Metode hermeneutika dan penerapannya pada psikoanalisa
1. METODE HERMENEUTIKA DAN PENERAPANNYA PADA PSIKOANALISA
1. Metode Hermeneutika
Hermeneutika adalah kata yang sering didengar dalam bidang teologi, filsafat, bahkan
sastra. Hermeneutik Baru muncul sebagai sebuah gerakan dominan dalam teologi Protestan
Eropa, yang menyatakan bahwa hermeneutika merupakan “titik fokus” dari isu-isu teologis
sekarang. Martin Heidegger tak henti-hentinya mendiskusikan karakter hermeneutis dari
pemikirannya. Filsafat itu sendiri, kata Heidegger, bersifat (atau harus bersifat)
“hermeneutis”. Sesungguhnya istilah hermeneutika ini bukanlah sebuah kata baku, baik
dalam filsafat maupun penelitian sastra; dan bahkan dalam bidang teologi penggunaan term
ini sering muncul dalam makna yang sempit yang berbeda dengan penggunaan secara luas
dalam “Hermeneutika Baru” teologis kontemporer.
Hermeneutika selalu berpusat pada fungsi penafsiran teks. Meski terjadi perubahan
dan modifikasi radikal terhadap teori-teori hermeneutika, tetap saja berintikan seni
memahami teks. Pada kenyataannya, hermeneutika pra-Heidegger (sebelum abad 20) tidak
membentuk suatu tantangan pemikiran yang berarti bagi pemikiran agama, sekalipun telah
terjadi evaluasi radikal dalam aliran-aliran filsafat hermeneutika. Sementara itu,
hermeneutika filosofis dan turunannya dalam teori-teori kritik sastra dan semantik telah
merintis jalan bagi tantangan serius yang membentur metode klasik dan pengetahuan agama
Metode hermeneutika lahir dalam ruang lingkup yang khas dalam tradisi Yahudi-
Kristen. Perkembangan khusus dan luasnya opini tentang sifat dasar Perjanjian Baru, dinilai
memberi sumbangan besar dalam mengentalkan problem hermeneutis dan usaha
berkelanjutan dalam menanganinya.
Para filosof hermeneutika adalah mereka yang sejatinya tidak membatasi petunjuk
pada ambang batas tertentu dari segala fenomena wujud. Mereka selalu melihat segala
sesuatu yang ada di alam ini sebagai petunjuk atas yang lain. Jika kita mampu membedakan
dua kondisi ini satu dan yang lainnya, maka kita dapat membedakan dua macam fenomena:
ilmu dan pemahaman. Masalah ilmu dikaji dalam lapangan epistemologi, sedangkan masalah
pemahaman dikaji dalam lapangan hermeneutika. Sehingga dengan demikian, baik
epistemologi dan hermeneutika adalah ilmu yang berdampingan.
2. Defenisi Hermeneutika
Sebelum kita mendefinisikan hermeneutika, kita akan mengetahui terlebih dahulu
asal-mula kata hermeneutika. Sudah umum diketahui bahwa dalam masyarakat Yunani tidak
terdapat suatu agama tertentu, tapi mereka percaya pada Tuhan dalam bentuk mitologi.
Sebenarnya dalam mitologi Yunani terdapat dewa-dewi yang dikepalai oleh Dewa Zeus dan
2. Maya yang mempunyai anak bernama Hermes. Hermes dipercayai sebagai utusan para dewa
untuk menjelaskan pesan-pesan para dewa di langit. Dari nama Hermes inilah
konsep hermeneutic kemudian digunakan. Kata hermeneutika yang diambil dari peran
Hermes adalah sebuah ilmu dan seni menginterpretasikan sebuah teks.
