1. Alienasi Manusia di Bawah Sistem
Kapitalisme Menurut Karl Marx
Tugas mata kuliah Filsafat Abad XX sebagai pengganti UAS
Semester Genap 2008/2009
Dosen: Vincensius Y. Jolasa, Ph.D
Oleh: Satrio Arismunandar
NPM: 0806401916
Program S3 Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Indonesia
Juni 2009
1
2. Pengantar
Teori alienasi atau keterasingan, sebagaimana diekspresikan dalam tulisan-tulisan
Karl Marx muda (khususnya dalam Manuskrip 1844), merujuk ke pemisahan hal-hal
yang secara alamiah milik bersama, atau membangun antagonisme di antara hal-hal yang
secara pas sudah berada dalam keselarasan.
Dalam penggunaan yang terpenting, konsep itu mengacu ke alienasi sosial
seseorang dari aspek-aspek ―hakikat kemanusiaannya‖ (Gattungswesen, biasanya
diterjemahkan sebagai species-essence atau 'esensi spesis,' atau species-being). Marx
percaya bahwa alienasi merupakan hasil sistematik dari kapitalisme.
Teori-teori Marx ini mengandalkan pada Esensi-esensi Kekristenan (1841) karya
Feuerbach, yang berpendapat bahwa gagasan tentang Tuhan telah mengasingkan ciri-ciri
makhluk
manusia.
Stirner
akan
membawa
analisis
itu
lebih
jauh,
dengan
mendeklarasikan bahwa bahkan ―kemanusiaan‖ itu sendiri merupakan pengasingan dari
individu. Marx dan Engels menanggapi pandangan itu dalam Ideologi Jerman (1845).
Empat Jenis Alienasi
Teori Alienasi Marx didasarkan pada pengamatannya bahwa di dalam produksi
industrial yang muncul di bawah kapitalisme, para buruh tak terhindarkan kehilangan
kontrol atas hidup mereka, karena tidak lagi memiliki kontrol atas pekerjaan mereka.
Para pekerja ini tak pernah menjadi otonom, yakni manusia yang merealisasi-diri dalam
setiap arti yang signifikan, kecuali lewat cara realisasi yang diinginkan kaum borjuis.
Alienasi dalam masyarakat kapitalis terjadi karena di dalam kerja, setiap orang
berkontribusi pada kemakmuran bersama. Namun, mereka hanya bisa mengekspresikan
secara mendasar aspek sosial dari individualitas lewat sistem produksi yang tidak
dimiliki secara sosial, atau secara publik. Namun, hal ini juga berlaku untuk perusahaan
yang dimiliki swasta, di mana masing-masing individu berfungsi sebagai instrumen,
bukan sebagai makhluk sosial.
Marx mengatribusikan empat jenis alienasi pada buruh di bawah kapitalisme.
Pertama, manusia teralienasi dari alam. Kedua, manusia teralienasi dari dirinya sendiri,
dari aktivitasnya sendiri. Ketiga, manusia teralienasi dari species-being (dari dirinya –
2
3. being—sebagai anggota dari human-species). Kempat, manusia teralienasi dari manusia
lain. 1
Di bawah kapitalisme, pekerja dengan sesama pekerja juga terasing, karena
manusia lebih dipandang sebagai komoditi yang bisa diperdagangkan di pasar, ketimbang
melihatnya dalam konteks hubungan sosial. Pekerja terasing dari produk yang
dikerjakannya, karena hal ini memang yang dianggap layak oleh kelas kapitalis, yakni
produk itu lepas dari kontrol si pekerja. Terakhir, si pekerja juga terasing dari tindakan
produksi itu sendiri, karena kerja itu menjadi aktivitas yang tak bermakna, dengan hanya
menawarkan sedikit atau tak ada kepuasan sama sekali di dalamnya.
