Tantangan industri farmasi di era JKN meliputi tiga hal utama: (1) peningkatan volume penjualan obat namun dengan harga yang lebih rendah, (2) persaingan yang semakin ketat di tengah regulasi yang ketat, dan (3) perlunya strategi baru untuk menjaga kelangsungan bisnis. Industri diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, fokus pada produk generik, serta memanfaatkan peluang di pasar ekspor dan produk bebas resep
2. LIFE
SCIENCES
ICT
ECONOMIC
ENVIRONMENT
POLITICAL
SOCIAL
REGULATORY & LEGAL
• Halal Certification for health
products
• TKDN for Pharmaceuticals
• BPOM & Minister of Health
stringent implementation
• Clinical test for Probiotics products
• Regulation of Pangan Keperluan
Gizi Khusus (PKGK)
• ePharmacy regulation
• Non-tarif barrier for exported
products
• Improvement in government service
handling
• Sponsorship for medical personnel
• Technology affecting workplace &
employee
• Personalized needed
• Trust to ‘word of mouth’
• Indonesia’s parliamentary and presidential
election 2019
• Myanmar’s politics, conflict and stabilization
• China’s presidential policy
•Integrated Healthcare
System
•Evolving Business
Model
• Artificial Intelligence &
Machine Learning
• Internet of Everything
(IoE)
• Cyber Security & Data
Protection
• Growing World Economic
• Promising Indonesian
Economic
• Improving Indonesian
Investment Climate
• Responsible Sourcing
• Global program on
Sustainable movement
3. Economy
(GDP growth)
Political
(JKN _BPJS)
Regulation
(cGMP)
RESUME…Trends that will impact the
Pharmaceutical Industry: Indonesia
• GDP Growth
• Indonesia economy is
expected to growth +/- 6%
• Indonesia healthcare spending
projected 2.7-5% of GDP
• Pharma market growth 10.7% by
2017
• Asia harmonization
implementation•Implementation of
universal coverage
(BPJS) to all citizen
•UU JPH
• Increasing pressure for good and
clean government
• BPOM following PIC
regulation for GMP
implementation
9. DISTRBUTION OF PHARMACEUTICAL
PRODUCT INDONESIA
Manufacturer
206
Distributor
PBF(2810)
•2.810-Distributor
•60% in Jawa –bali
•Only 30 Distributor
have branches in15
Prov
•5 PBF owned 85%
Market share
End Customer (PATIENTS)
Licensed
Drug
store
(5200 ?)
Pharmac
y
(17.000)
Hospitals
(2200)
Puskesmas
dan Klinik
(>10.000)
10. INDUSTRIAL ANALYSIS
Buyer power
VERY HIGH, due to
many similar
products/ choices
available
Threat of
substitutes
LOW, cannot replace
role of medicine
Barriers to entry
MEDIUM entry
barrier. highly
regulated, and Big
Capital, crowded
market
Supplier power
LIMITED, switching is
not easy due to
regulator. Difficult to
find good quality with
competitive price
RIVALRY
RIVALRY
Intensity of
Competitive Rivalry
upcoming new
innovation products
with competitive price
Pharmacy Market still promising but the challenge is to be
innovative and unique from competitors by multi collabration,
Excellent and efficient in sales operation in order to win the
competition
11. INDONESIAN PHARMACEUTICAL MARKET Q4 2017
Indonesian pharmaceutical market has decreased at -1.2% in MAT Q4 2017
Source: Combined Audit 4Q 2017
12. INDONESIAN PHARMACEUTICAL MARKET Q4 2017
Starting 4Q16, there was an overall decline growth from 5.5% to -3.5% which continue to 4Q17
Source: Combined Audit 4Q 2017
13. Konsep BPJS dengan pembayar Tunggal
Penduduk
RI
BPJS
Kes
DPU, DK,
Klinik,
Puskesmas
RSUD,
Dr Spesialis,
RS Pusat Rujukan
Pemerintah
APBN/APBD
Iuran Wajib % gaji
dan Nominal
Subsidi
Iuran
RUJUKAN
Melayani
Obat-MD
Obat-MD
14. IMPACT SJSN
PESERTA SJSN (penduduk RI)
Pengobatan Gratis
Ada iuran bulanan
Sistem pelayanan Kesehatan diatur (sistem rujukan)
PROVIDER SJSN (Industri dan Distributor
Framasi
Volume penjualan bertambah banyak
Harga”dikontrol”
Margin mengecil
15.
