Makalah ini membahas tentang perilaku bullying di sekolah sebagai masalah sosial. Terdapat berbagai bentuk bullying seperti kontak fisik, nonverbal, pelecehan seksual. Penyebabnya adalah faktor keluarga, individu, dan sekolah seperti perlakuan kasar orang tua, temperamen anak, serta rendahnya pengawasan sekolah. Bullying berdampak buruk bagi korban dan pelaku.
1. ERILAKU SCHOOL BULLYING; MASALAH SOSIALDALAM DUNIA
PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan formal (Sekolah) merupakan agen sosialisasi setelah keluarga, dimana
seorang anak mulai mempelajari nilai-nilai baru yang tidak diperolehnya dalam keluarga.
Sekolah merupakan sarana untuk mempersiapkan seorang anak untuk menghadapi
peranannya dalam masyarakat. Robert Dreeben (1968) berpendapat bahwa yang dipelajari
anak di sekolah, selain membaca, menulis dan berhitung, adalah aturan-aturan mengenai
kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme (universlism), dan
spesifisitas.
Pada sekolah-sekolah yang menyelenggarakan pendidikan awal seperti Taman Kanak-
Kanak, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama, peranan guru sangat besar bahkan
dominan. Pada taraf pendidikan formal tersebut, guru mempunyai peranan yang cenderung
mutlak di dalam membentuk dan mengubah pola perilaku anak didik. Keadaan berubah
setelah anak ( yang sudah menjadi remaja) memasuki Sekolah Menengah Atas. Peran guru
dalam membentuk dan mengubah perilaku anak didik dibatasi dengan peran anak didik itu
sendiri dalam membentuk dan mengubah perilakunya. Sudah tentu bahwa guru masih tetap
berperan di dalam hal membimbing anak didiknya agar mempunyai motivasi yang besar
untuk menyelesaikan studinya dengan baik dan benar. Setidaknya itulah yang menjadi
peranan yang sangat diharapkan dari guru di tingkat Sekolah Menengah Atas.
Para siswa yang terdiri dari para remaja sudah mulai mempunyai sikap tertentu,
kepribadiannya mulai terbentuk dan menuju kemandirian. Oleh karena itu, para remaja mulai
mengkritik keadaan sekolah yang kadang-kadang tidak memuaskan baginya. pada tingkat
pendidikan ini, ketertarikan dan komitmen serta ikatan terhadap teman sebaya menjadi sangat
kuat. Hal ini karena remaja merasa bahwa orang dewasa tidak dapat memahami mereka,
sehingga hanya dengan seusianya ada kedekatan fisik ataupun psikis. Mereka kadang-kadang
bergurau melampaui batas kewajaran sehingga tidak disadari membuat orang lain sekitarnya
menderita, dan bila diperingatkan biasanya tidak mau menerima dan bahkan berbuat lebih
dahsyat lagi. Hal yang demikian itu membuat remaja bangga dengan perbuatan yang
dianggap tidak wajar.
2. Masalah-masalah yang dipaparkan di atas merupakan tindakan-tindakan bullying.
Tindakan bullying sebenarnya bisa terjadi dimana saja, baik di sekolah,di rumah, maupun
dilingkungan sekitar. Pada makalah ini penulis hanya akan membahas tindakan-tindakan
bullying yang terjadi di sekolah atau yang lebih di kenal dengan school bullying, dan
bahasannya hanya akan terfokus pada tindakan bullying yang dilakukan oleh siswa
khususnya siswa sekolah menengah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
Apa saja bentuk-bentuk school bullying
Apa yang menyebabkan terjadinya school bulying
Siapa pelakunya, karakterstik dan tipe bullies
Dampak yang ditimbulkan oleh perilaku bullying
Upaya penanganan; pencegahan dan penghapusan perilaku bullying
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menelusuri lebih mendalam mengenai
apa itu perilaku bullying, upaya pencegahannya perilaku bullying, serta dampak yang
`ditimbulkan dari perilaku bullying baik terhadap korban bullying maupun pelaku bullying itu
sendiri.
3. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Bullying
Bullying (arti harfiahnya: penindasan) adalah perilaku seseorang atau sekelompok orang
secara berulang yang memanfaatkan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan menyakiti
targetnya (korban) secara mental atau secara fisik. Menurut Merriam-Webster Online
Dictionary, bullying adalah “a blustering rowbeating person; especially one who is
habitually cruel to others who are weaker.” Melakukan bullying berarti to “treat someone
abusively or to affect them by means of force or coercion.”. Center for Children and Families
in the Justice System mendefinisikan bullying sebagai , “repeated and systematic harassment
and attacks on others.” Bullying bisa terjadi dalam berbagai format dan bentuk tingkah laku
yang berbeda-beda. Di antara format dan bentuk tersebut adalah; nama panggilan yang tidak
disukai, terasing, penyebaran isu yang tidak benar, pengucilan, kekerasan fisik, dan
penyerangan (mendorong, memukul, dan menendang), intimidasi, pencurian uang atau
barang lainnya, bisa berbasis suku, agama, gender, dan lain-lain.
Bullying merupakan suatu bentuk ekspresi, aksi bahkan perilaku kekerasan. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberi pengertian bullying sebagai "kekerasan fisik
dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap
seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi di mana ada hasrat untuk
melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma atau depresi dan tidak
berdaya."Bullying biasanya dilakukan berulang sebagai suatu ancaman, atau paksaan dari
seseorang atau kelompok terhadap seseorang atau kelompok lain. Bila dilakukan terus
menerus akan menimbulkan trauma, ketakutan, kecemasan, dan depresi. Kejadian tersebut
sangat mungkin berlangsung pada pihak yang setara, namun, sering terjadi pada pihak yang
tidak berimbang secara kekuatan maupun kekuasaan. Salah satu pihak dalam situasi tidak
mampu mempertahankan diri atau tidak berdaya. Korban bullying biasanya memang telah
diposisikan sebagai target. Bullying sering kita temui pada hubungan sosial yang bersifat
subordinat antara senior dan junior.
2.2 School Bullying
School Bullying termasuk dalam tindakan kekerasan yang merugikan orang lain.
Disebut kekerasan karena tindakan yang dilakukan untuk menyakiti orang lain, atau biasa
4. juga dengan tujuan tertentu, misalnya mencari perhatian, menginginkan kekuasaan di
sekolah, ingin dibilang jagoan, pamer atau menunjukan kekayaan seperti motor baru.
Selama ini upaya mengidentifikasi tindakan bullying siswa mengalami hambatan.
Perilaku bullying terselubung dan para korban yang enggan atau takut melaporkan tindakan
bullying yang dialaminya membuat para guru dan orang tua siswa tidak dapat mendeteksi
adanya tindakan bullying di sekolah. Tidak hanya itu, selama ini kampanye anti-bullying di
sekolah dan masyarakat juga masih sedikit dan terbatas.
Bullying bisa dilakukan secara individual maupun berkelompok. Di kota-kota besar
seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan kasus ini sering terjadi. Data di Jakarta misalnya,
menurut catatan Bimmas Polri Metro Jaya, tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar.
Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar; tahun 1995
terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain; tahun
1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri; dan tahun berikutnya
korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian
dan korban cenderung meningkat. Bahkan, sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai
tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus.
Penelitian yang dilakukan oleh Dorothy Espelage, menunjukkan indikasi bahwa
perilaku bullying menggejala secara umum. Para siswa melaporkan terjadinya bullying yang
dilakukan antarsesama mereka. Sebagian mengatakan bahwa mereka melakukannya karena
ikut-ikutan. Artinya, sebenarnya mereka tidak ingin melakukan bullying terhadap temannya,
tetapi merasa takut untuk melawan kehendak kelompok gangnya. Sebuah studi yang
dilakukan oleh Tonja Nansel dan kawan-kawan, mendapatkan bahwa 17 persen dari siswa
melaporkan bahwa mereka menjadi korban bullying di sekolah, sedangkan 19 persen
mengaku melakukan bullying terhadap temannya. Enam persen melaporkan mereka menjadi
pelaku sekaligus korban bullying.
2.3 Bentuk-Bentuk Perilaku School Bullying
A. Kontak fisik langsung
Kontak fisik langsung adalah serangan fisik yang dilakukan secara langsung, dapat
berupa memukul, mendorong, menendang, dan lainnya yang merupakan tindakan kekerasan.
