Kekerasan seksual dapat berupa berbagai tindakan seksual tanpa persetujuan yang dapat menyebabkan penderitaan fisik dan psikis bagi korban. Kekerasan seksual sering terjadi terhadap perempuan dan anak-anak, dan dapat dilakukan secara online maupun offline."
3. Pengertian semantik, dari bahasa Latin :
Crimen ( kejahatan ) dan Logos ( ilmu )
Criminology (bahasa Inggris)
Kriminologie (bahasa Belanda)
Pengertian harafiah :
Ilmu pengetahuan ilmiah tentang kejahatan
4. Pola tingkah laku sosial kejahatan, kenakalan, dan penyimpangan
menurut faktor sosio demografis (waktu, tempat, usia, kelas sosial,
gender, rasdsb).
Pola korban kejahatan menurut faktor sosio demografis.Termasuk
pola hubungan antara pelaku dengan korbannya
Pola reaksi masyarakat terhadap kejahatan, kenakalan,
penyimpangan, sertakorbannya
Metode penanggulangan dan pencegahan kejahatan, kenakalan, dan
korban kejahatan
5. TEORITIS
Kriminologi teoritis berusaha untuk menjelaskan sebab-musabab
(etiologi) kejahatan dengan mempergunakan metode penelitian
ilmiah.
PRAKTIS
Kriminologi praktis bertujuan memanfaatkan hasil-hasil penelitian
kriminologi untuk kepentinganpraktis.
6. KEJAHATAN ADALAH POLA TINDAKAN SOSIAL YANG MERUGIKAN
MASYARAKAT, YANG CIRI-CIRINYA DAPAT DIAMATI DENGAN
MEMPERGUNAKAN KONSEP-KONSEP SOSI0LOGI.
KEJAHATAN ADALAH POLA TINGKAH LAKU SOSIAL YANG
DILAKUKAN OLEH INDIVIDU ATAU SEKELOMPOK INDIVIDU
(TERSTRUKSTUR MAUPUN TIDAK), MAUPUN OLEH SUATU
ORGANISASI (FORMAL MAUPUN NON FORMAL) TERMASUK NEGARA,
YANG MERUGIKAN MASYARAKAT (INDIVIDU, KELOMPOK,
LINGKUNGAN ALAM) SECARA MATERI, FISIK MAUPUN PSIKOLOGIS.
7. BEBERAPA TINGKAH LAKU YANG MERUGIKAN TERSEBUT,
MELALUI PROSES POLITIK OLEH LEMBAGA LEGISLATIF
DAPAT DIRUMUSKAN SECARA YURIDIS SEBAGAI
PELANGGARAN HUKUM (PIDANA) DAN KEPADA
PELAKUNYA DIBERIKAN SANKSI PIDANA
8. T.SELLIN
Juvenile delinquency adalah perbuatan yang bila dilakukan oleh
orang dewasa di sebut sebagai kejahatan
Albert K.Cohen
Kelakuan yang menyimpang dari harapan-harapan masyarakat, di
mana harapan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang sah di
masyarakat.
9. Kemampuan bertanggungjawab
Makna Perbuatan
Criminal Intent: kehendak untuk melakukan kejahatan
Batas Usia Pertanggungjawaban Kriminal :batas usia minimal
diajukan dalam proses hukum pidana.
10. Hati-hati jika kita bicara delinkuensi, karena bisa terjadi
INFLASI (terhadap definisidelinkuensi).
Oleh karena tidak ada batasan yang jelas, maka semua
perbuatan anak (DAPAT) digolongkan dalam delinkuensi.
11. Berdasarkan Deklarasi PBB tentang Prinsip-prinsip Dasar Keadilan
Bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan tahun 1985,
korban kejahatan adalah orang yang secara individual maupun
kelompok telah menderita, termasuk cidera fisik maupun mental,
penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau perampasan yang
nyata terhadap hak-hak dasarnya, baik karena tindakan (by act)
maupun karena kelalaian (by omission)”.
Seseorang dapat dipertimbangkan sebagai korban tanpa melihat
apakah pelaku kejahatan itu sudah diketahui, ditahan, dituntut,atau
dipidana dan tanpa memandang hubungan keluarga antara pelaku
dan korban.
12. Richard Quinney dalam “The Social Reality of Crime” mengatakan
bahwa realitas sosial kejahatan dibentuk melalui perumusan dan
penerapan definisi penjahat, perkembangan pola tingkah laku yang
berhubungan dengan definisi penjahat, dan pembentukan konsep
penjahat.
