Laporan ini membahas anatomi dan fisiologi otak serta definisi, manifestasi klinis, dan patofisiologi stroke iskemik. Dijelaskan bahwa stroke iskemik terjadi akibat gangguan aliran darah ke otak yang memicu kaskade iskemik dan kerusakan sel. Manifestasi klinisnya berupa gangguan neurologis seperti kelumpuhan dan gangguan fungsi motorik, sensorik, saraf kranial, dan kognitif."
1. Laporan Pendahuluan Tentang Stroke Iskemik
Oleh Senalda Defa Viani, 1806140331, Mahasiswa Profesi FIK UI
2021 Genap
1. Anatomi dan Fisiologi Otak
2.
• Otak besar (cerebrum/serebrum) adalah bagian terbesar di dalam anatomi
otak manusia. Fungsi otak besar atau cerebrum adalah mengatur gerakan dan
koordinasi gerakan, sentuhan, penglihatan, pendengaran, penilaian,
penalaran, pemecahan masalah, emosi, serta pembelajaran
• Serebrum terdiri dari dua belahan, yaitu otak kanan dan otak kiri. Belahan
otak kanan memiliki fungsi untuk mengontrol gerakan di sisi kiri tubuh,
sedangkan otak kiri mengatur pergerakan di sisi kanan tubuh
• Otak kanan dan kiri dipisahkan oleh alur yang disebut dengan fisura
longitudinal. Kedua sisi otak ini disatukan di bagian bawah oleh korpus
kalosum, yang berfungsi untuk mengirimkan pesan dari satu bagian otak ke
bagian lainnya. Adapun permukaan otak besar memiliki tampilan lipatan khas
yang disebut dengan cerebral cortex atau korteks serebral.
2. • Korteks serebral adalah lapisan tipis luar materi abu-abu yang membungkus
otak, dengan ketebalan sebesar 2-3 mm. Lipatan atau tonjolan berkerut yang
membentuknya disebut gyri, sedangkan celah-celah diantaranya disebut sulci.
Masing-masing belahan cerebrum dan korteks serebral, baik kanan dan kiri,
terdiri dari empat bagian yang disebut lobus otak. Keempat lobus otak
tersebut adalah:
• Lobus frontal. Ini merupakan bagian otak manusia yang berada di depan atau
di belakang dahi. Fungsi otak depan ini untuk mengontrol pemikiran,
perencanaan, pengorganisasian, pemecahan masalah, ingatan, dan gerakan
jangka pendek
• Lobus parietal. Ini merupakan bagian otak yang berada di atas dan belakang
lobus frontal. Fungsinya, yaitu menafsirkan informasi sensorik, seperti rasa,
suhu, dan sentuhan, serta mengindentifikasi objek dan memahami hubungan
spasial (di mana tubuh seseorang dibandingkan dengan objek di sekitar orang
tersebut)
• Lobus oksipital. Lobus ini berada di bagian belakang kepala yang mengontrol
penglihatan manusia
• Lobus temporal. Bagian ini berada di belakang dan bawah lobus frontal,
tepatnya di atas telinga. Bagian otak ini memainkan peran penting dalam
mengatur memori, ucapan, dan pemahaman.
• Cerebellum adalah bagian otak yang terletak di bagian belakang dan di bawah
lobus oksipital. Fungsi cerebellum atau otak kecil adalah mengontrol dan
mengoordinasikan gerakan, menjaga keseimbangan, serta mempertahankan
postur tubuh. Bagian otak ini penting untuk membantu seseorang melakukan
tindakan yang cepat dan berulang, seperti bermain video game. Selain itu,
otak kecil juga berperan dalam gerakan motorik halus, seperti melukis.
