SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
Download to read offline
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 34 TAHUN 2014 
TENTANG 
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN 
NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG 
PEDAGANG BESAR FARMASI 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, 
Menimbang : a. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran obat 
dan bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan 
mutu, keamanan dan khasiat/manfaat; 
b. bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri 
Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang 
Pedagang Besar Farmasi perlu disesuaikan dengan 
kebutuhan hukum dalam pendistribusian obat dan 
bahan obat; 
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana 
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu 
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang 
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar 
Farmasi; 
Mengingat : 1. Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Nomor 419 Tahun 
1949); 
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang 
Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia 
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara 
Republik Indonesia Nomor 3671); 
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang 
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik 
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan 
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) 
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir 
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik 
Indonesia Nomor 4844); 
4. Undang-Undang ...
- 2 - 
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang 
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik 
Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran 
Negara Republik Indonesia Nomor 4727); 
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang 
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara 
Republik Indonesia Nomor 5062); 
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang 
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia 
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara 
Republik Indonesia Nomor 5063); 
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang 
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan 
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik 
Indonesia Nomor 3781); 
8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang 
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, 
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan 
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik 
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran 
Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 
9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang 
Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik 
Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan 
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044); 
10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang 
Prekursor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
2010 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik 
Indonesia Nomor 5126); 
11. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2013 tentang 
Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan 
Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Kesehatan 
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik 
Indonesia Nomor 5408); 
12. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang 
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik 
Indonesia Tahun 2013 Nomor 96, Tambahan Lembaran 
Negara Republik Indonesia Nomor 5419); 
13. Keputusan ...
- 3 - 
13. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang 
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan 
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non 
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah 
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 
2013; 
14. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang 
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara 
serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I 
Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali 
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 
Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia 
Tahun 2011 Nomor 142); 
15. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang 
Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha 
yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang 
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik 
Indonesia Tahun 2014 Nomor 93); 
16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 
189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat 
Nasional; 
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan 
Tata Kerja Kementerian Kesehatan sebagaimana telah 
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 
Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 
2013 Nomor 741); 
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar 
Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 
Nomor 370); 
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013 
tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan 
Prekursor Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia 
Tahun 2013 Nomor 178); 
MEMUTUSKAN: 
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERUBAHAN 
ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 
1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG 
BESAR FARMASI. 
Pasal I ...
- 4 - 
Pasal I 
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (Berita Negara 
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 370), diubah sebagai berikut: 
1. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d diubah sehingga Pasal 4 berbunyi 
sebagai berikut: 
Pasal 4 
(1) Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan 
sebagai berikut: 
a. berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi; 
b. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 
c. memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai 
penanggung jawab; 
d. komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah 
terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran 
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun 
waktu 2 (dua) tahun terakhir; 
e. menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat 
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat 
serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi 
PBF; 
f. menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan 
perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat 
yang disimpan; dan 
g. memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan 
lain sesuai CDOB. 
(2) Dalam hal permohonan dilakukan dalam rangka penanaman modal, 
pemohon harus memperoleh persetujuan penanaman modal dari 
instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai 
ketentuan peraturan perundang-undangan. 
2. Ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf c diubah sehingga Pasal 7 berbunyi 
sebagai berikut: 
Pasal 7 
(1) Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan 
permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada 
Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai 
POM dengan menggunakan contoh Formulir 1 sebagaimana 
terlampir. 
(2) Permohonan...
- 5 - 
(2) Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker 
calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif 
sebagai berikut: 
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua; 
b. susunan direksi/pengurus; 
c. pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus 
tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan 
di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun 
terakhir; 
d. akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan 
peraturan perundang-undangan; 
e. surat Tanda Daftar Perusahaan; 
f. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan; 
g. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; 
h. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; 
i. peta lokasi dan denah bangunan 
j. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung 
jawab; dan 
k. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab. 
(3) Untuk permohonan izin PBF yang akan menyalurkan bahan obat 
selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada 
ayat (2) harus melengkapi surat bukti penguasaan laboratorium dan 
daftar peralatan. 
3. Ketentuan Pasal 8 ayat (4) sampai dengan ayat (6) diubah dan di antara 
ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a), sehingga 
Pasal 8 berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 8 
(1) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya 
tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(1), Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi 
kelengkapan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 
ayat (2) dan ayat (3). 
(2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya 
tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 
(1), Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan 
CDOB. 
(3) Paling...
- 6 - 
(3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan 
memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan 
Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan 
administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada 
Kepala Balai POM dan pemohon dengan menggunakan contoh 
Formulir 2 sebagaimana terlampir. 
(4) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak melakukan audit 
pemenuhan persyaratan CDOB, Kepala Balai POM melaporkan 
pemohon yang telah memenuhi persyaratan CDOB kepada Kepala 
Badan. 
(4a) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima 
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Badan POM 
memberikan rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB kepada 
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan 
Provinsi dan pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 3 
sebagaimana terlampir. 
(5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima 
rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) serta 
persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan 
izin PBF dengan menggunakan contoh Formulir 4 sebagaimana 
terlampir. 
(6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), 
ayat (4a) dan ayat (5) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon 
dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada 
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala 
Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan 
menggunakan contoh Formulir 5 sebagaimana terlampir. 
(7) Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat 
pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal 
menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, 
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan 
Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM. 
4. Ketentuan Pasal 9 ayat (2) huruf d diubah sehingga Pasal 9 berbunyi 
sebagai berikut: 
Pasal 9 
(1) Untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon harus 
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi 
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai POM, dan 
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan 
contoh Formulir 6 sebagaimana terlampir. 
(2) Permohonan...
- 7 - 
(2) Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan 
apoteker calon penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan 
kelengkapan administratif sebagai berikut: 
a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF 
Cabang; 
b. fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal; 
c. surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang; 
d. pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran 
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun 
waktu 2 (dua) tahun terakhir; 
e. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon 
penanggung jawab; 
f. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; 
g. peta lokasi dan denah bangunan; dan 
h. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung 
jawab. 
(3) Untuk permohonan pengakuan sebagai PBF Cabang yang akan 
menyalurkan bahan obat selain harus memenuhi persyaratan 
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi surat bukti 
penguasaan laboratorium dan daftar peralatan. 
5. Di antara Pasal 12 dan Bab III disisipkan 1 (satu) bagian baru, yakni 
Bagian Kelima yang berbunyi sebagai berikut: 
Bagian Kelima 
Pembaharuan Izin PBF dan 
Pengakuan PBF Cabang 
6. Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 
12A yang berbunyi sebagai berikut : 
Pasal 12A 
(1) Dalam hal terjadi perubahan nama dan/atau alamat PBF serta 
perubahan lingkup kegiatan penyaluran obat atau bahan obat, wajib 
dilakukan pembaharuan izin PBF. 
(2) Dalam hal terjadi perubahan izin PBF dan/atau alamat PBF Cabang 
wajib dilakukan pembaharuan pengakuan PBF Cabang. 
(3) Tata cara memperbaharui izin PBF atau pengakuan PBF Cabang 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), berlaku 
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan 
Pasal 10. 
7. Ketentuan...
- 8 - 
7. Ketentuan Pasal 13 ditambahkan ayat (6) baru sehingga Pasal 13 
berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 13 
(1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan 
menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi 
persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. 
(2) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri 
farmasi dan/atau sesama PBF. 
