentuan skor GCS
sesudah resusitasi kardio pulmonal, dapat mengurangi nilai prediksi GCS.
Pada beberapa penderita, skor mata dan skor verbal sulit ditentukan pada mata
yang bengkak dan setelah tindakan intubasi endotrakeal. Skor motorik dapat
menjadi prediksi yang kuat; penderita dengan skor mototrik 1 ( bilateral flaksid )
mempunyai mortalitas 90 %. Adanya skor motorik yang rendah pada awal cedera
dan usia di atas 60 tahun merupakan kombinasi yang mematikan (Kelly dkk.,
1996 dalam Sastrodiningrat,2007).
1.3 Penatalaksanaa Cedera Kepala
Penatalaksanaan cedera kepala bertujuan mempertahankan fisiologi umum tubuh,
penanganan segera akibat cedera primer, pencegahan atau meminimalkan cedera
kapala sekunder dengan penanganan peningkatan tekanan intrakranial,
mempertahankan tekanan perfusi serebral yang adekuat. Derajat klinis pada
penanganan cedera kepala dibagi atas:
1. Standard : Prinsip-prinsip penanganan pasien dengan tingkat kepastian klinis
yang tinggi.
2. Guidelines : Tingkat kepastian klinis moderate
3. Option : kepastian klinis belum jelas
Prinsip Dasar Penanganan Cedera Kepala
 Monitor tekanan intrakranial beserta penurunannya.
 Elevasi kepala 30 derajat.
 Terapi medika mentosa untuk penurunan udem otak
Penurunan aktivitas otak, menurunkan hantaran oxygen dengan induksi koma.
 Pembedahan dekompresi
 Terapi Profilaksi terhadap kejang.
Terapi Farmakologi
1. Cairan intravena : pertahankan status cairan euvolemik, hindari dehidrasi,
jangan menggunakan cairan hipotonis / glukosa
Hiperventilasi fase akut (option): pada peningkatan tekanan intrakranial
pertahankan PaCO2 pada 25-30 mmHg, hindari Pa CO2< 25 mmHg
(vasokonstriksi).
2. Terapi hiperosmoler -manitol (guideline) merupakan osmosis diuretis. Efek
ekspansi plasma, menghasilkan gradient osmotik dalam waktu yang cepat
dalam beberapa menit. Memberikan efek optimalisasi reologi dengan
menurunkan hematokrit, menurunkan viskositas darah, meningkatkan aliran
darah serebral, meningkatkan mikrosirkulasi dan tekanan perfusi serebral yang
akan meningkatkan penghantaran oksigen dengan efek samping reboun
peningkatan tekanan intrakranial pada disfungsi sawar darah otak terjadi
skuestrasi serebral, overload cairan, hiponatremi dilusi, takipilaksis dan gagal
ginjal (bila osmolalitas >320 ml osmol/L. Manitol diberikan pada pasien koma,
pupil reaktif kemudian menjadi dilatasi dengan atau tanpa gangguan motorik,
pasien dengan pupil dilatasi bilateral non reaktif dengan hemodinamik normal
dosis bolus 1 g/kgBB dilanjutkan dengan rumatan 0,25- 1 g/kgBB Usahakan
pertahankan volume intravaskuler dengan mempertahankan osmolalitas
serum < 320 ml osmol/L.
Koma barbiturat (guideline)
Koma barbiturat dilakukan pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial
yang refrakter tanpa cedera difus, autoregulasi baik dan fungsi kardiovaskular
adekuat. Mekanisme kerja barbiturat: menekan metabolism serebral,
menurunkan aliran darah ke otak dan volume darah serebral, merubah tonus
vaskuler, menahan radikal bebas dari peroksidasi lipid mengakibatkan supresi
burst.
Cairan garam hipertonis :
Cairan NaCl 0,9 %, 3%-27%. Kureshi dan Suarez menunjukkan penggunaan saline
hipertonis efektif pada neuro trauma dengan hasil pengkerutan otak sehingga
menurunkan tekanan intrakranial, mempertahankan volume intravaskular
euvolume.Dengan akses vena sentral diberikan NaCl 3% 75 cc/jam dengan Cl 50%,
asetat 50% target natrium 145-150 dengan monitor pemeriksaan natrium setiap
