Poros Saudi-Mesir-Israel terbentuk secara informal karena kepentingan bersama mereka untuk menekan kelompok Islam seperti Ikhwanul Muslimin. Konflik panjang di Timur Tengah telah melemahkan dunia Islam dan membuka peluang kerja sama antara Arab Saudi, Mesir, dan musuh lamanya Israel.
Dekonstruksi Derrida dan Pengaruhnya pada Kajian Budaya
POROS SAUDI
1. Terciptanya Poros Saudi-Mesir-Israel
Oleh Satrio Arismunandar
Kehancuran dunia Islam di kawasan Timur Tengah akibat perang dan konflik
berkepanjangan terus berlanjut. Perpecahan di antara sesama Arab sendiri praktis telah
melahirkan poros informal dengan "musuh lama tapi mesra," Israel.
Bagi umat Islam Indonesia, yang masih punya sedikit saja keprihatinan terhadap nasib
saudara-saudaranya di belahan Timur Tengah, seharusnya menangis. Yang dimaksud "umat
Islam Indonesia" di sini bukan mewakili kubu, partai, kelompok, sekte, madzhab, atau aliran
tertentu. Tetapi mereka yang pandangannya sudah melampaui sekat-sekat kepentingan sempit
dan picik semacam itu.
Betapa tidak? Kita pernah melihat kehancuran parah dalam perang Irak-Iran, perang Irak
melawan koalisi militer dukungan Amerika (1991) pasca invasi ke Kuwait, dan serbuan militer
Amerika ke Irak (2003). Belum lagi menyebut pendudukan Rusia dan kemudian Amerika
bersama sekutunya NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) di Afganistan.
Masalah Palestina, yang menjadi isu utama konflik Arab-Israel, tidak menunjukkan
tanda-tanda penyelesaian. Israel terus bercokol di Palestina, bahkan meneruskan program
permukiman ilegal Yahudi di tanah-tanah yang diduduki. Rencana perundingan perdamaian
Palestina-Israel yang disponsori Amerika sudah mati, bahkan sebelum perundingan dimulai.
Korban Jiwa Terus Bertambah
Suriah, menyusul tetangga-tetangganya di Tunisia, Libya, dan Mesir, juga dilanda
pergolakan rakyat, yang dikenal sebagai Arab Spring (musim semi Arab). Yang dimaksud
"pergolakan" di sini tidak seratus persen murni dari dalam negeri, tetapi didukung unsur-unsur
luar, mulai dari negara-negara Arab sendiri, serta Amerika dan sejumlah anggota NATO. Kalau
bukan karena adanya dukungan politik dari Rusia, sekutu lamanya, rezim Bashar al-Assad
mungkin juga sudah jatuh. Yang terjadi kemudian adalah perang berlarut-larut dengan korban
jiwa di kalangan rakyat yang terus bertambah.
Terakhir, kudeta militer Mesir terhadap Presiden Muhammad Mursi dari Ikhwanul
Muslimin, yang terpilih melalui pemilu demokratis pasca gerakan rakyat yang mejatuhkan rezim
Husni Mubarak, telah menghasilkan situasi yang rumit. Ikhwanul Muslimin yang memang punya
basis massa kuat terus berdemo menuntut dipulihkannya kedudukan Mursi. Militer Mesir, yang
didukung kubu liberal-sekuler, tegas menolak. Jalan penyelesaian pun buntu.
Mewakili Unsur Revolusioner
2. Arab Saudi, monarki yang tidak suka pada Ikhwanul Muslimin, secara tegas mendukung
kudeta oleh militer Mesir. Saudi melihat Ikhwanul Muslimin mewakili unsur revolusioner, yang
berpotensi untuk membesarkan anasir-anasir radikal antipenguasa di dalam Saudi sendiri.
Bahrain dan Uni Emirat Arab (UAE) juga mendukung kudeta militer Mesir.
Posisi negara-negara Arab Teluk ini ironisnya sama dengan "musuh lama tapi mesra,"
Negara Yahudi Israel. Israel lebih senang Mesir dipimpin oleh militer korup hasil binaan
Amerika, yang bisa diajak "bermain," dan sama-sama bisa bertindak keras terhadap kelompok
Islam seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Hamas di Palestina.
Maka saat ini secara informal praktis telah tercipta poros Saudi-Mesir-Israel, yang punya
kepentingan sama: meredam kelompok-kelompok Islam semacam Ikhwanul Muslimin, yang
dianggap berpotensi mengganggu kepentingannya.
Saudi sangat serius dalam mendukung militer Mesir. Terbukti, ketika Amerika --dalam
"basa-basi politik" supaya terlihat etis-- mengancam akan menghentikan bantuan keuangan
terhadap pemerintah militer yang represif di Mesir, Saudi mengatakan siap menalangi. Saudi
bersama Bahrain dan UAE menjanjikan 12 miliar dollar AS untuk Mesir, jauh melebihi bantuan
Amerika sendiri. ***
Jakarta, 26 Agustus 2013
*Artikel ini ditulis untuk Majalah Aktual (tapi batal dimuat karena masalah teknis).
Biodata Penulis:
* Satrio Arismunandar adalah anggota-pendiri Aliansi Jurnalis Independen atau AJI (1994), Sekjen AJI (1995-97),
anggota-pendiri Yayasan Jurnalis Independen (2000), dan menjadi DPP Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)
1993-95. Pernah menjadi jurnalis Harian Pelita (1986-88), Kompas (1988-1995), Majalah D&R (1997-2000), Harian
Media Indonesia (2000-Maret 2001), Produser Eksekutif Divisi News Trans TV (Februari 2002-Juli 2012), dan
Redaktur Senior Majalah Aktual – www.aktual.co (sejak Juli 2013). Alumnus Program S2 Pengkajian Ketahanan
Nasional UI ini sempat jadi pengurus pusat AIPI (Asosiasi Ilmu Politik Indonesia) 2002-2011.
Kontak Satrio Arismunandar:
E-mail: satrioarismunandar@yahoo.com; arismunandar.satrio@gmail.com
Blog pribadi: http://satrioarismunandar6.blogspot.com
Mobile: 081286299061