• Batang otak atau brainstem berada di depan cerebellum dan merupakan
bagian yang terhubung dengan sumsum tulang belakang. Bagian otak ini
mengandung serabut saraf yang berfungsi membawa sinyal ke dan dari
seluruh bagian tubuh. Selain itu, batang otak juga mengatur fungsi tubuh
seperti detak jantung, tekanan darah, dan pernapasan. Batang otak manusia
terdiri dari tiga struktur, yaitu otak tengah, pons, dan medula oblongata. Otak
3. tengah berperan dalam mengatur gerakan mata, sedangkan pons terlibat
dengan koordinasi gerakan mata dan wajah, sensasi wajah, pendengaran, dan
keseimbangan. Sementara medula oblongata adalah bagian otak yang
mengontrol pernapasan, tekanan darah, irama jantung, dan gerakan menelan.
2. Definisi, Manifestasi Klinik, dan Patofisiologi Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah hilangnya fungsi secara tiba-tiba akibat terganggunya
suplai darah ke suatu bagian otak, sekirat 80% stroke adalah stroke jenis iskemik
(Timby & Smith, 2010). Stroke iskemik dibagi menjadi lima jenis berdasarkan
penyebabnya: stroke trombotik arteri besar (20%), stroke trombotik arteri
penetrasi kecil (25%), stroke emboli kardiogenik (20%), stroke kriptogenik
(30%), dan lainnya (5%). Stroke trombotik arteri besar disebabkan oleh plak
aterosklerotik di pembuluh darah besar di otak. Pembentukan dan oklusi trombus
di tempat terjadinya aterosklerosis mengakibatkan iskemia dan infark (kekurangan
suplai darah) (Hinkle & Guanci, 2007 dalam Smeltzer et al., 2010). Stroke
trombotik arteri penetrasi kecil mempengaruhi satu atau lebih pembuluh darah dan
merupakan jenis stroke iskemik yang paling umum. Stroke trombotik arteri kecil
disebut juga stroke lacunar karena rongga yang terbentuk setelah kematian jaringan
otak yang mengalami infark (American Association of Neuroscience Nurses
[AANN], 2008 dalam Smeltzer et al., 2010). Stroke emboli kardiogenik
berhubungan dengan disritmia jantung, biasanya fibrilasi atrium serta dapat
dikaitkan dengan penyakit katup jantung dan trombus di ventrikel kiri. Emboli
berasal dari jantung dan bersirkulasi ke pembuluh darah otak, paling sering arteri
serebral tengah kiri, sehingga mengakibatkan stroke. Stroke emboli dapat dicegah
dengan penggunaan terapi antikoagulan pada pasien dengan fibrilasi atrium
(Smeltzer et al., 2010).
4. Pada stroke iskemik terjadi gangguan aliran darah ke otak akibat
terhalangnya pembuluh darah atau terjadi penyumbatan. Gangguan aliran
darah ini memulai serangkaian peristiwa metabolik seluler yang kompleks
yang disebut sebagai kaskade iskemik. Patofisiologi atau kaskade iskemik
dimulai saat aliran darah otak menurun hingga kurang dari 25 mL per 100
g darah per menit yang menyebabkan kerusakan sel. Hal tersebut
menyebabkan neuron tidak dapat mempertahankan respirasi aerobik
(mengalami hipoksia serebral) yang membuat mitokondria harus beralih ke
respirasi anaerobik, yang kemudian menghasilkan asam laktat dalam jumlah
besar, menyebabkan perubahan pH (Smeltzer et al., 2010; Timby & Smith,
2010). Peralihan ke respirasi anaerobik yang kurang efisien dapat membuat
neuron tidak mampu memproduksi adenosin trifosfat (ATP) dalam jumlah
yang cukup untuk memicu proses depolarisasi sehingga terjadi
ketidakseimbangan elektrolit dan sel-sel tidak berfungsi (Smeltzer et al.,
2010).
Pada awal kaskade terdapat suatu daerah dengan aliran darah otak
yang rendah disebut daerah penumbra yang berada di sekitar daerah
infark. Daerah penumbra adalah jaringan otak iskemik yang dapat
diselamatkan dengan intervensi tepat waktu. Kaskade iskemik yang terjadi
mengancam sel-sel di penumbra karena depolarisasi membran dinding sel
menyebabkan peningkatan kalsium intraseluler dan pelepasan glutamat.