16.
17. Kondisi
sebelum JKN
2015 2019
Non JKN/ BPJS
JKN/BPJS
• Innovative products,
biosimilar, biology
products, etc
• Special Product for Private
Insurance
• M&A
•OGB
•Common Dissease
•Brandedd Generic
(Increased in Volume)
dampak JKN/BPJS terhadap Industri Farmasi
Current condition
Strategy Scenario
Maintaining % Profitability
18. FUTURE PHARMA PRODUCT PORTFOLIO: MARKET
APPROACH
OGB
Biology
Branded
&
Specialty
Vit,
Suppl,
Nut.
Pre JKN JKN
Insuran
ce, low
cost
Out of
pocket
market
Highe
r
margi
n
Lowe
r
margi
n
19. NEW BUSINESS LANDSCAPE
•High Margin-high
Price
•Low Volume
•Innovative Product
•Special/High tech
•Out-pocket
•Negotiating
Non JKN/BPJS JKN/BPJS
•Low Margin-Low
Price
•High Volume
•Generic Product
•Mass Production
•Goverment Insurance
•Bidding/ e Catalog
200
Pharm Co.10 – 20% 80 – 90%
20. SHIFTING STRATEGY
TO EFFICIENT GENERIC DRUG COMPPANY
Marketing strategy
Product Port folio
Production strategy
Optimizing COST &
Maintaining High Quality
Products
23. Strategic Initiative
Improve Sourcing of Raw Material
Infra structure Optimizing
Process Efficiency
Shortend lead tie
Reduce Inventory cost
Raw Material
Cost &
Availability
Process Efficiency
Production Process of Pharmaceuticals
Infra-Structure
Optimizing
Provide
Good Quality
Product,
Affordable in
acceptable
price
24. E-CATALOG
BIDDING
Lowest Price
Win all
Strict Quality
Standard
from BPOM/MOH
Optimizing COST &
Maintaining High Quality
Products
Challenges – HOW ? Alternatif: SCM
BPJS product supply
25. MENGOPTIMALKAN BIAYA TANPA
MENGORBANKAN KUALITAS
Optimasi COGS
Raw material Cost
FOH Cost
Optimasi Inventory
Cost
Optimasi
Transportation Cost
SCM = Supply Chain Management
26.
27.
28.
29. 1.Incr.Volume
2.Incr. Price
3.New Prod.Mix Sales
Fixed
Cost
Variable
Cost
Profit Margin
People
Asset (deppr)
Total Cost
Rp
Unit
0
Operational
Excellent in
SCM
Cost Structure and Cost Reduction
2.Direct Labor
3.Direct Energy
RM-PM
Marketing
And sales
cost
Reduce :
•COGS
•Inventory Cost
•Transportation Cost
New
Marketing
Strategy
30. PENUTUP
Penerapan SJSN/BPJS1 akan meningkatkan secara
signifikan volume penjualan Obat (in unit) dengan harga
yang Murah
Memaksa Industri farmasi untuk bekerja efisien agar bisa
bersaiang dalam lelang e-Catalog
Harga murah tidak boleh dengan penurunan Mutu
sehingga perlu penghematan pada cost yg tidak
bersinggungan dengan mutu: (Inv Cost, Transport Cost,
dll)
Diharapkan Keluhan masyarakat tentang harga obat
terasa mahal akan berkurang.
31. TOPIK-TOPIK BAHASAN
Ketersediaan Obat dalam rangka JKN
Prioritas Industri Nasional utk JKN
Keberpihakan Produk Generik vs Produk Paten untuk JKN
Kapasitas Produksi - Daya Tarik Investasi Nasional
Daya saing industri farmasi Nasional yang Sustainable
Pemulihan Industri Farmasi Nasional dengan Produk2
Swamedikasi
Daya Saing Industri untuk pasar ekspor
Obat dalam UU JPH
Kemandirian dalam Bahan Baku Obat
Kemandirian Obat dan Pengembangan Produk Natural,
Biofarma dan Vaksin
32. KETERSEDIAAN OBAT U JKN
Memperjuangkan perbaikan data yg tersedia
RKO yg selalu update (tiap 3 bulan per propinsi)
Proyeksi kebutuhan obat jangka panjang untuk Perencanaan Kapasitas
Data kapasitas nasional dan perencanaan kapasitas industri
Regulasi yang lebih fleksibel untuk bisa memanfaatkan kapasitas yg
tersedia ( cross-contract manufacturing) – tanpa mengorbankan kualitas –
sehingga pemain industri bisa saling memanfaatkan kapasitas untuk
memenuhi JKN
Mekanisme tender:
Fairness pelelangan – tanpa pengulangan. (spesifikasi yang jelas selain nama
generic dan bentuk sediaan juga informasi lengkap tentang spesifikasi kemasan
agar harga yang dibandingkan setara)
Mekanisme harga dasar yang menjamin sustainable supply
Reward yang jelas bagi pemenang yang konsisten memenuhi supply (dlm
bentuk “point reputasi”, dan punishment untuk yang gagal memenuhi komitmen.