13. Pemikiran Kriminologi Modern :Positivis, Interaksionis, Kriminologi
Kritis (dikenal juga dengan istilah Kriminologi Konflik, Kriminologi
Baru, Kriminologi Sosialis, Kriminologi Radikal)
Pemikiran Kriminologi Posmodern :Realis Kiri, Kriminologi Feminis,
Kriminologi Konstitutif, Kriminologi Budaya, Peacemaking
Criminology, Kriminologi Kesejahteraan (Welfare Criminology),
Queer Criminology,Postcolonial Criminology, Green Criminology, dst
14. Melalui kajian dan penelitian kriminologi (kritis - feminis):
menghasilkan data dan hasil analisis data akan menjadi alat
advokasi perubahan kebijakan sosial –kriminologis berbasis bukti
untuk memperbaiki, mengubah, merekontruksi struktur sosial-
politik-budaya yang semula tidak adil, tidak berkesetaraan dan
mengandung kekerasan (structural violence) menjadi struktur yang
berkeadilan bagi setiap orang/manusia dan lingkungan hidup.
Melalui penelitian aksi (action research) kriminologi kritis– feminis
melakukan ‘intervensi’ perubahan/perbaikan di tataran
komunitas/lingkungan sosial tertentu.
15. Melalui tulisan :publikasi hasil penelitian maupun kajian berbasis data
sekunder/kajian pustaka. Baik melalui buku, artikel jurnal ilmiah, media
massa, dll.
Melalui kesaksian di pengadilan, khususnya kesaksian kasus pidana yang
melibatkan kelompok rentan dan marginal (anak, perempuan, orang
miskin, kelompok minoritas adat/identitas gender dan seksual/religi dlsb)
Melalui keterlibatan langsung gerakan activism bersama kelompok
masyarakat sipil
Melalui kegiatan pengabdian masyarakat : berbagi pengetahuan dan
keahlian dalam forum diskusi, pelatihan untuk komunitas/masyarakat, dan
tentu saja melalui kegiatan pengajaran
16.
17. Apa itu kekerasan seksual? Bentuk, ragam, pola.
Bagaimana kekerasan seksual dalam konteks hidup anak/remaja?
Kekerasan seksual adalah problem kita bersama. Mengapa kita harus
melawan dan menghentikan kekerasan seksual?
Bagaimana dampak kekerasan ini bagi korban?
Mengapa kekerasan initerjadi?
Bagaimana kita bereaksi :melawan, mencegah dan menghentikan
kekerasan ini?
Bagaimana reaksi/respon yang tepat ketika melihat, mendengar,
mengetahui peristiwa ini (kekerasan seksual) di sekitar?
Bagaimana reaksi/respon ketika kita menjadi korban kekerasan seksual?
18. Berbagai tingkah laku yang bersifat seksual yang tidak diinginkan
atau tanpa consent (persetujuan bebas). Aktivitas seksual tanpa
consent adalah perkosaan.
Consent memiliki prinsip: the explicit act of consent, informed
consent, voluntaryconsent
Sexual consent harus diberikan dalam kondisi sadar sepenuhnya,
tidak dalam situasi diintimidasi/terancam/tidak merdeka/ di bawah
pengaruh obat/narkotika dan sesuai dengan batas usia yang secara
hukum diijinkan/diperbolehkan, dan consent berlaku untuk tindakan
tertentu pada saattertentu.
19. Kekerasan seksual dapat berwujuddalam berbagai bentuk dan melibatkan
kontak fisik maupun non kontak fisik. Termasuk aktivitas penetrasi seksual
atau non penetrasi seksual seperti sentuhan yang disengaja, terpaan
terhadap konten yang mengandung material seksual yang abusive dan
eksploitatif.
Pada kasus anak-anak, tindakan kekerasan seksual termasuk tindakan orang
dewasa yang melibatkan atau membujuk anak-anak menjadi bagian dalam
aktivitas seksual. Dalam konteks anak, istilah consent tidak relevan, sebab
anak tidak dalam kemampuan memberikan consent (sexual consensual).
Pola kekerasan :pelaku umumnya berjenis kelamin laki-laki, korban
umumnya berjenis kelaminperempuan
Kekerasan seksual adalah salah satu bentuk Kekerasan terhadap Perempuan
(violence against women).