Masuknya kalsium dan pelepasan glutamat, akan mengaktifkan reseptor
5. saraf yaitu reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) sehingga terjadi
kerusakan membran sel, pelepasan lebih banyak kalsium dan glutamat,
vasokonstriksi, dan pembentukan radikal bebas (Smeltzer et al., 2010;
Timby & Smith, 2010). Proses ini menyebabkan pembesaran area infark ke
dalam penumbra dan memperpanjang stroke. Seseorang yang mengalami
stroke biasanya kehilangan 1,9 juta neuron setiap menitnya karena stroke
yang tidak diobati (Smeltzer et al., 2010).
6. Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada klien stroke yaitu berbagai
defisit neurologis bergantung pada lokasi lesi (pembuluh mana yang
terhalang), ukuran area perfusi yang tidak adekuat, dan jumlah aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori) (Smeltzer et al., 2010). Beberapa tanda
dan gejala yang mungkin timbul pada klien stroke diantaranya:
• Mati rasa atau kelemahan pada wajah, lengan, atau tungkai, terutama di
satu sisi tubuh
• Kebingungan atau perubahan status mental
• Kesulitan berbicara atau memahami pidato
• Gangguan visual
• Kesulitan berjalan, pusing, atau kehilangan keseimbangan atau
koordinasi
• Sakit kepala parah yang tiba-tiba
Pada klien dengan stroke juga terjadi gangguan pada fungsi motorik,
sensorik, saraf kranial, kognitif yaitu (Smeltzer et al., 2010).
a. Fungsi Kognitif
• Hemiparesis: Lemah pada wajah, lengan, dan tungkai sisi yang sama
(karena lesi di sisi berlawanan belahan bumi)
• Hemiplegia: Kelumpuhan pada wajah, lengan, dan tungkai sisi yang
sama (karena lesi di sisi berlawanan belahan bumi)
7. • Ataxia: Cara berjalan sempoyongan dan goyah, tidak bisa
menyatukan kaki, membutuhkan sebuah dasar yang luas untuk
berdiri
• Disartria: Kesulitan dalam membentuk kata-kata
• Disfagia: Kesulitan menelan
b. Fungsi Komunikasi
• Disartria (kesulitan berbicara), disebabkan oleh kelumpuhan otot
yang bertanggung jawab untuk menghasilkan ucapan
• Disfasia (gangguan bicara) atau afasia (kehilangan kemampuan
bicara), yang dapat berupa afasia ekspresif (tidak dapat membentuk
kata-kata seperti itu bisa dimengerti; mungkin bisa berbicara
tanggapan satu kata), afasia reseptif (tidak dapat memahami kata
yang diucapkan bisa berbicara tapi mungkin tidak masuk akal), atau
afasia global (campuran).
• Apraxia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti yang dapat dilihat ketika pasien
membuat penggantian verbal untuk suku kata atau kata yang
diinginkan
c. Fungsi Sensorik
• Paresthesia (terjadi di sisi berlawanan dengan lesi): Mati rasa dan
kesemutan pada ekstremitas, kesulitan dengan proprioception
(kemampuan untuk memahami posisi dan gerakan bagian tubuh
yang berhubungan posisi, postur tubuh, keseimbangan, dan kondisi
tubuh).
d. Fungsi Kognitif 🡪 Efek Psikologis
• Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
• Penurunan rentang perhatian, kesulitan dalam memahami
• Gangguan kemampuan berkonsentrasi, mudah lupa
• Penalaran abstrak yang buruk
• Penilaian yang diubah
e. Bidang Visual
8. • Homonim, hemianopsia (hilangnya setengah dari bidang visual):
tidak menyadari orang atau benda yang ada di samping kehilangan
penglihatan, mengabaikan satu sisi tubuh,kesulitan menilai jarak.
• Kehilangan perifer penglihatan: kesulitan melihat malam hari, tidak
menyadari objek atau batas dari benda
• Diplopia: visi ganda
Pada manifestasi klinis berupa hemiparesis, terdapat perbedaan
antara hemiparesis kiri dan kanan, yaitu (Timby & Smith, 2010; Lewis et
al., 2013).
