1. Teori kritis merupakan upaya sadar untuk memadukan teori dan praxis (tindakan). Teori-teori
tersebut jelas normatif dan bertindak untuk mencapai perubahan kondisi yang dapat
mempengaruhi masyarakat, atau sebagaimana dikatakan Della Pollock dan J. Robert Cox, “to
read the world with an eye towards shaping it”. Penelitian kritis bertujuan untuk
mengungkapkan cara di mana kepentingan-kepentingan antar kelompok saling bersaing dan
berbenturan, serta di mana konflik diselesaikan untuk mendukung kelompok-kelompok tertentu
atas yang lain. Teori kritis oleh karena itu, sangat peduli terhadap kepentingan-kepentingan
kelompok marjinal (marginalized groups).
A. Pengertian Teori Kritis
Istilah teori kritis pertama kali ditemukan Max Hokheimer pada tahun 30-an. Awalnya teori
kritis berarti pemaknaan kembali gagasan-gagasan ideal modernitas berkaitan dengan nalar dan
kebebasan. Pemaknaan ini dilakukan dengan mengungkap deviasi dari gagasan-gagasan ideal
tersebut dalam bentuk saintisme, kapitalisme, industri kebudayaan, dan institusi politik borjuis.
Untuk memahami pendekatan teori kritis, tidak bisa tidak, harus menempatkannya dalam
konteks Idealisme Jerman dan kelanjutannya. Karl Marx dan generasinya menganggap Hegel
sebagai orang terakhir dalam tradisi besar pemikiran filosofis yang mampu ”mengamankan”
pengetahuan tentang manusia dan sejarah. Namun, karena beberapa hal, pemikiran Marx mampu
menggantikan filsafat teoritis Hegel. Menurut Marx, hal ini terjadi karena Marx menjadikan
filsafat sebagai sesuatu yang praktis; yakni menjadikannya sebagai cara berpikir (kerangka pikir)
masyarakat dalam mewujudkan idealitasnya. Dengan menjadikan nalar sebagai sesuatu yang
’sosial’ dan menyejarah, skeptisisme historis akan muncul untuk merelatifkan klaim-klaim
filosofis tentang norma dan nalar menjadi ragam sejarah dan budaya forma-forma kehidupan.
Dan dapat diartikan sebagai teori yang menggunakan metode reflektif dengan melakukan
kritik secara terus-menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomiyang
ada.Teori kritis menolak skeptisisme dengan tetap mengaitkan antara nalar dan kehidupan sosial.
Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan
interpretatif dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, dankeadilanyang secara
tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan tetap memertahankan penekanan terhadap
normativitas dalam tradisi filsafat, teori kritis mendasarkan cara bacanya dalam konteks jenis
penelitian sosial empiris tertentu, yang digunakan untuk memahami klaim normatif itu dalam
konteks kekinian.
B. Tujuan dan Karakteristik Teori Kritis
Tujuan teorikritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong
kebebasan, keadilan dan persamaan. Teori ini menggunakan metode reflektif dengan cara
mengkritik secara terus menerus terhadap tatanan atau institusi sosial, politik atau ekonomi yang
ada, yang cenderung tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan, keadilan, dan persamaan.[1]
Ciri khas Teori Kritis tidak lain ialah bahwa teori ini tidak sama dengan pemikiran filsafat
dan sosiologi tradisional. Singkatnya, pendekatan teori ini tidak bersifat kontemplatif atau
spektulatif murni. Pada titik tertentu, ia memandang dirinya sebagai pewaris ajaran Karl Marx,
sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Selain itu, tidak hanya mau menjelaskan,
mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau
mengubah.
Pada dasarnya, esensi Teori Kritis adalah konstruktivisme, yaitu memahami keberadaan
struktur-stuktur sosial dan politik sebagai bagian atau produk dari intersubyektivitas dan
pengetahuan secara alamiah memiliki karakter politis, terkait dengan kehidupan sosial dan
politik.