33. Fairnes Tender : rumusan yang lebih tajam, dalam ekatalog,
dimasukkan tulisan spesifikasi kemasan yang sama, karena ini
terpengaruh harga
- Usul ini diuslkan ke LKPP( uaulan GP Jabar, Pak Maman)
- Produk yang sudah lama beredar apakah masih perlu BE (missal
Furosemide dll)
Gracia : BE diterapkan utke katalog sejak 2014 padahal pasar
menyempit dan biaya menjadi mahal
Bu Engko : Floor Price atau HPS tertarik rendah karena Industri sendiri
yg bersaing dan juga mekanisme lelang di LKPP disamakan dengan
barng komoditi
Diusulkan GPFI utk audiensi dengan LKPP agar obat tidak disamakan
dengan komoditi yang lain.
Diusulkan ada Timeline sebelum tender e-catalog,
Penawaran harga yang sangat rendah juga bisa karena ada sisa raw
material yang sudah terlanjur dibeli saat tender sebelumnya dan tidak
terpakai penuh dan bukan hanya karena mencari sumber yang murah
Note usulan lain ttg Ketersediaan Obat u JKN
34. PRIORITAS INDUSTRI NASIONAL UTK JKN
Industri Nasional menyediakan kapasitas manufaktur
bukan cuma impor (komitmen jangka panjang dan
padat modal)untuk menunjang pemenuhan JKN,
oleh karena itu sewajarnya mendapatkan prioritas.
Review kebutuhan formularium nasional, dan
memberi bobot nilai yang lebih besar utk produk dng
local content yang lebih besar dibanding dng produk
impor atau produk paten. (khususnya produk-produk
yang memiliki padanan generik nya utk kelas terapi
tertentu).
Dimasukkan unsur TKDN untuk preferensi harga
35. Peter (Pratapa Nirmala:
Diusulkan kalau obat yang diproduksi lebih mahal
sebaiknya masih diberi preferensi karena ada invcestasi
yang sudah dijalankan.diusulkan untuk memfasilitasi
usulan ini dengan TKDN
36. KEBERPIHAKAN PADA PRODUK GENERIK
VS PATENT Kepastian waktu dan prioritas registrasi khususnya untuk
produk yang molekulnya sudah off patent. (copy
pertama). Produk generik yang tersedia sesegera
mungkin:
Mempercepat range molekul baru yang dibutuhkan oleh
masyarakat
Mengurangi ketergantungan pada obat patent yang mahal
(menghabiskan dana JKN)
Memberi kesempatan sesegera mungkin pada pemain nasional
yang berpartisipasi dlm JKN dng fasilitas produksi
Ada langkah yang positif dari regulator yang dapat mengatasi
hambatan munculnya first mee too product selain Registrasi yaitu
PPUB, import bahan baku yang akan off paten, Reference standar
dan comparator
37. ORPHAN DRUG
Diusulkan juga untuk produk2 lama yang sudah
beredar di luar Negeri tapi belum ada di dalam
negeri karena produknya orphan dan dibutuhkan
pasien perlu diberi insentif oleh regulator kepada
produsen
.
Note lain untuk Obat generic vs Paten :
• Definisi copy pertama harus jelas
• Untuk produk originator, agar jangan memperpanjang paten dengan produk
turunannya sehingga menghambat first mee too product
Yang diperhatikan adalah prioritas PPOB, Import bahan baku, comparator
38. KAPASITAS PRODUKSI -DAYA TARIK INVESTASI
NASIONAL
Percepatan perijinan untuk pengadaan kapasitas nasional (ijin
industri, sertifikat CPOB , termasuk site transfer agar idle
capacity bisa sesingkat mungkin, dan juga peninjauan tentang
waktu kadaluarsa,etc) sehingga investasi nasional tetap
menarik meskipun terjadi penurunan margin penjualan dng
penerapan JKN.
