Makalah ini membahas tentang pentingnya menjaga ikatan keluarga dan perilaku yang mendukungnya. Keluarga dijelaskan sebagai konteks utama sosialisasi dan sumber model komunikasi seseorang. Meski komunikasi keluarga tidak selalu harmonis, keluarga mampu mempertahankan identitas di tengah perubahan. Untuk menjaga hubungan, dianjurkan bersikap ramah, berkomunikasi terbuka, dan menghabiskan waktu b
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
Maintaining family ties
1. 1
Makalah
MAINTAINING FAMILY TIES
Disampaikan untuk Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah
Komunikasi Interpersonal
Dosen Pengampu : Dr. H. M. Nurul Yamin, M. Si.
Disusun oleh :
Ervina Nurfadillah (NPM: 20130710015)
KOMUNIKASI DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2. 2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Menjaga Ikatan Keluarga..................................................................................4
B. Perilaku Menjaga Hubungan.............................................................................6
BAB III PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................10
3. 3
BAB I
PENDAHULUAN
Komunikasi dan interaksi tidak dapat terlepas dari kehidupan kita. Dimana
pun dan kapan pun, kita berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita, baik
dalam cakupan yang luas seperti hubungan pertemanan atau rekanan, maupun yang
sempit seperti kekeluargaan.
Keluarga adalah satuan terkecil dalam masyarakat. Sebelum berinteraksi
dengan masyarakat, manusia terlebih dahulu berinteraksi dengan orang-orang
terdekatnya, yaitu keluarga.
Bagi sebagian orang, keluarga lebih penting daripada hal apapun yang
dimilikinya. Mereka merasa tenang dan terteram jika berada di tengah keluarga dan
tidak ingin terpisahkan sehingga selalu mempertahankannya agar tetap harmonis.
Namun bagi sebagian yang lain, keluarga bukanlah apa-apa, bahkan bukan sesuatu
yang layak untuk dipertahankan.
Keluarga sebagi sarana sosialisasi memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia. Eratnya hubungan kekeluargaan mungkin dapat memengaruhi
perilaku komunikasi seseorang. Oleh karena itu, menjaga ikatan kekeluargaan
menjadi hal yang tidak bisa diabaikan.
4. 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menjaga Ikatan Keluarga
Ada banyak model komunikasi interpersonal yang menyebabkan kesuksesan
ataupun kegagalan, dan macam-macamnya dapat menjadi sumber kesenangan
sekaligus kesedihan. Belakangan, kebanyakan buku sosiologi yang menjelaskan
teori keluarga berargumen bahwa teori komunikasi adalah salah satu paradigma
terbaru untuk mempelajari keluarga pada tahun 1980-an. Keluarga diartikan sebagai
“kesatuan personalitas yang berinteraksi”. 1
Keluarga tentulah bermacam-macam. Ada yang sangat terkenal dan
berkuasa, seperti keluarga Cendana, dan ada juga yang biasa-biasa saja. Dalam buku
Interpersonal Communication, keluarga diartikan sebagai konstruksi sosial yang
merupakan produk komunikasi dan juga konteks dimana komunikasi itu terjadi.
Seperti yang kita lihat, keluarga adalah sumber utama dari model komunikasi yang
kita alami.
Banyak orang mencari rumus atau seperangkat model komunikasi untuk
menumbuhkan kehidupan keluarganya. Tetapi menurut Trenholm, faktanya, banyak
terapis keluarga dan para peneliti sepakat bahwa mitos “keluarga ideal” sebenarnya
adalah masalah keluarga itu sendiri.
Mitos tersebut yaitu, bahwa keluarga ideal adalah sebuah rumah dimana
jarang sekali terjadi konflik. Para anggota keluarganya dapat berbicara dan berbagi
satu sama lain tentang apapun, tanpa memperhatikan perbedaan jenis kelamin, usia
maupun sudut pandang. Mereka tidak saling meneriaki, tidak saling mengejek dan
tetap tersenyum dengan nyamannya walaupun tidak setuju dengan anggota lain.
1Mary Fitzpatrick dan DianeBadzinski, Handbook of Interpersonal Communication, h. 730-731.
5. 5
Mereka membuka telinga lebar-lebar untuk mendengarkan anggota yang lain,
bercanda, bersenang-senang dan menghabiskan waktu bersama-sama karena merasa
bahagia dan menikmati sebuah keluarga.