4-6 jam. Setelah target tercapai dilanjutkan dengan NaCl fisiologis sampai 4-5 hari.
Kortikosteroid
Tidak direkomendasikan penggunaan glukokortikoid untuk menurunkan tekanan
intrakranial baik dengan methyl prednisolon maupun dexamethason. Dearden
dan Lamb meneliti dengan dosis > 100 mg/hari tidak memberikan perbedaan
signifikan pada tekanan intracranial dan setelah 1-6 bulan tidak ada perbedaan
outcome yang signifikan. Efek samping yang dapat terjadi hiperglikemia (50%),
perdarahan traktus gastrointestinal (85%).
NUTRISI (guideline)
Dalam 2 minggu pertama pasien mengalami hipermetabolik, kehilangan kurang
lebih 15% berat badan tubuh per minggu. Penurunan berat badan melebihi 30%
akan meningkatkan mortalitas. diberikan kebutuhan metabolism istirahat dengan
140% kalori/ hari dengan formula berisi protein > 15% diberikan selama 7 hari.
Pilihan enteral feeding dapat mencegah kejadian hiperglikemi, infeksi.
Terapi prevensi kejang (guideline)
Pada kejang awal dapat mencegah cedera lebih lanjut, peningkatan TIK,
penghantaran dan konsumsi oksigen, pelepasan neuro transmiter yang dapat
mencegah berkembangnya kejang onset lambat (mencegah efek kindling).
Pemberian terapi profilaksis dengan fenitoin, karbamazepin efektif pada minggu
pertama. Harus dievaluasi adanya faktor-faktor yang lain misalnya: hipoglikemi,
gangguan elektrolit, infeksi.
Terapi suportif yang lain : pasang kateter, nasogastrik tube, koreksi gangguan
elektrolit, kontrol ketat glukosa darah, regulasi temperatur, profilaksi DVT, ulkus
stress, ulkus dekubitus, sedasi dan blok neuro muscular, induksi hipotermi.
A. Penanganan cedera kepala ringan:
Pasien dengan CT Scan normal dapat keluar dari UGD dengan peringatan apabila :
mengantuk atau sulit bangun (bangunkan setiap 2 jam), mual dan muntah, kejang,
perdarahan/keluar cairan dari hidung atau telinga, nyeri kepala hebat,
kelemahan/gangguan sensibilitas pada ekstrimitas, bingung dan tingkah laku aneh,
pupil anisokor, penglihatan dobel/gangguan visus, nadi yang terlalu cepat/terlalu
pelan, pola nafas yang abnormal.
B. Penanganan cedera kepala sedang (GCS 9-13)
Beberapa ahli melakukan scoring Cedera kepala sedang dengan Glasgow Coma
Scale Extended (GCSE ) dengan menambahkan skala Amnesia postrauma (PTA) )
dengan sub skala 0-7 dimana skore 0 apabila mengalami amnesia lebih dari 3
bulan,dan skore 7 tidak ada amnesia.
Berdasarkan CT scan dan gejalanya, Batchelor (2003 ) membagi cedera kepala
sedang menjadi :
1. Risiko ringan : tidak ada gejala nyeri kepala, muntah dan dizziness
2. Risiko sedang : ada riwayat penurunan kesadaran dan amnesia post trauma
3. Risiko tinggi : nyeri kepala hebat, mual yang menetap dan muntah lebih dari
sekali.
Penanganan cedera kepala sedang sering kali terlambat mendapat penanganan
Karena gejala yang timbul sering tidak dikenali . Gejala terbanyak antara lain :
mudah lupa, mengantuk, nyeri kepala, gangguan konsentrasi dan dizziness.
Penetalaksanaan utamanya ditujukan pada penatalaksanaan gejala, strategi
kompensasi dan modifikasi lingkungan ( terapi wicara dan okupasi ) untuk disfungsi
kognitif , dan psiko edukasi .
C. Cedera kepala berat (GCS 3-8)
Diagnosis dan penanganan yang cepat meliputi: primari survei: stabilisasi cardio
pulmoner, secondary survei : penanganan cedera sistemik, pemeriksaan mini
neurologi dan ditentukan perlu penanganan pembedahan atau perawatan di ICU.
Ways the brain is injured (autosaved)
Ways the brain is injured (autosaved)