(3) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari 
industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi. 
(4) Pengadaan bahan obat melalui importasi sebagaimana dimaksud 
pada ayat (3) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 
(5) PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau 
bahan obat dari PBF pusat. 
(6) PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau 
bahan obat harus berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani 
apoteker penanggung jawab dengan mencantumkan nomor SIKA. 
8. Ketentuan Pasal 14 ayat (4) dihapus sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai 
berikut: 
Pasal 14 
(1) Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung 
jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan 
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan 
obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. 
(2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 
(3) Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai 
direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang. 
(4) Dihapus. 
9. Di antara...
- 9 - 
9. Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 
14A dan Pasal 14B yang berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 14A 
(1) Dalam hal apoteker penanggung jawab tidak dapat melaksanakan 
tugas, apoteker yang bersangkutan harus menunjuk apoteker lain 
sebagai pengganti sementara yang bertugas paling lama untuk 
waktu 3 (tiga) bulan. 
(2) Penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat 
persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. 
Pasal 14B 
(1) Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, pergantian 
direktur/ketua PBF, wajib memperoleh persetujuan dari Direktur 
Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas 
Kesehatan Provinsi. 
(2) Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, pergantian 
direktur/ketua PBF Cabang, wajib memperoleh persetujuan dari 
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Direktur 
Jenderal, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM. 
(3) Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 
(1) dan ayat (2), direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang 
melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan 
Provinsi paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja sejak 
terjadi perubahan. 
(4) Paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja sejak 
diterimanya laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur 
Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menerbitkan surat 
persetujuan dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala 
Balai POM. 
10. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 19 
(1) PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di 
wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya. 
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di 
wilayah provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF Pusat yang 
dibuktikan dengan Surat Penugasan/Penunjukan. 
(3) Surat...
- 10 - 
(3) Surat Penugasan/Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
disahkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dimaksud. 
11. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 20 
PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat 
berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola 
apotek, apoteker penanggung jawab, atau tenaga teknis kefarmasian 
penanggung jawab untuk toko obat dengan mencantumkan nomor SIPA, 
SIKA, atau SIKTTK. 
12. Ketentuan Pasal 27 ayat (1) diubah sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai 
berikut: 
Pasal 27 
(1) Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis 
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan 
Provinsi, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM dengan 
mencantumkan: 
a. alamat kantor PBF pusat; 
b. alamat gudang pusat dan gudang tambahan; 
c. nama apoteker penanggung jawab pusat; dan 
d. nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan. 
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani 
oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai 
berikut: 
a. fotokopi izin PBF; 
b. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung 
jawab gudang tambahan; 
c. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung 
jawab; 
d. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; dan 
e. peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan. 
(3) Permohonan penambahan gudang PBF Cabang diajukan secara 
tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan mengikuti 
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). 
13. Ketentuan...
- 11 - 
13. Ketentuan Pasal 28 ayat (1) diubah sehingga Pasal 28 berbunyi sebagai 
berikut: 
Pasal 28 
(1) Permohonan perubahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada 
Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan 
Provinsi, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM dengan 
mencantumkan: 
a. alamat kantor PBF pusat; 
b. alamat gudang; dan 
c. nama apoteker penanggung jawab. 
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani 
oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai 
berikut: 
a. fotokopi izin PBF; dan 
b. peta lokasi dan denah bangunan gudang. 
(3) Permohonan perubahan gudang PBF Cabang diajukan secara 
tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan mengikuti 
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). 
14. Ketentuan Pasal 34 ayat (6) diubah sehingga Pasal 34 berbunyi sebagai 
berikut: 
Pasal 34 
(1) Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi administratif 
berupa penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b, pengaktifan kembali izin atau 
pengakuan dapat dilakukan jika PBF atau PBF Cabang telah 
membuktikan pemenuhan seluruh persyaratan administratif dan 
teknis sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. 
(2) Direktur Jenderal berwenang mencabut Izin PBF berdasarkan 
rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau hasil 
analisis pengawasan dari Kepala Badan. 
(3) Kepala Badan berwenang memberi sanksi administratif dalam 
rangka pengawasan berupa Peringatan dan Penghentian Sementara 
Kegiatan PBF dan/atau PBF Cabang. 
(4) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi berwenang memberi sanksi 
administratif berupa peringatan, penghentian sementara kegiatan 
PBF dan/atau PBF Cabang, dan pencabutan pengakuan PBF 
Cabang. 
(5) Kepala...
- 12 - 
(5) Kepala Badan wajib melaporkan pemberian sanksi administratif 
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas 
Kesehatan Provinsi. 
(6) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan pemberian 
sanksi administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan 
Kepala Badan dan Kepala Balai POM. 
15. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga Pasal 35 berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 35 
(1) Permohonan Izin PBF dan PBF Cabang yang telah diajukan sebelum 
mulai berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses berdasarkan 
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 918/Menkes/Per/X/1993 
tentang Pedagang Besar Farmasi sebagaimana telah diubah dengan 
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1191/Menkes/SK/IX/2002 
atau Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 287/Menkes/SK/X/1976 
tentang Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku 
Obat. 
(2) Izin PBF dan PBF Cabang yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan 
Menteri Kesehatan Nomor 918/Menkes/Per/X/1993 tentang 
Pedagang Besar Farmasi sebagaimana telah diubah dengan 
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1191/Menkes/SK/IX/2002 
atau Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 287/Menkes/SK/X/1976 
tentang Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku 
Obat dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 
Desember 2015. 
(3) Izin PBF dan PBF Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
harus disesuaikan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri 
ini paling lambat tanggal 31 Desember 2015. 
(4) Penyesuaian pengakuan PBF Cabang dilakukan setelah memperoleh 
penyesuaian izin PBF pusat. 
(5) Dalam hal PBF dan PBF Cabang tidak melakukan penyesuaian izin 
atau pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), 
maka PBF dan PBF Cabang yang bersangkutan harus mengajukan 
permohonan izin atau pengakuan sesuai ketentuan dalam Bab II 
Peraturan Menteri ini. 
16. Di antara...
- 13 - 
16. Di antara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 
35A dan Pasal 35B yang berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 35A 
(1) Permohonan penyesuaian izin PBF sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 35 ayat (3) harus diajukan oleh pemohon dengan kelengkapan 
sebagai berikut: 
a. surat permohonan kepada Direktur Jenderal yang ditandatangani 
oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab; 
b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua; 
c. susunan direksi/pengurus; 
d. surat pernyataan komisaris/dewan pengawas dan 
direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan 
perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 
(dua) tahun terakhir; 
e. akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan 
peraturan perundang-undangan; 
f. surat Tanda Daftar Perusahaan; 
g. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan; 
h. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; 
i. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; 
j. peta lokasi dan denah bangunan; 
k. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker 
penanggung jawab; 
l. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab; 
m. rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB dari Kepala Badan; 
dan 
n. rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif dari Kepala 
Dinas Kesehatan Provinsi. 
(2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya 
permohonan penyesuaian izin PBF sebagaimana dimaksud pada 
ayat (1) dan dinyatakan lengkap, Direktur Jenderal menerbitkan izin 
PBF dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, 
Kepala Badan, dan Kepala Balai POM dengan menggunakan contoh 
sebagaimana tercantum dalam Formulir 11 terlampir. 
Pasal 35B 
(1) Permohonan penyesuaian pengakuan PBF Cabang sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (4) harus diajukan oleh pemohon 
dengan kelengkapan sebagai berikut: 
a. surat permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi yang 
ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung 
jawab; 
b. fotokopi...
- 14 - 
b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua; 
c. susunan direksi/pengurus; 
d. pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus 
tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan 
di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun 
terakhir; 
e. akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan 
peraturan perundang-undangan; 
f. surat Tanda Daftar Perusahaan; 
g. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan; 
h. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; 
i. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; 
j. peta lokasi dan denah bangunan; 
k. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker 
penanggung jawab; 
l. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab; 
m. rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB dari Kepala Badan; 
dan 
n. rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif dari Kepala 
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 
(2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya 
permohonan penyesuaian pengakuan PBF Cabang sebagaimana 
dimaksud pada ayat (1) dan dinyatakan lengkap, Kepala Dinas 
Kesehatan Provinsi menerbitkan pengakuan PBF Cabang dengan 
tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Badan, Kepala Balai 
POM, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan 
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 12 
terlampir. 
17. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga Pasal 36 berbunyi sebagai berikut: 
Pasal 36 
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: 
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 918/MENKES/PER/X/1993 
tentang Pedagang Besar Farmasi sebagaimana telah diubah dengan 
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES/SK/IX/2002 
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 
918/MENKES/PER/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi; 
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 287/MENKES/SK/XI/1976 
tentang Ketentuan Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran 
Bahan Baku; 
c. Keputusan...
- 15 - 
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 00049/A/SK/I/1989 tentang 
Penyaluran Obat Kontrasepsi Lingkaran Biru Sediaan Pil Untuk 
Sarana Pelayanan Kesehatan Praktek Bidan dan Praktek Dokter; dan 
d. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 
HK.00.06.2.01571 tentang Penyaluran Obat/Alat Kontrasepsi; 
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 
Pasal II 
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan 
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik 
Indonesia. 
Ditetapkan di Jakarta 
pada tanggal 23 Juni 2014 
MENTERI KESEHATAN 
REPUBLIK INDONESIA, 
ttd 
NAFSIAH MBOI 
Diundangkan di Jakarta 
pada tanggal 11 Agustus 2014 
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 
REPUBLIK INDONESIA, 
ttd 
AMIR SYAMSUDIN 
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1097