20. Pelaku adalah (kebanyakan) orang yang dekat dengan korban. Pada kasus
anak/remaja perempuan sebagai korban, pelaku terbanyak adalah ayah, paman,
kakek, kakak laki-laki, tetangga,guru sekolah, guru mengaji, pemilik pesantren,
pendeta/pastur/bruder, pengurus panti asuhan /tempat pengasuhan dan
perawatan pengganti. Para pelaku ini adalah orang dewasa laki-laki yang
seharusnya bertanggung jawab melindungi anak/remaja (korban).
Pada korban anak/remaja laki-laki, angkanya meningkat dan pelaku adalah laki-
laki dewasa, yang sebagian besar dikenal dekat oleh anak.
Keterlibatan anak/remaja laki-laki sebagai pelaku menunjukkan peningkatan. Data
penghuni LPKA di berbagai kota menunjukan tingginya anak-anak yang menjalani
hukuman karena pelanggaranseksual.
Terkadang kekerasan seksual ini melibatkan pelaku anak bersama dengan pelaku
dewasa, atau dilakukan secara kelompok terhadap satu korban, yang disebut
sebagai “gangrape”
21. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual mendefinisikan kekerasan seksual
sebagai setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau
perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau
fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak
seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan
persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa
dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan
atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau politik.
Yang rentan mengalami kekerasan seksual secara umum adalah perempuan
(dewasa, anak/remaja, bahkan balita). Namun demikian, disabilitas,
kelompok minoritas, miskin, merupakan factor yang memperbesar
kerentanan mereka.
22. Pelecehan seksual dengan kontak fisik / non kontak fisik,secara online - off line
Eksploitasi seksual :dilacurkan, pornografi (online –off line)
Pemaksaan kontrasepsi,
Pemaksaan aborsi;
Perkosaan;
Pemaksaan perkawinan /perkawinananak
Pemaksaan orientasi /preferensiseksual
Penyiksaan seksual.
Female genital mutilation (FGM/sirkumsisi) pada anak perempuan
Sexting
Revenge-porn
23. Internet /IT mempermudah dan memfasilitasi perkembangan kejahatan, termasuk
kekerasan seksual.
Kekerasan seksual yang difasilitasi teknologi mengacu pada cara-cara yang
digunakan oleh internet dan teknologi digital dalam terjadinya kekerasan seksual.
Salah satu bentuk kekerasan seksual online yang telah mengumpulkan banyak
perhatian media dan perhatian publik adalah berbagi gambar/video intim secara
non-konsensual.
Ini sangat membahayakan, meskipun sebagian pelaku mengaku iseng, atau ungkin
merasa ini adalah cara dia memamerkan keberhasilanya menundukan perempuan
(teman kencan/pacar) secara seksual. Dan banyak pelaku menggunakan cara ini
untuk mempermalukan korban, merendahkan, menyakiti, memeras korban.
Distribusi gambar /video intim non consensual merupakan pelanggaran langsung
terhadap otonomi seksual individu dengan efek mempermalukan, mengintimidasi
atau melecehkan korban
24. Sifatnya yang “borderless”(tanpa batas)
Mudah diakses
Sifat multimedia
Biaya murah dan kecepatan tinggi
Sifat interaktif, menimbulkan kecanduan/ketagihan
Fakta bahwa regulasi terhadap internet tidak mudah
25. Bentuk atau jenis kekerasan seksual yang sering menimpa/dialami remaja adalah
Sexting
Revenge-porn
Perkosaan (rape)
Pelencehan seksual (sexualharassment)
Baik dilakukan secara off line (tatap muka fisik) atau online (menyalahgunakan IT
sebagai “fasilitator” kekerasan). Dalam situasi pandemic dan PSBB seperti ini,
kekerasan di ruang privat/rumah dan berbasis IT (online) meningkat, dan
meningkatkan kerentanan anak/remaja dan perempuan (istri) mengalami kekerasan
domestic, dari pasangan/suami/ayah/anggota keluarga lainnya yang abusive.
Kekerasan seksual sering terjadi dalam pacaran (KDP)/dating violence, selain
kekerasan fisik dan psikis. Dan sebagaimana sifat kekerasan seksual yang sering
disenyapkan, korban paling sulit speak up,membicarakan kekerasan ini kepada orang
lain.
26. Kekerasan seksual adalah serangan terhadap integritas kebertubuhan (korban)
melanggar hak atas keamanan, rasa aman dan bebas dari rasa takut, serta
melanggar hak atas hidup yang layak.