C. Macam-macam Teori Kritis
1. Marxisme
2. `Marxisme dianggap sebagai dasar pemikiran dari semua teori-teori yang ada dalam tradisi kritis.
Marxiesme ( dengan M besar) berasal dari pemikiran Karl Marx, seorang ahli filsafat, sosiologi
dan ekonomi dan Friedrich Engels, sahabatna. Marxisme beranggapan bahwa sarana produksi
dalam masyarakat bersifat terbatas. Ekonomi adalah basis seuruh kehidupan sosial. Saat ini,
kehidupan sosial dikuasai oleh kelompok kapitalis, atau sistem ekonomi yang ada saat ini adalah
sistem ekonomi kapitalis.
Dalam masyarakat yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, profit merupakan faktor
yang mendorong proses produksi, dan menekan buruh atau kelas pekerja. Hanya dengan
perlawanan terhadap kelas dominan (pemilik kapital) dan menguasai alat-alat produksi, kaum
pekerja dapat memperoleh kebebasan. Teori Marxist klasik ini dinamakan ’The Critique of
Political Economy’ (kritik terhadap Ekonomi Politik).
Marx ingin membangun suatu filsafat praxis yang benar-benar dapat menghasilkan
kesadran untuk merubah realitas, pada saat Marx hidup, yakni masyarakat kapitalis berkelas dan
bercirikan penghisapan. Teori Marx meletakkan filsafat dalam konteks yang historis, sosiologis
dan ekonomis. Teori Marx bukan sekedar analisa terhadap masyarakat. Teori Marx tidak bicara
eonomi semata tetapi ”usahanya untuk membuka pembebasan manusia dari penindasan
kekuatan-kekutan ekonomis”.
Menurut Marx, dalam sistem ekonomi kapitalis yang mengutamakan profit, masing-masing
kapitalis beruang mati-matian untuk mengeruk untuk sebanyak mungkin. Jalan paling langsung
untuk mencapai sasaran itu adalah dengan penghisapan kerja kaum pekerja. Namun kaum
pekerja lama-lama memiliki kesadaran kelas dan melawan kaum kapitalis.
Yang akan terjadi menurut ramalan Marx adalah penghisapan ekonomi dengan cara
penciptaan kebutuhan-kebutuhan artifisial (palsu) lewat kepandaian teknologi kaum kapitalis.
Oleh karena itu kaum kapitalis monopolis ditandai dengan kemajuan teknologi yang luar biasa.
Dengan difasilitasi teknologi, tidak lagi terjadi penghisapan pekerja oleh majikan di sebuah
perusahaan, tetapi penghisapan ekonomi ”si miskin” oleh ”si kaya” di luar jam kerja, di luar
institusi ekonomi. Kapitalisme dapat menimbun untung karena nilai yang diberikan oleh tenaga
kerja secara gratis, di luar waktu yang sebenarnya diperlukan untuk memproduksi suatu
pekerjaan, Inilah salah satu kritik ekonomi politik kapitalisme Marx.
2. Frankfurt School
Frankfurt School atau Sekolah Frankfurt merupakan aliran atau mazhab yang secara
sederhana sering dipahami sebagai ”aliran kritis”. Teori-teori kritis banyak dikembangkan oleh
akademisi dengan meninggalkan ajaran asli Marxisme, namun perlawanan terhadap dominasi
dan penindasan tetap menjadi ciri khas. Teori-teori kritis ini sering disebut neo marxist
(amarxisme baru) atau marxist (denan m kecil).
Farnkfurt School berasal dari pemikiran sekelompok ilmuwan German di bidang filsafat,
sosiologi dan ekonomi yang tergabung ”the Institute for Sosial Research” yang didirikan di
Frankfurt, Jerman pada tahun 1923. Anggota-anggotanya antara lain : Max Horkheimer, Theodor
Adorno dan Hebert Macuse.