Jika dijabarkan secara sederhana oleh Gerge Ritzer, empat jenis alienasi pekerja
dalam sistem kapitalis adalah: a) aktivitas pekerja dipilih oleh pemilik/kapitalis, yang
sebagai imbalannya membayar upah mereka; b) kepemilikan produksi/produk berada di
tangan
pemilik/kapitalis; c) para pekerja tampaknya akan dipisahkan dari rekan-
rekannya sesama pekerja; terakhir, d) para pekerja disingkirkan dari potensi-potensinya,
dan tugas-tugas menjadi tak berarti atau tak ada maknanya.
Kritik Marx terhadap Hegel
Alienasi adalah sebuah klaim mendasar dalam teori Marxis. Hegel memaparkan
pengganti dari tahapan-tahapan bersejarah dalam spirit manusia (Geist), di mana spirit itu
bergerak maju ke arah pemahaman-diri sempurna, dan menjauh dari ketidakacuhan.
Dalam reaksi Marx terhadap Hegel, ada dua kutub idealis yang digantikan oleh
kategori-kategori materialis. Yakni, ketidakacuhan spiritual menjadi alienasi, dan ujung
transenden sejarah menjadi realisasi manusia terhadap species-being-nya.
Marx memiliki pemahaman spesifik terhadap pengalaman yang sangat tajam
tentang
alienasi,
yang
ditemukan
dalam
masyarakat
borjuis
modern.
Marx
mengembangkan pemahaman ini melalui kritiknya terhadap Hegel.
Menurut Hegel, melalui aktivitasnya, manusia menciptakan sebuah budaya yang
kemudian mengkonfrontasi mereka sebagai sebuah kekuatan yang asing (alien). Namun
bagi Hegel, aktivitas manusia itu sendiri tak lain dari ekspresi Spirit (atau Zeitgeist) yang
bertindak melalui manusia.
1
Lihat Boangmanalau, Singkop Boas. 2008. Marx, Dostoievsky, Nietzsche, Menggugat Teodisi &
Merekonstruksi Antropodisi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hlm. 135.
3
4. Pertama-tama, Marx menekankan, adalah kerja manusia yang menciptakan
kebudayaan dan sejarah, dan bukan sebaliknya. Dengan kata lain, Spirit adalah produk
manusia, bukan sebaliknya. Namun kemudian, praktik mengubah dunia material. Praktik
dengan demikian adalah obyektif, dan proses kerja (labour process) dengan demikian
adalah obyektivikasi kuasa-kuasa manusia.
Tetapi, jika pekerja berhubungan dengan produk mereka sebagai sebuah ekspresi
dari esensi mereka sendiri, dan mengenali diri mereka sendiri dalam produk mereka, dan
dikenali oleh orang-orang lain dalam kerja mereka, maka ini bukanlah landasan bagi
alienasi. Sebaliknya, ini adalah satu-satunya hubungan manusiawi yang asli.
Bacaan teleologis dari Marx, khususnya yang didukung oleh Alexandre Kojève
sebelum Perang Dunia II, dikritik oleh Louis Althusser dalam tulisannya tentang
―materialisme acak‖ (matérialisme aléatoire). Althusser mengklaim bahwa bacaan yang
disebutkan itu membuat kaum proletariat jadi subjek dari sejarah, tapi ternoda oleh
idealisme Hegelian --‖filsafat tentang subjek‖-- yang telah bertahan kuat selama lima
abad, dan yang telah dikritik sebagai ‖ideologi borjuis dalam filsafat.‖
Hubungan dengan Teori Marx tentang Sejarah
Dalam karyanya Ideologi Jerman, Marx menulis bahwa ‖berbagai hal sekarang
telah sampai ke perlewatan tertentu di mana individu harus menyesuaikan totalitas
kekuatan-kekuatan produktif yang ada, bukan hanya untuk mencapai aktivitas-diri (selfactivity), tetapi juga semata-mata untuk menjaga eksistensinya yang paling dasar.‖
Dengan kata lain, Marx tampaknya berpikir bahwa sementara manusia memiliki
kebutuhan untuk aktivitas-diri (aktualisasi-diri, sebagai lawan dari alienasi), ini hanya
memberi relevansi kesejarahan sekunder. Hal ini karena Marx berpikir bahwa
kapitalisme akan meningkatkan pemiskinan ekonomi kaum proletariat sebegitu cepat,
sehingga mereka akan dipaksa untuk membuat revolusi sosial sekadar untuk tetap hidup.
