MEMUTUS RANTAI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK-final
1. Hal 1 dari 4
MEMUTUS RANTAI KEKERASAN
PADA PEREMPUAN DAN ANAK
Perkumpulan Amerta
Oktober 2015
Pendahuluan
Beberapa waktu terakhir kita menyaksikan di layar kaca, membaca berita di koran, dan
mendengar siaran radio berbagai bentuk kekerasan pada perempuan dan anak dengan
intensitas dan derajat kekerasan yang tidak terbayangkan sebelumnya. Reaksi publik dan
para pemangku kepentingan pada umumnya adalah terkejut dan marah, serta tuntutan
untuk dilakukan penindakan dan penghukuman dengan segera dan keras.
Terjadinya tindak kekerasan pada perempuan dan anak yang terus menerus, lintas batas,
dan dalam bentuk yang semakin fatal memberikan pesan kuat bahwa ada sesuatu yang
lebih serius perlu segera dilakukan dan apa yang dilakukan selama ini belum memadai.
Paparan singkat ini adalah hasil diskusi yang dilakukan Perkumpulan Amerta untuk
mengelaborasi fenomena yang memprihatinkan ini dan merumuskan beberapa langkah
konkrit untuk mengatasinya.
Rantai Kekerasan
Kekerasan perlu dipahami bukan sekedar tindakan fisik dan kriminal yang dilakukan
oleh seseorang pada orang lain. Kekerasan adalah:
Segala tindakan, pembiaran, atau tatanan struktural yang berdampak pada cidera fisik,
psikologis, dan sosial, pada seseorang atau kelompok tertentu.
Kekerasan secara sosiologis memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
Kekerasan sebagai ekspresi dominasi dan kekuasaan. Mereka yang melakukan
kekerasan adalah yang dominan dan berkuasa (powerful) dan yang menjadi korban
adalah yang lemah dan tidak berdaya (powerless). Dalam konteks sosial yang ada,
perempuan dan anak seringkali merupakan pihak yang lemah dan tidak berdaya
sehingga dikorbankan.
Kekerasan sebagai paradigma dan perilaku yang dipelajari. Kekerasan bukan
perilaku bawaan. Kekerasan dipelajari dalam konteks sosial tertentu. Ekspresi
kekerasan secara tersamar maupun telanjang, secara lisan maupun tindakan, secara
langsung maupun tidak langsung, semua berkontribusi membangun budaya
kekerasan yang menyebabkan paradigma dan perilaku kekerasan dipelajari oleh
anggota masyarakat. Pengondisian sosial (social conditioning) merupakan proses
dimana korban kekerasan belajar tentang kekerasan dan pada gilirannya dia akan
menjadi pelaku kekerasan terhadap mereka yang dianggap lemah, khususnya
perempuan dan anak.
Kekerasan yang tidak dikoreksi akan memburuk. Tidak ada batas dari kekerasan.
Kekerasan yang tidak dikoreksi akan mengambil bentuk yang semakin lama semakin
ekstrim. Pada banyak kasus, pengabaian terhadap bentuk kekerasan skala rendah
2. Hal 2 dari 4
justru menjadi penguatan untuk terjadinya kekerasan pada skala yang lebih tinggi.
Ucapan yang intimidatif atau melecehkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang
tidak dikoreksi berpotensi menjadi tindak pembunuhan atau perkosaan. Inilah yang
disebut dengan penguatan oleh pengabaian (reinforcement by neglection)
Selain itu, kekerasan terjadi pada tiga aras yang secara skematik dapat digambarkan
sebagai berikut.
Dalam skema diatas, seseorang dapat menjadi korban pada tiga aras. Pertama, sebagi
bagian dari kelompok marjinal seseorang menjadi korban pemiskinan dan prasangka
karena statusnya. Kedua, yang bersangkutan menjadi korban karena lokasi tempat
tinggal yang tidak dapat dijangkau oleh pelayanan sosial dasar, khususnya pendidikan
dan kesehatan. Ketiga, yang bersangkutan dapat menjadi korban pelecehan oleh orang
lain atau kelompok tertentu.
Perempuan dan anak dari kelompok sosial yang rentan merupakan potensi korban
kekerasan yang seringkali kekerasan tersebut tidak muncul ke permukaan dan yang lebih
memprihatinkan ketika muncul ke permukaan dianggap sebagai sesuatu yang tidak
mendesak untuk ditangani.
Perempuan dan Anak Sebagai Korban
Perempuan dan anak merupakan korban yang sering terabaikan dan baru menjadi
perhatian ketika sudah terlambat. Hal-hal yang membuat perempuan dan anak rentan
sebagai korban adalah:
Ketidaksetaraan. Meski secara nasional dan resmi Indonesia mengakui kesetaraan
perempuan dan lelaki, dalam beberapa konteks sosial di daerah perempuan dan anak
memiliki posisi dan peran yang belum setara. Beberapa elemen adat dan keyakinan
menempatkan perempuan dan anak sebagai objek pasif tanpa ruang memadai untuk
memperjuangkan kesetaraan.