Hermeneutika (berasal dari bahasa Yunani: hermēneuō yaitu: menafsirkan) adalah
aliran filsafat yang bisa didefinisikan sebagai teori interpretasi dan penafsiran sebuah naskah
melalui percobaan. Kata tersebut berhubungan dengan dewa Hermes, dewa dalam mitologi
Yunani yang bertugas menyampaikan berita dari para dewa kepada manusia. Dewa ini juga
dewa ilmiah, penemuan, kefasihan bicara, seni tulis dan kesenian. Hermeneutika umumnya
dipakai untuk menafsirkan Alkitab, terutama dalam studi kritik mengenai Alkitab.
Definisi hermeneutika masihlah terus berkembang. Menurut Richard E. Palmer, definisi
hermeneutika setidaknya dapat dibagi menjadi enam. Sejak awal, hermeneutika telah sering
didefinisikan sebagai ilmu tentang penafsiran (science of interpretation).Akan tetapi, secara
luas, hermeneutika juga sering didefinisikan sebagai, pertama, teori penafsiran Kitab Suci
(theory of biblical exegesis). Kedua, hermeneutika sebagai metodologi filologi umum
(general philological methodology). Ketiga, hermeneutika sebagai ilmu tentang semua
pemahaman bahasa (science of all linguistic understanding). Empat, hermeneutika sebagai
landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan (methodological foundation of
Geisteswissenschaften). Lima, hermeneutika sebagai pemahaman eksistensial dan
fenomenologi eksistensi (phenomenology of existence dan of existential understanding). Dan
enam, hermeneutika sebagai sistem penafsiran (system of interpretation). Hermeneutika
sebagai sistem penafsiran dapat diterapkan, baik secara kolektif maupun secara personal,
untuk memahami makna yang terkandung dalam mitos-mitos ataupun simbol-simbol.
Keenam definisi tersebut bukan hanya merupakan urutan fase sejarah, melainkan
pendekatan yang sangat penting didalam problem penafsiran suatu teks. Keenam definisi
tersebut, masing-masing, mewakili berbagai dimensi yang sering disoroti dalam
hermeneutika. Setiap definisi membawa nuansa yang berbeda, namun dapat
dipertanggungjawabkan, dari tindakan manusia menafsirkan, terutama penafsiran teks.
Menurut Carl Braathen hermeneutika adalah ilmu yang merefleksikan bagaimana satu
kata atau satu peristiwa di masa dan kondisi yang lalu bisa dipahami dan menjadi bermakna
di masa sekarang sekaligus mengandung aturan – aturan metodologis untuk diaplikasikan
dalam penafsiran dan asumsi-asumsi metodologis dari aktivitas pemahaman. Semula
3. hermeneutika berkembang di kalangan gereja dan dikenal sebagai gerakan eksegegis
(penafsiran teks-teks agama) dan kemudian berkembang menjadi filsafat penafsiran. Sebagai
sebuah metode penafsiran, hermeneutika memperhatikan tiga hal sebagai komponen pokok
dalam kegiatan penafsiran yakni teks, konteks dan kontekstualisasi.
Dengan demikian setidaknya terdapat tiga pemahaman mengenai hermeneutika yakni :
Sebagai teknik praksis pemahaman atau penafsiran, dekat dengan eksegegis, yakni
kegiatan memberi pemahaman tentang sesuatu atau kegiatan untuk mengungkapkan
makna tentang sesuatu agar dapat dipahami.
Sebagai sebuah metode penafsiran, tentang the conditions of possibility sebuah
penafsiran. Hal – hal apa yang dibutuhkan atau langkah-langkah bagaimana harus
dilakukan untuk menghindari pemahaman yang keliru terhadap teks.
Sebagai penafsiran fisafat.
3. Aplikasi Pada Psikoanalisa
Menurut Ruth Berry (2001: 2) Psikoanalisa adalah sistem menyeluruh dalam
psikologi yang dikembangkan oleh freud secara berlahan ketika ia menangani orang yang
mengalami neurosis dan masalah mental lainnya. Psikoanalisa adalah sebuah model
perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi. Secara
historis Psikoanalisa adalah aliran pertama dari tiga aliran utama psikologi. Yang kedua
adalah behaviorisme, sedangkan yang ketiga adalah psikologi eksistensial-humanistik.