Tindakan kekerasan adalah salah satu bentuk manifestasi rasa marah yang bersifat agresif
malignant (berat) yang menyebabkan kesakitan atau kerusakan pada obyek sasarannya.
Menurut Susilaningsih, ada dua faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya sifat
5. bertindak kekerasan ini, pertama, rasa marah yang tidak memperoleh pembinaan untuk
menjadi perilaku positif dan produktif. Kedua, lingkungan (keluarga, masyarakat, dan media)
yang sering memberi contoh bentuk tindak kekerasan sebagai ekspresi dari rasa amarah,
sehingga tidak sadar meniru tindakan itu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa salah satu contoh
tindak kekerasan adalah tawur antar remaja.
Faktor primer yang menjadi pemicu terjadinya tawur antar sekolah adalah adanya, (1)
mitos sekolah sebagai ahli tawur, (2) ideologi tawur yang disosialisasikan oleh siswa senior,
pada sekolah tertentu, (3) individu-individu potensial penyulut tawur, (4) dibentuknya sikap
loyalitas sukarela dan terpaksa mendukung tawur, (5) lemahnya sanksi terhadap tindakan
tawur. Sedangkan faktor sekunder adalah suasana sekolah yang tidak mendukung
berkembangnya aspek positif. Hal ini terjadi karena, (1) tiadanya kurikulum yang memberi
tempat secara spesifik bagi kekerasan yang dapat dilakukan oleh siapapun. Bentuk-bentuk
perilaku semacam ini bisa jadi karena masa pubertas.
B. Perilaku Non-verbal langsung
Perilaku ini dilakukan dengan menggunakan bahasa tubuh secara langsung oleh pelaku
bullying. Contoh yang sering terjadi di sekolah adalah pandangan sinis, menampilkan
ekspresi wajah yang merendahkan dan lainnya. Ada hal yang nampaknya sederhana tetapi
sesungguhnya menyakitkan orang lain, perilaku ini misalnya mengabaikan lawan bicara,
mengalihkan pandangan, dan gerkan-gerakan tubuh yang menghina orang lain.
C. Perilaku Non-verbal tidak Langsung
Yaitu perilaku yang diwujudkan dengan mendiamkan seseorang, berbuat curang pada
orang lain atau sahabat yang menyebabkan keretakan persahabatan, sengaja mengucilkan
teman, mengirim sms ancaman atau surat kaleng tanpa ada nama pengirim. Perilaku ini
dilakukan agar lawannya atau sahabatnya menjadi gelisah, terancam dan ketakutan.
D. Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual biasanya dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan.
Pelecehan seksual dilakukan ssecara fisik atau lisan menggunakan ejekan atau kata-kata yang
tidak sopan untuk menunjuk pada sekitar hal yang sensitif pada seksual. Secara fisik
pelecehan seksual bisa dilakukan dengan sengaja memegang wilayah-wilayah seksual lawan
jenis.
6. Pada tindak kekerasan seksual bisa juga terjadi dalam bentuk penghinaan-penghinaan
terhadap lawan jenis atau sejanis seperti halnya mengatakan teman laki-laki “banci” bagi
laki-laki yang feminim. Terjadinya tindak kekerasan ini bisa terjadi di dalam kelas ataupun di
luar kelas, baik dalam situasi yang serius atau saat bersenda gurau.
2.3 Penyebab Terjadinya Tindakan School Bullying
Beberapa faktor diyakini menjadi penyebab terjadinya bullying, keluarga, individual,
dan sekolah adalah beberapa hal di antaranya. Pertama, faktor keluarga; pelaku bullying bisa
jadi menerima perlakuan bullying pada dirinya, yang mungkin dilakukan oleh seseorang di
dalam keluarga. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang agresif dan berlaku kasar akan
meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan
orangtua kepada anak akan menjadi contoh perilaku. Hal ini akan diperparah dengan
kurangnya kehangatan kasih sayang dan tiadanya dukungan dan pengarahan membuat anak
memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pelaku bullying. Sebuah studi membuktikan
bahwa perilaku agresif meningkat pada anak yang menyaksikan kekerasan yang dilakukan
sang ayah terhadap ibunya.