Dalam kondisi seperti ini, mereka mungkin bahkan tidak akan sempat sampai ke
situasi, di mana mereka akan mengkhawatirkan begitu banyak hal tentang aktivitas-diri.
Meski begitu, ini tidak berarti kecenderungan melawan alienasi hanya akan mewujudkan
dirinya manakala kebutuhan-kebutuhan lain sudah cukup terpenuhi. Tetapi, ini hanya
berarti bahwa kebutuhan-kebutuhan lain itu menjadi berkurang arti pentingnya.
4
5. Karya dari Raya Dunayevskaya dan lain-lain, dalam tradisi humanisme Marxis,
menarik minat ke arah perwujudan hasrat bagi aktivitas-diri, bahkan di kalangan para
pekerja yang sedang berjuang bagi lebih banyak tujuan-tujuan dasar.
Kaitannya dengan Kelas
Marx berpandangan, kaum kapitalis dan proletar sama-sama teralienasi, namun
masing-masing mengalami keterasingan (alienasi) mereka dengan cara yang berbeda.
Kelas pemilik dan kelas proletar menyajikan keterasingan-diri manusia yang sama.
Namun kelas kapitalis merasa tenteram dan diperkuat dalam keterasingan-diri ini. Kelas
kapitalis mengenali keterasingan itu sebagai kekuatannya sendiri dan di dalam kekuatan
itu terdapat kesamaan eksistensi manusia.
Sebaliknya, kelas proletariat merasa dilenyapkan dalam keterasingan. Mereka
melihat dalam keterasingan itu kondisi ketidakberdayaannya sendiri dan realitas dari
sebuah eksistensi yang tidak manusiawi.
Hal ini –jika menggunakan ekspresi dari Hegel—dalam kehinaan diri tersebut
terdapat kemarahan terhadap kehinaan itu. Yaitu, suatu kemarahan yang digerakkan
oleh kontradiksi antara hakikat kemanusiaan dan kondisi kehidupannya, yang bersifat
palsu, pasti dan negasi menyeluruh terhadap hakikat tersebut.
Di dalam antitesis ini, pemilik properti swasta karena itu adalah sisi konservatif,
sedangkan kaum proletar di sisi destruktif. Dari pihak pemilik properti muncullah
tindakan untuk melestarikan antitesis ini, sedangkan dari kaum proletar muncul tindakan
untuk menghancurkannya.
Sebagai penutup, dapat dikatakan bahwa alienasi merupakan proses di mana
manusia menjadi asing terhadap dunia tempat mereka hidup. Konsep alienasi ini juga
tertanam secara mendalam pada semua agama besar serta teori-teori sosial dan politik
zaman peradaban.
Katakanlah, gagasan bahwa suatu saat di masa lalu manusia hidup dalam
harmoni, dan ada semacam perpecahan atau keterputusan yang membuat manusia merasa
seperti orang asing di dunia. Namun, suatu saat di masa depan, alienasi ini akan teratasi
dan kemanusiaan akan kembali hidup dalam harmoni dengan dirinya sendiri dan dengan
alam. ***
Depok, 1 Juni 2009
5
6. Referensi:
1. Boangmanalau, Singkop Boas. 2008. Marx, Dostoievsky, Nietzsche, Menggugat
Teodisi & Merekonstruksi Antropodisi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
2. Kearney, Richard (ed.). 2006. Twentieth-Century Continental Philosophy.
Knowledge History of Philosophy Volume VIII. New York: Routledge.
3. Goldstein, Laurence. 1990. The Philosopher’s Habitat: An Introduction to
Investigations in, and Applications of, Modern Philosophy. New York:
Routledge.
4. Honderich, Ted. 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford/New York:
Oxford University Press.
5. Russell, Bertrand. 1948. History of Western Philosophy and Its Connection with
Political and Social Circumstances from the Earliest Times to the Present Day.
London: George Allen and Unwin Ltd.
6