More Related Content

What's hot

Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas Ulfah Hanum
 
3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev
3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev
3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018revDokter Tekno
 
Manajemen obat di rumah sakit
Manajemen obat di rumah sakitManajemen obat di rumah sakit
Manajemen obat di rumah sakitKANDA IZUL
 
Contoh SOP Apotek
Contoh SOP Apotek Contoh SOP Apotek
Contoh SOP Apotek Lalla Haflah
 
Pedoman Penerapan Formularium Nasional
Pedoman Penerapan Formularium NasionalPedoman Penerapan Formularium Nasional
Pedoman Penerapan Formularium NasionalErie Gusnellyanti
 
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pelayanan Kefarmasian di ApotekPelayanan Kefarmasian di Apotek
Pelayanan Kefarmasian di ApotekSurya Amal
 
Mi 1 5. pendistribusian obat di puskesmas
Mi 1   5. pendistribusian obat di puskesmasMi 1   5. pendistribusian obat di puskesmas
Mi 1 5. pendistribusian obat di puskesmasLinaNadhilah2
 
Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker Surya Amal
 
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfar
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfarPer BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfar
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfarUlfah Hanum
 
Mi 1 1. perencanaan obat di puskesmas
Mi 1   1. perencanaan obat di puskesmasMi 1   1. perencanaan obat di puskesmas
Mi 1 1. perencanaan obat di puskesmasLinaNadhilah2
 