Kekerasan seksual menjadi terror bagi perempuan, merusak, menderitakan
korban sehingga korban tidak dapat mengembangkan potensi diri secara
maksimal
Kekerasan seksual sebagai perampasan terhadap kemanusiaan dan martabat
korban, sebab kekerasan seksual mereduksi kualitas hidup dan kualitas diri
korban, dan membatasi korban mencapai posisi atau kedudukan yang
diinginkannya.
Angka kekerasan seksual nomor 2 tertinggi setelah KDRT (CATAHU Komnas
Perempuan). Pelaku kekerasan seksual sebagian adalah usia anak/remaja
(angkanya meningkat)
27. Selain luka/derita fisik, psikis/mental pada saat kekerasan terjadi, kekerasan
seksual menghasilkan kekerasan-kekerasan lainnya dan berlanjut. Korban
kekerasan seksual cenderung mengalami continuing victimization (viktimisasi
berlanjut) termasuk viktimisasi sekunder (viktimisasi oleh system peradilan
pidana), victim blaming (penyalahan korban) dan multiple victimization (korban
tidak saja mengalami kekerasan seksual tetapi juga kekerasan psikis dan fisik).
Dampaknya sangat menderitakan korban dan mengubah cara pandang korban
terhadap diri dan dunia di mana ia hidup.
Memberi pesan kerentanan /obyektifikasi seksual pada perempuan lain,
khususnya anak dan kelompok minoritas. Sekaligus pesan pada laki-laki tentang
kekuasaan / kontrol lelaki terhadap perempuan dan anak.
28. Mengapa laki laki (pelaku) melakukan kekerasan seksual terhadap (korban)
perempuan dan anak-anak? patriarkhi, obyektifikasi seksual pada perempuan,
rape culture ini merupakan structural violence (kekerasanstruktural)
Adanya toleransi,normalisasi bahkan dukungan terhadap kekerasan seksual yang
dilakukan oleh laki-laki (terhadap perempuam) berdasarkan budaya, agama atau
kepercayaan, dan atau gabungan atas ke duanya (religi/agama adalah bagian dari
budaya).
Peng-agungan dan peng-istimewaan laki-laki (atas perempuan) yang dibangun
dari ilusi superioritas laki laki atas perempuan, dan pewajiban heteroseksual,
menempatkan perempuan (dewasa dan anak) rentan menjadi target kekerasan
seksual..dan ini dianggap kodrat,alami, bahkan diyakini kebenarannya. Padahal
ini adalah konstruksi sosial (diciptakan secara sosial)
29. Tentu yang mendasar adalah meruntuhkan hal hal yang menjadi akar
masalah, yang berkontribusi terjadinya kekerasan seksual :patriarkhi -
system sex/gender yang meminggirkan dan merendahkan perempuan,
orang non hetero dan non binary konstruksi seksualitas perempuan
sebagai obyek kontrollaki-laki
Meninggalkan cara hidup yang mendukung, mentoleransi dan menormalisasi
kekerasan, dan meneguhkan cara hidup yang non violence, saling
menghormati, peduli serta saling mengasihi tanpa kecuali (mengecualikan
orang tertentu)
Memastikan para remaja laki-laki menghormati tubuh dan hak seksual
perempuan, dan bahwa setiap manusia setara dan berharga
Remaja laki-laki dan perempuan belajar dan memahami hak kesehatan
seksual dan reproduksi sejak dini
30. 1. Hak untuk hidup
2. Hak atas kebebasan dan keamanan
3. Hak atas kesetaraan dan bebas diskriminasi
4. Hak atas kerahasiaan (privacy)
5. Hak atas kebebasan berpikir
6. Hak mendapatkan informasi dan pendidikan
7. Hak memilih bentuk keluarga, dan membangun keluarga
8. Hak memutuskan kapan dan akan kah punya anak
9. Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan
10. Hak mendapatkan manfaat hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
11. Hak kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik
12. Hak bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang kejam
31. Menciptakan ruang sosial yang aman bagi korban dan potensial korban kekerasan
seksual, sekaligus ruang tidak aman bagi pelaku dan potensial pelaku
Memperkuat literasi digital dan resiliensi anak/remaja terhadap kekerasan,
khususnya kekerasan seksual
Pendidikan yang difokuskan pada pengajaran remaja tentang pentingnya