More Related Content

What's hot (18)

Askep cidera kepala
Askep cidera kepalaAskep cidera kepala
Askep cidera kepala
 
Cidera kepala
Cidera kepalaCidera kepala
Cidera kepala
 
Kelainan pada sistem saraf
Kelainan pada sistem sarafKelainan pada sistem saraf
Kelainan pada sistem saraf
 
Lp ckr
Lp ckrLp ckr
Lp ckr
 
Askep trauma kepala
Askep trauma kepalaAskep trauma kepala
Askep trauma kepala
 
Cedera kepala
Cedera kepala Cedera kepala
Cedera kepala
 
Askep cedera kepala
Askep cedera kepalaAskep cedera kepala
Askep cedera kepala
 
Askep strok non hemoragi AKPER PEMKAB MUNA
Askep strok non hemoragi AKPER PEMKAB MUNAAskep strok non hemoragi AKPER PEMKAB MUNA
Askep strok non hemoragi AKPER PEMKAB MUNA
 
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODOASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
ASKEP SOL DI RSUP. Dr. WAHIDDIN SUDIROHUODO
 
Trauma kapitis rin gan m usriani AKPER PEMKAB MUNA
Trauma kapitis rin gan m usriani AKPER PEMKAB MUNATrauma kapitis rin gan m usriani AKPER PEMKAB MUNA
Trauma kapitis rin gan m usriani AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep tumor otak
Askep tumor otakAskep tumor otak
Askep tumor otak
 
makalah
makalahmakalah
makalah
 
Trauma kepala
Trauma kepalaTrauma kepala
Trauma kepala
 
Asuhan keperawatan snh
Asuhan keperawatan snhAsuhan keperawatan snh
Asuhan keperawatan snh
 
PLASTISITAS_OTAK_PERKEMBANGAN_SARAF_DAN.doc
PLASTISITAS_OTAK_PERKEMBANGAN_SARAF_DAN.docPLASTISITAS_OTAK_PERKEMBANGAN_SARAF_DAN.doc
PLASTISITAS_OTAK_PERKEMBANGAN_SARAF_DAN.doc
 
Makalah trauma kapitis
Makalah  trauma kapitisMakalah  trauma kapitis
Makalah trauma kapitis
 
Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )Askep space occupying lession ( sol )
Askep space occupying lession ( sol )
 
Trauma kepala
Trauma kepalaTrauma kepala
Trauma kepala
 

Similar to Ways the brain is injured (autosaved)

Laporan pendahuluan stroke
Laporan pendahuluan strokeLaporan pendahuluan stroke
Laporan pendahuluan strokeSujana Pkm
 
Askep cidera kepala n cidera tulang belakang
Askep cidera kepala n cidera tulang belakangAskep cidera kepala n cidera tulang belakang
Askep cidera kepala n cidera tulang belakangAlvian P Windiramadhan
 
Makalah trauma kapitis
Makalah  trauma kapitisMakalah  trauma kapitis
Makalah trauma kapitisWarnet Raha
 
STROKE - IKA RAHMI LUBIS - LAPKAS.pdf.pdf
STROKE - IKA RAHMI LUBIS - LAPKAS.pdf.pdfSTROKE - IKA RAHMI LUBIS - LAPKAS.pdf.pdf
STROKE - IKA RAHMI LUBIS - LAPKAS.pdf.pdfwildafidya
 
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala &amp; cedera
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala &amp; cederaKegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala &amp; cedera
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala &amp; cederaFerrayulinda
 
askep cidera kepala.pptx
askep cidera kepala.pptxaskep cidera kepala.pptx
askep cidera kepala.pptxelvira381479
 
Makalah asuhan keperawatan stroke
Makalah asuhan keperawatan strokeMakalah asuhan keperawatan stroke
Makalah asuhan keperawatan strokeTerminal Purba
 
PERDARAHAN_INTRAKRANIAL.docx
PERDARAHAN_INTRAKRANIAL.docxPERDARAHAN_INTRAKRANIAL.docx
PERDARAHAN_INTRAKRANIAL.docxSuriatiSalahuddin
 
Konsep dasar penyakit
Konsep dasar penyakitKonsep dasar penyakit
Konsep dasar penyakitaniiyuliani
 