Konseling dan pio nada
Konseling dan pio nadaKonseling dan pio nada
Konseling dan pio nadaSapan Nada
 
MI 3 - Rekonsiliasi Obat, Monitoring Efek dan Pharmacovigilence_Final.P.ppt
MI 3 - Rekonsiliasi Obat, Monitoring Efek dan Pharmacovigilence_Final.P.pptMI 3 - Rekonsiliasi Obat, Monitoring Efek dan Pharmacovigilence_Final.P.ppt
MI 3 - Rekonsiliasi Obat, Monitoring Efek dan Pharmacovigilence_Final.P.pptssuserd53bac
 
Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2husnul khotimah
 
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di Puskesmas
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di PuskesmasPengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di Puskesmas
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di Puskesmasemaviaza
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolNovi Fachrunnisa
 
Pembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOB
Pembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOBPembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOB
Pembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOBNesha Mutiara
 
Mi 1 3. penerimaan obat di puskesmas
Mi 1   3. penerimaan obat di puskesmasMi 1   3. penerimaan obat di puskesmas
Mi 1 3. penerimaan obat di puskesmasLinaNadhilah2
 

What's hot (20)

Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
Permenkes No. 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di puskesmas
 
3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev
3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev
3. pengelolaan data asuhan kefarmasian ws sirsak 19 des 2018rev
 
Manajemen obat di rumah sakit
Manajemen obat di rumah sakitManajemen obat di rumah sakit
Manajemen obat di rumah sakit
 
Contoh SOP Apotek
Contoh SOP Apotek Contoh SOP Apotek
Contoh SOP Apotek
 
Pedoman Penerapan Formularium Nasional
Pedoman Penerapan Formularium NasionalPedoman Penerapan Formularium Nasional
Pedoman Penerapan Formularium Nasional
 
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Pelayanan Kefarmasian di ApotekPelayanan Kefarmasian di Apotek
Pelayanan Kefarmasian di Apotek
 
Mi 1 5. pendistribusian obat di puskesmas
Mi 1   5. pendistribusian obat di puskesmasMi 1   5. pendistribusian obat di puskesmas
Mi 1 5. pendistribusian obat di puskesmas
 
Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker Pedoman Visite Untuk Apoteker
Pedoman Visite Untuk Apoteker
 
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfar
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfarPer BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfar
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfar
 
Pedoman farmakoekonomi
Pedoman farmakoekonomiPedoman farmakoekonomi
Pedoman farmakoekonomi
 
Mi 1 1. perencanaan obat di puskesmas
Mi 1   1. perencanaan obat di puskesmasMi 1   1. perencanaan obat di puskesmas
Mi 1 1. perencanaan obat di puskesmas
 
Konseling dan pio nada
Konseling dan pio nadaKonseling dan pio nada
Konseling dan pio nada
 
MI 3 - Rekonsiliasi Obat, Monitoring Efek dan Pharmacovigilence_Final.P.ppt
MI 3 - Rekonsiliasi Obat, Monitoring Efek dan Pharmacovigilence_Final.P.pptMI 3 - Rekonsiliasi Obat, Monitoring Efek dan Pharmacovigilence_Final.P.ppt
MI 3 - Rekonsiliasi Obat, Monitoring Efek dan Pharmacovigilence_Final.P.ppt
 
Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2
 
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di Puskesmas
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di PuskesmasPengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di Puskesmas
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP di Puskesmas
 
PEDOMAN MESO NAKES
PEDOMAN MESO NAKESPEDOMAN MESO NAKES
PEDOMAN MESO NAKES
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
 
Evaluasi Tablet
Evaluasi TabletEvaluasi Tablet
Evaluasi Tablet
 
Pembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOB
Pembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOBPembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOB
Pembahasan UKAI Farmasi Industri Berdasarkan Aspek CPOB
 
Mi 1 3. penerimaan obat di puskesmas
Mi 1   3. penerimaan obat di puskesmasMi 1   3. penerimaan obat di puskesmas
Mi 1 3. penerimaan obat di puskesmas
 

Similar to Permenkes RI No. 34 th 2014 Tentang Pedagang Besar Farmasi

Permenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBF
Permenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBFPermenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBF
Permenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBFSainal Edi Kamal
 
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBFPermenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBFSainal Edi Kamal
 
Permenkes 1148 2011_tentang_pbf
Permenkes 1148 2011_tentang_pbfPermenkes 1148 2011_tentang_pbf
Permenkes 1148 2011_tentang_pbfADIJM
 
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisionalPermenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisionalSainal Edi Kamal
 
Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1
Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1
Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1Inna Muthma
 
Permenkes No.1799 Tahun 2010 Tentang Industri Farmasi
Permenkes No.1799 Tahun 2010 Tentang Industri FarmasiPermenkes No.1799 Tahun 2010 Tentang Industri Farmasi
Permenkes No.1799 Tahun 2010 Tentang Industri FarmasiSainal Edi Kamal
 
20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_ke20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_keAndi Ditha J
 
Buku coklat reg obat 2011
Buku coklat reg obat 2011Buku coklat reg obat 2011
Buku coklat reg obat 2011kurniabanta
 
57078 pmk 9_2017_ttg_apotek_
57078 pmk 9_2017_ttg_apotek_57078 pmk 9_2017_ttg_apotek_
57078 pmk 9_2017_ttg_apotek_nasrulnasrullah3
 
Peraturan Kepala Badan POM tentang sertifikasi CPOB
Peraturan Kepala Badan POM tentang sertifikasi  CPOBPeraturan Kepala Badan POM tentang sertifikasi  CPOB
Peraturan Kepala Badan POM tentang sertifikasi CPOBBambang Priyambodo
 
73. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 2013
73. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 201373. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 2013
73. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 2013litacici
 
Pmk no. 35_ttg_perubahan_standar_pelayanan_kefarmasian_di_apotek_
Pmk no. 35_ttg_perubahan_standar_pelayanan_kefarmasian_di_apotek_Pmk no. 35_ttg_perubahan_standar_pelayanan_kefarmasian_di_apotek_
Pmk no. 35_ttg_perubahan_standar_pelayanan_kefarmasian_di_apotek_Ulfah Hanum
 
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_bedjobadoeng
 
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)saninuraeni
 
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPermenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apoteklaniatmadja
 
Permenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdf
Permenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdfPermenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdf
Permenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdfzelsapuspitasari1
 
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPermenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apoteklaniatmadja
 
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPermenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPetrusTogarma
 
Menkes 1332 apotik
Menkes 1332 apotikMenkes 1332 apotik
Menkes 1332 apotikJohn Leyy
 

Similar to Permenkes RI No. 34 th 2014 Tentang Pedagang Besar Farmasi (20)

Permenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBF
Permenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBFPermenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBF
Permenkes No. 34 Tahun 2014 Tentang PBF
 
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBFPermenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
Permenkes No. 1148 Tahun 2011 Tentang PBF
 
Permenkes 1148 2011_tentang_pbf
Permenkes 1148 2011_tentang_pbfPermenkes 1148 2011_tentang_pbf
Permenkes 1148 2011_tentang_pbf
 
Permenkes 1799 2010
Permenkes 1799 2010Permenkes 1799 2010
Permenkes 1799 2010
 
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisionalPermenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
Permenkes No. 006 ttg industri dan usaha obat tradisional
 
Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1
Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1
Permenkes 006 2012-industri_usaha_obat_tradisional1
 
Permenkes No.1799 Tahun 2010 Tentang Industri Farmasi
Permenkes No.1799 Tahun 2010 Tentang Industri FarmasiPermenkes No.1799 Tahun 2010 Tentang Industri Farmasi
Permenkes No.1799 Tahun 2010 Tentang Industri Farmasi
 
20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_ke20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_ke
 
Buku coklat reg obat 2011
Buku coklat reg obat 2011Buku coklat reg obat 2011
Buku coklat reg obat 2011
 
57078 pmk 9_2017_ttg_apotek_
57078 pmk 9_2017_ttg_apotek_57078 pmk 9_2017_ttg_apotek_
57078 pmk 9_2017_ttg_apotek_
 
Peraturan Kepala Badan POM tentang sertifikasi CPOB
Peraturan Kepala Badan POM tentang sertifikasi  CPOBPeraturan Kepala Badan POM tentang sertifikasi  CPOB
Peraturan Kepala Badan POM tentang sertifikasi CPOB
 
73. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 2013
73. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 201373. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 2013
73. per ka bpom no 8 tahun 2014 ttg perubahan per ka bpom nomor 28 tahun 2013
 
Pmk no. 35_ttg_perubahan_standar_pelayanan_kefarmasian_di_apotek_
Pmk no. 35_ttg_perubahan_standar_pelayanan_kefarmasian_di_apotek_Pmk no. 35_ttg_perubahan_standar_pelayanan_kefarmasian_di_apotek_
Pmk no. 35_ttg_perubahan_standar_pelayanan_kefarmasian_di_apotek_
 
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_
 
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)
Pmk no. 74_ttg_standar_pelayanan_kefarmasian_di_puskesmas_ (1)
 
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPermenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
 
Permenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdf
Permenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdfPermenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdf
Permenkes-73-2016-Standar-Pelayanan-Kefarmasian-Di-Apotek.pdf
 
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPermenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
 
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotekPermenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
Permenkes 73 2016 standar pelayanan kefarmasian di apotek
 
Menkes 1332 apotik
Menkes 1332 apotikMenkes 1332 apotik
Menkes 1332 apotik
 

More from Ulfah Hanum

UU Nomor 17 Tahun 2023.pdf
UU Nomor 17 Tahun 2023.pdfUU Nomor 17 Tahun 2023.pdf
UU Nomor 17 Tahun 2023.pdfUlfah Hanum
 
KMK Nomor 2015 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehat...
KMK Nomor 2015 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehat...KMK Nomor 2015 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehat...
KMK Nomor 2015 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehat...Ulfah Hanum
 
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_2020
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_2020Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_2020
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_2020Ulfah Hanum
 
Pmk no _85_th_2019_ttg_petunjuk_operasional_penggunaan_dak_fisik_bidang_keseh...
Pmk no _85_th_2019_ttg_petunjuk_operasional_penggunaan_dak_fisik_bidang_keseh...Pmk no _85_th_2019_ttg_petunjuk_operasional_penggunaan_dak_fisik_bidang_keseh...
Pmk no _85_th_2019_ttg_petunjuk_operasional_penggunaan_dak_fisik_bidang_keseh...Ulfah Hanum
 
Perpres nomor 88_tahun_2019 ttg juknis dana alokasi khusus fisik TA 2020
Perpres nomor 88_tahun_2019 ttg juknis dana alokasi khusus fisik TA 2020Perpres nomor 88_tahun_2019 ttg juknis dana alokasi khusus fisik TA 2020
Perpres nomor 88_tahun_2019 ttg juknis dana alokasi khusus fisik TA 2020Ulfah Hanum
 
Formularium nasional 2019
Formularium nasional 2019Formularium nasional 2019
Formularium nasional 2019Ulfah Hanum
 
Pmk no. 44 th 2019 ttg perubahan penggolongan narkotika
Pmk no. 44 th 2019 ttg perubahan penggolongan narkotikaPmk no. 44 th 2019 ttg perubahan penggolongan narkotika
Pmk no. 44 th 2019 ttg perubahan penggolongan narkotikaUlfah Hanum
 
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018 perubahan fornas
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018  perubahan fornasKeputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018  perubahan fornas
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018 perubahan fornasUlfah Hanum
 
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...Ulfah Hanum
 
Permenkes RI no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...
Permenkes RI  no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...Permenkes RI  no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...
Permenkes RI no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...Ulfah Hanum
 
Peraturan presiden nomor 16 tahun 2018
Peraturan presiden nomor 16 tahun 2018 Peraturan presiden nomor 16 tahun 2018
Peraturan presiden nomor 16 tahun 2018 Ulfah Hanum
 
Permenkes nomor 66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...
Permenkes nomor  66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...Permenkes nomor  66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...
Permenkes nomor 66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...Ulfah Hanum
 
Kmk no. hk_.01_.07-menkes-659-2017_ttg_formularium_nasional_
Kmk no. hk_.01_.07-menkes-659-2017_ttg_formularium_nasional_Kmk no. hk_.01_.07-menkes-659-2017_ttg_formularium_nasional_
Kmk no. hk_.01_.07-menkes-659-2017_ttg_formularium_nasional_Ulfah Hanum
 
