1. DIGITAL NEWSPAPER
Bekerja Jujur
Dan
Profesional
hal
2
Spirit Baru Jawa Timur
surabaya.tribunnews.com
surya.co.id
| SELASA, 26 NOVEMBER 2013 | Terbit 2 halaman
KORUPSI
SISTEMIK
SURYA Online - Pemahaman
sebuah ketatanegaraan dan
nasionalisme harus dipahami
oleh siapapun dalam hal
pemeriksaan Wakil Presiden
Boediono terkait kasus Bank
Century oleh penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)
di Kantor Wakil Presiden di
Jalan Veteran III, Jakarta
Pusat, Sabtu (23/11/2013).
Karena Presiden dan
Wakil Presiden adalah simbol
negara, dalam kasus tertentu
tentu harus dipahami harus
mendapat perlakukan khusus,
terkecuali kalau sudah terbukti
melakukan tindak kesalahan,
apapun bentuknya harus
terbuka kepada publik. Sebab
pemegang simbol negara
memiliki tata cara kenegaraan
tersendiri, baik protokoler
maupun sistem pengamanannya. Oleh sebab itu, jika hanya
untuk sebuah pemeriksaan
yang belum terbukti, maka
tidak masalah pemeriksaan
yang bersangkutan dimanapun, asal pihak penyidik
tetap independen dan tidak
terpengaruh dalam tekanan
apapun. Selain, protokoler dan
sistem pengamanan, jika hanya
sebuah pemeriksaan, simbol
negara juga harus dijaga betulbetul kehormatannya.
Namun demikian, sejumlah
kalangan tetap saja mengkritik
proses pemeriksaan yang dinilai
mengistimewakan Boediono.
Seperti yang dilontarkan
Direktur Lingkar Madani (Lima)
Ray Rangkuti yang menganggap
pemeriksaan itu membuat
posisi Boediono seolaholah berbeda dengan warga
negara Indonesia lainnya, yang
diperiksa di Gedung KPK di
Setiabudi, Jakarta Selatan.
“Warga negara yang lain
datang ke KPK disorot, sampai
berantem dengan wartawan,
tiba-tiba Boediono mendapatkan dua perlakuan istimewa,
pertama diminta keterangan di
kantornya dan dilakukan secara
diam-diam,” katanya.
Ray mengatakan, Boediono
sudah lebih dulu menggelar
konfrensi pers dan mengakui
pemeriksaannya sebelum KPK
mengumumkan secara resmi.
“Saya pikir itu kecenderungan tidak positif dari KPK.
Cukuplah dia di periksa 2 kali
di tempatnya, tidak boleh
dilakukan diam-diam. Itu
menyangkut keadilan, hak
publik untuk mengetahui.
Boediono sendiri juga
menegaskan, tidak ada
intervensi apapun dalam pemeriksaan yang dilakukan KPK
meski prosesnya berlangsung di
Kantor Wakil Presiden. Selain
itu, pemeriksaan memang
dilakukan pada hari Sabtu atau
libur kerja, agar dirinya lebih
leluasa memberi keterangan.
“Karena jika hari kerja, saya
pasti ada kegiatan, seperti
menerima kunjungan pejabat
tinggi negara,” kata Boediono.
Sebagai Gubernur Bank
Indonesia Tahun 2008, Boediono dianggap mengetahui proses
kebijakan pemberian talangan
dana Bank Century. Ia terlibat
dalam revisi Peraturan Bank
Indonesia (PBI) Nomor 10/26/
PBI/2008 yang menentukan
tanpa menyebut batasan prosentase rasio kecukupan
modal (CAR) untuk
memperoleh Fasilitas
Pendanaan Jangka
Pendek (FPJP).
Padahal dalam Peraturan Bank Indonesia
sebelumnya, tertanggal
30 Oktober 2008,
rasio kecukupan modal
harus sebesar 8 persen.
Lantaran perubahan
kebijakan itu, rasio
kecukupan modal Bank
Century yang semula
negatif menjadi positif.
Namun kemudian,
Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal
berdampak sistemik
oleh Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK)
yang beranggotakan
join facebook.com/suryaonline
Gubernur BI dan Menteri Keuangan. Kucuran dana kepada
Bank Century yang semula
ditentukan Rp 630 miliar, naik
10 kali lipat menjadi Rp 6,76
triliun.
Boediono telah diperiksa dua
kali. Pertama, akhir April 2010
selama 3.5 jam, kala itu kasus
Bank Century masih dalam
tahap penyelidikan. Awal Desember 2012, KPK menetapkan
dua tersangka dalam kasus ini,
yakni mantan Deputi Gubernur
Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Devisa Budi Mulya dan
Deputi Guberur Bank Indonesia
Bidang Pengawasan Bank Siti
Chalimah Fadjrijah.