Cva infark cerebral + post op crainotomy
Cva infark cerebral + post op crainotomyCva infark cerebral + post op crainotomy
Cva infark cerebral + post op crainotomyDheaPermatasariIskan
 

Similar to Ways the brain is injured (autosaved) (20)

Kelainan pada sistem saraf
Kelainan pada sistem sarafKelainan pada sistem saraf
Kelainan pada sistem saraf
 
Trauma kapitis indry
Trauma kapitis indryTrauma kapitis indry
Trauma kapitis indry
 
Laporan pendahuluan stroke
Laporan pendahuluan strokeLaporan pendahuluan stroke
Laporan pendahuluan stroke
 
Askep cidera kepala n cidera tulang belakang
Askep cidera kepala n cidera tulang belakangAskep cidera kepala n cidera tulang belakang
Askep cidera kepala n cidera tulang belakang
 
TRAUMA_KEPALA.ppt
TRAUMA_KEPALA.pptTRAUMA_KEPALA.ppt
TRAUMA_KEPALA.ppt
 
Makalah trauma kapitis
Makalah  trauma kapitisMakalah  trauma kapitis
Makalah trauma kapitis
 
Makalah trauma kapitis
Makalah  trauma kapitisMakalah  trauma kapitis
Makalah trauma kapitis
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
STROKE - IKA RAHMI LUBIS - LAPKAS.pdf.pdf
STROKE - IKA RAHMI LUBIS - LAPKAS.pdf.pdfSTROKE - IKA RAHMI LUBIS - LAPKAS.pdf.pdf
STROKE - IKA RAHMI LUBIS - LAPKAS.pdf.pdf
 
Askep tumor otak
Askep tumor otakAskep tumor otak
Askep tumor otak
 
68839012 hemiparese
68839012 hemiparese68839012 hemiparese
68839012 hemiparese
 
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala &amp; cedera
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala &amp; cederaKegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala &amp; cedera
Kegawatdaruratan pada sistem persyarafan trauma kepala &amp; cedera
 
askep cidera kepala.pptx
askep cidera kepala.pptxaskep cidera kepala.pptx
askep cidera kepala.pptx
 
Makalah asuhan keperawatan stroke
Makalah asuhan keperawatan strokeMakalah asuhan keperawatan stroke
Makalah asuhan keperawatan stroke
 
PERDARAHAN_INTRAKRANIAL.docx
PERDARAHAN_INTRAKRANIAL.docxPERDARAHAN_INTRAKRANIAL.docx
PERDARAHAN_INTRAKRANIAL.docx
 
Diagnosa gangguan kesadaran
Diagnosa gangguan kesadaranDiagnosa gangguan kesadaran
Diagnosa gangguan kesadaran
 
Konsep dasar penyakit
Konsep dasar penyakitKonsep dasar penyakit
Konsep dasar penyakit
 
tak
taktak
tak
 
Ca
CaCa
Ca
 
Cva infark cerebral + post op crainotomy
Cva infark cerebral + post op crainotomyCva infark cerebral + post op crainotomy
Cva infark cerebral + post op crainotomy
 

Ways the brain is injured (autosaved)