Merubah paradigma regulator sehingga bisa lebih business-
friendly terhadap investasi (tidak hanya mengedepankan
aspek pengawasan dan kendala)
Percepatan Perijinan Fasilitas Baru (Cost of Capital)
Transparansi dan Percepatan Proses registrasi
Selain maslah regulator Farmasi juga regulasi bidang lain
yang menyebabkanHigh cost investasi harus juga dipermudah
39. DAYA SAING INDUSTRI FARMASI NASIONAL
YANG SUSTAINABLE
Standar-standar CPOB,yang lebih realistik dan jelas,
serta diterapkan dengan pengawasan yang konsisten. Ini
perlu untuk mendapatkan tingkat persaingan yang wajar
di lapangan.
Persaingan tender menjadi benar-benar “level playing field”
Ini dapat dicapai dengan:
Penerapan yang konsisten standar CPOB
Penerapan yang konsisten standar pengembangan sediaan
baru dan konsistensi dalam evaluasi premarketnya (termasuk
pd spec BBO)
Tetapi konsistensi di atas harus diikuti dengan proses yang
lugas, efisien dan business-friendly
40. PERLUASAN RAGAM PRODUK SWA-MEDIKASI
UNTUK MEMBERI RUANG PERTUMBUHAN
• Review kelas produk2 swamedikasi (OTC) untuk mempermudah
masyarakat mendapatkan produk2 swamedikasi yang aman.
(bondol hijau/biru)
• Perluas ragam produk yang bisa ditawarkan sebagai produk
swamedikasi (obat bebas, obat wajib apotek) dengan melihat
historis profil keamanannya. – Rx to OTC Switch
• Diikuti dng ‘drug information’ yg baik program ini bisa memberikan
pilihan bagi masyarakat di samping JKN mengurangi beban JKN.
– Aturan periklanan lebih di-relaksasi sehingga lebih seimbang dan tidak terlalu
ketakutan pada resiko yang tidak perlu
– Iklan obat juga merupakan upaya drug information. Kekosongan drug information
justru memberikan ruang bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi obat yang
liar dan hal ini berbahaya.
41. DAYA SAING EKSPOR
Berkoordinasi dengan regulator dan kementrian terkait untuk
memacu perdagangan luar negeri ini, antara lain:
Membangun citra positif dengan coordinated exhibition yang disponsori
oleh pemerintah
Regulasi-regulasi obat perlu direview untuk melancarkan
potensi ekspor:
CPP yang cepat,
CMO/Obat khusus ekspor yang sudah didaftarkan di negara
penerima, tidak perlu harus mendaftar kembali. Cukup notifikasi.
Persyaratan BE yang lugas, dan sederhana khususnya produk
ekspor yang menyangkut pengembangan di dalam negeri.
(CRO/Codevelopment untuk pasar ekspor.
Sudah dibahas pada pleno pagi tadi, apakah masih perlu diusulkan..
42. OBAT DALAM JPH
Obat secara tekstual akan menjadi obyek dari
Undang2 JPH tidak bisa dibayangkan
kekacauan yang akan terjadi bila ini diterapkan
secara konsisten:
Kekacauan supply utk JKN/non JKN karena terbatasnya
supplier BBO dan eksipien yang bisa memberikan
sertifikasi halal. Syarat BBO menjadi makin kompleks
Untuk itu, pengurus harus berusaha keras untuk
mencari jalan keluar terhadap hal ini dengan
memberikan pengertian yang jelas pada seluruh
pemangku kepentingan akan akibat dari penerapan
JPH pada obat.
43. KEMANDIRIAN BBO
Hambatan terhadap hal ini harus diatasi dengan
upaya multidimensi, atara lain :
Fasilitasi Kementrian Perindustrian/BKPM untuk fokus
pada pencarian partner investor pemain BBO yang
memiliki akses pasar internasional lebih luas.
Fasilitasi Kemenaker, Ristek etc untuk memungkinkan
masuknya SDM dengan kompetensi yang sesuai.
Pemilihan BBO yang lebih berorientasi pada
keunggulan komparatif nasional, tetapi dengan
mengelola dampak resiko jangka panjang (misal:
aspek lingkungan hidup). Ini perlu koordinasi dan
fasilitasi antar-bidang.