Keputusan Menteri Kesehatan No.HK_.01_.07/menkes-395-2017/ttg_daftar_obat_ese...
Keputusan Menteri Kesehatan No.HK_.01_.07/menkes-395-2017/ttg_daftar_obat_ese...Keputusan Menteri Kesehatan No.HK_.01_.07/menkes-395-2017/ttg_daftar_obat_ese...
Keputusan Menteri Kesehatan No.HK_.01_.07/menkes-395-2017/ttg_daftar_obat_ese...Ulfah Hanum
 
Permenkes no 377 tahun 2009 petunjuk teknik jabatan fungsional apoteker dan a...
Permenkes no 377 tahun 2009 petunjuk teknik jabatan fungsional apoteker dan a...Permenkes no 377 tahun 2009 petunjuk teknik jabatan fungsional apoteker dan a...
Permenkes no 377 tahun 2009 petunjuk teknik jabatan fungsional apoteker dan a...Ulfah Hanum
 
Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...
Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...
Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...Ulfah Hanum
 
Peraturan Pemerintah Nomor-11-tahun-2017-Manajemen-PNS
Peraturan Pemerintah Nomor-11-tahun-2017-Manajemen-PNSPeraturan Pemerintah Nomor-11-tahun-2017-Manajemen-PNS
Peraturan Pemerintah Nomor-11-tahun-2017-Manajemen-PNSUlfah Hanum
 
Permenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifas
Permenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifasPermenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifas
Permenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifasUlfah Hanum
 

More from Ulfah Hanum (20)

UU Nomor 17 Tahun 2023.pdf
UU Nomor 17 Tahun 2023.pdfUU Nomor 17 Tahun 2023.pdf
UU Nomor 17 Tahun 2023.pdf
 
KMK Nomor 2015 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehat...
KMK Nomor 2015 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehat...KMK Nomor 2015 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehat...
KMK Nomor 2015 Tahun 2023 tentang Petunjuk Teknis Integrasi Pelayanan Kesehat...
 
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_2020
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_2020Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_2020
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_2020
 
Pmk no _85_th_2019_ttg_petunjuk_operasional_penggunaan_dak_fisik_bidang_keseh...
Pmk no _85_th_2019_ttg_petunjuk_operasional_penggunaan_dak_fisik_bidang_keseh...Pmk no _85_th_2019_ttg_petunjuk_operasional_penggunaan_dak_fisik_bidang_keseh...
Pmk no _85_th_2019_ttg_petunjuk_operasional_penggunaan_dak_fisik_bidang_keseh...
 
Perpres nomor 88_tahun_2019 ttg juknis dana alokasi khusus fisik TA 2020
Perpres nomor 88_tahun_2019 ttg juknis dana alokasi khusus fisik TA 2020Perpres nomor 88_tahun_2019 ttg juknis dana alokasi khusus fisik TA 2020
Perpres nomor 88_tahun_2019 ttg juknis dana alokasi khusus fisik TA 2020
 
Formularium nasional 2019
Formularium nasional 2019Formularium nasional 2019
Formularium nasional 2019
 
Pmk no. 44 th 2019 ttg perubahan penggolongan narkotika
Pmk no. 44 th 2019 ttg perubahan penggolongan narkotikaPmk no. 44 th 2019 ttg perubahan penggolongan narkotika
Pmk no. 44 th 2019 ttg perubahan penggolongan narkotika
 
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018 perubahan fornas
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018  perubahan fornasKeputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018  perubahan fornas
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/707/2018 perubahan fornas
 
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
Permenkes No. 3 Tahun 2019 tentang Juknis penggunaan Dana alokasi khusus nonf...
 
Permenkes RI no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...
Permenkes RI  no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...Permenkes RI  no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...
Permenkes RI no 2 Th 2019 tentang petunjuk operasional penggunaan dak fisik ...
 
Peraturan presiden nomor 16 tahun 2018
Peraturan presiden nomor 16 tahun 2018 Peraturan presiden nomor 16 tahun 2018
Peraturan presiden nomor 16 tahun 2018
 
Permenkes nomor 66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...
Permenkes nomor  66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...Permenkes nomor  66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...
Permenkes nomor 66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...
 
Kmk no. hk_.01_.07-menkes-659-2017_ttg_formularium_nasional_
Kmk no. hk_.01_.07-menkes-659-2017_ttg_formularium_nasional_Kmk no. hk_.01_.07-menkes-659-2017_ttg_formularium_nasional_
Kmk no. hk_.01_.07-menkes-659-2017_ttg_formularium_nasional_
 
Keputusan Menteri Kesehatan No.HK_.01_.07/menkes-395-2017/ttg_daftar_obat_ese...
Keputusan Menteri Kesehatan No.HK_.01_.07/menkes-395-2017/ttg_daftar_obat_ese...Keputusan Menteri Kesehatan No.HK_.01_.07/menkes-395-2017/ttg_daftar_obat_ese...
Keputusan Menteri Kesehatan No.HK_.01_.07/menkes-395-2017/ttg_daftar_obat_ese...
 
Permenkes no 377 tahun 2009 petunjuk teknik jabatan fungsional apoteker dan a...
Permenkes no 377 tahun 2009 petunjuk teknik jabatan fungsional apoteker dan a...Permenkes no 377 tahun 2009 petunjuk teknik jabatan fungsional apoteker dan a...
Permenkes no 377 tahun 2009 petunjuk teknik jabatan fungsional apoteker dan a...
 
Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...
Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...
Peraturan Menteri Kesehatan No. 18 Tahun 2017 tentang Uji kompetensi Tenaga K...
 