  • 1. CEDERA KEPALA (TRAUMATIC BRAIN INJURY) Nurrahmi Aisyah,dr
  • 2. I.1 Pendahuluan Dalam cedera otak traumatis penyebab utama kematian bagi orang-orang di bawah usia 45. terjadi setiap 15 detik . Sekitar 5 juta orang Amerika saat ini menderita beberapa bentuk cacat TBI (Trauma Brain Injury) . Penyebab utama TBI adalah kecelakaan lalu lintas, jatuh , dan cedera olahraga . Coup - Contrecoup Injury Two image illustration showing coup caused by the primary impact and the secondary impact or contrecoup injury. Hampir selalu ditemukan riwayat trauma oleh karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja atau trauma lainnya. Pada orang tua dengan kecelakaan yang terjadi di rumah perlu dipikirkan kemungkinan gangguan pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga kadang- kadang tak mengetahui pasti urutan kejadiannya, apakah jatuh kemudian tidak sadar atau kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum jatuh. Anamnesis yang lebih terperinci meliputi sifat kecelakaan atau sebab-sebab trauma untuk estimasi berat ringannya benturan, saat terjadi beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit, ada tidaknya benturan kepala langsung dan keadaan penderita saat kecelakaan misalnya kejang, kelemahan motorik, gangguan bicara dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa serta adanya nyeri kepala, mual muntah.
  • 3. I.2 Pembahasan Anatomi Kepala dan Otak Kulit Kepala (SCALP) Menurut ATLS terdiri dari 5 lapisan yaitu: 1. Skin atau kulit 2. Connective Tissue atau jaringan penyambung 3. Aponeurosis atau galea aponeurotika jaringan ikat berhubungan langsung dengan tengkorak 4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar à Merupakan tempat terjadinya perdarahan subgaleal (hematom subgaleal). 5. Perikranium
  • 4. Karena SCALP mempunyai suplay aliran darah yang banyak, maka perlikaan scalp bisa mengakibatkan banyak kehilangan darah, syok hemoragic, dan bahkan kematian. Hal ini bisa terjadi pada penderita dnegan waktu transport yang lama. Tulang Kepala Dasar tulang tengkorak tidak rata , yang dapat menyebabkan cedera ketika otak bergerak terhadap tengkorak pada saat akselerasi dan deselerasi. Fossa anterior menjadi tempat lobus frontal, fossa media menjadi tempat lobus temporal, dan fossa posterior menjadi tempat bagi brainstem bagian bawah dan serebellum. Otak Serebrum  Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer kiri terdapat pusat bicara. Serebelum  Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa posterior berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri. Batang otak  Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai medulla spinalis. Sistem Ventrikel Ventrikel adalah suatu sistem yang terdiri dari ruangan yang berisi LCS dan aquaduktus di dalam otak. LCS secara terus menerus diproduksi dalam ventrikel dan diserap di permukaan otak. Adanya darah dalam LCS dapat mengganggu reabrsorbsi LCS, menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, Edema dan Lesi massa (mis, hematoma) dapat menyebabkan pendorongan ventrikel yang seharusnya simetris, dan dapat secara mudah terlihat pada gambaran CT scan otak. Kompartemen Intrakranial Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang : 1. Supratentorial à terdiri fosa kranii anterior dan media 2. Infratentorial à berisi fosa kranii posterior
  • 5. Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak (pons dan medulla oblongata) berjalan melalui celah tentorium serebeli disebut insisura tentorial. Nervus okulomotorius (NVII) berjalan sepanjang tentorium, bila tertekan oleh masa atau edema otak akan menimbulkan herniasi. Serabut2 parasimpatik untuk kontraksi pupil mata berada pada permukaan n. okulomotorius. Paralisis serabut ini disebabkan penekanan mengakibatkan dilatasi pupil. Bila penekanan berlanjut menimbulkan deviasi bola mata kelateral dan bawah. Bagian otak yang biasanya mengalami herniasi melalui hiatus tentorium adalah bagian medial dari lobus temporal, disebut dengan uncus. Hipotesa Monro-Kellie Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi volumenya ( bila TIK masih konstan ). Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal (Lombardo, 2003).