Kedua, faktor kepribadian; salah satu faktor terbesar penyebab anak melakukan bullying
adalah tempramen. Tempramen adalah karakterisktik atau kebiasaan yang terbentuk dari
respon emosional. Hal ini mengarah pada perkembangan tingkah laku personalitas dan sosial
anak. Seseorang yang aktif dan impulsif lebih mungkin untuk berlaku bullying dibandingkan
orang yang pasif atau pemalu.
Beberapa anak pelaku bullying sebagai jalan untuk mendapatkan popularitas, perhatian,
atau memperoleh barang-barang yang diinginkannya. Biasanya mereka takut jika tindakan
bullying menimpa diri mereka sehingga mereka mendahului berlaku bullying pada orang lain
untuk membentuk citra sebagai pemberani. Meskipun beberapa pelaku bullying merasa tidak
suka dengan perbuatan mereka, mereka tidak sungguh-sungguh menyadari akibat perbuatan
mereka terhadap orang lain.
Ketiga, faktor sekolah; tingkat pengawasan di sekolah menentukan seberapa banyak dan
seringnya terjadi peristiwa bullying. Sebagaimana rendahnya tingkat pengawasan di rumah,
rendahnya pengawasan di sekolah berkaitan erat dengan berkembangnya perlaku bullying di
kalangan siswa. Pentingnya pengawasan dilakukan terutama di tempat bermain dan lapangan,
karena biasanya di kedua tempat tersebut perilaku bullying kerap dilakukan. Penanganan
yang tepat dari guru atau pengawas terhadap peristiwa bullying adalah hal yang penting
7. karena perilaku bullying yang tidak ditangani dengan baik akan meyebabkan kemungkinan
perilaku itu terulang.
2.4 Potensi Kekerasan dan Bahaya Bullying
Banyak fakta menunjukan bahwa bullying dapat berdampak serius bahkan fatal pada
perilaku perorangan maupun kelompok. Mengapa? Ini disebabkan karena bullying
merupakan bentuk perilaku kekerasan. Perilaku tersebut dipicu oleh energi negative yang
berwujud emosi (seperti kesal dan marah), yang dapat mendorong seseorang ataupun
kelompok siswa untuk bertindak anarkis, bahkan secara ekstrem bisa menjadi pemicu
tindakan kriminal, misalnya penganiayaan, pembunuhan.
Salah satu contoh kasus kriminal yang terkait dengan bullying di sekolah terjadi di
Amerika Serikat. Pernah diberitakan dua orang siswa di salah satu SMA di Colorado,
menembakkan senapan hingga menewaskan 13 siswa dan melukai sekitar 24 siswa yang lain,
dan kemudian mereka bunuh diri. Pada waktu itu peristiwa tersebut disiarkan juga oleh
stasiun televisi di Indonesia serta ramai dibahas di media massa. Fakta berdasarkan tinjauan
psikologi menunjukan bahwa kedua siswa tersebut mempunyai catatan sebagai pribadi yang
pernah mengalami intimidasi dalam waktu yang lama. Suatu temuan yang dirilis setelah
peristiwa itu menunjukkan bahwa ternyata 60-80% siswa pernah mengalami bullying di
sekolah.
2.5 Karakteristik Bully
Banyak pelaku bullying memiliki karakteristik psikologi. Tetapi umumnya perilaku
bullying mereka dipengaruhi oleh toleransi sekolah atas perilaku bullying, sikap guru, dan
faktor lingkungan yang lain. Selain itu, lingkungan keluarga juga mempengaruhi perilaku
bullying siswa. Bully biasanya berasal dari keluarga yang memperlakukan mereka dengan
kasar (Craig, Peters & Konarski, 1998, dan Pepler & Sedighdellam, 1998 dalam Sciarra
(2004; 353). Menurut Bosworth Espelage dan Simon (2001) dalam Aleude, Adeleke,
Omoike, & Akpaida (2008;152) para bully biasanya laki-laki, populer dan memiliki
kemampuan sosial yang bagus. Hal ini memudahkannya menarik banyak anggota dalam
kelompok dan dengan mudah dapat memanipulasi orang lain.