44. KEMANDIRIAN DLM PENGEMBANGAN OBAT: OBAT BERBASIS
NATURAL, BIOFARMASETIKA DAN VAKSIN
Kemandirian obat berbasis natural sangat mungkin diusahakan mengingat
biodiversitas sumberdaya alam di Indonesia dan ragam “ethnic medicine” yang
sangat luas. Namun demikian diperlukan campur tangan pemerintah,
khususnya regulator agar upaya-upaya lanjutan supaya comparative advantage
ini benar benar menjadi competitive advantage.
Pengembangan Biofarmasetika di sisi lain, merupakan upaya yang sedang
marak di dunia. Meskipun di bidang ini, Indonesia belum tampak memiliki
“advantage “ yang menonjol, tetapi Indonesia masih bisa mengejar mengingat
gelombang biofarmasetika ini masih tahap awal.
Indonesia memiliki basis penduduk yang sangat besar (seperti halnya China
dan India). Karena itu Seperti halnya India dan China, Indonesia memiliki basis
penduduk yang sangat besar. Keberpihakan pemerintah untuk mengolah
kemampuan di atas seharusnya bisa diwujudkan untuk kemandirian obat yang
riil, sehingga jumlah penduduk yang besar tidak memberikan “beban” tetapi
dilihat sebagai “peluang” untuk dipakai sebagai batu loncatan untuk
pengembangan kemampuan pada bidang ini. Keberhasilan Biofarma sebagai
perusahaan yang unggul dalam Vaksin menunjukkan bahwa Indonesia bisa
mengejar dan mulai berperan di sini.
45. • Peran pemerintah/regulator diperlukan, antara lain dengan:
– Keberpihakan berupa persyaratan uji klinis yang lebih realistik.. Uji klinis
harus dilakukan untuk memberikan “evidence based” tetapi persyaratan uji
klinis yang berat akan membuat layu sebelum berkembang. Ini mengingat
biaya yang paling besar dalam pengembangan adalah uji klinis
– Regulator harus secara fokus memperhatikan pembinaan regulatoris, yang
tidak hanya bertumpu pada “ketatnya pengawasan” tetapi mempunyai
sasaran yang sama agar upaya-upaya pengembangan tsb menjadi
PRODUK – (upaya evaluasi premarket yang fokus).
– Peran ketiga adalah dengan MENJADI PEMBELI, memakai atau
memastikan produk tersebut masuk ke dalam formularium nasional.
• Disadari bahwa pengembangan produk selalu melibatkan kompetensi
scientific yang tinggi. Karena itu diperlukan kerjasama yang erat dengan
kompetensi keilmuan di perguruan2 tinggi. Konsep ABG sangat relevan.
Bagaimana Pemerintah bisa melihat infrastruktur regulasi untuk upaya ABG
ini? Sekaligus menjadi fasilitator?
Kemandirian dlm Pengembangan Obat: Obat
berbasis Natural, Biofarma dan Vaksin
46. Excellence Execution
Profile
Drs Pre Agusta Siswantoro, Apt , MBA
Education Background
Pharmacy Graduated, Gadjah Mada University, 1985
WM 16 (1986), MBA Graduated in IPPM Jakarta, 1992
WORKING EXPERIENCES
1. R&D - Production manager , PT PRAFA, 1987 - 1992
2. Production Manager- Assisten Director R&D, PT KALBE FARMA, 1992-2000
3. Plant /Manufacturing Director PT BINTANG TOEDJOE, 2000- 2008
4. Corporate R&D Director KALBE FARMA 2006 -2008
5. Director of PT Global Chemindo Megatrading (GCM)- Raw Material Trading, 2011- 2014
6. Director Logistic PT Enseval PM Tbk . 2013 -2015
7. Supply Chain Director KALBE Group 2008 – 2015
8. Manufacturing Director Kalbe (pharma division) 2015 - present
OTHERS
1. Jury of “ Indonesia’s Innovation” organized by BIC and KNRT, 2008 – present
2. Wakil Ketua, Pengurus Pusat, IKATAN APOTEKER INDONESIA, 2009 -2013
3. Ketua Hisfardis (Himpunan Seminat Farmasi Distribusi)2009-2013
3.Pengurus Pusat Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia –GPFI ,2011-2016