  • 6. CEDERA KEPALA KHUSUS Fraktur Tulang Tengkorak Fraktur tulang tengkorak merupakan keadaan dimana tulang tengkorak mengalami retak atau patah. Fraktur tulang tengkorak bisa mencederai arteri dan vena, sehingga menyebabkan perdarahan di sekeliling jaringan otak. Fraktur di dasar tengkorak bisa menyebabkan robekan pada meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang terdapat diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga. Bakteri terkadang dapat memasuki tulang tengkorak melalui patahan tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah tulang tengkorak yang ringan tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser. Konkusio Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa menimbulkan berbagai gejala seperti :  Kebingungan,  Sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal;
  • 7.  Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.  Beberapa penderita merasa pusing, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, tetapi jarang sampai lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejala-gejala yang ada tidak semakin berat, biasanya untuk meredakan nyeri dapat diberikan asetaminofen.
  • 8. Gegar Otak & Robekan Otak Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang biasanya disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala. Robekan otak adalah robekan pada jaringan otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah tulang tengkorak. Gegar otak dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. Pemeriksaan MRI menunjukkan adanya kerusakan fisik pada otak yang bisa bersifat ringan atau bisa juga sampai menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang disertai dengan penurunan kesadaran atau bahkan koma. Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak. Pengobatan akan lebih rumit jika cedera otak disertai oleh cedera lainnya, terutama cedera dada. Perdarahan Intrakranial Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala adalam beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari. Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung,
  • 9. atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut. Hematoma Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya. Kemudian bisa terjadi kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung pada hasil CT scan. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.
  • 10. Hematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena rapuhnya vena) dan pada orang alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejala tidak dihiraukan. Pada hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis, biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Indikasi dilakukannya pembedahan ini adalah adanya sakit kepala yang menetap, rasa mengantuk yang hilang-timbul, linglung, perubahan ingatan, dan kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan. Klasifikasi Trauma Kapitis Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi.
  • 11. 1. Mekanisme Cedera Kepala Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan. 2. Beratnya Cedera Kepala Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan sebagai cedera otak ringan. Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari Traumatic Brain Injury yaitu Tabel 2.1. Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury Ringan Kehilangan kesadaran < 20 menit Amnesia post traumatik < 24 jam GCS = 13 – 15 Sedang Kehilangan kesadaran≥ 20 menit dan ≤ 36 jam Amnesia post traumatik ≥ 24 jam dan ≤ 7 hari GCS = 9 - 12 Berat Kehilangan kesadaran > 36 jam Amnesia post traumatik > 7 hari GCS = 3 – 8 ( Sumber : Brain Injury Association of Michigan , 2005)
  • 12. Pemeriksaan Awal pada Trauma Kapitis Pemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Johnson (2002) antara lain: 1. Pemeriksaan kesadaran Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang didasari pada tiga pengukuran, yaitu : pembukaan mata, respon motorik, dan respon verbal. Skor dari masing-masing komponen dijumlahkan dan memberikan total nilai GCS. Nilai terendah adalah 3 sedangkan nilai tertinggi adalah 15. Menurut Japardi (2004), GCS bisa digunakan untuk mengkategorikan pasien menjadi : • GCS < 9 : pasien koma dan cedera kepala berat • GCS 9 – 13 : cedera kepala sedang • GCS > 13 : cedera kepala ringan Fungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada satu kali pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif terhadap tingkat kesadaran dan dengan melakukan pengulangan dalam penilaian dapat dinilai apakah terjadi perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk.