persetujuan bebas (consent),rasa hormat dan privasi
Inisiatif pendidikan harus menghindari menyalahkan korban dan mempermalukan
remaja dan eksplorasi seksualitas/seksual mempertimbangkan saran keselamatan
online sebagai tip untuk perlindungan, bukan jalan untuk pencegahan
Adanya protocol/SOP pencegahan kekerasan seksual di setiap sekolah
Secara nasioonal, ada UU khusus penghapusan kekerasan seksual sebagai
instrument paksa melawan/menghentikan kekerasan seksual, dan sekaligus
menegaskan kewajiban negara memenuhi hak-hak korban dan menyelenggarakan
system pencegahan yang mumpuni
32. Mendukung korban, mengakui pengalaman kekerasan korban, menghormati
privacy korban dan membantu korban mendapat bantuan professional yang
memadai untuk mendapatkan pendampingan hukum (jika diinginkan korban) dan
pemulihan atas penderitaan/luka/kerugian akibat kekerasan, serta bantuan lain
yang diperlukan seperti pusat layanan korban kekerasan seksual yang
diselenggarakan oleh LSM maupun pemerintah (termasuk hotline service, one stop
crisis center di RSCM dll)
Melaporkan kepada orang dewasa atau pihak yang bertanggung jawab atas
keamanan korban dan orang yang dipercaya korban
Memastikan setiap langkah yang kita tempuh harus mendapat persetujuan korban
dan mengutamakankepentingan korban
Memberi sanksi sosial terhadap pelaku
33. Jangan pernah menyalahkan diri sendiri. Sebab kekerasan seksual terjadi tidak karena
ada andil/kontribusi korban apalagi karena korban yang ‘mengundang”. Kekerasan
seksual terjadi semata mata karena pelaku yang punya masalah serius, menganggap
tubuh perempuan sebagai obyek kontrol /kuasa sekaligus obyek pemuas seks laki-laki,
memahami penundukan /pemaksaan seksual terhadap perempuan (dan anak)
merupakan ekspresi normal laki-laki (maskulin) atau bahkan mendapat pujian. Pelaku
adalah pihak yang memanfaatkan, mengeksploitasi posisi rentan dan kepercayaan
korban
Berusaha tenang dan segera mencari pertolongan dari teman/keluarga/orang yang
dipercaya untuk mendampingi dan menguatkan
Segera mengakses layanan bantuan professional yang tersedia sesuai kebutuhan kita
(layanan online dan offline dari pemerintah dan LSM). Dahulukan layanan untuk
pemulihan dari dampak kekerasan. Kemudian lapor polisi dengan pendamping.
Pastikan mendapat informasi yang lengkap dan rinci tentang setiap prosedur hukum
yang akan dijalani.Apapun keputusan yang diambil, kita harus paham konsekuensinya.
Pahami hak hak korban kekerasan seksual dan bagaimana mengaksesnya
34. Sobat ASK (Rutgers WPF Indonesia) : memberikan layanan konsultasi gratis dan ruang
belajar bersama bagi remaja yang peduli dengan isu kesehatan seksual dan reproduksi,
dan isu kekerasan berbasis jenis kelamin/gender. Silakan mengunjungi :
www.sobatask.net; info@sobatask.net; biolinky.co/sobatask; IG@SobatASK; FB Sobat ASK
LSM lain yang memberikan layanan adalah :
PKBI (layanan hotline konseling kesehatan seksual dan reproduksi, dan klinik)
LBH APIK Jakarta : layanan pendampingan hukum
Yayasan Pulih :layanan konsultasi psikologi
Lembaga negara independen HAM :KOMNAS PEREMPUAN, KPAI, KOMNAS HAM, LPSK
Lembaga pemerintah :Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(KPP-PA) menyediakan hotline pengaduan, dan unit pelayanan perempuan dan
perlindungan anak di setiap Polres dan Polda untuk laporan kasus kekerasan seksual.
35. Mencegah diri sendiri sebagai pelaku kekerasan atau pendukung kekerasan, khususnya
kekerasan seksual dengan jalan terus menerus belajar dan berupaya untuk menjadikan
diri kita sebagai manusia yang penuh hormat pada kehidupan dan penghidupan setiap
tubuh, dan setiap makhluk di muka bumi ini.
Menggunakan nalar /akal sehat dan hati nurani kita untuk senantiasa menghormati
kedaulatan teman, pacar atau siapapun atas tubuhnya, atas pilihan bebasnya dan
privasinya.