Frankfurt School diilhami ajaran Karl Marx, namun sekaligus melampui dan meninggalkan
ajaran Marx secara baru dan kreatif. Cara pemikiran Sekolah Frankfurt mereka sebut sendiri
sebagai ”Teori Kritik Masyarakat”. Teori Kritis memandang diri sebagai pewaris cita-cita Karl
Marx, sebagai teori yang emansipatoris. Teori Kritis tidak hanya menjelaskan tetapi mengubah
pemberangusan manusia.
Maksud teori itu adalah membebaskan manusia dari pemanipulasian para teknokrat
modern. (Sindhunata, 1983 : xiii). Teori Kritik Masyarakat pada hakekatnya mau menjadi
”Aufklarung”. Aufklarung berarti : mau membuat cerah, mau mengungkap segala tabir yang
menutup tabir, yang menutup kenyataan yang tak manusiawi terhadap kesadaran kita. Teori
Kritik Masyarakat mengungkapkan apa yang dirasakan oleh kelas-kelas tertindas, sehingga
kelas-kelas ini menyadari ketertindasannya dan memberontak.
3. Dalam Frankfurt School dikeal nama Jurgen Habermas, murid termasyhur Theodor W.
Adorno, yang membaharui Teori Kritis secara fundamental. Pokok pembaharuannya tersebut
adalah :
1. Bila ajaran Marx menganggap basik seluruh kehidupan adalah ekonomi dan bekerja adalah
aktivitas pokok manusia, maka menurut Habermas pekerjaan hanya salah satu tindakan dasar
manusia saja.
2. Di samping pekerjaan masih terdapat tindakan yang sama dasariah, yaitu interaksi atau
komunikasi antarmanusia,
Dalam konteks kedua ini kemudian nama Jurgen Habermas menjadi sangat terkenal di
kalangan akademisi komunikasi. Menurut Habermas penidasan tidak dapat bersifat total, tetapi
masih ada tempat di mana manusia dapat mengalami ide kebebasan, sehingga selalu masih ada
tempat berpijak untuk menentang penindasan. Tempat itu adalah komunikasi.
Temuan Habermas bahwa komunikasi adalah ”tempat ide kebebasan” dijelaskan Suseno
sebagai berikut :
”Habermas memperlihatkan bahwa komunikasi tidak mungkin tanpa adanya kebebasan,
Kita dapat saja dipaksa atau didesak untuk mengatakan ini atau itu, tetapi kita tak pernah dapat
dipaksa untuk mengerti. Manangkap maksud orang lain pun tak pernah dapat dipaksakan. Begitu
pula orang tak dapat dipaksa menyadari suatu kebenaran, untuk menyetujui suatu pendapat
dalam hati, atau untuk mencinta seseorang. Dalam pengalaman komunikasi sudah tertanam
pengalaman kebebasan”. (Sindhunata, 1983 : xxiii).
3. Postmodernisme
Postmodernisme adalah paham yang menolak bahwa proyek pencerahan yang dijanjikan
moderenitas. Menurut penganut posmodernisme, modernitas yang ditandai dengan munculnya
masyarakat industri dan banyaknya informasi telah memanipulasi berbagai hal termasuk
pengetahuan. Beberapa tokoh postmodernisme adalah :
1. Jean Fracois Lyotard, berpendapat bahwa postmodernime menolak janji besar
modernisme, bahwa modernisme membawa kemauan masyarakat.
2. Jean Baurillard, berpendapat bahwa dalam modernisme, realitas dan cerita tdak dapat
dibedakan. Maka budaya dalam masyarakat modern tidak dapat dipercaya karena merupakan
realitas artifisal atau realitas palsu. Misal : dengan kemauan teknologi, lukisan asli tidak dapat
dibedakan dengan lukisan pasu. Bahkan kadang yang palsu lebih bagus dari yang asli.
Postsrukturalis : adalah salah satu cabang postmodernisme yang secara khusus menolak
makna-makna tanda yang sudah terstruktur dalam pola pikir masyarakat. Setiap orang bebas
menafsirkan makna tanda yang ditemui. Roland Barthes tentang semiotika adalah salah satu
contoh.