Sebenarnya bukan masalah
tempat pemeriksaan yang
mesti dipersoalkan masyarakat, namun penyimpangan
talangan Bank Cantury yang
mencapai Rp 6,76 triliun itu,
tentu direncanakan secara
sistemik yang melibatkan tidak
mungkin satu orang dan tidak
satu pejabat. Inilah yang perlu
dicermati.
Anggota Komisi III DPR
Ahmad Yani mengatakan, kasus
Bank Century yang diduga
melibatkan banyak pihak harus
dikawal ketat agar tidak dijadikan sebagai suatu kejahatan
personal sehingga semua pihak
yang terlibat harus bertanggung jawab.
“Saya setuju dengan
pernyataan mantan Wapres
Jusuf Kalla bahwa kasus ini
merupakan perampokan uang
negara melalui instrumen
perbankan, jadi kasus Century
ini dilakukan bersama, jangan
sampai dijadikan kejahatan
personal,” kata Ahmad Yani
di Gedung Nusantara II DPR
Jakarta, Senin (25/11/2013.
Menurut dia, pihak-pihak
yang bertanggungjawab
dalam kasus Bank Century
itu adalah semua orang yang
telah memutuskan pemberian
Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek (FPJP) dan menetapkan
Bank Century sebagai bank
edisi pagi
gagal berdampak sistemik.
“Itu kan diputuskan bersama-sama dalam rapat Dewan
Gubernur Bank Indonesia. Jadi
tidak ada pihak yang boleh
lolos dari tanggungjawab ini,
dokumen sudah menyatakan
hal itu semua,” ujarnya.
Yani pun menyampaikan
bahwa KPK sebenarnya sudah
menemukan dua tindak pidana
dalam kasus Bank Century
itu, yakni penyalahgunaan
kewenangan dalam pemberian
FPJP dan penyalagunaan
kewenangan dalam menetapkan Bank Centruy sebagai bank
gagal berdampak sistemik.
Ia juga mengatakan,
tindakan KPK yang menetapkan
mantan Deputi Senior Bank
Indonesia Budi Mulya sebagai
salah satu tersangka kasus
Bank Century tidak perlu
diapresiasi karena itu memang
sudah menjadi tugas KPK.
“Yang paling penting itu adalah
bagaimana kelanjutannya, seperti konstruksi dakwaan yang
diajukan KPK untuk Budi Mulya.
Kalau konstruksi dakwaannya
bersifat personal, berarti
kasus ini menjadi personal,”
tuturnya.
Selain itu, Yani menambahkan, bila konstruksi dakwaan
terhadap Budi Mulya dinyatakan sebagai tindak gratifikasi maka ada upaya untuk
membuat kasus Bank Century
sebagai suatu kejahatan
personal. “Konstruksi dakwaannya belum kami terima. Kalau
dakwaannya gratifikasi, berarti
personal yang ingin diseret
untuk menutupi pelaku-pelaku
lainnya,” tuturnya. (joe/berbagai sumber)
follow @portalsurya
2. 2
SELASA, 26 NOVEMBER 2013 | surya.co.id | surabaya.tribunnews.com
Hamdan Zoelva, Ketua Mahkamah Konstitusi
BEKERJA JUJUR dan PROFESIONAL
SURYA Online - Tertangkapnya mantan
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil
Mochtar karena diduga menerima suap,
serta insiden penyerangan ruang sidang
MK oleh beberapa orang beberapa waktu lalu menimbulkan ketidakpercayaan
masyarakat terhadap institusi itu.
Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan
Zoelva saat berkunjung ke Kota Palu
baru-baru ini mengakui, saat ini kepercayaan publik terhadap institusi yang
dipimpinnya berada pada titik terendah.
Hamdan Zoelva mengaku butuh waktu
panjang untuk memulihkan institusi
yang dipimpinnya setelah dua kejadian
yang dinilai mencoreng muka Mahkamah
Konstitusi.
“Diharapkan dua hingga tiga bulan
kepercayaan masyarakat kepada MK
mulai pulih meskipun itu belum pulih
betul,” katanya.
Dia mengatakan, sebanyak delapan
hakim di Mahkamah Konstitusi menyadari dampak kejadian tersebut akan
berlangsung lama.
Pria yang dilantik menjadi Ketua
Mahkamah Konstitusi, 6 November 2013
ini mengaku hanya akan bekerja secara
konsisten dengan penuh kejujuran dan
profesional. “Dengan itu, saya yakin
wibawa MK akan pulih kembali,” kata
Hamdan.
Dalam pekerjaan ke depan, katanya,
Mahkamah Konstitusi akan memutuskan
perkara uji materi undang-undang
(judicial review) yang penting dan
strategis serta menyangkut publik yang
sangat luas.