Menurut Freud, lapisan kesadaran jiwa itu kecil, dan analisis terhadapnya tidak dapat
menerangkan masalah tingkah laku seluruhnya. Freud juga berpendapat bahwa energi jiwa itu
terdapat didalam ketidaksadaran, yang berupa insting-insting atau dorongan-dorongan
(Fudyartanta, 2005: 89). Freud membandingkan jiwa dengan gunung es dimana bagian lebih
kecil yang muncul di permukaan air menggambarkan daerah kesadaran, sedangkan massa
yang jauh lebih besar di bawah permukaan air menggambarkan daerah ketidaksadaran
(Koswara, 1991: 60). Di dalam daerah ketidaksadaran itu ditemukan dorongan-dorongan,
nafsu-nafsu, ide-ide, dan perasaan-perasaan yang ditekan.
4. Bagi freud kepribadian manusia berhubungan dengan alam kesadaran (awareness). Alam
kesadaran terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu:
1) Alam sadar adalah bagian kesadaran yang memiliki fungsi mengingat, menyadari dan
merasakan sesuatu secara sadar. Alam sadar ini memiliki ruang yang terbatas dan saat
individu menyadari berbagai rangsangan yang ada di sekitar kita.
2) Alam prasadar yaitu bagian dasar yang menyimpan ide, ingatan dan perasaan yang
berfungsi mengantarkan ide, ingatan dan perasaan tersebut ke alam sadar jika kita
berusaha mengingatnya kembali.
3) Alam bawah sadar adalah bagian dari dunia kesadaran yang terbesar dan sebagian
besar yang terpenting dari struktur psikis, karena segenap pikiran dan perasaan yang
dialami sepanjang hidupnya yang tidak dapat disadari lagi akan tersimpan
didalamnya.
Hermeneutika sebagai sistem penafsiran dapat diterapkan, baik secara kolektif
maupun secara personal, untuk memahami makna yang terkandung dalam mitos-mitos
ataupun simbol-simbol. Misalnya pada konsep psikolanalisa yang menekankan pengaruh
masa lalu (masa kecil) terhadap perjalanan manusia. Walaupun banyak para ahli yang
mengkritik, namun dalam beberapa hal konsep ini sesuai dengan konsep pembinaan dini bagi
anak-anak dalam pembentukan moral individual. Dalam sistem pembinaan akhlak individual,
Islam menganjurkan agar keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anaknya agar dapat
tumbuh berkembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Norma-norma ini tidak bisa
datang sendiri, akan tetapi melalui proses interaksi yang panjang dari dalam lingkungannya.
Menurut teori Freud tentang “tahapan perkembangan kepribadian individu” dapat digunakan dalam
proses bimbingan, baik sebagai materi maupun pendekatan, ini memberi arti bahwa materi, metode
dan pola bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian individu, karena
pada setiap tahapan itu memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Oleh karena itu konselor yang
melakukan bimbingan haruslah selalu melihat tahapan-tahapan perkembangan ini, bila ingin
bimbingannya menjadi efektif.
REFERENSI
Bernard Ramm, Protetant Biblical Interpretation, trans. Silas C.Y. Chan (Monterey
Park, Ca.: Living Spring Publishing, 1983), hal. 10. Arndt and Gingrich, A Greek-
English Lexicon of The New Testament and Other Early Christian Literature
(Chicago: The Univ, of Chicago Press, 1957), hal. 309-310
http://binham.wordpress.com/2012/04/27/teori-kepribadian-psikoanalisa/
http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/22/filsafat-hermeneutika/
http://id.wikipedia.org/wiki/Hermeneutika_Alkitab
http://id.wikipedia.org/wiki/Psikoanalisis