Postkolonialisme : juga merupakan salah satu anak cabang postmodernisme, tetapi yang
secara khusus mempelajari budaya-budaya yang ada saat ini sebagai akibat proses penjajahan
masa lalu.[2]
4. Kajian Budaya
Teori-teori dalam Kajian Budaya berminat dalam mempelajari budaya-budaya yang
terpinggirkan oleh ideologi-ideologi dominan yang hidup pada sebuah budaya. Fokus Kajian
Budaya adalah perubahan sosial, yaitu munculnya atau diakuinya budaya-budaya yang
termarginalkan tersebut. Ini yang membedakan dengan Frankfur School yang melawan dominasi
untuk merebut kekuasaan dalam masyarakat. ”Arena bermain” Kajian Budaya antara lain : ras,
gender, usia.
Kajian Budaya merupakan sebuah bidang studi interdisipliner. Kajian Budaya diakui
sebagai bidang studi secara resmi, ditandai dengan munculnya ”the Centre for Contempory
Cultural Studies” di Birmingham, Inggris tahun 1964.
Salah satu teori atau konsep baru postmodern khususnya postkolonialisme dan juga dapat
dikategorikan sebagai kajian Budaya adalah : Teori Identitas Budaya yang dibuat Stuart Hall.
Teori ini menolak identitas Afrika (orang-orang kulit hitam) seperti yang diberikan oleh Eropa
(orang-orang kulit putih).
4. 5. Feminisme
Studi feminisme adalah label ”generik” bagi studi yang menggali makna penjenis
kelaminan (gender) dalam masyarakat. Perumus-perumus teori feminisme mengamati bahwa
banyak aspek dalam kehidupan memiliki makna gender. Gender adalah konstrusi sosial yang
meskipun bermanfaat, tetapi telah didominasi oleh bias laki-laki dan merugikan wanita. Teori
Feminisme bertujuan untuk terjadina kesetaraan antara laki-laki dan wanita di dunia.
Salah satu teori feminisme, khususnya teori komunikasi feminisme adalah tentang
Representasi yang disusun oleh Rakow dan Wackwitz.Rakow dan Wackwitz meneliti
penggunaan-penggunaan bahasa yang digunakan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut
:
1. Siapa dipilih untuk berbicara atau memutuskan sesuatu adalah merupakan pertanyaan politis,
yang menempatkan dimana posisi perempuan dan dimana laki-laki.
2. Siapa berbicara untuk siapa, atau suara siapa, yang dimuculkan dalam teks.
3. Satu bagian untuk mengungkapkan keseluruhan atau berbicara sebagai bagian dari
kelompok.
4. Siapa dapat berbiara dan merepresentasikan siapa?
5. Pemilihan penulis dan penerbit media.
Dalam kaitan dengan 5 pertanyaan di atas, penelitian Claire Johnson tentang film sejak
1970 menyimpulkan bahwa ”perempuan ditampilkan sebagaimana dikehendaki oleh laki-laki”,
dan Mary Ann Doane’s seorang analis film hollywood mengatakan bahwa ”perempuan harus
ditampilkan dalam sudut pandang perempuan, keinginan perempuan dan kegiatan perempuan”.
Salah satu teori feminisme itu adalah muted group theory, yang dirintis oleh antropolog
Edwin Ardener dan Shirley Ardener. Melalui pengamatan yang mendalam, tampaklah oleh
Ardener bahwa bahasa dari suatu budaya memiliki bias laki-laki yang melekat di dalamya, yaitu
bahwa laki-laki menciptakan makna bagi suatu kelompok, dan bahwa suara perempuan ditindas
atau dibugkam. Perempuan yang dibungkam ini, dalam pengamatan Ardener, membawa kepada
ketidakmampuan perempuan untuk dengan lantang mengekspresikan dirinya dalam dunia yang
didominasi laki-laki.