Menurutnya, kasus sengketa Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) hanya berpengaruh pada daerah-daerah tertentu
saja. “Jadi kita utamakan judicial
review yang berdampak luas. Dengan
demikian putusan itu diharapkan bisa
mengobati publik yang tidak percaya
kepada MK,” kata Hamdan.
Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan,
kewibawaan lembaga yang pernah
dipimpinnya itu telah runtuh akibat dua
kasus di atas. “Ini merupakan kejadian
pertama kali sejak MK berdiri,” kata
Mahfud yang mengaku sangat kaget
dan menyesalkan penyerangan di ruang
sidang MK yang dilakukan puluhan
pengunjung sidang.
Ia mengatakan, selama lima
tahun memimpin Mahkamah Konstitusi, hampir semua persidangan
selalu tertib. Bahkan, dia pernah
mengusir pengunjung sidang yang
berbuat gaduh di dalam ruang
sidang atau tidak memenuhi tata
tertib persidangan. “Kalau ada
yang gaduh, saya pelototi mereka
diam. Saya juga sering mengusir
orang waktu itu,” kata Mahfud.
Menurut dia, pengunjung sidang
yang mengamuk tersebut bukan
hanya ekspresi ketidakpuasan pihak
tertentu yang sedang berperkara
di lembaga pengawal konstitusi itu.
“Ini akibat MK sudah tidak dipercaya
setelah penangkapan Akil Mochtar,”
katanya.
Mahfud menyarankan, agar ke
depan Mahkamah Konstitusi lebih
memperketat
keamanan
selama proses
persidangan.
“Bahkan kalau
bisa di depan
meja hakim ada
polisi, untuk
mengantisipasi
kejadian serupa,” katanya.
Perketat Pengamanan
Hamdan Zoelva menyatakan,
pihaknya akan
memperketat
pengamanan
setelah terjadi
join facebook.com/suryaonline
keributan di ruang sidang beberapa
waktu lalu, diantaranya dengan
pembatasan pengunjung di ruang sidang
serta melakukan identifikasi pengunjung
secara menyeluruh.
Pengunjung di Mahkamah Konstitusi
nantinya akan diminta
menyerahkan Kartu
Identitas Penduduk (KTP) dan selanjutnya diberi kertas papan nama sebagai
pengganti identitas. Selain itu, ruang
lobi di luar sidang akan disterilkan agar
tidak ramai lagi seperti semula.
Hamdan juga mengakui saat itu
aparat keamanan kecolongan sehingga
terjadi insiden penyerangan di ruang
sidang Mahkamah Konstitusi. “Kemarin
itu kecolongan. Sebelumnya keributan
di ruang lobi MK bisa diredam hingga
tidak sampai ke ruang sidang,” katanya.
Awal kejadian itu bermula dari ruang
lobi yang berada di luar sidang. Padahal
waktu-waktu sebelumnya petugas
keamanan bisa menenangkan keributan
serupa di ruang lobi. “Olehnya kita
perketat pengamanan di MK,” kata
Hamdan.
Insiden keributan di ruang sidang Mah-
kamah Konstitusi, Kamis (14/11/2013),
berawal dari luar ruang sidang dan para
perusuh itu kemudian bisa menerobos
hingga ke ruang sidang. Saat itu sedang
berlangsung sidang sengketa hasil
Pilkada Maluku Utara.
Penyerangan ruang sidang
Mahkamah Konstitusi bermula
ketika majelis hakim menolak
permohonan pasangan nomor
urut empat Herman Adrian
Koedoeboen - Daud Sangadji.
Massa yang tidak terima
dengan putusan tersebut
kemudian berteriak-teriak
dengan kuat di luar sidang
pleno di lantai dua. Saat
itu sidang masih terus
berlangsung dan berlanjut
untuk putusan permohonan
Abdullah Tuasikal - Hendrik
Lewerissa. Saat Hakim
Anwat Usman membacakan
pertimbangan hakim,
keadaan menjadi tidak
terkendali. Pendukung
yang berada di luar dan
menonton persidangan melalui televisi
layar lebar menerobos masuk, kemudian
mengamuk dan membanting sejumlah
benda-benda di ruang sidang.
Karena aksi anarkisme tersebut tidak
tercegah kepolisian, majelis hakim
menunda dan meninggalkan ruangan
sidang. Kini, perlahan-lahan Hamdan
Zoelva mulai menata kembali Mahkamah
Konstitusi.
Meski baru beberapa pekan memimpin
lembaga pengawal undang-undang itu,
Hamdan tetap optismistis bisa mendongkrak kepercayaan rakyat. “Kita hanya
bekerja jujur dan profesional,” katanya
singkat.
Rakyat berharap tidak ada kasuskasus seperti yang menimpa Hakim Akil
Mochtar atau penyerbuan ruang sidang
yang terhormat di Mahkamah Konstitusi.
(antara)
follow @portalsurya