Hemiplegia Sisi Kanan
(Pukulan di Otak Kiri)
Hemiplegia Sisi Kiri
(Pukulan di Otak Sisi Kanan)
• Afasia ekspresif
• Afasia reseptif
• Afasia global
• Gangguan intelektual
• Perilaku lambat dan hati-hati
• Cacat di bidang visual yang
kanan
• Retensi informasi yang
singkat
• Perlu sering diingatkan untuk
menyelesaikan tugas
• Kesulitan dengan
pembelajaran
• Masalah dengan pemikiran
abstrak, seperti
konseptualisasi dan
generalisasi
• Cacat persepsi spasial
• Abaikan defisit di sisi yang
terkena
• Kecenderungan untuk
mengalihkan perhatian/
menyangkal/ meminimkan
masalah
• Perilaku impulsif; tidak
menyadari defisit
• Penilaian yang buruk
• Cacat di bidang visual kiri
• Jarak yang salah menilai
• Gangguan memori jangka
pendek
• Abaikan sisi kiri tubuh; benda
dan orang di sisi kiri
9. 3. Asuhan Keperawatan
Anamnesa awal dengan acute stroke quick screen dan national institutes of health
stroke scale sesuai dengan kmunikasi.
Anamnesa Hasil
Tingkat kesadaran 0: Sadar/respons sepenuhnya
1: Tidak waspada (mampu gerak dengan
stimulasi minor)
2: Tidak waspada (butuh stimulus
berulang atau nyeri untuk membuat
gerakan)
3: Merespons hanya dengan refleks
motorik
10. Pertanyaan tingkat kesadaran:
bulan ke berapa? Berapa usianya?
0: Menjawab kedua pertanyaan dengan
tepat
1: Menjawab 1 pertanyaan benar
2: Tidak menjawab kedua pertanyaan
Perintah tingkat kesadaran:
buka/tutup mata, genggaman
0: Melakukan keduanya dengan benar
1: Melakukan satu tugas dengan benar
2: Tidak melakukan kedua tugas
Pandangan (gerakkan volunteer) 0: Normal
1: Gangguan pandangan sebagian
2: Kelumpuhan pandangan total
Penglihatan
- Lapang pandang (kuadran atas
dan bawah) diuji dengan saling
berhadapan
0: Tidak ada gangguan penglihatan
1: Hemianopia sebagian
2: Hemianopia lengkap
3: Hemianopia bilateral (kebutaan)
Kelumpuhan pada wajah
- Memperlihatkan gigi, senyum dan
menutup mata
0: Gerakan simetrikal normal
1: Kelumpuhan minor
2: Kelumpuhan sebagian
3: Kelumpuhan total
Gerakan lengan dan tungkai
(Kanan & Kiri)
- ekstensi bagian lengan 90 derajat
(jika duduk) & 45 derajat
(berbaring)
- Tungkai 30 derajat (harus posisi
berbaring)
0: Tidak ada perubahan gerakan (lengan
menahan 90 derajat selama 10 detik &
tungkai menahan 30 derajat selama 5 detik)
1: Terjadi perubahan gerakan
2: Terjadi beberapa usaha menahan
gravitasi
3: Tidak ada usaha menahan gravitasi
4: Tidak ada gerakan
Kehilangan kontrol gerakan
(Ataksia) pada anggota gerak tubuh
bagian atas (Lengan)
0: Tidak ada kelainan
1: Terjadi ataksia pada satu anggota gerak
2: Terjadi ataksia pada dua anggota gerak
Sensori
- Ekspresi wajah pada tusukan
benda tajam
0: Normal tidak ada penurunan sensori
1: Penurunan sensori ringan-sedang
2: Penurunan sensori parah atau total
11. - Pemeriksaan pada lengan, tungkai
dada dan wajah
Bahasa
- Menggambarkan apa yang terjadi
pada gambar yang dilihat
- Menyebutkan benda-benda pada
kertas yang sudah diberikan nama
- Membaca daftar kalimat yang
tertulis
0: Tidak ada afasia, normal
1: Afasia ringan-sedang
2: Afasia berat
3: Diam; Afasia global
Disartria
- Membaca atau mengulang kata-
kata yang diberikan
0: Normal
1: Ringan-sedang
2: Parah. Cara bicara klien tidak jelas
Extinction (Gangguan penglihatan
neurologis) dan Inattetion (Tidak
ada perhatian)
0: Tidak ada abnormalitas
1: Penglihatan, perabaan, penciuman.