Teori komunikasi feminisme Cheris Kramarae memperluas dan melengkapi teori
bungkam ini dengan pemikiran dan penelitian mengenai perempuan dan komunikasi. Dia
mengemukakan asumsi-asumsi dasar dari teori ini sebagai berikut :
1. Perempuan menanggapi dunia secara berbeda dari laki-laki karena pengalaman dan
aktivitasnya berbeda yang berakar pada pembagian kerja.
2. Karena dominasi politiknya, sistem persepsi laki-laki menjadi dominan, menghambat
ekspresi bebas bagi pemikiran alternatif perempuan.
3. Untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat, perempuan harus menguah perspektif
mereka ke dalam sistem ekspresi yang dapat diterima laki-laki.
Kramarae mengemukakan sejumlah hipotesis mengenai perempuan berdasarkan beberapa
temuan penelitian :
1. Perempuan lebih banyak mengalami kesulitan dalam mengekspresikan diri dibanding laki-
laki. Ekspresi perempuan biasanya kekurangan kata untuk pengalaman yang feminim, karena
laki-laki yang tidak berbagi pengalaman tersebut, tidak mengembangkan istilah-istilah yang
memadai.
2. Perempuan lebih mudah memahami makna laki-laki daripada laki-laki memahami makna
perempuan. Bukti dari asumsi ini dapat dilihat pada berbagai hal : Laki-laki cenderung menjaga
jarak dari ekspresi perempuan karena mereka tidak memahami ekspresi tersebut, perempuan
lebih sering menjadi obyek dari pengalaman daripada laki-laki, laki-laki dapat menekan
perempuan dan merasionalkan tindakan tersebut dengan dasar bahwa perempuan tidak cukup
rasional atau jelas. Jadi perempuan harus mempelajari sistem komunikasi laki-laki, sebaliknya
laki-aki mengisolasi dirinyadari sistem perempuan.
5. 3. Hipotesis ke-3 ini membawa pada asumsi yang ketiga, perempuan telah menciptakan cara-
cara ekspresinya sendri di luar sistem lak-laki dominan misalnya : diary, surat, kelompok-
kelompok penyadaran dan bentuk-bentuk seni alternatif.
4. Perempuan cenderung untuk mengekpresikan lebih banyak ketidakpuasan tentang
komunikasi dibanding laki-laki. Perempuan mungkin akan berbicara lebih banyak mengenai
persoalan mereka dalam menggunakan bahasa atau kesukarannya untuk menggunakan
perangkat komunikasi laki-laki.
5. Perempuan seringkali berusaha untuk mengubah aturan-aturan komunikasi yang dominan
dalam rangka menghindari atau menentang aturan-aturan konvensional.
6. Secara tradisional perempuan kurang menghasilkan kata-kata baru yang populer di
masyarakat luas, konsekuensinya, mereka merasa tidak dianggap memiliki kontribusi terhadap
bahasa.
7. Perempuan memiliki konsepsi huloris yang berbeda daripada laki-laki. Karena perempuan
memiliki metode konseptualisasi dan ekspresi yang berbeda, sesuatu yang tampak lucu bagi
laki-laki menjadi sama sekali tidak lucu bagi perempuan.
IV. KESIMPILAN
Teori kritis menolak skeptisisme dengan tetap mengaitkan antara nalar dan kehidupan
sosial. Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan
interpretatif dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, dankeadilanyang secara
tradisional merupakan bahasan filsafat. Dengan tetap memertahankan penekanan terhadap
normativitas dalam tradisi filsafat, teori kritis mendasarkan cara bacanya dalam konteks jenis
penelitian sosial empiris tertentu, yang digunakan untuk memahami klaim normatif itu dalam
konteks kekinian.
Dalam perkembangannya, terdapat banyak tokoh dengan karakteristik pola teori kritis yang
berbeda-beda, yang masing-masing dipengaruhi oleh keadaan zamannya seperti yang telah di
jelaskan di atas.