Padahal dalam kenyataannya, keluarga-keluarga “normal” tidaklah selalu
saling setuju. Komunikasi yang terjadi dalam keluarga tidak melulu positif dan
penuh cinta karena masing-masing memiliki perbedaan yang mendasar dalam hal
perspektif maupun minat. Ada hal-hal tertentu dalam kehidupan keluarga yang
dapat menimbulkan titik-titik krisis. Sebagai contoh, perilaku negatif dan ekspresi
kritik pun terjadi di banyak keluarga.
Minat para anggota keluarga dan perubahan sosioekonomi membutuhkan
penyesuaian dan perubahan dari keluarga itu sendiri sebagai sebuah kesatuan. Ikatan
emosi dan loyalitas di antara anggota keluarga pun sangat berpengaruh dalam
komunikasi yang terjadi dan bagaimana komunikasi itu dimaknai. Komunikasi
keluarga sangat mungkin lebih intens daripada bentuk komunikasi lainnya.
Sehingga Sieburg menjelaskan bahwa kesalahan komunikasi yang terjadi dalam
hubungan keluarga mungkin akan lebih menyakitkan dan konsekuensinya akan
menjadi lebih serius daripada yang terjadi dalam hubungan lain.
Namun demikian, keluarga secara alami cenderung mempertahankan.
Keluarga mampu membatasi antara pesatnya perubahan masyarakat dan kebutuhan
individu untuk menjaga kekukuhan identitas. Sehingga sebuah keluarga, sekalipun
yang bermasalah, dapat kukuh bertahan dalam dunia yang terus berubah.2 Identitas
keluarga dibentuk oleh konteks sosial dan kultural di mana keluarga tersebut
tinggal.3
Trenholm menyebut bahwa keluarga adalah “kenyataan sosial” pertama kita,
juga merupakan sumber dari banyak model komunikasi dan tipe hubungan yang
akan terulang pada kehidupan kita di masa mendatang.
2 Sarah Trenholm, Interpersonal Communication, h. 254
3 Mary Fitzpatrick, h.729.
6. 6
Virginia Satir menggambarkan keluarga sebagai “pabrik” tempat orang-
orang yang berbeda karakter dibentuk. Sebagai “produsen” orang-orang, model-
model komunikasi, hubungan-hubungan, dan realitas sosial lainnya, keluarga dapat
dinilai karena menjalankan tugasnya dengan sangat baik atau justru sebaliknya.
Dalam beberapa kasus, hasilnya dapat terlihat bahwa sebagian keluarga mampu
menjadi warga yang produktif sedangkan sebagian yang lain tetap saja
menghasilkan orang-orang pelaku penyimpangan sosial. Tetapi dalam kebanyakan
kasus, hasilnya sangat beragam karena faktor lingkungan sosial pun
dipertimbangkan dapat berpengaruh.4
Seiring berkembangnya beragam keluarga, stereotip budaya menegenai
struktur keluarga tidak berubah dalam beberapa tahun ini. Stereotip dapat
mempengaruhi persepsi sehingga apa yang telah dialami seseorang dapat menjadi
keyakinan yang konsisten. Keyakinan mengenai suatu kelompok dapat juga
memengaruhi interaksi antara anggota kelompok. Pada gilirannya, stereotip seperti
demikian dapat memengaruhi bagaimana anggota dari bentuk keluarga yang
berbeda melihat dan menilai diri mereka sendiri.
Vangelisti mengatakan bahwa orang-orang memiliki harapan yang jelas
tentang bagaimana seharusnya para anggota keluarga berkomunikasi. Harapan
tersebut meliputi afeksi yang positif, pengertian, konflik, kejujuran, dan dukungan.
Individu yang memiliki harapan tinggi mengenai tertampaknya afeksi yang positif
dalam keluarga akan dapat menggambarkan keluarganya seperti terbuka, mampu
membicarakan topik yang beragam, dan memiliki afeksi secara fisik.5
B. Perilaku Menjaga Hubungan
Perilaku menjaga hubungan keluarga merujuk pada perilaku yang dapat
menjaga keberlangsungan hubungan dalam keluarga. Secara umum, ada banyak
alasan mengapa harus menjaga hubungan, di antaranya adalah sebagai berikut:
4Sarah Trenholm, h. 254.