Tidak ada perhatian secara personal pada
stimulasi bilateral
2: Tidak mengenali tangan sendiri atau
hanya mengenali satu sisi dari bagian
ruangan
Pengkajian head to toe (Mistovich & Karren, 2014).
Pemeriksaan Fisik Hasil
Tingkat kesadaran Tingkat kesadaran GCS, respon pupil pada cahaya, lapang
pandang, pergerakan ekstremitas, cara berbicara, refleks,
dan sensasi
Saraf Kranial N. I (Olfaktorius). Dikaji dengan meminta pasien untuk
menghidu sesuatu yang aromatik dan tidak bersifat iritatif
dengan menutup mata. Bila tidak mampu menyebutkan
aroma yang dihidu disebut dengan anosmia.
N. II (Optikus). Dikaji dengan inspeksi katarak, inflamasi
atau keabnormalitasan yang lain, tes ketajaman
penglihatan, tes lapang pandang.
12. N. III (Okulomotorius). Hal yang dikaji ukuran kedua pupil
dan pergerakan pupil.
N. IV (Troklear). Untuk pergerakan mata ke arah inferior
dan medial. Dikaji dengan saraf VI.
N. V (Trigeminal). Pengkajian motorik dengan tersenyum
normal dan sensorik.
N. VI (Abdusen). Mengontrol pergerakan bola mata ke arah
lateral.
N. VII (Fasial). Dikaji dengan cara minta pasien untuk
mengerutkan dahi, tersenyum, menggembungkan pipi,
menaikkan alis mata.
N. VIII (Vestibulokoklear). Minta pasien untuk mendengar
bisikan lalu melaporkan apa yang didengar atau bunyi
garpu tala.
N. IX (Glosofaringeal) dan N. X (Vagus). Kaji respon
menelan.
N. XI (Aksesorius Spinal). Mempersarafi otot
sternokleidomastoideus dan bagian atas dari otot trapezius.
N. XII (Hipoglosus). Mempersarafi lidah.
Kepala dan
ekstremitas
Anderson (2016)
Tanda trauma
Jantung irregular rhythm, abnormal rate, suara bruit, dan murmur.
Kulit adanya ekimosis dan evidence of surgery atau prosedur
invasif lainnya
Hemodinamik Pengukuran tekanan darah, suhu, saturasi, nadi, frekuensi
napas, dan MAP
Penurunan kesadaran, irritability, gelisah, kebingungan, kejang, unequal pupils,
parestesia, gangguan penglihatan, kelemahan motorik, paralysis, kesulitan
menelan, kesulitan memahami bahasa, dan kesulitan berbicara (William, Hopper,
& Linda, 2011)
13. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin akan dilakukan yaitu:
1. Pemindaian CT dan MRI
2. EKG
3. Carotid duplex scanning
4. Angiography cerebral
5. Lumbal fungsi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Gangguan perfusi serebral
3. Konfusi akut
4. Gangguan mobilitas fisik
5. Gangguan komunikasi verbal
6. Risiko gangguan integritas kulit
7. Defisit perawatan diri
Rencana Asuhan Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan
(PPNI, 2016)
Tujuan
(PPNI, 2018)
Intervensi
(PPNI, 2018)
14. 1. Bersihan jalan napas tidak
efektif berdasarkan
disfungsi neuromuskuler
DO: tidak mampu batuk,
sputum berlebih, wheesing,
gelisah, sianosis, gelisah,
frekuensi/pola napas
berubah
DS: dispnea, sulit
berbicara
Kriteria evaluasi:
- bersihan jalan
napas meningkat
- tingkat infeksi
membaik
- kontrol gejala
meningkat
- pertukaran gas
membaik
- respons
ventilasi
mekanik
membaik
- manajemen jalan
napas
- pemantuan respirasi
- pemberian obat
- terapi oksigen(jika
perlu)
- stabilisasi jalan napas
- manajemen
anafilaksis (jika perlu)
- penghisapan jalan
napas
- pencegahan aspirasi