TRADISI KRITIS DALAM ILMU KOMUNIKASI
Tradisi Kritis dalam komunikasi memang termasuk sulit untuk dikelompokan dalam satu varian
teori. Wood (2004) mengelompokan dalam satu tema dengan judul critical communication
theories yang meliputi teori feminis(feminist theory), teori kelompok bungkam (muted group
theory), dan teori budaya (cultural theory). Little John dan Foss (2009) menempatkan tradisi
kritis dalam komunikasi pada teori-teori tentang pelaku komunikasi, percakapan, kelompok,
organisasi, media, dan budaya dan masyarakat.
Tradisi Kritis memiliki keragaman (Little John dan Foss, 2009), di antaranya:
Pertama, Tradisi Marx. Meskipun tradisi kritiklah muncul sejak Marx dan Friedrich
Engels, marxisme merupakan cabang induk dari teori kritik. Merx mengajarkan bahwa cara-cara
produksi dalam masyarakat menentukan sifat masyarakat. Oleh karena itu, ekonomi adalah dasar
dari semua struktur sosial. Dalam system kapitalis, keuntungan mendorong produksi, suatu
proses yang berakhir dengan menekan buruh atau pekerja. Hanya ketika pekerja menentang
kelompok-kelompok dominan, cara-cara produksi dapat diubah dan kebebasan pekerja dapat
dicapai. Kebebasan tersebut memajukan perkembangan sejarah secara alami. Ketika kekuatan-
kekuatan oposisi bersinggungan dalam dialektik yang menghasilkan peringkat social yang lebih
tinggi. Teori marxis klasik ini dinamakan the critique of political economy.
Kedua, Frankfurt School adalahcabang yang kedua dari teori kritik dan faktanya sangat
bertanggung jawab terhadap kemunculan istilah critical theory. Frankfurt school masih sering
digambarkan sebagai persamaan dengan istilah teori kritik. Frankfurt school mengacu kepada
kelompok filsuf Jerman, sosiolog dan ekonom Max Horkheimer, Theodor Adornodan Herbert
Marcuse adalah diantara anggota-anggota yang paling terkenal-dihubungkan dengan institute fo
Social Research yang didirikan di Frankfurt pada tahun 1923. Pengikut aliran ini percaya demi
6. kebutuhan akan integrasi diantara kajian-khususnya filosofi, sosiologi, ekonomi dan sejarah –
untuk mempromosikan filosofi social yang luas atau teori kritik yang mampu menawarkan
pengujian yang komprehensif akan kontradiksi dan inter koneksi dalam masyarakat. Frankfurt
School merupakan Marxis dalam inspirasinya; pertama, pengikutnya melihat kapitalisme sebagai
tahap evolusi perkembangan sosialisme dan kemudian komunisme.
Ketiga, Teori kritik berada dalam paradigm modernis. Yaitu tradisi yang dibangun atas
sebuah asumsi melalui jawaban ilmu pengetahuan, bahwa agen individu sebagai agen perubahan
dan penemuan aspek budaya yang cuma-cuma.
Keempat, teori kritik yang dianggap melanggar modernitas dengan cara yang beragam. Di
antaranya tradisi kritis dalam kelompok ini meliputi :
Posmodernisme, dalampengertian yang umum adalah perpecahan antara modernitas dan proyek
pencerahan. Posmodernisme muncul pada akhir masyarakat industry dan munculnya jaman
informasi. Produksi barang-barang dianggap oleh posmodernisme sebagai jalan untuk
memproduksi dan memanipulasi pengetahuan. Dimulai pada tahun 1970-an menolak elitism,
puritanisme, dan sterelisitas’ rasional karena pluralism, relativitas, kebaruan (novelty) dan
kontradiksi. Tokoh-tokohnya Jean-Francois Lyotarddst.
