Carl Gustav Hempel tentang Eksplanasi Ilmiah, Teori Konfirmasi dan Paradoks B...
SBY_NSA
1. Luar Negeri:
Ketika Presiden SBY Sudah
Tidak Punya Rahasia Lagi
Oleh Satrio Arismunandar
Badan Keamanan Nasional Amerika telah menyadap komunikasi telepon 35 pemimpin
dunia, yang nomor kontaknya diberikan oleh pejabat pemerintah AS. Patut diduga,
Presiden Indonesia termasuk salah satu yang menjadi korban penyadapan.
Di kalangan intelijen Amerika, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tampaknya sudah
tidak punya rahasia lagi. Pembocoran berbagai dokumen rahasia oleh Edward Snowden, mantan
karyawan CIA (Badan Intelijen Pusat AS) yang kini “mengungsi” ke Rusia, mengisyaratkan hal
itu. Menurut bocoran isi dokumen yang dilaporkan Guardian, Oktober 2013, Badan Keamanan
Nasional Amerika atau NSA (National Security Agency) telah memantau percakapan telepon 35
kepala negara di dunia. Sangat mungkin, salah satu kepala negara yang disadap itu adalah SBY.
Menurut memo rahasia bertanggal Oktober 2006 yang dibocorkan Snowden, NSA
mendorong pejabat-pejabat senior di departemen-departemen yang menjadi “pelanggan” data
NSA --seperti Gedung Putih, Departemen Luar Negeri, dan Pentagon-- untuk memberikan
nomor telepon para politisi asing terkemuka. Nomor-nomor itu langsung dimasukkan ke daftar
pemantauan NSA.
Tidak ada nama yang secara spesifik disebutkan di dokumen bocoran itu. Namun, sebagai
pemimpin pemerintahan Indonesia, negara Muslim berpenduduk terbesar di dunia dan berposisi
strategis di Asia Tenggara, telepon Prersiden SBY hampir pasti juga disadap. Setidaknya ada 200
nomor telepon yang sudah diserahkan ke NSA. Snowden pastinya tahu dengan baik, karena
selain sebagai spesialis komputer, ia juga penah menjadi kontraktor NSA.
Menimbulkan ketegangan diplomatik
Indonesia secara resmi menjalankan kebijakan politik luar negeri yang bebas-aktif,
sehingga tidak masuk dalam kategori sekutu dekat AS. Namun, bahkan sekutu AS yang jelasjelas dekat pun juga jadi sasaran penyadapan. Inilah yang menyebabkan kemarahan dan
ketegangan diplomatik antara AS dengan sekutu-sekutunya di Uni Eropa dan NATO (Pakta
Pertahanan Atlantik Utara).
2. Kanselir Jerman Angela Merkel terang-terangan telah menuduh intelijen AS menyadap
telepon selulernya. Menyadari dampak negatif ucapan Merkel, Sekretaris Pers Gedung Putih, Jay
Carney, buru-buru mengeluarkan pernyataan bahwa “AS tidak memantau dan tidak akan
memantau” komunikasi telepon Kanselir Jerman. Namun, kericuhan diplomatik sudah terlanjur
merebak dan tidak mudah diredam.
Terakhir, Perancis juga sudah mengirim surat resmi, yang meminta AS tidak mengulangi
praktik penyadapan itu. Oktober 2013, Presiden AS Barack Obama menelepon Presiden Perancis
Francois Hollande, untuk menanggapi laporan di Le Monde bahwa NSA telah mengakses lebih
dari 70 juta rekaman telepon warga Perancis dalam periode tunggal 30 hari. Sedangkan, laporan
sebelumnya di Der Spiegel telah mengungkapkan aktivitas NSA dalam menyadap kantor dan
komunikasi para pejabat senior Uni Eropa.
Namun, meski penyadapan terhadap para pemimpin negara asing sudah dilakukan,
hasilnya tidak spektakuler. Memo itu mengakui, data intelijen yang diperoleh “hanya sedikit
yang layak dilaporkan.” Dalam kasus sengketa dengan Merkel, AS kini malah menghadapi kritik
internasional yang meningkat. Implikasinya, manfaat intelijen yang bisa diperoleh dari
penyadapan terhadap pejabat pemerintah asing yang bersahabat dengan AS ternyata tidak
seimbang dengan potensi kerugian, akibat rusaknya hubungan diplomatik antara kedua pihak.
Belum semua dokumen rahasia yang dibocorkan Snowden ini terbuka di depan publik.
Bukan tidak mungkin, akan ada lagi pengungkapan rahasia-rahasia lain yang lebih
mencengangkan. Snowden kini hidup dalam pengasingan di Rusia. Ia mungkin tak akan pernah
bisa pulang lagi ke AS sebagai manusia bebas, sesudah buka-bukaan dokumen rahasia ini.
(Diolah dari berbagai sumber)
Jakarta, 25 Oktober 2013
*Artikel ini ditulis untuk dimuat di Majalah Aktual.
Biodata Penulis:
* Satrio Arismunandar adalah anggota-pendiri Aliansi Jurnalis Independen atau AJI (1994), Sekjen AJI (1995-97),
anggota-pendiri Yayasan Jurnalis Independen (2000), dan menjadi DPP Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)
1993-95. Pernah menjadi jurnalis Harian Pelita (1986-88), Kompas (1988-1995), Majalah D&R (1997-2000), Harian
Media Indonesia (2000-Maret 2001), Produser Eksekutif Divisi News Trans TV (Februari 2002-Juli 2012), dan
Redaktur Senior Majalah Aktual – www.aktual.co (sejak Juli 2013). Alumnus Program S2 Pengkajian Ketahanan
Nasional UI ini sempat jadi pengurus pusat AIPI (Asosiasi Ilmu Politik Indonesia) 2002-2011.
Kontak Satrio Arismunandar:
E-mail: satrioarismunandar@yahoo.com; arismunandar.satrio@gmail.com
Blog pribadi: http://satrioarismunandar6.blogspot.com
Mobile: 081286299061