2. Konfusi akut berhubungan
dengan delirium
DO: salah persepsi
DS: fluktuasi tingkat
kesadaran, fungsi kognitif,
aktivitas psikomotorik,
gelisah
Kriteria evaluasi:
- tingkat konfusi
membaik
- orientasi
kognitif
membaik
- perfusi serebral
membaik
- status
neurologis
membaik
- tingkat delirium
membaik
-tingkat
keletihan
membaik
- manajemen delirium
- manajemen demensia
- terapi validasi
- dukungan keluarga
merencanakan
perawatan
- edukasi keluarga:
pencegahan jatuh
- manajemen medikasi
- orientasi realita
- pergerakkan fisik
15. 3. Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan
gangguan neuro muskular
DO: kekuatan otot
menurun, ROM menurun,
sendi kaku, gerakkan
terbatas, dan fisik lemah
DS: enggan bergerak
- mobilitas fisik
membaik
-fungsi sensori
membaik
- keseimbangan
membaik
- status
neurologis
membaik
- dukungan ambulasi
- dukungan mobilisasi
- dukungan perawatan
diri: mandi,
BAB/BAK,
berpakaian, dan
makan/minum
- manajemen
lingkungan
- manajemen sensasi
perifer
- pemantauan
neurologis
- pencegahan luka
tekan
- perawatan tirah
baring
- pengaturan posisi
4. Komplikasi
Hipoksia serebral dan penurunan aliran darah otak
Komplikasi langsung dari stroke hemoragik termasuk hipoksia serebral,
penurunan aliran darah otak, dan perluasan area cedera. Memberikan
oksigenasi darah yang cukup ke otak meminimalkan hipoksia serebral.
Fungsi otak bergantung pada pengiriman oksigen ke jaringan.
Pemberian oksigen tambahan dan mempertahankan hemoglobin dan
hematokrit pada tingkat yang dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan.
Aliran darah otak tergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan
integritas pembuluh darah otak. Hidrasi yang memadai (cairan IV)
16. harus dipastikan untuk mengurangi viskositas darah dan meningkatkan
aliran darah otak. Hipertensi atau hipotensi ekstrem perlu dihindari
untuk mencegah perubahan aliran darah otak dan potensi untuk
memperluas area cedera.
Kejang juga dapat mengganggu aliran darah otak, mengakibatkan
cedera lebih lanjut pada otak. Mengamati aktivitas kejang dan memulai
pengobatan yang tepat adalah komponen penting perawatan setelah
stroke hemoragik.
Vasospasme
Perkembangan vasospasme serebral (penyempitan lumen pembuluh
darah kranial yang terlibat) merupakan komplikasi serius dari
perdarahan subaraknoid dan merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas pada mereka yang selamat dari perdarahan subaraknoid
awal. Pemantauan vasospasme dapat dilakukan melalui penggunaan
ultrasonografi Doppler transkranial samping tempat tidur (TCD) atau
tindak lanjut angiografi serebral.
Vasospasme sering terjadi 3 sampai 14 hari setelah perdarahan awal,
ketika bekuan mengalami lisis, dan kemungkinan perdarahan ulang
meningkat (Hickey, 2009 dalam Smeltzer, 2010). Ini menyebabkan
peningkatan resistensi vaskular, yang menghambat aliran darah otak
dan menyebabkan iskemia otak dan infark. Tanda dan gejala
mencerminkan area otak yang terlibat. Vasospasme sering kali ditandai
dengan sakit kepala yang memburuk, penurunan tingkat kesadaran
(kebingungan, lesu, dan disorientasi), atau defisit neurologis fokal baru
(afasia, hemiparesis).