  • 13. Tabel 2.2 Glasgow Coma Scale Eye Opening Spontaneous Opens eyes on own E 4 Speech Opens eyes when asked to in a loud voice 3 Pain Opens eyes upon pressure 2 Pain Does not open eyes 1 Best Motor Response Commands Follows simple commands M 6 Pain Pulls examiner’s hand away upon pressure 5 Pain Pulls a part of body 4 away upon pressure Pain Flexes body inappropriately to pain (decorticate posturing) 3 Pain Body becomes rigid in an extended position upon pressure (decerebrate posturing) 2 Pain Has no motor response 1
  • 14. Verbal Response (Talking) Speech Carries on a conversation correctly and tells examiner where he/she is, who he/she is and the month and year V 5 Speech Seems confused or disoriented 4 Speech Talks so examiner can understand victim but makes no sense 3 Speech Makes sounds that 2 examiner cannot understand Speech Makes no noise 1 ( Sumber : Brain Injury Association of Michigan, 2005 ) 2. Pemeriksaan Pupil Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan terhadap saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya bisa merupakan akibat dari cedera kepala. 3. Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer. Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat .
  • 15. ( sumber ; Greaves dan Johnson, 2002 ) 4. Pemeriksaan Scalp dan Tengkorak Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar. Kedalaman leaserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat. Pemeriksaan tengkorak dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa diduga dengan nyeri, pembengkakan, dan memar. Glasgow Coma Scale sebagai Indikator Dini dalam Cedera Kepala Glasgow Coma Scale (GCS) diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974 (Jennet dan Teasdale, 1974 dalam Sastrodiningrat, 2007 ). Sejak itu GCS merupakan tolak ukur klinis yang digunakan untuk menilai beratnya cedera kepala. GCS seharusnya telah diperiksa pada penderita-penderita awal cedera terutama sebelum mendapat obat-obat paralitik dan sebelum intubasi. Derajat kesadaran tampaknya mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesempatan hidup dan penyembuhan. GCS juga merupakan faktor prediksi yang kuat dalam menentukan prognosa ( Alberico dkk, 1987 dalam Sastrodiningrat, 2007). Terdapat beberapa kontroversi saat menentukan GCS. Penentuan skor GCS sesudah resusitasi kardio pulmonal, dapat mengurangi nilai prediksi GCS. Pada beberapa penderita, skor mata dan skor verbal sulit ditentukan pada mata yang bengkak dan setelah tindakan intubasi endotrakeal. Skor motorik dapat menjadi prediksi yang kuat; penderita dengan skor mototrik 1 ( bilateral flaksid ) mempunyai mortalitas 90 %. Adanya skor motorik yang rendah pada awal cedera
  • 16. dan usia di atas 60 tahun merupakan kombinasi yang mematikan (Kelly dkk., 1996 dalam Sastrodiningrat,2007). 1.3 Penatalaksanaa Cedera Kepala Penatalaksanaan cedera kepala bertujuan mempertahankan fisiologi umum tubuh, penanganan segera akibat cedera primer, pencegahan atau meminimalkan cedera kapala sekunder dengan penanganan peningkatan tekanan intrakranial, mempertahankan tekanan perfusi serebral yang adekuat. Derajat klinis pada penanganan cedera kepala dibagi atas: 1. Standard : Prinsip-prinsip penanganan pasien dengan tingkat kepastian klinis yang tinggi. 2. Guidelines : Tingkat kepastian klinis moderate 3. Option : kepastian klinis belum jelas Prinsip Dasar Penanganan Cedera Kepala  Monitor tekanan intrakranial beserta penurunannya.  Elevasi kepala 30 derajat.
  • 17.  Terapi medika mentosa untuk penurunan udem otak Penurunan aktivitas otak, menurunkan hantaran oxygen dengan induksi koma.  Pembedahan dekompresi  Terapi Profilaksi terhadap kejang. Terapi Farmakologi 1. Cairan intravena : pertahankan status cairan euvolemik, hindari dehidrasi, jangan menggunakan cairan hipotonis / glukosa Hiperventilasi fase akut (option): pada peningkatan tekanan intrakranial pertahankan PaCO2 pada 25-30 mmHg, hindari Pa CO2< 25 mmHg (vasokonstriksi). 2. Terapi hiperosmoler -manitol (guideline) merupakan osmosis diuretis. Efek ekspansi plasma, menghasilkan gradient osmotik dalam waktu yang cepat dalam beberapa menit. Memberikan efek optimalisasi reologi dengan menurunkan hematokrit, menurunkan viskositas darah, meningkatkan aliran darah serebral, meningkatkan mikrosirkulasi dan tekanan perfusi serebral yang akan meningkatkan penghantaran oksigen dengan efek samping reboun peningkatan tekanan intrakranial pada disfungsi sawar darah otak terjadi skuestrasi serebral, overload cairan, hiponatremi dilusi, takipilaksis dan gagal ginjal (bila osmolalitas >320 ml osmol/L. Manitol diberikan pada pasien koma, pupil reaktif kemudian menjadi dilatasi dengan atau tanpa gangguan motorik, pasien dengan pupil dilatasi bilateral non reaktif dengan hemodinamik normal dosis bolus 1 g/kgBB dilanjutkan dengan rumatan 0,25- 1 g/kgBB Usahakan pertahankan volume intravaskuler dengan mempertahankan osmolalitas serum < 320 ml osmol/L. Koma barbiturat (guideline) Koma barbiturat dilakukan pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial yang refrakter tanpa cedera difus, autoregulasi baik dan fungsi kardiovaskular adekuat. Mekanisme kerja barbiturat: menekan metabolism serebral, menurunkan aliran darah ke otak dan volume darah serebral, merubah tonus