Buku DOEN 2015
Buku DOEN 2015 Buku DOEN 2015
Buku DOEN 2015
 
Peraturan Pemerintah Nomor-11-tahun-2017-Manajemen-PNS
Peraturan Pemerintah Nomor-11-tahun-2017-Manajemen-PNSPeraturan Pemerintah Nomor-11-tahun-2017-Manajemen-PNS
Peraturan Pemerintah Nomor-11-tahun-2017-Manajemen-PNS
 
Doen 2015
Doen 2015Doen 2015
Doen 2015
 
Permenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifas
Permenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifasPermenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifas
Permenkes 21 2015 kapsul vitamin a bayi, balita dan ibu nifas
 

Recently uploaded

Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxrachmatpawelloi
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/maGusmaliniEf
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxfania35
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 

Recently uploaded (20)

Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 

Permenkes RI No. 34 th 2014 Tentang Pedagang Besar Farmasi

  • 1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran obat dan bahan obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan khasiat/manfaat; b. bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi perlu disesuaikan dengan kebutuhan hukum dalam pendistribusian obat dan bahan obat; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi; Mengingat : 1. Ordonansi Obat Keras (Staatsblad Nomor 419 Tahun 1949); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang ...
  • 2. - 2 - 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4727); 5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5126); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2013 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5408); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5419); 13. Keputusan ...
  • 3. - 3 - 13. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013; 14. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142); 15. Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 93); 16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 189/Menkes/SK/III/2006 tentang Kebijakan Obat Nasional; 17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741); 18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 370); 19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013 tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 178); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI. Pasal I ...
  • 4. - 4 - Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 370), diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf d diubah sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 (1) Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi; b. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); c. memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab; d. komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir; e. menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF; f. menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan; dan g. memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB. (2) Dalam hal permohonan dilakukan dalam rangka penanaman modal, pemohon harus memperoleh persetujuan penanaman modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 2. Ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf c diubah sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 (1) Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM dengan menggunakan contoh Formulir 1 sebagaimana terlampir. (2) Permohonan...
  • 5. - 5 - (2) Permohonan harus ditandatangani oleh direktur/ketua dan apoteker calon penanggung jawab disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut: a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua; b. susunan direksi/pengurus; c. pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir; d. akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; e. surat Tanda Daftar Perusahaan; f. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan; g. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; h. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; i. peta lokasi dan denah bangunan j. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab; dan k. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab. (3) Untuk permohonan izin PBF yang akan menyalurkan bahan obat selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi surat bukti penguasaan laboratorium dan daftar peralatan. 3. Ketentuan Pasal 8 ayat (4) sampai dengan ayat (6) diubah dan di antara ayat (4) dan ayat (5) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a), sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut: Pasal 8 (1) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi kelengkapan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3). (2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya tembusan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Kepala Balai POM melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB. (3) Paling...
  • 6. - 6 - (3) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak dinyatakan memenuhi kelengkapan administratif, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi mengeluarkan rekomendasi pemenuhan kelengkapan administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Balai POM dan pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 2 sebagaimana terlampir. (4) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak melakukan audit pemenuhan persyaratan CDOB, Kepala Balai POM melaporkan pemohon yang telah memenuhi persyaratan CDOB kepada Kepala Badan. (4a) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Badan POM memberikan rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan pemohon dengan menggunakan contoh Formulir 3 sebagaimana terlampir. (5) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) serta persyaratan lainnya yang ditetapkan, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan menggunakan contoh Formulir 4 sebagaimana terlampir. (6) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (4a) dan ayat (5) tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Balai POM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan menggunakan contoh Formulir 5 sebagaimana terlampir. (7) Paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak diterimanya surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kepala Balai POM. 4. Ketentuan Pasal 9 ayat (2) huruf d diubah sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut: Pasal 9 (1) Untuk memperoleh pengakuan sebagai PBF Cabang, pemohon harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Balai POM, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir 6 sebagaimana terlampir. (2) Permohonan...
  • 7. - 7 - (2) Permohonan harus ditandatangani oleh kepala PBF Cabang dan apoteker calon penanggung jawab PBF Cabang disertai dengan kelengkapan administratif sebagai berikut: a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas kepala PBF Cabang; b. fotokopi izin PBF yang dilegalisasi oleh Direktur Jenderal; c. surat penunjukan sebagai kepala PBF Cabang; d. pernyataan kepala PBF Cabang tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir; e. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker calon penanggung jawab; f. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; g. peta lokasi dan denah bangunan; dan h. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab. (3) Untuk permohonan pengakuan sebagai PBF Cabang yang akan menyalurkan bahan obat selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus melengkapi surat bukti penguasaan laboratorium dan daftar peralatan. 5. Di antara Pasal 12 dan Bab III disisipkan 1 (satu) bagian baru, yakni Bagian Kelima yang berbunyi sebagai berikut: Bagian Kelima Pembaharuan Izin PBF dan Pengakuan PBF Cabang 6. Di antara Pasal 12 dan Pasal 13 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 12A yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 12A (1) Dalam hal terjadi perubahan nama dan/atau alamat PBF serta perubahan lingkup kegiatan penyaluran obat atau bahan obat, wajib dilakukan pembaharuan izin PBF. (2) Dalam hal terjadi perubahan izin PBF dan/atau alamat PBF Cabang wajib dilakukan pembaharuan pengakuan PBF Cabang. (3) Tata cara memperbaharui izin PBF atau pengakuan PBF Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 10. 7. Ketentuan...
  • 8. - 8 - 7. Ketentuan Pasal 13 ditambahkan ayat (6) baru sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut: Pasal 13 (1) PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. (2) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF. (3) PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi. (4) Pengadaan bahan obat melalui importasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari PBF pusat. (6) PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat harus berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker penanggung jawab dengan mencantumkan nomor SIKA. 8. Ketentuan Pasal 14 ayat (4) dihapus sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut: Pasal 14 (1) Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. (2) Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang. (4) Dihapus. 9. Di antara...