17. Penatalaksanaan vasospasme tetap sulit dan kontroversial. Dipercaya
bahwa operasi awal untuk memotong aneurisma mencegah perdarahan
ulang dan bahwa pengangkatan darah dari tangki basal di sekitar arteri
serebral utama dapat mencegah vasospasme. Kemajuan teknologi telah
mendorong pengenalan neuroradiologi intervensi untuk pengobatan
aneurisma. Teknik endovaskular dapat digunakan pada pasien tertentu
untuk menutup arteri yang memasok aneurisma dengan balon,
gulungan, atau teknik lain untuk menutup aneurisma itu sendiri. Karena
lebih banyak studi tentang teknik ini diselesaikan, penggunaannya akan
meningkat.
Obat mungkin efektif dalam pengobatan vasospasme. Berdasarkan satu
teori, bahwa vasospasme disebabkan oleh peningkatan masuknya
kalsium ke dalam sel, terapi pengobatan dapat digunakan untuk
memblokir tindakan ini dan mencegah atau membalikkan tindakan
vasospasme jika sudah ada. Penghambat saluran kalsium yang paling
sering digunakan adalah nimodipine (Nimotop). Terapi lain untuk
vasospasme, yang disebut sebagai "terapi triple-H," ditujukan untuk
meminimalkan efek merusak dari iskemia serebral.
Peningkatan Tekanan Intracranial
Peningkatan ICP dapat terjadi setelah stroke iskemik atau hemoragik
tetapi hampir selalu terjadi setelah perdarahan subaraknoid, biasanya
karena gangguan sirkulasi CSF yang disebabkan oleh darah di tangki
basal. Penilaian neurologis sering dilakukan, dan jika ada bukti
kerusakan dari peningkatan ICP (karena edema serebral, herniasi,
hidrosefalus, atau vasospasme), drainase CSF dapat dilakukan dengan
drainase kateter ventrikel. Mannitol dapat diberikan untuk mengurangi
ICP. Ketika manitol digunakan sebagai ukuran jangka panjang untuk
18. mengontrol ICP, dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit
(hiponatremia atau hipernatremia; hipokalemia atau hiperkalemia)
dapat terjadi.
Mannitol menarik air keluar dari jaringan otak melalui osmosis dan
mengurangi air seluruh tubuh melalui diuresis. Pasien dipantau untuk
tanda-tanda dehidrasi dan peningkatan kembali ICP. Intervensi lain
mungkin termasuk meninggikan kepala tempat tidur, sedasi, dan terapi
hiperosmolar (dibahas di bagian vasospasme) (Broderick, Connolly,
Feldmann, et al., 2007; Presciutti, 2006; Smeltzer, et al., 2010).
Cacat jangka panjang yang umum termasuk hemiparesis,
ketidakmampuan untuk berjalan, ketergantungan total atau parsial
untuk aktivitas kehidupan sehari-hari (ADL), dan depresi. Selain
dampak fisik, kognitif, dan emosional dari stroke pada penderita stroke,
stroke juga mempengaruhi kehidupan pengasuh dan keluarga korban
stroke. Stroke adalah perubahan seumur hidup bagi penderita stroke dan
keluarganya (Lewis, et al., 2013).
Stroke Berulang
19. Daftar Pustaka
Lewis, S. L., Dirksen, S. R. D., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2014). Medical-
surgical nursing: Assessment and management of clinical problems, 9th
edition. St.
Louis, Missouri: Elsevier Mosby.
Lippincott Williams & Wilkins. (2012). Medical-Surgical Nursing Made Incredibly Easy,
3rd
edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., Cheever, K. H. (2010). Brunner & suddarth’s:
textbook of medical-surgical nursing (12th
ed.). Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.
Timby, B. K., & Smith, N. E. (2010). Introductory medical-surgical nursing (10th
ed.).
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
White, L., Duncan, G., & Baumle, W. (2013). Medical-surgical nursing an integrated
approach (3rd
ed.). New York: Delmar Cengage Learning