  • 18. vaskuler, menahan radikal bebas dari peroksidasi lipid mengakibatkan supresi burst. Cairan garam hipertonis : Cairan NaCl 0,9 %, 3%-27%. Kureshi dan Suarez menunjukkan penggunaan saline hipertonis efektif pada neuro trauma dengan hasil pengkerutan otak sehingga menurunkan tekanan intrakranial, mempertahankan volume intravaskular euvolume.Dengan akses vena sentral diberikan NaCl 3% 75 cc/jam dengan Cl 50%, asetat 50% target natrium 145-150 dengan monitor pemeriksaan natrium setiap 4-6 jam. Setelah target tercapai dilanjutkan dengan NaCl fisiologis sampai 4-5 hari. Kortikosteroid Tidak direkomendasikan penggunaan glukokortikoid untuk menurunkan tekanan intrakranial baik dengan methyl prednisolon maupun dexamethason. Dearden dan Lamb meneliti dengan dosis > 100 mg/hari tidak memberikan perbedaan signifikan pada tekanan intracranial dan setelah 1-6 bulan tidak ada perbedaan outcome yang signifikan. Efek samping yang dapat terjadi hiperglikemia (50%), perdarahan traktus gastrointestinal (85%). NUTRISI (guideline) Dalam 2 minggu pertama pasien mengalami hipermetabolik, kehilangan kurang lebih 15% berat badan tubuh per minggu. Penurunan berat badan melebihi 30% akan meningkatkan mortalitas. diberikan kebutuhan metabolism istirahat dengan 140% kalori/ hari dengan formula berisi protein > 15% diberikan selama 7 hari. Pilihan enteral feeding dapat mencegah kejadian hiperglikemi, infeksi. Terapi prevensi kejang (guideline) Pada kejang awal dapat mencegah cedera lebih lanjut, peningkatan TIK, penghantaran dan konsumsi oksigen, pelepasan neuro transmiter yang dapat mencegah berkembangnya kejang onset lambat (mencegah efek kindling). Pemberian terapi profilaksis dengan fenitoin, karbamazepin efektif pada minggu
  • 19. pertama. Harus dievaluasi adanya faktor-faktor yang lain misalnya: hipoglikemi, gangguan elektrolit, infeksi. Terapi suportif yang lain : pasang kateter, nasogastrik tube, koreksi gangguan elektrolit, kontrol ketat glukosa darah, regulasi temperatur, profilaksi DVT, ulkus stress, ulkus dekubitus, sedasi dan blok neuro muscular, induksi hipotermi. A. Penanganan cedera kepala ringan: Pasien dengan CT Scan normal dapat keluar dari UGD dengan peringatan apabila : mengantuk atau sulit bangun (bangunkan setiap 2 jam), mual dan muntah, kejang, perdarahan/keluar cairan dari hidung atau telinga, nyeri kepala hebat, kelemahan/gangguan sensibilitas pada ekstrimitas, bingung dan tingkah laku aneh, pupil anisokor, penglihatan dobel/gangguan visus, nadi yang terlalu cepat/terlalu pelan, pola nafas yang abnormal. B. Penanganan cedera kepala sedang (GCS 9-13) Beberapa ahli melakukan scoring Cedera kepala sedang dengan Glasgow Coma Scale Extended (GCSE ) dengan menambahkan skala Amnesia postrauma (PTA) ) dengan sub skala 0-7 dimana skore 0 apabila mengalami amnesia lebih dari 3 bulan,dan skore 7 tidak ada amnesia. Berdasarkan CT scan dan gejalanya, Batchelor (2003 ) membagi cedera kepala sedang menjadi : 1. Risiko ringan : tidak ada gejala nyeri kepala, muntah dan dizziness 2. Risiko sedang : ada riwayat penurunan kesadaran dan amnesia post trauma 3. Risiko tinggi : nyeri kepala hebat, mual yang menetap dan muntah lebih dari sekali. Penanganan cedera kepala sedang sering kali terlambat mendapat penanganan Karena gejala yang timbul sering tidak dikenali . Gejala terbanyak antara lain : mudah lupa, mengantuk, nyeri kepala, gangguan konsentrasi dan dizziness. Penetalaksanaan utamanya ditujukan pada penatalaksanaan gejala, strategi kompensasi dan modifikasi lingkungan ( terapi wicara dan okupasi ) untuk disfungsi kognitif , dan psiko edukasi .
  • 20. C. Cedera kepala berat (GCS 3-8) Diagnosis dan penanganan yang cepat meliputi: primari survei: stabilisasi cardio pulmoner, secondary survei : penanganan cedera sistemik, pemeriksaan mini neurologi dan ditentukan perlu penanganan pembedahan atau perawatan di ICU.