Secara fisik, pelaku bullying tidak hanya didominasi oleh anak yang berfisik besar dan
kuat, anak bertubuh kecil atau sedang yang memiliki dominasi psikologis yang besar di
kalangan teman-temannya juga dapat menjadi pelaku bullying. Alasan yang paling jelas
mengapa seseorang menjadi pelaku bullying adalah bahwa pelaku bullying merasakan
8. kepuasan apabila ia berkuasa di kalangan teman sebayanya. Selain itu, tawa teman-teman
sekelompok saat ia mempermainkan sang korban memberikan penguatan terhadap perilaku
bullyingnya (Tim Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008; 14).
Selanjutnya Barbara Coloroso (2007; 55-56) memaparkan sifat-sifat yang dimiliki
bully, yakni:
Suka mendominasi orang lain
Suka memanfaatkan orang lain untuk mendapatkan keinginannya
Sulit melihat situasi dari titik pandang orang lain
Hanya peduli pada keinginan dan kesenangan sendiri, bukan pada kebutuhan, hak-hak, dan
perasaan-perasaan orang lain
Cenderung melukai anak lain ketika tidak ada pengawasan dari orang tua atau orang dewasa
lainnya
Memandang anak yang lebih lemah sebagai mangsa
Menggunakan kesalahan, kritikan, dan tuduhan-tuduhan yang keliru untuk memproyeksikan
ketidakcakapannya pada target
Tidak mau bertanggung jawab pada tindakannya
Tidak memiliki pandangan terhadap konsekuensi jangka pendek, jangka panjang dan yang
tidak diinginkan dari perilakunya saat itu
2.6 Tipe-tipe Bully
Banyak ahli yang memberikan gambaran mengenai tipe-tipe pelaku bullying, namun
dari sekian banyak pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum, tipe-tipe bully
adalah sebagai berikut:
Tipe bully dilihat dari karakternya, yakni ada bully yang bersifat agresif dan pasif.
Tipe bully dilihat dari bentuk bullying yang dilakukan, yakni bully yang melakukan bullying
secara fisik (seperti memukul, menendang, dan mendorong korbannya), verbal (seperti
menghina dan mengejek) dan tidak langsung (seperti menyebar rumor).
Tipe bully yang sebelumnya menjadi korban bullying. Bully ini umumnya melakukan
pembalasan dendam dengan cara membullying orang lain.
Tipe bully yang sengaja melakukan kekerasan untuk mendapatkan kekuasaan, kontrol, dan
dominasi terhadap orang lain.
2.7 Karakteristik Korban Bullying
Biasanya seorang siswa yang menjadi korban bullying karena mereka terlihat tidak
mampu melindungi diri sendiri, memiliki fisik yang lemah, mudah menuruti kemauan teman
sebaya, atau memiliki sedikit teman. (E.V. Hodges, Boivin, Vitaro & Bukowski, 1999; E.V.
Hodges, Malone & Perry, 1997, dan Olmeus, 1993, dalam Hanis & Guerra, 2000, dalam
Sciarra, 2004; 355). Siswa yang gemuk, memakai kacamata, berbicara dengan aksen tertentu,
9. atau memiliki perbedaan latar belakang etnis juga bisa menjadi korban bullying (Olweus,
Limber dan Mihalic, 1999, dalam Hanis & Guerra, 2000, dalam Sciarra 2004; 355).
2.8 Upaya Penanganan atau Pencegahan School Bullying
Beberapa strategi penting yang dilakukan sekolah untuk menghentikan bullying adalah
sebagai berikut.
Menyediakan pengawasan yang baik untuk anak/siswa.
Memberikan konsekuensi yang efektif/tegas untuk pelaku.
Adanya komunikasi yang baik antara orangtua dan guru.
Memberi kesempatan pada semua siswa untuk mengembangkan keterampilan interpersonal
yang baik.
Menciptakan konteks sosial yang mendukung dan menyeluruh yang tidak mentolerir perilaku
agresif dan kekerasan.
Guru memberikan contoh perilaku positif dalam mengajar, melatih, membina, berdoa, dan
berbagai bentuk reinforcement lainnya.
Sekolah hendaknya proaktif dengan membuat program pengajaran keterampilan sosial,
problem solving, manajemen konflik, dan pendidikan karakter.
10. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bullying adalah perilaku seseorang atau sekelompok orang secara berulang yang
memanfaatkan ketidakseimbangan kekuatan dengan tujuan menyakiti targetnya (korban)
secara mental atau secara fisik.
School Bullying termasuk dalam tindakan kekerasan yang merugikan orang lain.