  • 9. - 9 - 9. Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 14A dan Pasal 14B yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 14A (1) Dalam hal apoteker penanggung jawab tidak dapat melaksanakan tugas, apoteker yang bersangkutan harus menunjuk apoteker lain sebagai pengganti sementara yang bertugas paling lama untuk waktu 3 (tiga) bulan. (2) Penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pasal 14B (1) Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, pergantian direktur/ketua PBF, wajib memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. (2) Setiap pergantian apoteker penanggung jawab, pergantian direktur/ketua PBF Cabang, wajib memperoleh persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM. (3) Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang melaporkan kepada Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja sejak terjadi perubahan. (4) Paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal atau Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menerbitkan surat persetujuan dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Balai POM. 10. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga Pasal 19 berbunyi sebagai berikut: Pasal 19 (1) PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF Pusat yang dibuktikan dengan Surat Penugasan/Penunjukan. (3) Surat...
  • 10. - 10 - (3) Surat Penugasan/Penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disahkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dimaksud. 11. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga Pasal 20 berbunyi sebagai berikut: Pasal 20 PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek, apoteker penanggung jawab, atau tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat dengan mencantumkan nomor SIPA, SIKA, atau SIKTTK. 12. Ketentuan Pasal 27 ayat (1) diubah sehingga Pasal 27 berbunyi sebagai berikut: Pasal 27 (1) Permohonan penambahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM dengan mencantumkan: a. alamat kantor PBF pusat; b. alamat gudang pusat dan gudang tambahan; c. nama apoteker penanggung jawab pusat; dan d. nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut: a. fotokopi izin PBF; b. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker calon penanggung jawab gudang tambahan; c. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab; d. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; dan e. peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan. (3) Permohonan penambahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). 13. Ketentuan...
  • 11. - 11 - 13. Ketentuan Pasal 28 ayat (1) diubah sehingga Pasal 28 berbunyi sebagai berikut: Pasal 28 (1) Permohonan perubahan gudang PBF diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM dengan mencantumkan: a. alamat kantor PBF pusat; b. alamat gudang; dan c. nama apoteker penanggung jawab. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan persyaratan sebagai berikut: a. fotokopi izin PBF; dan b. peta lokasi dan denah bangunan gudang. (3) Permohonan perubahan gudang PBF Cabang diajukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). 14. Ketentuan Pasal 34 ayat (6) diubah sehingga Pasal 34 berbunyi sebagai berikut: Pasal 34 (1) Dalam hal PBF atau PBF Cabang diberikan sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b, pengaktifan kembali izin atau pengakuan dapat dilakukan jika PBF atau PBF Cabang telah membuktikan pemenuhan seluruh persyaratan administratif dan teknis sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. (2) Direktur Jenderal berwenang mencabut Izin PBF berdasarkan rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau hasil analisis pengawasan dari Kepala Badan. (3) Kepala Badan berwenang memberi sanksi administratif dalam rangka pengawasan berupa Peringatan dan Penghentian Sementara Kegiatan PBF dan/atau PBF Cabang. (4) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi berwenang memberi sanksi administratif berupa peringatan, penghentian sementara kegiatan PBF dan/atau PBF Cabang, dan pencabutan pengakuan PBF Cabang. (5) Kepala...
  • 12. - 12 - (5) Kepala Badan wajib melaporkan pemberian sanksi administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. (6) Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan pemberian sanksi administratif kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan dan Kepala Balai POM. 15. Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga Pasal 35 berbunyi sebagai berikut: Pasal 35 (1) Permohonan Izin PBF dan PBF Cabang yang telah diajukan sebelum mulai berlakunya Peraturan Menteri ini tetap diproses berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1191/Menkes/SK/IX/2002 atau Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 287/Menkes/SK/X/1976 tentang Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku Obat. (2) Izin PBF dan PBF Cabang yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1191/Menkes/SK/IX/2002 atau Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 287/Menkes/SK/X/1976 tentang Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku Obat dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. (3) Izin PBF dan PBF Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disesuaikan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lambat tanggal 31 Desember 2015. (4) Penyesuaian pengakuan PBF Cabang dilakukan setelah memperoleh penyesuaian izin PBF pusat. (5) Dalam hal PBF dan PBF Cabang tidak melakukan penyesuaian izin atau pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), maka PBF dan PBF Cabang yang bersangkutan harus mengajukan permohonan izin atau pengakuan sesuai ketentuan dalam Bab II Peraturan Menteri ini. 16. Di antara...
  • 13. - 13 - 16. Di antara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 35A dan Pasal 35B yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 35A (1) Permohonan penyesuaian izin PBF sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) harus diajukan oleh pemohon dengan kelengkapan sebagai berikut: a. surat permohonan kepada Direktur Jenderal yang ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab; b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua; c. susunan direksi/pengurus; d. surat pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir; e. akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; f. surat Tanda Daftar Perusahaan; g. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan; h. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; i. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; j. peta lokasi dan denah bangunan; k. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab; l. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab; m. rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB dari Kepala Badan; dan n. rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. (2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya permohonan penyesuaian izin PBF sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dinyatakan lengkap, Direktur Jenderal menerbitkan izin PBF dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 11 terlampir. Pasal 35B (1) Permohonan penyesuaian pengakuan PBF Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (4) harus diajukan oleh pemohon dengan kelengkapan sebagai berikut: a. surat permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi yang ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penanggung jawab; b. fotokopi...
  • 14. - 14 - b. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)/identitas direktur/ketua; c. susunan direksi/pengurus; d. pernyataan komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir; e. akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; f. surat Tanda Daftar Perusahaan; g. fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan; h. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak; i. surat bukti penguasaan bangunan dan gudang; j. peta lokasi dan denah bangunan; k. surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab; l. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker penanggung jawab; m. rekomendasi pemenuhan persyaratan CDOB dari Kepala Badan; dan n. rekomendasi pemenuhan persyaratan administratif dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. (2) Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak diterimanya permohonan penyesuaian pengakuan PBF Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dinyatakan lengkap, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menerbitkan pengakuan PBF Cabang dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Badan, Kepala Balai POM, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 12 terlampir. 17. Ketentuan Pasal 36 diubah sehingga Pasal 36 berbunyi sebagai berikut: Pasal 36 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 918/MENKES/PER/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1191/MENKES/SK/IX/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 918/MENKES/PER/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi; b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 287/MENKES/SK/XI/1976 tentang Ketentuan Pengimporan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Baku; c. Keputusan...
  • 15. - 15 - c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 00049/A/SK/I/1989 tentang Penyaluran Obat Kontrasepsi Lingkaran Biru Sediaan Pil Untuk Sarana Pelayanan Kesehatan Praktek Bidan dan Praktek Dokter; dan d. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor HK.00.06.2.01571 tentang Penyaluran Obat/Alat Kontrasepsi; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal II Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Juni 2014 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, ttd NAFSIAH MBOI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 Agustus 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1097