5 Mary Fitzpatrick dan DianeBadzinski,h.754.
7. 7
a. Ikatan emosional. Sering kali orang mempertahankan hubungannya karena
saling menyayangi dan mencintai.
b. Kesesuaian. Orang yang sudah merasa nyaman dan cocok dalam suatu
hubungan, akan memilih untuk menjaga hubungannya agar tidak terputus.
c. Anak-anak. Pasangan dapat tetap bersama karena mereka merasa sangat baik
dengan kehadiran anak-anaknya. Mungkin juga karena anak-anak dapat
menutupi alasan yang sebenarnya, seperti takut sendirian, sudah merasa cocok,
keuntungan finansial dan sebagainya.
d. Ketakutan. Sebagian orang mungkin memiliki ketakutan tersendiri ketika
menghadapi dunia luar, atau ketika sendirian, sehingga mereka lebih memilih
untuk berada dalam sebuah hubungan.
e. Inersia atau kelembaman, yaitu kecenderungan untuk menentang atau
menghambat gerakan, baik itu berupa kemajuan maupun kemunduran. Orang
mungkin berpikir adanya perubahan dalam hubungannya akan menyebabkan
persoalan, sehingga memilih untuk tetap dalam hubungan yang sedang
dijalaninya.
f. Komitmen. Orang dapat membangun komitmen yang kuat satu sama lain.6
Menurut Devito, para peneliti telah merumuskan strategi-strategi yang dapat
dilakukan untuk menjaga hubungan. Strategi ini dapat juga diterapkan dalam
hubungan keluarga, yaitu di antaranya:
- Jadilah orang yang menyenangkan. Para pakar menyebutnya “perilaku
prososial”. Bersikap sopan, ramah, riang; menghindari konfrontasi; dan
dapat berkompromi. Perilaku prososial ini juga meliputi perlakuan kasih
sayang.
- Berkomunikasi. Obrolan-obrolan ringan yang terkesan tidak penting pun
sebenarnya diperlukan, karena itu tetap membutuhkan kontak sehingga
orang tetap saling berhubungan. Terlebih jika sesama anggota keluarga
dapat bersikap saling terbuka, dengan jujur mengatakan perasaannnya,
6 Joseph A. Devito, The Interpersonal Communication Book, (Boston: Pearson Education, Inc.,2007), h. 242.
8. 8
mendengarkan dengan empati, dan saling memberi saran yang
membangun.
- Melakukan aktivitas bersama-sama. Menghabiskan waktu bersama
keluarga, misalnya mengisi akhir pekan bersama, membersihkan rumah
bersama, mengunjungi anggota keluarga lain atau kerabat, bahkan hanya
duduk-duduk saja.7
Meski pada praktiknya hubungan antaranggota dipengaruhi oleh tipe dan
struktur keluarga, tidak ada salahnya menerapkan strategi-strategi di atas dalam
berkomunikasi dengan anggota keluarga mana saja.
7 Ibid., h. 244.
9. 9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam buku Interpersonal Communication, keluarga diartikan sebagai
konstruksi sosial yang merupakan produk komunikasi dan juga konteks dimana
komunikasi itu terjadi. Trenholm menyebut bahwa keluarga adalah “kenyataan
sosial” pertama kita, juga merupakan sumber dari banyak model komunikasi dan
tipe hubungan yang akan terulang pada kehidupan kita di masa mendatang.
Virginia Satir menggambarkan keluarga sebagai “pabrik” tempat orang-
orang yang berbeda karakter dibentuk. Sebagai “produsen” orang-orang, model-
model komunikasi, hubungan-hubungan, dan realitas sosial lainnya, keluarga dapat
dinilai karena menjalankan tugasnya dengan sangat baik atau justru sebaliknya.
Keluarga mampu membatasi antara pesatnya perubahan masyarakat dan
kebutuhan individu untuk menjaga kekukuhan identitas. Sehingga sebuah keluarga,
sekalipun yang bermasalah, dapat kukuh bertahan dalam dunia yang terus berubah.
Secara umum, ada banyak alasan mengapa harus menjaga hubungan, di
antaranya adalah ikatan emosional, kesesuaian, anak-anak, ketakutan, dan inersia.
10. 10
DAFTAR PUSTAKA
Devito, Joseph A. 2007. The Interpersonal Communication Book. Boston: Pearson
Education, Inc.
Trenholm, Sarah. 2000. Interpersonal Communication. USA: Wadsworth
Publishing Company.
Handbook of Interpersonal Communication.