Selama ini upaya mengidentifikasi tindakan bullying siswa mengalami hambatan, karena
Perilaku ini terselubung dan para korban yang enggan atau takut melaporkan tindakan
bullying yang dialaminya. Tidak hanya itu, selama ini kampanye anti-bullying di sekolah dan
masyarakat juga masih sedikit dan terbatas.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seorang siswa melakukan tindakan bullying
antara lain: pertama faktor keluarga, seorang anak yang melakukan tindakan bullying
terhadap temannya bisa jadi karena ia mendapatkan perlakuan yang sama dalam keluarganya,
atau di karenakan kurangnya kontrol dari orang tua, faktor ke dua adalah dari individu anak
itu sendiri, keadaan psikologi yang tempramen membuat seorang anak dapat melakukan
tindakan kekerasan terhadap teman-temannya di sekolah, yang ketiga adalah faktor sekolah,
faktor ini di karenakan kurangnya perhatian sekolah dan kurangnya sanksi yang tegas yang
diberikan oleh pihak sekolah.
Banyak tipe bully yang digambarkan oleh para ahli antara lain dikelompokan sebagai
berikut:
Tipe bully dilihat dari karakternya
Tipe bully dilihat dari bentuk bullying yang dilakukan
Tipe bully yang sebelumnya menjadi korban bullying
Tipe bully yang sengaja melakukan kekerasan
3.2 Saran
Sampai saat ini masalah school bullying ini masih terselubung di sekolah – sekolah,
bahkan kurang mendapatkan perhatian dari pihak sekolah, dengan di biarkannya berlalu
begitu saja, atau hanya dengan memberikan sanksi yang ringan kepada pelaku – pelakunya.
Bahkan ada sekolah yang apabila sudah jatuh korban jiwa baru mulai terungkap adanya
perilaku bullying di kalangan siswa – siswanya. Sudah saatnya sekolah – sekolah
memberikan perhatian yang khusus terhadap masalah ini, karena semua orangtua pastinya
menginginkan agar anak – anaknya mendapatkan perlakuan yang sewajarnya di sekolah baik
11. dari pihak sekolah maupun teman – teman sebayanya, dan anak – anaknya merasa aman
ketika belajar.
Upaya – upaya yang bisa dilakukan pihak sekolah untuk mengatasi masalah ini antara lain:
Memberikan sosialisasi kepada siswa – siswanya akan bahaya dan ancaman perilaku
bullying.
Menetapkan kurikulum pengembangan diri, agar siswanya lebih banyak melakukan hal – hal
positif dan tidak melakukan hal yang bisa memicu terjadinya bullying ketika waktu kosong
Mengadakan kerja sama dengan orangtua siswa untuk melakukan kontrol terhadap anak
didiknya,
Memberikan sanksi yang tegas agar dapat meberikan efek jera bagi pelakunya.
12. DAMPAK BULLYING PADA ANAK / REMAJA :
Komisi Nasional Perlindungan Anak memberi definisi/pengertian terhadap bullying adalah :
kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok
terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat
untuk melukai atau menakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma / depresi dan tidak
berdaya.
Bentuk bullying ada 3 yaitu :
* Fisik (memukul, menampar, memalak atau meminta paksa yang bukan miliknya,
pengeroyokan menjadi eksekutor perintah senior).
* Verbal (memaki, mengejek, menggosip, membodohkan dan mengkerdilkan).
* Psikologis (mengintimdasi, mengecilkan, mengabaikan, mendiskriminasikan).
Terdapat berbagai dampak yang ditimbulkan akibat bullying. Dampak yang dialami korban
bullying tersebut bukan hanya dampak fisik tapi juga dampak psikis.
Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center Sanders
(2003; dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa bullying dapat membuat remaja merasa
cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka
untuk menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat
mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku
menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman.
Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan
bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide).
Coloroso (2006) mengemukakan bahayanya jika bullying menimpa korban secara berulang-
ulang. Konsekuensi bullying bagi para korban, yaitu korban akan merasa depresi dan marah,
Ia marah terhadap dirinya sendiri, terhadap pelaku bullying, terhadap orang-orang di
sekitarnya dan terhadap orang dewasa yang tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal
tersebut kemudan mulai mempengaruhi prestasi akademiknya. Berhubung tidak mampu lagi
muncul dengan cara-cara yang konstruktif untuk mengontrol hidupnya, ia mungkin akan
mundur lebih jauh lagi ke dalam pengasingan.