Menciptakan relasi personal seperti pertemanan, persahabatan, dalam keluarga,
pacaran yang sehat dan aman serta nyaman bagi kedua belah pihak. Artinya relasi itu
harus dibangun atas dasar nilai penghormatan dan keseteraan antar pihak. Bukan yang
satu merasa subyek (pengontrol) atas pihak lain (yang dijadikan obyek kontrol).
Perempuan bukan obyek kontrol laki-laki. Perempuan dan laki-laki setara, dan subyek
bagi dirinya sendiri.
Bila yang satu menguasai / mengontrol yang lain, maka ini adalah relasi toxic (beracun),
maka harus dihentikan.
Sesederhana ini yang wajib kita lakukan sebagai manusia yang bermartabat dan beradab.
Terima kasih..
37. Apakah tidak ada korelasi sama sekali antara pakaian korban dan pelecahan seksual?
di Komnas HAM, terdapat banyak bukti dan banyak hasil penelitian yang membuat orang
sadar bahwa pakaian korban tidak ada korelasinya dengan pelecehan seksual. Jangan kita
menyalahi korban mengenai pakaian atau perilaku korban, karena secara psikologis apabila
seseorang terancam atau terintimidasi maka akal sehatnya akan menjadi lemas. Korban
sama sekali tidak punya andil.
Kriminologi itu sama kan dengan kekerasan ?
Banyak kekerasan yang terjadi dalam hidup kita. Kriminologi juga mempelajari kejahatan
yang sifatnya tidak fisik bukan hanya kekerasan.
Bagaimana kita melapor jika terjadi kekerasan seksual seperti pemerkosaan dsb tetapi tidak
mempunyai buktinya?
Pemahaman kita tentang “bukti” mungkin perlu dikonsultasikan dengan pihak yang
memahami urusan ini, misalnya pengacara di LBH APIK. Orang awam bahkan korban
terkadang memiliki pemahaman yang kurang tepat. Jadi untuk memastikan soal bukti ini,
baiknya dikonsultasikan dengan pengacara yang punya perspektif korban yang kuat/baik.
38. Jika saya pernah mengalami pelecehan seksual 5 tahun, tapi saya baru speak up
sekarang. Apakah saya salah karena mengungkit masa lalu? Apakah masih bisa
ditindaklanjuti/ karena saya masih underage. Tetapi, saya tidak memiliki bukti.
Sama sekali tidak ada yang salah saat korban bersuara karena sama sekali tidak
mudah untuk berbicara. Kita harus mengerti korban, membuat atmosfer nyaman
untuk korban , dan mendukung korban. Jalur hukum bisa ditempuh siapa saja.
Semua orang harus mendapat keadilan. Langkah baiknya mencari bantuan
professional untuk berkonsultasi dan mungkin bisa menempuh jalur hukum.
Bagaimana caranya kita bisa mematahkan cacat logika terhadap penolakan ruu pks?
Pendefinisian kejahatan atau kekerasan ada kepentingan politis di dalamnya.
banyak perdebatan tentang ruu pks ini. Kita masih butuh proses untuk
mempromosikan kekerasan yang nantinya mengubah pola pikir kita. Kita tidak
boleh menyerah.
39. Apa tanggapan ibu terhadap kasus pelecehan seksual yang banyak terjadi di perguruan tinggi di
Indonesia?
Faktanya memang terjadi kekerasan seksual di sejumlah PT (berdasarkan riset, investigasi
jurnalistik dan laporan serta pengakuan korban), dan data yang terungkap itu masih jauh dari fakta
yang sesungguhnya terjadi. Maksud saya, hanya sedikit sekali korban yang bisa menyampaikan
laporan/pengaduan. Ini yang sering orang ibaratkan sebagai “seperti fenomena gunung es”.