Cultural Studies adalah sebuah tradisi kritik yang dihubungkan dengan ragam post-modernisme
dalam tradisi kritik. Para teoretikus kajian budaya pada prinsipnya membahas tentang ideologi
yang mendominasi sebuah budaya dengan mengkaji dampak terjadinya perubahan social dari
sebuah ideologi yang dominan. Oleh karena itu kajian budaya bukan dalam definisi umum, tetapi
budaya dalam arti “politis” dan kekuasaan yang kuat atas yang lemah.
Postrukturalisme, biasanya dianggap sebagai bagian dari proyek pos-modern karena pos-
strukturalisme mengolah usaha modern dalam menemukan kebenaran-kebenaran universal,
naratif, metode, dan makna yang digunakan untuk mengenal dunia. Tokoh-tokohnya di
antaranya: Jaques Derrida tahun 1966.
Post-kolonialisme, dengan kata kuncinya bahwa semua kebudayaan dipengaruhi oleh proses
kekaisaran dari era kolonialisasi sampai saat ini”. Gagasan yang dikemukan oleh Edward Said
(dalam Littlejohn and Foss, 2009) bahwa penjajahan menciptakan “kebedaan”. Penjajahan
menciptakan stereotip pada populasi kelas tertentu dan warna kulit tertentu. Para tereotikus pos-
kolonial mengkaji isu-isu sebagaimana yang dikaji oleh kajian budaya dan kritik, ras, kelas, dan
gender, dan seksualitas tetapi semua distuasikan dalam susunan geopolitik dari hubungan
negara-negara serta sejarah antar negara mereka.
KajianFeminis. Kajian feminis tidak sekedar menawarkan kajian gender. Feminis berusaha
menawarkan teori-teori yang memusatkan pada pengalaman perempuan dan untuk
membicarakan kategori-kategori gender dan sosial lainnya, termasuk ras, etnis, kelas, dan
seksualitas. Kajian feminis dalam komunikasi misalnya bagaimana praktik komunikasi berfungsi
menyebarkan ideologi-ideologi gender yang dimediasi oleh wacana.
PERSPEKTIF TEORI KRITIS
TEORI KRITIS lahir sebagai koreksi dari pandangan konstruktivisme yang kurang sensitif pada
proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun intitusional. Analisis
kritis menekankan pada konstelalsi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi
makna.
Aliran teori kritis bisa disebut ideologically oriented inquiry, yaitu suatu wacana atau cara
pandang terhadap realitas yang mempunyai orientasi ideologis terhadap paham tertentu. Ideologi
7. ini meliputi: Neo-Marxisme, Materialisme, Feminisme, Freireisme, participatory inquiry, dan
paham-paham yang setara.
SEJARAH PERSPEKTIF KRITIS
Kritik merupakan konsep kunci untuk memahami teori kritis. Teori ini dikembangkan oleh
Mahzab Frankfrut. Konsep kritik dari mahzab ini banyak berkaitan dengan konsep kritik para
filsuf, seperti Immanuel Kant, Hegel, dan Marx.
Immanuel Kant mempertanyakan kemampuan dan batas-batas rasio dalam proses pengetahuan.
Sebelumnya rasio yang terdiri dari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sangat berpengaruh
terhadap perkembangan pengetahuan, kemudian Kant mempertanyakan dengan cara apa dan
bagaimana rasio itu sampai memiliki konsep dan prinsip. Selanjutnya, lebih jauh, Kant
mempertanyakan kebenaran pengetahuan yang hanya berdasar pada rasio.
Teori kritik Hegel berbeda dengan Kant, Hegel memaknai teori kritiknya sebagai refleksi diri
atas rintangan-rintangan, tekanan-tekanan, dan kontradiksi yang menghambat proses
pembentukan diri dari rasio dalam sejarah. Kritik dapat juga berarti refleksi atas proses menjadi
sadar atau refleksi atas asal-usul kesadaran manusia. Bagi Hegel, hubungan antara individu dan
dunia eksternal ini dibuat secara historis dan bergantung pada jangka waktu kehidupan
seseorang.