Akses. Akses yang belum merata khususnya terhadap proses pengambilan keputusan
menyebabkan berbagai kebijakan dan peraturan yang bias gender dan bias anak terus
terjadi dan terlanggengkan.
Kekerasan
Struktural
Kekerasan
Institusional
Kekerasan
Interpersonal
•Pemiskinan & marjinalisasi,
prasangka & kebencian
•Ditujukan pada kelompok sosial
tertentu, berlangsung terus menerus
•Perusakan alam, ketiadaan akses
pelayanan & hak dasar,
•Korban adalah sejumlah orang
dengan identitas/ lokasi sama
•Perkelahian antar pribadi/
kelompok, tindak kriminal,
pelecehan, perisakan
•Korban adalah perorangan/
keluarga
3. Hal 3 dari 4
Hegemoni. Hegemoni terjadi melalui pembentukan persepsi dan pola berpikir
(mindset) serta nilai-nilai yang membentuk keyakinan dan penerimaan terhadap
situasi yang ada. Tudingan beberapa pihak yang menyalahkan korban perkosaan
karena pakaian, kendaraan yang dipergunakan, pekerjaan yang dijalani, dan hal-hal
lain merupakan wujud konkrit dari hegemoni. Hegemoni juga membuat perempuan
dan anak yang menjadi korban tidak merasa dikorbankan karena hegemoni
membangun kesadaran palsu terhadap realita kekerasan yang dialami.
Memutus Rantai
Upaya memutus rantai kekerasan yang menjadikan perempuan dan anak sebagai korban
telah banyak dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat sipil. Namun demikian
mengingat kekerasan telah berkembang menjadi sebuah ideologi, budaya, bahkan cara
hidup yang lintas batas, maka upaya yang lebih sistematis diperlukan. Upaya tersebut
secara ringkas adalah sebagai berikut.
Penutup
Perempuan dan anak adalah identitas kita sebagai bangsa. Apa yang kita lakukan pada
perempuan dan anak akan menentukan identitas kita sebagai bangsa, apakah kita bangsa
yang beradab atau biadab. Perempuan dan anak adalah juga penentu masa depan
bangsa. Bila kita membiarkan kekerasan terjadi pada perempuan dan anak, maka
sesungguhnya kita sudah menentukan masa depan kita yang akan dipenuhi kekerasan
dan akhirnya mengalami kepunahan. Perkumpulan Amerta mengajak semua pihak
untuk bergandengan tangan dan menyingsingkan lengan baju mengakhiri rantai
kekerasan pada perempuan dan anak.
•Mengarusutamakan gender dan keutamaan melindungi yang
lemah dalam pendidikan
•Revitalisasi lembaga seperti PKK, Posyandu, Posbumil, dsb
sebagai pusat pendidikan popular
GAK-PA: Generasi
Anti Kekerasan
Pada Perempuan &
Anak
•Kemitraan dengan organisasi masyarakat sipil termasuk
akademisi, media, organisasi perempuan
•Mengembangkan sumber terbuka (open source) untuk materi
anti kekerasan pada perempuan dan anak
LAK PA: Liga Anti
Kekerasan Pada
Perempuan & Anak
•Memunculkan role model pribadi atau keluarga yang
memprioritaskan perempuan dan anak
•Memberikan apresiasi pada lembaga penegak hukum,
pemerintah daerah, dan kelompok yang proaktif melindungi
perempuan dan anak
JAK PA: Juara Anti
Kekerasan Pada
Perempuan & Anak
4. Hal 4 dari 4
adalah jejaring para praktisi CSR yang mengembangkan metode
dan praktik terbaik CSR untuk mendukung berbagai organisasi dan
perusahaan mengembangkan CSR dan mewujudkan kinerja sosial
yang efektif dan berkelanjutan.
PERKUMPULAN AMERTA mengembangkan kompetensi dalam:
SOCIAL STUDY. Berbagai kajian dan penilaian seperti PRA (Participatory Rural Appraisal),
PLA (Participatory Learning Action), Baseline Study, Studi Dampak, Social Risk
Assessment, SEAGA (Socio-Economic & Gender Analysis), SLA (Sustainable Livelihood
Analysis), HRIA (Human Rights Impact Assessment).
SOCIAL PROGRAM PLANNING & PROGRAMMING. Perumusan rencana strategis dan
program sosial berbasis konteks lokal dan model bisnis adalah langkah lanjut yang
dilaksanakan untuk memastikan program sosial dilaksanakan efektif dan efisien.
SOCIAL PROJECT MANAGEMENT. Berbagai bentuk program dan kegiatan yang
dilakukan oleh organisasi dan perusahaan perlu didesain untuk memiliki dampak sosial.
Microfinance& small business development, community organizing& facilitation, behavior change &
social marketing dan advocacy adalah bentuk-bentuk program sosial di lapangan.
Kantor:
Jl. PuloAsem Utara A 20
Kelurahan Jati, Pulo Gadung, Jakarta 13220, Indonesia
Ph: 62-21-29833288; Fax: 62-21-4719005
www.amerta.id