Demikian juga kekerasan seksual banyak terjadi diinstitusi pendidikan lainnya seperti sekolah,
pesantren dlsb. Terkait dengan kekerasan seksual yang terjadi di PT, ini menunjukan bahwa tingkat
pendidikan tidak berkorelasi dengan perilaku non kekerasan. Dan PT tidak mampu menciptakan
ruang aman bagi perempuan khususnya dan para korban secara umum karena juga ada mhsw laki-
laki yang menjadi korban meskipun jumlah jauh lebih sedikit dari perempuan. Kekerasan seksual di
PT terjadi dengan pelaku dosen dan korban mahasiswi (kebanyakan), bisa juga terjadi terhadap staf
adm/non dosen dan sesama dosen; terjadi pada sesama staf adm/non dosen; dan terjadi dalam
relasi KDP (relasi pacaran/relasi intim). Relasi kekerasan dosen terhadap mahasiswi, dan dlam
relasi pacaran (diantara mahasiswi-mahasiswa), sepengetahuan saya (yang tentu terbatas karena
sifat dari kekerasan ini yang ‘tersembunyi”), merupakan yang paling banyak terjadi kekerasan
seksual. Jadi problem kekerasan seksual ada di level dosen/staf juga pada mahasiswa, selain secara
lembagaan sendiri memang tidak sensitive dan rensponsif terhadap penghormatan hak integritas
kebertubuhan khususnya perempuan, rendahkan penghormatan terhadap privasi dan
keberagaman, serta toleransi terhadap kekerasan dan maskulinitas.
40. Saya kadang mendapat perlakuan tidak menyenangkan seperti catcalling saat saya
berjalan sendiri maupun bersama dengan teman saya, apa tindakan yang saya harus
lakukan?
Catcalling sepertinya bentuk pelecehan seksual yang paling sering dialami
perempuan di ruang public. Kita bisa mengatakan kepada pelaku bahwa apa yang
dia lakukan adalah tidakan yang tidak kita sukai dan merendahkan, karena itu
pelaku harus berhenti melakukannya.
Bagaimana yang seharusnya kita lakukan sebagai masyarakat untuk merespon korban
kekerasan seksual?
Mendukung setiap gerakan social yang berupaya menghentikan kekerasan seksual,
baik di level kolektif/individual. Menciptakan ruang aman di sekitar kita, dalam
relasi intim/personal kita dan menjadikan diri kita tidak melakukan kekerasan
termasuk kekerasan seksual. Tidak memberikan toleransi apalagi normalisasi
kekerasan, atas nama apapun dan dengan argumentasi apapun untuk
membenarkan kekerasan tsb.
41. Bagaimana kalau sepasang kekasih yang memiliki hubungan seksual bersama, tetapi pada saat mereka
cekcok laki-laki selalu mengancam untuk semua hal-hal intim mereka ke publik ?
ini adalah contoh telah terjadinya kekerasan dalam pacaran, relasi yang sudah beracun, sudah terjadi
kekerasan dan mestinya dihentikan, dtinggalkan. Karena pelaku tidak akan pernah sungguh2 berubah.
dan pernah sang perempuan benar-benar meninggalkan si laki-laki dan laki-laki yang lebih intim dan
foto-foto sang perempuan, sehingga perempuan kembali lagi ke pihak laki-laki. bagaimana tanggapan
dan jalan keluar menurut ibu ? ini yang disebut pemerasan seksual dan/ ancaman melakukan revenge
porn. Laporkan kepada polisi saja dengan korban didampingi pengacara dari LBH. Sebuah relasi
cinta/pacaran semestinya didasari oleh rasa hormat dan peduli kedua belah pihak. Jika salah satu pihak
sudah berubah rasa (cinta/ketertarikan) maka pihak yang lain harus menghormati keputusan itu.
Berbeda dalam kekerasan, jika salah satu pihak melakukan kekerasan (termasuk mengancam membagi
foto intim tanpa persetujuan yang saya sebut sebagai pemerasan seksual), maka korban harus bereaksi
secara tegas, tanpa toleransi, dengan melaporkan kepada polisi dan mencari bantuan ke LBH agar
pelaku segera mendapat tindakan yang perlu, karena ancaman penyebarluasan foto/teks intim tanpa
consent adalah kekerasan, criminal/kejahatan. Lagi pula, jangan pernah terperdaya dengan bujukan juga
tidak perlu takut dengan acaman..dan tidak pernah ada kebaikan dari sebuah hbungan dengan
seseorang yang sejak pacaran/kencan saja sudah punya mengancam, sudah melakukan kekerasan thd
kita (atau orang disekitar kita). Setiap dari kita, perempuan dan laki-laki adalah subyek atas tubuh
kita..tubuh kita adalah milik kita, bukan milik orang lain. Marilah kita tidak memberikan ruang aman dan
nyaman bagi pelaku kekerasan seksual (khususnya) dan pelaku kekerasan atas dasar apapun. Dan mari
tidak melakukan kekerasan, bahkan dalam pikiran kita.