Pengaruh Marxisme
Marx memandang bahwa teori kritik Hegel masih kabur dan membingungkan karena Hegel
memahami sejarah secara abstrak. Marx menegaskan bahwa yang dimaksud sejarah adalah
sejarah perkembangan alat-alat produksi dan sejarah hubungan-hubungan produksi. Sejarah
manusia dikembangkan berdasarkan pada alat apa yang digunakan untuk memproduksi
kebutuhan hidup manusia. Oleh karena itu ia juga menganggap bahwa gerak sejarah bisa
ditentukan oleh orang yang memiliki dan mengendalikan alat produksi.
Hubungan produksi diartikan Marx sebagai hubungan kekuasaan antara pemilik modal dan kaum
buruh. Kritik Marx juga banyak dipengaruhi oleh pengematannya terhadap sistem kapitalis yang
menggunakan kaum buruh untuk melakukan proses produksi tetapi imbalan yang diterima kaum
buruh sangat berbeda jauh dengan hasil yang diterima pemilik modal. Keuntungan untuk pihak
tertentu dan kerugian bagi pihak lain dalam hal yang sama.
Kritik dalam pemikiran Marx berarti usaha mengemansipasi diri dari penindasan dan alienasi
yang dihasilkan oleh hubungan –hubungan kekuasaan di dalam masyarakat. Kritik dalam
pengertian Marx berarti teori dengan tujuan emansipatoris, teori yang tidak hanya
menggambarkan sotuasi masyarakat namun juga membebaskannya.
Mahzab Frankfurt
Teori kritis banyak dipengaruhi oleh Marxisme, namun dalam beberapa hal dianggap berbeda
dengan Marxisme. Teori ini disebut juga teori Mahzab Frankfurt. Penyebutan ini didasarkan
pada lembaga yang mengembangkan teori kritis, yaitu Institute fur Sozialforchung di Frankfrut,
Main, Jerman.
Maksud teori kritis Mahzab Frankfurt adalah membebaskan manusia dari pemanipulasian para
teknokrat modern, membebaskan dari perbudakan, membangun masyarkat atas dasar hubungan
8. antarpribadi yang merdeka, dan pemulihan kedudukan manusia sebagai subjek yang mengelola
sendiri kenyataan sosialnya.
Tabel Teori kritis Mahzab Frankfurt: Orientasi dan Konsep-konsep Sentral
Totalitas: gagasan bahwa pemahaman apapaun tentang masyarakat harus mencakup dalam
keseluruhan dunia objektif dan subjektif yang member karakteristik untuk jangka waktu tertentu.
Totalitas melingkupi segalanya, tidak memiliki batas. Pemahaman tentang totalitas ini harus
menjadi pemahaman tentang unsur-unsurnya, ketika keseluruhan itu mendominasi bagian-bagian
dalam seluruh cakupannya.
Kesadaran: kekuatan yang secara ultim menciptakan dan menopang dunia sosial. Kesadaran
dibangun secara internal tetapi dipengaruhi oleh bentuk-bentuk yang diasumsikan lewat proses
objektivikasi dan dialektika antara dunia obejktif dan subjektif,
Keterasingan: keadaan dimana, dalam totalitas tertentu, keterjepitan kognitif muncul di antara
kesadaran seseorang dan dunia sosial objektif, maka orang tersebut melihat apa hal esensial dari
penciptaan kesadarannya sendiri dalam kekerasan, dominasi, realitas eskternal. Keterjepitan ini
adalah keterjepitan yang disebabkan alienasi, yang mencerabut seseorang dari dirinya yang sejati
dan menghambat pemenuhan potensialitas dirinya sebagai manusia.
Kritik: dalam kritik mereka tentang masyarakat kontemporer, teori kritis memfokuskan diri pada
bentuk dan sumber-sumber keterasiangan, yang mereka lihat sebagai penghambat kemungkinan
pemenuhan kemanusiaan sejati. Beragam perangkat perspektif ini mendekatinya dengan jalan
yang berbeda, pada beragam tingkat generalisasi.