Terkait dengan konsekuensi bullying, penelitian Banks (1993, dalam Northwest Regional
Educational Laboratory, 2001; dan dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa perilaku
bullying berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kehadiran, rendahnya prestasi akademik
siswa, rendahnya self-esteem, tingginya depresi, tingginya kenakalan remaja dan kejahatan
orang dewasa. Dampak negatif bullying juga tampak pada penurunan skor tes kecerdasan
(IQ) dan kemampuan analisis siswa. Berbagai penelitian juga menunjukkan hubungan antara
bullying dengan meningkatnya depresi dan agresi.
Bullying bukanlah aktivitas normal pada anak-anak yang akan berlalu dengan sendirinya
seiring mereka dewasa. Perilaku bullying yang tidak ditangani dengan baik pada masa anak-
anak justru dapat menyebabkan gangguan perilaku yang lebih serius di masa remaja dan
dewasa, seperti: pelecehan seksual, kenakalan remaja, keterlibatan dalam geng kriminal,
kekerasan terhadap pacar/teman kencan, pelecehan atau bullying ditempat kerja, kekerasan
dalam rumah tangga, pelecehan/kekerasan terhadap anak, kekerasan terhadap orang tua
sendiri.
13. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku bullying dapat berdampak
terhadap fisik maupun psikis pada korban, Dampak fisik seperti sakit kepala, sakit dada,
cedera pada tubuh bahkan dapat sampai menimbulkan kematian. Sedangkan dampak psikis
seperti rendah diri, sulit berkonsentrasi sehingga berpengaruh pada penurunan nilai
akademik, trauma, sulit bersosialisasi, hingga depresi.
Dampak bullying pada anak sulit hilang
18 April 2014
Kirim
Anak-anakkorbanbullyingmemiliki risikoalami depresidankecemasan
Anak-anak yang menjadi korban bullying masih merasakan dampak kesehatan psikis dan
mental akibat peristiwa yang dialaminya lebih dari 40 tahun, seperti disampaikan oleh para
peneliti dari King's College London.
Para peneliti melakukan studi terhadap 7.771 anak-anak yang lahir pada 1958 dari usia tujuh
sampai 50 tahun.
Mereka yang mengalami gangguan atau bullying ketika masa anak-anak memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk mengalami depresi dan kecemasan, dan kemungkinan memiliki kualitas
hidup yang lebih rendah pada usia 50 tahun.
Kelompok anti bullying mengatakan masyarakat butuh dukungan jangka panjang setelah
mengalami bullying.
Sebuah studi yang dilakukan lebih dulu oleh peneliti dari Warwick University, melacak lebih
dari 1.400 orang berusia antara sembilan dan 26 tahun dan ditemukan bahwa bullying
menimbulkan konsekuensi negatif bagi kesehatan, prospek pekerjaan dan hubungan.
'Intervensi dini'
Peneliti senior Prof Louise Arseneault, dari Institut Psikiatri di King's College London,
mengatakan :"Kita harus beranjak dari persepsi yang menganggap bullying merupakan
bagian dari pertumbuhan. Para guru, orangtua dan pembuat kebijakan harus waspada bahwa
apa yang terjadi di lingkungan sekolah dapat berakibat jangka panjang bagi anak-anak.
"Program untuk menghentikan bullying sangat penting, tetapi kita juga butuh memperhatian
pada upaya intervensi dini untuk mencegah masalah itu dapat bertahan hingga masa dewasa."
Penelitian menyebutkan efek membahayakan dari bullying akan bertahan ketika faktor lain
termasuk masalah IQ di masa anak-anak, emosional dan tingkah laku serta status ekonomi
orangtua dimasukan dalam hitungan.
Lucie Russell, direktur kampanye dan media Young Minds, mengatakan penelitian
menekankan pada efek bullying tidak cuma sementara.
14. "Bullying merupakan peristiwa traumatik dan menyakitkan bagi anak-anak usia dini yang
mengalaminya dan dampak jangka panjangnya dapat bertahan sampai beberapa tahun
setelahnya.